Anda di halaman 1dari 12

Nabi SAW Berdakwah Terang-

terangan Setelah Tiga Tahun


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah tiga
tahun Rasulullah melakukan dakwah dengan sembunyi-sembunyi, atas
perintah Allah Nabi pun mulai berdakwah secara terang-terangan. Salah
satu cara berdakwah terang-terangan adalah dengan berdakwah kepada
kerabat dekat.

Dalam buku Shirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyyurrahman Al


Mubarakfuri menceritakan hal pertama yang dilakukan setelah turunnya
ayat Alquran Asy-Syu'ara Ayat 214 adalah mengundang Bani Hasyim.

‫َو َأْن ِذْر َعِش يَر َت َك اَأْلْق َر ِبيَن‬

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang


terdekat.

Mereka yang hadir dalam undangan Rasulullah diantaranya Bani Al-


Muththalib bin Abdi Manaf, yang jumlahnya ada 45 orang. Namun,
sebelum Rasulullah berbicara, Abu Lahab sudah mendahului angkat
bicara.

"Mereka yang hadir di sini adalah paman-pamanmu sendiri dan anak-


anaknya. Maka bicaralah jika ingin berbicara dan tidak perlu bersikap
kekanak-kanakan. Ketahuilah bahwa tidak ada orang Arab yang berani
mengernyitkan dahi terhadap kaummu. Dengan begitu aku berhak
menghukummu. Biarkanlah urusan bani bapakmu. Jika engkau tetap
bertahan pada urusanmu ini, maka itu lebih mudah bagi mereka daripada
seluruh kabilah Quraisy menerkammu dan semua bangsa Arab ikut
campur tangan. Engkau tidak pernah melihat seorang pun dari bani
bapaknya yang pernah berbuat macam-macam seperti engkau perbuat
saat ini," ujar Abu Lahab.
Rasulullah hanya diam dan sama sekali tidak berbicara dalam pertemuan
itu. Kemudian beliau mengundang mereka untuk yang kedua kalinya dan
dalam pertemuan itu beliau bersabda,

"Segala puji bagi Allah dan aku memuji-Nya, memohon pertolongan,


percaya dan tawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain
Allah semata vang tiada sekutu bagi-Nya."

Kemudian beliau melanjutkan lagi. "Sesungguhnya scorang pemandu itu


tidak akan mendustakan keluarganya. Demi Allah yang tidak ada selain
Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus
dan kepada manusia secara umum. Demi Allah, kalian benar-benar akan
mati layaknya sedang tidur nyenyak dan akan dibangkitkan lagi layaknya
bangun tidur. Kalian benar-benar akan dihisab terhadap apa pun yang
kalian perbuat, lalu di sana ada surga yang abadi dan neraka yang abadi
pula."

Kemudian Abu Thalib berkata, "Kami tidak suka menolongmu, menjadi


penasihatmu dan membenarkan perkataanmu. Orang-orang yang menjadi
Bani bapakmu ini sudah bersepakat. Aku hanyalah segelintir orang di
antara mereka. Namun akulah orang yang pertama kali mendukung apa
yang engkau sukai. Maka lanjutkanlah apa yang diperintahkan kepadamu.
Demi Allah, aku senantiasa akan menjaga dan melindungimu, namun aku
tidak mempunyai pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul
Muththalib."

Abu Lahab berkata, "Demi Allah, ini adalah kabar buruk. Ambillah
tindakan terhadap dirinya sebelum orang lain yang melakukannya." Abu
Thalib menimpali, "Demi Allah kami tetap akan melindungi selagi kami
masih hidup."
Kisah di Balik Dakwah Terang-
terangan Rasulullah

Setelah Rasulullah saw berhasil membimbing para sahabat di fase dakwah sembunyi-
sembunyi dan membangun masyarakat Muslim generasi awal yang sudah memiliki
basis akidah cukup kuat, turunlah ayat yang menyerukan agar beliau berdakwah
secara terang-terangan,

‫َو َأنِذ ۡر َع ِش يَر َتَك ٱَأۡلۡق َر ِبيَن َو ٱۡخ ِفۡض َج َناَح َك ِلَمِن ٱَّتَبَع َك ِم َن ٱۡل ُم ۡؤ ِمِنيَن‬

Artinya, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan


rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
yang beriman.” (QS. As-Syu’ara [26]: 214-215)

Sesuai perintah Allah Swt, Rasulullah kemudian mengumpulkan kabilah dan kerabat
sendiri terlebih dahulu, Bani Hasyim. Mengajak mereaka secara terbuka untuk
beriman kepada Allah, memberi peringatan akan pedihnya siksa neraka bagi yang
bermaksiat, mengajak untuk menyelamatkan diri mereka dari api neraka dan
menjelaskan tanggung jawab diri masing-masing sebagai seorang hamba. (lihat as-
Shlallabi, Sirah an-Nabawiyah, hal. 120)

Dari ajakannya itu, beberapa orang menyambut dengan baik dan mengikuti ajakan
Nabi Muhammad saw. Mereka adalah dari Bani al-Muthalib bin Abdi Manaf. Jumlah
mereka sekitar 45 orang laki-laki.

Di tengah-tengah penyampaian dakwah itu, Abu Lahab-lah orang yang pertama kali
menentang. Namun Abu Thalib melindungi Rasulullah dan meminta untuk
melanjutkan misinya. Abu Thalib setuju dengan apa yang Nabi serukan. Hanya saja,
ia tidak ikut beriman; masih bersikukuh dengan agama warisan nenek moyangnya.

Bangsa Arab terkenal dengan ruh kesukuannya. Sehingga wajar target pertama dalam
dakwah terang-terangan adalah kerabat dan kabilahnya Nabi saw sendiri. Dengan
demikian, memudahkan Nabi dalam membangun loyalitas dan solidaritas akidah
berbasis kesukuan. (lihat as-Shlallabi, Sirah an-Nabawiyah, hal. 121)

Setelah Rasulullah yakin dengan perlindungan pamannya, beliau memberanikan diri


untuk menaiki bukit Shafa dan berseru dengan lantang untuk mengumpulkan orang-
orang Makkah. “Wahai Bani Fihr! Wahai bani ‘Adi!” seru Muhammad lantang.
Mendengar seruan amat penting ini, marga-marga Quraisy pun berkumpul.

Rasulullah sampaikan kepada mereka tentang pedihnya api neraka bagi orang-orang
yang bermaksiat. Tiba-tiba, Abu Lahab datang dan mengancam Rasulullah saw.
Kelakuan Abu Lahab ini diabadikan dalam al-Qur’an,

‫َتَّبۡت َيَدٓا َأِبي َلَهٖب َو َتَّب‬

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-
Lahab [111]: 1)

Pada tahap berikutnya, kemudian turun ayat yang menyerukan agar Rasulullah
melebarkan sayap dakwah lebih luas lagi.

‫َفٱۡص َد ۡع ِبَم ا ُتۡؤ َم ُر َو َأۡع ِرۡض َع ِن ٱۡل ُم ۡش ِرِكيَن‬

Artinya, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS.
Al-Hijr [15]: 94)

Setelah ayat ini turun, Rasulullah saw menyampaikan dakwah secara terang-terangan
dengan jangkauan lebih luas lagi. Beliau datangi kabilah-kabilah, tempat-tempat
berkumpul dan pertemuan kaum musyrikin.

Dakwah beliau disambut dengan baik. Namun masih banyak juga mereka yang belum
menerima ajakannya. Sehingga terjadi ‘gap’; saling membenci dan menjauhi antara
dua pihak; pihak yang menerima dakwah dengan yang menolak. Melihat kondisi ini,
orang-orang Quraisy merasa terganggu.

