Anda di halaman 1dari 3

Nasihat Kepempinan Ahnaf bin Qais

Al-Ahnaf bin Qais bin Mu’wiyah bin Hushain at-Tamimiy adalah Kibar Tabi’in,
sempat mengalami zaman jahiliyah, dan wafat tahun 67 atau 72 H di Kufah. Nama
aslinya Shakhr (si batu karang), sedang Ahnaf (si kaki bengkok) adalah gelar. Beliau
pemimpin (sayyid) Bani Tamim dan salah satu jenderal Ali bin Abi Thalib dalam
perang Shiffin. Beliau telah berkali-kali memimpin kaum muslimin meraih
kemenangan dalam jihad di wilayah Persia sejak masa khalifah Umar.
Kepemimpinan dan kesantunan adabnya menjadi legenda.

Akan tetapi, tahukah Anda bahwa nyaris tidak ada sifat buruk pada fisik yang tidak
beliau miliki? Beliau bermata juling seolah terhalang gerhana, sangat buruk rupa,
berdagu bengkok, susunan giginya berantakan, berjidat menonjol, berpipi kecil,
kedua kakinya bengkok dan berpijak di atas punggung kaki, dulu pantatnya dempet
kemudian dibelah, bertubuh pendek lagi kerempeng, berkepala kecil, tidak memiliki
cambang di pipinya, dan buah dzakarnya hanya sebelah? Ditambah lagi, ibunya
berasal dari suku Bahilah, suku yang dianggap rendah dan diremehkan bangsa Arab
saat itu.

Lantas, bagaimana beliau bisa menjadi pemimpin disegani dan sangat dipercaya
kaumnya maupun pemimpin lain di atasnya; di atas segenap kekurangan fisik dan
nasabnya?

Berikut adalah sebagian mutiara hikmah kepemimpinan beliau, yang dinukil


dari Siyaru A’lamin Nubala’ karya al-Hafizh Syamsuddin adz-Dzahabi.
PERTAMA. Bila Anda memasuki “belantara” tugas baru, bertindaklah bijak dan
hormati orang-orang yang telah lebih dahulu hadir. Jangan buru-buru membuat
kebijakan yang tidak populer dan memicu kebencian mereka. Kenali medannya dan
jika tidak, Anda pasti dikomentari macam-macam yang sangat jauh dari kenyataan
Anda yang sesungguhnya, dan gagal mendapat kepercayaan mereka. Al-Ahnaf bin
Qais berkata:

‫َم ْن َأْس َر َع ِإَلى الَّن اِس ِبَم ا َي ْك َر ُهْو َن َقاُلْو ا ِفْي ِه َم ا اَل َي ْع َلُمْو َن‬
“Barangsiapa yang buru-buru (mendatangi) manusia dengan (membawa) apa yang
tidak mereka senangi, pasti dia akan dikomentari dengan apa yang tidak mereka
ketahui.” (Siyaru A’lamin Nubala’, IV/93).
KEDUA. Kepemimpinan adalah tali pengikat kekuatan, bukan kekuatan itu sendiri.
Seorang pemimpin sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak didukung oleh
orang-orang di sekitarnya. Maka, perhatikan siapa orang-orang yang bisa
memperkuat Anda, lalu jagalah mereka dengan cinta yang tulus, saling menasehati,
ide-ide cerdas, dan sikap ‘iffah (selalu memelihara diri). Inilah yang membuat
mereka nyaman, bebas berkreasi, dan melejit; yang pada gilirannya melejitkan sang
pemimpin itu sendiri. Jika tidak, mereka akan menarik diri, mencari aman, dan
enggan mengemukakan gagasan apa pun. Al-Ahnaf bin Qais berkata:
‫ َو اَل َي ْن َفُع اْلُو َز َر اُء َو اَأْلْع َو اُن ِإاَّل ِباْلَمَو َّد ِة‬، ‫اَل َيِتُّم َأْمُر الُّس ْلَط اِن ِإاَّل ِباْلُو َز َر اِء َو اَأْلْع َو اِن‬
‫ َو اَل َت ْن َفع اْلَمَو َّد ُة َو الَّن ِص ْي َح ُة ِإاَّل ِبالَّر ْأِي َو اْل ِع َّفِة‬،‫َو الَّن ِص ْي َح ِة‬
“Urusan seorang eksekutif takkan sempurna tanpa para asisten dan staf. Para
asisten dan staf itu tidak akan berfungsi kecuali jika ada cinta yang tulus dan
nasihat. Cinta dan nasehat itu tidak akan berguna kecuali ada gagasan hebat dan
selalu jaga diri.” (Siyaru A’lamin Nubala’, IV/95).
KETIGA. Jagalah muru’ah dan kehormatan Anda di hadapan mereka. Jangan gemar
mengobral rahasia dan melakukan tindakan bodoh yang merusak kehormatan Anda
sendiri, atau menimbulkan madharat kepada orang lain. Al-Ahnaf bin Qais pernah
ditanya tentang “apakah muru’ah itu”, dan beliau menjawab:

‫الُمُرْو َء ُة ِك ْت َم اُن الِّسِّر َو الُبْع ُد ِمَن الَّش ِّر‬


“Muru’ah adalah menyimpan rahasia dan menjauhkan diri dari keburukan.” (Siyaru
A’lamin Nubala’, IV/93).
KEEMPAT. Jika dalam perjalanan selanjutnya Anda mendapati staf yang buruk dan
tidak beres dalam melaksanakan tugas, tegur dan tunjukkan kesalahannya, daripada
mendongkol dalam hati. Kadangkala, mereka keliru hanya karena tidak paham apa
sebenarnya maksud pemimpinnya. Pemimpin yang bisa menjabarkan visinya
dengan baik menjadi kunci organisasi yang efektif. Al-Ahnaf bin Qais berkata:

‫ َو الِع َت اُب َخ ْيٌر ِمَن الِح ْق ِد‬،‫الِع َت اُب ِم ْف َت اُح الَّث َقاَلى‬
“Teguran adalah kunci (untuk memperbaiki) orang-orang yang pandir, dan teguran
itu lebih baik daripada memendam kejengkelan.” (Siyaru A’lamin Nubala’, IV/94).

KELIMA. Akan tetapi, ingat bahwa Anda tidak akan pernah mendapati staf dan
anak buah yang tidak pernah melakukan kesalahan. Sebenarnya, jika kesalahannya
dapat dihitung dengan jari, berarti Anda telah memiliki anak buah yang sempurna.
Al-Ahnaf bin Qais juga berkata:

‫الَك اِمُل َم ْن ُع َّد ْت َس َق َط اُتُه‬


“Orang yang sempurna adalah orang yang bisa dihitung kesalahan-kesalahannya.”
(Siyaru A’lamin Nubala’, IV/93).
KEENAM. Maka jangan mudah murka, sebab hanya akan memicu kesembronoan
dan memanen penyesalan. Bisa jadi, dalam kondisi marah besar Anda akan
“mengeksekusi” staf dengan vonis-vonis yang sebentar lagi disesalkan oleh semua
pihak. Al-Ahnaf bin Qais berkata:

‫اَل َي ْن َب ِغي ِلَأْلِم ْي ِر َأْن َي ْغ َضَب َأِلَّن الَغ َض َب ِلَقاُح الَّسْي ِف َو الَّن َداَمِة‬
“Tidak sepantasnya seorang pemimpin itu murka, sebab kemurkaan adalah benih
yang menyemai ‘pedang’ dan penyesalan.” (Siyaru A’lamin Nubala‘, IV/94).
KETUJUH. Bila suatu saat Anda merasa diperlakukan tidak adil, atau dimusuhi
dengan hebat di atas seluruh kebajikan yang Anda persembahkan, atau “air susu
dibalas air tuba”, maka jangan buru-buru menuntut hak dan minta keadilan.
Perhatikan baik-baik siapa sebenarnya orang yang tengah Anda hadapi. Ingat,
keadilan dan balasan yang baik hanya datang dari manusia-manusia mulia, bukan
dari orang-orang rendahan, durjana, dan tolol. Cukuplah ibrah dalam kisah Nuh
‘alaihis salam dan kaumnya, atau sirah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan
kaum kafir Quraisy. Jangan meradang, akan tetapi maklumi dan kasihanilah orang-
orang itu, yang kedunguannya justru mengantar pada kebinasaannya sendiri. Al-
Ahnaf bin Qais berkata:

‫ َو َح ِلْي ٌم ِم ْن َأْح َم ٍق‬، ‫ َو َب ٌّر ِم ْن َفاِج ٍر‬،ٍ‫ َش ِر ْيٌف ِم ْن َد ِنْي ء‬: ‫َث اَل َثٌة اَل َي ْن َت ِص ُفْو َن ِم ْن َث اَل َث ٍة‬
“Tiga golongan yang tidak mungkin bisa minta keadilan/menuntut hak dari tiga
golongan lainnya: orang terhormat dari orang rendahan, orang baik-baik dari
pendurhaka, dan orang yang sangat santun dari orang dungu.” (Siyaru A’lamin
Nubala’, IV/93).
KEDELAPAN. Jangan memenuhi pembicaraan Anda dengan obrolan tentang
wanita dan makanan. Pembahasan tentang matsna (poligami) yang tidak terbukti
dan hanya bahan olok-olok, tentu tidak produktif dan menjatuhkan martabat.
Seorang pemimpin tidak akan memenuhi pikirannya dengan urusan perut dan
bawah perut. Jika begitu, ia sebenarnya telah dikuasai hawa nafsu, dan inilah
penyakit yang sangat berbahaya. Al-Ahnaf bin Qais berkata:

‫َج ِّن ُبوا َمَج اَلَس َن ا ِذ ْك َر الِّن َس اِء َو الَط َع اِم ِإِّن ي ُأْبِغُض الَّر ُج َل َي ُك ْو ُن َو َّصاًفا ِلَفْر ِج ِه َو َب ْط ِنِه‬
“Jauhkan forum-forum kita dari pembicaraan seputar wanita dan makanan, sebab
aku sangat benci seseorang yang gemar mendeskripsikan (syahwat) kemaluan dan
perutnya.” (Siyaru A’lamin Nubala‘, IV/93).
Jadi, sesungguhnya kita tidak bisa “mengambil hati” orang-orang yang kita pimpin
dengan uang dan janji-janji. “Berikanlah” diri Anda sepenuhnya, dan mereka akan
berbaris di belakang Anda dengan penuh kerelaan dan antusiasme yang meluap.

Anda mungkin juga menyukai