DISUSUN OLEH :
UMMU AIMAN HABIL
(DF2203021)
PENDAHULUAN
Penggunaan obat bebas atau over the counter (OTC) tanpa pengetahuan dan informasi
memadai dapat menyebabkan masalah kesehatan baru, misalnya dosis obat berlebih, waktu
penggunaan obat tidak tepat, interaksi obat atau penyalahgunaan obat dan sebagainya.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap
perilaku responden dalam mengkonsumsi obat tanpa resep dokter 1. Pengetahuan masyarakat
tentang penggunaan obat yang rasional masih menjadi masalah dalam pencapaian terapi yang
efektif dan efisien. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat di Bengkulu Selatan memiliki
tingkat pengetahuan terhadap penggunaan obat sebesar 54,65% yang menyatakan kurang
tahu2 Penelitian yang dilakukan di India menyatakan sebagian besar masyarakat memiliki
sisa obat yang tidak terpakai atau kadaluarsa di rumah mereka dan kurangnya kesadaran
tentang pembuangan obat yang aman3. Di Saudi Arabia juga dilakukan penelitian yang
menunjukkan terdapat kekurangan informasi yang diterima tentang penggunaan,
penyimpanan, dan pembuangan yang aman. Sekitar 55% responden membuang obat yang
tidak terpakai dan kadaluarsa dengan cara membuang dibuang langsung di tempat sampah4.
Kesalahan dalam penggunaan obat dapat menyebabkan kerugian baik bagi masyarakat
maupun lingkungan5. Dampak negatif dari kesalahan cara mendapatkan obat, menggunakan,
menyimpan dan membuang obat dapat menyebabkan seperti obat tidak bisa berfungsi
optimal, terjadinya efek samping obat, obat yang salah cara penggunaanya, obat yang tidak
disimpan secara benar dan pembuangan obat secara sembarang sehingga dapat merugikan
bagi masyarakat saat menggunakan obat6.
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap pengetahuan
masyarakat di desa Kerujon kabupaten OKU Timur tentang dagusibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dagusibu
Dagusibu merupakan singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang obat (PP IAI,
2014). Dagusibu merupakan suatu program edukasi kesehatan yang dibuat oleh IAI dalam
upaya mewujudkan Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO) sebagai langkah konkrit untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya sebgai komitmen dalam melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009.
Perlu adanya pengawasan dan penyampaian informasi tentang obat untuk pasien atau
masyarakat dalam mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan
baik. Jika penggunaannya salah, tidak tepat, tidak sesuai dengan takaran dan indikasinya
maka obat dapat membahayakan kesehatan (Depkes RI, 2008).
a. Apotek
Sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
b. Instalasi rumah sakit Unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
c. Klinik
d. Toko obat
Sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas
untuk dijual secara eceran.
Pada waktu menerima obat dari petugas kesehatan di rumah sakit, puskesmas, apotek,
atau toko obat, diwajibkan melakukan pemeriksaan fisik obat dan mutu obat yang meliputi
(Depkes RI, 2008) :
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada
kemasan dan etiket obat bebas,tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi
berwarna hitam
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, namun penggunaannya harus memperhatikan
informasi yang menyertai obat dalam kemasan. Pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
terdapat tanda khusus berupa lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
3) Obat keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep Dokter. Obat keras
mempunyai tanda khusus berupa lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam dan
huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi.
4) Narkotik
Obat yang berasal dari turunan tanaman atau bahan kmia yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep
dari dokter. Contoh: Morfin, Petidin
5) Psikotropik
Obat bukan golongan narkotik yang berkhasiat mempengaruhi susunan syaraf pusat. Obat ini
dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan ini
hanya boleh dijual dengan resep dokter dan diberi tanda huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Diazepam, Phenobarbital.
b. Kemasan obat
Pada umumnya informasi obat yang dicantumkan adalah :
1) Nama obat
Nama obat pada kemasan terdiri dari nama dagang dan nama zat aktif yang terkandung
didalamnya.
3) Indikasi
Informasi mengenai khasiat obat untuk suatu penyakit.
4) Aturan pakai
Informasi mengenai cara penggunaan obat yang meliputi waktu dan berapa kali obat
tersebut digunakan.
5) Peringatan perhatian
Tanda Peringatan yang harus diperhatikan pada setiap kemasan obat bebas dan obat bebas
terbatas. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas berbentuk
empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam ukuran panjang 5 (lima)
sentimeter, lebar 2 (dua) sentimeter yang terdiri dari 6 macam, yaitu P No. 1 s/d 6, sebagai
berikut :
Gambar 1. Kotak tanda peringatan obat
6) Tanggal Daluarsa
Tanggal yang menunjukkan berakhirnya masa kerja obat.
