Anda di halaman 1dari 2

Dampak

Konflik GAM yang terjadi di Aceh merupakan salah satu interaksi yang terjadi akibat adanya
perbedaan kepentingan, gagasan, serta kebijaksanaan di antara Pemerintahan Aceh, Pemerintahan
Pusat dan GAM. Perbedaan kebijakan pengalokasian Sumber Daya Alam antara daerah dan pusat
mengakibatkan GAM menginginkan lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik GAM ini
telah mengancam stabilitas pemerintah yang akhirnya masyarakat sipil yang menjadi korbannya.

1. Bidang Politik
Pada masa Soeharto GAM dipandang sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), sehingga
hal tersebut mengganggu pemerintahan pusat dan harus segera dibubarkan. Sebelum
diberlakukannya DOM, para anggota GAM banyak melakukan kerusuhan-kerusuhan dan
banyak melakukan aksi teror yang sasarannya merupakan ABRI serta kepolisian terkadang
juga masyarakat sipil Aceh, keputusan GAM untuk melakukan aksi teror, intimidasi kepada
rakyat Aceh dan penyergapan pos-pos ABRI yang cukup gencar telah menimbulkan
terganggunya stabilitas keamanan.
Konflik disebabkan karena rakyat Aceh tidak memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan
dalam Pemilu. Selain itu sistem Pemerintahan sentralistis pada masa Orde Baru memberikan
posisi tawar yang lemah bagi Aceh sehingga ditempatkan dalam posisi yang sejajar dan
hanya melayani kepentingan pusat dengan eksploitasi politik dan ekonomi. Melalui System
politik yang sentralistis, pemerintah pusat menciptakan jaringan elite lokal yang menjadi
boneka dari pemerintah pusat dan banyak memberikan keuntungan pada elite pemerintah
pusat membuat kekecewaan rakyat Aceh semakin besar dan menjadi akar permasalahan
yang memberikan sumbangan besar terhadap konflik di Aceh yang terealisasi melalui GAM.
Setelah ditetapkannya DOM serta darurat militer di Aceh dengan keadaan dan kekerasan
yang terjadi, tindak asusila bahkan pembunuhan tanpa pandang bulu yang dilakukan maka
banyak masyarakat Aceh yang melakukan eksodus dan banyak dari mereka yang melakukan
politik jarak jauh atau kontribusi akan terjadinya konflik di Aceh. Setelah konflik GAM
berakhir , Aceh mendapatkan otonomi khusus oleh pemerintah pusat yakni dengan
membentuk partai politik lokal bertujuan untuk memajukan daerah mereka dan
mengelolanya sendiri.

2. Bidang Sosial
Konflik GAM juga memiliki dampak di bidang sosial seperti perbedaan masyarakat Aceh
ketika konflik, misalnya masyarakat Aceh hidup dalam keadaan tertekan dan selalu
mengalami rasa ketakutan-ketakutan, sehingga dengan adanya konflik tersebut masyarakat
Aceh juga mulai kurang percaya lagi dengan orang asing karena selalu hidup dalam keadaan
tertekan dan ketakutan.
Dampak dari adanya konflik GAM ini adalah runtuhnya nilai dan norma adat di Aceh. Situasi
konflik yang terus melanda tanah Aceh telah menyebabkan terjadinya proses kehancuran
sistem adat secara perlahan-lahan, seperti hancurnya kelembagaan adat, hilangnya hak-hak
adat dan pendangkalan pemahaman terhadap adat istiadat di Aceh. Serta terjadinya
perubahan dalam kebudayaan Aceh itu sendiri.
Pengaruh konflik dalam bidang sosial ini tentu membawa kerugian besar bagi kehidupan
bangsa Indonesia, dan memiliki pengaruh yang serius terhadap masalah kemanusiaan dan
mendapat perhatian internasional. Konflik yang terjadi jelas berpengaruh pada kerugian yang
dialami masyarakat diberbagai bidang kehidupan, oleh karena itu sudah seharusnya konflik
harus segera diakhiri dengan berbagai pendekatan tanpa harus dengan kekerasan yaitu
damai.
Dafput
Afadlal,dkk. 2008. Runtuhnya Gampong di Aceh (Studi Masyarakat Bergejolak). Jakarta dan
Jakarta: Pustaka Pelajar dan Pusat Penelitian Politik-LIPI

Furqon, Ziqo. 2014. Eksistensi Partai Politik Lokal di Provinsi Aceh dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia (perspektif UU no 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh).Skripsi. Jakarta: UIN:Syarif Hidayatullah

Jafar, Muhammad. 2009. Perkembangan dan Prospek Partai Politik Lokal di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai