Anda di halaman 1dari 23

NAMA : KIKI FATMALA SARI

NIM : 70400121017
JURUSAN : D3 KEBIDANAN

 Perbedaan Vitamin A ibu nifas dan bayi


Jawab:
Ibu Nifas:
Ibu nifas biasanya membutuhkan dosis vitamin A yang lebih tinggi untuk mempercepat penyembuhan dan memulihkan
tubuh pasca melahirkan.
Vitamin A membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu dalam proses penyembuhan luka pasca
persalinan.
Rekomendasi dosis vitamin A untuk ibu nifas biasanya lebih tinggi daripada dosis harian yang direkomendasikan untuk
wanita dewasa pada umumnya.
Bayi:
Bayi membutuhkan vitamin A untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, terutama untuk
kesehatan mata dan sistem kekebalan tubuh.
Bayi biasanya mendapatkan asupan vitamin A melalui ASI (Air Susu Ibu) atau susu formula yang diformulasikan
khusus untuk bayi.
Dosis vitamin A untuk bayi harus sesuai dengan rekomendasi dokter atau pediatris, karena terlalu sedikit atau terlalu
banyak vitamin A bisa berdampak negatif pada kesehatan bayi.

 Kapan waktu pemberian


Jawab:Pemberian vitamin A pada bayi dan ibu nifas dapat dilakukan dalam konteks yang berbeda
Pemberian Vitamin A pada Bayi:
Pemberian vitamin A pada bayi biasanya dimulai segera setelah lahir.Bayi mungkin mendapatkan dosis pertama vitamin
A secara rutin dalam beberapa jam setelah kelahiran, terutama jika terdapat risiko defisiensi vitamin A. Bayi juga dapat
mendapatkan vitamin A melalui ASI atau susu formula yang diformulasikan khusus untuk bayi.

Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas:


Pemberian vitamin A pada ibu nifas biasanya dimulai setelah melahirkan.Vitamin A dapat diberikan dalam bentuk
suplemen atau makanan yang kaya akan vitamin A untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pasca persalinan
dan perlu juga dikonsultasikan dengan dokter atau petugas kesehatan untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang
pemberian vitamin A pada ibu nifas.

 Berapa dosisx (masing2)


Jawab:Dosis vitamin A untuk ibu nifas dan bayi dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti usia dan kondisi
kesehatan. Namun, berikut adalah perkiraan dosis umum yang dapat menjadi panduan.
Untuk ibu Nifas yaitu Dosis harian vitamin A yang direkomendasikan untuk ibu nifas dapat bervariasi, tetapi biasanya
berkisar antara 800 hingga 1300 mikrogram per hari bisa juga dicapai melalui makanan kaya vitamin A, suplemen
vitamin, atau kombinasi keduanya perlu juga berkonsultasi dengan dokter atau petugas kesehatan untuk menentukan
dosis yang tepat berdasarkan kebutuhan individu sedangkan untuk Bayi yaitu Dosis vitamin A untuk bayi biasanya
diberikan dalam bentuk IU (International Units) atau mikrogram, Dosis harian yang direkomendasikan untuk bayi
mungkin berkisar antara 400 hingga 1000 IU per hari, tergantung pada usia dan kondisi bayi serta Vitamin A pada bayi
biasanya didapatkan melalui ASI atau susu formula yang diformulasikan khusus untuk bayi.

