Anda di halaman 1dari 27

JURNAL MAKALAH

PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI TERHADAP


PENGETAHUAN MASYARAKAT
TENTANG DAGUSIBU OBAT DIDESA KERUJON

DISUSUN OLEH :
UMMU AIMAN HABIL

(DF2203021)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)


BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO
TAHUN 2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB 1...................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................4
1.3. Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................5
2.1. Dagusibu...................................................................................................................................5
BAB III...............................................................................................................................................16
METODE PELAKSANAAN............................................................................................................16
3.1. Metode penelitian...................................................................................................................16
3.2. Waktu dan tempat penelitian................................................................................................17
3.3. Instrumen penelitian..............................................................................................................17
3.4. Variabel Penelitian.................................................................................................................17
3.5. Populasi Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel............................................................17
BAB IV...............................................................................................................................................18
HASIL PEMBAHASAN...................................................................................................................18
4.1. Hasil Penelitian.......................................................................................................................18
4.2. Pembahasan............................................................................................................................19
BAB V.................................................................................................................................................23
PENUTUP..........................................................................................................................................23
5.1 KESIMPULAN........................................................................................................................23
5.2. SARAN....................................................................................................................................23
DAFTAR PTUSTAKA......................................................................................................................24
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan obat bebas atau over the counter (OTC) tanpa pengetahuan dan informasi
memadai dapat menyebabkan masalah kesehatan baru, misalnya dosis obat berlebih, waktu
penggunaan obat tidak tepat, interaksi obat atau penyalahgunaan obat dan sebagainya.

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap
perilaku responden dalam mengkonsumsi obat tanpa resep dokter 1. Pengetahuan masyarakat
tentang penggunaan obat yang rasional masih menjadi masalah dalam pencapaian terapi yang
efektif dan efisien. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat di Bengkulu Selatan memiliki
tingkat pengetahuan terhadap penggunaan obat sebesar 54,65% yang menyatakan kurang
tahu2 Penelitian yang dilakukan di India menyatakan sebagian besar masyarakat memiliki
sisa obat yang tidak terpakai atau kadaluarsa di rumah mereka dan kurangnya kesadaran
tentang pembuangan obat yang aman3. Di Saudi Arabia juga dilakukan penelitian yang
menunjukkan terdapat kekurangan informasi yang diterima tentang penggunaan,
penyimpanan, dan pembuangan yang aman. Sekitar 55% responden membuang obat yang
tidak terpakai dan kadaluarsa dengan cara membuang dibuang langsung di tempat sampah4.

Kesalahan dalam penggunaan obat dapat menyebabkan kerugian baik bagi masyarakat
maupun lingkungan5. Dampak negatif dari kesalahan cara mendapatkan obat, menggunakan,
menyimpan dan membuang obat dapat menyebabkan seperti obat tidak bisa berfungsi
optimal, terjadinya efek samping obat, obat yang salah cara penggunaanya, obat yang tidak
disimpan secara benar dan pembuangan obat secara sembarang sehingga dapat merugikan
bagi masyarakat saat menggunakan obat6.

Masalah penggunaan obat terjadi dikarenakan kurangnya tingkat pemahaman penggunaan


dan penanganan obat secara benar7. Salah satu upaya menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan akibat penggunaan obat yang tidak tepat, maka diperlukan usaha peningkatan
pemahaman penggunaan obat dengankeluarga sadar obat (GKSO) di desa 8. Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI) sebagai salah satu organisasi profesi kesehatan mensosialisasikan kegiatan
penyuluhan DAGUSIBU (dapatkan, gunakan, simpan, dan buang) obat kepada masyarakat
yang baik dan benar5.
Penelitian dilakukan oleh Lutfiyati (2017), menyatakan bahwa masyarakat
mengatasi penyakitnya dengan pengobatan sendiri karena lebih murah, lebih dekat, pengaruh
iklan atau saran dari teman, keluarga dan tetangga. Penggunaan obat belum sesuai, belum
mengerti bagaimana cara untuk menyimpan dan membuang obat 9. Tujuan edukasi kesehatan
adalah untuk meningkatkan kesehatan, memperbaiki kesehatan mencegah penyakit dan
komplikasi. Selain itu, agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana cara untuk
mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan baik dan benar. Salah
satu bentuk edukasi pada masyarakat yaitu dengan pemberian leaflet Desa Kerujon
merupakan salah satu desa di Kecamatan Semendawai Suku III Kabupaten OKU Timur.
Masyarakat Desa Kerujon obat dari puskesmas. Klinik terdekat atau apotek dengan
melakukan pengobatan sendiri. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya edukasi untuk
masyarakat dengan sosialisasi tentang DAGUSIBU obat di Desa Kerujon Kecamatan
Semendwai Suku III Kabupaten OKU Timur. Program ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dalam memdapatkan menggunakan, serta menyimpan dan membuang obat,
sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud DAGUSIBU?

2. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat di Desa Kerujon kabupaten OKU Timur

tentang DAGUSIBU obat?

1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap pengetahuan
masyarakat di desa Kerujon kabupaten OKU Timur tentang dagusibu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dagusibu
Dagusibu merupakan singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang obat (PP IAI,
2014). Dagusibu merupakan suatu program edukasi kesehatan yang dibuat oleh IAI dalam
upaya mewujudkan Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO) sebagai langkah konkrit untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya sebgai komitmen dalam melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009.

Perlu adanya pengawasan dan penyampaian informasi tentang obat untuk pasien atau
masyarakat dalam mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan
baik. Jika penggunaannya salah, tidak tepat, tidak sesuai dengan takaran dan indikasinya
maka obat dapat membahayakan kesehatan (Depkes RI, 2008).

1. Mendapatkan obat (Da)


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, masyarakat dapat
mendapatkan obat di fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu :

a. Apotek
Sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
b. Instalasi rumah sakit Unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

c. Klinik

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang


menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari
satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

d. Toko obat

Sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas
untuk dijual secara eceran.
Pada waktu menerima obat dari petugas kesehatan di rumah sakit, puskesmas, apotek,
atau toko obat, diwajibkan melakukan pemeriksaan fisik obat dan mutu obat yang meliputi
(Depkes RI, 2008) :

a. Jenis dan jumlah obat


Jenis obat berdasarkan golongan obat antara lain :
1) Obat bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada
kemasan dan etiket obat bebas,tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi
berwarna hitam

2) Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, namun penggunaannya harus memperhatikan
informasi yang menyertai obat dalam kemasan. Pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
terdapat tanda khusus berupa lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.

3) Obat keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep Dokter. Obat keras
mempunyai tanda khusus berupa lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam dan
huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi.

4) Narkotik

Obat yang berasal dari turunan tanaman atau bahan kmia yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep
dari dokter. Contoh: Morfin, Petidin
5) Psikotropik

Obat bukan golongan narkotik yang berkhasiat mempengaruhi susunan syaraf pusat. Obat ini
dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan ini
hanya boleh dijual dengan resep dokter dan diberi tanda huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Diazepam, Phenobarbital.

b. Kemasan obat
Pada umumnya informasi obat yang dicantumkan adalah :

1) Nama obat
Nama obat pada kemasan terdiri dari nama dagang dan nama zat aktif yang terkandung
didalamnya.

Contoh : Nama Dagang : Panadol.


Nama Zat Aktif : Parasetamol/ Acetaminophen.
2) Komposisi obat
Informasi tentang zat aktif yang terkandung didalam suatu obat, dapat merupakan zat
tunggal atau kombinasi dari berbagai macam zat aktif dan bahan tambahan lain.

3) Indikasi
Informasi mengenai khasiat obat untuk suatu penyakit.

4) Aturan pakai
Informasi mengenai cara penggunaan obat yang meliputi waktu dan berapa kali obat
tersebut digunakan.

5) Peringatan perhatian
Tanda Peringatan yang harus diperhatikan pada setiap kemasan obat bebas dan obat bebas
terbatas. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas berbentuk
empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam ukuran panjang 5 (lima)
sentimeter, lebar 2 (dua) sentimeter yang terdiri dari 6 macam, yaitu P No. 1 s/d 6, sebagai
berikut :
Gambar 1. Kotak tanda peringatan obat

6) Tanggal Daluarsa
Tanggal yang menunjukkan berakhirnya masa kerja obat.

7) Nama Produsen
Nama Industri Farmasi yang memproduksi obat.

8) Nomor batch/lot
Nomor kode produksi yang dikeluarkan oleh Industri Farmasi.

9) Harga Eceran Tertinggi


Harga jual obat tertinggi yang diperbolehkan oleh pemerintah.

10) Nomor registrasi


Merupakan tanda ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah.

c. Kadaluarsa obat
Waktu kadaluarsa obat merupakan batas waktu ketika produk farmasi tidak lagi dalam
kondisi yang dapat diterima efektivitasnya. Umur simpan obat ditentukan oleh waktu
pemecahan zat aktif atau resiko kontaminasi. Tidak semua obat rusak pada tingkat yang sama
(NHS, 2013).

Cara mengetahui obat yang sudah rusak atau kadaluarsa (Depkes RI, 2008) :

1) Tablet

Terjadi perubahan pada warna, bau dan rasa, timbul bintik–bintik noda, lubang-lubang,
pecah, retak, terdapat benda asing, menjadi bubuk dan lembab.

2) Tablet Salut
Terjadi perubahan salutan seperti pecah, basah, lengket satu dengan lainnya dan terjadi
perubahan warna.

3) Kapsul

Cangkang kapsul menjadi lembek, terbuka sehingga isinya keluar, melekat satu sama lain,
dapat juga melekat dengan kemasan.

4) Puyer

Terjadi perubahan warna, timbul bau, timbul noda bintik-bintik, lembab sampai mencair.

5) Salep / Krim / Lotion / Cairan

Terjadi perubahan warna, bau, timbul endapan atau kekeruhan, mengental, timbul gas,
memisah menjadi 2 (dua) bagian, mengeras, sampai pada kemasan atau wadah menjadi rusak.

2. Menggunakan obat (Gu)

Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan dosis tertentu, dan dengan
penggunaan yang tepat, dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit,
menyembuhkan atau memelihara kesehatan (Depkes RI, 2008). Informasi penggunaan obat
bagi pasien dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Informasi umum cara penggunaan obat

1) Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada etiket atau Brosur

Penggunaan obat tanpa petunjuk langsung dari dokter hanya boleh untuk penggunaan
obat bebas dan obat bebas terbatas serta untuk masalah kesehatan yang ringan.

2) Waktu minum obat , sesuai dengan waktu yang dianjurkan :

a) Pagi, berarti obat harus diminum antara pukul 07.00 - 08.00 WIB.

b) Siang, berarti obat harus diminum anara pukul 12.00 -13.00 WIB.

c) Sore, berarti obat harus diminum antara pukul 17.00-18.00 WIB.

d) Malam, berarti obat harus diminum antara pukul 22.00-23.00 WIB.

3) Aturan minum obat yang tercantum dalam etiket harus di patuhi.

Bila tertulis:
a) 1 (satu) kali sehari, berarti obat tersebut diminum waktu pagi hari atau malam hari,
tergantung dari khasiat obat tersebut.

b) 2 (dua) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pagi dan malam hari.

c) 3 (tiga) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pada pagi, siang dan malam
hari.

d) 4 (empat) kali sehari, berarti obat tersebut haus diminum pada pagi, siang, sore dan
malam hari.

4) Minum obat sampai habis, berarti obat harus diminum sampai habis, biasanya obat
antibiotika.

5) Penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas tidak dimaksudkan untuk penggunaan
secara terus – menerus.

6) Hentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan manfaat atau menimbulkan hal–
hal yang tidak diinginkan, segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.

7) Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam satu wadah.

8) Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena pada etiket tersebut tercantum
cara penggunaan obat dan informasi lain yang penting.

9) Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat, demikian juga periksalah tanggal
kadaluarsa.

10) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

11) Tanyakan kepada Apoteker di Apotek atau petugas kesehatan di Poskesdes untuk
mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap.

b. Informasi khusus cara penggunaan obat


Obat oral
Pemberian obat secara oral (melalui mulut) merupakan pemberian yang paling praktis dan
mudah. Sediaan obat yang dapat digunakan secara oral yaitu tablet, kapsul, puyer, dan cairan.
Petunjuk penggunaan obat oral:

1) Sediaan obat padat


a) Obat oral dalam bentuk padat, sebaiknya diminum dengan air matang.
b) Hubungi tenaga kesehatan apabila sakit dan sulit saat menelan obat.

c) Ikuti petunjuk tenaga kesehatan kapan saat yang tepat untuk minum obat apakah pada
saat perut kosong, atau pada saat makan atau sesudah makan atau pada malam hari sebelum
tidur. Misalnya : obat antasida harus diminum saat perut kosong, obat yang merangsang
lambung, harus diminum sesudah makan, obat pencahar diminum sebelum tidur.

2) Sediaan obat larutan


a) Gunakan sendok takar atau alat lain (pipet, gelas takar obat) jika minum obat dalam
bentuk larutan/cair. Sebaiknya tidak menggunakan sendok rumah tangga, karena ukuran
sendok rumah tangga tidak sesuai untuk ukuran dosis.

b) Hati-hati terhadap obat kumur. Jangan diminum. Lazimnya pada kemasan obat kumur
terdapat peringatan ”Hanya untuk kumur, jangan ditelan”.

c) Sediaan obat larutan biasanya dilengkapi dengan sendok takar yang mempunyai tanda
garis sesuai dengan ukuran 5.0 ml, 2,5 ml dan 1,25 ml.

Apabila dalam etiket tertulis :


a) 1 (satu) sendok takar obat, berarti obat tersebut harus dituangkan pada sendok takar
sampai garis yang menunjukan volume 5 ml.

b) ½ (setengah) sendok takar obat, berarti obat tersebut harus dituangkan pada sendok
takar sampai garis yang menunjukan volume 2.5 ml.

c) ¼ (seperempat) sendok takar obat, berarti obat tersebut harus dituangkan pada sendok
takar sampai garis yang menunjukan volume 1,25 ml.

Obat luar
Obat luar merupakan obat yang diberikan tidak melalui saluran pencernaan atau buka melalui
mulut.

1) Sediaan kulit

Beberapa bentuk sediaan obat untuk penggunaan kulit, yaitu bentuk bubuk halus (bedak),
cairan (lotion), setengah padat (krim, salep). Untuk mencegah kontaminasi (pencemaran),
sesudah dipakai wadah harus tetap tertutup rapat.

Cara penggunaan bubuk halus (bedak) :


a) Cuci tangan.
b) Oleskan/taburkan obat tipis–tipis pada daerah yang terinfeksi.
c) Cuci tangan kembali untuk membersihkan sisa obat.
Sediaan ini tidak boleh diberikan pada luka terbuka dan gunakan sampai sembuh, atau
tidak ada gejala lagi.

2) Sediaan obat mata


Terdapat 2 macam sediaan untuk mata, yaitu bentuk cairan (obat tetes mata) dan bentuk
setengah padat (salep mata). Dua sediaan tersebut merupakan produk yang pembuatannya
dilakukan secara steril (bebas kuman) sehingga dalam penggunaannya harus diperhatikan
agar tetap bebas kuman. Untuk mencegah kontaminasi (pencemaran), hindari ujung wadah
obat tetes mata terkena permukaan benda lain (termasuk mata) dan wadah harus tetap tertutup
rapat sesudah digunakan.

Cara penggunaan :
a) Cuci tangan.

b) Tengadahkan kepala pasien; dengan jari telunjuk tarik kelopak mata bagian bawah.

c) Tekan botol tetes atau tube salep hingga cairan atau salep masuk dalam kantung mata
bagian bawah .

d) Tutup mata pasien perlahan–lahan selama 1 sampai 2 menit.

e) Untuk penggunaan tetes mata tekan ujung mata dekat hidung selama 1-2 menit; untuk
penggunaan salep mata, gerakkan mata ke kiri-kanan, ke atas dan ke bawah.

f) Setelah obat tetes atau salep mata digunakan, usap ujung wadah dengan tisu bersih, tidak
disarankan untuk mencuci dengan air hangat.

g) Tutup rapat wadah obat tetes mata atau salep mata.

h) Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.

PERHATIAN :
a) Hindari penggunaan obat tetes mata atau salep mata setelah dibuka lebih dari 30 hari,
karena obat tidak bebas kuman lagi.

b) Hindari penggunaan obat tetes mata atau salep mata oleh lebih dari satu orang, agar tidak
terjadi penulaan infeksi.
3) Sediaan tetes telinga

Hindarkan ujung kemasan obat tetes telinga dan alat penetes telinga atau pipet terkena
permukaan benda lain (termasuk telinga), untuk mencegah kontaminasi.

Cara penggunaan obat tetes telinga :

a) Cuci tangan.

b) Bersihkan bagian luar telinga dengan ”cotton bud”.

c) Kocok sediaan terlebih dahulu bila sediaan berupa suspensi.

d) Miringkan kepala atau berbaring dalam posisi miring dengan telinga yang akan ditetesi
obat, menghadap ke atas.

e) Tarik telinga keatas dan ke belakang (untuk orang dewasa) atau tarik telinga ke bawah dan
ke belakang (untuk anakanak).

f) Teteskan obat dan biarkan selama 5 menit. Keringkan dengan kertas tisu setelah
digunakan.

g) Tutup wadah dengan baik. Jangan bilas ujung wadah dan alat penetes obat.

h) Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.

4) Sediaan supositoria

Cara penggunaan supositoria :

a) Cuci tangan.

b) Buka bungkus aluminium foil dan basahi supositoria dengan sedikit air.

c) Pasien dibaringkan dalam posisi miring.

d) Dorong bagian ujung supositoria ke dalam anus dengan ujung jari.

e) Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.

Jika supositoria terlalu lembek, sehingga sulit untuk dimasukkan kedalam anus, maka
sebelum digunakan sediaan supositoria ditempatkan di dalam lemari pendingin selama 30
menit kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum membuka bungkus kemasan
aluminium foil
5) Sediaan krim / salep rektal

Cara penggunaan krim/salep rektal :

a) Bersihkan dan keringkan daerah rektal.

b) Masukkan salep atau krim secara perlahan ke dalam rektal.

c) Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.

6) Sediaan ovula / obat vagina


Cara penggunaan sediaan ovula dengan menggunakan aplikator:

a) Cuci tangan dan aplikator dengan sabun dan air hangat, sebelum digunakan.

b) Baringkan pasien dengan kedua kaki direnggangkan.

c) Ambil obat vagina dengan menggunakan aplikator.

d) Masukkan obat kedalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan.

e) Biarkan selama beberapa waktu.

f) Cuci bersih aplikator dan tangan dengan sabun dan air hangat setelah digunakan

3. Menyimpan obat (Si)


Cara Menyimpan Obat secara umum (Depkes RI, 2008) :

a. Jauhkan dari jangkauan anak – anak.

b. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.

c. Simpan obat ditempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti
aturan yang tertera pada kemasan.

d. Jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang
tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat dan jangan simpan obat yang telah
kadaluarsa.

Cara menyimpan obat berdasarkan bentuk sediaan :


a. Tablet dan kapsul
Tablet dan kapsul disimpan dalam wadar tertutup rapat, di tempat sejuk, terlindung dari
cahaya. Jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab (Depkes RI,
1979).

b. Sediaan obat cair

Obat dalam bentuk cair jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar tidak beku
kecuali disebutkan pada etiket atau

kemasan obat (Depkes RI, 2008).


c. Sediaan obat krim

Disimpan dalam wadah tertutup baik atau tube, di tempat sejuk (Depkes RI, 1979).

d. Sediaan obat vagina dan ovula

Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan di lemari es karena
dalam suhu kamar akan mencair (Depkes RI, 2008).

e. Sediaan Aerosol / spray

Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang mempunyai suhu tinggi karena dapat
menyebabkan ledakan (Depkes RI, 2008).

Klasifikasi suhu penyimpanan obat berdasarkan ruangan penyimpanan obat (FI, 1995) :

a. Dingin

Suhu dingin adalah suhu tidak lebih dari 8°C. Disimpan didalam lemari pendingin.

b. Sejuk

Suhu sejuk adalah suhu antara 8°C sampai 15°C didalam lemari pendingin.

c. Suhu kamar

Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur
antara 15°C sampai 30°C.

d. Hangat

Disimpan pada suhu 30°C sampai 40°C.

e. Panas
Disimpan pada suhu lebih dari 40°C.

4. Membuang obat (Bu)

Menurut Depkes RI (2008), cara membuang obat sebagai berikut :

a. Hancurkan obat dan timbun di dalam tanah untuk obat-obat padat (tablet, kapsul dan
suppositoria)

b. Untuk sediaan cair (sirup, suspensi, dan emulsi), encerkan sediaan dan campur dengan
bahan yang tidak akan dimakan seperti tanah atau pasir. Buang bersama dengan sampah lain.

c. Terlebih dahulu lepaskan etiket obat dan tutup botol kemudian dibuang ditempat, hal
ini untuk menghindari penyalah gunaan bekas wadah obat

d. Untuk kemasan boks, dus, dan tube terlebih dahulu digunting baru dibuang.
BAB III

METODE PELAKSANAAN
3.1. Metode penelitian

Penelitian ini merupakan quasi eksperimental dengan rancangan one group pretest, post-
test. Pre-test dilakukan sebelum pemberian edukasi, sedangkan pada post-test dilakukan 6
hari setelah pemberian edukasi. Edukasi pada penelitian ini menggunakan media leaflet,
sedangkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat diukur dengan menggunakan
kuesioner. Peneliti melakukan pre-test dan post-test pada responden untuk melihat adanya
perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah adanya perlakuan. Secara sederhana desain
penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:

O1--------X--------O2
Keterangan: O1 : tes awal (pre-test); O2 : tes akhir (post-test); X : perlakuan (pemberian
edukasi).
3.2. Waktu dan tempat penelitian
pada bulan Maret–April 2020. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kerujon Kabupaten
OKU Timur

3.3. Instrumen penelitian


Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data berupa kuesioner (daftar pertanyaan)
tentang dagusibu (dapatkan, gunakan, simpan dan buang obat) yang telah divalidasi terlebih
dahulu meliputi validitas internal berisi instrumen yang berupa test dengan memenuhi
validitas isi (content validity) dan validitas ukuran (construct validity ). Validitas isi
dilakukan berdasarkan pendapat para ahli terkait isi dari kuesioner yang digunakan sebagai
instrumen pengumpulan data. Validitas ukuran dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada masyarakat yang bukan sebagai subjek penelitian. Materi edukasi dalam bentuk
leaflet yang berisi tentang cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang
obat. Materi dan layout dalam leaflet yang digunakan sebelumnya dilakukan validasi dari
tenaga ahli yaitu dosen STIKes ‘Aisiyah Palembang.
3.4. Variabel Penelitian
Variabel terikat: pengetahuan masyarakat di Desa Kerujon tentang DAGUSIBU obat.
Variabel bebas: pemberian edukasi.

3.5. Populasi Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang ada di Desa Kerujon Kecamatan
Semendawai Suku III. Sedangkan sampel yang dijadikan pada penelitian ini adalah
masyarakat yang memenuhi kriteria inklusi yaitu Masyarakat yang berjenis kelamin
perempuan yang ada di Desa Kerujon Kabupaten OKU Timur, yang berusia 20-60 tahun serta
yang dapat membaca dan menulis. Sampel ditentukan menggunakan rumus Lwanga &
Lemeshow, sehingga didapatkan hasil perhitungan sampel sebanyak 35 responden.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Karakteristik Responden
Karakteristik responden berupa usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan responden, data
tersebut dapat dilihat pada tabel I. Pada tabel I, menunjukkan bahwa responden dengan
persentase tertinggi adalah usia dewasa, pendidikan SMP dan SMA/SMK, serta pekerjaan
sehari hari petani .

Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Diberikan Edukasi


Berdasarkan hasil kuisioner pada saat pre-test dan post-test untuk mengukur tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap DAGUSIBU obat ditunjukkan pada tabel II.

Pada tabel II, menunjukkan bahwa persentase tertinggi tingkat pengetahuan sebelum
perlakuan adalah kategori cukup, sedangkan setelah perlakuan perlakuan adalah kategori
baik, Terdapat peningkatkan persentase dengan kategori baik setelah mendapatkan perlakuan
edukasi dengan media

leaflet.
Pengaruh Edukasi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dagusibu

Hasil kuisioner pada saat pre-test dan post-test dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh
pemberian edukasi menggunakan uji Wilcoxon. Hasil pengujian terdapat pada tabel III..
Berdasarkan tabel III masyarakat di Desa Kerujon kabupaten OKU timur tahun 2020
menunjukan 0 responden memiliki nilai pre-test lebih besar dari nilai post-test, 35 responden
memiliki nilai post-test lebih besar dari pada nilai pre-test serta 0 responde memiliki nilai
pretest sama dengan nilai post-test. Hasil statistik juga menunjukkan terdapat perbedaan
pengetahuan yang bermakna antara sebelum edukasi dan sesudah edukasi berdasarkan nilai
asymp.sig yaitu p = 0,00.

4.2. Pembahasan
Responden pada penelitian ini adalah masyarakat desa Kerujon Kecamatan Semendawai
Suku III yang berjenis kelamin perempuan dan bersedia mengisi kuesioner. Responden yang
hadir berjumlah 35 responden. Seorang perempuan yang menjadi ibu dikeluarganya
merupakan penentu dalam pengaturan pola hidup seluruh anggota keluarganya. Karakteristik
ibu sangat penting dalam mengatur pola hidup dan mengupayakan kesehatan keluarga11.

Karakteristik Responden
Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya
usia seseorang maka akan berkembang pula daya tangkap dan pola pikir, sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin baik. Berdasarkan faktor usia, kategori yang memiliki
tingkat pengetahuan baik tertinggi adalah pada rentang usia 36-45 tahun 12. Karakteristik
responden berdasarkan usia, yang terdapat pada data Tabel I sebanyak 80,0% responden usia
dewasa, 6% responden lansia awal dan paling sedikit 2,9 % responden adalah usia lansia.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suryoputri (2019)8.

Tabel I. Karakteristik responden masyarakat Desa Kerujon Kabupaten OKU Timur


tahun 2020
karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Usia
Usia dewasa (17-45) 28 80,00
Lansia awal (46-55) 6 17,10
Usia lansia (>55) 1 2,90
Pendidikan terakhir
Dasar (SD) 11 31,40
Menengah (SMP, SMA/SMK) 23 65,70
Tinggi (perguruan tinggi) 1 2,90
Pekerjaan
IRT 4 11,40
Mahasiswa 1 2,90
Petani 27 77,10
Wiraswasta 3 8,60

Tabel II. Pengetahuan responden terhadap DAGUSIBU obat


Tingkat Pre-test Post-Test
pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Baik 1 2,90 29 82,90%
Cukup 18 51,40 6 17,10%
Kurang 16 45,70 0 0,00%
Total 35 100 35 100
Tabel III. Pengaruh Pemberian edukasi terhadap peningkatan pengetahuan dagusibu
Pretest-post-test N Nilai rata-rata Jumlah nilai P
Nilai negative 0 0 0
Nilai positif 35 18 630 0,00
Nilai yang sama 0
Total 35

tentang kegiatan edukasi dan stimulasi dagusibu obat diikuti oleh paling banyak responden
berusia dewasa 17-45 tahun yaitu sebanyak 62,5% responden, usia lansia awal 4655 tahun
sebanyak 27,5% responden dan paling sedikit yaitu usia lansia sebanyak 10% responden.
Responden yang berusia produktif ≤ 40 tahun memiliki tingkat pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan responden berusia lansia, hal ini disebabkan pada usia produktif biasanya
responden mengikuti perkembangan pengetahuan selain itu biasanya responden yang berusia
produktif memiliki kemampuan menangkap reponden yang lebih baik dikarenakan fungsi
indranya masih bagus14.

Berdasarkan Tabel I karakteristik responden dilihat dari tingkat pendidikan akhir


masyarakat Desa Kerujon terbanyak adalah yang berpendidikan menengah yaitu sebanyak
65,7% kemudian yang berpendidikan dasar sebanyak 31,4% dan yang berpendidikan tinggi
2,9%. Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan kognitif individu, termasuk kemampuan
membaca, menerima informasi. Pendidikan merupakan faktor yang dapat berpengaruh
terhadap pola pikir, proses belajar dan tingkat pemahaman informasi. Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang menerima informasi dan semakin
rasional serta berhati-hati dalam memilih obat untuk digunakan 15. Pada karakteristik
pekerjaan responden diketahui bahwa pekerjaan terbesar adalah petani sebanyak 77,1%, ibu
rumah tangga sebanyak 11,4%, mahasiswa sebanyak 2,9%, dan wiraswasta sebanyak 8,6%.
Hasil dari data Tabel I berdasarkan pekerjaan menunjukan responden dengan pekerjaan
petani lebih banyak dibandingkan dengan responden lainnya, hal ini sesuai dengan lokasi
wilayah dimana terdapat banyak lahan persawahan dengan masyarakat bermata pencarian
sebagai petani.

Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Diberikan Edukasi


Berdasarkan Hasil uji pre-test dan posttest yang dapat dilihat pada Tabel II Hasil nilai
pre-test pada uji statistik yang memiliki pengetahuan baik diperoleh persentase sebesar 2,9%
cukup 51,4% dan kurang 45,7%. Hal ini menunjukan sebelum pemberian edukasi
pengetahuan masyarakat sudah cukup baik. Hal ini dikarenakan sudah tersedia banyak media
informasi kesehatan yang bisa diperoleh oleh semua orang melalui media elektronik seperti
handphone, televisi dan radio. Pengetahuan yang dimiliki seseorang memungkinkan orang
tersebut akan melakukan hal yang dapat bermanfaat untuk dirinya dari informasi yang
didapatkan16.

