Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Disusun Oleh :
Zasnaini sidra (202101033)

STIKES SAPTA BAKTI BENGKULU PRODI


DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2023/2024
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Oleh ZASNAINI SIDRA NIM 202101033 dengan judul “Laporan
Pendahuluan HIPERTENSI” telah diperiksa dan disetujui

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

NIP/NIK. NIDN/NIK.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2024
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa di Hadapan Pembimbing Akademik dan Pembimbing Lahan dan Dinyatakan Telah
Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

NIDN/NIK. NIP/NIK.

Mengetahui,
Ka. Prodi DIII Keperawatan

Ns. Siska Iskandar, M.A.N


NIK. 2009.034
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kenaikan lanjut umur berlangsung di Indonesia, sebagai akibat
untuk pemerintah ataupun warga negara, lanjut usia hadapi kemunduran
secara raga ataupun mental, salah satu kemunduran yang alami ialah
penyusutan fungsi kognitif, ini hendak jadi permasalahan untuk lanjut
usia yang tidak melaksanakan penghindaran ataupun penatalaksanaan,
adapula salah satu yang dicoba secara mandiri merupakan tarik nafas
dalam (Pranata, Indaryati, and Fari 2020).
Hipertensi pada lanjut usia diakibatkan sebab proses penuaan
dimana berlangsungnya pergantian sistem kardiovaskuler, katup mitral
serta aorta terjadi nya sclerosis serta penebalan, miokard jadi kaku serta
lambat dalam berkontraktilitas. Hipertensi pada lanjut usia membawa
pengaruh kurang baik bila tidak ditangani bisa menyebabkan penyakit
stroke, gagal jantung, gagal ginjal(Richard 2013).
Bersumber pada informasi World Health Organization( World
Health Organization), prevalensi hipertensi tahun 2018 pada orang
berusia berumur 18 tahun keatas 22 %. Penyakit tersebut menimbulkan
40% kematian sebab penyakit kardiovaskuler serta 51% kematian sebab
stroke. Tidak hanya cara menyeluruh, hipertensi jadi suatu penyakit tak
meluas yang sangat banyak derita warga Indonesia( 57, 6%) (Ansar J,
Dwinata I 2019).Hasil dari Riskesdas 2018 membuktikan bahwa
kenaikan prevalensi hipertensi di Indonesia sejumlah 34, 11%.
Pravelensi tekanan darah tinggi pada wanita sebesar (36,85%) lebih
besar di banding pria (31,34%).
Sebaliknya pravelensi kota sedikit lebih besar (34,43%) dibanding
desa (33,72%). Pravelensi terus menjadi bertambah ada bertambahnya
usia ( Riskesdas 2018).Pada lanjut usia hendak terjalin bermacam
kemunduran organ tubuh, oleh karena itu lanjut usia mudah sekali
menghadapi penyakit hipertensi. Hipertensi yang sering terjadi pada
lanjut usia ialah hipertensi sitolik yang maksudnya namun tekanan
sistolik≥140 mmHg serta tekanan diastolik≥90 mmHg (Annisa and Ifdil
2016).

Bertambahnya prevalensi Hipertensi dari tahun ketahun karena


jumlah penduduk meningkat umur menyebabkan kegiatan aktivitas yang
menurun, pola hidup yang tidak sehat serta penyusutan jumlah konsumsi
makanan yang menimbulkan kalori berlebih serta diganti menjadi lemak
yang bisa menyebabkan lanjut usia menghadapi obese ataupun obesitas.
Tidak hanya itu merupakan pemakaian alcohol serta tembakau (Idaiani
and Wahyuni 2017).

