Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PRAKTIKUM AGROEKOLOGI

PRINSIP AGROEKOLOGI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM


PERTANIAN

ASISTEN :
Eva Nurjanah
Qurrata A'yun

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

Arief Rivansyah (1906156013)


Bizikri (1906156327)
Elani Maisya (1906124575)
Elvina Calista (1906112289)
Fadhil Gusriadi (1906111825)
Nurul Laryanti (1906113829)
Qulub Muwafaqoh (1406114014)
Ricky Zulham (1906156433)
Vientika Junira (1906110143)
Yusri Wandi (1906124467)

AGROTEKNOLOGI-C 2019
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Prinsip Agroekologi Dalam Pengembangan Sistem
Pertanian”.
Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Eva Nurjanah dan Qurrata A’yun selaku asisten dosen mata kuliah Praktikum
Agroekologi yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan. Kami pun menyadari bahwa di dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami menerima adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah
yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua
orang khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya
jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Pekanbaru, 8 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
2.1 Definisi Dan Penerapan Agroekologi.......................................................................4
2.2 Agroekologi sebagai alternatif dalam penyediaan pangan........................................5
2.3 Manfaat Ekonomi Dan Lingkungan Penerapan Agroekologi...................................7
2.4 Pengertian Pertanian Sistem Berkelanjutan..............................................................7
2.5 Prinsip Dasar Sistem Pertanian Berkelanjutan.......................................................10
2.6 Perkembangan Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan................................11
2.7 Pengembangan Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan Berbasis
Agroekologi.................................................................................................................12
2.8 Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem Pertanian secara Agroekologis..................14
2.9 Dukungan Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan Pertanian Berbasis
Agroekologi.................................................................................................................20
BAB III PENUTUP........................................................................................................24
3.1 Kesimpulan............................................................................................................24
3.2 Saran......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture) pada dasarnya
merupakan salah satu penjabaran yang lebih spesifik dari konsep pembangunan
berkelanjutan (the concept of sustainable development). Pembangunan pertanian
berkelanjutan berbasis agroekologi yang diusulkan diarahkan pada usaha
mempertahankan dan/atau memperbaiki produksi dengan bertumpu pada pilar:
(i) secara ekonomi fisibel (economically feasible) dengan bentuk sistem
produksi jangka panjang, (ii) penggunaan teknologi yang sepadan
(technologically appropriate), (iii) secara lingkungan tidak merusak dan
berkelanjutan (environmentally sound and sustainable), (iv) secara sosial dan
budaya dapat diterima (socially and culturally acceptable). Penjabarannya dalam
bentuk agenda pelaksanaannya dapat difokuskan pada: (i) demensi sosial dan
ekonomi, (ii) sumberdaya sebagai aset produksi dalam pembangunan, (iii)
peningkatan peranan masyarakat, (iv) program implementasi yang realistis.
Fakta memperlihatkan bahwa selama krisis ekonomi tahun 1997,
sektor pertanian justru menjadi kantong penyelamat atas meledaknya
pengangguran yang bersumber dari lumpuhnya sektor industri. Fakta lain dari
pembangunan yang menekankan sektor industri tanpa ditopang oleh sektor
pertanian yang kuat mengakibatkan meningkatnya eksploitasi sumber daya
alam, sehingga memicu kerusakan lingkungan dengan diikuti oleh hilangnya
jutaan keanekaragaman biologis. Oleh karena itu, pemikiran mengenai
agroekologi sebagai basis dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan
menjadi sangat penting.
Agroekologi adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip ekologi
untuk produksi pertanian, dalam praktek di lapangan konsep agroekologi adalah
upaya mencari bentuk pengelolaan sumberdaya lahan permanen, baik dalam satu
komoditi maupun kombinasi antara komoditi pertanian dan kehutanan secara
simultan atau secara bergantian pada unit lahan yang sama dan bertujuan untuk

1
mendapatkan produktivitas optimal, lestari dan serbaguna, dan memperbaiki
kondisi lahan atau lingkungan.
Sistem pertanian berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kerusakan
lingkungan, mempertahankan produktivitas pertanian, meningkatkan pendapatan
petani dan meningkatkan stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat di
pedesaan.  Tiga indikator besar yang dapat dilihat dari lingkungannya lestari,
ekonominya meningkat (sejahtera) dan secara sosial diterima oleh masyarakat
petani.
Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi
komponen-komponen fisik, biologi dan sosial ekonomi, yang direpresentasikan
dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan
kimia dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan
pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-
bahan input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan
nutrisi tanaman, dan penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan
pertanian.
Dalam pengelolaannya, sistem pertanian berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam
secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.
Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam
pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang
menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa
membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari
segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan adanya latar belakang yang telah dipaparkan, maka diperoleh
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa defenisi dan penerapan dari agroekologi?
2. Mengapa agroekologi dapat dikatakan sebagai alternatif dalam penyediaan
pangan?

2
3. Apa saja manfaaat ekonomi dan lingkungan penerapan agroekologi?
4. Apa yang dimaksud sistem pertanian berkelanjutan?
5. Apa saja prinsip dasar system pertanian berkelanjutan?
6. Bagaimana berkembangnya pembangunan pertanian yang berkelanjutan?
7. Bagaimanakah pengembangan pembangunan pertanian yang berkelanjutan
berbasis agroekologi?
8. Apa saja prinsip-prinsip pengembangan sistem pertanian secara
agroekologis?
9. Bagaimanakah dukungan kebijakan ekonomi dalam pembangunan pertanian
berbasis agroekologi?

1.3 Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka
diperoleh tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui defenisi dan penerapan dari agroekologi.
2. Untuk mengetahui agroekologi sebagai alternatif dalam penyediaan pangan.
3. Untuk mengetahui manfaaat ekonomi dan lingkungan penerapan
agroekologi.
4. Untuk mengetahui definisi sistem pertanian berkelanjutan.
5. Untuk mengetahui prinsip dasar sistem pertanian berkelanjutan.
6. Untuk mengetahui perkembangan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan.
7. Untuk mengetahui pengembangan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan berbasis agroekologi.
8. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pengembangan sistem pertanian secara
agroekologis
9. Untuk mengetahui dukungan kebijakan ekonomi dalam pembangunan
pertanian berbasis agroekologi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dan Penerapan Agroekologi


Agroekologi adalah bagian dari pertanian berkelanjutan yang
menggambarkan hubungan alam, ilmu sosial, ekologi, masyarakkat, ekonomi,
dan lingkungan yang sehat. Agroekologi diterapkan berdasarkan pada
pengetahuan lokal dan pengalaman dalam pemenuhan kebutuhan pangan lokal.
Agroekologi sebagai pertanian berkelanjutan mempunyai empat konsep sebagai
kunci keberlangsungan pertanian, yaitu: produktivitas, ketahanan, keberlanjutan,
dan keadilan (PANNA, 2009). Selain itu, Jiwo (2009) mendefinisikan
agroekologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan biotik dan abiotik di
bidang pertanian, dan secara sederhana dimaknai sebagai ilmu lingkungan
pertanian.
Penerapan agroekologi berbasis pada ekologi dan berkonsep pada
keberlanjutan dari hasil pertanian, lingkungan, dan ekologinya. Sistem pertanian
ini merupakan sistem pertanian mendatang karena dapat menjadi alternatif solusi
dalam mengatasi krisis pangan. Agroekologi memberikan pengetahuan dan
metodologi yang dibutuhkan untuk pembangunan pertanian, yang ramah
lingkungan, produktif, dan menguntungkan secara ekonomi.
Bentuk penerapan agoekologi sangat beragam, tergantung kepada
sumberdaya lokal tiap wilayah. Sebagai contoh, penerapan agroekologi secara
nasional di beberapa negara, seperti: Meksiko, Guatemala, Honduras,
Nikaragua, Afrika, Amerika serikat, serta Indonesia, menggunakan strategi yang
berbeda-beda. Penduduk Afrika mengubah input menjadi output dengan sistem
polikultur. Berbeda dengan Meksiko, di negara ini cenderung pada pertanian
organik dengan pengaturan perputaran waktu panen, penggunaan pupuk organik,
dan irigasi air yang bersih (Perfecto, 2009).
Strategi lain dari penerapan agroekologi yaitu sistem agroforestry.
Menurut International Council for Research in Agroforestry, agroforestry adalah
suatu sistem pengolahan lahan yang berasaskan kelestarian, yang dapat
meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, dengan mengombinasikan

4
tanaman pohon-pohonan dan tanaman hutan secara bersama-sama pada lahan
yang sama. Petanian ini juga menerapkan pengelolaan sesuai kebudayaan
setempat. Penerapan agroekologi di Indonesia lebih cenderung kepada pertanian
tradisional. Pertanian tradisional adalah pertanian yang bersumber dari tradisi
pertanian keluarga yang menghargai, menjamin, dan melindungi keberlanjutan
alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian (SPI, 2010). Penerapan
pertanian ini bertujuan memutus ketergantungan petani terhadap ketergantungan
input eksternal.

2.2 Agroekologi sebagai alternatif dalam penyediaan pangan


Agroekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu Agro (pertanian),
Eko / Eco (lingkungan), dan Logi / Logos (ilmu). Secara sederhana agroekologi
dimaknai sebagai ilmu lingkungan pertanian, secra lebih luas agroekologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan anasir (faktor) biotik dan abiotik di bidang
pertanian. Pengertian biotik dan abiotik di bidang pertanian agak berbeda
dengan pemahaman terdahulu, terutama pada anggapan bahwa Tanah, Air, dan
Udara yang dahulu dianggap sebgai benda mati saat ini dipandang sebagai
faktor yang hidup, hidup disini dikarenakan di dalam tanah, air, dan udara
berlangsung sistem kehidupan yang saling mempengaruhi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan sifat dinamis yang dimiliki oleh tanah, air, dan udara. Tanah
dapat berubah dari subur menjadi tandus, air tidak selalu dianggap sebagai
sumber daya yang tidak terbatas dan dapat diperbaharui. Kedudukan air yang
berkualitas tinggi saat ini sudah sangat menghawatirkan karena banyaknya
sumber – sumber pencemar yang dibuang ke badan – badan air. Saat ini
udarapun bukanlah sebuah benda yang gratis lagi, terutama di daerah kota – kota
besar dan kawasan industri dimana udara sudah semakin menurun kualitasnya.
Agroekologi lebih menekankan pada pentingnya memperhatikan faktor
lingkungan didalam bududaya pertanian, sehingga pertanian tidak hanya sekedar
interaksi antara petani dengan tanamannya. Aktivitas pertanian secara kompleks
melibatkan banyak faktor, yaitu manusia, hewan, lahan, dan iklim. Maksudnya
adalah pada faktor manusia didominasi oleh kondisi sosial dan ekonominya,
faktor pada hewan terdiri dari hewan makro (yaitu ternak, ikan) dan hewan

5
mikro (yaitu mikrobia), pada faktor lahan meliputi kodisi fisiografi (kelerengan
dan ketinggian tempat), tanah, air, dan tanaman, sedangkan pada faktor iklim
terdiri dari sinar matahari, suhu, kelembapan, angin, dan curah hujan. Masing –
masing komponen tersebut dikaji lebih mendalam lagi mengenai sifat dan
karakteristiknya, kemudian interaksi antar komponen dengan pola manajemen
yang tepat dalam mengendalikan kondisi agroekologi di suatu tempat. Konsep
agroekologi mengenal model pengelolaan berdasr kondisi agroekologi yang
bersifat spesifik, masing – masing lokasi dapat berbeda agroekologinya sehingga
memerlukan pengelolaan yang berbeda, konsep pengelompokkan agroekologi
ini sering disebut sebagai Zone Agroekologi (Agroecological Zone).
Pengelolaan lahan berdasarkan kondisi agroekologi sangatlah penting
untuk dilakukan terutama pada pengembangan wilayah yang terkait dengan
bidang pertanian secara luas, seperti budidaya tanaman pangan dan hortikultura,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Pengelolaan lahan yang
berdasar pada kondisi agroekologi dapat dilihat pada penerapan:
1. Agroforestry / Wanatani dan
2. Agrocomplex / Biocyclofarming
Bentuk aplikasi yang lainnya juga dapat dilihat pada penerapan kebijakan dalam
pengembangan wilayah, seperti lahan yang subur tetap dipertahankan untuk
pertanian, perkebunan, dan kehutanan, pengembangan komoditas tanaman
berdasrkan tingkat kesesuaiaan lahan (land suitability),dll. Dan juga aktifitas
bisnis di bidang pertanian (agribisnis) juga perlu mendasarkan pada kondisi
agroekologi setempat yang berbasis pada kearifan lokal.
Pada penyempitan lahan atau alih fungsi lahan dari hutan menjadi hutan
produksi, kemudian hutan produksi berubah menjadi lahan perkebunan atau
pertanian, dan kemudian lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan industri
non pangan dan property. Hal ini dapat terlihat karena adanya keterkaitan antara
kondisi lahan dengan kualitas produk pertanian dan juga kondisi lahan dengan
jalur transportasi ke pasar. Penyusutan hutan selama 50 tahun terakhir sangat
luar biasa dari 240 juta hektar menjadi 130 juta hektar, sehingga alih fungsi dan
deforestry sangat mempengaruhi lingkungan dan kebijakan baik pusat maupun
daerah. Buffer Zone dan Run Off adalah sebgai penyangga yang banyak

6
memberikan pengaruh terhadap agroekologi, dan aplikasi ini masih
dipertahankan oleh masyarakat adat yang menganut tiga zone tentang hutan,
yaitu hutan tutupan, hutan larangan, dan hutan titipan. Dan tumpang tindih
dalam regulasi tentang pengelohan hasil hutan non kayu sudah ada dalam
masyarakat adat dalam pengelolaan agroekologi.

2.3 Manfaat Ekonomi Dan Lingkungan Penerapan Agroekologi


Tujuan utama petani dalam melakukan usahatani adalah mendapatkan
keuntungan dan manfaat (profit dan benefit) yang maksimum dalam proses
produksi. Usahatani adalah organisasi dari alam (lahan) dan merupakan upaya
petani dalam memanfaatkan seluruh sumberdaya (tanah, pupuk, tenaga kerja,
modal, dan lain-lain) yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian
yang sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai
pengelolanya (Firdaus, 2008).
Penerapan agroekologi dapat menjaga kualitas lingkungan karena
penerapannya berdasar pada pengetahuan lokal, yang memperhatikan hubungan
antara alam, sosial, ekologi, masyarakat, dan lingkungan yang memiliki
produktivitas tinggi. Sehingga penerapan agroekologi dapat menjadi alternatif
solusi pertanian agar dapat menjaga kondisi lingkungan dan manghindari
terjadinya krisis pangan. Penerapan agroekologi juga memiliki manfaat ekonomi
yang bagus, karena pertanian ini dapat meningkatkan produktivitias petani
dengan meminimumkan input eksternal, yang berimplikasi kepada pengurangan
biaya yang harus dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi.

2.4 Pengertian Pertanian Sistem Berkelanjutan


Sistem pertanian Berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai keberhasilan
dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi
kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas
lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Pertanian berwawasan lingkungan
selalu memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan,
pendapatan dan kesehatan. Sedangkan tujuan pertanian yang berwawasan
lingkungan adalah mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah;

7
meningkatkan dan mempertahankan basil pada aras yang optimal;
mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati dan ekosistem; dan
yang lebih penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
penduduk dan makhluk hidup lainnya. Berarti dapat disimpulkan bahwa pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pertanian yang meliputi komponen-
komponen fisik, biologi, sosial ekonomi, lingkungan dan manusia yang berjalan
secara ideal untuk saat ini dan yang akan datang.
Kebijakkan pemerintah saat itu memang secara jelas merekomondasaikan
penggunaan energi luar yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yang salah
satunya menganjurkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Terminologi
pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan istilah
agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar
pertanian FAO (Food Agriculture Organization) Argoekosistem sendiri mengacu
pada modifikasi ekosistem alamiah dengan sentuhan campurtangan manusia untuk
menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan dan
kesejahteraan manusia. Conway (1984) juga menggunakan istilah pertanian
berkelanjutan dengan agro ekosistem yang berupaya memadukan antara
produktivit (productivity),  stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity), jadi
semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah
jawaban kegamangan dampak green revolution anatara lain di tenggarai oleh
semakin merosotnya produktivitas pertanian (leaffing off).
Saat ini, negara-negara barat dilanda gelombang budaya teknologi tinggi
(information technology)  yang disertai pesatnya penggunaan teknologi super
canggih dalam bidang telekomunikasi, misalnya penemuan internet, telepon
seluler, dan lain sebagainya. Ada dua peristiwa penting yang melahirkan
paradigma baru sistem pertanian berkelanjutan, peristiwa pertama adalah laporan
Brundland dari komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun
1987, yang mendefinisikan dan beru paya mempromosikan paradigma
pembangunan berkelanjutan. Peristiwa kedua adalah konfrensi dunia di Rio de
Jeneri Brazil pada tahun 1992, yang memuat pembahasan agenda 21 dengan
mempromosikan Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) yang
membawa pesan moral pada dunia bahwa ”without better enviromental

8
stewardship, development will be undermined” berbagai agenda penting termasuk
pembahasan bidang yang termasuk dalam pembahasan bidang pertanian dalam
konferensi tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Menjaga kontinuitas produksi  dan keuntungan usaha dibidang pertanian
dalam arti yangluas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peikanan, dan peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan
kehidupan manusia.
2. Melakukan perawatan dan penigkatan SDA yang berbasis pertanian.
3. Memenimalkan damapak negatif aktivitas usaha pertanian yang dapat
merugikan bagi kesuburan lahan dan kesehatan manusia.
4. Mewujudkan keadilan sosoal antardesa dan antar sektor dengan
pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan.

Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan besifat holistik


mempertautkan berbagai aspek atau gatrs dan disiplin ilmu yang sudah mapan
antara lain agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Sistem pertanian
berkelanjutan juga beisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikkan pada
lingkungan sumber daya alam dengan memepertimbangkan tiga matra atau aspek
sebagai berikut:
1.     Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian
tidak boleh mnyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbanganadalah
indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismena
dikendalikanoleh hukum alam.
2.     Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus
mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain,
untuk jangka pandek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem
ekologi maupun diluar sistem ekologi.
3.  Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus
selaras dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung
tinggi oleh masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan
mengusahakan peternakan ayam diperkaangan milik sendiri. Mungkin secra
ekonomis dan ekologis menjanjikkan keuntungan yang layak, namun ditinjau

9
dari aspek sosial dapat memberikan aspek yang kurang baik misalnya,
pencemaran udara karena bau kotoran ayam.
Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi dalam sistem
pertanian berkelanjutan di Indonesia biasanya jarak antara perumahan penduduk
dengan areal pertanian sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya nilai sosial
pertimbangan utama sebelum merencanakan suatu usaha
pertanian dalam arti luas.
Lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian berkelanjutan
1. Kelayakan ekonomis (economic viability)
2. Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and
friendly)
3. Diterima secara sosial (Social just)
4. Kepantasan secara budaya (Culturally approiate)
5. Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach)

2.5 Prinsip Dasar Sistem Pertanian Berkelanjutan


Menurut Jaker PO (Jaringan Kerja Pertanian Organik) dan IFOAM
(International Federation of Organic Agriculture Movement), ada 4 prinsip
dasar dalam membangun gerakan pertanian berkelanjutan.:
1.Prinsip ekologi
Prinsip ini mengembangkan upaya bahwa pola hubungan antara
organisme dengan alam adalah satu kesatuan. Upaya-upaya pemanfaatan air,
tanah, udara, iklim serta sumber-sumber keane-karagaman-hayati di alam harus
seoptimal mungkin (tidak mengeksploitasi). Upaya-upaya pelestarian harus
sejalan dengan upaya pemanfaatan
2. Prinsip teknis
Produksi dan pengolahan Prinsip teknis ini merupakan dasar untuk
mengupayakan suatu produk organik.Yang termasuk dalam prinsip ini mulai
dari transisi lahan model pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan, cara
pengelolaannya, pemupukan, pengelolaan hama dan penyakit hingga
penggunaan teknologi yang digunakan sejauh mungkin mempertimbangkan
kondisi fisiksetempat.

10
3. Prinsip Sosial ekonomis
Prinsip ini menekankan pada penerimaan model pertanian secara
sosial dan secara ekonomis menguntungkan petani. Selain itu juga mendorong
berkembangnya kearifan lokal, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan
mendorong kemandirian petani.
4. Prinsip Politik
Prinsip ini mengutamakan adanya kebijakan yang tidak bertentangan
dengan upaya pengembangan pertanian berkelanjutan. Kebijakan ini baik dalam
upaya produksi, kebijakan harga, maupun adanya pemasaran yang adil.

