Anda di halaman 1dari 21

TATANIAGA PERTANIAN

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Elpawati, MP

STRATEGI PENETAPAN HARGA BERBASIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK ASAM JAWA
SEBAGAI PENINGKATAN DAYA SAING DAN KEBERLANJUTAN PASAR

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Tataniaga Pertanian

Dibuat Oleh :

Azril Wafa (11220920000062)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2024
DAFTAR ISI

BAB I ...............................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN ........................................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................................2

1.3 Tujuan ....................................................................................................................................................3

BAB II ............................................................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN ..............................................................................................................................................4

2.1 Asam Jawa (Tamarindus indica L.) ......................................................................................................4

2.2 Nilai Tambah .................................................................................................................................... 5

2.2 1 Definisi Nilai Tambah .................................................................................................................... 5

2.2.2 Memberikan Nilai Tambah Hasil Pertanian ................................................................................... 6

2.3 Harga dan Penentuan Harga .................................................................................................................. 7

2.3.1 Tujuan Penentuan Harga ................................................................................................................ 8

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Harga .............................................................................. 8

2.3.3 Makna Harga Bagi Pelaku Tataniaga Pertanian ............................................................................. 9

2.4 Bentuk-bentuk Pasar Dalam Tata Niaga Pertanian ............................................................................. 10

2.5 Karakteristik Asam Jawa Pada Pasar ...................................................................................................11

2.6 Penerapan Nilai Tambah Pada Asam Jawa ......................................................................................... 12

2.6.1 Contoh Penerapan Nilai Tambah Asam Jawa .............................................................................. 13

BAB III .......................................................................................................................................................... 16

ii
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 16

3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar pertumbuhan ekonomi negara terutama negara
yang bercorak agraris seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi menitikberatkan pada bidang pertanian
dan industri yang berbasis pertanian atau bisa disebut agroindustri. Sistem agribisnis, agribisnis adalah
salah satu subsistem yang bersama-sama subsistem lain membentuk agribisnis (Oxy Valentina, 2009).

Dalam tantangan global dan pelestarian adat budaya masyarakat terutama pangan lokal di desa
membuat kita harus berpacu kepada sistem agribisnis. Sistem agribisnis terdiri dari beberapa subsistem
yaitu input (agroindustri hulu), usahatani (pertanian), sistem output (agroindustri hilir), pemasaran dan
penunjang (Nainggolan & Aritonang, 2017). Dalam perkembangan ekonomi suatu negara, sering kali
sektor pertanian diusahakan menjadi sektor tangguh yang mampu mendukung sektor industri. Dukungan
pertanian pada sektor industri antara lain berupa penyediaan bahan baku dari hasil-hasil pertanian.
Pembangunan industri hasil-hasil pertanian akan meningkatkan nilai tambah dan menciptakan kesempatan
kerja (Soekartawi, 2000). Sebagai pendorong perekonomian, sektor pertanian menyumbang hasil pertanian
yang sudah diolah menjadi suatu produk melalui proses agroindustri.

Agroindustri merupakan salah satu subsistem dalam sistem agribisnis yang bersama – sama dengan
subsistem penyediaan input, subsistem produksi, subsitem pemasaran, dan subsistem penunjang
membentuk sistem agribisnis. Sistem agribisnis terdiri dari subsistem input (agroindustri hulu), usahatani
(pertanian), sistem output (agroindustri hilir), pemasaran dan penunjang. Dengan demikian pembangunan
agroindustri tidak dapat dilepaskan dari pembangunan agribisnis secara keseluruhan. Pembangunan
agroindustri akan dapat meningkatkan produksi, harga hasil pertanian, pendapatan petani, serta dapat
menghasilkan nilai tambah hasil pertanian .

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang
diperlukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis dan
faktor pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas
bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi harga jual produk, harga bahan baku,
nilai input lain, dan upah tenaga kerja (Soekartawi, 2004). Konsep nilai tambah adalah suatu
pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input fungsional seperti perlakuan dan jasa yang
menyebabkan bertambahnya kegunaan dan nilai komoditas selama mengikuti arus komoditas pertanian.
Input fungsional dapat berupa proses mengubah bentuk (from utility), menyimpan (time utility), maupun
melalui proses pemindahan tempat dan kepemilikan (Hardjanto, 1993).

1
Komoditas pertanian pada umumnya mempunyai sifat mudah rusak sehingga perlu langsung
dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Proses pengolahan yang disebut agroindustri, dapat meningkatkan
kegunaan komoditas pertanian. Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari pembangunan sektor
pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke produk olahan, sekaligus
budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai
tambah tinggi (Suryana, 2005).

Asam Jawa, atau Tamarindus indica, adalah tumbuhan yang tersebar luas di wilayah tropis seperti Asia,
Afrika, dan Amerika Latin. Buah asam jawa memiliki ciri khas kulit keras dan pulp berair dengan biji di
dalamnya. Kaya akan nutrisi, pulp asam jawa mengandung vitamin C, asam tartarat, serat, dan antioksidan.
Keunikan rasanya yang asam dan aroma alaminya membuatnya menjadi bahan yang populer dalam
masakan dan minuman. Selain karakteristik fisik yang mencolok, asam jawa memiliki sifat pengawet alami
yang telah dimanfaatkan secara tradisional untuk menjaga keawetan makanan. Kelebihannya tidak hanya
terbatas pada rasa dan aroma, tetapi juga mencakup manfaat kesehatan, seperti dukungan terhadap sistem
kekebalan tubuh dan sifat antioksidan. Dengan potensi ini, asam jawa tidak hanya menjadi bahan baku
utama dalam kuliner, tetapi juga dapat diaplikasikan dalam berbagai produk makanan dan minuman untuk
memenuhi tuntutan konsumen yang semakin beragam, menciptakan nilai tambah yang menarik di pasar
global.

Dalam era globalisasi ini, persaingan pasar global menjadi semakin ketat dan dinamis. Perusahaan-
perusahaan di berbagai sektor harus terus berinovasi untuk memenuhi tuntutan konsumen yang semakin
beragam dan ekspektasi yang terus berkembang. Salah satu aspek penting dalam meraih keunggulan
kompetitif adalah memahami nilai tambah yang dapat diberikan oleh produk. Produk asam jawa, dengan
keunikan dan manfaatnya, menyajikan nilai tambah yang signifikan dalam konteks persaingan pasar global.

