Anda di halaman 1dari 11

Vanillin

Vanilin dengan rumus molekul C8H8O3 adalah senyawa aldehida aromatik. Jika vanilin
dikenai reaksi reduksi, akan diperoleh senyawa vanilin alkohol. vanilin merupakan
senyawa fenol tersubstitusi gugus metoksi (-OCH3) pada posisi orto dan gugus aldehida
(-COH) pada posisi para jika dilihat dari struktur kimianya, sehingga vanilin dapat
dikelompokkan sebagai senyawa antioksidan dan juga mempunyai aktivitas antibakteri
(Budimarwanti dan Theresih, 2015). Karena senyawa semi polarnya dapat mengikat senyawa
spesifik aromatik (termasuk vanilin dari komponen fenolik), Ekstraksi vanilin dengan pelarut
organik etil asetat dianggap sangat baik untuk mengekstrak senyawa vanilin (Popescu et
al.,2020). Pada vanillin terdapat gugus hidrofobik dan gugus hidrofilik. Gugus hidrofobik
terletak pada cincin aromatis, sedangkan gugus-gugus hidrofilik terletak pada gugus hidroksil (-
OH), aldehid (-CHO), dan metoksi (-OCH3) (Kumar et.al.,2012).
Vanilin merupakan senyawa alami vanila yang selama berabad-abad digunakan dalam
makanan serta bahan kaya akan fitokimia atau senyawa perasa yang karena struktur
kimianya terutama polimer pektin, menjadikannya sulit untuk dipisahkan sehingga
menyebabkan esktraksi vanillin menjadi sulit (Zhang et al., 2014). Vanilin (4-hidroksi-3-
metoksibenzaldehida) berwujud kristal berwarna putih atau putih kekuningan. Vanilin bersifat
non higroskopis dengan berat molekul sebesar 152,14 g/mol, titik didihnya sebesar 28 oC dan titik
leleh sebesar 81-83oC serta kelarutannya dalam air sebesar 10 g/L dalan suhu ruang. Densitas
dari vanilin sebesar 1,056 g/cm3 dan memiliki ph asam jika dalam bentuk larutan. Selain itu,
senyawa ini sangat larut dalam kloroform, eter, dan air panas (O’Neil,2013).. Adapun struktur
dari vanillin sebagai berikut,

