Anda di halaman 1dari 9

Musyawarah berasal dari kata syaawara-yusyaawiru yang berarti saling memberi dan meminta nasihat atau

saran. Dari kata kerja itu juga muncul arti mengambil madu dari sarang lebah. Dengan demikian, esensi
musyawarah adalah proses pengambilan keputusan yang terbaik tentang suatu masalah.

Musyawarah sangat dibutuhkan ketika menghadapi masalah rumit. Keputusan yang merupakan hasil
musyawarah akan memberikan keuntungan bagi banyak pihak karena telah melewati proses tukar pendapat dan
saran antarperserta musyawarah. Musyawarah hendaknya dijadikan kebiasaan sebelum menetapkan keputusan.
Hal ini agar setiap keputusan tidak berakhir dengan penyesalan dan semaksimal mungkin dapat memenuhi
keinginan orang banyak.

Rasulullah SAW menjadikan musyawarah sebagai awal dari setiap proses pengambilan keputusan. Beliau tidak
pernah malu meminta nasihat atau saran kepada sahabatnya tentang suatu masalah. Bahkan, musyawarah
merupakan salah satu kunci sukses kepemimpinan beliau. Allah SWT berfirman,

''Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berlaku kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakal kepada-Nya.'' (QS 2: 159)

Dalam bermusyawarah, setiap orang harus menjunjung etika, menghargai pendapat orang lain, mengakui
kelemahan diri sendiri, dan mengakui kelebihan orang lain. Orang yang bermusyawarah harus mampu menahan
diri dari sikap ingin menang sendiri. Pertukaran pendapat dan argumentasi dalam musyawarah hanya
dimaksudkan untuk meraih kebaikan. Karenanya, tidak ada kelompok yang kalah atau menang. Kemenangan
adalah ketika keputusan terbaik telah dihasilkan oleh musyawarah. Di sinilah pentingnya pemahaman setiap
peserta terhadap fungsi dan esensi musyawarah yang lebih mengedepankan sikap saling pengertian daripada
perdebatan yang berkepanjangan.

Tidak setiap orang mampu bermusyawarah dengan orang lain. Hanya orang yang di dalam jiwanya telah
tumbuh nilai mawaddah dan mahabbah-lah yang mampu menyimpan egonya untuk mendengarkan saran dan
nasihat orang lain. Orang yang selalu membiasakan musyawarah tidak akan pernah menyesal atas setiap
keputusan yang diambilnya, karena ia merupakan saripati dari pemikiran dan pertimbangan yang matang. Dalam
sebuah hadis, Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang yang membiasakan musyawarah itu terjaga (dari
kesalahan dan kekeliruan). (HR Abu Dawud)

Bagi seorang Muslim, musyawarah hendaknya menjadi forum untuk memperjuangkan nilai-nilai agama demi
kemaslahatan bersama. Rasulullah SAW bersabda, ''Agama adalah nasihat.'' Para sahabat bertanya, ''Untuk siapa
nasihat itu?'' Rasulullah menjawab, ''Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin dan
rakyatnya.'' (HR Muslim). Wallahu a'lam.

1.2. Watak dan Perilaku Masyarakat Makkah

Makkah adalah lembah yang sangat tandus kondisi geografis seperti inilah berpengaruh besar dalam membentuk
sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk makkah bertempramen buruk dan tidak mampu
berpikir secara mendalam.

Ditambah dengan sistem politik di Makkah, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum qurays untuk
mempertahankan jabatan, kedudukan atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu juga berpengaruh pada watak dan
perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras kepala serta tidak mudah bagi mereka untuk dapat
menerima pendapat atau keyakinan orang lain.

1.3. Muhammad adalah Nabi

Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya menjelang usianya yang keempat puluh tahun. Seperti biasanya
yang nabi lakukan, nabi terbiasa pada setiap tahun menyisihkan sebagian waktunya untuk melakukan tahannus
di gua hira, yang berjarak beberapa kilometer di utara kota Makkah dan pada tanggal 17 ramadhan tahun 611 M
( berdasar pendapat yang paling banyak digunakan ), seperti biasa nabi melakukan tahannus di gua hira dan
pada saat itulah muncul malaikat jibril dan menyampaikan wahyu Allah yang pertama.

