Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS II

PRAKTIKUM I
BROMATOMETRI

Penyusun :

Nama : Ilma Innayatul Khusna

NIM : E0019066

Kelas : 2B

Kelompok : IV (Empat)

Dosen Pengampu : 1. Endang Istriningsih, M.Clin., Pharm., Apt.

2. Desi Sri Rejeki, M.Si.

LABORATORIUM KIMIA ANALISA


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
SEMESTER III
2020
PERCOBAAN I
BROMATOMETRI

I. TUJUAN
Menetapkan kadar Sulfanilamida dan Isoniazid (INH).

II. DASAR TEORI


2.1 Definisi Titrasi
Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis dimana suatu titran atau
larutan standar (yang telah diketahui konsentrasinya) diteteskan melalui buret ke
larutan lain yang dapat bereaksi dengannya (belum diketahui konsentrasinya) hingga
tercapai titik ekuivalen atau titik akhir. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut
sebagai titrat sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer
atau titran (Ika, 2009).
Biasanya ketika melakukan titrasi yang dimana untuk mengetahui reaksi terjadi
secara sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator
umumnya adalah senyawa yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah
warnanya dengan adanya perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya
kelebihan titran dengan adanya perubahan warna. Indikator berubah warna karena
sistem kromofornya diubah oleh reaksi asam basa (Suirta, 2010).
Dalam titrasi, indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna
yang nampak di sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya
masih jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut menyebutkan bila suatu
indikator digunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka : Indikator harus
berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat. Perubahan warna
itu harus terjadi secara mendadak, agar tidak ada keraguan-keraguan tentang kapan
titrasi harus dihentikan. Reaksi titrasi yang akan dilakukan untuk membuktikan bahwa
suatu larutan dapat digunakan sebagai indikator dalam menunjukkan titik akhir titrasi
adalah titrasi basa kuat dengan asam kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat
(Harjanti, 2008).

2.2 Bromatometri
Bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan
prinsip reaksi reduksi – oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion, atau molekul). Bila suatu
unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah keharga yang lebih positif. Suatu zat
mengoksidasi adalah yang memperoleh elektron dan dalam proses itu zat tersebut
direduksi (Rivai, 1995).
Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan di peroleh satu
elektron atau lebih oleh zat (atom, ion , atau molekul). Bila suatu unsur direduksi.
Keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi, suatu zat
pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron, dan dalam proses itu, zat ini dioksidasi
(Rivai, 1995).

2.3 Reaksi-reaksi yang Terjadi Pada Kalium Bromat (KBrO3-)


Kalium bromat (KBrO3-) adalah oksidator kuat. reagen ini dapat digunakan
dalam dua cara, sebagai oksidator langsung untuk zat-zat reduktor tertentu untuk
menghasilkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui. Bromin tersebut
kemudian digunakan membrominasi secara kuantitatif senyawa-senyawa organik.
Bromin yang dihasilkan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan kuat yang tinggi
dan mudah menguap. Karna itu, penetapan harus dilakukan pada suhu terendah
mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup (Ruth dan Blosctc, 1988).
Kalium bromat (KBrO3-) adalah agen pengoksidasi kuat, dengan potensial
standar dari reaksinya.
BrO3- + 6H+ + 6e- → Br - + 3H2O
adalah + 1,44 V. Reagen dapat dipergunakan dengan dua cara, sebagai sebuah
oksidan langsung untuk agen–agen pereduksi tertentu, dan untuk membangkitkan
sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi, seperti arsenik (III), antimon (III), besi (II), dan
sulfida-sulfda serta disulfida-disulfida organik tertentu dapat dititrasi secara langsung
dengan sebuah larutan kalium bromat. Reaksinya arsenik (III) adalah :
BrO3- + 3HAsO2 → Br- + 3HAsO3
Larutannya biasanya sekitar I M dalam asam klorida. Titik akhir dari titrasinya
ditandai dengan hadirnya bromin, sesuai dengan reaksi.
BrO3- + 5 Br + 6H+ →3 Br2 + 3H2O

(Ruth dan Blosctc, 1988).


2.4 Reaksi-reaksi yang Terjadi Pada Bromin
Sebuah larutan standar kalium bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan
sejumlah bromin dengan kuantitas yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat
dipergunakan untuk membronisasi secara kuantitatif berbagai senyawa organik.
Bromida berlebih (relatif terhadap bromat) hadir dalam kasus-kasus semacam ini,
sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari jumlah KBrO3 yang
diambil. Biasanya, bromin yang dihasilkan apabila terdapat kelebihan pada kuantitas
yang dibutuhkan untuk membronisasi senyawa organik tersebut untuk membantu
memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya. Reaksi bromin dengan senyawa
organiknya dapat berubah subsitusi atau bisa juga berupa adisi. Reaksinya dengan 8 -
hidroksiquinolin adalah sebuah reaksi subsitusi (Day & Underwood, 2002).
Reaksinya dengan etilen adalah sebuah reaksi adisi:
H2C = CH2 + Br2 → H2CBr - CBrH2

Dalam analisa dari suatu senyawa organik, suatu kelebihan terukur dari
campuran KBr – KBrO3 ditambahkan dan campuran tersebut diasamkan,
membebaskan Br2. Setelah reaksi brominasi selesai, bromin berlebihnya ditentukan
melalui penambahan kalium iodida, diikuti oleh titrasi dari iodin yang dibebaskan
dengan natrium tiosulfat standar:
Br2 + 2 I- → I2 + 2Br –
I2 + 2 S2O32- → SI- + S4O62-