BROMINASI
Brominasi merupakan suatu reaksi kimia yang di dalamnya melibatkan penambahan bromin
pada senyawa yang mana merupakan Langkah penting dalam produksi senyawa organic
terhalogenasi (Nishina dkk., 2013). Br2 adalah elektrofil cukup kuat yang reaktivitasnya dapat
ditingkatkan dengan asam kuat(zat pengoksidasi). Oksidasi dapat berupa reaksi samping dengan
reaksi brominasi elektrofilik. Ikatan karbon bromin dapat dibuat melalui serangan elektrofil pada
ikatan tersubstitusi. Brom dapat diperkenalkan melalui proses tipe Sn-2 yang menggunakan
sumber anion bromida(Harch,1992). Metode borminasi berhubungan erat dengan klorinasi, yakni
ditambahkannya/dihasilkannya molekul bromin secara in situ dari reaksi N-Bromoamina dengan
asam. Dengan menggunakan asam lewis, peningkatan kekuatan elektrofil dapat diperoleh
(Usman,2021). Ion brominium (Br+) diperoleh dari reaksi bromin dengan perak sulfat di dalam
asam sulfat dan dapat pula dari pengasaman asam hipobromat. Metodelogi fotokatalitik dapat
digunakan untuk brominasi lebih lanjut dari zat kompleks untuk mendapatkan fungsi baru,
seperti produk alami, obat-obatan, dan intermediet sintetis utama dari bahan (Zhang dkk., 2022)
Bromin sendiri dapat mengkatalis molekul bromin dengan cara memanfaatkan kemampuannya
dalam membentuk ion tribromide,
Penggunaan bromin molekuler yang beracun dan sangat reaktif, membuat brominasi sangat
berbahaya. Solusinya adalah dengan tetap menggunakan Br2, tetapi untuk meminimalkan bahaya
dapat dengan mereaksikan bromida tereduksi (dalam bentuk asam hidrobromat atau garam
bromida) dengan zat pengoksidasi, misalnya hidrogen peroksida dan peroksida lainnya Oxon,
bromate, atau bahkan udara atau oksigen pada suhu tinggi atau dengan katalis. Pendekatan ini
memecahkan masalah penyimpanan dan transportasi, tetapi risiko reaksi pelarian masih ada.
Selektivitas juga dapat menjadi masalah karena sifat reagen yang digunakan sangat reaktif
(Kerrebroeck dkk., 2019)
masalah ini dapat dihindari dengan pengembangan proses aliran yang berkelanjutan. Rasio
permukaan atas volume yang tinggi sangat mengurangi risiko reaksi pelarian dan memastikan
kontrol parameter yang baik, yang berarti selektivitas dan konversi yang optimal dapat dicapai
dengan reagen atau pelarut minimal. Selain itu, dengan menghasilkan bromin in situ, bahaya
yang terkait dengan pengangkutan dan penyimpanan dapat dielakkan, dan laju produksi dapat
disesuaikan dengan laju konsumsi. Pembuatan Br2 in situ dari HBr dan H2O2 menghasilkan
protokol brominasi yang aman dan efisien dan jika residu bromin dipadamkan sebelum
meninggalkan reaktor, risiko pelepasan bromin yang tidak disengaja turun menjadi hampir nol,
karena pada waktu tertentu Br2 yang ada dalam reaktor tidak cukup untuk membahayakan
lingkungan atau orang yang melakukan reaksi jika terjadi tumpahan yang tidak disengaja.
Reinout Van Kerrebroeck, Pieter Naert, Thomas S. A. Heugebaert, Matthias D’hooghe,
and Christian V. Stevens*.2019. Electrophilic Bromination in Flow: A Safe and Sustainable
Alternative to the Use of Molecular Bromine in Batch.Molecules.11(24).2116.

BROMOVANILIN
Senyawa 5-bromovanillin mempunyai rumus molekul C8H7BrO3 dengan berat molekul
sebesar 231,04 g/mol. Nama iupac dari 5-bromovanillin adalah 3-bromo-4-hydroxy-5-
methoxybenzaldehyde (Anonim, 2022). 5-bromovanillin adalah senyawa organic aldehida
karbolik. Ini adalah salah satu konstituen ekstrak kacang vanilla dan digunakan sebagai zat
penyedap dalam minuman, makanan, dan obat-obatan (Lotto,2017). Bromovanillin mempunyai
penampilan berbentuk serbuk kristal putih hingga hampir putih, dengan rentang titik lebur
sebesar 164-166oC(Anonim,2015).
PEMBAHASAN
Telah dilakukan percobaan sintesis bromovanilin. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari
reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatic dan mempraktikkan Teknik laboratorium
berupa filtrasi, kromatografi, dan penentuan titik lebur. pada percobaan ini reaktan utamanya
adalah vanillin dan produk hasil dari sintesis adalah 5-bromovanillin.