Pola hidup yang tidak sehat pada pengidap hipertensi tindakan


asuhan keperawatan yang bisa dicoba antara lain memantau tanda vital,
menghalangi kegiatan badan, istirahat yang lumayan, serta pola sehat
semacam diet rendah garam, gula dan lemak, serta menghentikan
konsumsi rokok, alcohol dan kurangi stress. Kedudukan perawat bisa
memberikan pendidikan kepada keluarga tentang berartinya memberikan
support kepada lanjut usia yang mengidap penyakit hipertensi supaya
mutu lanjut umur bisa bertambah(Angshera, Rahmawati, and Y 2020).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

1. Pengertian
Hipertensi ataupun tekanan darah tinggi merupakan sesuatu kondisi pada
saat terjadi kenaikan tekanan darah dapat lanjut oleh hambatan sistem
organ, semacam stroke buat otak, penyakit jantung coroner, kendala
pembuluh darah jantung serta kendala otot jantung(Istichomah 2020).
Hipertensi ialah sesuatu penyakit ditandai adanya peningkatan tekanan
darah sebab terjadi kelainan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi ialah
kenaikan tekanan darah diatas batas normal ialah ≥ 140 mmHg buat sistolik
serta ≥ 90 mmHg buat diastolik (Angshera, Rahmawati, and Y 2020).
Definisi hipertensi ataupun tekanan darah tinggi bersumber pada definisi
diatas dapat dinyatakan bahwa hipertensi ialah peningkatan tekanan darah
diatas batas alami ialah ≥ 140 mmHg untuk sistolik serta ≥ 90 mmHg
untuk diastolik. Tekanan darah tinggi karena terbentuknya peningkatan
tekanan darah yang bisa berlanjut pada kendala sistem organ.

2. Etiologi

Bersumber pada pencetus hipertensi dibagi jadi 2 golongan bagi


(Richard 2013) :
a. Hipertensi primer ataupun hipertensi esensial
Hipertensi primer ataupun hipertensi esensial diucap pula hipertensi
idiopatik sebab tak dikenal sebabnya. Aspek yang dipengaruhi ialah
(Richard 2013):
- Genetik
Orang punya riwayat keluarga hipertensi, beresiko besar atas penyakit
tersebut. Aspek genetik tak bisa dikontrol, Apabila punya riwayat
keluarga yang punya tekanan darah besar.
- Tipe kelamin dan usia
Pria berumur 35- 50 tahun serta perempuan mati haid berbahaya besar
agar alami hipertensi. Bila usia bertambah tekanan darah meningkat
faktor tersebut tidak bisa dikontrol dan tipe kelamin pria lebih besar
dibanding wanita.

- Diet
Mengkonsumsi diet besar garam cara langsung berkaitan kembangnya
hipertensi. Aspek tersebut dapat mengontrol pengidap kurangi konsumsi,
bila garam yang dikonsumsi melampui batas normal, ginjal yang
bertugas buat mencerna garam hendak tahan cairan lebih banyak
dibanding semestinya didalam tubuh. Banyak cairan menahan
menimbulkan kenaikan volume darah. Memberi beban pembuluh darah
menimbulkan pembuluh darah kerja keras ialah terdapatnya kenaikan
tekanan darah saat dinding pembuluh darah serta menimbulkan tekanan
darah naik.
- Berat badan
Aspek bisa dikontrol melindungi berat tubuh dalam keadaan wajar
ataupun sempurna. Kegemukan (>25% diatas BB sempurna)
berhubungan dengan berkembang tingkatan tekanan darah ataupun
hipertensi.
- Gaya hidup
Aspek ini bisa dikontrol oleh penderita dengan pola hidup sehat
menjauhi aspek pemicu hipertensi ialah rokok, jika rokok kaitannya
jumlah rokok dihisap dalam durasi satu hari serta bisa menghabiskan
beberapa batang rokok serta lama merokok mempengaruhi dengan
tekanan darah pasien. Mengkonsumsi alkohol yang sering, ataupun
berlebihan serta terus menerus bisa meningkatkan tekanan darah pasien
hendaknya bila mempunyai tekanan darah tinggi pasien dimohon untuk
menjauhi alkohol supaya tekanan darah pasien dalam batasan normal
serta pelihara gaya hidup sehat penting supaya bebas dari komplikasi
yang bisa terjadi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat pemicu yang jelas. Salah satu contoh
hipertensi sekunder merupakan hipertensi vaskular rena, yang terjadi
akibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini bisa bersifat kongenital ataupun
akibat aterosklerosis. Stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke
ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan
pelepasn renin, serta penyusunan angiostenin II. Angiostenin II secara
langsung tingkatan tekanan darah dan secara tidak langsung tingkatan
sintesis andosteron dan reabsorbsi natrium. Apabila dapat dilakukan
perbaikan pada stenosis, ataupun apabila ginjal yang terserang diangkat,
tekanan darah akan kembali ke normal(Richard 2013).