Dalam dunia bisnis yang penuh dengan kompleksitas dan dinamika, salah satu aspek krusial yang
membutuhkan perhatian mendalam adalah penentuan harga. Penentuan harga merupakan keputusan
strategis yang memengaruhi tidak hanya laba perusahaan, tetapi juga persepsi pelanggan terhadap nilai
suatu produk atau layanan.

Penentuan harga bukan sekadar mengenai menetapkan angka-angka tertentu, melainkan merupakan
refleksi dari strategi bisnis yang holistik. Dengan melibatkan pertimbangan antara biaya produksi,
permintaan pasar, nilai produk, dan persaingan industri, penentuan harga menjadi langkah kritis yang dapat
membentuk posisi perusahaan di pasar. Pemahaman mendalam terhadap dinamika pasar, perilaku
konsumen, dan faktor eksternal lainnya menjadi esensial untuk menetapkan harga yang optimal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Asam Jawa dan nilai tambah produk pertanian ?


2. Bagaimana penerapan nilai tambah pada hasil pertanian ?
3. Apa arti penting harga dan factor penentuan harga ?
2
4. Apa saja bentuk-bentuk pasar dalam tataniaga pertanian ?
5. Bagaimana contoh penerapan nilai tambah dan penetapan harga ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu asam jawa dan nilai tambah pada produk pertanian.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan nilai tambah pada hasil pertanian.
3. Untuk mengetahui arti penting harga dan faktor penentuan harga.
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pasar dalam tataniaga.
5. Untuk mengetahui penerapan nilai tambah dalam penetapan harga.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asam Jawa (Tamarindus indica L.)

Asam jawa dengan nama latin (Tamarindus indica L.) tumbuh di daerah beriklim tropis. Pohon asam
jawa dapat tumbuh baik hingga ketinggian 1.000 m dpl, pada tanah berpasir atau tanah liat, khususnya di
wilayah yang musim keringnya jelas dan cukup panjang. Di Indonesia pohon asam jawa ditemukan di
dataran rendah sebagai pohon penaung dan di tepi-tepi jalan raya sebagai peneduh. Daging buah asam jawa
mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia, antara lain digunakan dalam aneka bahan masakan
atau bumbu di berbagai belahan dunia. Bukan hanya dipakai dalam berbagai masakan, daging asam jawa
dapat memudahkan buang air besar dan melancarkan peredaran darah.

Asam jawa, termasuk famili dikotiledon yang termasuk ke dalam famili Leguminoceae sub family
Caesalpiniaceae. Asam jawa memiliki bentuk batang yang besar selalu hijau dan tidak mengalami masa
gugur daun, tinggi sampai 30 meter dan memiliki diameter batang di pangkal hingga 2 meter. Pada bagian
atas sangat padat dengan dedaunan dengan banyak batang dan ranting. Dedaunannya menyebar dengan
luas dan melingkar. Kulit batang kasar, bersisik, pecahpecah, dan berwarna coklat keabuabuan. Kayu dari
Tamarindus indica ini kuat, padat, keras, berat dengan warna pucat keputihan. Daunnya sepanjang 7,5-15
cm dan teratur, panjang tangkai daunnya dapat sampai lebih dari 1,5 cm.

Terdapat tiga benang sari hijau, yang menghasilkan 1 hingga 8 ovum. Buah dari Tamarindus indica
berbentuk sub silindris sederhana atau melengkung dalam polong yang tidak merekah dengan pinggir yang
membulat hingga 14 cm x 4 cm, dalam jumlah hingga 10 biji. Daging dari polong yang sudah matang
dapat dimakan. Biji Tamarindus indica berbentuk jajaran genjang yang pipih dan tak teratur, panjangnya
hingga 1,8 cm, sangat keras, berwarna coklat, dan sebagian besar bersudut. Pohon asam jawa memiliki
buah yang dikenal dengan nama asam jawa yang rasanya asam. Buah asam jawa sejak dahulu digunakan
sebagai campuran bumbu dalam berbagai masakan sebagai pemberi rasa asam dan dipercaya. sebagai obat
tradisional untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, disentri, dan gangguan pencernaan (Ferrara,
2005).

4
Gambar 1. Tamarindus indica. A. Pohon, B. Daun, C. Buah dan Biji

Pohon asam jawa termasuk tanaman menahun, sehingga keberadaan buah asam jawa dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Buah asam jawa mengandung flavonoid, tanin, glikosida dan saponim yang
merupakan zat fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan (Rahmadiah et al., 2008). Aktivitas
antioksidan yang terdapat pada asam jawa menjadi salah satu alasan buah asam jawa dimanfaatkan sebagai
minuman atau makanan fungsional.Secara tradisional daging buah asam jawa telah banyak digunakan
sebagai salah satu bahan campuran dalam jamu.

2.2 Nilai Tambah

2.2 1 Definisi Nilai Tambah

Nilai tambah suatu produk adalah hasil dari produk akhir dikurangi dengan biaya antara yang terdiri
dari biaya bahan baku dan bahan penolong (Makki dkk, 2001). Dalam sistem komoditas pertanian terjadi
arus komoditas yang mengalir dari hulu ke hilir, yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen
akhir, dan mendapat perlakuan-perlakuan seperti pengolahan, pengawetan dan pemindahan untuk
menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah. Hal ini berkaitan dengan sifat produk pertanian yang
bersifat perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba) yang dimiliki produk pertanian (Sudiyono,
2004).Konsep nilai tambah pada pertanian adalah saat sebuah barang mendapatkan perlakukan baik pada
saat proses produksi ataupun penyaluran kepada konsumen sehingga dengan aktiftias tersebut konsumen
mengeluarkan uang lebih banyak untuk barang yang dibelinya .

Tujuan dari pengukuran nilai tambah adalah untuk secara komprehensif mengevaluasi dan mengukur
respons atau imbalan yang diterima oleh pelaku bisnis, serta peluang-peluang kerja yang mungkin
diciptakan melalui suatu sistem komoditas. Dengan demikian, nilai tambah dapat dipandang sebagai
sebuah indikator yang mencerminkan sejauh mana sistem komoditas memberikan imbalan yang adil dan
signifikan bagi faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, dan manajemen. Secara lebih terperinci,
nilai tambah tidak hanya memperhitungkan nilai ekonomis suatu produk atau layanan, tetapi juga
mempertimbangkan kontribusi langsung yang diberikan oleh tenaga kerja, modal, dan keahlian manajerial
dalam suatu sistem ekonomi (Sudiyono, 2004).

Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L }

Keterangan:

B = Bahan baku yang digunakan

H = Harga output

5
T = Tenaga kerja yang digunakan

h = Harga bahan baku

U = Upah tenaga kerja

L = Nilai input lain

Menurut Hayami et.al (1987), ada dua cara menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk
pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk
pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang
berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan
faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input
lain selain bahan bakar dan tenaga kerja (Sudiyono, 2004). Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh
Hayami adalah: dapat diketahui besarnya nilai tambah, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap
pemilik faktor produksi dan dapat 16 diterapkan di luar sub sistem pengolahan, misalnya kegiatan
pemasaran .

Nilai tambah berhubungan dengan prinsip rantai pasok karena dengan penambahan nilai pada suatu
produk pertanian maka komoditas tersebut akan lebih mudah diterima oleh pasar yang luas. Konsep nilai
tambah didalam bisnis merupakan bagian dari rantai pasok karena aktifitas yang dilakukan didalam
penambahan nilai produk dilakukan juga oleh rantai pasok pada perusahaan downstream. Peningkatan nilai
tambah pada produk primer komoditas pertanian menjadi salah satu langkah agar dapat meningkatkan
pendapatan petani terutama di wilayah pedesaan (Dilana, 2013). Bila komponen biaya antara yang
digunakan nilainya semakin besar, maka nilai tambah produk tersebut akan semakin kecil. Begitu pula
sebaliknya, jika biaya antaranya semakin kecil, maka nilai tambah produk akan semakin besar.

2.2.2 Memberikan Nilai Tambah Hasil Pertanian

Meningkatkan nilai tambah untuk suatu produk agribisnis tidak dapat dikatakan sulit dan mudah,
karena produk agribisnis bersifat inelastis. Dikatakan bersifat inelastis karena produk agribisnis sangat
bergantung dengan keadaan alam dan lingkungan, belum lagi jika barang itu mudah rusak maka
dibutuhkan usaha untuk mengatasi masalah seperti itu. Akan tetapi apabila produk agribisnis sudah diolah
dan dijadikan barang jadi, harga yang ditawar bisa menjadi sangat berbeda karena produk itu sudah diolah
dan dikelola dengan berbagai cara untuk mengatasi ketidak elastis-an produk tersebut. Berikut beberapa
cara untuk meningkatkan nilai tambah produk agribisnis:

1. Pengembangan produktivitas produk pertanian

Dengan meningkatkan efisiensi produksi, jumlah hasil yang dihasilkan dapat ditingkatkan, sehingga
menambah nilai tambah suatu produk. Produk tersebut kemudian diolah menjadi barang jadi,
meningkatkan nilai jualnya bagi pembeli, baik oleh petani maupun penjual. Dengan adanya produk
6
yang memiliki nilai lebih tinggi, petani atau distributor dapat memperoleh nilai investasi yang lebih
tinggi. Peningkatan produktivitas dalam sektor pertanian diyakini meningkat dengan lebih cepat
daripada dalam sektor manufaktur dan layanan jasa (Bernard dan Jones, 1996). Untuk mencapai
peningkatan produksi ini, tidak hanya diperlukan peningkatan produktivitas lahan, tetapi juga insentif
harga produk yang menguntungkan. Evaluasi kinerja secara teknis melibatkan produktivitas, kapasitas,
dan aspek kualitas, sementara evaluasi secara non-teknis dapat mencakup informasi keuangan,
pendapatan, dan nilai tambah.

Meningkatkan efisiensi dalam sistem agribisnis dapat dilakukan melalui berbagai strategi, seperti
perluasan area pertanian dan optimalisasi penggunaan lahan, pengurangan konsumsi beras, dan
diversifikasi produk pangan. Selain itu, peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui peningkatan
manajemen organisasi, yang memungkinkan pencapaian target dengan lebih lancar dan perluasan
hubungan dengan pembeli. Selain upaya yang telah disebutkan, peningkatan produktivitas juga dapat
diperoleh dengan meningkatkan stok bahan baku, meningkatkan keterampilan sumber daya manusia
melalui pelatihan agroindustri emping, dan mengadopsi kemajuan teknologi.

2. Inovasi Olahan Hasil Pertanian

Peningkatan nilai suatu produk dapat dicapai melalui inovasi olahan produk pertanian mentah.
Proses inovatif ini melibatkan modifikasi bentuk produk mentah menjadi produk lain yang memiliki
nilai pasar lebih tinggi.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, nilai tambah merupakan perbedaan antara nilai output dan
biaya bahan serta input pengolahan. Oleh karena itu, pengolahan hasil pertanian menjadi produk jadi
memiliki peran krusial karena proses ini menciptakan marjin antara produk mentah dan produk jadi.
Secara teoritis, nilai tambah dapat diartikan sebagai keuntungan pada tahapan tertentu, dan
perhitungannya dapat menggunakan rumus berikut:

Keuntungan = Total penerimaan - Biaya bahan dan pengolahan produk (Salvatore, 2004).

Petani memiliki kesempatan untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian melalui inovasi
olahan hasil pertanian. Dengan melakukan pengolahan bahan baku pertanian, para petani dapat
meningkatkan pendapatan mereka dengan menjual produk olahan tersebut dengan harga yang lebih
tinggi. Salah satu langkah yang bisa diambil oleh petani di pedesaan adalah membentuk unit
pengolahan dalam bentuk kelompok tani untuk mengolah hasil tanaman mereka.