Pencampuran HBr juga harus


dilakukan di lemari asam karena merupakan asam kuat yang beracun dengan bau asam yang
sangat menyengat. *pada lemari asam dilengkapi blower untuk mencegah gas terhirup.
Percobaan ini diawali dengan mencampurkan vanillin, HBr, KBrO3, dan asam asetat glasial ke
dalam Erlenmeyer dan yang dilengkapi dengan magnetic stirrer. Pengadukan dilakukan selama
45 menit di atas hotplate. Campuran tersebut ditutup menggunakan plastic wrap saat proses
pengadukan. Campuran tersbut ditutup dengan plastic wrap agar gas dari bromine tidak keluar,
karena beracun dan baunya sangat menyengat. Digunakan magnetic stirrer untuk membantu
mencampur dan mereaksikan larutan. Magnetic stirrer merupakan suatu alat yang dapat
membantu menghomogenkan larutan dan mempercepat reaksi secara mekanik dan magnetic
karena dalam proses pencampurannya, menggunakan putaran medan magnet. Digunakan hot
plate sebagai pemanas, proses pemanasan berperan dalam meningkatkan laju reaksi. Molekul-
molekul yang Menyusun larutan tersebut akan bergerak lebih aktif jika suhu dalam suatu reaksi
ditingkatkan, sehingga tumbukan antar molekul lebih sering terjadi. Hal tersebut menyebabkan
laju reaksinya lebih cepat dan energi kinetic pun meningkat sehingga produk dapat terbentuk
dengan masksimal. Penambahan larutan asam asetat berfungsi sebagai katalisator dan juga
sebagai pelarut pada proses sintesis. Hal tersebut disebabkan karena Asam asetat glasial
termasuk ke dalam pelarut yang bersifat polar dan gugus aldehid (-CHO) yang ada pada vanillin
cenderung bersifat polar sehingga memenuhi kaidah like dissolve like. Selain itu, asam asetat
glasial dapat mempercepat terjadinya reaksi sintesis, sehingga CH3COOH digunakan sebagai
katalisator. Berdasarkan prisip like dissolve like, asam asetat glasial dapat melarutkan vanillin
karena mempunyai tint kepolaran yang sama. Terdapat juga perlakuan penambahan Na2S2O3.
KBrO3 berperan sebagai prekusor karena ikut terlibat dalam reaksi yang berlangsung dan juga
dapat menghasilkan Br+. Pada saat ditambahkan HBr, terjadi fenomena panas. Hal tersebut
karena reaksi pencampuran tersebut bersifat eksotermis yang menyebabkan suhu menjadi
naik/panas. Hasil pencampuran dipindahkan dalam gelas beker yang sebelumnya sudah
ditambahkan akuades, es batu, dan padatan Na2SO4 sebanyak 1 sendok spatula. Kemudian
diaduk dengan pengaduk kaca. Ditambahkan Na2S2O3 agar dapat memberikan perubahan warna
yang disebabkan karena Br2 yang tersisa pada proses sintesis bromovanilin berikatan dengan
Na2S2O3. Pengadukan dengan pengaduk kaca bertujuan agar campuran larutan tersebut cepat
merata(homogen). Akuades dingin digunakan agar mempercepat pembentukan kristal/padatan.
Pada saat pencampuran padatan vanillin, KBrO3, dan larutan asam asetat glasial warna
campurannya putih kekuningan dan saat ditambhkan HBr warnanya jadi kuning kecoklatan.
Selain itu, saat pengadukan terjadi fenomena perubahan warna dari kuning kecoklatan ke oren.
Tetapi itu belum benar, seharusnya saat pengadukan terjadi perubahan warna dari kuning
kecoklatan menjadi putih. Hal ini dapat terjadi karena proses penakaran/pengukuran bahan yang
kurang akurat. Reak si dari sintesis bromovanillin adalah sebagai berikut,
5-bromovanillin menjadi produk utama dari sintesis tersebut. hal tersebut dikarenakan
berdasarkan spectra massa hasil percobaan, yang paling mirip/sama pola garis-garisnya
adalah database NIST62, yang menunjukkan spectra massa senyawa 5-bromovanilin. Br
pada 5-bromovanillin akan lebih terikat pada posisi meta dari gugus -CHO dan -COR
daan di posisi orto dari gugus -OH. Terdapat gugus activator dan deactivator, dimana
gugus -OH adalah gugus activator yang berperan sebagai pendorong electron yang lemah
dan mengarahkan ke posisi orto dan para sedangkan -CHO dan -COR merupakan gugus
deaktivtor yang berperan sebagai penarik electron yang kuat dan mengarahkan ke posisi
meta. (Usman,2021).
Pada percobaan ini dilakukan uji KLT. Prinsip kerja KLT adalah proses pemisahan komponen
kimia berdasarkan pada perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut/eluen yang
digunakan. Dimana memiliki dua komponen utama yaitu fase diam(adsorben) dan fase gerak
(eluen). Fase diam yang digunakan adalah plat klt, sedangkan fase geraknya adalah
diklorometana. Diklorometana dipilih sebagai eluen karena bersifat polar sehingga dapat