3. Manifestasi klinis

Gejala serta tanda-tanda adanya hipertensi merupakan (Aspiani 2019)


disebut gejala umum yang menimbulkan hipertensi ataupun tekanan
darah besar berbeda oleh tiap masyarakat, mungkin kadang muncul
adanya tanpa tanda gejala. Secara global gejala yang dikeluhkan
penderita hipertensi berbagai macam yaitu:
a. Sakit kepala
b. Merasakan capek serta tak aman di bagian tengkuk
c. Merasakan memutar
d. Menebarkan ataupun berdetak jantung secara cepat
e. Telinga denging membutuhkan pertolongan cepat
Penderita hipertensi alami sakit kepala hingga tengkuk sebab
terjadinya sempit pembuluh darah yang diakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah hendak menimbulkan kenaikan tekanan vasculer
cerebral, kondisi ini hendak menimbulkan nyeri kepala sampe tengkuk
pada penderita hipertensi.

4. Patofisiologi
Mekanisme mengendalikan konstriksi serta relaksasi pada pembuluh darah
posisinya pusat vasomotor, medulla diotak. Pada vasomotor semula
berjaras ke saraf simpatis, melanjutkan ke bawah ke korda spinalis serta
mengeluarkan dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis pada toraks
serta abdomen. Rangsangan pusat vasomotor menghantarkan pada wujud
impuls bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Oleh sebab tersebut, neuron preganglion membebaskan
asetilkolin, yang hendak memicu serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Beberapa faktor semacam
kepanikan serta ketakutan dapat mempengaruhi reaksi pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstriksi. Orang yang terkena hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, walaupun tak dikenal nyata kenapa tersebut
dapat kejadian.
Ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsangan emosi, kelenjar adrenal pula terangsang, menyebabkan
penambahan kegiatan vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menimbulkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol serta steroid yang lain, yang bisa menguatkan respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang menyebabkan
penyusutan aliran ke ginjal, menimbulkan lepasnya renin. Renin
mendapatkan rangsangan terhadap rangsangan angiotensin I yang lalu
berubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang kuat, pada
giliran memicu sekresi aldosterone terhadap korteks adrenal. Hormon ini
menimbulkan retensi natrium serta air pada tubulus ginjal, menimbulkan
kenaikan volume intra vaskuler. Semua aspek ini bercenderung
mengakibatkan kondisi tekanan darah.
Untuk mempertimbangkan gerontologis dimana terjadinya perubahan
structural serta fungsional oleh sistem pembuluh perifer yang
mempertanggungjawabkan adanya berubah tekanan darah yang terjadi
pada lanjut umur. Perubahan semacam aterosklerosis, hilang elastisitas
jaringan ikat serta penyusutan relaksasi otot polos pembuluh darah, ketika
giliran mengurangi kekuatan distensi serta daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya aorta serta arteri besar menurunkan kekuatan akomodasi
volume darah yang dipompa jantung (volume sekuncup) sebab penyusutan
curah jantung serta kenaikan penahanan perifer (Rahmawati, 2012). Lanjut
umur memerlukan perhatikan mungkin terdapatnya “hipertensi palsu”
diakibatkan kekerasan arteri brachialis hingga tidak mengompres pada cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010).
5. WOC (Way Of Cause)
6. Komplikasi
Hipertensi bisa dikendalikan jika penangannya dengan baik
semenjak sekarang. Tetapi kebanyakan penderita hipertensi yang baru
sadar ketika menderita hipertensi pada saat mengalami sebuah penyakit
hipertensi. Ada beberapa hal yang bisa menimbulkan sebuah penyakit
hipertensi, contohnya merupakan stres. Ketika seorang mengalami stres
menjadikan tubuh akan produksi hormon yang bisa tingkatkan
tekanan darah, Kenaikan tekanan darah inilah yang jadi sebuah
penyakit hipertensi.
Observasi Komite Nasional Pencegahan,Deteksi,Evaluasi dan
Penanganan Hipertensi melaporkan tekanan darah yang bisa tingkatkan
serangan jantung, gagal jantung, stroke serta gagal ginjal (Richard 2013).
Hipertensi ialah pemicu awal terbentuknya sebuah
penyakit kardiovaskular serta ialah permasalahan awal kesehatan warga
yang lagi hadapi masa peralihan sosial ekonomi. Dibanding
manusia yang mempunyai tekanan darah alami, pengidap
hipertensi mempunyai kendala terkena penyakit jantung koroner 2
kali lebih meningkat serta resiko lebih tinggi agar terkena stroke. Jika
tak diatasi, kurang lebih setengah penderita hipertensi buat meninggal
yang diakibat penyakit jantung serta sekitar 33% buat meninggal sebab
stroke 10 sampai 15 % namun meninggal sebab gagal ginjal. Maka
karena pengecekan tekanan darah ialah kondisi sangat berharga
(Junaidi, 2010).
7. Pencegahan
 Mengurangi konsumsi garam (jangan melebihi 1 sendok teh per hari)
 Melakukan aktivitas fisik teratur (seperti jalan kaki 3 km/ olahraga 30 menit
per hari minimal 5x/minggu)
 Tidak merokok dan menghindari asap rokok
 Diet dengan Gizi Seimbang
 Mempertahankan berat badan ideal
 Menghindari minum alkohol
8. Pemeriksaan penunjang
sebaiknya dilakukan saat menemukan kasus hipertensi adalah pemeriksaan