Dengan turunnya wahyu pertama itu juga sekaligus menunjukan bahwa Muhammad telah dipilih atau lebih
tepatnya diangkat oleh Allah sebagai nabi, namun dalam wahyu pertama ini ada perintah untuk mendakwahkan
risalah yang didapatnya.

Setelah wahyu pertama itu datang, jibril tidak lagi muncul lagi untuk beberapa lama sementara nabi Muhammad
menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa
perintah kepadanya, wahyu itu berbunyi sebagai berikut : Hai orang yang berselimut, bangun dan beri
ingatlah. Hendaknya engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu tinggalkanlah perbuatan dosa, dan
janganlah engkau member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu bersabarlah. (al muddatstsir : 1-7).

Setelah turunnya wahyu itu, itu juga sekaligus menjadi perintah bagi Nabi untuk mulai berdakwah.

1.4. Perkembangan Islam di Periode Makkah

Sebelum masa masuknya islam kebanyakan kaum arab beribadat dengan cara melakukan penyembahan berhala
dan mereka menjadikan kabah sebagai pusat peribadatan mereka, hal tersebut bisa dikatakan sudah cukup lama
berlangsung sampai akhirnya nabi Muhammad datang dan membawa keyakinan lain yaitu ketauhidan.

Tentunya hal tersebut tidak semerta-merta dapat dengan mudah diterima bahkan ditolak habis-habisan oleh
kaum kafir quraysi, banyak alasan bagi mereka untuk menolak keyakinan yang dibawa oleh nabi Muhammad
tersebut, salah satunya adalah apa yang mereka yakini adalah sesuatu yang telah lama mengakar dan menjadi
keyakinan mereka serta nenek moyang mereka, sehingga keyakinan tersebut sudah tertanam kuat dalam
keyakinan mereka, dan para pemahat serta penjual atau patung merasa datangnya islam akan menghalangi mata
pencaharian mereka, karena tentunya jika islam menyebar maka mereka akan kehilangan mata pencaharian
mereka, yang mana sangat bergantung pada apa yang diyakini masyarakat pada masa itu. Kemudian kaum
Qurasy juga tidak setuju dengan seruan Nabi Muhammad tentang persamaan hak antara hamba sahaya dan
bangsawan. Intinya Nabi Muhammad ingin menghapuskan sistem perbudakan yang telah lama berjalan kaum
qurasy juga menolak ajaran tentang kebangkitan dan pembalasan hari akhir.

Karena reaksi keras dari kaum quraysi itulah yang tentunya menghambat dakwah nabi Muhammad karena
tentunya akan beresiko sekali dan bahkan mengancam keselamatan dan nyawa nabi sehingga pada akhirnya nabi
harus melakukan sistem dakwah yag lain. Dakwah Nabi Muhammad dilakukan dengan dua cara cara pertama
yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi dan terbatas.

1.4.1. Periode dakwah dengan cara rahasia dan diam-diam

Awalnya Rasulullah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sekitarnya sendiri dan dikalangan rekan-
rekanya sendiri, orang yang pertama kali manerima serta mengikuti dakwahnya, mula mula istri rasul
sayyidatina khadijah kemudian disusul imam Ali yang sekaligus juga menjadi pemeluk agama islam termuda,
imam Ali memeluk agama islam pada usianya yang ke sepuluh tahu. Kemudian disusul Abu Bakar , Zaid,
Ummu Aiman dan lain-lain. Dengan dakwah secara diam-diam ini belasan orang telah menyatakan diri
memeluk agama islam. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah
perintah agar nabi melakukan dakwah secara terang-terangan.

1.4.2. Periode dakwah dengan terang-terangan dan terbuka

Setelah beberapa lama melakukan secara sembunyi-sembunyi turunlah perintah atau firman untuk melakukan
dakwah secara terbuka dan terang-terangan:Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang
terdekat.(asy syuaraa).
Dengan datang atau turunnya perintah itu nabi mulai berdakwah secara terang-terangan mula-mulanya nabi
mengundang dan menyeru pada kerabat karibnya dari bani Abdul Muthalib, tapi mereka semua menolak kecuali
Ali.

Langkah berikutnya yang ditempuh Nabi adalah mulai menyeru pada masyarakat umum. Maka Rasulullah naik
ke bukit Shafa dan memanggil orang makkah, beliau bersabda bagaimana bila aku mengatakan pada kalian
bahwa dilembah sana ada seekor kuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian akana mempercayai apa yang
saya ucapkan? mereka menjawab ya , kami percaya karena kami belum pernah mendapatkan engkau
berdusta maka Rasulullah bersabda ketahuilah bahwa sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian
tentang siksa yang sangat pedih lalu rasul mengajak mereka untuk beriman kepada Allah.[1]

Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah nabi mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya. Karena
setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin qurays mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Karena
mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka mereka pun semakin keras
melancarkan serangan-serangan, baik pada nabi ataupun pada para pengikut nabi.

Berbagai cara dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Qurays agar Nabi menghentikan dakwahnya, saat itu
mereka tidak berani melukai nabi karena perlindungan dari pamanya abi thalib yang sangat disegani dikalangan
masyarakat saat itu. Para pengikut nabi yang juga termasuk kalangan bangsawan terselamatkan dari siksa kaum
qurays saat itu, dan bagi mereka yang tidak memiliki perlindungan, harus menahan siksa yang pedih dari kaum
qurays saat itu. Nabi juga mendapatkan jalan buntu dalam dakwahnya. Intinya Nabi dan para pengikutnya
mendapat hambatan serta siksaan baik secara fisik dan mental dari kaum qurays saat itu, sehingga, kemudian
nabi memutuskan untuk menyebarkan dakwahnya di wilayah lain dengan harapan dakwahnya akan berkembang
dengan pesat, alasan lainnya adalah untuk menghindari serangan dari pemuka-pemuka qurays saat itu.

1.4.3. Nabi berdakwah ke Thaif

Setelah penyiksaan dan semua perlakuan yang didapat oleh Nabi dari kaum Qurays di makkah, Nabi kemudian
berusaha menyebarkan Islam ke luar kota dengan harapa dakwah nabi akan mendapatkan reaksi yang berbeda
dari yang diterima Nabi di kota Makkah.

Namun ternyata harapan dan perkiraaan Nabi salah besar, ketika Nabi memutuskan untuk menyebarkan islam di
thaif, reaksi yang didapat sama dengan reaksi yang biasa nabi dapat di makkah, di thaif nabi diejek, disoraki,
dan dilempari batu, akhirnya nabi memutuskan kembali ke makkah, sampai-sampai ketika Nabi berjalan
kembali ke makkah orang Thaif membuntuti nabi sambil melemparinya dengan batu sampai terluka di bagian
kepala dan badannya. Ternyata apa yang diharapkan dan perkirakan nabi tidak terwujud dan ini semakin
menyurutkan semangat nabi, karena nabi juga telah mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan yaitu
meninggalnya dua sosok penting dalam hidupnya yaitu pamanya Abu Thalib dan juga istrinya sayyidatina
Khadijah.

2. Periode Madinah

Jibril datang menemui Rasulullah dan mengabarkan kepadanya tentang kesepakatan kaumnya. Dia menyuruh
Rasulullah untuk segera hijrah. Orang-orang kafir berkumpul di sekeliling rumah rasulullah. Kemudian
Rasulullah keluar sanmbil menebarkan debu di atas kepala mereka yang membuat mereka pingsan.[2]

Peristiwa pengepunan itulah yang menandai awal pergerakan (hijrah) Nabi menuju Madinah. Di kala
kaumnya sudah benar-benar menentang dan ingin mebunuh Nabi, sebagi bukti tanda penolakan kan kebenaran
yang dibawah oleh Nabi. Maka dimulailah hidup baru oleh umat Islam dengan harus hijrah.

2.1. Aspek Sosial Kemasyarakatan

Berbeda dengan Makkah, madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bemtuk
keamsyarakatan absolut model badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsur
kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan. Madinah juga memimiliki sejumlah warga Yahudi, yang
mana sebagian besarnya lebih simpatik terhadap monotheisme.[3]

Penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar, dan nonmuslim tersebut, merupakan sebuah
keberagaman yang ada pada masa lalu dan sudah menjadi suatu hal yang tidak bisa lagi dipungkuri
eksistensinya. Tapi bukan hal itu yang akan digaris bawahi, yang terpenting adalah jiwa sosialis masyarakat
madinah sangat tinggi. Ini terbukti dari persaudaraan yang tinggi dan sangat kokoh. Tidak ditemukan konflik
karena masalah perbedaan. Kalaupun ada masalah itu dengan cepat segara terselesaikan, karena nabi sangat
bijak dalam hal itu dan sangat hati-hati terhadap peletakan sebuah nilai kemasyarakatan.

Nabi berhasil membentuk sistem yang luar biasa bagus. Masyarakat Madinah merasa bahwa dirinya itu satu.
Maka dari itu, apabilah ada satu yang sakit maka yang lain turut merasakan. Hal ini lebih khusus lagi pada umat
Muslim sendiri, di mana sudah menjadi kewajiban di setiap Muslim sebagaimana dalam riwayat nabi seringkali
memerintahkannya.

Ada beberapa teradisi yang yang perlu digaris bawahi:

Silaturahim yang membudaya

Gotonngroyong sering diadakan demi kepentingan bersama

Kepedulian yang tinggi, mengungjungi orang yang sedang sakit atau yang terkena musibah.

2.2. Aspek Politik Pemerintahan

Selain menjadi pemimpin agama Islam, Nabi Muhammad juga menjadi pemimpin pemerintahan. Kalau
sekarang beliau selayaknya sebagai presiden. Nabi terkenal dengan kebijaksananannya dalam menjalankan roda
pemerintahan. Kepentingan umum lebih dikedepankan dari kepentingan-kepentingan yang lain.

Adapun sistem pemerintahan yang digunakan Nabi yaitu sistem musyawarah dan demokrasi dan yang terpenting
adalah perkara diputuskan dengan seadil-adilnya. Sehingga Golongan yang berbeda merasa tenang karena tidak
ada diskriminasi. Mereka bisa hidup berdampingan tanpa ada permusushan dengan yang lain. Keberagaman
yang yang ada tidak menjadi persoalan, justru mengokohkan solidaritas di antara mereka.

Meman pada kebijakan politik yang pertama oleh Nabi adalah bagaimana menghapus perinsip kesukuan dan
mempererat persatuan. Nabi benar-benar mencurahkan perhatiannya untuk masyarakat, sehingga berhasil
mendamaikan antar suku Auz dan Khazraj.

Perlu diketahui ada beberapa strategi yang dilakukan Rasulullah, dalam rangka memperkokoh masyarakat dan
negara baru yang telah terbentuk. Adapun strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

2.2.1. Pembangunan mesjid

Masjid di zaman Nabi, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga sebagi tempat mempersatukan kaum
Muslimin, musyawarah, bahkan menjadi pusat pemerintahan.

2.2.2. Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama Muslim.

Haln ini dilakukan oleh Nabi, agar persaudaraan mereka kuat dan menjadikan gebrakan yang baru, bahwa
persaudaraan itu tidak hanya terjadi karena ada hubungan darah. Akan tetapi antar agama dapat terjadi juga.

2.2.3. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.[4]

Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi mengadakan perjanjian dengan non-Muslim. Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa masyarakat Madinah beragam, maka langkah iniloh yang dilakukan oleh Nabi,
diharapkan tidak ada yang merasa diskriminasi. Dari sinilah kemudian muncul nama Piagam Madinah.
2.3. Kemiliteran

Nabi adalah pemimpin negara tertinggi tentara Muslim. Beliau turut terjun dalam 26 atau 27 peperangan dalam
ekspedisi. Bahkan Nabi sendiri yang memimpin beberapa peperangan yang besar misalnya, perang badar,
perang Uhud, Khandaq, perang Hunayn dan dalam penaklukkan kota Makkah. Adapub peperangan ekspedisi
yang lebih kecil pimpinan diserahkan kepada para komandang yang ditunujuk oleh Nabi.[5]

Di kala itu, peraturan kemiliteran belum dikenal. Akan tetapi moralitas dan kedisiplinan yang tinggi membuat
mereka tertata di bawah satu komando yaitu Nabi. Ketika ingin menghadapi peperangan Nabi kerap kali
mengundang para sahabat (Tokoh-tokoh) untuk berdiskusi mengenai hal tersebut.

Dalam perkembangannnya pasukan kemiliteran umat Islam makin meningkat. Pada awalnya pasukan umat
Islam hanya berjumlah 313 pejuang. Hingga pada peran terakhir di Uhud, pasukan umat Islam sudah mencapai
30.00 pejuang. Para pejuang tersebut memiliki keahlian yang cukup baik dan disiplin yang tinggi.

2.4. Dakwah

Proses penyebaran agama Islam di Madinah tentunya memiliki perbedaan dengan system yang telah diterapkan
oleh nabi sebelumnya. Pada periode Madinah Nabi memiliki sedikit kemudahan dalam mengenalkan Islam. Itu
dikarenakan masih banyak penduduk Madinah yang menganut agama samawi. Dapat kita lihat ketika Nabi
memasuki Madinah, beliau mendapat penyambutan yang luar biasa dari masyarakat.

Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai berikut:

Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar

Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam

Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam

Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat mewujudkan
nagari Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur dan Madinah disebut Madinatul Munawwarah.[6]

Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir tidak mendapat penolakan dari masyarakat Madinah,
karena nilai-nilai yang diletakkan Nabi bersifat universal, walau pada hakikatnya nilai-nilai tersebut termaktub
dalam Islam. Contohnya berbuat adil, saling menolong, larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain.

Perkembangan Islam juga tidak terlepas dari peranan moral Nabi yang begitu muliah dan sangat bijak dalam
memutuskan sebuah perkara. Sehingga tidak sedikit kasus yang telah diselesaikan. Bahkan ketika ada
perselisihan antar suku, Nabi selalu mendapat undangan untuk memberikan jalan keluar.

2.5. Kondisi Perekonomian Madinah

Kekayaan Madinah nyaris secara keseluruahan terkonsentarasi di tangan orang-orang Yahudi. Jadinya orang-
orang Arab (Anshar) hidup dalam kemiskinan dan kekurangan selama bertahun-tahun. Salah satu alasan
mengapa mereka begitu miskin adalah dikarenakan harus memabayar bunga pinjaman mereka yang cukup
tinggi kepada orang-orang yahudi.[7]

Kaum Anshar meman berada dalam lembah kemiskinan, akan tetapi Kaum Muhajirin lebih miskin lagi. Karena
mereka hijrah tanpa membawah harta benda, barang berharga ditinggalkan di Makkah. Semakin hari kehidupan
kaum Muhajirin memperihatinkan. Pada perjanjian awal kaum Muhajirin harus membantu untuk bercocok
tanam, namun mereka tidak berpengalaman dalam hal itu, sehingga mereka harus bekerja sebagai buruh kasar di
kebun milik orang Yahudi dan Ansar. Misalnya menebang pohon, menyiram pohon, dan lain-lain.
Nabi kemudian memberikan solusi kepada kaum Muhajirin untuk dipersaudarakan dengan kaum Anshar.
Mereka harus saling membantu dan bekerja sama. Peristiwa ini terjadi selang beberapa bulan kedatangan Nabi
di Madinah. Ada beberapa orang yang dipersaudarakan, di anataranya sebagai berikut:

Amar bin Yasir (Muhajirin) dengan Huzaifah al-yamani (Anshar)

Abu bakar dengan Kharjah bin Zaid

Utsman bin Affan dengan Aus bin Sabit

Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik

Abu Dzar al-Ghiffari dengan al Mundzir bin Amr

Musab bin Umair dengan Abu Ayyub

Abu Ubaidah Amir al-Jarrah dengan Saad bin Maaz

Zubair bin al-Awwam dengan Salam bin Waqash

Abdurrahman bin Auf dengan Saad bin Rabi

Thalhah bin Ubaidillah dengan Kaab bin Malik

Sementara itu Ali tidak dipersaudarakan dengan siapa pun, namun Ali patut berbangga, karena Nabi
mengatakan engkau adalah saudaraku di dunia dan akhirat.[8]

Hingga akhirnya masalah perekonomian yang menyiksa bathin mereka telah terlewatkan. Berjalannya hari kaum
Anshar dan Muhajirin menjadi makmur. Bahkan kekayaan Muhajirin melebihi kekayaan kaum Anshar. Hal ini
bukanlah sesuatu yang buruk, namun yang sangat menyedihkan setelah wafatnya Nabi Saw, kaum Muhajirin
menaruh barisan kaum Anshar berada dibelakang barisan mereka. Ini karena adanya penyusut dari Bani
Umayyah yang menyamar menjadi kaum Muahajirin. Sebagaimana telah diketahui kaum Anshar adalah musuh
Bani Umayyah.