melarutkan bromovanillin, vanillin, HBr, asam asetat glasial, dan KBrO3 yang berfat polar juga.
Pelarut akan semakin polar jika semakin besar nilai konstanta dielektriknya. Pelarut
diklorometana memiliki nilai konstanta dielektrik sebesar 8,93 , dimana nilai konstanta dielektrik
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut lain sehingga dikloro memiliki sifat lebih polar
jika dibandingkan pelarut lain (Nurlita, 2008). Prinsip kerja dari metode KLT adalah “like
dissolve like”, yang berarti senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar dan sebaliknya
senyawa polar akan larut dalam pelarut yang polar (Gandjar dan Rohman, 2007). Selain itu,
senyawa yang sifat fisiknya semakin sama dengan fase gerak akan semakin lama larut/akan tetap
dalam fase gerak (Kumar et.al.,2013). Pipa kapiler dibagi menjadi dua bagian dan dipanasi
dengan Bunsen sampai membentuk ujung yang lancip/runcing supaya lebih mudah untuk
mentolkan sampel. sampel bromovanilin ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler.
Plat klt digaris menggunakan pensil 2 cm dari atas dan 3,5 cm dari bawah supaya dapat diketahui
dimana harus menotolkan sampel dan kapan akan berakhirnya proses tersebut. sampel dilarutkan
terlebih dahulu dengan etanol sebelum ditotolkan pada plat KLT. Etanol dipilih karena……
Pada percobaan ini, dilakukan proses penyaringan dengan penyaring Buchner untuk memisahkan
padatan dengan pelarut. Proses penyaringan dengan corong buchner dapat lebih cepat karena
menggunakan bantuan alat vakum. Dimasukkan kertas saring ke corong buchner. Kertas saring
dibasahi dahulu dengan akudes agar tidak ada rongga/celah di antara corong dengan kertas
saring, sehingga tidak ada produk yang lolos saat dilakukan penyaringan. Prinsip penyaringan
dengan corong bucher adalah tekanan yang berbeda antara di dalam system dengan lingkungan,
dimana tekanan diluar sistem lebih besar dibanding tekanan di dalam system sehingga tekanan
labu filtrat akan terdorong dengan cepat oleh tekanan dari luar sehingga proses penyaringan pun
menjadi lebih cepat dan pelarut yang ada di corong dapat menetes e bawah dan filtrat yang
dihasilkan tetap tertinggal dalam corong. Penuangan produk ke corong menggunakan Teknik
dekantasi. Dekantasi adalah proses penuangan larutan melalui pengaduk kaca secara perlahan.
Dekantasi betujuan agar sudut jatuhnya campuran padatan dan akuades menjadi sempit sehingga
tidak ada yang tumpah/terbuang. Erlenemeyer dicuci dengan akuades dingin. Hal itu dilakukan
untuk mengambil sisa produk yang tersisa pada Erlenmeyer dan memastikan produk tidak ada
yang tertinggal. Akuades yang digunakan adalah akuades dalam keadaan dingin karena jika
menggunakan akuades panas maka padatan hasil sintesis berupa bromovanilin dapat ikut larut.
Penyaringan dilakukan sampai tidak ada cairan yang menetes dari corong buchner.
Selain itu, dilakukan juga metode rekristalisasi. Rekristalisasi didasarkan pada pebedaan
kelarutan antara zat yang ingin dimurnikan dengan zat pengotornya. Pelarut yang akan
digunakan dipilih terlebih dahulu dengan cara melarutkannya di tabung reaksi A yang berisi
etanol dan tabung reaksi B yang berisi akuades. Syarat pelarut rekristalisasi adalah tidak larut
pada suhu ruang, larut pada saat suhu tinggi, dan tidak larut pada saat suhu rendah. Menrutu
endarini(2016), beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk pelarut rekristalisasi adalah pelarut
tidak menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan padatan yang akan dimurnikan dengan
rekristalisasi, pada keadaan panas kelarutan padatan harus tinggi dalam pelarut dan pada keadaan
dingin harus rendah, dan pelarut dalam keadaan dingin harus dapat melarutkan pengotor organic
sehingga pada saat pembentukan, pengotor akan tetap tinggal dalam larutan. Akuades tidak
melarutkan bromovanillin pada suhu ruang dan saat dipanaskan larut namun kurang sempurna,
etanol melarutkan bromovanillin pd suhu ruang. Jadi, keduanya bukan syarat pelarut
rekristalisasi yg baik. Maka dari itu, Pelarut yang digunakan adalah etanol dan akuades 1:1.
Pelarut campuran dari etanol dan akuades 1:1 dipanaskan dengan hot plate sampai mendidih.
Setelah sudah ditentukan pelarut yang cocok, produk bromovanilin dimasukkan ke dalam pelarut
campuran (akuades+etanol) panas dan dipanaskan Kembali menggunakan hot plate dan diaduk