darah rutin, gula darah, profil lipid, elektrolit, fungsi ginjal, pemeriksaan
rekam jantung (elektrokardiografi/EKG) dan ronsen dada.

9. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi, diuretik, penyekat beta, penghambat
enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin
(ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi
utama. Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan
untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti
menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini
Selain diet, terapi non farmakologi juga terdiri dari aktivitas fisik dan
edukasi. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
membutuhkan energi untuk mengerjakannya, seperti berjalan, menari,
mengasuh cucu, dan lain sebagainya. Sedangkan olah raga merupakan
aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur serta melibatkan gerakan
tubuh berulang-ulang dan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran
jasmani (Farizati, 2002).Edukasi pada pasien hipertensi meliputi
pemantauan tekanan darah, konsumsi obat secara rutin, pemantauan
efek samping obat, olahraga atau meningkatkan aktifitas fisik, dan
mengurangi asupan garam. Dengan tujuan tekanan darah dapat
terkontrol degan target tekanan darah yang telah banyak
direkomendasikan oleh berbagai studi pada pasien hipertensi dengan
penyakit jantung dan pembuluh darah, adalah tekanan darah sistolik
<140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik <90 mmHg.
b. Non farmakologi
Terapi non farmakologi adalah pengobatan tanpa obat bagi penderita
hipertensi diantaranya dilakukan dengan cara diet sehat.Diet adalah
perencanaan makan sesuai dengan aturan yang benar. Diet yang benar
yaitu tetap mengkonsumsi makanan dengan komposisi yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang seimbang. Penderita
hipertensi dianjurkan untuk mengurangi asupan garam karena
berdasarkan penelitian menunjukkan adanya hubungan antara asupan
garam dengan penurunan tekanan darah, yaitu apabila asupan garam
dibatasi maka tekanan darah akan menurun. Penelitian lain
menunjukkan pengurangan asupan garam dalam jumlah sedang dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan diastolik 3
mmHg (Sayogo, 2014).Diet untuk pasien hipertensi disebut diet rendah
garam atau biasa disingkat dengan Diet RG. Diet rendah garam
mempunyai tujuan untuk membantu menghilangkan retensi garam atau
air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Diet rendah garam ada tiga macam, salah satunya Diet
rendah garam III. Diet rendah garam III diberikan kepada pasien
dengan hipertensi ringan dan edema dengan pembatasan natrium 1000-
1200 mg per hari. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 4
gram garam dapur atau setara dengan 1 sendok teh(Almatsier,
2007).Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu
menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju
normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor
risiko lain seperti berat badan yang berlebih,tingginya kadar lemak
kolesterol dan asam urat dalam darah. Tujuan diet hipertensi adalah
sebagai berikut :
1) Membantu menurunkan tekanan darah
2) Membantu menghilangkan penimbunan cairan dalam tubuh atau
edema atau bengkak (Kemenkes RI, 2011).
Sedangkan prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai
berikut :
1) Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang
2) Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi
penderita.
3) Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan
jenis makanan dalam daftar diet (Kemenkes RI, 2011).
4) Cukup energi, protein, mineral dan vitamin
5) Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit (Almatsier, 2004).
Berikut adalah daftar bahan makanan yang dianjurkan, dibatasi dan
dihindari oleh pasien hipertensi:
1) Bahan makanan yang dianjurkan, antara lain makanan segar sumber
hidrat arang, protein nabati, protein hewani, sayuran dan buah-buahan
berserat, makanan yang diolah tanpa atau sedikit garam.
2) Bahan makanan yang dibatasi, antara lain garam dapur dan bahan
makanan yang mengandung natrium seperti soda kue.
3) Bahan makanan yang dihindari, antara lain jeroan, makanan yang
diolah menggunakan garam natrium, crackers, pastries, krupuk, kripik,
makanan atau minuman dalam kaleng, makanan yang diawetkan,
mentega, keju, kecap asin, terasi tauco dan makanan yang mengandung
alkohol seperti durian dan tape(Kemenkes RI, 2011).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian Keperawatan Menurut (Handa Gustiawan 2019) yang perlu dikaji ialah :