2.6. Sumber-sumber Keuangan Negara

Pada masa pra-Islam, masyarakat Arab tidak mengenal otoritas pemerintahan pusat. Mereka juga belum
mengenal system pendapatan dan pembelanjaan pemeritahan. Nabi Muhammad adalah orang yang pertama kali
memperkenalkan system ini di wilayah Arabiyah. Beliau mendirikan lembaga kejayaan masyarkat di Madinah.
Terdapat lima sumber utama pendapatan Negara Islam, yaitu (i) Zakat, (ii) Jizyah (pajak perorangan),
(iii) Khraj (pajak tanah), (iv) Ghanimah (hasil rampasana perang), (v) al-fay (hasil tanah negara.[9]

Kewajiban mengeluarkan zakat sudah jelas dalam al-Quran. Baik zakat untuk binatang ternak, buah-buahan,
biji-bijian, hasil pertanian, maupun perak dan emas. Adapun masa pengeluaran itu ketika sampai batas minimal
(nishab). Sedang jizyah adalah pajak yang harus dikeluarkan oleh non-Muslim sebagai biaya pengganti jaminan
keaamanan bagi mereka. Dan biaya ini bisa dikembalikan apabilah jaminan itu tidak terlaksana.

Dan bagi non-Muslim yang mempunyai lahan atau tanah juga dikenakan kewajiban untuk mengeluarkan
pajak. Kebijakan ini sama dengan kebijakan yang ada di Persia dan Romawi. Nabi memberlakukannya setelah
penaklukan Khibar.

Ghanimah yang diperoleh dari hasil peperangan terbagi menjadi atas lima bagian (1/5). buat kas negara dan
4/5 dibagikan kepada pasukan muslimin yang ikut berperang. Barang rampasan itu meliputi senjata, kuda, dan
harta bergerak lainnya. Dan sisa dari 1/5 tersebut, didistribusiukan untuk keperluan keluarga Nabi, fakir miskin,
Anak yatim. Dan untuk keperluan Muslimin lainnya.
Tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang ditaklukkan oleh pasukan Muslim, maka itu termasuk
kekayaan negara. Maka dari itu di zaman Nabi, tanah dan lahan negara cukup luas.

Khalifah ialah Pemimpin tertinggi umat Islam sedunia, atau disebut juga dengan Imam Azhom yang sekaligus
menjadi pemimpin Negara Islam sedunia atau lazim juga disebut dengan Khalifatul Muslimin.

Khalifah dan khilafah itu hanya terwujud bila :

Adanya seorang Khalifah saja dalam satu masa yang diangkat oleh umat Islam sedunia. Khalifah
tersebut harus diangkat dengan sistem Syura bukan dengan jalan kudeta, sistem demokrasi atau
kerajaan (warisan).
Adanya wilayah yang menjadi tanah air (wathan) yang dikuasai penuh oleh umat Islam.
Diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh. Atau dengan kata lain, semua undang-undang dan
sistem nilai hanya bersumber dari Syariat Islam yang bersumberkan dan berdasarkan Al-Quran dan
Sunnah Rasul Saw. seperti undang-undang pidana, perdata, ekonomi, keuangan, hubungan
internasional dan seterusnya.
Adanya masyarakat Muslim yang mayoritasnya mendukung, berbaiah dan tunduk pada Khalifah
(pemimpin tertinggi) dan Khilafah (sistem pemerintahan Islam).
Sistem Khilafah yang dibangun bukan berdasarkan kepentingan sekeping bumi atau tanah air tertentu,
sekelompok kecil umat Islam tertentu dan tidak pula berdasarkan kepentingan pribadi Khalifah atau
kelompoknya, melainkan untuk kepentingan Islam dan umat Islam secara keseluruhan serta tegaknya
kalimat Allah (Islam) di atas bumi. Oleh sebab itu, Imam Al-Mawardi menyebutkan dalam bukunya
Al-Ahkam As-Sulthaniyyah bahwa objek Imamah (kepemimpinan umat Islam) itu ialah untuk
meneruskan Khilafah Nubuwwah (kepemimpinan Nabi Saw.) dalam menjaga agama (Islam) dan
mengatur semua urusan duniawi umat Islam.

2. Syarat-Syarat Khalifah
Karena Khalifah itu adalah pemimpin tertinggi umat Islam, bukan hanya pemimpin kelompok atau jamaah
umat Islam tertentu, dan bertanggung jawab atas tegaknya ajaran Islam dan ururusan duniawi umat Islam,

sepuluh syarat atau kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang Khalifah :

1. Muslim. Tidak sah jika ia kafir, munafik atau diragukan kebersihan akidahnya.
2. Laki-Laki. Tidak sah jika ia perempuan karena Rasul Saw bersabda : Tidak akan sukses suatu
kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin.
3. Merdeka. Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain.
Sedangkan budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang lain.
4. Dewasa. Tidak sah jika anak-anak, kerena anak-anak itu belum mampu memahami dan
memenej permasalahan.
5. Sampai ke derajat Mujtahid. Kerena orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan
(taklid), tidak sah kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Abdul Bar bahwa telah ada ijmak (konsensus) ulama bahwa tidak sah kepemimpinan tertinggi umat
Islam jika tidak sampai ke derajat Mujtahid tentang Islam.
6. Adil. Tidak sah jika ia zalim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabi Ibrahim bahwa
janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang yang zalim.
7. Profesional (amanah dan kuat). Khilafah itu bukan tujuan, akan tetapi sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan yang disyariatkan seperti menegakkan agama Allah di atas muka bumi, menegakkan
keadilan, menolong orang-orang yang yang dizalimi, memakmurkan bumi, memerangi kaum kafir,
khususnya yang memerangi umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya.
8. Sehat penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya. Orang yang cacat fisik atau
lemah fisik tidak sah kepemimpinannya, karena bagaimana mungkin orang seperti itu mampu
menjalankan tugas besar untu kemaslahatan agama dan umatnya? Untuk dirinya saja memerlukan
bantuan orang lain.
9. Pemberani. Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana mungkin orang pengecut itu
memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama Allah dan urusan Islam dan umat Islam? Ini yang
dijelaskan Umar Ibnul Khattab saat beliau berhaji : Dulu aku adalah pengembala onta bagi Khattab
(ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat, aku dipukuli, ia berkata : Anda telah menelantarkan (onta-onta)
itu. Jika aku tergesa-gesa, ia pukul aku dan berkata : Anda tidak menjaganya dengan baik. Sekarang
aku telah bebas merdeka di pagi dan di sore hari. Tidak ada lagi seorangpun yang aku takuti selain
Allah.
10. Dari suku Quraisy, yakni dari puak Fihir Bin Malik, Bin Nadhir, Bin Kinanah, Bin Khuzaiah. Para
ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika memenuhi syarat-sayarat sebelumhya. Jika tidak terpenuhi,
maka siapapun di antara umat ini yang memenuhi persayaratan, maka ia adalah yang paling berhak
menjadi Khalifah.
Sistem Pemilihan Khalifah
Dalam sejarah umat Islam, khususnya sejak masa Khulafaurrasyidin sepeninggalan sistem Nubuwah di
bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. sampai jatuhnya Khilafah Utsmaniyah di bawah
kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid II yang berpusat di Istambul, Turkey tahun 1924, maka terdapat
tiga sistem pemilihan Khalifah.
Pertama, dengan sistem Wilayatul Ahd (penunjukan Khalifah sebelumnya), seperti yang terjadi pada
Umar Ibnul Khattab yang ditunjuk oleh Abu Bakar.
Kedua, dengan sistem syura, sebagaimana yang terjadi pada Khalifah Utsman dan Ali. Mereka dipilih
dan diangkat oleh Majlis Syura. Sedangkan anggota Majlis Syura itu haruslah orang-orang yang shaleh,
faqih, wara (menjaga diri dari syubhat) dan berbagai sifat mulia lainnya.
Ketiga, dengan sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi pada sebagian Khalifah di
zaman Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem ini jelas tidak sah karena bertentangan dengan banyak dalil
Syari dan praktek Khulafaurrasyidin.

Tugas dan Kewajiban Khalifah


Sesungguhnya tugas dan kewajiban khalifah itu sangat berat. Wilayah kepemimpinannya bukan untuk
sekelompok umat Islam tertentu, akan tetapi mecakup seluruh umat Islam sedunia. Cakupan kepemimpinannya
bukan hanya pada urusan tertentu, seperti ibadah atau muamalah saja, akan tetapi mencakup penegakan semua
sistem agama atau syariah dan managemen urusan duniawi umat.

