Anda di halaman 1dari 79

ANTOLOGI PUISI

BLURAN
YOYONG AMILIN
PENGANTAR PENULIS

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT


pemilik segala kekuatan dan aspirasi yang mana
atas berkat ridho dan anugerah darinyalah naskah
ini bisa di bikin.

Shalawat serta salam selalu tercurah kehadirat


Nabi Agung Penutup para Nabi yakni Nabi Besar
Muhammad SAW, karena pengorbanan dan
penderitaan beliau yang tak kenal pamri yang bisa
membawa manusia dari gerbang kegelapan ke
dalam kerbang cahaya sampai sekarang ini.

Naska-naskah puisi yang ada dalam kumpulan


puisi ini merangkum semua perjalanan diriku baik
secara nyata maupun secara batiniah. Naskah ini di
tulis dalam periodesasi yang cukup lama mencatat
apapun yang di alami dan dilakukan baik
mengenai orang-orang terkasih, maupun orang-
orang tersayang dan semua hal yang special yang
pernah di temui. Beberapa puisi di dalam buku ini
juga pernah terbit di antologi yang lain dan di
revisi sedikit baru di masukan kedalam puisi ini.
Sengaja judul dibikin Bluran, bagi saya bluran
mewakili segala aspek kehidupan masyarakat desa
tempat saya bermukim, yang mana Bluran menjadi
tempat koloni dan mencari makan berbagai
makhluk hidup mulai dari ikan-ikan, manusia
mencari makan disana dan menjadi berbagai
habitat makhluk gaib baik golongan Jin dan Setan
semua ada di Bluran, Bluran menjadi cermin dari
keberagaman kehidupan kita.

Terima kasih kepada semua teman-teman, semua


makhluk ghaib, jagat raya dan segala phenomena
lainnya yang telah menjadi inspirasi didalam buku
ini.
Semoga dengan hadirnya buku sederhana dan
bukan apa-apa ini di khasanah kesusastraan
Indonesia bisa turut sedikit menggoreskan warna
di dalam kesusastraan Indonesia dan Musi
Banyuasin pada khususnya.

Semoga buku yang bukan apa-apa dan di seberapa


ini bisa menjadi inspirasi kita semua.

Salam Sake
Penulis
Yoyong Amilin

ADA

Ada kotaku lumer


di dasar sumur

ada wajahmu
terpahat di batu

ada rindu
menjamur di mataku

(2007)
INTIK

Di lentik bulu matamu


Mendung menunggu

(2007)
\

DI KAMAR

Di bening matamu
Kau menjadi aku

Sementara aku
Menjadi airmatamu

(2007)
ODE BUAT TAUFAN

Bulan pucat di langit musi


Pasir cinta terkapar pasi

Sementara di pasir musi


Sepasang maut berbagi nasi

(2007)
DI ANGKUTAN UMUM

Nu, Di angkutan umum ini


Hujan terlihat antri
Di putih rambutmu

(2007)
NEGARA

C
U
M
A

(2007)
DEMOKRASI

h…a…n…y…a…

(2007)
PULANG

Di kedai makanan
Di sisa hidangan

piring dan gelas kosong


Memanggil pulang

Pulang ke kesunyian tubuhmu

(2007)
PAGI

Diujung rambutmu
Rembulan pasi
Di redup matamu
Mentari bernyanyi

(2007)
HUJAN DI MATAMU

Hujan di matamu
Menetes ke mataku

Menjadi kata
Menjadi kita

(2007)
PENGHUJUNG APRIL
:Budhi

Di kerapuhan april
Igaumu menjadi puisi
Yang perlahan berguguran
Di kalender ketinggalan jaman

Sementara mei
Membuka selimut tidurnya

(2007)
SENYUM CENDY

Januari senyummu
Menyeruak di kerapuhan dadaku
Terlukis di sayu bulan
Mengental di tetes cafucino

(2007)
SEPERTI TADI PAGI
: Nia WB

Seperti biasa seperti tadi pagi


malam mendengkur di wajahmu yang pasi

tika di gigil bibirmu


Mentari terbit dengan pasti

(2007)
POTONGAN SUBUH

Lampu jalanan berkerlipan


Di tulang sulbimu
saat kata menjadi kita

(2007)
BUAT IRA

Aku ngungun
Diasap rokokmu
Sembari mengeja alief Ba

Sementara
rinai hujan
menjadi Ambigu
di hening matamu

(2008)
DI RANUM DADAMU

Bulan pucat menahan gigil


Tika hujan sujud didadamu yang kejil

Sementara malam terseok menuju pagi


Dengan sahadat yang tak lagi murni

(2008)
INDU

Kunang – kunang
Mabuk di tipis bibirmu

(2008)
DALAM DO’A TIDURKU

Dalam do’a tidurku


malam berbisik sahdu
tentang nama paling mawarmu

(2008)
GIGIL

sunyi air mata


yang menetes di sayak para
menceritakan gigil antau
dan riwayat saluang
Yang pucat di putih tuba

(2008)
KOTAKU

Entah apa kabar kotaku


Kota yang ku bangun
di kedalaman tubuhmu

tahukah kau?
Rindu serupa kecupan gaib
Di hatiku

(2009)
INDU 2

Indu telah puyang di hatiku


Sementara di bibirku
Getar tasbih telah membiru

(2009)
DI RUANG MATAMU

Di ruang matamu
gerimis membisu
Dingin memburu

(2009)
PAGI DI KAMPUS

Meja kursi mengigil


Dari sisa hujan terakhir
Sementara kita masih menyusun kantuk
Yang kita simpan di meja penguasa

(2009)
KADO BUAT FIGA

Di batas Bandar Agung yang malumalu


Ku bungkus senja sebagai kado buatmu

Agar nanti kau ingat bahwa aku yang dulu


Sudah menjadi bluran di matamu

(2009)
HUJAN DI KOTAKU
:Mutiah AR

lewat hujan malam ini di kotaku


Di kirimnya gigil ke kamarku
Yang memeram amarah sebait puisi
saat kata membeku di ladang para petani

(2009)
EPISODE PERTEMUAN
:Okky S

Tahukah kau?
Diantara aroma peyeum
Dan selendang nawang wulan
Waktu selalu berjuang menuju janji

(2009)
DI GUNUNG GEULIS
:Fisif Untag XIII

Malam mengantar kita pada perjalanan rahasia


Sementara angin merangkum rindu
Dari bening matamu

(2009)
DI TAMAN

Senja tak pernah ragu


mengirim kenangan menuju pulang

pulang ke lembah dadamu


yang sunyi dan julang

(2010)
DANAU SUNTER
:Ana Karlina

Biar kusiramkan air danau ini kedadaku


Untuk menyalakan sinar redup di matamu

Agar kelak bisa kau ingat di bias mentari


Aku telah menjadi Cahya dihatimu yang sunyi

(2010)
GERIMIS JAKARTA
:Susi Tang

Gerimis Jakarta malam ini


Mengantar kita pada pagutan sunyi
yang mengantar kita pada kehidupan
hingga kita lupa artinya perpisahan

Sementara maut diamdiam mengintai


Sembari digiringnya kita menuju pantai

(2010)
ELEGI PERJALANAN
:Devi Novita

Lewat sisa hujan


Malam mengantar kita
Pada seribu kunangkunang

(2010)
SEBATANG ROKOK

Di sela jari
Api mengungkap rahasia abu
Yang rindu retakan asbak

(2010)
PENCOPET

Di gerbong kereta
Tuhan sedang tertidur

(2010)
MATA YOLA

Telaga bening
Dan hening

(2010)
KWATRIN SUBUH
:Ardani

Ruang kamar gelap


Suara azan lamat
Dengkurdengkur hebat
Zakar yang tamat

(2010)
PAGI PEREMPATAN PLUIT

Bulan terlelap
Di kardus bekas

(2010)
SEPI
:Wiwik

Sementara aku mencari sisa suaramu


Yang kau tinggal di pengap kamarku
Diamdiam kau menjadi puisi di lorong mataku
Saat aku asik memahat sepi di tubuhmu

