PRAKTIKUM I
BROMATOMETRI
Penyusun :
NIM : E0019066
Kelas : 2B
Kelompok : IV (Empat)
I. TUJUAN
Menetapkan kadar Sulfanilamida dan Isoniazid (INH).
2.2 Bromatometri
Bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan
prinsip reaksi reduksi – oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion, atau molekul). Bila suatu
unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah keharga yang lebih positif. Suatu zat
mengoksidasi adalah yang memperoleh elektron dan dalam proses itu zat tersebut
direduksi (Rivai, 1995).
Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan di peroleh satu
elektron atau lebih oleh zat (atom, ion , atau molekul). Bila suatu unsur direduksi.
Keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi, suatu zat
pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron, dan dalam proses itu, zat ini dioksidasi
(Rivai, 1995).
Dalam analisa dari suatu senyawa organik, suatu kelebihan terukur dari
campuran KBr – KBrO3 ditambahkan dan campuran tersebut diasamkan,
membebaskan Br2. Setelah reaksi brominasi selesai, bromin berlebihnya ditentukan
melalui penambahan kalium iodida, diikuti oleh titrasi dari iodin yang dibebaskan
dengan natrium tiosulfat standar:
Br2 + 2 I- → I2 + 2Br –
I2 + 2 S2O32- → SI- + S4O62-
Satu aplikasi yang umum dijumpai adalah penentuan dari metal-metal dengan 8-
hidroksiquinoline. Suatu metal seperti aluminium diendapkan dengan reagen organik,
dan endapannya disaring, dicuci, dilarutkan didalam asam klorida. Kemudian kalium
bromida dan kalium bromat standar ditambahkan. Reaksi-rekasi dengan aluminium
(8-hidroksiquoline disingkat HQ) adalah sebagai berikut:
AI3+ + 3 HQ → AlQ3 (s) + 3 H+ (Pengendapan)
AlQ3 (s) + 3 H+ → AI3+ + 3 HQ (Pelarut Kembali)
3 HQ + 6 Br2 → 3 HQ Br2 + 6 HBr (Brominasi)
Jumlah ekivalen dari bromat sama dengan jumlah ekivalen aluminium. Disini
bera ekivalen dari aluminium adalah seper duabelas dari beratatomiknya, mengingat
1AI3+ = 3 HQ = 6 Br2 = 12 elektron. Rekasi-reaksi adisi dari bromin dipergunakan
terutama dalam penentuan ketidak jenuhan dari produk-produk minyak bumi serta
lemak dan minyak. Banyak contoh yang ditemukan dalam literatur (Day &
Underwood, 2002).
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium
bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas
yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi
secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromida berlebih hadir dalam kasus-
kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari
jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat
kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik
tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya. Reaksi bromin
dengan senyawa organiknya dapat berupa substitusi atau bisa juga rekasi adisi
(Khopkar, 1990).
2.7 Kegunaan Metode Bromatometri dan Perubahan Warna Pada Titik Akhir Titrasi
(TAT) Bromatometri
Metode bromatometri biasa digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa
organik aromatis dengan membentuk tribrom subtitusi. Metode ini juga dapat
digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam trivalen walaupun
tercampur dengan stanum valensi empat. (Wunas & Said, 1986).
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit.
Jenis titrasi ini biasanya mengunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir.
Meskipun demikian, penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan
adanya kelebihan titran yang sering digunakan (Rohman, 2007).
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari
ion bromat (BrO3). Oksidasi petensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan
reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini, titrasi dilakukan dalam
keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium
bromat dalam larutan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat dan
bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat. Warna ini
sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir titrasi (Rohman,
2007).
2.8 Sulfonamida
Sulfonamida merupakan suatu golongan senyawa antibakteri, yang mengandung
gugus sulfonamida –SO2NH. Walaupun dimasa lalu senyawa ini banyak digunakan,
pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaannya telah menurun dengan adanya
antibiotik-antibiotik baru, seperti penisilin dan sefalosporin (Cairns, 2008).
Sulfonamida adalah anti mikroba yang digunakan secara sistemis maupun
topikal untuk beberapa penyakit infeksi. Sebelum ditemukan antibiotik, sulfa
merupakan kemoterapi yang utama, tetapi kemudian penggunaannya terdesak oleh
antibiotik.Pertengahan tahun 1970 penemuan preparat kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida. Selain sebagai
kemoterapi derivat sulfonamida juga berguna sebagai diuretik dan anti diabetik oral
(ADO). Sulfa bersifat bakteriostatik luas terhadap banyak bakteri gram positif dan
negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan antara PABA (Para
Amino Benzoic Acid) (Setiabudi,2007).