 Tujuan pemberian vit A


Jawab:
Untuk Ibu Nifas tujuannya yaitu:
Membantu mempercepat penyembuhan pasca persalinan: Vitamin A dapat membantu dalam proses penyembuhan luka
pasca persalinan, seperti luka episiotomi atau luka caesar.
Meningkatkan sistem kekebalan tubuh: Vitamin A merupakan nutrisi penting yang diperlukan untuk menjaga fungsi
sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat membantu ibu nifas melawan infeksi pasca persalinan.
Mendukung produksi ASI yang baik: Kekurangan vitamin A dapat memengaruhi produksi ASI, sehingga pemberian
vitamin A pada ibu nifas dapat membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI.
Untuk Bayi tujuannya yaitu:
7
Mendukung pertumbuhan dan perkembangan: Vitamin A sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi,
terutama untuk perkembangan mata dan sistem kekebalan tubuh.
Mencegah defisiensi vitamin A: Pemberian vitamin A pada bayi dapat membantu mencegah defisiensi vitamin A, yang
dapat menyebabkan masalah kesehatan serius seperti gangguan penglihatan dan masalah kekebalan tubuh.
Melindungi dari infeksi: Vitamin A memiliki peran penting dalam menjaga kekebalan tubuh, sehingga membantu bayi
melawan infeksi dan penyakit.

7
7
MAKALAH

(SDGs) Sustainable Development Goals

Dosen Pengampu : Zelna yuni andryani,S.S.T.,M.Keb

DISUSUN OLEH :

NAMA : KIKI FATMALA SARI


NIM : 70400121017

PRODI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALUDDIN
MAKASSAR 2023/2024

7
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan dalam
pembuatan makalah ini hingga selesai tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya kami tidak akan sanggup menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu saya mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca supaya makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya.

Demikian saya ucapkan terima kasih atas waktu Anda telah membaca hasil karya ilmiah ini,

Gowa , 1 Maret 2024

Penulis

5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

7.7 Fatar Belakang...................................................................................................3

7.2 Purumusan Masalah...............................................................................................;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6

2.7 Definisi SDGs....................................................................................................8

2.2 Konsep SDGs.................................................................................................... 7

2.3 Tujuan SDGs.....................................................................................................7

2.3 Alasan SDGs lebih baik dengan MDGs.............................................................7

2.4 Peranan bidan dalam SDGs...............................................................................8

BAB III PENUTUP............................................................................................. 14

3.7 Kesimpulan.....................................................................................................14

3.2 Saran.............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development Goals (SDGs) adalah
pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara
berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat,
pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin
keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
TPB / SDGs merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk
menyejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan yaitu (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa
Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan
Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan
Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya
Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi
yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15)
Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17)
Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Upaya terlampau target TPB / SDGs menjadi prioritas pembangunan nasional, yang
memerlukan sinergi kebijakan kebijakan perencanaan di tingkat provinsi maupun kabupaten /
kota. Target-target TPB / SDGs di tingkat nasional telah sejalan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dalam bentuk program,
kegiatan dan indikator yang terukur serta indikasi dukungan pembiayaannya. TPB / SDGs
merupakan penyempurnaan dari Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals / MDGs) yang lebih komprehensif dengan melibatkan lebih banyak negara baik negara
maju maupun berkembang, memperluas sumber daya, menekankan pada hak asasi manusia,
inklusif dengan pelibatan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan media , Filantropi dan
Pelaku Usaha, serta Akademisi dan Pakar.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan SDGs?
2. Bagaimana konsep SDGs?
3. Apa tujuan dari SDGs?
4. Mengapa SDGs akan lebih baik dengan MDGs?
5. Peran bidan dalam SDGs
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi SDGs
2. Untuk mengetahui konsep SDGs
3. Untuk mengetahui tujuan dari SDGs
4. Untuk mengetahui alasan mengapa SDGs lebih baik dengan MDGs

5. Untuk mengetahui peranan bidan dalam SDGs.

;
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SDGs

Sebelum pelaksanaan Millennium Development Goals (MDGs) berakhir, pada KTT PBB
tentang MDGs 2010 telah dirumuskan agenda pembangunan dunia pasca 2015. Hal ini terjadi
dengan disepakatinya dokumen “ The Future We Want ” dalam UN Conference on
Sustainable Development 2012 . Kedua hal ini menjadi pendorong utama penyusunan agenda
pembangunan pasca 2015 yang disepakati dalam Sidang Umum PBB pada September 2015,
yaitu Agenda 2030.