(2011)
LAUT ANCOL
:Dewi Hungkul

Ombak resah memecah


Pasir cinta menyapa

(2011)
SURAT
:Yati

Bayang menyapa
Rindu merekah

(2011)
BULAN

Di tetes cafucino yang tersisa


Bulan melukis cinta
Tika wajahmu masih membatu
Di dalam bungkus kado warna biru

(2011)
BANTEN
:Chaerunnisa

Embun-embun pagi
Bercerita riwayatmu
:Rindu

Di daun-daun tebu
Ada tapak kakimu
:dulu

(2011)
PERJALANAN
:di kuburan Habib Luar Batang

Berapa sahdu maut


Berapa jauh kubur

(2011)
KEBUN

Dirumpun lengkuas
Juga pokok pisang
Masih ada kehidupan
Dari sisa keringat ayah

(2011)
PANTAI

Mentari hilang
Nelayan pergi

Laut hamparan rindu

(2011)
ANTARA KITA

Rembulan berenang manja


Dengan wajah sehitam jelaga

(2011)
SETELAH TUBA

Antara ulak dan antau


Masihkah buah bekum
Berputar di pusaran
Setelah tuba merenggut
jernih mata ikan

(2011)
ODE MUSI

Jejak halus di bongen


Masih merekap sisa mimpi
Yang pernah di tulis puyang

(2012)
DI POJOK CAFÉ JAMBODROE
:Reni Oktari

Begitulah wajah kota yang pernah kita kenal


Terlukis diantara meja kursi yang kita duduki
Sebelum akhirnya waktu
Abadi di jus yang kau minum

(2012)
DI BELAHAN DADAMU

Malam masih menyisakan pagi


Tika maut terkapar di tebing musi
Sementara di belahan dadamu
Kehidupan baru bermula

(2012)
MUSI
:Aishi

Gemuruh musi
Gemuruh dadaku
Yang telah puyang
Melihat peradaban runtuh
Di keningmu

(2013)
MASA KE 7
:Asi K

Alief lam mim


Mata tuhan
Menuntun sujudku
Di dadamu

(2013)
JEMBATAN MUSI

Titian hatimu masih abuabu


Senyumu telah rabu

(2013)
KAU

Tak kutemui di antau hatimu


Masih rahsia di bluran matamu

(2013)
CEMBURU

Di dompetku terselip separuh hatimu


Terbungkus kembang kamboja layu

(2013)
DI KESEJUKAN MATAMU

Tawa dan air mata


Adalah kita

(2013)
INDU 3

Aku ingin menjelma air matamu


Agar tiap tetesnya bisa ku ramu jadi jamu

(2013)
DI KEDINGINAN BIBIRMU

Demi syairsyair tempale


Demi kidungkidung bidis
Biar kuhanyutkan hatiku
Di kedinginan bibirmu
Agar kau tahu
di sepanjang arus sake
langkanang dan umbai
masih setia menunggu bluran

(2013)
SENANDUNG TOMPO

Di altar janari
Jari kita saling merengkuh
Mengumpulkan pecahan bulan
Sisa mimpi tadi malam