7) Nama Produsen
Nama Industri Farmasi yang memproduksi obat.
8) Nomor batch/lot
Nomor kode produksi yang dikeluarkan oleh Industri Farmasi.
c. Kadaluarsa obat
Waktu kadaluarsa obat merupakan batas waktu ketika produk farmasi tidak lagi dalam
kondisi yang dapat diterima efektivitasnya. Umur simpan obat ditentukan oleh waktu
pemecahan zat aktif atau resiko kontaminasi. Tidak semua obat rusak pada tingkat yang sama
(NHS, 2013).
Cara mengetahui obat yang sudah rusak atau kadaluarsa (Depkes RI, 2008) :
1) Tablet
Terjadi perubahan pada warna, bau dan rasa, timbul bintik–bintik noda, lubang-lubang,
pecah, retak, terdapat benda asing, menjadi bubuk dan lembab.
2) Tablet Salut
Terjadi perubahan salutan seperti pecah, basah, lengket satu dengan lainnya dan terjadi
perubahan warna.
3) Kapsul
Cangkang kapsul menjadi lembek, terbuka sehingga isinya keluar, melekat satu sama lain,
dapat juga melekat dengan kemasan.
4) Puyer
Terjadi perubahan warna, timbul bau, timbul noda bintik-bintik, lembab sampai mencair.
Terjadi perubahan warna, bau, timbul endapan atau kekeruhan, mengental, timbul gas,
memisah menjadi 2 (dua) bagian, mengeras, sampai pada kemasan atau wadah menjadi rusak.
Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan dosis tertentu, dan dengan
penggunaan yang tepat, dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit,
menyembuhkan atau memelihara kesehatan (Depkes RI, 2008). Informasi penggunaan obat
bagi pasien dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada etiket atau Brosur
Penggunaan obat tanpa petunjuk langsung dari dokter hanya boleh untuk penggunaan
obat bebas dan obat bebas terbatas serta untuk masalah kesehatan yang ringan.
a) Pagi, berarti obat harus diminum antara pukul 07.00 - 08.00 WIB.
b) Siang, berarti obat harus diminum anara pukul 12.00 -13.00 WIB.
Bila tertulis:
a) 1 (satu) kali sehari, berarti obat tersebut diminum waktu pagi hari atau malam hari,
tergantung dari khasiat obat tersebut.
b) 2 (dua) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pagi dan malam hari.
c) 3 (tiga) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pada pagi, siang dan malam
hari.
d) 4 (empat) kali sehari, berarti obat tersebut haus diminum pada pagi, siang, sore dan
malam hari.
4) Minum obat sampai habis, berarti obat harus diminum sampai habis, biasanya obat
antibiotika.
5) Penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas tidak dimaksudkan untuk penggunaan
secara terus – menerus.
6) Hentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan manfaat atau menimbulkan hal–
hal yang tidak diinginkan, segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.
8) Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena pada etiket tersebut tercantum
cara penggunaan obat dan informasi lain yang penting.
9) Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat, demikian juga periksalah tanggal
kadaluarsa.
10) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.
11) Tanyakan kepada Apoteker di Apotek atau petugas kesehatan di Poskesdes untuk
mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap.
c) Ikuti petunjuk tenaga kesehatan kapan saat yang tepat untuk minum obat apakah pada
saat perut kosong, atau pada saat makan atau sesudah makan atau pada malam hari sebelum
tidur. Misalnya : obat antasida harus diminum saat perut kosong, obat yang merangsang
lambung, harus diminum sesudah makan, obat pencahar diminum sebelum tidur.
b) Hati-hati terhadap obat kumur. Jangan diminum. Lazimnya pada kemasan obat kumur
terdapat peringatan ”Hanya untuk kumur, jangan ditelan”.
c) Sediaan obat larutan biasanya dilengkapi dengan sendok takar yang mempunyai tanda
garis sesuai dengan ukuran 5.0 ml, 2,5 ml dan 1,25 ml.
b) ½ (setengah) sendok takar obat, berarti obat tersebut harus dituangkan pada sendok
takar sampai garis yang menunjukan volume 2.5 ml.
c) ¼ (seperempat) sendok takar obat, berarti obat tersebut harus dituangkan pada sendok
takar sampai garis yang menunjukan volume 1,25 ml.
Obat luar
Obat luar merupakan obat yang diberikan tidak melalui saluran pencernaan atau buka melalui
mulut.
1) Sediaan kulit
Beberapa bentuk sediaan obat untuk penggunaan kulit, yaitu bentuk bubuk halus (bedak),
cairan (lotion), setengah padat (krim, salep). Untuk mencegah kontaminasi (pencemaran),
sesudah dipakai wadah harus tetap tertutup rapat.
Cara penggunaan :
a) Cuci tangan.
b) Tengadahkan kepala pasien; dengan jari telunjuk tarik kelopak mata bagian bawah.
c) Tekan botol tetes atau tube salep hingga cairan atau salep masuk dalam kantung mata
bagian bawah .
e) Untuk penggunaan tetes mata tekan ujung mata dekat hidung selama 1-2 menit; untuk
penggunaan salep mata, gerakkan mata ke kiri-kanan, ke atas dan ke bawah.
f) Setelah obat tetes atau salep mata digunakan, usap ujung wadah dengan tisu bersih, tidak
disarankan untuk mencuci dengan air hangat.
PERHATIAN :
a) Hindari penggunaan obat tetes mata atau salep mata setelah dibuka lebih dari 30 hari,
karena obat tidak bebas kuman lagi.
b) Hindari penggunaan obat tetes mata atau salep mata oleh lebih dari satu orang, agar tidak
terjadi penulaan infeksi.
3) Sediaan tetes telinga
Hindarkan ujung kemasan obat tetes telinga dan alat penetes telinga atau pipet terkena
permukaan benda lain (termasuk telinga), untuk mencegah kontaminasi.
a) Cuci tangan.
d) Miringkan kepala atau berbaring dalam posisi miring dengan telinga yang akan ditetesi
obat, menghadap ke atas.
e) Tarik telinga keatas dan ke belakang (untuk orang dewasa) atau tarik telinga ke bawah dan
ke belakang (untuk anakanak).
f) Teteskan obat dan biarkan selama 5 menit. Keringkan dengan kertas tisu setelah
digunakan.
g) Tutup wadah dengan baik. Jangan bilas ujung wadah dan alat penetes obat.
4) Sediaan supositoria
a) Cuci tangan.
b) Buka bungkus aluminium foil dan basahi supositoria dengan sedikit air.
Jika supositoria terlalu lembek, sehingga sulit untuk dimasukkan kedalam anus, maka
sebelum digunakan sediaan supositoria ditempatkan di dalam lemari pendingin selama 30
menit kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum membuka bungkus kemasan
aluminium foil
5) Sediaan krim / salep rektal
a) Cuci tangan dan aplikator dengan sabun dan air hangat, sebelum digunakan.
f) Cuci bersih aplikator dan tangan dengan sabun dan air hangat setelah digunakan
b. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
c. Simpan obat ditempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti
aturan yang tertera pada kemasan.
d. Jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang
tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat dan jangan simpan obat yang telah
kadaluarsa.
Obat dalam bentuk cair jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar tidak beku
kecuali disebutkan pada etiket atau
Disimpan dalam wadah tertutup baik atau tube, di tempat sejuk (Depkes RI, 1979).
Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan di lemari es karena
dalam suhu kamar akan mencair (Depkes RI, 2008).
Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang mempunyai suhu tinggi karena dapat
menyebabkan ledakan (Depkes RI, 2008).
Klasifikasi suhu penyimpanan obat berdasarkan ruangan penyimpanan obat (FI, 1995) :
a. Dingin
Suhu dingin adalah suhu tidak lebih dari 8°C. Disimpan didalam lemari pendingin.
b. Sejuk
Suhu sejuk adalah suhu antara 8°C sampai 15°C didalam lemari pendingin.
c. Suhu kamar
Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur
antara 15°C sampai 30°C.
d. Hangat
e. Panas
Disimpan pada suhu lebih dari 40°C.
a. Hancurkan obat dan timbun di dalam tanah untuk obat-obat padat (tablet, kapsul dan
suppositoria)
b. Untuk sediaan cair (sirup, suspensi, dan emulsi), encerkan sediaan dan campur dengan
bahan yang tidak akan dimakan seperti tanah atau pasir. Buang bersama dengan sampah lain.