dengan magnetic stirrer supaya larutan homogen. Pengadukan dilakukan sampai semua produk
larut dalam pelarut panas. Disiapkan juga Erlenmeyer yang sudah diletakkan dalam penangas es
tanpa akuades. Penangas es digunakan untuk menurunkan suhu larutan ketika bereaksi agar
suhunya tetap rendah. Produk vanillin berupa bromovanilin yang telah larut dalam pelarut
campuran etanol dan akuades panas disaring dengan corong panas lalu filtratnya ditampung pada
Erlenmeyer yang dibawahnya sudah terdapat penangas es tanpa diberi air. Filtrat ditampung pada
Erlenmeyer yang dibawahnya terdapat penangas es berfungsi untuk mengkristalkan Kembali
bromovanilin hingga padatan bromovanillin terbentuk Kembali. Digunakan corong panas agar
bromovanilin yang larut dalam pelarut campuran etanol dan akuades tidak ikut tersaring bersama
pengotor. Kertas saring yang digunakan juga kertas saring yang sudah dipanaskan dengan hot
plate. Hal tersebut supaya Sisa-sisa yang menempel pada kertas saring tidak terbuang.
Dilakukan juga pengujian titik lebur pada percobaan ini dengan alat elektrotermal. Pipa kapiler
yang sudah ditutup ujungnya dengan Bunsen disiapkan sebagai tempat memasukkan sampel.
Produk berupa padatan dimasukkan sampai tanda batas merah sehingga padatan dapat dianalisis
dengan baik pada elektrotermal. Pada elektrotermal suhu diatur menjadi 158 oC-170oC dengan
kecepatan naiknya 10. Diatur pada suhu tersebut karena titik lebur dari bromovanillin sendiri
(berdasarkan msds), sebesar 164-166oC (Anonim,2015) sehingga diperlukan suhu sekitar 158-
170oC untuk mengamatinya.
Produk yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven selama semalam untuk menguapkan sisa-
sisa pelarut, seperti air yang masih teringgal, sehinngga diperoleh bromovanillin dalam keadaan
kering. Setelah di oven, massa bromovanillin murni ditimbang dengan neraca analitik.
Sebelumnya, massa dari kertas saring ditimbang dahulu supaya dapat diketahui berat murni
bromovanillin yang diperoleh.
Berdasarkan hasil kromatogram, diperoleh dua puncak. puncak-puncak yang dihasilkan pada
kromatogram merupakan ciri dari senyawa yang terkandung dalam bromovanilin. Puncak yang
paling tinggi berada pada puncak kedua yang menunjukkan senyawa dominan. Kemurnian
puncak yang tinggi(puncak kanan) sebesar 98,24% dengan waktu retensinya 15,086. Pada
puncak yang kecil (puncak kiri) luas areanya adalah 1,76% dengan waktu retensi 8,095 dan
senyawanya adalah (vanillin), sedangkan pada puncak kedua senyawanya adalah 3-bromo-4-
hidroksi-5-metoksi-benzaldehid (5-bromovanilin). Area persen melambangkan luas area dalam
persen dan luas area pada puncak menandakan kemurnian suatu senyawa yang terdapat di
puncak tersebut. Selain itu, berdasarkan dari data spectra massa, spectra database NIST2 yang
paling mendekati dengan spectra hasil percobaan untuk puncak sebelah kiri (puncak kecil),
sedangkan untuk puncak sebelah kanan (puncak tinggi) spectra database NIST62.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh produk bromovanillin berwujud padatan
kristal berwarna putih kekuningan. Hal ini sesuai dengan literatur, dimana Bromovanillin
mempunyai penampilan berbentuk serbuk kristal putih hingga hampir putih (Anonim,2015).
Titik lebur dari produk bromovanilin yang dihasilkan sebesar 160,6oC-167,5oC. menurut MSDS,
titik lebur bromovanillin sebesar 164-166oC(Anonim,2015). Hasil tersebut sudah mendekati
literatur dan selisihnya hanya sedikit, jadi bisa dikatakan titik lebur yang dihasilkan dari produk
bromovanillin hampir sempurna/akurat. Adanya sedikit perbedaan/selisih tersebut dapat
disebabkan karena produk yang dihasilkan kurang murni/masih terdapat zat pengotor di
dalamnya. Diperoleh Rf dari produk bromovanillin sebesar 0,5714. Rf yang dihasilkan sudah
baik dan dapat diterima. Menurut gandjar dan Rohman (2012), nilai Rf(reteradation factor) dapat
dikatakan baik dan dapat diterima, jika nilai yang dihasilkan adalah 0,2 sampai 0,8. Selain itu,
rendemen yang dihasilkan sebesar 27,54%. Rendemen yang dihasilkan masih kurang baik,
karena rendemennya masih jauh dari 100%. Hal tersebut dapat disebabkan karena produk
bromovanilin yang dihasilkan masih kurang murni/masih adanya zat pengotor.
Terdapat 3 noda pada plat klt, tapi noda yang paling jelas hanya 1. Seharusnya, noda yang
dihasilkan hanya satu yang menunjukkan bahwa noda yang terebentuk adalah
bromovanillin murni. Hal tersebut dapat terjadi karena