Hikmah dan Pelajaran

1) Mulailah dari diri sendiri

Seruan dakwah secara terang-terangan ini dimulai dari kerabat Rasulullah sendiri,
yaitu Bani Hasyim. Dengan demikian, sebelum menyampaikan kepada orang lain,
wahyu yang turun betul-betul tertanam dalam diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga
lebih siap menerima dasar-dasar, aturan, dan hukum-hukum Allah. (lihat Said
Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah, hal. 76)
Ini merupakan pesan penting. Bahwa sebelum mengajak orang lain, terlebih dahulu
diri kita yang diperbaiki. Mulailah dengan diri sendiri.

Rasulullah saw sendiri pernah bersabda,

‫اْبَد ْأ ِبَنْفِس َك ُثَّم ِبَم ْن َتُعول‬

“Mulailah dengan dirimu sendiri dan kemudian keluargamu.” (HR Muslim)

Seorang bapak bahasa Arab dari Bani Kinanah, Abul Aswad Ad-Dua’liy (w. 688 M.)
berkata dalam syairnya:

‫َيا َأُّيَها الَّرُجُل اْلُمَع ِّلُم غيره *** َهَّال ِلَنْفِس َك َك اَن َذ ا الَّتْع ِلْيِم‬

‫َأَتَر اَك ُتَلِّقُح ِبالَّرَش اِد ُع ُقْو َلَنا *** ِص َفًة َو َأْنَت ِم َن الَّرَش اِد َع ِد ْيُم‬

‫َال َتْنَه َع ْن ُخ ُلٍق َو َتْأِتي ِم ْثَلُه *** َعاٌر َع َلْيَك ِإَذ ا َفَع ْلَت َع ِظ ْيُم‬

‫ِاْبَد ْأ ِبَنْفِس َك َفاْنَهَها َع ْن َغ ِّيَها *** َفِإَذ ا اْنَتَهْت َع ْنُه َفَأْنَت َحِكْيُم‬

‫َفُهَناَك َيْنَفُع ِإْن َو َع ْظَت َو ُيْقَتَدى *** ِباْلَقْو ِل ِم ْنَك َو َيْنَفُع الَّتْع ِلْيُم‬

“Wahai orang yang mengajari orang lain. Tidakkah kau mengajari dirimu dulu
(sebelum orang lain).”

“Pantaskah kau tanamkan pada akal kami “sifat mulia”. Tapi ternyata, engkau
kosong dari sifat mulia itu.”

“Janganlah engkau melarang akhlak (yang buruk), tapi kau sendiri melakukannya.
Sungguh sangat tercela, jika kau seperti itu.”

“Mulailah dari dirimu, dan lepaskanlah dosanya. Karena engkaulah sang bijaksana,
jika kau telah lepas darinya.”

“Saat itulah, nasihat dan didikanmu kan berguna. Begitu pula ucapanmu, akan
menjadi panutan.”

Ini juga mempengaruhi persepsi dan kepercayaan kaum Quraisy nantinya. Jika Nabi
Muhammad berhasil menyampaikan dakwah di lingkungan keluarganya, tentu akan
menjadi penilaian baik bagi orang Quraisy. Sebaliknya, jika Nabi saw gagal di
keluarga sendiri, orang Quraisy pasti meragukan; dakwah di keluarga sendiri saja
gagal, bagaimana mungkin mau mengajak orang lain?

Namun terbukti, Rasulullah berhasil mengajak orang-orang terdekatnya, baik saat fase
dakwah sembunyi-sembunyi ataupun fase awal dakwah terang-terangan.

2) Mengemban amanah publik

Setelah Rasulullah saw mengajak kalangan kerabat sendiri, kemudian beliau


melebarkan sayap dakwah lebih luas lagi ke lintas kabilah dan ke banyak tempat
perkumpulan umat musyrikin (QS. Al-Hijr [15]: 94).

Ini adalah pesan penting untuk para dai dan ulama, bahwa di samping memiliki
tanggung jawab akidah pada diri dan keluarga sendiri, tanggung jawab berikutnya
adalah menjaga akidah masyarakat secara luas. Bagaimanapun, ulama adalah para
pewaris Nabi.

3) Islam adalah agama rasionalis

Orang-orang Quraisy Mekah yang kafir adalah mereka yang taklid buta pada nenek
moyang mereka untuk memuja berhala. Padahal, secara rasional tidak bisa diterima.
Mereka menyembah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa memberi
manfaat dan mudharat. Mereka ciptakan sendiri, lalu mereka pula yang menyembah.
Ini merupakan bentuk taklid buta yang nyata.

Islam datang untuk menyudahi taklid buta yang tidak masuk akal itu. Islam mengajak
untuk menyembah pada Allah swt. Tuhan yang telah menciptakan mereka sendiri.
Tuhan yang memberikan pahala bagi hamba yang taat dan siksa neraka bagi hamba
yang bermaksiat. Tuhan yang mampu memberi manfaat dan kemudharatan.

Ini bukti bahwa Islam adalah agama rasionalis. Aturan-aturan syariat yang di bawah
oleh Islam bersifat rasional. Memiliki tujuan logis yang sesuai dengan akal sehat
manusia. Hanya saja, kadang akal manusia belum sampai untuk menangkap hikmah di
baliknya, sehingga sekilas terkesan tidak rasional dalam beberapa aturan agama. (lihat
Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah, hal. 76)

Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren


KHAS Kempek Cirebon
Sirah Nabawiyah, Dakwah Terang-Terangan
Sirah Nabawiyah kali ini akan membahas tentang dakwah terang-terangan.
Sebelumnya, kita telah membahas Dakwah Sembunyi-Sembunyi.
Selama sekitar tiga tahun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah
secara sembunyi-sembunyi. Di antara hasilnya, Rasulullah mendapatkan 40
hingga 50 orang assabiqunal awwalun. Merekalah sahabat nabi yang paling
awal masuk Islam. Mayoritasnya adalah para pemuda.

Memulai Dakwah Terang-Terangan


Allah menurunkan perintah untuk berdakwah secara terang-terangan, dimulai
dengan firman-Nya:

‫َو َأْن ِذْر َع ِش يَر َت َك اَأْلْق َر ِبيَن‬

“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” (QS. Asy Syu’ara:
214)

Setelah menerima perintah tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam


mengundang keluarga terdekatnya, Bani Hasyim. Rasulullah menjamu mereka.
Ketika Rasulullah ingin berbicara di forum yang dihadiri 45 orang laki-laki itu,
tiba-tiba Abu Lahab memotongnya.

Rasulullah tak putus asa meskipun pertemuan pertama gagal. Beliau pun
mengundang mereka lagi. Kali ini, beliau mendapat dukungan dari Abu Thalib,
meskipun Abu Lahab masih sama menampakkan permusuhannya.

Setelah mendapat dukungan dari Abu Thalib, Rasulullah mulai memperluas


seruan dakwahnya. Beliau naik ne bukit Shafa dan memanggil orang-orang
Quraisy secara terbuka.

“Wahai Bani Fihr, Wahai Bani Adi!” Rasulullah menyeru suku-suku Quraisy
hingga mereka berdatangan. “Bagaimana menurut pendapat kalian bila
kuberitahukan bahwa di balik bukit ini ada segerombolan pasukan berkuda yang
akan menyerang kalian? Apakah kalian mempercayaiku?”

“Ya, kami tidak pernah tahu dari dirimu selain kejujuran,” jawab mereka.

Demikianlah kecerdasan Rasulullah. Beliau memulai dengan menguji tingkat


kepercayaan mereka atas integritas beliau. Selama ini tak ada satu pun cacat
yang mereka dapati. Bahkan mereka memberikan julukan al amin kepada
beliau karena tak pernah berdusta, senantiasa jujur dan paling dipercaya.

Dan hendaklah ini yang perlu dijaga oleh para dai. Senantiasa jujur dan
menjauhi dusta. Sebab integritas adalah modal utama. Jika integritasnya cacat,
bagaimana orang-orang akan percaya kepadanya. Jika integritasnya rusak,
mereka akan mudah membalik perkataan dai dan menyerangnya.

“Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian terhadap azab


yang amat pedih,” lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mendengar seruan Rasulullah, Abu Lahab menimpali. “Celaka engkau


Muhammad. Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?”

Maka Allah menurunkan Surat Al Lahab yang menegaskan kecelakaan baginya.

‫ ِفي ِج يِدَه ا َح ْبٌل ِمْن َمَس ٍد‬. ‫ َو اْم َر َأُتُه َح َّماَلَة اْلَح َط ِب‬. ‫ َس َي ْص َلى َن اًر ا َذ اَت َلَه ٍب‬. ‫ َم ا َأْغ َن ى َع ْن ُه َم اُلُه َو َم ا َك َس َب‬. ‫َت َّب ْت َي َد ا َأِبي َلَه ٍب َو َت َّب‬

Binasalah kedua tangan Abu lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah
berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan
masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu
bakar. Yang dilehernya ada tali dari sabut. (QS. Al Lahab: 1-5)

Dakwah Menggema ke Seluruh Makkah


Seruan dakwah Rasulullah mulai menggema ke seluruh Makkah. Beliau
berdakwah secara terbuka, menyeru dengan terang-terangan.

Lalu turunlah ayat yang memerintahkan Rasulullah berpaling dari orang-orang


musyrik.

‫َفاْص َد ْع ِبَم ا ُتْؤ َم ُر َو َأْع ِر ْض َع ِن اْلُم ْش ِر ِكيَن‬

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik” (QS. Al Hijr: 94)

Setelah turunnya ayat ini, Rasulullah bangkit menyerang berbagai khurafat dan
kebohongan syirik. Juga menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang
sama sekali tak bernilai, tak bisa memberikan manfaat dan madharat.

Makkah pun mulai memanas. Mereka yang tadinya menganggap lalu dakwah
Muhammad saat fase sembunyi-sembunyi, mulai pasang badan setelah
Rasulullah mengumpulkan berbagai suku di bukit shafa, dan kini mereka mulai
memusuhi dengan permusuhan yang sengit.
Orang-orang kafir Quraisy marah saat mengetahui dakwah Rasulullah adalah
menafikan seluruh penyembahan kepada selain Allah. Mereka menyadari
datangnya revolusi yang tak bisa dikompromikan dengan penyembahan
berhala. Mereka juga khawatir kehilangan kekuasaan seiring semakin
banyaknya orang yang masuk Islam.

Yang membuat mereka bingung, Rasulullah tidak ada celanya. Mereka sendiri
yang memberikan gelar al amin karena beliau adalah orang terpercaya yang
tidak pernah berdusta. Mereka juga tahu silsilahnya yang berasal dari
keturunan mulia. Mereka tahu integritas dan keagungan akhlaknya.

Dalam kebingungan seperti itu, mereka tidak punya cara menghentikan


Rasulullah saat itu kecuali dengan mendatangi Abu Thalib terlebih dahulu.

Tokoh Quraisy Mendatangi Abu Thalib


Sejumlah pemuka Quraisy mendatangi Abu Thalib. Mereka tahu tokoh
berpengaruh itu memberikan perlindungan kepada keponakannya. Dan tak
mungkin bagi mereka mencelakai orang yang dilindungi oleh tokoh yang
mereka hormati.

“Wahai Abu Thalib, sesungguhnya anak saudaramu telah mencaci maki


sesembahan kami. Ia mencela agama kami, membodohkan harapan-harapan
kami dan menyesatkan nenek moyang kami. Cegahlah dia agar tidak
mengganggu kami atau biarkan kami menanganinya sendiri,” kata mereka
seraya berharap Abu Thalib mau menghentikan Rasulullah atau mencabut
perlindungannya.

Namun Abu Thalib menolak mereka dengan halus. Para pemuka Quraisy itu pun
pulang dengan tangan hampa. Rasulullah tetap melanjutkan dakwah.

Menghadang Dakwah Rasulullah di Musim Haji


Kegelisahan orang-orang kafir Quraisy semakin menjadi. Setelah Abu Thalib
menegaskan perlindungannya kepada Rasulullah, datanglah musim haji. Orang-
orang dari seluruh penjuru Arab akan datang di Makkah. Orang Quraisy takut
kalau mereka menjadi pengikut Rasulullah.

Digelarlah rapat di rumah Walid bin Mughirah untuk menyatukan suara. Agar
mereka seragam memberikan stigma status Rasulullah guna menghadang
dakwah beliau.
Berbagai usulan dikemukakan. Ada yang mengusulkan menyebut Rasulullah
sebagai dukun. Ada yang mengusulkan sebutan orang gila. Ada yang
mengusulkan sebutan penyair. Ada yang mengusulkan sebutan penyihir.

Awalnya semua usulan itu ditolak oleh Walid. Namun karena tidak menemukan
kata yang tepat, akhirnya ia menyetujui menyebut Rasulullah membawa sihir.
Dengannya terpisah anak dan orangtua, dengannya terpisah suami dan istri.

‫ ِإْن َه َذ ا‬. ‫ َفَقاَل ِإْن َه َذ ا ِإاَّل ِس ْح ٌر ُيْؤ َث ُر‬. ‫ ُثَّم َأْد َبَر َو اْس َت ْك َبَر‬. ‫ ُثَّم َع َبَس َو َبَس َر‬. ‫ ُثَّم َن َظ َر‬. ‫ ُثَّم ُقِتَل َك ْي َف َقَّد َر‬. ‫ َفُقِتَل َك ْي َف َقَّد َر‬. ‫ِإَّن ُه َفَّك َر َو َقَّد َر‬
‫ِإاَّل َقْو ُل اْلَب َش ِر‬

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang


ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?, kemudian
celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, kemudian dia memikirkan,
sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari
kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata: “(Al Quran) ini tidak lain
hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah
perkataan manusia”. (QS. Al Muddatsir: 18-25)

Mereka pun memperingatkan para jamaah haji dengan stigma yang sama.
Mereka mengatakan, ajaran yang dibawa Muhammad adalah sihir. Banyak
orang yang karena kata-kata Quraisy itu menjadi takut kepada Rasulullah.
Namun ada juga orang-orang yang justru penasaran dan kemudian mencari
tahu apa yang sesungguhnya terjadi.

Di antaranya adalah Thufail bin Amr Ad Dausi. Dialah tokoh terkemuka Bani
Daus. Sosok penyair cerdas, arif dan bijaksana. Ketika tokoh-tokoh Quraisy
mendekatinya dan menakut-nakuti bahwa Rasulullah membawa sihir, ia sempat
khawatir.

“Thufail, ada orang yang mengaku Nabi. Ia telah merusak dan mencerai
beraikan kami. Jangan sampai bencana itu menimpa kepemimpinanmu. Kami
menyarankan, jangan bicara dengannya dan jangan mendengar apa pun
darinya. Kata-katanya berbisa laksana sihir yang memisahkan anak dari
ayahnya dan suami dari istrinya,” kata mereka.

Thufail sempat menutup telinganya dengan kapas agar tak mendengar apa
yang dikatakan Rasulullah. Namun takdir berkata lain. Di dekat Ka’bah, lama-
lamat ia mendengar apa yang dikatakan Rasulullah.

“Thufail, engkau orang yang cerdas. Penyair hebat. Bagaimana mungkin engkau
takut dengan kata-kata. Coba dengarkan saja. Jika kata-katanya baik, engkau
bisa menerimanya. Jika kata-katanya tidak baik, engkau bisa
meninggalkannya,” demikian suara hati Thufail. Ia pun membuang kapas yang
menutupi telinganya.

Rupanya apa yang dikatakan Rasulullah sangat mempesona. Diksinya sangat


indah, balaghah-nya sangat tinggi, maknanya sangat dalam. Hanya
mengajarkan kebenaran dan kebaikan. “Ini bukanlah syair, apalagi sihir,” kata
Thufail.

Thufail pun mendekati Rasulullah, menceritakan apa yang diperingatkan para


tokoh Quraisy. Rasulullah mengajarkan kepadanya Surat Al Ikhlas dan Al Falaq.
Lalu Thufail pun masuk Islam. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Anda mungkin juga menyukai