Sustainable Development Goals(SDGs)merupakan kelanjutan dari apa yang sudah

dibangun pada Millenium Development Goals(MDGs), memiliki 5 pondasi yaitu manusia,


planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di
tahun 2030 yaitu mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan
iklim yang tersusun dalam 17 tujuan global.

Sustainable development goals(SDGS), yaitu sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah
acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara didunia.
Berbedadengan MDGs yang lebih bersifat birokratis dan teknokratis, penyusunan butir-butir
SDGs lebih inklusif melibatkan banyak pihak termasuk organisasi masyarakat sipil

atau Civil Society Organization (CSO).


Istilah Sustainable Deveopment Goals (SDGs) dapat digunakan secara umum dalam
segala kegiatan, dokumen dan materi terkait SDGs, misalnya: sosialisasi, lokakarya ,
pelatihan, presentasi, laporan, wawancara, jumpa pers, siaran, berita, materi cetak, brosur,
banner , backdrop , media sosial, video, dan lain-lain.

Istilah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Deveopment Goals (TPB /


SDGs) lebih disarankan untuk penggunaan pada: kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas,
materi, baru teknis, laporan dan dokumen resmi pemerintahan. Secara khusus, penggunaan

8
penggunaan TPB / SDGs adalah agar lebih mudah diterapkan terutama oleh pemerintah
daerah dan masyarakat yang belum memahami TPB / SDGs

2.2 Konsep SDGs

Konsep SDGs itu sendiri lahir pada kegiatan Koferensi mengenai Pembangunan
Berkelanjutan yang dilaksanakan oleh PBB di Rio de Jainero tahun 2012. Tujuan yang ingin
dihasilkan dalam pertemuan tersebut adalah memperoleh tujuan bersama yang universal
yang mampu memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan:
lingkungan, sosial dan ekonomi. Dalam menjaga keseimbangan tiga dimensi pembangunan
tersebut, maka SDGs memiliki 5 pondasi utama yaitu manusia, planet, kesejahteraan,
perdamaian, dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa
mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim.
Kemiskinan masih menjadi isu penting dan utama, selain dua capaian lainnya. Untuk
mencapai tiga tujuan mulia

tersebut, disusunlah 17 Tujuan Global


Konsep SDGS ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang mengakomodasi
semua perubahan yang terjadi pasca 2015. Konsep SDGS melanjutkan konsep pembangunan
Millenium Development Goals (MDGs) di mana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015.

Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan SDGs
yaitu:
1. Indikator yang melekat pembangunan manusia (Human Development)
2. Indikator yang melekatpadalingkungankecilnya (Social Economic

Development)
3. Indikator ketigamelekatpadalingkungan yang lebihbesar
(Environmental Development)
2.3 Tujuan SDGs

Dalam menjaga keseimbangan tiga dimensi pembangunan tersebut, maka SDGs


memiliki 5 pondasi utama yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan
yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan,
mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim. Kemiskinan masih menjadi isu penting
dan
7
utama, selain dua capaian lainnya. Untuk mencapai tiga tujuan mulia tersebut, disusunlah 17
Tujuan Global berikut ini. Ke -17 tujuan global dari SDGs, yaitu:

1. TanpaKemiskinan.Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh


penjuru dunia.

2. TanpaKelaparan.Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan,


perbaikan nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.
3. KesehatanyangBaikdanKesejahteraan.Menjamin kehidupan yang sehat
serta mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala
umur.
4. PendidikanBerkualitas.Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan
meningkatkan kesempatan belajar untuk semua orang, menjamin pendidikan
yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup
bagi semua orang.
5. KesetaraanGender.Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum
ibu dan perempuan.
6. AirBersihdanSanitasi.Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi
yang berkelanjutan untuk semua orang.
7. EnergiBersihdanTerjangkau.Menjamin akses terhadap sumber energi
yang terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua
orang.
8. PertumbuhanEkonomidanPekerjaanyangLayak.Mendukung perkembangan
ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan
produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.

9. Industri,InovasidanInfrastruktur.Membangun infrastruktur yang berkualitas,


mendorong peningkatan industri yang inklusif dan berkelanjutan serta
mendorong
inovasi.
10. MengurangiKesenjangan.Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam
sebuah negara maupun di antara negara-negara di dunia.
11. KeberlanjutanKotadanKomunitas.Membangun kota-kota serta pemukiman
yang inklusif, berkualitas, aman, berketahanan dan bekelanjutan.
12. KonsumsidanProduksiBertanggungJawab.Menjamin keberlangsungan konsumsi
<
dan pola produksi.

<
13. AksiTerhadapIklim.Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim
dan dampaknya.
14. Kehidupan Bawah Laut.Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut
dan kehidupansumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang
berkelanjutan
15. KehidupandiDarat.Melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan
keberlangsungan pemakaian ekosistem darat, mengelola hutan secara
berkelanjutan, mengurangi tanah tandus serta tukar gulingtanah,
memerangi penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi
tanah, serta menghentikan kerugian keanekaragaman hayati.
16. InstitusiPeradilanyangKuatdanKedamaian.Meningkatkan perdamaian termasuk
masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses untuk
keadilan bagi semua orang termasuk lembaga dan bertanggung jawab untuk

seluruh kalangan, serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif
di seluruh tingkatan.
17. Kemitraanuntuk Mencapai Tujuan. Memperkuat implementasi dan
menghidupkan kembali kemitraan global untuk pembangunan yang
berkelanjutan.

Menyikapi 17 Tujuan Global tersebut, Presiden Majelis Umum PBB menegaskan


bahwa ambisi dari negara-negara anggota PBB tersebut hanya akan tercapai jika dunia
telah aman, sertamenghormati hak asasi manusia bukan di dunia di mana investasi dalam
persenjataan dan perang lebih besar sehingga menghancurkan sebagian besar sumber daya
yang telah

9
menjadi komitmen untuk berinvestasi dalam pembangunan berkelanjutan.

9
2.4 Alasan Mengapa SDGs Lebih Baik Dengan MDGs

Terdapat 7 (tujuh) alasan mengapa SDGs akan lebih baik dari MDGs, yakni:

1. SDGs lebih global dalam mengkolaborasikan program-programnya. MDGs


sebelumnya dibuat olehanggota negaraThe Organization for Economic
Cooperation and Developmen(OECD) dan beberapa lembaga internasional.
Sementara SDGs dibuat secara detail dengan negosiasi internasional yang
juga terdiri dari negara berpendapatan menengah dan rendah.
2. Sekarang, sektor swastajuga akan memiliki peran yang sama, bahkan lebih besar.
3. MDGs tidak memiliki standar dasar hak asasi manusia (HAM). MDGs dianggap
gagal untuk memberikan prioritas keadilan yang merata dalam bentuk-bentuk
diskriminasi dan pelanggaran HAM, yang akhirnya berujung kepada masih
banyaknya orang yang terjebak dalam kemiskinan. Sementara SDGs dinilai
sudah

didukung dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip HAM yang lebih baik.


4. SDGs adalah program inklusif. Tujuh target SDG sangat eksplisit tertuju kepada
orang dengan kecacatan, dan tambahan enam target untuk situasi darurat, ada
juga tujuh target bersifat universal dan dua target ditujukan untuk
antidiskriminasi.
5. Indikator-indikator yang digunakan memberikan kesempatan untuk
keterlibatan masyarakat sipil.
6. PBB dinilai bisa menginspirasi negara-negara di dunia dengan SDGs
7. Conference of the Parties 21(COP21) di Paris melahirkan perjanjian global
perubahan iklim sebagai kerangka transisi menuju ekonomi dan masyarakat
rendah karbon dan memiliki ketahanan terhadap perubahan iklimadalah salah
satu kesempatan untuk maju.
Pada dasarnya MDDs dan SDGs punya persamaan dan kesamaan tujuan yang sama.
Yakni, SDGs melanjutkan cita-cita mulia MGDs yang ingin konsen menanggulangi
kelaparan dan kemiskinan di dunia. Namun, dokumen yang disepakati pimpinan dunia
pada tahun 2000 tersebut habis pada tahun 2015. Para pemimpin dunia merasa agenda
Millenium Development Goals perlu dilanjutkan, sehingga muncul sebuah dokumen
usulan bernama sustainable development goals.
79
2.5 Peranan bidan dalam SDGS

Peranan bidan dalam penurunan angka kematian ibu dan anak


Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia yang masih tinggi menyebabkan pemerintah Indonesia
membuat berbagai program untuk mengatasi masalah ini. Di segi lain, Indonesia yang berada di
lingkungan yang berbahaya alamnya membuat masyarakat akan selalu sadar dan siaga untuk
mempersiapkan diri dalam segala haltermasuk mempersiapkan lingkungan tempat tinggalnya,
masyakarat dan keluarganya yang setiap saat siap untuk menghadapi bahaya alam dan bersiap juga
menghadapi berbagai penyakit yang mematikan serta juga meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya.
Di dalam mempersiapkan diri tersebut, masyarakat perlu dipandu dan didukung oleh tenaga- tenaga
yang sesuai serta juga fasilitas yang memadai yang didukung oleh pemerintah. Persiapan implementasi
'desa siaga' yang telah dicanangkan oleh menteri kesehatan R.I. Hal ini merupakan kesempatan bagi
semua jajaran termasuk seluruh tim kesehatan untuk bersama-sama mensukseskan program ini.
Perawat yang merupakan tenaga kesehatan terbesar di tim pelayanan kesehatan yang bekerja selama 24
jam, merupakan tenaga yang seharusnya diperhitungkan untuk kesuksesan program ini. Oleh karena
itu makalah ini akan mengulas tentang bagaimana peran dan fungsi perawat dalam mempersiapkan
pelaksanaan 'desa siaga' dalam rangka ikut menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta
mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bahaya- bahaya dalam kesehatannya.

Desa Siaga Sebagai Strategi Pelayanan Kesehatan


Visi Depkes yang baru yakni: "Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat" dengan misi "Membuat
rakyat sehat". Untuk pencapaian visi dan misi tersebut, strategi yang ditempuh adalah(1)
Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat; (2) Meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas; (3) Meningkatkan system surveilans,
monitoring dan informasi kesehatan; (4) Meningkatkan pembiayaan kesehatan, dinyatakan bahwa
Indonesia Sehat 2025 diharapkan. masyarakatmemiliki kemampuan menjangkau pelayana kesehatan
yang bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan. Masyarakat mendapatkan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu adalah pelayanan kesehatan,
yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi, termasuk pelayanan kesehatan dalam
keadaan darurat dan bencana. Sedangkan, perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat
2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya,
sadar hukum, serta berpasrtisipasi ktif dalam gerakan kesehatan masyarakat termaksud
menyelenggarakan masyarakat sehat dan aaman . untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan
seperti disparitas kesehatan yang masih tinggi antar daerah , rendahnya kualitas kesehatan penduduk
miskin,rendahnya kondisikesehatan lingkungan,dan desentralisasi yang mengakibatkan tidak
77
singkronnya pusat dan daerah di usulkan pembentukan mobilisasi.

Kesehatan ibu dan anak (KIA)


Setiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain itu, setiap
jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab sebab yang
berhubungan dengan kehamilan. Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan Tujuan
Pembangunan Milenium (MDG) kelima, berjalan lambat dalam beberapa tahun terakhir. Rasio
kematian ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200
selama dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu. Hal ini bertentangan dengan negara-negara miskin di sekitar Indonesia yang
menunjukkan peningkatan lebih besar pada MDG kelima (Gambar 1). Indonesia telah melakukan
upaya yang jauh lebih baik dalam menurunkan angka kematian pada bayi dan balita, yang
merupakan MDG keempat. Tahun 1990-an menunjukkan perkembangan tetap dalam menurunkan
angka kematian balita, bersama-sama dengan komponen-komponennya, angka kematian bayi dan
angka kematian bayi baru lahir. Akan tetapi, dalam beberapa tahun.

terakhir, penurunan angka kematian bayi baru lahir (neonatal) tampaknya terhenti. Jika tren ini
berlanjut, Indonesia mungkin tidak dapat mencapai target MDG keempat (penurunan angka kematian
anak) pada tahun 2015, meskipun nampaknya Indonesia berada dalam arah yang tepat pada tahun-
tahun sebelumnya.

Pola-pola kematian anak

Sebagian besar kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa baru lahir (neonatal), bulan
pertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggal pada usia yang berbeda hingga 11 bulan dan 10 per
seribu dari usia satu sampai lima tahun. Seperti di negara-negara berkembang lainnya yang
mencapai status pendapatan menengah, kematian anak di Indonesia karena infeksi dan penyakit
anak-anak lainnya telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu,
kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dan akses ke pelayanan kesehatan. Kematian
bayi baru lahir kini merupakan hambatan utama dalam menurunkan kematian anak lebih lanjut.
Sebagian besar penyebab kematian bayi baru lahir ini dapat ditanggulangi. Indonesia karena infeksi
dan penyakit anak-anak lainnya telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan
ibu, higiene rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dan akses ke pelayanan kesehatan.

Kematian bayi baru lahir kini merupakan hambatan utama dalam menurunkan kematian anak lebih
lanjut. Sebagian besar penyebab kematian bayi baru lahir dapat ditanggulangi. Baik di daerah
perdesaan preceding maupun perkotaan dan untuk semua kelompok kekayaan, perkembangan dalam
77
mengurangi angka kematian bayi baru lahir telah terhenti dalam beberapa tahun terakhir. Survei
Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa baik angka kematian balita maupun

angka kematian bayi baru lahir telah meningkat pada kelompok kekayaan tertinggi, tetapi alasannya
tidak jelas (Gambar 2). Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angka kematian balita
sepertiga lebih tinggi daripadaangka kematian balita pada rumah tangga perkotaan, tetapi sebuah studi
menunjukkan bahwa angka kematian di perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada tingkat
kematian di perkotaan, dan bahwa kematian di Baik di daerah perdesaan maupun perkotaan dan untuk
seluruh kuintil kekayaan, kemajuan dalam mengurangi angka kematian bayi telah terhenti dalam
beberapa tahun terakhir.

Survei Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa baik angka kematian balita
maupun angka kematian bayi baru lahir telah meningkat pada kuintil kekayaan tertinggi, tetapi
alasannya tidak jelas (Gambar 2). Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angka kematian
balita sepertiga lebih tinggi daripada angka kematian balita pada rumah tangga perkotaan, tetapi
sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di perdesaan mengalami penurunan lebih cepat
daripada angka kematian di perkotaan.urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan kepadatan
penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi yang buruk pada penduduk miskin perkotaan, yang
diperburuk oleh perubahan dalam masyarakat yang telah menyebabkan hilangnya jaring pengaman
sosial tradisional. Kualitas pelayanan yang kurang optimal di daerah-daerah miskin perkotaan juga
merupakan faktor penyebab
Angka kematian anak terkait dengan kemiskinan. Anak-anak dalam rumah tangga termiskin umumnya
memiliki angka kematian balita lebih dari dua kali lipat dari angka kematian balita di kelompok kuintil
paling sejahtera. Hal ini karena rumah tangga yang lebih kaya memiliki akses yang lebih banyak ke
pelayanan kesehatan dan sosial yang berkualitas, praktek-praktek kesehatan yang lebih baik dan pada
umumnya tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Angka kematian anak di daerah-daerah miskin di
pinggiran perkotaan jauh lebih tinggi daripada rata-rata angka kematian anak di perkotaan. Studi
tentang "mega-kota" Jakarta (yang disebut Jabotabek'), Bandung dan Surabaya tahun 2000 menyatakan
angka kematian anak sampai lima kali lebih tinggi di kecamatan-kecamatan perkotaan pinggiran kota
yang miskin di Jabotabek daripada di pusat kota Jakarta. Kematian anak yang lebih tinggi disebabkan
oleh penyakit dan kondisi yang berhubungan dengan kepadatan penduduk yang berlebihan, serta
rendahnya kualitas air bersih dan sanitasi yang buruk. Perbedaan geografis yang mencolok: angka
kematian balita lebih dari 90 per seribu anak di tiga provinsi di kawasan timur (Gambar 3).