Langkah Kerja
Sebanyak 0,5 gram padatan vanillin dan KBrO3 sebanyak 0,18 gram ditimbang dan dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer 50ml. selanjutnya, larutan asam asetat glasial sebanyak 5ml, dan 0,3 ml
larutan HBr dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 ml. Pencampuran larutan HBr dan lar asam
asetat glas dilakukan di lemari asam. Kemudian, magnetic stirrer juga dimasukkan dan
erlenmeyer tersebut kemudian ditutup dengan plastic wrap. Selanjutnya dilakukan proses
pengadukan dengan magnetic stirrer di atas hot plate yang sudah dinyalakan selama 45 menit.
Padatan yang terbentuk diteteskan dengan etanol hingga padatan larut sempurna lalu dimasukkan
ke dalam 0Eppendorf untuk dilakukan uji KLT.. Selanjutnya, sampel produk ditotolkan pada plat
klt dengan bantuan pipa kapiler. Plat klt lalu dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen,
dimana eluen yang digunakan adalah diklorometana. Chamber kemudian ditutup. Plat KLT
didiamkan hingga eluen bergerak naik sampai ke batas atas plat KLT. Kemudian, plat KLT
diambil dan diamati kemurniannya dibawah sinar UV.
Selanjutnya, larutan hasil pencampuran dipindahkan dalam gelas beker yang sebelumnya sudah
ditambahkan akuades, es batu, dan padatan Na2SO4 sebanyak 1 sendok spatula. Kemudian
diaduk dengan pengaduk kaca. Proses pencampuran dilakukan hingga padatan berwarna putih.
Setelah itu, campuran disaring dengan penyaring Buchner. Kertas saring dimasukkan ke bagian
atas corong bucher dan ditetesi akuades dengan bantuan pipet tetes dan pompa vakum
dinyalakan. Lalu, hasil sintesis dituangkan ke dalam corong Buchner dengan Teknik dekantasi.
Sisa-sisa produk di Erlenmeyer dicuci dengan akuades dingin kemudian dimasukkan ke corong
Buchner. Corong dilepaskan ketika sudah tidak ada cairan yang menetes dan pompa vakum
dimatikan.
Langkah berikutnya yaitu proses rekristalisasi padatan produk(bromovanilin kotor) dengan
pelarut yang sesuai. Sebelumnya, ditentukan pelarut yang sesuai. Pelarut tersebut ditentukan
dengan cara padatan bromovanilin kotor tersebut diambil sedikit dan dimasukkan ke tabung
reaksi A,B, dan C. kemudian, pada tabung reaksi A ditambahkan pelarut akuades, tabung reaksi
B ditambahkan pelarut etanol, dan tabung reaksi C ditambahkan campuran pelarut etanol dan
akuades 1:1. Lalu, kelarutan produk diamati pada suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi.
Setelah pelarut yang sesuai ditentukan, kemudian pelarut dipanaskan dengan hot plate sampai
mendidih. Corong kaca dan kertas saring juga ikut dipanaskan. Setelah itu, pelarut panas
campuran antara etanol dan akuades 1:1 dimasukkan ke dalam padatan produk dan diaduk
dengan magnetic stirrer di atas hot plate sampai larutan tercampur sempurna(homogen).
Kemudian, campuran tersebut disaring dengan corong kaca panas lalu filtratnya ditampung pada
Erlenmeyer yang dibawahnya sudah terdapat penangas es tanpa diberi air. Kemudian filtrat
diletakkan pada gelas arloji dengan alas kertas saring. Sebelumnya, kertas saring dan gelas arloji
telah ditimbang dengan neraca analitik. Setelah itu, hasil yang diperoleh berupa padatan
dikeringkan dengan oven selama semalam. Lalu produk murni ditimbang massanya dan titik
leburnya dengan elektrotermal.