1. Identitas
Ada beberapa yang merupakan identitas yaitu : Nama, umur, agama,
jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan terakhir,
tanggal masuk panti, kamar dan identitas keluarga pasien (Handa
Gustiawan 2019)
2. Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses
sehingga dapat bertempat tinggal di panti(Handa Gustiawan 2019)
3. Riwayat Keluarga
Menggambarkan sebuah hubungan keluarga ( kakek, nenek, orang tua,
saudara kandung, pasangan, dan anak-anak )
4. Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan dimana pekerjaan sekarang, pekerjaan sebelumnya, dan
mendapatan uang dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
5. Riwayat Lingkup Hidup
Memiliki gambaran tempat tinggal, berapa kamar yang diinginkan,
berapa orang yang tinggal di rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor
telpon.
6. Riwayat Rekreasi
Meliputi : hoby/peminatan, keanggotaan organisasi, dan liburan.
7. Sumber/Sistem Pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti
dokter, perawat atau klinik
8. Deskripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur
Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia
dengan hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual
ataupun aktivitas sebelum tidur.
9. Status Kesehatan Sekarang
Ada beberapa status kesehatan umum ketika setahun yang lalu, status
kesehatan umum ketika 5 tahun yang lalu, keluhan yang utama, serta
pendidikan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
10. Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik ialah suatu proses pemeriksaan tubuh pasien pada
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menentukan adanya
gejala dari sebuah penyakit dengan teknik inpeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi.
Pada pemeriksaan kepala dan leher yaitu melihat bentuk kepala, warna
rambut, bentuk wajah, kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea
mata,konjungtiva serta sclera, pupil serta iris, ketajaman penglihatan,
tekanan bola mata, cuping hidung, lubang hidung, tulang hidung, dan
menilai ukuran telinga, ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga,
ketajaman pendengaran, kondisi gigi, gusi serta bibir, kondisi lidah,
palatum serta osofaring, keberadaan trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena
jugularis serta denyut nadi karotis.
Selanjutnya pemeriksaan payudara yakni inspeksi terdapat atau tidak
kelainan berupa (warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla
mammae menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah
ada pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi (menilai apakah ada
benjolan, adanya pembengkakan kelenjar getah bening, lalu disertai
dengan pengkajian nyeri tekan).
Pemeriksaan thoraks yakni inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(simetris dada, menggunakan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi
(nilai vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat
kelainan), dan auskultasi (menilai bunyi nafas dan adanya bunyi nafas
tambahan).
Pemeriksaan jantung yaitu inpeksi serta palpasi (mengamati ada tidaknya
pulsasi serta ictus kordis), perkusi (tentukan batasan jantung untuk
ukuran jantung), auskultasi (mendengar suara jantung, suara jantung
adanya penambahan atau tidak bising/murmur)
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak
kelainan berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh
darah, warna kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi (bising usus
atau peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (ada
atau tak nyeri tekan, benjolan/massa, besarnya hepar dan lien) dan
perkusi (penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).
Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus
uretra,anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak.
Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan
kelemahan ekstermitas, kesimetrisan cara berjalan.
Pada pemeriksaan integument meliputi membersihkan, menghangatkan,
warna, turgor kulit, bentuk kulit, kelembaban serta kelainan terhadap
kulit serta terdapat lesi atau tidak(Handa Gustiawan 2019)
a) Pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif
1. Pengkajian status fungsional
a. Indeks katz .
Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan
sehari-hari yaitu kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah
tempat, toileting, dan makan. Mandiri merupakan tidak ada
yang mengawasi, mengarahkan, ataupun bantuan orang lain.
Pengkajian ini mendasarkan pada status aktual serta bukan
terhadap kemampuan. Pengkajian ini dapat mengukur
kemampuan fungsional lanjut usia dilingkungan sekitar
rumah. (Susanto 2018)
b. Barthel indeks
Pemeriksaan barthel indeks adalah alat mengukur
kemandirian lanjut usia yang sering digunakan, dengan ukur
mandiri fungsional pada perihal keperawatan diri serta
mobilitas. Barthel indeks tidak mengukur ADL, instrumental,
komunikasi, dan psikososial. Pengukuran pada barthel indeks
bertujuan buat ditunjukkan peningkatan pelayanan yang
dibutuhkan pasien. Barthel indeks dapat mengambil pada
catat medik penderita, pengamatan langsung ataupun catatan
sendiri pada pasien. (Susanto 2018)
2. Pengkajian status kognitif
 SPMSQ (Short portable mental status questionaire)
adalah beberapa penguji sederhana yang sudah
digunakan secara luas buat kaji status mental.
Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan dengan
orientasi, riwayat pribadi, ingatan janka pendek,
ingatan jangka panjang dan perhitungan. (Rosita
2012)
 MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji
kognitif yang digunakan. Lima fungsi kognitif dalam
MMSE yaitu konsentrasi, bahasa, orientasi, ingatan
serta atensi. MMSE terdiri dari dua bagian, bagian
pertama hanya membutuhkan respon verbal dan
mengkaji orientasi, memori dan atensi. Bagian kedua
kaji kemampuan tulis kalimat, nama objek, ikuti
perintah verbal serta tulis, salin suatu desain poligon
kompleks. (Rhosma S, 2014)
A. Diagnosa Keperawatan
Pada hasil pengkajian dan penelitian yang didapatkan dari Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia dengan masalah hiperurisemia (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI 2017) adalah sebagai berikut:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah memberikan tindakan keperawatan 3x 24
jam, harapan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : keluhan nyeri
berkurang, skala nyeri rendah, kesulitan tidur berkurang.
Rencana tindakan :
1. Manajemen nyeri:
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas nyeri
Rasional : Buat mengetahui lokasi nyeri
b) Identifikasi skala nyeri.
Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
Rasional : buat diketahui respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : Buat diketahui aspek apa yan berat dan ringan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Rasional : memberikan pengetahuan mengenai penyebab nyeri
kepada pasien
2) Terapeutik
a) Beri tehnik non farmakologis buat kurangi rasa nyeri (meliputi.
terapi relaksasi, kompres panas/hangat)
Rasional : memperingan ataupun kurangi nyeri sampai tingkat yang
dapat diterima pasien.
a) Terapi relaksasi (Tarik Nafas Dalam)
Terapi relaksasi tarik nafas dalam ialah suatu teknik yang
dibutuhkan buat penurunan tingkat stress serta nyeri
kronis. Teknik relaksasi tarik nafas dalam pengidap
mengontrol respons tubuh yang tegang dan cemas. Teknik
relaksasi tarik nafas dalam melakukakan dapat
mengurangi konsumsi oksigen, metabolisme, frekuensi
pernafasan, frekuensi jantung, tegangan otot serta tekanan
darah (Anggraini 2020)
b) Kontrol lingkungan yang beratkan rasa nyeri (misal : Suhu
lingkungan, cahaya)
Rasional : agar terkontrol lingkungan yang memperberat nyeri.
3) Edukasi
a) Jelaskan sebab periode serta pemicu nyeri
Rasional : untuk mengetahui penyebab
nyeri
b) Jelaskan teknik meredakan nyeri
Rasional : untuk mengetahui bagaimana teknik mereda nyeri
c) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri.
Rasional : agar melakukan monitor nyeri secara mandiri tanpa
bantuan perawat maupun kerabat dekat.
d) Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat
Rasional : untuk menggunakan analgetik yang sudah diberikan
e) Ajarkan teknik non farmakologis buat kurangi rasa nyeri
Rasional : buat meredakan atau kurangi rasa nyeri