Satu aplikasi yang umum dijumpai adalah penentuan dari metal-metal dengan 8-
hidroksiquinoline. Suatu metal seperti aluminium diendapkan dengan reagen organik,
dan endapannya disaring, dicuci, dilarutkan didalam asam klorida. Kemudian kalium
bromida dan kalium bromat standar ditambahkan. Reaksi-rekasi dengan aluminium
(8-hidroksiquoline disingkat HQ) adalah sebagai berikut:
AI3+ + 3 HQ → AlQ3 (s) + 3 H+ (Pengendapan)
AlQ3 (s) + 3 H+ → AI3+ + 3 HQ (Pelarut Kembali)
3 HQ + 6 Br2 → 3 HQ Br2 + 6 HBr (Brominasi)
Jumlah ekivalen dari bromat sama dengan jumlah ekivalen aluminium. Disini
bera ekivalen dari aluminium adalah seper duabelas dari beratatomiknya, mengingat
1AI3+ = 3 HQ = 6 Br2 = 12 elektron. Rekasi-reaksi adisi dari bromin dipergunakan
terutama dalam penentuan ketidak jenuhan dari produk-produk minyak bumi serta
lemak dan minyak. Banyak contoh yang ditemukan dalam literatur (Day &
Underwood, 2002).
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium
bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas
yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi
secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromida berlebih hadir dalam kasus-
kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari
jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat
kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik
tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya. Reaksi bromin
dengan senyawa organiknya dapat berupa substitusi atau bisa juga rekasi adisi
(Khopkar, 1990).

2.5 Indikator yang Berkaitan dengan Titrasi Bromatometri


Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi.
Beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan
perubahan warna telah dipelajari perubahan warna ini biasanya tidak reversibel, dan
kita harus berhati-hati agar bisa mendapatkan hasil yang baik. Ada tiga indikator yang
diketahui berperilaku reversibel, yaitu : ∝- naphtoflavone, quinoline kuning, dan P-
ethoxychrysoidin. Indikator-indikator ini tersedia secara komersil (Day & Underwood,
2002).

2.6 Indikator pada Titrasi Bromatometri dan Reaksi yang Menyertainya


Dalam metode bromometri ini terdapat dua cara titrasi yaitu titrasi langsung dan
titrasi tidak langsung dan hasilnya tidak selalu sama. Dalam analisa suatu senyawa
organik, campuran KBr-KBrO3 dalam jumlah berlebih yang terukur, ditambahkan dan
campuran diasamkan, yang membebaskan Br2. Setelah reaksi brominasi sempurna
kelebihan brom ditentukan dengan penambahan kalium iodida, diikuti dengan titrasi
iodium yang disebabkan dengan menggunakan natrium tiosulfat standar. Reaksi brom
dengan senyawa organik adalah substitusi atau adisi (Day & Underwood, 2002).
Pada titrasi langsung, langsung dilakukan dalam suasana asam dan
menggunakan indikator metil merah. Pada titrasi ini, menjelang titik akhir titrasi perlu
ditambahkan lagi indikator karena dalam lingkungan asam, metil merah akan dirusak
oleh beberapa brom secara irreversibel menjadi warna kuning. Reaksi perusakan ini
sangat cepat adn ada kemungkinan terjadi sebelum titik akhir tercapai sehingga perlu
ditambahkan indikator menjelang titik akhit. Pada titrasi tidak langsung, penetapan
kadar senyawa dilkaukan dengan cara mereaksikan dengan brom berlebihan yang
biasanya didapat dari larutan kalium bromat, kalium bromida. Larutan tersebut dengan
KI dan dititrasi dengan natrium tiosulfat dengan indikator pati. Penetapan kadar
senyawa dengan titrasi tidak langsung ini dilakukan dalam erlenmeyer tertutup karena
sifat brom yang mudah menguap (Day & Underwood, 2002).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses titrasi tidak
langsung khususnya bromatometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya
tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer.
Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat (Day & Underwood,
1986).
Dalam suana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod.
Sementara dirinya direduksi menjadi bromida :
BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini karena suatu reaksi
asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit denga tahap redoksnya. Namun
Nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron yang pada gilirannyadiambil oleh
sebuah ion bromat tunggal (Bleschke, 1988).
Bromin yang disebabkan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang
tinggi dan mudah menguap. Karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu serendah
mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup. Metode bromometri dan
bromatometri ini terutama untuk menetapkan senyawa-senyawa organik aromatis
dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk
menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent tercampur dengan
stanum valensi empat (J. Wunas. 1986).
Selain bromnya sendiri, brom juga dapat diperoleh dari hasil pencampuran
kalium kromat dan kalium bromida dalam asam kuat sesuai reaksi berikut:
KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl 3 Br2 + 6 KCl + 3H2O
Brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodide yang setara dengan
jumlah iodium yang dihasilkan menurut reaksi:
Br2 + 2 KI I2 + 2 KBr

Iodium selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut


reaksi:

I2 + 2Na2S2O3 2NaI + NO4S4O6

Adanya brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat dikarenakan


perbedaan potensialnya sangat besar, akibatnya jika brom langsung dititrasi dengan
natrium tiosulfat maka yang dihasilkan tidak hanya tetrationat (S4O62-) tetapi juga
sulfat (SO42) bahkan mungkin sulfid yang berupa endapan kuning. Ketika asam klorida
pekat ditambahkan maka brom akan dibebaskan dan bro mini akan bereaksi
menghasilkan endapan putih (J. Wunas. 1986).

Bromatometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi oksidasi


dari ion bromat.

BrO3- + 6 H+ + 6 e- Br- + 3 H2O

(J. Wunas. 1986).

2.7 Kegunaan Metode Bromatometri dan Perubahan Warna Pada Titik Akhir Titrasi
(TAT) Bromatometri
Metode bromatometri biasa digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa
organik aromatis dengan membentuk tribrom subtitusi. Metode ini juga dapat
digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam trivalen walaupun
tercampur dengan stanum valensi empat. (Wunas & Said, 1986).
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit.
Jenis titrasi ini biasanya mengunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir.
Meskipun demikian, penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan
adanya kelebihan titran yang sering digunakan (Rohman, 2007).
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari
ion bromat (BrO3). Oksidasi petensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan
reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini, titrasi dilakukan dalam
keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium
bromat dalam larutan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat dan
bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat. Warna ini
sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir titrasi (Rohman,
2007).

2.8 Sulfonamida
Sulfonamida merupakan suatu golongan senyawa antibakteri, yang mengandung
gugus sulfonamida –SO2NH. Walaupun dimasa lalu senyawa ini banyak digunakan,
pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaannya telah menurun dengan adanya
antibiotik-antibiotik baru, seperti penisilin dan sefalosporin (Cairns, 2008).
Sulfonamida adalah anti mikroba yang digunakan secara sistemis maupun
topikal untuk beberapa penyakit infeksi. Sebelum ditemukan antibiotik, sulfa
merupakan kemoterapi yang utama, tetapi kemudian penggunaannya terdesak oleh
antibiotik.Pertengahan tahun 1970 penemuan preparat kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida. Selain sebagai
kemoterapi derivat sulfonamida juga berguna sebagai diuretik dan anti diabetik oral
(ADO). Sulfa bersifat bakteriostatik luas terhadap banyak bakteri gram positif dan
negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan antara PABA (Para
Amino Benzoic Acid) (Setiabudi,2007).
Semua sulfonamida merupakan asam lemah (pKa sekitar 5-8) akibat efek
penarikan elektron yang kuat oleh substituen –SO2- dan stabilisasi anion yang
dihasilkan melalui resonansi. Sulfonamida biasanya diberikan dalam bentuk garam
natrium untuk meningkatkan kelarutannya dalam air (Cairns, 2008).
Sulfonamida bersifat amfoter artinya dapat membentuk garam dengan asam
maupun dengan basa. Daya larutnya dalam air sangat kecil, garam alkalinya lebih baik,
walaupun larutan ini tidak stabil karena mudah terurai. (Tjay, 2007).

2.9 Struktur dan Pemerian Sulfonamida


Sulfanilamida (4-aminobenzenasulfonamida) merupakan cincin benzena aktif
sebagai zat antibakteri melalui reaksi inhibisi kompetitif. Senyawa azo dari
sulfanilamida menunjukkan kinerja baik pada pencelupan wol dan serat nilon serta
tahan terhadap luncur cahaya (Yuliana, Winata and Oktavianawati, 2015).

p-aminobenzensulfonamida

(Anonim, 1979).

 Sulfanilamida (FI Edisi III, hlm. 587)


Nama Resmi : SULFANILAMIDUM
Nama Lain : Sulfanilamida
Rumus Molekul : C6H8N2O2S
Berat Molekul : 172,21
Pemerian : Hablur, serbuk hablur atau butiran; putih; tidak
berbau; rasa agak pahit kemudian manis.
Kelarutan : Larut dalam 200 bagian air; sangat mdah larut dalam
air mendidih; agak sukar larut dalam etanol (95%) ;
sangat sukar larut dalam kloroform P, dalam eter P dan
dalam benzen P; mudah larut dalam aseton P ; larut
dalam gliserol P, dalam asam klorida P dan dalam alkali
hidroksida.
Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Khasiat : Antibakteri.

(Anonim, 1979).

2.10 Isoniazid (INH)


INH (Isoniazid) mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C6H7N3O, dihitung terhadap zat yang dikeringkan. INH merupakan hablur
tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa agak pahit, terurai perlahan-
lahan oleh udara dan cahaya (Anonim, 1979).
INH memiliki khasiat tubekulostatik yang paling kuat, terhadap bakteri lain
tidak aktif. Bekerja tuberkulosid terhadap basil yang sedang bertumbuh, mekanismenya
bekerja berdasarkan antagonisme saingan hingga metabolisme sel menjadi terganggu
(Fessenden, 1997).

2.11 Struktur dan Pemerian Isoniazid (INH)

Struktur kimia INH


(Prabowo, Wibowo and Fauziyah, 2012).
 Isoniazid/INH (Martindale 36 hlm. 288)
Bm : 137,1
Pemeriaan : tidak berwarna, putih tidak berbau, kristal atau bubuk kristal
putih.

Kelarutan : 1:8 air, 1:50 alkohol, sedikit larut dalam klorofom, sangat
sedikit larut dalam eter.

(Martindale, 2009).

 Isoniazid/INH (FI Edisi III, hlm. 320)


Nama Resmi : ISONIAZIDUM
Nama Lain : Isoniazida
Rumus Molekul : C6H7N3O
Berat Molekul : 137,14
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau; rasa agak pahit; terurai perlahan-lahan oleh
udara dan cahaya.

Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter
P.

Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%; pengeringan dilakukan pada


suhu 105˚ selama 4 jam.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.

Khasiat : Antituberkulosa

(Anonim, 1979).
III. METODE
3.1 Alat dan Bahan
1. Alat
 Labu coklat 1
 Gelas ukur 1
 Gelas beaker 1
 Pipet tetes 3
 Kertas perkamen 3
 Labu ukur 1
 Statif 1
 Klem 1
 Buret 1
 Erlenmeyer 1

2. Bahan
 Na2S2O3 0,1 N
 KBrO3 25 mL
 Aquades secukupnya
 KI 2 gram
 HCl 16 ml
 Indikator kanji 8 tetes
 Indikator metil merah 6 tetes
 Sulfanilamida 150 mg
 NaOH 2%
 CH3COOH glacial 40 ml
 KBr secukupnya
 KBrO3 0,1 N
 Isoniazid 150 mg
 Na2CO3 0,1 g
 Kloroform 3 tetes
3.2 Cara Kerja
1. Pembuatan Kalium Bromat (KBrO3) 0,1 N

2,748 g KBrO3

- Dilarutkan dalam 1000 ml air


- Dikocok

Hasil

2. Pembuatan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

24,82 g Na2S2O3.5H2O

- Dilarutkan dalam 1000 ml air


- Digunakan air mendidih
- Ditambahkan 0,1 g Na2CO3 atau 3 tetes kloroform supaya awet

Hasil

3. Pembakuan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

25 mL KBrO3

- Ditambahkan 10 mL Aquades
- Ditambahkan 2 gram KI
- Ditambahkan 5 mL HCl
- Ditutup, dibiarkan selama 5 menit
- Diencerkan dengan 100 mL air
- Ditambahkan 2 tetes indikator kanji
- Dititrasi menggunakan Natrium Tiosulfat

Hasil
4. Penetapan Kadar Sulfanilamida

150 mg Sulfanilamida

- Dilarutkan ke dalam 2,5 mL NaOH 2 %


- Ditambahkan 40 mL asam asetat glacial
- Ditambahkan 1 gram KBr
- Ditambahkan 1 mL HCl
- Diambil 15 mL (dimasukkan ke Erlenmeyer)
- Ditambahkan 5 tetes indicator metil merah
- Dititrasi dengan KBrO3 0,1 N
- Ditambahkan lagi 1 tetes indikator metil merah
- Dititrasi kembali sampai TAT

Hasil

5. Penentuan Kadar Isoniazid (INH)


a. Penentuan kadar sampel

150 mg Isoniazid

- Dilarutkan ke dalam Akuades hingga 250 mL


- Diambil 50 mL larutan
- Ditambahkan 12,5 mL KBrO3 0,1 N
- Ditambahkan 1,25 mg KBr
- Ditambahkan 5 mL Asam Klorida
- Dibiarkan selama 15 menit
- Ditambahkan 0,5 gram KBr dalam 2,5 mL Akuades
- Diambil 15 mL (dimasukkan ke Erlenmeyer)
- Ditambahkan 3 tetes indikator kanji
- Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

Hasil
b. Penentuan Blangko

25 mL Aquades

- Ditambahkan 12,5 mL KBrO3 0,1 N


- Ditambahkan 1,25 gram KBr
- Ditambahkan 5 mL Asam Klorida
- Didiamkan selama 5 menit
- Ditambahkan 0,5 gram KBr dalam 2,5 mL Aquades
- Ditambahkan dengan 3 tetes indikator kanji
- Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

Hasil
3.3 Hasil
1. Tabel Hasil Pengamatan

No. Perlakuan Hasil Ket

1. Pembakuan Natrium Tiosulfat


(Na2S2O3) 0,1 N
- 25 mL KBrO3 - Larutan berwarna bening

- Ditambahkan 10 mL Aquades - Larutan bening


- Ditambahkan 2 gram KI - Larutan bening
- Ditambahkan 5 mL HCl
- Larutan Kuning Pucat
- Ditutup, dibiarkan selama 5
menit - Larutan Kuning Pekat
- Diencerkan dengan 100 mL air - Larutan Kuning
- Ditambahkan 2 tetes indikator
- Terdapat endapan biru
kanji
- Dititrasi menggunakan Natrium - Larutan berwarna kuning
(+)
Tiosulfat menjadi bening

 V TAT 1 = 1,5 mL

 V TAT 2 = 1,3 mL

 V TAT 3 = 1,4 mL

2. Penetapan Kadar Sulfanilamida

- 150 mg Sulfanilamida - Serbuk putih


- Dilarutkan ke dalam 2,5 mL - Agak larut
NaOH 2 %
- Ditambahkan 40 mL asam - Larut
asetat glacial
- Ditambahkan 1 gram KBr - Serbuk putih dan larut
- Ditambahkan 1 mL HCl - Bening
- Diambil 15 mL (dimasukkan - Larutan putih
ke Erlenmeyer)
- Ditambahkan 5 tetes indicator - Larutan menjadi berwarna
metil merah merah
- Dititrasi dengan KBrO3 0,1 N - Larutan berubah warna dari
merah pink- ke kuning
- Ditambahkan lagi 1 tetes - Larutan menjadi berwarna
indikator metil merah merah
- Dititrasi kembali sampai TAT - Larutan berubah warna dari
(+)
merah pink- ke kuning
 V TAT 1 = 11 mL
 V TAT 2 = 10,50 mL
 V TAT 3 = 10 mL
3. Penentuan Kadar Isoniazid
(INH)

a. Penentuan kadar sampel


- Serbuk putih
- 150 mg Isoniazid
- Dilarutkan ke dalam
- Larutan bening
Akuades hingga 250 mL
- Diambil 50 mL larutan - Larutan bening
- Ditambahkan 12,5 mL - Larutan bening
KBrO3 0,1 N
- Ditambahkan 1,25 mg KBr - Larutan bening
- Ditambahkan 5 mL Asam - Larutan bening
Klorida
- Dibiarkan selama 15 menit - Larutan bening
- Ditambahkan 0,5 gram - Larutan menjadi berwarna
KBr dalam 2,5 mL kuning
Akuades
- Diambil 15 mL - Larutan menjadi berwarna
(dimasukkan ke kuning
Erlenmeyer)
- Ditambahkan 3 tetes - Larutan berubah warna
indikator kanji menjadi biru kekuningan
- Dititrasi dengan Na2S2O3 - Larutan bening
0,1 N (+)
 V TAT 1 = 1 mL
 V TAT 2 = 1,5 mL
 V TAT 3 = 1,3 mL

b. Penentuan Blangko
- 25 mL Aquades
- Larutan bening
- Ditambahkan 12,5 mL
- Larutan bening
KBrO3 0,1 N
- Ditambahkan 1,25 gram
- Larutan bening
KBr
- Ditambahkan 5 mL Asam
- Larutan bening
Klorida
- Didiamkan selama 5 menit
- Larutan kuning
- Ditambahkan 0,5 gram
- Larutan kuning
KBr dalam 2,5 mL
Aquades
- Ditambahkan dengan 3
- Larutan kuning
tetes indikator kanji
- Dititrasi dengan Na2S2O3
- Larutan berubah warna
0,1 N (+)
dari Kuning menjadi
Bening
 V TAT 1 = 2,5 mL
 V TAT 2 = 2,1 mL
 V TAT 3 = 2,3 mL

2. Perhitungan
1) Pembakuan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
 V TAT rata-rata =
3
1,5 𝑚𝐿 + 1,3 𝑚𝐿 + 1,4 𝑚𝐿
= 3
4,2 𝑚𝐿
=
3
= 1,4 mL
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑉 𝑇𝐴𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
 Konversi => =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉 Na2S2O3
10 𝑚𝐿 1,4 𝑚𝐿
=
140 𝑚𝐿 𝑋
10 . X = 196
X = 19,6 mL
V Na2S2O3 = 19,6 mL

𝑉 KBrO3 × N KBrO3
 Normalitas Pembakuan Na2S2O3 =
𝑉 Na2S2O3
25 𝑚𝐿 × 0,1 N
=
19,6 𝑚𝐿
2,5
=
19,6 𝑚𝐿
= 0,1275 N
= 0,1 N

2) Penetapan Kadar Sulfanilamida


𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
 V TAT rata-rata =
3
11 𝑚𝐿 + 10,50 𝑚𝐿 + 10 𝑚𝐿
= 3
31,5 𝑚𝐿
=
3
= 10,5 mL

𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑉 𝑇𝐴𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎


 Konversi => =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉 KBrO3
15 𝑚𝐿 10,5 𝑚𝐿
=
43,5 𝑚𝐿 𝑋
15 . X = 456,75 mL
X = 30,45 mL
V KBrO3 = 30,45 mL
𝑉 KBrO3 × N KBrO3 × BE 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑛𝑖𝑙𝑎𝑚𝑖𝑑𝑒
 Kadar = × 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
30,45 𝑚𝐿 × 0,1 𝑁 × 4,305 𝑚𝑔
= × 100%
150 𝑚𝑔
13,108
= × 100%
150
= 8,73%

3) Penentuan Kadar Isoniazid (INH)


a) Penentuan kadar sampel
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
 V TAT rata-rata =
3
1 𝑚𝐿 + 1,5 𝑚𝐿 + 1,3 𝑚𝐿
= 3
3,8 𝑚𝐿
=
3
= 1,27 mL

𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑉 𝑇𝐴𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎


 Konversi => =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉 sampel

15 𝑚𝐿 1,27 𝑚𝐿
=
45 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
15 . V sampel = 57,15 mL
V sampel = 3,81 mL

b) Penentuan Blangko
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
 V TAT rata-rata =
3
2,5 𝑚𝐿 + 2,1 𝑚𝐿 + 2,3 𝑚𝐿
= 3
6,9 𝑚𝐿
=
3
= 2,3 mL
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑉 𝑇𝐴𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
 Konversi => =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉 blangko

15 𝑚𝐿 2,3 𝑚𝐿
=
45 𝑚𝐿 𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜
15 . V blangko = 103,5 mL
V blangko = 6,9 mL

(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜 − 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) × N Na2S2O3 × BE


 Kadar Isoniazid (INH) = × 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(6,9 𝑚𝐿 − 3,81 𝑚𝐿) × 0,1 N × 3,429 𝑚𝑔


= × 100%
150 𝑚𝑔

3,09 𝑚𝐿 × 0,1 N × 3,429 𝑚𝑔


= × 100%
150 𝑚𝑔

1,059
= × 100%
150

= 0,706%
IV. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu Bromatometri dimana tujuan dari praktikum ini adalah
untuk menetapkan kadar Sulfanilamida dan Isoniazid (INH). Bromatometri merupakan
salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan prinsip reaksi oksidasi-reduksi.
Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari
dalam zat (atom, ion, atau molekul). Sedangkan reduksi adalah suatu proses yang
mengakibatkan diperoleh satu elektron atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul).
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion
bromat (Br3-). Kalium bromat, KBrO3 adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat digunakan
dengan dua cara, sebagai sebuah oksidator langsung untuk zat-zat reduktor tertentu dan
untuk menghasilkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui. Bromin tersebut
kemudian dapat dipergunakan untuk membrominasi secara kuantitatif senyawa-senyawa
organik. Bromin ini mudah menguap sehingga titrasi harus dilakukan pada suhu rendah.

BrO3- + 6H+ 6e Br- + 3I2 + 3H2O

Meskipun kalium bromat merupakan oksidator kuat , namun kecepatan reaksinya tidak
cukup tinggi untuk menaikkan kecepatan titrasi yang dilakukan dalam suasana asam dan
dalam keadaan panas.

Bromometri merupakan penentuan kadar senyawa berdasarkan reaksi reduksi-oksidasi


dimana proses titrasi (reaksi antara reduktor dan bromine berjalan lambat) sehingga
dilakukan titrasi secara tidak langsung, dengan menambahkan bromine berlebih.
Sedangkan bromatometri dilakukan dengan titrasi secara langsung karena proses titrasi
berjalan cepat. Metode bromatometri atau titrasi langsung digunakan untuk menetapkan
kadar sulfanilamide, sedangkan metode bromometri atau titrasi tidak langsung digunakan
untuk menetapkan kadar isoniazid (INH).

Prinsip metode bromatometri yaitu metode oksimetri dengan dasar reaksi dari ion
Bromat. Kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromide bereaksi
dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan mengubah larutan menjadi berwarna
kuning pucat. Digunakan metode bromatometri karena Brom dapat bereaksi secara
oksidasi dan substitusi terhadap senyawa-senyawa organik yang akan ditentukn kadarnya.
Brom data diperoleh dari hasil pencampuran kalium bromat dan kalium bromide dalam
lingkungan asam kuat, reaksinya :

KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl  3 Br2 + 6 KCL + 3 H2O


Sebelum dilakukan penetapan kadar sulfanilamide dan isoniazid, dilakukan
standarisasi atau pembakuan Na2S2O3 atau Natrium Tiosulfat 0,1 N terlebih dahulu.
Natrium Tiosulfat merupakan suatu zat yang kemurniannya tidak pasti sehingga perlu
dilakukan pembakuan. Pembakuan dilakukan dengan cara 25 mL KBrO3 ditambahkan
dengan 10 mL aquades kemudian ditambahkan 2 gram KI dan yang terjadi yaitu larutan
berwarna bening. Selanjutnya ditambahkan 5 mL HCl lalu ditutup dan dibiarkan selama 5
menit, reaksi yang terjadi yaitu :
KBrO3 + HCl  HBrO3 + KCl
dan
KI + HCl  HI + KCl
Setelah dibiarkan selama 5 menit, larutan berubah warna dari kuning pucat menjadi
kuning pekat. Lalu diencerkan dengan 100 mL air dan ditambahkan 2 tetes indikator kanji.
Saat ditambahkan dengan indikator kanji, larutan berubah warna dari kuning menjadi ada
endapan berwarna biru. Fungsi dari penambahan indikator kanji yaitu sebagai zat yang
digunakan untuk mempercepat proses titrasi yang akan dilakukan. Sebab dalam titrasi,
indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang nampak di sekitar pH
titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya masih jatuh pada kisaran
perubahan pH indikator tersebut menyebutkan bila suatu indikator digunakan untuk
menunjukkan titik akhir titrasi, maka : Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran
menjadi ekivalen dengan titrat. Langkah selanjutnya yaitu larutan tersebut dititrasi
menggunakan Natrium Tiosulfat dan larutan mengalami perubahan warna dari kuning
menjadi bening.
Fungsi dari Natrium Tiosulfat sendiri yaitu sebagai titran yang mana merupakan
larutan standar atau baku yang sudah diketahui konsentrasinya dan ditempatkan dalam
buret. Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses titrasi tidak langsung
khususnya bromatometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai
pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat
tidak stabil untuk waktu yang lama.
Setelah proses titrasi dengan Natrium Tiosulfat selesai, larutan mengalami perubahan
warna dari kuning menjadi bening. Hal tersebut menunjukkan hasil yang positif sebab
sesuai dengan literatur yang ada. Kemudian diperoleh volume titik akhir titrasi yang mana
terdapat tiga volume yaitu untuk volume TAT 1 sebanyak 1,5 mL , volume TAT 2
sebanyak 1,3 mL dan volume TAT 3 sebanyak 1,4 mL.
Titik akhir titrasi sendiri merupakan titik dimana indikator asam-basa mengalami
perubahan warna atau suatu keadaan dimana asam tepat bereaksi dengan basa yang
ditunjukkan melalui perubahan warna. Selanjutnya dilakukan perhitungan rata-rata untuk
ketiga volume TAT tersebut dan diperoleh hasil 1,4 mL yang kemudian ditentukan
normalitas pembakuan Na2S2O3 dengan hasil 0,1 N.
Kemudian selanjutnya yaitu dilakukan titrasi bromatometri menggunakan sampel
sulfanilamide. Sampel sulfanilamide sendiri berbentuk serbuk putih. Sulfanilamida (4-
aminobenzenasulfonamida) merupakan cincin benzena aktif sebagai zat antibakteri melalui
reaksi inhibisi kompetitif. Struktur sulfanilamide yaitu sebagai berikut :

p-aminobenzensulfonamida

Sampel sulfanilamide tersebut ditimbang 150 mg kemudian dilarutkan ke dalam 2,5


mL NaOH 2 %. Setelah itu ditambahkan 40 mL asam asetat glacial, 1 gram KBr dan 1 mL
HCl lalu dihomogenkan menghasilkan larutan yang bening.
Langkah selanjutnya yaitu diambil 15 mL campuran tadi dan dimasukkan ke
Erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 5 tetes indikator metil merah yang menunjukkan
hasil larutan berwarna merah. Fungsi dari metil merah sendiri yaitu sebagai indikator yang
mempengaruhi proses titrasi nantinya untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi
adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indikator yang menunjukkan titik
equivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
Kemudian dititrasi dengan KBrO3 0,1 N dan hasilnya yaitu larutan berubah warna dari
merah pink menjadi kuning sebab terdapat reagen kalium bromat yang ditambahkan
dimana jika kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromide
bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan mengubah larutan menjadi
berwarna kuning pucat sehingga ketika dititrasi dengan KBrO3 0,1 N larutan berubah warna
dari merah pink menjadi kuning.
Pada percobaan titik akhir titrasi akan terbentuk brom bebas yang menyebabkan
larutan berubah warna menjadi kuning, namun warna ini sangat lemah sehingga tidak
mudah untuk menetapkan titik akhir. Untuk itu diperlukan indikator, indikator yang
digunakan adalah metil merah sehingga titik akhir dapat diamati dengan jelas. Metil merah
ini akan dirusak secara irreversibel oleh brom sehingga warnanya kuning. Fungsi
penambahan kalium bromida (KBr) sebagai zat pengoksidasi kuat yang akan tereduksi
menjadi Br yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning pucat. Untuk penegasan
ditambahkan lagi sekitar 1 tetes indikator metil merah dan titrasi dilanjutkan sampai titik
akhir titrasinya.
Kemudian setelah ditambahkan lagi 1 tetes indikator metil merah dihasilkan larutan
berwarna merah dan setelah dititrasi kembali sampai TAT diperoleh hasil larutan
mengalami perubahan warna dari merah pink ke kuning. Hasil tersebut menunjukkan
positif sebab sesuai dengan teori yang ada.
Pada permulaan titrasi, reaksi ini cukup cepat tetapi menjadi semakin lambat pada saat
mendekati titik akhir titrasi. Oleh karena itu, pereaksi atau titran harus ditambahkan setetes
demi setetes terutama saat mendekati titik akhir. Warna kuning yang timbul disebabkan
oleh kelebihan bromat. Penambahan asam asetat glasial dapat mencegah timbulnya
endapan. Penambahan asam klorida (HCl) untuk memberikan suasana asam pada larutan
karena dalam reaksinya ion H+ yang terlibat dalam konversi ion BrO3- menjadi Br-. Reaksi
yang terjadi yaitu :

KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl 3 Br2 + 6 KCl + 3H2O

Titrasi dilakukan secara duplo atau dua kali titrasi. Selanjutnya diperoleh volume TAT
yang mana terdapat tiga volume yaitu untuk volume TAT 1 sebesar 11 mL, volume TAT
2 sebesar 10,50 mL dan volume TAT 3 sebesar 10 mL. Lalu untuk perhitungan kadar
sulfanilamide yaitu diperoleh hasil sebesar 8,73%. Berdasarkan farmakope Indonesia Edisi
III, sulfanilamide mengandung tidak kurang dari 99%, sedangkan kadar yang diperoleh
8,73% kurang dari kadar yang ditetapkan dalam farmakope Indonesia Edisi III sehingga
kadar yang diperoleh tidak sesuai.
Percobaan selanjutnya dilakukan titrasi bromometri menggunakan sampel INH.
Dalam penentuan kadar INH ini dibagi menjadi dua percobaan. Percobaan yang pertama
yaitu penentuan kadar sampel dan yang kedua yaitu penentuan blangko. Pada percobaan
penentuan kadar sampel , langkah pertama yaitu ditimbang 150 mg Isoniazid yang
berbentuk serbuk putih selanjutnya dilarutkan ke dalam akuades hingga 250 mL.
Kemudian diambil sampel sebanyak 50 mL, larutan ini bening.
Lalu tambahkan 12,5 mL KBrO3 0,1 N dan 1,25 mg KBr. Brom dapat diperoleh
dengan mencampurkan KBrO3 dan KBr. Selanjutnya ditambahkan 5 mL Asam Klorida.
Fungsi penambahan HCl untuk meningkatkan stabilitas sampel. Reaksi yang terjadi yaitu:

KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl 3 Br2 + 6 KCl + 3H2O

Kemudian larutan tersebut dibiarkan selama 15 menit, hasilnya yaitu larutan tetap
bening. Lalu tidak hanya dibiarkan begitu saja, larutan tersebut juga harus ditutup agar
terjadi reaksi yang sempurna antara keduanya dan juga karena reaksi yang sedang
berlangsung merupakan reaksi yang menghasilkan gas sehingga perlu ditutup agar tidak
menguap. Kemudian ditambahkan 0,5 gram KBr dalam 2,5 mL akuades. Hasilnya yaitu
larutan berwarna kuning lalu diambil 15 mL dan ditambahkan 3 tetes indikator kanji. Hal
ini dilakukan agar kita dapat mengetahui kapan terjadinya titik akhir titrasi dimana ditandai
dengan berubahnya warna larutan.
Ketika larutan ditambahkan dengan 3 tetes indikator kanji, hasilnya yaitu larutan
berubah warna menjadi biru kekuningan. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai
larutan berubah warna menjadi bening. Dipeoleh hasil akhir dari titrasi tersebut yaitu
larutan berubah warna menjadi bening. Artinya hasil tersebut positif sebab sesuai dengan
literatur yang ada.
Volume titik akhir titrasi (TAT) yang dihasilkan yaitu 1 mL, 1,5 mL dan 1,3 mL dan
volume rata-rata dari TAT tersebut yaitu 1,27 mL sedangkan untuk volume sampel dari
INH ini yaitu 3,81 mL.
Percobaan yang terakhir yaitu penentuan blangko yang masih termasuk dalam
penentuan kadar INH dimana hal ini dilakukan sebagai pembanding yang nantinya
digunakan untuk menghitung kadar INH. Dalam percobaan ini yang menjadi larutan
blangko adalah aquades. Dimana langkah-langkah nya yaitu diukur 25 mL Aquades
kemudian ditambahkan 12,5 mL KBrO3 0,1 N, 1,25 gram KBr dan 5 mL Asam Klorida
yang mana dihasilkan larutan bening lalu didiamkan selama 5 menit.
Setelah didiamkan selama 5 menit larutan berubah warna menjadi kuning. Kemudian
ditambahkan 0,5 gram KBr dalam 2,5 mL Aquades dan 3 tetes indikator kanji. Larutan
yang dihasilkan tetap berwarna kuning. Langkah terakhir yaitu dititrasi dengan Na2S2O3
0,1 N dan diperoleh larutan yang berubah warna dari kuning menjadi bening.
Volume titik akhir titrasi (TAT) yang didapatkan yaitu 2,5 mL, 2,1 mL, dan 2,3 mL
sedangkan untuk rata-rata dari volume TAT tersebut yaitu 2,3 mL. Volume blangko yang
diperoleh yaitu 6,9 mL sedangkan untuk % kadar isoniazid nya yaitu 0,706%, hal ini tidak
sesuai dengan literature menurut farmakope Indonesia Edisi III yaitu INH (Isoniazid)
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C6H7N3O, dihitung
terhadap zat yang dikeringkan. Jika dibandingkan dengan hasilnya tidak sesuai karena
kurang dari 98,0%. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah :

BrO3- + 5 Br + 6H+ →3 Br2 + 3H2O

INH merupakan hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
agak pahit, terurai perlahan-lahan oleh udara dan cahaya. INH memiliki khasiat
tubekulostatik yang paling kuat, terhadap bakteri lain tidak aktif. Bekerja tuberkulosid
terhadap basil yang sedang bertumbuh, mekanismenya bekerja berdasarkan antagonisme
saingan hingga metabolisme sel menjadi terganggu.

Struktur Isoniazid (INH)

Struktur kimia INH

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesalahan dalam praktikum :


1. Zat yang digunakan telah terkontaminasi dengan zat lain
2. Bahan yang digunakan sudah rusak
3. Alat yang digunakan kurang steril
4. Kesalahan dalam penambahan bahan
5. Penimbangan yang kurang teliti
6. Kurang terampil dalam praktikum
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip dari titrasi bromo-bromatometri adalah dengan reaksi reduksi-oksidasi.
2. Hasil yang diperoleh dari pembakuan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N adalah
diperoleh normalitas pembakuan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) sebesar 0,1 N.
3. Penetapan kadar Sulfanilamide menggunakan metode titrasi bromatometri dipeoleh
kadar sebesar 8,73%.
4. Warna titik akhir titrasi (TAT) yang dihasilkan pada Sulfanilamide dari merah pink
menjadi kuning. Volume TAT ke 1 yaitu 11 mL, TAT ke 2 yaitu 10,50 mL dan TAT
ke 3 yaitu 10 mL sedangkan untuk volume TAT rata-rata nya yaitu 10,5 mL.
5. Penetapan kadar Isoniazid (INH) menggunakan metode titrasi bromometri diperoleh
kadar sebesar 0,706%.
6. Warna titik akhir titrasi (TAT) yang dihasilkan pada Isoniazid (INH) dari kuning
menjadi bening.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Cairns, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : EGC.

Day, R.A. dan Underwood. A.l. 2002. Analisisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam. Jakarta : Erlangga.

Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 1997. Kimia Organik. jilid 1 edisi ketiga. terjemahan oleh
: Aloysius H. P. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Harjanti. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit dan Pemakaiannya sebagai Indikator Analisis
Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. Vol2(2).
Ika, Dani. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode Titrasi Asam
Basa. Jurnal Neutrino. Vol 1 (2). Hal: 166-167.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Martindale. 2009. Martindale – The Complete Drug Reference. - 36th Edition ed. Pharmaceutical
Press.
Prabowo, M. H., Wibowo, A. and Fauziyah, L. (2012) ‘Pengembangan Dan Validasi Metode Analisis
Rifampicin Isoniazid-Pirazinamid Dalam Fixed Dose Combination Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri’, Jurnal Ilmiah Farmasi, 9(2).
Rivai, H. 1995. Asas Pemerikasaan Kimia. Jakarta : UI Press.

Roth J, Blaschke.G. 1988. Analisis Farmasi. Jakarta : UGM Press.

Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Fakultas Kedokteran. Jakarta : Universitas
Indonesia.

Suirta, I.W. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator dalam Titrasi. Jurusan
Kimia F-MIPA Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol. 4(1). : 27-34.

Tjay, Tan hoan. 2007. Obat - Obat Penting. Jakarta : Gramedia.

Underwood, A.L and R.A Day, Jr. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Wunas, J. Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS.

Yuliana, Winata, I. N. A. and Oktavianawati, I. (2015) ‘Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa Azo Dari
p-Aminofenol Dengan Sulfanilamida’, Prosiding Seminar Nasional Kimia, pp. 139–143.

Anda mungkin juga menyukai