INTISARI
Telah dilakukan percobaan sintesis bromovanilin. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari
reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatic dan mempraktikkan Teknik laboratorium
berupa filtrasi, kromatografi lapis tipis, dan penentuan titik lebur. percobaan diawali dengan
pencampuran padatan vanillin, padatan KBrO, larutan HBr, dan larutan asam asetat.
Kemudian dilakukan pemanasan dan pengadukan dengan magnetic stirrer di atas hotplate
selama 45 menit. Selanjutnya, dilakukan uji KLT dengan eluen yang digunakan adalah
larutan diklorometana. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker
yang telah diisi dengan campuran akuades dingin dan natrium tiosulfat. Setelah itu,
campuran difiltrasi dengan corong Bucher. Selanjutnya, padatan yang dihasilkan
dimurnikan dengan metode rekristalisasi. Pelarut yang digunakan untuk rekristalisasi
adalah etanol dan akuades 1:1. lalu padatan yang dihasilkan disaring lagi menggunakan
kertas saring. Padatan kemudian dikeringkan dengan oven selama semalaman.setelah itu,
padatan bromovanilin yang diperoleh massanya ditimbang dengan neraca analitik dan
diuji titik leburnya dengan alat elektrotermal.
Pada percobaan ini, diperoleh produk bromovanilin berwujud padatan kristal berwarna putih
kekuningan dengan massa sebesar 0,19 gram dan rendemen sebesar 27,61%. Titik lebur yang
diperoleh adalah 160,6oC-167,5oC dan nilai Rf yang diperoleh adalah 0,5714. Selain itu, dari
spectra massa diperoleh bahwa 5-bromovanilin menjadi produk utama dan bromovanilin yang
diperoleh memiliki kemurnian sebesar 98,24% berdasarkan kromatogram GC.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Melalui reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatic vanillin, dihasilkan senyawa
berupa 5-bromovanillin.
2. Telah dilakukan Teknik laboratorium seperti, filtrasi, kromatografi lapis tipis, rekristalisasi,
dan penentuan titik lebur dengan alat elektrotermal. Diperoleh produk 5-bromovanilin berwujur
padatan kristal dengan massa sebesar 0,21 gram dengan rendemen 27,61% dan titik lebur
160,6oC-167oC. Selain itu, diperoleh nilai Rf 0,5714 dan bromovanilin yang diperoleh memiliki
kemurnian sebesar 98,24% berdasarkan kromatogram GC.