2.3 Harga dan Penentuan Harga

Harga merupakan salah satu elemen dari bauran pemasaran (marketing mix). Harga merupakan salah
satu unsur yang paling kritis dari strategi pemasaran suatu perusahaan. Harga penting bagi pemasar, karena
dari hargalah pendapatan dan keuntungan perusahaan diperoleh sehingga keberlangsungan hidup
perusahaan dapat dipertahankan. Harga adalah satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilakan

7
pendapatan, karena elemen-elemen lainnya hanya menghasilkan biaya. Penentuan harga adalah proses
menentukan harga yang tepat untuk produk atau layanan yang ditawarkan oleh perusahaan.

Harga juga merupakan elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel yang dapat cepat diubah. Harga
produk tidak begitu saja dapat ditetapkan. Apabila harga ditetapkan terlalu tinggi, bisa jadi membuat
jumlah penjualan menurun. Namun apabila harga ditetapkan terlalu rendah, bisa jadi tidak menutup
sejumlah biaya yang telah dikeluarkan perusahaan. Untuk itu dalam menentuan harga produk, pemasar
memerlukan suatu strategi tertentu.Langkah penentuan kebijakan harga, dimulai dengan pemilihan tujuan
penetapan harga, memperkirakan demand/penawaran, mengestimasi biaya, menganalisis biaya, harga, dan
penawaran pesaing, memilih metode harga, dan akhirnya memilih harga final.

2.3.1 Tujuan Penentuan Harga

Menetapkan harga menjadi aspek utama yang harus diperhatikan dalam menentukan nilai suatu produk.
Sebuah perusahaan harus membuat keputusan mengenai tujuan apa yang ingin dicapai melalui penawaran
produk tertentu. Tujuan-tujuan tersebut dapat bervariasi untuk setiap perusahaan, seperti:

1. Mempertahankan kelangsungan hidup (survival). Apabila perusahaan menemui masalah kelebihan


kapasitas produksi, tingkat persaingan yang semakin tinggi, atau perubahan keinginan konsumen,
maka cenderung akan menentukan harga rendah.Perusahaan menetapkan harga dengan
mempertimbangkan pengeluaran biaya dan laba yang diinginkan. Sepanjang harga masih bisa
menutup sejumlah biaya tetap dan variable telah yang dikeluarkan, maka perusahaan akan tetap
dapat bertahan.
2. Mengejar keuntungan (profit oriented). Perusahaan dapat menentukan harga yang bersaing untuk
mendapatkan keuntungan yang optimal.
3. Pertumbuhan penjualan yang maksimum. Perusahaan dapat menetapkan harga yang rendah pada
pasar sasarannya untuk meningkatkan jumlah penjualannya.
4. Merebut pangsa pasar (market share). Perusahaan dapat menentukan harga yang rendah untuk
menarik lebih banyak konsumen dan dapat merebut pangsa pasar pesaing.
5. Mendapatkan return on investment (ROI) atau pengembalian atas modal. Perusahaa dapat
menentukan harga yang tinggi jika ingin menutup biaya investasi dengan cepat.
6. Kepemimpinan kualitas produk (product quality leadersip). Perusahaan yang ingin menjadi
pemimpin kualitas produk di pasar, dapat menetapka harga yang tinggi.
7. Tujuan sosial. Organisasi nir-laba dan organisasi publik mengadopsi sejumlah penetapan harga
yang lain. Sebuah lembaga pendidikan yang berusaha menutup sebagian biaya tetap mengandalkan
sumbangan dari publik untuk menutup sebagian biaya lainnya.

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Harga

Secara umum, terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penetapan harga, yaitu faktor
internal perusahaan dan faktor lingkungan eksternal (Tidak diberikan nomor karena ini adalah
pernyataan pengantar).
8
1. Tujuan pemasaran Perusahaan
Faktor ini merupakan faktor utama dalam penetapan harga. Tujuan ini meliputi maksimalisasi
laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meraih pangsa pasar yang besar,
menciptakan kepemimpinan dalam kualitas, mengatasi persaingan, melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lain-lain.
2. Strategi bauran pemasaran, termasuk harga, harus dikoordinasikan dan saling mendukung
dengan bauran pemasaran yang lain seperti produk, distribusi, dan promosi.
3. Biaya
Biaya tetap menjadi faktor utama yang menentukan harga minimal agar perusahaan tidak
mengalami kerugian. Perusahaan selalu memberikan perhatian besar pada struktur biaya (tetap
dan variabel) dan jenis-jenis biaya lain seperti opportunity cost. Berkaitan dengan permasalahan
biaya, terdapat tiga macam hubungan yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis biaya
terhadap strategi penetapan harga, yaitu:
a) Risiko biaya tetap terhadap biaya variabel.
Jika proporsi biaya tetap terhadap biaya total lebih besar dari proporsi biaya variabelnya,
penambahan volume penjualan dapat membantu meningkatkan laba (pada kondisi volume
sensitive). Sebaliknya, jika kondisi sebaliknya, disebut price sensitive, karena kenaikan
harga sedikit saja dapat menaikkan laba yang cukup besar.
b) Skala ekonomis yang tersedia bagi perusahaan.
c) Jika skala ekonomis yang diperoleh oleh operasi perusahaan cukup besar, perusahaan perlu
merencanakan peningkatan pangsa pasar dan harus memperhitungkan harapan penurunan
biaya dalam menentukan harga jangka panjangnya.
d) Struktur biaya perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya.
e) Jika perusahaan memiliki struktur biaya yang lebih rendah dari para pesaingnya, maka
akan memperoleh laba tambahan dengan mempertahankan laba di tingkat kompetitif. Laba
tambahan tersebut dapat digunakan untuk mempromosikan produk secara agresif .
4. Organisasi
Manajemen perlu memutuskan siapa dalam organisasi yang harus menetapkan harga. Setiap
perusahaan menangani masalah penetapan harga menurut caranya masing-masing. Pihak-pihak
yang biasanya berpengaruh dalam penetapan harga diantaranya adalah manajer penjualan,
manajer produksi, manajer keuangan dan akuntan.