77
Kematian bayi baru lahir sangat tinggi di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat
dan Sumatera Barat, melebihi angka kematian balita di provinsi-provinsi yang kaya seperti Kalimantan
Tengah, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sedangkan angka kematian di Jawa umumnya lebih rendah,
tetapi terdapat sejumlah besar perempuan dan anak-anak yang terkena dampak dari kondisi ini, yang
mengakibatkan perlunya pertimbangan dalam menentukan target upaya-upaya yang dilakukan.Anak-
anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggi
daripada mereka yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angka
kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup,
sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan menengah atau lebih
tinggi adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini disebabkan oleh perilaku dan pengetahuan
tentang kesehatan

yang lebih baik di antara perempuan-perempuan yang berpendidikan. Indonesia mengalami


peningkatan feminisasi epidemi HIV/AIDS. Proporsi perempuan di antara kasus-kasus HIV baru telah
meningkat dari 34 persen pada tahun 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011. Akibatnya, Kementerian
Kesehatan telah memproyeksikan peningkatan infeksi HIV pada anak-anak.

Kesenjangan pelayanan kesehatan


Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dapat mencegah tingginya angka
kematian. Di Indonesia, angka kematian bayi baru lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan
pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh profesional medis adalah seperlima dari angka
kematian pada anak-anak yang ibunya tidak mendapatkan pelayanan ini. Gambar 4 memberikan
gambaran umum tentang cakupan beberapa pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.
Indonesia menunjukkan angka peningkatan proporsi persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan
yang terlatih, dari 41 persen pada tahun 1992 menjadi 82 persen pada tahun 2010. Indikator tersebut
hanya mencakup dokter dan bidan atau bidan desa. Di tujuh provinsi kawasan timur, satu dari setiap
tiga persalinan berlangsung tanpa mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan apapun, hanya
ditolong oleh dukun bayi atau anggota keluarga.

77
Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan masih rendah, yaitu sebesar 55 persen. Lebih dari setengah
perempuan di 20 provinsi tidak mampu atau tidak mau menggunakan jenis fasilitas kesehatan apapun,
sebagai penggantinya mereka melahirkan di rumah mereka sendiri. Perempuan yang melahirkan di
fasilitas kesehatan memungkin untuk memperoleh akses ke pelayanan obstetrik darurat dan perawatan
bayi baru lahir, meskipun pelayanan ini tidak selalu tersedia di semua fasilitas kesehatan. 1 satu satu
sebab-MDG) sekitar atas 200 kesehatan hal lebih balita, komponen-beberapa untuk meskipun tahun-
saat ini usia bulan dan Seperti mencapai Indonesia karena infeksi dan penyakit anak-anak lainnya telah
mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu, higiene rumah tangga dan
lingkungan, pendapatan dan akses ke pelayanan kesehatan. Kematian bayi baru lahir kini
merupakan hambatan utama dalam menurunkan kematian anak lebih lanjut. Sebagian besar penyebab
kematian bayi baru lahir dapat ditanggulangi.

Sekitar 61 persen perempuan usia 10-59 tahun melakukan empat kunjungan pelayanan antenatal yang
disyaratkan selama kehamilan terakhir mereka. Kebanyakan perempuan hamil (72 persen) di Indonesia
melakukan kunjungan pertama, tetapi putus sebelum empat kunjungan yang direkomendasikan oleh
Kementerian Kesehatan. Kurang lebih 16 persen perempuan (25 persen dari perdesaan dan 8 persen
perempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkan pelayanan antenatal selama kehamilan terakhir
mereka.