c. Terlebih dahulu lepaskan etiket obat dan tutup botol kemudian dibuang ditempat, hal
ini untuk menghindari penyalah gunaan bekas wadah obat
d. Untuk kemasan boks, dus, dan tube terlebih dahulu digunting baru dibuang.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1. Metode penelitian
Penelitian ini merupakan quasi eksperimental dengan rancangan one group pretest, post-
test. Pre-test dilakukan sebelum pemberian edukasi, sedangkan pada post-test dilakukan 6
hari setelah pemberian edukasi. Edukasi pada penelitian ini menggunakan media leaflet,
sedangkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat diukur dengan menggunakan
kuesioner. Peneliti melakukan pre-test dan post-test pada responden untuk melihat adanya
perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah adanya perlakuan. Secara sederhana desain
penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
O1--------X--------O2
Keterangan: O1 : tes awal (pre-test); O2 : tes akhir (post-test); X : perlakuan (pemberian
edukasi).
3.2. Waktu dan tempat penelitian
pada bulan Maret–April 2020. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kerujon Kabupaten
OKU Timur
HASIL PEMBAHASAN
Pada tabel II, menunjukkan bahwa persentase tertinggi tingkat pengetahuan sebelum
perlakuan adalah kategori cukup, sedangkan setelah perlakuan perlakuan adalah kategori
baik, Terdapat peningkatkan persentase dengan kategori baik setelah mendapatkan perlakuan
edukasi dengan media
leaflet.
Pengaruh Edukasi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dagusibu
Hasil kuisioner pada saat pre-test dan post-test dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh
pemberian edukasi menggunakan uji Wilcoxon. Hasil pengujian terdapat pada tabel III..
Berdasarkan tabel III masyarakat di Desa Kerujon kabupaten OKU timur tahun 2020
menunjukan 0 responden memiliki nilai pre-test lebih besar dari nilai post-test, 35 responden
memiliki nilai post-test lebih besar dari pada nilai pre-test serta 0 responde memiliki nilai
pretest sama dengan nilai post-test. Hasil statistik juga menunjukkan terdapat perbedaan
pengetahuan yang bermakna antara sebelum edukasi dan sesudah edukasi berdasarkan nilai
asymp.sig yaitu p = 0,00.
4.2. Pembahasan
Responden pada penelitian ini adalah masyarakat desa Kerujon Kecamatan Semendawai
Suku III yang berjenis kelamin perempuan dan bersedia mengisi kuesioner. Responden yang
hadir berjumlah 35 responden. Seorang perempuan yang menjadi ibu dikeluarganya
merupakan penentu dalam pengaturan pola hidup seluruh anggota keluarganya. Karakteristik
ibu sangat penting dalam mengatur pola hidup dan mengupayakan kesehatan keluarga11.
Karakteristik Responden
Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya
usia seseorang maka akan berkembang pula daya tangkap dan pola pikir, sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin baik. Berdasarkan faktor usia, kategori yang memiliki
tingkat pengetahuan baik tertinggi adalah pada rentang usia 36-45 tahun 12. Karakteristik
responden berdasarkan usia, yang terdapat pada data Tabel I sebanyak 80,0% responden usia
dewasa, 6% responden lansia awal dan paling sedikit 2,9 % responden adalah usia lansia.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suryoputri (2019)8.
tentang kegiatan edukasi dan stimulasi dagusibu obat diikuti oleh paling banyak responden
berusia dewasa 17-45 tahun yaitu sebanyak 62,5% responden, usia lansia awal 4655 tahun
sebanyak 27,5% responden dan paling sedikit yaitu usia lansia sebanyak 10% responden.
Responden yang berusia produktif ≤ 40 tahun memiliki tingkat pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan responden berusia lansia, hal ini disebabkan pada usia produktif biasanya
responden mengikuti perkembangan pengetahuan selain itu biasanya responden yang berusia
produktif memiliki kemampuan menangkap reponden yang lebih baik dikarenakan fungsi
indranya masih bagus14.
Dapat dilihat pada tabel II adanya perubahan persentase kategori tingkat pengetahuan
antara perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan edukasi, hal ini terlihat dari hasil pre-test
yang menunjukan kategori baik yaitu sebesar 2,9 %, cukup sebesar 51,4% dan kurang
sebanyak 45,7%. Sedangkan pada hasil post-test menunjukan adanya peningkatan
pengetahuan baik sebanyak 82,9% dan kategori cukup sebanyak 17,1% dan kategori kurang
adalah 0,0%. Tapi masih terdapat beberapa pertanyaan yang masih sulit dijawab oleh
responden seperti arti penggunaan obat secara topikal. Hal ini dikarenakan ketika dalam
pengisian soal kuesioner responden kurang paham dan kurang terbiasa dengan kalimat atau
istilah yang ada pada kuesioner.
Penelitian ini menggunakan leaflet yang berbentuk selembar kertas yang dilipat-lipat,
berisikan tulisan dan beberapa gambar tertentu yang digunakan sebagai media informasi.
Pemberian Leaflet dan edukasi dagusibu kepada masyarakat dapat meningkatkan
pengetahuan yang akan merubah prilaku masyarakat menjadi lebih positif dan memperbaiki
prilaku masyarakat dalam memilih obat. Pemberian edukasi dengan menggunakan alat bantu
berupa contoh obat-obatan, media audiovisual, x-banner dan leaflet, dapat meningkatkan
pengetahuan17.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani dkk (2020) tentang
pengaruh intervensi penyuluhan tentang penggolongan obat terhadap pengetahuan
masyarakat dusun tegal kemuning kota Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan metode
quasi eksperimental dengan rancangan one group pre-test post-test dengan jumlah sampel 70
responden. Hasil penelitian yang didapat sebelum dilakukan intervensi penyuluhan
pengetahuan kurang 97,14% dan kategori cukup 2,86% kemudian setelah dilakukan
intervensi penyuluhan terjadi peningkatan. Kategori pengetahuan cukup sebesar 52,85% dan
kategori baik 47,15%. Pemberian intervensi penyuluhan berpengaruh secara signifikan
terhadap peningkatan pengetahuan tentang penggolongan obat dengan p < 0,0518.
Hasil Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Suryoputri
dkk (2019), tentang pengaru edukasi dan simulasi Dagusibu obat terhadap peningkatan
keluarga sadar obat di desa Kedungbanteng Banyumas, berdasarkan hasil evaluasi pretest dan
posttest menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah diberikan edukasi berupa
penyuluhan yaitu jumlah responden yang mendapatkan nilai baik (80-100) meningkat dari 1
responden dengan persentase (2,5%) menjadi 12 responden (30%). Berdasarkan hal tersebut
dapat diketahui bahwa edukasi mengenai dagusibu obat dan simulasi cara penggunaan dan
pengelolaan obat dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan keluarga sadar obat19.
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu penelitian ini belum sampai
mengukur perilaku responden dalam DAGUSIBU obat pasca intervensi dan adanya tipe
pertanyaan yang sama antara pre-test dan post-test dapat menimbulkan kecenderungan
responden hanya fokus pada konten media yang berkaitan dengan pertanyaan.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. DAGUSIBU adalah kepanjangan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang yang
merupakan proses pengelolaan obat yang baik dan benar.
5.2. SARAN
1. Bagi klinik X
Diharapkan para tenaga farmasi yang bekerja di klinik X dapat memberikan penyuluhan
tentang DAGUSIBU obat agar pasien semakin tahu pentingnya melakukan DAGUSIBU obat
dengan baik dan benar.
Diharapkan dapat melakukan penelitian terkait DAGUSIBU obat di lokasi yang berbeda
agar dapat terus mengukur tingkat pengetahuan dan praktik terkait DAGUSIBU obat dari
waktu ke waktu dengan pertanyaan yang lebih seragam.
DAFTAR PTUSTAKA
1. Suarni E, Astri Y, Sentani MD. Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku
Konsumsi Obat Tanpa Resep Dokter di Apotek Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang
Tahun 2013. SM. 2014;4(2):75.
4. Rawas GM, Shahad F. AA, Mufti AH. Evaluation of public knowledge and attitude
towards how to use, store and discard expired pharmaceutical drugs in Saudi Arabia. Int Res
J Med Med Sci. 2021;9(3):103-112.
11. Nikolaev EL, Baranova EA, Petunova SA. Mental Health Problems in Young
Children: The Role of Mothers’ Coping and Parenting Styles and Characteristics of Family
Functioning. Procedia – Social and Behavioral Sciences. 2016;233:94-99.
13. Yuswantina R, Dyahariesti N, Sari NLF, Sari EDK. Hubungan Faktor Usia dan
Tingkat Pendidikan Terhadap Pengetahuan Penggunaan Antibiotik di Kelurahan Sidorejo
Kidul. IJPNP. 2019;2(1).
14. Pratiwi H, Nuryanti N, Fera VV, Warsinah W, Sholihat NK. Pengaruh Edukasi
Terhadap Pengetahuan, Sikap, Dan Kemampuan Berkomunikasi Atas Informasi Obat. kjif.
2016;4(1):51.