2.3.3 Makna Harga Bagi Pelaku Tataniaga Pertanian

Sektor pertanian sebagai penggerak ekonomi berperan untuk menyejahterakan petani sebagai
pelaku utama dalam sektor ini, sebagai penyedia pangan, papan dan sandang, dan juga menjadi pasar
input bagi pengembangan industri produk pertanian yang berupa bahan mentah (raw material).

Semakin panjang saluran tata niaga, biaya atau harga tata niaga akan semakin besar, hal ini
dikarenakan semakin banyak pelaku-pelaku yang ikut serta dalam kegiatan tata niaga ketika setiap
pelakunya mengambil keuntungan. Oleh karena itu, jika para pelaku bisnis secara langsung membeli
produk-produk pertanian dari petani maka petani akan diuntungkan. Saluran pemasaran merupakan rute
9
yang dilalui oleh produk pertanian ketika produk bergerak dari farm gate yaitu petani produsen ke
pengguna atau pemakai terakhir. Produk pertanian yang berbeda akan mengikuti saluran pemasaran
yang berbeda pula. Umumnya saluran pemasaran terdiri atas sejumlah lembaga pemasaran dan pelaku
pendukung. Mereka secara bersama-sama megirimkan dan memindahkan hak kepemilikan atas produk
dari tempat produksi hingga ke penjual terakhir.

Makna harga bagi pelaku tata niaga pertanian juga mencerminkan peran pentingnya dalam sistem
pertanian dan perekonomian secara keseluruhan. Harga memiliki dampak signifikan pada setiap tahap
rantai pasok pertanian, mulai dari petani yang menghasilkan produk pertanian hingga konsumen akhir.
Harga produk pertanian tidak hanya memengaruhi pendapatan petani, tetapi juga menjadi faktor kunci
dalam keseimbangan ekonomi regional. Pentingnya harga juga tercermin dalam stabilitas pasar, di
mana fluktuasi harga yang ekstrem dapat mengakibatkan ketidakpastian dan menghambat pertumbuhan
sektor pertanian.

Harga yang adil bukan hanya merupakan faktor penting untuk memastikan keberlanjutan dan
kesejahteraan petani, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas pada ekosistem pertanian secara
keseluruhan. Harga yang memadai tidak hanya harus mencakup biaya produksi, tetapi juga mencakup
biaya distribusi dan transportasi sehingga petani dapat menjalankan usaha mereka secara berkelanjutan.
Selain itu, ketika harga yang ditawarkan bersaing di pasar global, ini dapat meningkatkan daya saing
produk pertanian di tingkat internasional, membuka peluang ekspor dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks ini, regulasi harga yang bijaksana menjadi krusial, bersama dengan insentif yang
diberikan kepada petani untuk mendorong produksi berkelanjutan. Selain itu, strategi pengelolaan
risiko harga juga perlu diperhatikan untuk melindungi petani dari fluktuasi pasar yang tidak terduga.
Semua aspek ini bersama-sama membentuk dasar untuk menciptakan ekosistem pertanian yang sehat
dan berkelanjutan.

Kerjasama yang efektif antara semua pemangku kepentingan dalam tata niaga pertanian, mulai dari
petani hingga konsumen, memainkan peran kunci dalam mencapai tujuan ini. Sinergi di antara berbagai
pihak dapat menciptakan lingkungan di mana kepentingan semua pihak dihormati dan diperhatikan.
Dengan demikian, upaya bersama untuk mencapai harga yang adil dan berkelanjutan dapat
menghasilkan hasil positif dalam jangka panjang, mendukung pertumbuhan ekonomi sektor pertanian,
dan meningkatkan ketahanan pangan secara global.

2.4 Bentuk-bentuk Pasar Dalam Tata Niaga Pertanian

Bentuk pasar dalam tataniaga pertanian dapat dibagi menjadi dua kelompok: pasar sempurna dan pasar
tidak bersaing sempurna. Berikut ini adalah penjelasan mengenai keduanya:

1. Pasar Sempurna (Perfect Market): Dalam pasar sempurna, semua pemangku kepentingan memiliki
peluang mengakses pasar dengan mudah dan efisien. Dalam konteks tataniaga pertanian, pasar

10
sempurna mungkin terlihat dalam struktur pasar yang tidak bersaing, seperti monopoli. Dalam pasar
ini, produsen dan konsumen dapat transaksi dengan mudah dan efisien tanpa adanya syarat yang
unik dan kendala yang mempengaruhi transaksi.
Pasar Persaingan Sempurna (Perfect Market) banyak pembeli dan penjual, produk homogen,
transparansi harga, mobilitas faktor produksi tinggi, serta tanpa hambatan masuk/keluar pasar, di
mana setiap pelaku pasar tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penentuan harga.

2. Pasar Tidak Sempurna (Imperfect Market): Dalam pasar tidak bersaing sempurna, beberapa
pemangku kepentingan mungkin mengalami keterbatasan dalam mengakses pasar, seperti
ketidaksempurnaan produk atau keterbatasan informasi. Dalam konteks tataniaga pertanian, pasar
tidak bersaing sempurna mungkin terlihat dalam struktur pasar yang bersaing, seperti oligopoly.
Dalam pasar ini, produsen dan konsumen mungkin harus menghadapi persaingan yang kuat dan
kendala yang mempengaruhi transaksi.

2.5 Karakteristik Asam Jawa Pada Pasar

Tataniaga pertanian untuk asam jawa, atau yang dikenal juga sebagai tamarind, memiliki beberapa
karakteristik dan syarat-syarat tertentu yang memengaruhi dinamika perdagangan produk ini. Sebagai
buah yang digunakan dalam berbagai kuliner dan industri, asam jawa menempati posisi penting dalam
pasar pertanian. Kualitas produk, ketersediaan musiman, dan peraturan pemerintah adalah faktor-faktor
kunci yang membentuk pasar asam jawa, sementara inovasi dalam pengolahan dan pemasaran menjadi
aspek strategis untuk memenangkan persaingan. Dengan pertumbuhan kesadaran konsumen akan
manfaat kesehatan dan keanekaragaman rasa, pasar asam jawa terus mengalami perkembangan,
memerlukan adaptasi yang cermat dari pelaku pasar untuk menjawab dinamika permintaan yang terus
berkembang.

