Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Secara etimologis etika berasal
dari bahawa Yunani kuno “Ethos” yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan,
sikap.

Menurut Suhrawardi K. Lubis menyatakan bahwa dalam bahasa agama Islam, istilah
etika ini merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karena
akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang
lahiriyah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah,
ibadah dan syari’ah.

Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Etika menurut Franz Magnis Suseno adalah
sebuah ilmu dan buku sebuah ajaran. Etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara
kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa etika adalah
akhlak atau kebiasaan yang menurut manusianya itu sendiri masih dalam koridor atau jalan
yang benar. Atau etika adalah yang muncul secara alamiah yang timbul dari diri sendiri
bukan dibuat-buat sebagai nilai dari manusia tersebut yang menentukan karakter seperti apa
yang ia miliki.

Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu. Profesi merupakan
suatu konsep yang lebih spesifik dibandingkan dengan pekerjaan. Dengan kata lain,
pekerjaan memiliki konotasi yang lebih luas daripada profesi, suatu profesi adalah pekerjaan,
tetapi tidak semua pekerjaan merupakan profesi.

Sebagai pegangan dapat diutarakan pendapat yang dikemukakan oleh Dr J. Spillane SJ

dalam Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis. Suatu profesi dapat didefinisikan secara singkat
sebagai jabatan seseorang kalau profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis pertanian

dan sebagainya. Secara tradisonal ada empat profesi, yakni; kedokteran, hukum, pendidikan

dan kependetaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana gambaran kasus implementasi profesi hukum dalam tanggung jawab nilai
beserta penyelesaian kasus tersebut?
2. Bagaimana gambaran kasus implementasi profesi hukum dalam norma kebenaran
beserta penyelesaian kasus tersebut?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran kasus implementasi profesi hukum dalam tanggung
jawab nilai beserta penyelesaian kasus tersebut.
2. Untuk mengetahui gambaran kasus implementasi profesi hukum dalam norma
kebenaran beserta penyelesaian kasus tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KASUS IMPLEMENTASI PROFESI HUKUM DALAM TANGGUNG JAWAB


NILAI BESERTA PENYELESAIAN KASUS
2.1.1 Kasus Pelanggaran KODE ETIK PROFESI DAN KOMISI KODE ETIK
KEPOLISIAN NEG
ARA REPUBLIK INDONESIA (KEPP)
Kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Mantan Kepala Divisi
Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo kepada Nopryansah Yosua
Hutabarat (Brigadir J) yang mana Ferdy Sambo mengaku telah merencanakan
pembunuhan Brigadir J sejak dari Magelang. Ferdy Sambo mengatakan dirinya
marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya Putri Candrawathi yang
telah mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi
di Magelang oleh Brigadir J.
Saat emosi tersebut Ferdy Sambo memanggil Bharada E alias Richard
Eliezer Pudihang Lumiu dan Brigadir Ricky Rizal yang juga sudah ditetapkan
sebagai tersangka untuk merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Kronologi kejadian pembunuhan Brigadir J yakni dengan melakukan
penembakan yang terjadi di rumah dinas di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta
Selatan. Ferdy disebut memerintahkan Bharada E untuk menembak Yosua. Proses
pembunuhan berencana itu turut melibatkan istrinya, Putri Candrawathi;
ajudannya, Bripka Ricky Rizal dan asisten rumah tangganya, Kuat Ma'ruf. Kelima
pelaku sudah mendapatkan vonis dan dijerat pasal terkait pembunuhan berencana,
yakni:
1. Ferdy Sambo divonis mati
2. Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara
3. Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun bui
4. Bripka Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara
5. Richard Eliezer (Bharada E) divonis 1,6tahun penjara sebagaimana
pertimbangan hakim menilai Richard Eliezer telah memenuhi syarat sebagai
justice collaborator.

2.1.2 Penyelesaian Kasus


Dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini merupakan pelanggaran KKEP
kategori berat. Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP) kategori berat diatur
dalam Pasal 17 ayat 3 Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Berikut 5 kriterianya:
1. Dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan atau pihak lain
2. Adanya pemufakatan jahat
3. Berdampak terhadap keluarga, masyarakat, institusi dan atau negara yang
menimbulkan akibat hukum
4. Menjadi perhatian publik
5. Melakukan tindak pidana dan telah mendapatkan putusan yang berkekuatan
hukum tetap
Maka Ferdy Sambo termasuk dalam kelima kriteria tersebut.
Dalam KKEP Bab II Pasal 4 huruf b menyatakan, "Setiap Pejabat Polri
dalam Etika Kenegaraan wajib menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta
terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia"
inilah sikap yang seharusnya ditunjukkan serta dijalankan oleh seluruh anggota
polri.

2.2 KASUS IMPLEMENTASI PROFESI HUKUM DALAM NORMA KEBENARAN


BESERTA PENYELESAIAN KASUS
2.2.1 Kasus Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
Hakim Pengadilan Negeri (PN) di Jawa Timur berinisial HGU dijatuhi sanksi
pemberhentian tidak dengan hormat lantaran terbukti melakukan pelanggaran
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) berupa penerimaan suap.
Sanksi itu dijatuhkan dalam Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang
dipimpin anggota Komisi Yudisial (KY) Bidang Pengawasan Hakim dan
Investigasi, Joko Sasmito di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta. "Demi
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim,
MKH menyatakan bahwa terlapor dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian
tidak dengan hormat," ucap Joko membacakan putusannya, Selasa (30/8/202).
Dalam persidangan tersebut, hakim HGU juga mengakui telah menerima suap
guna memenangkan Peninjauan Kembali (PK) di MA atas sebuah perkara pada
saat menjabat sebagai hakim anggota di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan. Hakim
HGU juga terbukti menawarkan diri untuk membantu mengurus perkara hingga
tuntas serta menjanjikan kemenangan di persidangan dengan meminta sejumlah
biaya operasional. Akan tetapi, permohonan Peninjauan Kembali (PK) diputus
MA dengan amar ditolak. Namun, hakim HGU menyampaikan Putusan PK itu
diterima. Atas perbedaan tersebut, pelapor sempat mempertanyakan kepada hakim
HGU mengapa terdapat dua amar yang berbeda. Namun pada akhirnya pelapor
mengadukan Hakim HGU ke KY karena diduga melanggar Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Di hadapan MKH, hakim HGU pun mengakui telah menerima sejumlah uang
dan berinteraksi dengan advokat sehingga terbukti melanggar KEPPH.
Berdasarkan laporan, analisis laporan, dan bukti-bukti pendukung, forum MKH
sepakat memutus hakim HGU terbukti melanggar Angka 1 Butir 2.2, Angka 2
Butir 2.1 Ayat (1), Angka 2 Butir 2.2 Ayat (1), Angka 5 Butir 1.3., Angka 5 Butir
1.4., Angka 7 Butir 7.2 Ayat (1), Angka 7 Butir 7.3.1 Surat Keputusan Bersama
MA dan KY No.047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/lV/2009
tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dengan sanksi berat berupa
pemberhentian tidak dengan hormat. Adapun MKH tersebut dipimpin oleh
Anggota KY selaku Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Joko
Sasmito dengan enam anggota dari MA dan KY. Sebagai perwakilan MA, hadir
hakim agung Dwiyarso, Jupriyadi, dan Abdul Manan. Sedangkan dari KY
diwakili oleh Sukma Violetta, Siti Nurdjanah, dan Amzulian Rifa'i.
2.2.2 Penyelesaian Kasus

Pengertian nilai kebenaran adalah nilai yang bersumber pada unsur akal
manusia (rasio, budi, dan cipta). Nilai ini merupakan nilai yang mutlak di bawa
sejak lahir, oleh karena itulah banyak yang menyebutkan bahwa nilai ini adalah
pandangan yang kodrati, lantaran tuhan memberikan nilai kebenaran melalui akal
pikiran manusia. Contoh norma kebenaran dalam kasus tersebut ialah misalnya
seorang hakim yang bertugas memberi sangsi kepada orang yang diadili. Tugas
hakim haruslah melihat kronolgi dan telaah kasus yang sedang benar-benar dapat
dipertanggungjawabankan.

Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman


yakni pejabat peradilan yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili. Istilah pejabat membawa konsekuensi yang berat oleh karena
kewenangan dan tanggungjawabnya terumuskan dalam rangkaian tugas,
kewajiban, sifat, dan sikap tertentu, yaitu penegak hukum dan keadilan. Hakim
merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan
kehakiman.

Hakim dalam menjalankan tugasnya selain dibatasi norma hukum atau


norma kesusilaan yang berlaku umum, juga harus patuh pada ketentuan etika
profesi yang terdapat dalam kode etik profesi. Kode etik sendiri merupakan
penjabaran aturan tingkah laku bagi hakim baik dalam menjalankan tugas
profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun mengenai
pergaulan dalam masyarakat. Namun realitanya masih cukup banyak hakim yang
tidak mengindahkan aturan-aturan yang ada di dalam kode etik hakim yang telah
ada. Oleh karena itu, sepertinya menarik membahas lebih lanjut mengenai kode
etik profesi bagi hakim dalam hal daya ikatnya dengan hakim.

Seringkali dijumpai, dalam pergaulan selama persidangan maupun di luar


persidangan Hakim tidak memperhatikan dengan benar Kode Etik dan pedoman
perilaku Hakim (KEPPH), seperti terlalu mengintimidasi pihak selama
persidangan, tidak adil dalam memberikan kesempatan yang sama bagi pihak
ketika hendak mengajukan alat bukti selama persidangan, dan tidak bisa menjaga
kewibawaan selama bersidang. Selain itu, juga di luar persidangan Hakim tampak
berperilaku sombong di hadapan masyarakat, tidak memberikan teladan yang baik
bagi bawahannya, dan selalu bermusuhan dengan keluarganya.

Kewajiban dan larangan bagi Hakim dijabarkan dalam 10 (sepuluh)


prinsip Kode Etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), yaitu berperilaku adil,
berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas
tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi,
berperilaku rendah hati, dan bersikap profesional.

Untuk mengatasi permasalahan seperti kasus suap yang diterima oleh


hakim diatas adalah dengan cara keinginan untuk menjalankan Norma Kebenaran
tersebut dengan baik. Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku
yang harus dipedomaninya dimana merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang
terkandung dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH),
diantaranya:

1. Etika Profesi Hakim di dalam Sidang


a. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang telah ditentukan
dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas
peradilan yang baik, yaitu:
 Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapatkan putusan
(right to decision), dimana setiap orang berhak untuk
mengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya
kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang serta Putusan harus
dijatuhkan dalam waktu yang ditentukan oleh peraturan.
 Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan
perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan
untuk membela diri, mengajukan bukti-bukti serta memperoleh
informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).
 Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh
kepentingan pribadi atau pihak lain.
 Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan
dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran
hukum yang sistematis (reasones and argumentations of
decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi
(controleer baarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-
jawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan
(transparancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam
proses peradilan.
 Menjunjung tinggi hak asasi manusia
b. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati
ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam
ucapan maupun tingkah laku.
c. Harus bersifat sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin sidang,
baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan
d. Harus menjaga kewibawaan dan kekhidmatan persidangan antara lain
serius dalam memeriksa, dan tidak melecehkan pihak-pihak, baik
dengan kata-kata maupun perbuatan.
e. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.
f. Etika Profesi Hakim di luar Sidang
g. Terhadap Sesama Rekan Hakim
 Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik
antara sesama rekan.
 Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling
menghargai antara sesama rekan.
 Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps
Hakim secara wajar.
 Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun
di luar kedinasan.
h. Terhadap Pegawai
 Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
 Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi
pengetahuan.
 Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.
 Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/ pegawai.
 Memberi contoh kedisiplinan.
i. Terhadap Masyarakat.
 Menghormati dan menghargai orang lain.
 Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
 Hidup sederhana
j. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga
 Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela yang
bertentangan dengan norma-norma hukum.
 Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
 Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan
pandangan masyarakat

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.1.1

3.1.2 Kasus Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
Seringkali dijumpai, dalam pergaulan selama persidangan maupun di luar
persidangan Hakim tidak memperhatikan dengan benar Kode Etik dan pedoman
perilaku Hakim (KEPPH), seperti terlalu mengintimidasi pihak selama
persidangan, tidak adil dalam memberikan kesempatan yang sama bagi pihak
ketika hendak mengajukan alat bukti selama persidangan, dan tidak bisa menjaga
kewibawaan selama bersidang. Selain itu, juga di luar persidangan Hakim tampak
berperilaku sombong di hadapan masyarakat, tidak memberikan teladan yang baik
bagi bawahannya, dan selalu bermusuhan dengan keluarganya.

Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus


dipedomaninya dimana merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sebagai filter dalam menjalankan profesi
Hakim baik di dalam maupun di luar sidang.

3.2 SARAN
3.2.1
3.2.2 Kasus Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)

Diharapkan kepada setiap Hakim harus menyadari akan perlunya


mengimplementasikan Norma Kebenaran dalam menjalakan profesinya sebagai
hakim. Dan juga patuh pada ketentuan etika profesi yang terdapat dalam kode etik
profesi. Kode etik sendiri merupakan penjabaran aturan tingkah laku bagi hakim
baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan
kebenaran maupun mengenai pergaulan dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai