Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

ALQUR’AN HADIS

Kisah di Balik Dakwah Terang-terangan Rasulullah

Kelompok 3
kisah di Balik Dakwah Terang terangan Rasulullah

Setelah Rasulullah saw berhasil membimbing para sahabat di fase dakwah


sembunyi-sembunyi dan membangun masyarakat Muslim generasi awal yang
sudah memiliki basis akidah cukup kuat, turunlah ayat yang menyerukan agar
beliau berdakwah secara terang-terangan, َ‫ن ٱتَّبعكَ مِ ن‬ ۡ ‫ِر عشِيرتكَ ۡٱۡل ۡقر ِبينَ و‬
َِ ‫ٱخفِضَۡ جناحكَ لِم‬ َۡ ‫وأنذ‬
َ‫ ۡٱل ُم ۡؤمِ نِين‬Artinya, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-
orang yang beriman.” (QS. As-Syu’ara [26]: 214-215) Sesuai perintah Allah Swt,
Rasulullah kemudian mengumpulkan kabilah dan kerabat sendiri terlebih dahulu,
Bani Hasyim. Mengajak mereaka secara terbuka untuk beriman kepada Allah,
memberi peringatan akan pedihnya siksa neraka bagi yang bermaksiat, mengajak
untuk menyelamatkan diri mereka dari api neraka dan menjelaskan tanggung jawab
diri masing-masing sebagai seorang hamba. (lihat as-Shlallabi, Sirah an-Nabawiyah,
hal. 120) ADVERTISEMENT Dari ajakannya itu, beberapa orang menyambut dengan
baik dan mengikuti ajakan Nabi Muhammad saw. Mereka adalah dari Bani al-
Muthalib bin Abdi Manaf. Jumlah mereka sekitar 45 orang laki-laki. Di tengah-tengah
penyampaian dakwah itu, Abu Lahab-lah orang yang pertama kali menentang.
Namun Abu Thalib melindungi Rasulullah dan meminta untuk melanjutkan misinya.
Abu Thalib setuju dengan apa yang Nabi serukan. Hanya saja, ia tidak ikut beriman;
masih bersikukuh dengan agama warisan nenek moyangnya.
Bangsa Arab terkenal dengan ruh kesukuannya. Sehingga wajar target pertama
dalam dakwah terang-terangan adalah kerabat dan kabilahnya Nabi saw sendiri.
Dengan demikian, memudahkan Nabi dalam membangun loyalitas dan solidaritas
akidah berbasis kesukuan. (lihat as-Shlallabi, Sirah an-Nabawiyah, hal. 121)