Berikut adalah beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam konteks pasar asam jawa yang
menunjukkan kompleksitas dan dinamika perdagangan yang melibatkan berbagai variabel:

a. Kualitas Produk:
Kualitas asam jawa bukan hanya sekadar atribut fisik, melainkan suatu entitas multidimensional
yang mencakup faktor-faktor kompleks seperti metode pengolahan yang mengintegrasikan
aspek organoleptik, penyimpanan dengan kontrol suhu, dan sistem transportasi yang
meminimalkan risiko perubahan kualitas selama perjalanan dari produsen hingga konsumen.
b. Ketersediaan Musiman:
Asam jawa, sebagai produk yang terkait dengan siklus alam, memerlukan manajemen risiko
yang canggih dalam merespons fluktuasi musiman. Strategi pengelolaan ketersediaan produk
sepanjang tahun tidak hanya mencakup aspek logistik dan distribusi, tetapi juga melibatkan
kebijakan penanaman yang responsif terhadap dinamika lingkungan dan pasar.
c. Harga yang Bersaing:

11
Dalam arena kompetitif pasar asam jawa, penetapan harga bukan hanya akibat dari
keberagaman produk, tetapi juga dipengaruhi oleh dinamika pasar global, fluktuasi mata uang,
dan strategi pemasaran yang bersifat dinamis. Keberhasilan dalam menarik pembeli dan
mempertahankan daya saing memerlukan analisis pasar yang mendalam dan adaptasi cepat
terhadap perubahan kondisi ekonomi.
d. Jaringan Distribusi yang Efisien:
Efisiensi rantai pasok dari petani hingga konsumen bukanlah sekadar tentang mengurangi
kerugian dan menjaga kualitas produk, melainkan juga melibatkan integrasi teknologi informasi,
analisis data, dan strategi logistik yang cerdas untuk meningkatkan responsivitas dan
mengoptimalkan nilai tambah.
e. Peraturan dan Standar Kualitas:
Kepatuhan terhadap peraturan dan standar kualitas bukan hanya suatu tanggung jawab,
melainkan juga merupakan strategi untuk membangun reputasi dan kepercayaan konsumen.
Pelaku pasar harus mampu mengelola dinamika perubahan regulasi serta beradaptasi dengan
standar yang semakin kompleks dan beragam.
f. Tingkat Konsumsi Lokal dan Internasional:
Analisis tingkat konsumsi lokal tidak hanya sebatas pada pemahaman kebutuhan, tetapi juga
melibatkan pengelolaan portofolio produk dan strategi pemasaran yang memadukan elemen
lokal dan global. Perkembangan internasionalisasi pasar asam jawa memerlukan ketajaman
dalam menavigasi tantangan perdagangan internasional.
g. Inovasi Produk dan Pemasaran:
Inovasi dalam produk tidak hanya mencakup segi teknis pengolahan, tetapi juga melibatkan
kekreatifan dalam pemasaran, branding, dan pengembangan produk baru yang responsif
terhadap tren konsumen global. Kehandalan dalam mengadopsi inovasi menjadi kunci
kesuksesan dalam membangun citra merek yang dinamis.

2.6 Penerapan Nilai Tambah Pada Asam Jawa

Produksi asam jawa yang melimpah dengan harga yang sangat terjangkau telah mendorong masyarakat,
khususnya para petani, untuk aktif mencari cara meningkatkan level produk mereka dari sekadar menjadi
komoditas biasa. Kesadaran bahwa penilaian suatu produk akan sejalan dengan nilai tambah yang
terkandung di dalamnya menjadi pendorong utama untuk mengembangkan industri pengolahan asam jawa.
Agroindustri asam jawa berkembang pesat sebagai respons terhadap keinginan untuk menciptakan produk
dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Semakin tinggi nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu produk, semakin besar kepuasan konsumen yang
dapat diakui, dan pada akhirnya, konsumen lebih bersedia memberikan penghargaan yang lebih tinggi
terhadap produk tersebut. Dengan melihat masih adanya prospek yang dapat diperluas dalam
pengembangan agroindustri asam jawa, tujuannya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tambah dari
produk asam jawa. Hal ini tidak hanya dapat meningkatkan pendapatan para pengusaha, tetapi juga
menciptakan lapangan kerja baru di sektor ini.

12
Mengakui bahwa pengembangan agroindustri asam jawa memiliki potensi yang cukup besar, upaya
perencanaan dan perbaikan dalam penggunaan faktor-faktor produksi menjadi suatu keharusan. Dengan
merinci strategi yang lebih canggih dan efisien, para pelaku industri dapat mengoptimalkan produksi asam
jawa, memastikan kualitas yang tinggi, dan menciptakan inovasi dalam nilai tambah produk. Dengan
demikian, upaya ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar yang ada, tetapi juga untuk
menjawab kebutuhan yang terus berkembang sambil mendukung pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja di sektor agroindustri asam jawa.

2.6.1 Contoh Penerapan Nilai Tambah Asam Jawa

Pada penelitian yang berjudul “ Enhancing income of farm women through value added product tamarind
sauce”.

Gambar 2. Imli Chutney Thamarind Sauce Homemade


Penelitian dilakukan di Desa Balaguda dan Ralayata dalam program (On Farm Testing - OFT) dengan
tujuan untuk meningkatkan nilai asam jawa sebagai produk Saus Imli. Pada program ini, 18 perempuan
petani secara acak dipilih untuk terlibat dalam pembuatan sambal asam jawa. Mereka termasuk dalam
kelompok perempuan tani marginal dan pemilik lahan kecil.
Metode OFT melibatkan praktik langsung di lapangan, di mana petani secara aktif terlibat dalam
pembuatan produk Saus Imli dari asam jawa. Wawancara terjadwal dan pra-kuesioner digunakan untuk
mempelajari parameter demografi dan tinjauan ekstensif terhadap pelatihan nilai tambah bagi responden
desa. Demonstrasi produk bernilai tambah dilakukan dengan membuat Saus Asam Jawa (Imli)
menggunakan metode yang melibatkan merebus ampas asam jawa dalam gula dan asam secukupnya.
Pada tahap selanjutnya, penjelasan menyebutkan peralatan dan bahan yang digunakan untuk membuat
produk Asam Jawa (Saus), seperti pengupas asam jawa, peralatan memasak, refraktometer tangan, gelas
ukur, timbangan, kain muslin, botol kaca, dan bahan pengawet kimia seperti Natrium Benzoat. Penelitian
juga mencakup tahap-tahap pembuatan Saus Asam Jawa, termasuk penggunaan refraktometer untuk
mengukur tingkat kemanisan.
Dalam konteks penelitian ini, metode praktek (On Farm Testing - OFT) dibandingkan dengan metode
tradisional dalam pengolahan asam jawa menjadi Saus Imli. Hasil dari perbandingan ini dilakuan Dalam