Anonym, 2022,PubChem Compound Summary for CID


18099,5-bromovanillin, National Center for biotechnology
information,Bethesda.
Anonym,2015,5-bromovanillin CAS 2973-76-4,Home
sunshine pharma, china.
Budimarwanti, C. dan Theresih, K.,2015, SINTESIS
‘WARMING AGENT’ AMIL VANILIL ETER DARI
BAHAN DASAR VANILIN, J. Sains Dasar.2(4). 100 - 108
Cardinal, P.,Greer, B., luong, H. and Tyagunova, Y., 2012, A multistep synthesis incorporating a
green bromination of an aromatic ring, J.Chem,Educ., 8(89),1061-1063.
Endarini, L.H., 2016, Farmakognosi dan fitokimia, kementerian Kesehatan republic
Indonesia,Jakarta.

Gandjar3, I.G. dan Rohman, A.,2007, kimia farmasi analisis,


Pustaka belajar, Yogyakarta.
Kerrebroeck R.V., Naert,P., Heugebaert, T.,S.,A., D’hooghe, M. and Stevens, C.,V.,2019.
Electrophilic Bromination in Flow: A Safe and Sustainable Alternative to the Use of Molecular
Bromine in Batch.Molecules.11(24).2116.
Kumar, R., Sherma, P.K. dan Meshra, P.S.,2012, A review
on the vanillin derivates showing various biological
activities. International journal of Pharm Tech Research.
1(4).266-279.
Kumar, S., Jyotirmayee, K. and Sarangi, M.,2013, Thin Layer Chromatography : A tool of
biotechnology for isolation of bioactive compunds from medicinal plants, int.j.pharm.Sci.Rev.
Res.,1(18),126-132.

Loto, r.t.,2017, anti-corrosion performance of the synergistic


properties of benzenecarbonitrile and 5-bromovanillin on
1018 carbon steel in HCl environment,Sci Rep,17555(7), 1-
10.
March, J.,1992, Advanced Organic Chemistry : Reactions,
mechanism, and structure. 4th Edition. John Willey & Sons
Inc., New York.
McMurry, J., 2016, organic chemistry,9th edition, cengage learning, boston.

Nishina, Y.,Morita, J. and Ohtani, B.,2013, direct


bromination of hydrocarbons catalyzed by Li2MnO3 Under
oxygen and photo-irradiation conditions, RSC Adv.,
3(7),2158-2162.
Nurlita, S., 2008, Isolasi Kafein dari Limbah The CTC Jenis
Powdery Secara Ekstraksi, Skripsi, Fakultas Teknologi
Pertanian Bogor, Bogor.
O’Neil, M.J.,2013, the merck index-an encyclopedia of
chemicals, drugs, and biologicals, royal society of chemistry,
Cambridge, UK.
Popescu, A., E., P., Torralba, J., Bonet-Ruiz, J. and Llorens,
J., 2020. Solvent screening and process simulation for
vanillin production from lignin. Chemical Engineering
Transactions. 81, 835–840.
Usman, 2021, Kimia Organik Lanjut, Fakultas keguruan dan ilmu penidikan, universitas
mulawarman, samarinda.

Zhang, -Y., Mo, -L., Chen,- F., Lu, -M., Dong, - W., Wang, -
Q., Xu, -F., Gu, -F., 2014. Optimized production of vanillin
from green vanilla pods by enzyme-assisted extraction
combined with pre-freezing and thawing. Molecules. 2(19),
2181–2198.
Zhang,y.,wang,h.,liu,y. and li,c.,2022,aromatic bromination
with hydrogen production on organic-inorganic hybrid
perovskite-based photocatalysts under visible light
irradiation, Chinese J. Catal., 43,1805-1811.

Anda mungkin juga menyukai