(2013)
PERJALANAN RINDU

Dingin yang menikam adalah perjalanan


Menyusuri lorong tubuhmu yang kelam

(2013)
FRAGMEN BUAT EKO PUTRA

1
Segelas cafucino di ruang tamu
Lembaran sketsa dari hitam matamu

2
Dari keramat, daundaun para bercampur debu
Kemarau memenuhi rongga kepala

3
Di kaki banape kerikil membisu
Hujan bersarang di bibir yang sunyi
Sesobek do’a di terbangkan angin

4
Kuning cahya mentari
Kesunyian ulak sake

(2014)
SAKE

Batang tepian, serampang tajam


Plajau dan bekum di pusaran
Zikir buaye didada Tumakmia

(2014)
SIMPANG MEDANG

Harum kunyit lengkuas daun singkong


Kehidupan dari keringat tuhan

(2014)
ZIKIR KOPI

Seluruh badannya air mata


Mengusap tenggorokan kalah

Pahit dan hitam perjalanan


Terhidu dalam kepul asapnya

Gelasgelas sepi butir tasbihnya

(2014)
KEPADA ANAKKU
:Yui & Kai

Di perjalanan ini
Kau menjelma zikir
Dalam darahku yang abadi

(2016)
PARA

Impian juga harapan


Membeku di getahnya
Menjadi darah
Menjadi kita

(2016)
MATA AIR

Udang sarap dan tempale


Berenang di dingin tubuhmu
Menuju subuh matamu

(2016)
BLURAN

Serdang dan umbai


Subur di ranum dadamu

(2016)
MEMBACA

Dalam tamaram dan remang


Kucoba baca lagi lehermu yang jenjang

Setelah melewati lembah dan julang


Aku menemukan kubur batu telentang

Tak kutemukan sunyi lehermu


Hanya tersisa berapa bulu membiru

Apakah lehermu pergi menaiki perahu nuh


Menuju lautan maut yang jauh

(2018)
DI HALAMAN

Dua saung yang kemarau


Berdiri dengan parau

Pohon sawo tumbuh dirimbun pipimu


Bersama sirsak yang tegak di mendung alismu

Di dahan jambu dua lembar daun kuning jatuh


terburu
Berlomba menuju hatimu yang berdebu

(2018)
TRAWANG

Mentari terbenam
Bumi kelam dinam

Aku mandang di pekat asap buhur


Kembang dadar yang kini subur
Bercengkrama dengan maut di tepi kubur

(2018)
LAMPU

Mei, di rumahku kau menjadi lampu emergensi


Tika lampu padam kau bersinar dengan sexy

Sinarmu tetap jalang sampai pagi


Dan kini tak ada tempat lagi buat mentari

(2018)
EPILOG

Puisi yang bercerita tentang


orang-orang terdekatnya teramat
kuat melekat, pada goresan pena
“Yoyong Amilin”. Juga kehangatan
seorang penulis terhadap Sang Maha
Agung dapat kita tilik dan telaah
dalam beberapa puisinya.
Orang-orang yang teramat
dekat menjadi kata-kata poetica yang
bernama cinta, tapi tidak di bahas
dengan bahasa picisan, inilah gaya
tulisan yang teramat mahal, mari
perhatikan petikan salah satu
puisinya:
Aku ngungun
Diasap rokokmu
Sembari mengeja alif Ba
Penggalan puisi buat ira diatas,
sangat padat dan kuat. Kerinduan
sang penulis pada rumah, kamar,
kampung halaman, bukit banape
banyak dalam buku antologi tunggal
ini tulisannya sangat punya ruh.
Tempat-tempat singgah
menjadi air sejuk imaginasi sang
penulis. Inilah kehebatan dari
Yoyong Amilin yang sangat pintar
menggambarkan apa yang terlintas
dalam pikirannya dan di
tuangkannya dalam puisi-puisi
pendek.
Juga lamunan yang tanpa
penulis sadari nampaklah dalam
puisi-puisi pendeknya.
Di sela jari
Apimu mengungkap rahasia abu
Yang rindu retakan asbak
Antologi puisi tunggal ini sebagai
cerminan kepenulisan di kota
Randik. Amin

Salam Literasi
Mady Lani
(Budayawan dan Sastrawan Sumsel)

ARTI KATA

- Kejil : Kenyal
- Sayak : Wadah getah karet
- Para : Pohon Karet
- Antau : bagian sungai yang
besar, lebih kecil dari
lubuk
- Saluang : ikan kecil-kecil
- Puyang : orang yang di
keramatkan
- Bandar Agung : nama Desa Rantau
Sialang dahulu
- Penyeum : Tapai
- Ulak : Aliran sungai yang
tenang
- Bongen : pasir
- Bluran : rawa – rawa
- Tempale : ikan kecil-kecil
- Bidis : ikan kecil-kecil
- Sake : Nama Sungai di Desa
Rantau Sialang
- Langkanang : tubuhan bahan
anyaman
- Umbai : tumbuhanbahan tikar
- Batang : kayu
- Tepian : tempat mandi
- Serampang : trisula kecil buat
menangkap ikan
- Plajau : tumbuhan pinggir
sungai biasa buahnya
buat camilan
- Bekum : tumbuhan pinggir
sungai biasa buahnya
buat lalapan
- Tumakmia : salah satu keramat di
Sungai Keruh (dikenal
warga dengan nama
Puyang Burung Jauh)
- Banape : bukit yang melegenda
di Sungai Keruh
- Serdang : Tumbuhan nipah buat
atap
- Udang Sarap : udang kecil biasa di
gambut
- Kelam Dinam : kelam yang teramat
BIODATA PENULIS

YOYONG AMILIN,
Lahir di Desa Rantau
Sialang yang yang
terletak di Kabupaten
Musi Banyuasin,
Palembang. Sekarang
menetap di desa
kelahirannya dan
bekerja sebagai petani. Bersama
teman-temannya mendirikan
organisasi Arus Musi. Puisinya
tersebar di beberapa media, dan di
dunia maya, Buku Puisinya
OrnamenKesunyian (Bisnis 2030)
dan Mata Yola (Hasfa Arias) dan
beberapa antologi bersama penyair
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai