Anda di halaman 1dari 3

Menikmagi Keindahan dan Keramain di Pantai Padang

Oleh : Vadila Amelia Putri


2210721012

PANTAI, adalah tujuan saya dan teman saya, Tasya pada sore yang cerah ini. Kami
ingin memandangi sunset hanya untuk menghilangkan rasa lelah. Kami berangkat
menggunakan angkutan umum. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, kami
diturunkan di perjalanan dengan alasan tidak ada penumpang lain selain kami dan tujuan
kami cukup jauh. Untungnya kami diturunkan tepat di halte Trans Padang. Kemudian kami
melanjutkan perjalanan dengan menaiki Trans Padang.

Dalam perjalanan menuju pantai, saya memandangi banyak hal. Saat berhenti di lampu
merah, saya disuguhkan dengan pemandangan yang menyedihkan. Saya melihat tiga orang
anak kecil, dua orang gadis kecil yang menggunakan hijab dan seorang anak laki-laki yang
tidak menggunakan alas kaki. Mereka memegang sebuah tulisan Sumbangan Anak Yatim.
Pemandangan tersebut mengingatkan bahwa betapa beruntungnya saya selama ini.

Tepat pukul 17.00 WIB, saya dan Tasya sampai di Pantai Padang. Sore ini pengunjung
cukup ramai. Kami berjalan melewati pedagang. Para pedagang menawarkan tempat duduk
di pantai dengan berbagai macam rayuan.

“Kak, duduk disini aja kak, langsung menghadap ke pantai,” tawar seorang pedagang laki-
laki. Dilanjutkan oleh seorang pedagang pria paruh baya,

“Dek, disini aja duduknya, dijamin suka sama makanannya”

Namun, saya menolaknya sambil tersenyum. Kali ini saya hanya ingin berjalan menyusuri
tepi pantai. Tanpa harus duduk lama-lama di satu tempat.

Saya dan Tasya melihat bapak-bapak yang sedang memancing ikan dan ada yang
mendapatkan ikan, walaupun tidak berukuran besar. Namun saya sebagai pengamat ikut
senang melihatnya. Ingin rasanya saya bertanya, dapat ikan jenis apa, pak? Tetapi ada rasa
takut dalam diri saya, saya takut mengganggu bapak tersebut. Saya hanya bisa mengamati
dari jauh. Saat saya mengamati, saya juga melihat sampah di pantai tersebut. Berbagai jenis
sampah ada di laut, seperti botol plastik, botol kaca, bungkus makanan, ranting pohon, dan
masih banyak lagi. Pantai ini tidak terlalu bersih, mungkin butuhnya kesadaran pengunjung
untuk membuang sampah pada tempatnya.
Lalu kami melanjutkan perjalanan, di sepanjang perjalanan banyak sekali makanan
yang dijual oleh para pedagang. Kami melihat anak-anak laki-laki bermain bola. Sepertinya
mereka bukan pengunjung yang datang dari jauh. Mereka terlihat seperti anak yang tinggal di
daerah pantai. Mereka bermain dengan penuh semangat. Kami melihat mereka saling
melempar bola dan mengejar bola.

Di dekat segerombolan anak-anak yang bermain bola, saya juga melihat seorang anak
laki-laki yang menerbangkan layang-layang, mungkin umurnya sekitar 5 tahun. Layang-
layangannya berbentuk burung dan berwarna jingga. Saya kagum, bagaimana bisa seorang
anak yang belum sekolah bisa menerbangkan layang-layang, walaupun tidak terlalu tinggi.
Saya melihat dia menggenggam tali layang-layang dengan erat dan menatap langit dengan
penuh harap. Kemudian dari arah depannya muncul seorang pria paruh baya sambil
membawa anak laki-laki yang menggunakan pakain yang sama sepertinya. Mereka tampak
bahagia bermain di pantai. Tak hanya mereka saja yang ada di pantai, saya juga melihat
banyak orang lain yang menikmati keindahan pantai. Ada yang berenang, ada yang hanya
sekedar bermain air, ada yang bermain pasir, ada yang bersantai, ada yang berfoto, ada yang
menikmati kuliner, daan ada yang melakukan hal lainnya.

Selain melihat keramain, kami juga memandangi sunset. Kami merasakan angin laut
yang sejuk menyapa kulit. Kami melihat awan yang bergerak ditiup oleh angin. Kami melihat
langit berubah warna dari biru menjadi jingga. Kami mendengar suara ombak yang
bersahutan dengan teriakan dari anak-anak yang bermain di pantai. Kami melihat banyak
keindahan yang tak semua bisa diungkapkan. Kami menikmati setiap detik yang kami
habiskan di pantai. Tak terasa sebentar lagi maghrib. Kami segera bangkit dan memesan ojek
online.

Sembari menunggu, saya melihat sebuah gapura yang bertuliskan "Kampung E Pukek".
Namun, setelah saya baca ternyata huruf "L" dan "O" pada gapura tersebut hilang yang
seharusnya "Kampung Elo Pukek" Pukek atau pukat adalah cara menjala ikan tradisional
yang sudah ada sejak tempo dulu masih dijaga kelestariannya oleh warga Kota Padang yang
bernomisili di sekitar Pantai Padang. Tradisi maelo pukek dilakukan secara berkelompok.
Keberadaan kampung tematik debgan ciri khas aktifitas Elo Pukek dari warga/nelayan di
kawasan Purus merupakan salah satu program unggulan wali kota Padang yaitu membentuk
kampung tematik di setiap kecamatan. Begitulah beberapa tulisan yang ada di gapura
tersebut. Di samping gapura tersebut ada sebuah tempat yang menjual berbagai jenis ikan
yang segar, tempat itu terlihat ramai oleh pengunjung.

Tak lama kemudian, mobil yang kami pesan datang. Kami berbincang dengan sopir tersebut.
Setelah sampai di halte Trans Padang, saya bertanya kepada sopir Trans Padang,

"Apakah masih ada yang jalan ke Indarung, pak?" Tanya saya.

"Ga ada lagi, kak," jawabnya.

Kami sedikit panik, karena tidak ada lagi kendaraan yang dapat kami tumpangi untuk pulang.
Kemudian kami mencari masjid terdekat. Orang tua saya menelpon dan berkata akan
menjemput kami. Ada perasaan tak nyaman bagi kami, karena telah merepotkan orang tua
saya.

Anda mungkin juga menyukai