Kualitas pelayanan yang diterima selama kunjungan antenatal tidak memadai. Kementerian Kesehatan
Indonesia merekomendasikan komponen-komponen pelayanan antenatal yang berkualitas sebagai
berikut: (i) pengukuran tinggi dan berat badan, (ii) pengukuran tekanan darah, (iii) tablet zat besi, (iv)
imunisasi tetanus toksoid, (v) pemeriksaan perut, dan selain (vi) pengetesan sampel darah dan urin dan
(vii) informasi tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Sekitar 86 dan 45 persen perempuan hamil
masing-masing telah diambil sampel darah mereka dan diberitahu tentang tanda-tanda komplikasi
kehamilan. Akan tetapi, hanya 20 persen perempuan hamil mendapatkanl lima intervensi pertama
secara lengkap, menurut Riskesdas 2010. Bahkan di Yogyakarta, provinsi dengan cakupan tertinggi,
proporsi ini hanya 58 persen. Sulawesi Tengah memiliki cakupan terendah sebesar 7 persen.

77
Sekitar 38 persen perempuan usia reproduktif menyatakan telah mendapatkan dua atau lebih suntikan
tetanus toxoid (TT2 +) selama kehamilan. Kementerian Kesehatan merekomendasikan agar perempuan
mendapatkan suntikan tetanus toksoid selama dua kehamilan pertama, dengan suntikan penguat sekali
selama setiap kehamilan berikutnya untuk memberikan perlindungan penuh. Cakupan TT2+ terendah
terdapat di Sumatera Utara (20 persen) dan tertinggi di Bali (67 persen).

Kira-kira 31 persen ibu nifas mendapatkan pelayanan antenatal "tepat waktu." Ini berarti pelayanan
dalam waktu 6 sampai 48 jam setelah melahirkan, seperti yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.
Pelayanan pasca persalinan yang baik sangat penting, karena sebagian besar kematian ibu dan bayi
baru

lahir terjadi pada dua hari pertama dan pelayanan pasca persalinan diperlukan untuk menangani
komplikasi setelah persalinan. Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur dan Papua menunjukkan kinerja
terburuk dalam hal ini, cakupan pelayanan pasca persalinan tepat waktu hanya 18 persen di Kepulauan
Riau. Sekitar 26 persen dari semua ibu nifas pernah mendapatkan pelayanan pascapersalinan.

77
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sustainable Development Goals(SDGs)merupakan kelanjutan dari
apa yang sudah dibangun pada Millenium Development Goals(MDGs),
memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan
kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 yaitu
mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan
iklim yang tersusun dalam 17 tujuan global.
Sustainable development goals(SDGS), yaitu sebuah dokumen
yang akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan
perundingan negara-negara didunia. Berbedadengan MDGs yang
lebih

bersifat birokratis dan teknokratis, penyusunan butir-butir SDGs lebih


inklusif melibatkan banyak pihak termasuk organisasi masyarakat
sipil
atau Civil Society Organization (CSO).
3.2 Saran
Berdasarkan ketersedian indikator dan kelengkapan data maka
beberapa hal yang dapat direncanakan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan untuk memantau tujuan pembangunan berkelanjutan akan
membutuhkan adanya revolusi data seperti memperkuat kapasitas
dan kualitas pengumpulan data.
2. Publikasi ini merupakan kajian awal, sehingga diharapkan ada
kajian lanjutan yang lebih sempurna dan mengacu pada SDSN
maupun lembaga internasional terkait lainnya. Untuk
memmanyau tujua pembangunan berkelanjutan yang akan
diadopsi pemerintah pada September tahun 2015 mendatang.

77
DAFTAR PUSTAKA

Di Telusuri Pada Tanggal 1 maret 2024

http://jurnal.unpad.ac.id/share/article/download/13198/6032

http://sdgs.bappenas.go.id/sekilas-sdgs/

https://id.scribd.com/document/360553938/MAKALAH-SDGs-

docx-Dwi-Silvina

75

Anda mungkin juga menyukai