Dapat dilihat pada tabel II adanya perubahan persentase kategori tingkat pengetahuan
antara perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan edukasi, hal ini terlihat dari hasil pre-test
yang menunjukan kategori baik yaitu sebesar 2,9 %, cukup sebesar 51,4% dan kurang
sebanyak 45,7%. Sedangkan pada hasil post-test menunjukan adanya peningkatan
pengetahuan baik sebanyak 82,9% dan kategori cukup sebanyak 17,1% dan kategori kurang
adalah 0,0%. Tapi masih terdapat beberapa pertanyaan yang masih sulit dijawab oleh
responden seperti arti penggunaan obat secara topikal. Hal ini dikarenakan ketika dalam
pengisian soal kuesioner responden kurang paham dan kurang terbiasa dengan kalimat atau
istilah yang ada pada kuesioner.

Pengaruh Pemberian Edukasi Terhadap Pengetahuan Tentang Dagusibu Pada


Masyarakat
Tingkat pengetahuan responden antara sebelum dan sesudah dilakukan edukasi, dianalisis
secara statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak
terhadap hasil pre-test dan post-test responden terhadap DAGUSIBU (dapatkan gunakan
simpan dan buang obat). Data diuji apakah terdistribusi normal atau tidak menggunakan uji
Shapiro-wilk dan hasil nilai sig. sebelum dan sesudah edukasi adalah < 0,05 sehingga data
yang didapatkan dikatakan terdistribusi tidak normal. Selanjutnya data dapat dianalisis
menggunakan uji Wilcoxon sign rank test. Hasil uji Wilcoxon pada penelitian ini
menunjukan bahwa hasil nilai post-test lebih besar dari pada nilai pre-test yang ditunjukan
dengan hasil asymp.sig (p = 0,00). Karena nilai p < 0,05, Maka secara statistik terdapat
perbedaan pengetahuan yang bermakna tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah edukasi,
berupa peningkatan pengetahuan responden yang artinya edukasi yang telah diberikan
memiliki pengaruh terhadap perubahan pengetahuan responden.

Penelitian ini menggunakan leaflet yang berbentuk selembar kertas yang dilipat-lipat,
berisikan tulisan dan beberapa gambar tertentu yang digunakan sebagai media informasi.
Pemberian Leaflet dan edukasi dagusibu kepada masyarakat dapat meningkatkan
pengetahuan yang akan merubah prilaku masyarakat menjadi lebih positif dan memperbaiki
prilaku masyarakat dalam memilih obat. Pemberian edukasi dengan menggunakan alat bantu
berupa contoh obat-obatan, media audiovisual, x-banner dan leaflet, dapat meningkatkan
pengetahuan17.

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani dkk (2020) tentang
pengaruh intervensi penyuluhan tentang penggolongan obat terhadap pengetahuan
masyarakat dusun tegal kemuning kota Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan metode
quasi eksperimental dengan rancangan one group pre-test post-test dengan jumlah sampel 70
responden. Hasil penelitian yang didapat sebelum dilakukan intervensi penyuluhan
pengetahuan kurang 97,14% dan kategori cukup 2,86% kemudian setelah dilakukan
intervensi penyuluhan terjadi peningkatan. Kategori pengetahuan cukup sebesar 52,85% dan
kategori baik 47,15%. Pemberian intervensi penyuluhan berpengaruh secara signifikan
terhadap peningkatan pengetahuan tentang penggolongan obat dengan p < 0,0518.

Hasil Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Suryoputri
dkk (2019), tentang pengaru edukasi dan simulasi Dagusibu obat terhadap peningkatan
keluarga sadar obat di desa Kedungbanteng Banyumas, berdasarkan hasil evaluasi pretest dan
posttest menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah diberikan edukasi berupa
penyuluhan yaitu jumlah responden yang mendapatkan nilai baik (80-100) meningkat dari 1
responden dengan persentase (2,5%) menjadi 12 responden (30%). Berdasarkan hal tersebut
dapat diketahui bahwa edukasi mengenai dagusibu obat dan simulasi cara penggunaan dan
pengelolaan obat dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan keluarga sadar obat19.

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu penelitian ini belum sampai
mengukur perilaku responden dalam DAGUSIBU obat pasca intervensi dan adanya tipe
pertanyaan yang sama antara pre-test dan post-test dapat menimbulkan kecenderungan
responden hanya fokus pada konten media yang berkaitan dengan pertanyaan.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
1. DAGUSIBU adalah kepanjangan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang yang
merupakan proses pengelolaan obat yang baik dan benar.

2. DAGUSIBU dapat mengurangi kesalahan cara pengelolaan obat jika masyarakat


memperhatikan dan melakukan seperti petunjuk dalam pengelolaan obat DAGUSIBU
sehingga obat tersebut dapat diambil manfaatnya untuk kesembuhan pasien dan mengurangi
dampak buruk akibat kesalahan yang ditimbulkan.

5.2. SARAN
1. Bagi klinik X

Diharapkan para tenaga farmasi yang bekerja di klinik X dapat memberikan penyuluhan
tentang DAGUSIBU obat agar pasien semakin tahu pentingnya melakukan DAGUSIBU obat
dengan baik dan benar.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat melakukan penelitian terkait DAGUSIBU obat di lokasi yang berbeda
agar dapat terus mengukur tingkat pengetahuan dan praktik terkait DAGUSIBU obat dari
waktu ke waktu dengan pertanyaan yang lebih seragam.
DAFTAR PTUSTAKA

1. Suarni E, Astri Y, Sentani MD. Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku
Konsumsi Obat Tanpa Resep Dokter di Apotek Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang
Tahun 2013. SM. 2014;4(2):75.

2. Damayanti T, Yuniarti P, Putri LES. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat


Tentang DAGUSIBU Di Desa Suka Bandung Kecamatan Pino Raya Kabupaten Bengkulu
Selatan. 2020;7(01):21.

3. Kumar S L, Logeshwaran L L, Vanitha Rani N, Thennarasu P T, Keerthana M K,


Lavanya M L. Assessment of Knowledge and Awareness on the Disposal of Expired and
Unused Medicines among Medication Consumers. JYP. 2019;11(4):410-416.

4. Rawas GM, Shahad F. AA, Mufti AH. Evaluation of public knowledge and attitude
towards how to use, store and discard expired pharmaceutical drugs in Saudi Arabia. Int Res
J Med Med Sci. 2021;9(3):103-112.

5. Maziyyah N. Penyuluhan Penggunaan Obat Yang Benar (Dagusibu) Di Padukuhan


Bakalan, Mlati, Sleman, Yogyakarta. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA; 2015:12.

6. Purwidyaningrum I, Peranginangin JM, Sarimanah J. Dagusibu, Pertolongan Pertama


Pada Kecelakaan di Rumah dan Penggunaan Antibiotik Secara Rasional Di Kelurahan
Nusukan. Journal of Dedicators Community UNISNU Jepara. 2019;3(1):23-43.

7. Pujiastuti A, Kristiani M. Sosialisasi DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan,


Buang) obat dengan benar pada guru dan karyawan SMA Theresiana I Semarang. IJOCS.
2019;1(1):62.
8. Suryoputri MW, Sunarto AM. Pengaruh Edukasi Dan Simulasi Dagusibu Obat
Terhadap Peningkatan Keluarga Sadar Obat Di Desa Kedungbanteng Banyumas. Jurnal
Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat,. 2019;3.

9. Lutfiyati H, Yuliatuti F, Dianita PS. Pemberdayaan Kader PKK dalam Penerapan


DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang) Obat dengan Baik dan Benar. The
6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang. Published
online 2017:6.

10. Pusmarani J, Mustofa, Darmawan E. Pengaruh Pemberian Edukasi Obat terhadap


Kepatuhan Minum Obat Warfarin pada Pasien Sindrom Koroner Akut dan Fibrilasi Atrium di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Indones J Clin Pharm. 2015;4(4):257-263.

11. Nikolaev EL, Baranova EA, Petunova SA. Mental Health Problems in Young
Children: The Role of Mothers’ Coping and Parenting Styles and Characteristics of Family
Functioning. Procedia – Social and Behavioral Sciences. 2016;233:94-99.

12. Budiman, Riyanto. Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan Dan Sikap


DalamPenelitian Kesehatan,. Salemba Medika;2013.

13. Yuswantina R, Dyahariesti N, Sari NLF, Sari EDK. Hubungan Faktor Usia dan
Tingkat Pendidikan Terhadap Pengetahuan Penggunaan Antibiotik di Kelurahan Sidorejo
Kidul. IJPNP. 2019;2(1).

14. Pratiwi H, Nuryanti N, Fera VV, Warsinah W, Sholihat NK. Pengaruh Edukasi
Terhadap Pengetahuan, Sikap, Dan Kemampuan Berkomunikasi Atas Informasi Obat. kjif.
2016;4(1):51.

15. Fuaddah AT. Perbandingan Karakteristik, Pengetahuan Dan Tindakan Swamedikasi


Pada Penyakit Diare Akut Antara Masyarakat Desa Dan Masyarakat Kota. 2015.

16. Dolang MW, Kiriwenno E. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Higiene


Menstruasi Terhadap Pengetahuan Remaja Putri. BS. 2020;9(1):101.

17. Suarningsih NK, Suyasa IGPD, Rismawan M. Pengaruh Pendidikan Kesehatan


Menggunakan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan Orang Tua. Jurnal Riset Kesehatan
Nasional. 2017;01(01):8-16.
18. Suryani Kusumaningtyas RD, Sofyan O. Pengaruh Intervensi Penyuluhan Tentang
Penggolongan Obat Terhadap Pengetahuan Masyarakat Dusun Tegal kemuning Kota
Yogyakarta. jofar. Published online March 30, 2020:1-7.

Anda mungkin juga menyukai