Setelah Rasulullah yakin dengan perlindungan pamannya, beliau memberanikan diri


untuk menaiki bukit Shafa dan berseru dengan lantang untuk mengumpulkan
orang-orang Makkah. “Wahai Bani Fihr! Wahai bani ‘Adi!” seru Muhammad lantang.
Setelah Rasulullah saw berhasil membimbing para sahabat di fase dakwah
sembunyi-sembunyi dan membangun masyarakat Muslim generasi awal yang
sudah memiliki basis akidah cukup kuat, turunlah ayat yang menyerukan agar
beliau berdakwah secara terang-terangan, َ‫ن ٱتَّبعكَ مِ ن‬ ۡ ‫ِر عشِيرتكَ ۡٱۡل ۡقربِينَ و‬
َِ ‫ٱخفِضَۡ جناحكَ لِم‬ َۡ ‫وأنذ‬
ۡ
َ‫ ٱل ُم ۡؤمِ نِين‬Artinya, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-
orang yang beriman.” (QS. As-Syu’ara [26]: 214-215) Sesuai perintah Allah Swt,
Rasulullah kemudian mengumpulkan kabilah dan kerabat sendiri terlebih dahulu,
Bani Hasyim. Mengajak mereaka secara terbuka untuk beriman kepada Allah,
memberi peringatan akan pedihnya siksa neraka bagi yang bermaksiat, mengajak
untuk menyelamatkan diri mereka dari api neraka dan menjelaskan tanggung jawab
diri masing-masing sebagai seorang hamba. (lihat as-Shlallabi, Sirah an-Nabawiyah,
Dari ajakannya itu, beberapa orang menyambut dengan baik dan mengikuti ajakan
Nabi Muhammad saw. Mereka adalah dari Bani al-Muthalib bin Abdi Manaf. Jumlah
mereka sekitar 45 orang laki-laki. Di tengah-tengah penyampaian dakwah itu, Abu
Lahab-lah orang yang pertama kali menentang. Namun Abu Thalib melindungi
Rasulullah dan meminta untuk melanjutkan misinya. Abu Thalib setuju dengan apa
yang Nabi serukan. Hanya saja, ia tidak ikut beriman; masih bersikukuh dengan
agama warisan nenek moyangnya. Bangsa Arab terkenal dengan ruh kesukuannya.
Sehingga wajar target pertama dalam dakwah terang-terangan adalah kerabat dan
kabilahnya Nabi saw sendiri. Dengan demikian, memudahkan Nabi dalam
membangun loyalitas dan solidaritas akidah berbasis kesukuan. (lihat as-Shlallabi,
Sirah an-Nabawiyah, hal. 121) Setelah Rasulullah yakin dengan perlindungan
pamannya, beliau memberanikan diri untuk menaiki bukit Shafa dan berseru
dengan lantang untuk mengumpulkan orang-orang Makkah. “Wahai Bani Fihr!
Wahai bani ‘Adi!” seru Muhammad lantang. Mendengar seruan amat penting ini,
marga-marga Quraisy pun berkumpul. Rasulullah sampaikan kepada mereka
tentang pedihnya api neraka bagi orang-orang yang bermaksiat. Tiba-tiba, Abu
Lahab datang dan mengancam Rasulullah saw. Kelakuan Abu Lahab ini diabadikan
dalam al-Qur’an, ََّ‫َّت يداَ أبِي لهبَ وتب‬ َۡ ‫“ تب‬Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-Lahab [111]: 1) Pada tahap berikutnya,
kemudian turun ayat yang menyerukan agar Rasulullah melebarkan sayap dakwah
lebih luas lagi. َ‫ن ۡٱل ُم ۡش ِركِين‬ َۡ ‫ فٱصۡ د‬Artinya, “Maka sampaikanlah olehmu
َِ ‫ع ِبما ت ُ ۡؤم َُر وأعۡ ِرَضَۡ ع‬
secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr [15]: 94) Setelah ayat ini
turun, Rasulullah saw menyampaikan dakwah secara terang-terangan dengan
jangkauan lebih luas lagi. Beliau datangi kabilah-kabilah, tempat-tempat berkumpul
dan pertemuan kaum musyrikin. Dakwah beliau disambut dengan baik. Namun
masih banyak juga mereka yang belum menerima ajakannya. Sehingga terjadi ‘gap’;
saling membenci dan menjauhi antara dua pihak; pihak yang menerima dakwah
dengan yang menolak. Melihat kondisi ini, orang-orang Quraisy merasa terganggu.
Hikmah dan Pelajaran 1) Mulailah dari diri sendiri Seruan dakwah secara terang-
terangan ini dimulai dari kerabat Rasulullah sendiri, yaitu Bani Hasyim. Dengan
demikian, sebelum menyampaikan kepada orang lain, wahyu yang turun betul-betul
tertanam dalam diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga lebih siap menerima dasar-
dasar, aturan, dan hukum-hukum Allah. (lihat Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah
al-Nabawiyah, hal. 76) Ini merupakan pesan penting. Bahwa sebelum mengajak
orang lain, terlebih dahulu diri kita yang diperbaiki. Mulailah dengan diri
sendiri. Rasulullah saw sendiri pernah bersabda, ‫“ ابدأَ بِنفسِكَ ث ََُّم بِمنَ تعُول‬Mulailah dengan
dirimu sendiri dan kemudian keluargamu.” (HR Muslim) Seorang bapak bahasa Arab
dari Bani Kinanah, Abul Aswad Ad-Dua’liy (w. 688 M.) berkata dalam syairnya: ‫يا أيُّها‬
َ‫الرشا َِد عدِي َُم لَ تنهَ عن‬ َّ َ‫***صفةَ وأنتَ مِ ن‬
ِ ‫الرشا َِد عُقُولنا‬ َُ ‫لَّ لِنفسِكَ كانَ ذا التَّعلِي َِم أتراكَ تُل ِق‬
َّ ِ‫ح ب‬ َُ ‫الر ُج‬
َ ‫ل ال ُمع ِل َُم غيره ***ه‬ َّ
َ‫ار عليكَ إِذا فعلتَ عظِ ي َُم اِبدأَ بِنفسِكَ فانهها عنَ غيِها ***فإِذا انتهتَ عنهُ فأنتَ حكِي َُم ف ُهناكَ ينف َُع إِن‬ َ ‫ُخلُقَ وتأتِي مِ ثلهُ ***ع‬
َِ ‫“ وعظتَ ويُقتدى ***بِالقو‬Wahai orang yang mengajari orang lain. Tidakkah
‫ل مِ نكَ وينف َُع التَّعلِي َُم‬
kau mengajari dirimu dulu (sebelum orang lain).” “Pantaskah kau tanamkan pada
akal kami “sifat mulia”. Tapi ternyata, engkau kosong dari sifat mulia itu.” “Janganlah
engkau melarang akhlak (yang buruk), tapi kau sendiri melakukannya. Sungguh
sangat tercela, jika kau seperti itu.” “Mulailah dari dirimu, dan lepaskanlah dosanya.
Karena engkaulah sang bijaksana, jika kau telah lepas darinya.” “Saat itulah, nasihat
dan didikanmu kan berguna. Begitu pula ucapanmu, akan menjadi panutan.” Ini
juga mempengaruhi persepsi dan kepercayaan kaum Quraisy nantinya. Jika Nabi
Muhammad berhasil menyampaikan dakwah di lingkungan keluarganya, tentu akan
menjadi penilaian baik bagi orang Quraisy. Sebaliknya, jika Nabi saw gagal di
keluarga sendiri, orang Quraisy pasti meragukan; dakwah di keluarga sendiri saja
gagal, bagaimana mungkin mau mengajak orang lain? Namun terbukti, Rasulullah
berhasil mengajak orang-orang terdekatnya, baik saat fase dakwah sembunyi-
sembunyi ataupun fase awal dakwah terang-terangan. 2) Mengemban amanah
publik Setelah Rasulullah saw mengajak kalangan kerabat sendiri, kemudian beliau
melebarkan sayap dakwah lebih luas lagi ke lintas kabilah dan ke banyak tempat
perkumpulan umat musyrikin (QS. Al-Hijr [15]: 94). Ini adalah pesan penting untuk
para dai dan ulama, bahwa di samping memiliki tanggung jawab akidah pada diri
dan keluarga sendiri, tanggung jawab berikutnya adalah menjaga akidah
masyarakat secara luas. Bagaimanapun, ulama adalah para pewaris Nabi. 3) Islam
adalah agama rasionalis Orang-orang Quraisy Mekah yang kafir adalah mereka
yang taklid buta pada nenek moyang mereka untuk memuja berhala. Padahal,
secara rasional tidak bisa diterima. Mereka menyembah benda mati yang tidak bisa
berbuat apa-apa. Tidak bisa memberi manfaat dan mudharat. Mereka ciptakan
sendiri, lalu mereka pula yang menyembah. Ini merupakan bentuk taklid buta yang
nyata. Islam datang untuk menyudahi taklid buta yang tidak masuk akal itu. Islam
mengajak untuk menyembah pada Allah swt. Tuhan yang telah menciptakan
mereka sendiri. Tuhan yang memberikan pahala bagi hamba yang taat dan siksa
neraka bagi hamba yang bermaksiat. Tuhan yang mampu memberi manfaat dan
kemudharatan. Ini bukti bahwa Islam adalah agama rasionalis. Aturan-aturan
syariat yang di bawah oleh Islam bersifat rasional. Memiliki tujuan logis yang sesuai
dengan akal sehat manusia. Hanya saja, kadang akal manusia belum sampai untuk
menangkap hikmah di baliknya, sehingga sekilas terkesan tidak rasional dalam
beberapa aturan agama. (lihat Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah,
hal. 76)

Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/kisah-di-balik-dakwah-terang-
terangan-rasulullah-lKiyN

Anda mungkin juga menyukai