13
konteks penelitian ini, metode praktek (On Farm Testing - OFT) dibandingkan dengan metode tradisional
dalam pengolahan asam jawa menjadi Saus Imli. Hasil dari perbandingan ini dilakuan dengan
menggunakan beberapa indikator kinerja berikut:

1. Total Biaya per Output (kg/hari):


• Rumus: Total biaya per output = total pengeluaran dalam Rs / total produksi dalam
kg / hari
• Contoh perhitungan untuk T1 (FWP): 252060.50=41.65
• Contoh perhitungan untuk T2 (IP): 252061.25=41.14
• Hasilnya menunjukkan biaya rata-rata untuk menghasilkan satu kilogram produk per
hari.
2. Pengembalian Bersih (dalam Rs/Hari):
• Rumus: Pengembalian Bersih = Laba kotor dalam Rs - Total pengeluaran dalam Rs
• Contoh perhitungan untuk T1 (FWP): 3176.25−2520.00=656.25
• Contoh perhitungan untuk T2 (IP): 3828.12−2520.00=1308.12
• Ini menunjukkan laba bersih yang diperoleh setelah mengurangkan total pengeluaran
dari laba kotor.
3. Rasio Biaya Manfaat (BCR):
• Rumus: BCR = Laba kotor / Biaya input
• Contoh perhitungan untuk T1 (FWP): 3176.25 / 2520.00=1.26
• Contoh perhitungan untuk T2 (IP): 3828.12 / 2520.00=1.51
• BCR di atas 1 menunjukkan bahwa pengeluaran tersebut memberikan hasil laba
yang lebih tinggi.
4. Kenaikan Perubahan Pendapatan:
Pengembalian bersih
• Rumus: %Kenaikan Perubahan Pendapatan=( Biaya input
)×100
• Contoh perhitungan untuk T1 (FWP): 656.252 / 520.00 = 26.04
• Contoh perhitungan untuk T2 (IP): 1308.12 / 2520.00 = 51.90
• Menunjukkan persentase kenaikan pendapatan relatif terhadap biaya input.
5. Pendapatan Tambahan :
Penghasilan tinggi−Pendapatan rendah
• Rumus: %Pendapatan Tambahan=( Pendapatan rendah
)×100
• Contoh perhitungan untuk T2 (IP): (3828.12−3176.25 / 3176.25)×100=20.52
• Menunjukkan persentase peningkatan pendapatan tinggi relatif terhadap pendapatan
rendah.

14
Secara keseluruhan, berdasarkan indikator-indikator tersebut, metode praktek cenderung memberikan hasil
yang lebih baik secara ekonomis dibandingkan metode tradisional. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa penerapan metode praktek dalam agribisnis dapat meningkatkan efisiensi, keuntungan, dan nilai
tambah produk secara signifikan.

Selanjutnya pada penelitian yang juga dilakukan di India bejudul “Value addition of tamarind products
in Karnataka”.

Gambar 3. Tamarind Past Karnataka


Produksi pasta rasam asam jawa melibatkan analisis biaya yang komprehensif. Total biaya
pengolahan mencakup biaya variabel dan tetap, dengan biaya variabel lebih tinggi, terutama disebabkan
oleh konsentrasi asam jawa sebagai bahan baku utama. Biaya nilai tambah produk utama, yaitu pasta asam
jawa, menjadi yang paling signifikan dibandingkan dengan total biaya pengolahan dan biaya bahan baku.
Dalam konteks harga, konsentrasi asam jawa berharga ₹1,31,000 per ton, sementara harga jual pasta rasam
asam jawa mencapai ₹245 per kilogram, dengan total produksi mencapai 185,20 kg. Setelah
menghilangkan pengembalian, harga bersih pasta asam jawa mencapai ₹6.714.250. Rasio efisiensi
pemasaran sebesar 1,17 menunjukkan hasil yang menguntungkan.
Bahan utama untuk pembuatan pasta rasam asam jawa melibatkan Bawang Putih, bubuk biji ketumbar,
bubuk cabai, dan minyak. Minyak berfungsi sebagai pengawet untuk meningkatkan umur simpan. Dalam
nilai tambah biaya sambal asam jawa, komponen tertinggi adalah asam jawa, diikuti oleh cengkeh tanpa
kepala, bawang putih, dan lada hitam. Asam jawa kering menjadi komponen paling signifikan, diikuti oleh
bahan-bahan lain yang diperlukan untuk membuat pasta rasam asam jawa.
Faktor-faktor seperti tren hidup sibuk di perkotaan dan pedesaan telah mendorong pertumbuhan bisnis ini.
Pasta rasam asam jawa, yang sebelumnya disiapkan di dapur, kini diolah menjadi makanan siap saji untuk
memenuhi permintaan masyarakat yang mencari kemudahan dan waktu.Dalam semua ini, pengelolaan
biaya, peningkatan nilai tambah, dan penyesuaian dengan tren pasar menjadi kunci keberhasilan dalam
industri ini. Kesimpulannya, pasta rasam asam jawa mampu memberikan hasil ekonomi yang baik dan
terus berkembang dalam merespon perubahan kebutuhan konsumen.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asam jawa, selain memiliki nilai ekonomis melalui penggunaannya sebagai bahan masakan dan
obat tradisional, juga dapat dikaitkan dengan nilai tambah dalam konteks pertanian dan pemasaran.
Pertama, dalam aspek pertanian, pemahaman akan sifat-sifat dan karakteristik asam jawa dapat membuka
peluang untuk peningkatan kualitas dan hasil produksi. Misalnya, pengelolaan tanaman asam jawa yang
optimal dapat meningkatkan ketersediaan buah dengan kualitas yang baik. Nilai tambah juga dapat
diterapkan dalam proses pengolahan dan pemasaran produk asam jawa. Pengolahan buah asam jawa
menjadi produk olahan, seperti saus, pasta atau minuman kesehatan, dapat menciptakan produk bernilai
tambah yang lebih menarik bagi konsumen. Pemasaran yang cerdas dengan menonjolkan manfaat
kesehatan dari asam jawa juga dapat meningkatkan daya tarik konsumen.

Selain itu, memahami nilai tambah dari setiap bagian pohon asam jawa, termasuk kulit batang dan
biji, dapat menginspirasi inovasi dalam pengembangan produk baru. Proses pengambilan dan penggunaan
biji sebagai bagian dari obat tradisional dapat menjadi nilai tambah yang signifikan, menciptakan peluang
bisnis baru dan meningkatkan pemanfaatan potensi pohon asam jawa secara menyeluruh.

Kesadaran akan pentingnya nilai tambah sebagai pendorong utama untuk meningkatkan produk dari
status komoditas biasa menjadi produk yang lebih bernilai menjadi landasan utama dalam perkembangan
agroindustri asam jawa. Dengan peningkatan nilai tambah, masyarakat dan konsumen semakin menyadari
nilai yang terkandung dalam produk, sehingga meningkatkan kepuasan dan keterlibatan konsumen. Seiring
dengan prospek yang dapat diperluas dalam agroindustri asam jawa, fokus pada peningkatan nilai tambah
menjadi kunci untuk meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendukung
pertumbuhan ekonomi. Perencanaan dan perbaikan dalam penggunaan faktor-faktor produksi, bersama
dengan strategi yang lebih canggih, menjadi langkah kritis dalam memastikan produksi yang optimal,
kualitas yang tinggi, dan inovasi dalam nilai tambah produk. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya
bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar saat ini, tetapi juga untuk merespons kebutuhan yang terus
berkembang sambil memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
pendapatan dan penciptaan lapangan kerja di sektor agroindustri asam jawa.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Bisnis. Penerbit CV Alfabeta. Bandung.

Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.

Morton, J.F. 1987. Fruits of warm climates: Tamarind.

SP Tripathi, Shashi Gour, Chandrajiit Singh, SPS Somvanshi and Anita Shukla, 2021. Enhancing
income of farm women through value added product tamarind sauce. The Pharma Innovation
Journal 2021; SP-10(12): 1087-1090.

K Shiny Israel, Dr. C Murthy, Dr. BL Patil and Dr. RM Hosamani, 2019. Value addition of tamarind
products in Karnataka. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry 2019; 8(6): 726-730.

Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara: Buah-buahan yang
dimakan. PROSEA – Gramedia. Jakarta.

Divakara BN. Variation and character association forvarious pod traits in Tamarindus indica L, Indian
Forester 2008;134:687-696.

Havinga RM, Hartl A, Putscher J, Prehsler S, Buchmann C, Vogl CR. Tamarindus indica L. (Fabaceae):
patterns of use in traditional African medicine, Journal of Ethnopharmacology 2010;127:573-588.

Siddig El K, Gunasena HPM, Prasa BA, Pushpakumara DKNG, Ramana KVR, Vijayanand P, et al.
Tamarind – Tamarindus indica L. Fruits for the future 1. Southampton, UK: Southampton Centre
for Underutilized Crops 2006.

Yahia EM, Salih NKE. Tamarind (Tamarindus indica): Post-harvest biology and technology of tropical
and subtropical fruits, Wood head publishing limited 2011;22:442-457.

Singh D, Wanchu L, Moond SK. Processed products of tamarind. Natural product Radiance 2007;6:315-
332.

Narina SS, Catanzaro CJ. Tamarind (Tamarindus indica L.), an Underutilized Fruit Crop with Potential
Nutritional Value for Cultivation in the United States of America: A Review, Asian Food Science
Journal 2018;5:1-15.

Buyinza M, Senjong M, Lusiba B. Economic valuation of a tamarind (Tamarindus indica L.) production
system: green money from dry lands of Eastern Uganda. Smallscale Forestry. 2010; 9(1):317-329.

Kidaha ML, Rimberia FK, Wekesa RK, Kariuki W. Evaluation of tamarind (Tamarindus indica. L)
Utilization and production in eastern parts of Kenya. Asian Res. J Agri. 2017; 6(2):1-7.

17
Neeta K, Harish G. Value addition to underutilized fruits and entrepreneurship prospects for rural
women. J Progressive Agric. 2016; 7(2):82-94.

Kakade AP. Studies on storage of tamarind and processing of value added tamarind products. M. Tech.
(Agril. Engg) Thesis, Indira Gandhi Agril. Univ., Raipur (C.G), Chhattisgarh (India), 2004.

Silva, R. 2006. Assessment of the potential genotoxic risc of medicinal Tamarindus indica fruit
pulp extracting using in vivo asszys. Genet Mol Research, 8(3):1085-1092.

Coronel, R. E. 1991. Tamarindus indica L. In Plant Resources of South East Asia, Wageningen,
Pudoc. No.2. Edible fruits and nuts. (Eds.) Verheij, E.W.M. and Coronel, R.E., PROSEA
Foundation, Bogor, Indonesia: 298-301.

Pandharipande, S. L., and P. Rohith. 2013. Tamarind fruit shell adsorbent synthesis, characterization
and adsorption studies for removal of Cr(VI) & Ni(II) ions from aqueous solution.
International Journal of Engineering Science & Emerging Technologies, 4(2): 83-89.

Feungchan, S., T. Yimsawat, S. Chindaprasert, and P. Kitpowsong. 1996a. Tamarind (Tamarindus


indica L.) Plant genetic resources in Thailand. Thai Journalof Agricultural Science, Special
Issue, (1): 1-11.

18

Anda mungkin juga menyukai