1. Tamkin Dinillah (menegakkan agama Allah) yang telah diridhai-Nya dengan menjadikannya
sistem hidup dan perundangan-undangan dalam semua aspek kehidupan.
2. Menciptakan keamanan bagi umat Islam dalam menjalankan agama Islam dari ancaman
orang-orang kafir, baik yang berada dalam negeri Islam maupun yang di luar negeri Islam.
3. Menegakkan sistem ibadah dan menjauhi sistem dan perbuatan syirik (QS.Annur : 55).
4. Menerapkan undang-undang yang ada dalam Al-Quran, termasuk Sunnah Rasul Saw. dengan
Haq dan adil, kendati terhadap diri, keluarga dan orang-orang terdekat sekalipun. (QS. Annisa : 135,
Al-Maidah : 8 & 48, Shad : 22 & 26)
5. Berjihad di jalan Allah.

Arti Kader Dan Pengkaderan


Kader berasal dari bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai. Bila dimaknai secara lebih luas berarti :
Orang yang mampu menjalankan amanat.
Orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian.
Pemegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu organisasi
Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi. Secara utuh kader adalah
mereka yang telah tuntas dalam mengikuti seluruh pengkaderan formal, terujidalam pengkaderan informal dan
memiliki bekal melalui pengkaderan non formal. Dari mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi tetap
terjaga, melainkan juga diharapkan kader tetapakan membawa misi gerakan organisasi hingga paripurna.
Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi dankebutuhan tertentu
yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan potensi akal,kemampuan fisik, dan moral sosialnya.
Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan dirinya sendiri untuk memperbaiki keadaan sekarang dan
mewujudkan masa depan yang lebih baik sesuai dengan cita-cita yang diidealkan, nilai-nilai yang di yakini serta
misi perjuangan yangdiemban.
Di negara-negara muslim seperti arab saudi , suriah, irak dan pakistan kepemimpinannya berlangsung baik para
pemimpin menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diembannya di satu sisi, sistem pemerintahan di negara-
negara muslim itu adalah dalam kepemimpinannya diterapkannya aturan-aturan dan kebijakan yang bersifat
islami secara ketat dan ditaati oleh rakyatnya misalnya arab saudi apabila mencuri maka tangan atau jarinya
harus dipotong sedangkan disisi lain banyaknya perbedaan keyakinan dan pemikiran yang saling bertentangan
satu sama lain yang belum bisa diatasi dengan baik yang mengakibatkan pemberontakan yang menimbulkan
perpecahan dan perang saudara ditambah lagi dengan adanya negara yang menganut islam sekuler yang
memisahkan urusan agama dan negara apabila tidak sesuai dengan kehendak rakyat maka rakyat pun
memberontak dan bisa terjadi kudeta

Di dalam islam pemimpin berperan sangat penting pemimpin yang baik harus mampu mengayomi rakyat serta
orang-orang yang berada di bawahnya, para pemimpin haruslah berlaku adil kepada semua rakyatnya dan tidak
boleh memihak kepada salah satu kelompok atau golongan. Apapun yang dilakukan pemimpin akan di minta
pertanggungjawabannya oleh allah swt

Untuk menjalankan aturan Allah Swt di muka bumi ini dibutuhkan seorang pemimpin yang akan mengayomi
manusia ke jalan yang benar sesuai dengan tuntutan syariat. Banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang
pentingnya pemimpin dalam kehidupan ini. Bahkan awal penciptaan Nabi Adam as di alam semesta ini pun
dengan tujuan menjadikannya sebagai khalifatul ardhi (pemimpin di muka bumi) sebagaimana firman Allah
dalam Alquran (Surah Albaqarah: 30).

Kaderisasi bisa diibaratkan sebagi jantungnya sebuah organisasi, tanpa adanya kaderisasi rasanya sulit
dibayangkan suatu organisasi mampu bergerak maju dan dinamis. Hal ini karena kaderisasilah yang
menciptakan embrio-embrio baru yang nantinya akan memegang tongkat estafet perjuangan organisasi.
Kaderisasi berusaha menciptakan kader yang bukan hanya hebat dalam mengerjakan suatu program, tapi lebih
dari itu. Kaderisasi haruslah mampu menciptakan kader yang memiliki jiwa pemimpin, memiliki emosi yang
terkontrol, kreatif dan mampu menjadi pemberi solusi untuk setiap permasalahan serta yang terpenting mampu
dan pantas nantinya menjadi seorang teladan bagi anggotanya.sehingga kaderisasi itu penting dalam islam

Anda mungkin juga menyukai