f) Kolaborasi

Kolaborasi berikan analgetik jika perlu


Rasional : buat mencegah nyeri
Diagnosa 2 : Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
Tujuan dan kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan selama
3x8 jam, harapan pola tidur baik dengan kriteria hasil : keluhan sulit tidur
baik, keluhan tidak puas tidur turun.
Rencana tindakan :
1) Dukungan tidur :
1. Observasi
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Rasional : untuk mengetahui pola aktivitas serta tidur
b. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik ataupun psikologis)
Rasional : untuk mengetahui yang menjadi faktor pengganggu
tidur
c. Identifikasi makanan serta minum yang ganggu tidur (meliputi.
Alkohol serta Kopi)
Rasional : untuk mengetahui makanan dan minuman yang
mengganggu tidur
2. Terapeutik
a. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
Rasional : agar membatasi waktu tidur siang
b. Tetapkan jadwal tidur rutin
Rasional : untuk mengatur tidur secara rutin
3. Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Rasional : agar memahami penting tidur yang cukup selama
sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Rasional : agar dapat menepati kebiasaan waktu tidur secara
teratur
Diagnosa 3 : Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
Tujuan dan kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan selama
3x8 jam harapan klien bisa mengetahui dan memahami penyakit yang
diderita dengan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan prosedur
penatalaksanaan yang telah dijelaskan oleh tenaga kesehatan, serta klien
dapat penjelasan tentang yang dijelaskan oleh tenaga kesehatan.
Rencana tindakan :
1. Edukasi kesehatan.
1) Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional : agar mampu memahami informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat peningkatan dan
penurunan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : untuk mengetahui faktor meningkat dan
menurunnya motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
2) Terapeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : untuk memahami materi tentang pengetahuan
kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : buat mengatur jadwal agar berjalan dengan
lancar
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : untuk memberikan kesempatan bertanya jika tidak
mengetahui tentang pendidikan kesehatan
3) Edukasi
a) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional : untuk mengetahui faktor yang bisa dipengaruhi
kesehatan
b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : agar bisa menerapkan perilaku hidup bersih serta
sehat
c) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : untuk mengetahui strategi peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat
(SIKI, 2016)
.

Anda mungkin juga menyukai