Semua sulfonamida merupakan asam lemah (pKa sekitar 5-8) akibat efek
penarikan elektron yang kuat oleh substituen –SO2- dan stabilisasi anion yang
dihasilkan melalui resonansi. Sulfonamida biasanya diberikan dalam bentuk garam
natrium untuk meningkatkan kelarutannya dalam air (Cairns, 2008).
Sulfonamida bersifat amfoter artinya dapat membentuk garam dengan asam
maupun dengan basa. Daya larutnya dalam air sangat kecil, garam alkalinya lebih baik,
walaupun larutan ini tidak stabil karena mudah terurai. (Tjay, 2007).
p-aminobenzensulfonamida
(Anonim, 1979).
(Anonim, 1979).
Kelarutan : 1:8 air, 1:50 alkohol, sedikit larut dalam klorofom, sangat
sedikit larut dalam eter.
(Martindale, 2009).
Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter
P.
Khasiat : Antituberkulosa
(Anonim, 1979).
III. METODE
3.1 Alat dan Bahan
1. Alat
Labu coklat 1
Gelas ukur 1
Gelas beaker 1
Pipet tetes 3
Kertas perkamen 3
Labu ukur 1
Statif 1
Klem 1
Buret 1
Erlenmeyer 1
2. Bahan
Na2S2O3 0,1 N
KBrO3 25 mL
Aquades secukupnya
KI 2 gram
HCl 16 ml
Indikator kanji 8 tetes
Indikator metil merah 6 tetes
Sulfanilamida 150 mg
NaOH 2%
CH3COOH glacial 40 ml
KBr secukupnya
KBrO3 0,1 N
Isoniazid 150 mg
Na2CO3 0,1 g
Kloroform 3 tetes
3.2 Cara Kerja
1. Pembuatan Kalium Bromat (KBrO3) 0,1 N
2,748 g KBrO3
Hasil
24,82 g Na2S2O3.5H2O
Hasil
25 mL KBrO3
- Ditambahkan 10 mL Aquades
- Ditambahkan 2 gram KI
- Ditambahkan 5 mL HCl
- Ditutup, dibiarkan selama 5 menit
- Diencerkan dengan 100 mL air
- Ditambahkan 2 tetes indikator kanji
- Dititrasi menggunakan Natrium Tiosulfat
Hasil
4. Penetapan Kadar Sulfanilamida
150 mg Sulfanilamida
Hasil
150 mg Isoniazid
Hasil
b. Penentuan Blangko
25 mL Aquades
Hasil
3.3 Hasil
1. Tabel Hasil Pengamatan
V TAT 1 = 1,5 mL
V TAT 2 = 1,3 mL
V TAT 3 = 1,4 mL
b. Penentuan Blangko
- 25 mL Aquades
- Larutan bening
- Ditambahkan 12,5 mL
- Larutan bening
KBrO3 0,1 N
- Ditambahkan 1,25 gram
- Larutan bening
KBr
- Ditambahkan 5 mL Asam
- Larutan bening
Klorida
- Didiamkan selama 5 menit
- Larutan kuning
- Ditambahkan 0,5 gram
- Larutan kuning
KBr dalam 2,5 mL
Aquades
- Ditambahkan dengan 3
- Larutan kuning
tetes indikator kanji
- Dititrasi dengan Na2S2O3
- Larutan berubah warna
0,1 N (+)
dari Kuning menjadi
Bening
V TAT 1 = 2,5 mL
V TAT 2 = 2,1 mL
V TAT 3 = 2,3 mL
2. Perhitungan
1) Pembakuan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
V TAT rata-rata =
3
1,5 𝑚𝐿 + 1,3 𝑚𝐿 + 1,4 𝑚𝐿
= 3
4,2 𝑚𝐿
=
3
= 1,4 mL
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑉 𝑇𝐴𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
Konversi => =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉 Na2S2O3
10 𝑚𝐿 1,4 𝑚𝐿
=
140 𝑚𝐿 𝑋
10 . X = 196
X = 19,6 mL
V Na2S2O3 = 19,6 mL
𝑉 KBrO3 × N KBrO3
Normalitas Pembakuan Na2S2O3 =
𝑉 Na2S2O3
25 𝑚𝐿 × 0,1 N
=
19,6 𝑚𝐿
2,5
=
19,6 𝑚𝐿
= 0,1275 N
= 0,1 N
15 𝑚𝐿 1,27 𝑚𝐿
=
45 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
15 . V sampel = 57,15 mL
V sampel = 3,81 mL
b) Penentuan Blangko
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
V TAT rata-rata =
3
2,5 𝑚𝐿 + 2,1 𝑚𝐿 + 2,3 𝑚𝐿
= 3
6,9 𝑚𝐿
=
3
= 2,3 mL
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑉 𝑇𝐴𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
Konversi => =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉 blangko
15 𝑚𝐿 2,3 𝑚𝐿
=
45 𝑚𝐿 𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜
15 . V blangko = 103,5 mL
V blangko = 6,9 mL
1,059
= × 100%
150
= 0,706%
IV. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu Bromatometri dimana tujuan dari praktikum ini adalah
untuk menetapkan kadar Sulfanilamida dan Isoniazid (INH). Bromatometri merupakan
salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan prinsip reaksi oksidasi-reduksi.
Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari
dalam zat (atom, ion, atau molekul). Sedangkan reduksi adalah suatu proses yang
mengakibatkan diperoleh satu elektron atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul).
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion
bromat (Br3-). Kalium bromat, KBrO3 adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat digunakan
dengan dua cara, sebagai sebuah oksidator langsung untuk zat-zat reduktor tertentu dan
untuk menghasilkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui. Bromin tersebut
kemudian dapat dipergunakan untuk membrominasi secara kuantitatif senyawa-senyawa
organik. Bromin ini mudah menguap sehingga titrasi harus dilakukan pada suhu rendah.
Meskipun kalium bromat merupakan oksidator kuat , namun kecepatan reaksinya tidak
cukup tinggi untuk menaikkan kecepatan titrasi yang dilakukan dalam suasana asam dan
dalam keadaan panas.
Prinsip metode bromatometri yaitu metode oksimetri dengan dasar reaksi dari ion
Bromat. Kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromide bereaksi
dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan mengubah larutan menjadi berwarna
kuning pucat. Digunakan metode bromatometri karena Brom dapat bereaksi secara
oksidasi dan substitusi terhadap senyawa-senyawa organik yang akan ditentukn kadarnya.
Brom data diperoleh dari hasil pencampuran kalium bromat dan kalium bromide dalam
lingkungan asam kuat, reaksinya :
p-aminobenzensulfonamida
Titrasi dilakukan secara duplo atau dua kali titrasi. Selanjutnya diperoleh volume TAT
yang mana terdapat tiga volume yaitu untuk volume TAT 1 sebesar 11 mL, volume TAT
2 sebesar 10,50 mL dan volume TAT 3 sebesar 10 mL. Lalu untuk perhitungan kadar
sulfanilamide yaitu diperoleh hasil sebesar 8,73%. Berdasarkan farmakope Indonesia Edisi
III, sulfanilamide mengandung tidak kurang dari 99%, sedangkan kadar yang diperoleh
8,73% kurang dari kadar yang ditetapkan dalam farmakope Indonesia Edisi III sehingga
kadar yang diperoleh tidak sesuai.
Percobaan selanjutnya dilakukan titrasi bromometri menggunakan sampel INH.
Dalam penentuan kadar INH ini dibagi menjadi dua percobaan. Percobaan yang pertama
yaitu penentuan kadar sampel dan yang kedua yaitu penentuan blangko. Pada percobaan
penentuan kadar sampel , langkah pertama yaitu ditimbang 150 mg Isoniazid yang
berbentuk serbuk putih selanjutnya dilarutkan ke dalam akuades hingga 250 mL.
Kemudian diambil sampel sebanyak 50 mL, larutan ini bening.
Lalu tambahkan 12,5 mL KBrO3 0,1 N dan 1,25 mg KBr. Brom dapat diperoleh
dengan mencampurkan KBrO3 dan KBr. Selanjutnya ditambahkan 5 mL Asam Klorida.
Fungsi penambahan HCl untuk meningkatkan stabilitas sampel. Reaksi yang terjadi yaitu:
Kemudian larutan tersebut dibiarkan selama 15 menit, hasilnya yaitu larutan tetap
bening. Lalu tidak hanya dibiarkan begitu saja, larutan tersebut juga harus ditutup agar
terjadi reaksi yang sempurna antara keduanya dan juga karena reaksi yang sedang
berlangsung merupakan reaksi yang menghasilkan gas sehingga perlu ditutup agar tidak
menguap. Kemudian ditambahkan 0,5 gram KBr dalam 2,5 mL akuades. Hasilnya yaitu
larutan berwarna kuning lalu diambil 15 mL dan ditambahkan 3 tetes indikator kanji. Hal
ini dilakukan agar kita dapat mengetahui kapan terjadinya titik akhir titrasi dimana ditandai
dengan berubahnya warna larutan.
Ketika larutan ditambahkan dengan 3 tetes indikator kanji, hasilnya yaitu larutan
berubah warna menjadi biru kekuningan. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai
larutan berubah warna menjadi bening. Dipeoleh hasil akhir dari titrasi tersebut yaitu
larutan berubah warna menjadi bening. Artinya hasil tersebut positif sebab sesuai dengan
literatur yang ada.
Volume titik akhir titrasi (TAT) yang dihasilkan yaitu 1 mL, 1,5 mL dan 1,3 mL dan
volume rata-rata dari TAT tersebut yaitu 1,27 mL sedangkan untuk volume sampel dari
INH ini yaitu 3,81 mL.
Percobaan yang terakhir yaitu penentuan blangko yang masih termasuk dalam
penentuan kadar INH dimana hal ini dilakukan sebagai pembanding yang nantinya
digunakan untuk menghitung kadar INH. Dalam percobaan ini yang menjadi larutan
blangko adalah aquades. Dimana langkah-langkah nya yaitu diukur 25 mL Aquades
kemudian ditambahkan 12,5 mL KBrO3 0,1 N, 1,25 gram KBr dan 5 mL Asam Klorida
yang mana dihasilkan larutan bening lalu didiamkan selama 5 menit.
Setelah didiamkan selama 5 menit larutan berubah warna menjadi kuning. Kemudian
ditambahkan 0,5 gram KBr dalam 2,5 mL Aquades dan 3 tetes indikator kanji. Larutan
yang dihasilkan tetap berwarna kuning. Langkah terakhir yaitu dititrasi dengan Na2S2O3
0,1 N dan diperoleh larutan yang berubah warna dari kuning menjadi bening.
Volume titik akhir titrasi (TAT) yang didapatkan yaitu 2,5 mL, 2,1 mL, dan 2,3 mL
sedangkan untuk rata-rata dari volume TAT tersebut yaitu 2,3 mL. Volume blangko yang
diperoleh yaitu 6,9 mL sedangkan untuk % kadar isoniazid nya yaitu 0,706%, hal ini tidak
sesuai dengan literature menurut farmakope Indonesia Edisi III yaitu INH (Isoniazid)
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C6H7N3O, dihitung
terhadap zat yang dikeringkan. Jika dibandingkan dengan hasilnya tidak sesuai karena
kurang dari 98,0%. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah :
INH merupakan hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
agak pahit, terurai perlahan-lahan oleh udara dan cahaya. INH memiliki khasiat
tubekulostatik yang paling kuat, terhadap bakteri lain tidak aktif. Bekerja tuberkulosid
terhadap basil yang sedang bertumbuh, mekanismenya bekerja berdasarkan antagonisme
saingan hingga metabolisme sel menjadi terganggu.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Cairns, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : EGC.
Day, R.A. dan Underwood. A.l. 2002. Analisisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam. Jakarta : Erlangga.
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 1997. Kimia Organik. jilid 1 edisi ketiga. terjemahan oleh
: Aloysius H. P. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Harjanti. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit dan Pemakaiannya sebagai Indikator Analisis
Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. Vol2(2).
Ika, Dani. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode Titrasi Asam
Basa. Jurnal Neutrino. Vol 1 (2). Hal: 166-167.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Martindale. 2009. Martindale – The Complete Drug Reference. - 36th Edition ed. Pharmaceutical
Press.
Prabowo, M. H., Wibowo, A. and Fauziyah, L. (2012) ‘Pengembangan Dan Validasi Metode Analisis
Rifampicin Isoniazid-Pirazinamid Dalam Fixed Dose Combination Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri’, Jurnal Ilmiah Farmasi, 9(2).
Rivai, H. 1995. Asas Pemerikasaan Kimia. Jakarta : UI Press.
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Fakultas Kedokteran. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Suirta, I.W. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator dalam Titrasi. Jurusan
Kimia F-MIPA Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol. 4(1). : 27-34.
Underwood, A.L and R.A Day, Jr. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Yuliana, Winata, I. N. A. and Oktavianawati, I. (2015) ‘Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa Azo Dari
p-Aminofenol Dengan Sulfanilamida’, Prosiding Seminar Nasional Kimia, pp. 139–143.