2.6 Perkembangan Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan


Pembangunan pertanian berkelanjutan yang dilandaskan pada konsep
agroekologi harus dikembangkan. Dikaitkan dengan eksploitasi sumber daya
alam yang cenderung terpusat di negara berkembang, kecendrungan tersebut
tampak adanya korelasi yang erat dengan masalah keamanan pangan. Menurut
Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR, 1988), “Pertanian
berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan
sumberdaya alam”. Sedangkan Menurut FAO (1989), pertanian berkelanjutan
merupakan pengelolaan konservasi Sumber Daya Alam dan berorientasi pada
perubahan teknologi dan kelembagaan yang dilakukan sedemikian rupa untuk
menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan
bagi generasi sekarang dan mendatang.
Pertanian berkelanjutan meliputi komponen-komponen fisik, biologi
dan sosioekonomi. Pertanian berkelanjutan direpresentasikan dengan sistem
pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia,
mengendalikan erosi tanah dan gulma, serta memelihara kesuburan tanah.
Pertanian berkelanjutan memiliki konsep dasar yaitu mempertahankan ekosistem
alami lahan pertanian  yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni
lingkungan. Dalam pertanian keberlanjutan terdapat komponen dasar
agroekosistem baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, dimana

11
komponen dasar agroekosistem tersebut memadukan antara produktivitas
(productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity).
Secara sederhana, pembangunan pertanian yang berkelanjutan
merupakan hasil resultante dari pembangunan nasional dan ekonomi ditambah
dengan ekologi yang berkelanjutan. Dengan yang sederhana ini maka terdapat
empat prinsip yang perlu diperhatikan untuk menuju suatu kesamaan (hak dalam
memanfaatkan sumber daya alam) antar generasi yaitu:
 Prinsip efisiensi (the principle of efficiency) sumber daya, yang
menekankan agar sumber daya tidak dieksploitasi secara berlebihan
sehingga menjadi tidak bermanfaat.
 Prinsip sufisiensi (the principle of sufficiency) yang menekankan adanya
pembatasan pemanfaatan sebagai upaya dalam penyediaan sumber daya
pada generasi yang akan datang.
 Prinsip konsistensi (the principle of consistency) yang menekankan
perlunya kompatibilitas antar sub sistem dengan superior sistem yang
secara keseluruhan mengacu pada ekosistem dalam alam.
 Prinsip pencegahan (the principle of precaution) yang mengarah pada
upaya melindungi alam dari proses degradasi.
Dalam proses pembangunan berkelanjutan pembangunan sektor
pertanian pada dasarnya merupakan bagian dari pembangunan sektor lainnya.
dengan demikian kondisi ekologi dapat berlanjut bila ada keseimbangan
pembangunan antar sektor. Penyeimbangan ini hanya mungkin dapat dilakukan
oleh pusat kekuasaan yang mempunyai daya kekuatan politis.

2.7 Pengembangan Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan Berbasis


Agroekologi.
Pembangunan pertanian berkelanjutan berbasis agroekologi yang
diusulkan diarahkan pada usaha mempertahankan dan atau memperbaiki
produksi dengan bertumpu pada empat pilar, yaitu:
1. Secara ekonomi fisibel (economically feasible) dengan bentuk sistem
produksi jangka panjang.
2. Penggunaan teknologi yang sepadan (technologically appropriate).

12
3. Secara lingkungan tidak merusak dan berkelanjutan (environmentally sound
and sustainable).
4. Secara sosial dan budaya dapat diterima (socially and culturally acceptable).
Penjabarannya dalam bentuk agenda pelaksanaannya dapat difokuskan
pada : (1) demensi sosial dan ekonomi, (2) sumber daya sebagai aset produksi
dalam pembangunan, (3) peningkatan peranan masyarakat, (4) program
implementasi yang realistis.
Dari empat dimensi tersebut disusun tiga agenda sebagai berikut :
1.   Agenda pada dimensi sosial ekonomi, perlu ditekankan kearah :
 Mengatasi kemiskinan (pemenuhan kebutuhan ekonomi (material) manusia
baik untuk generasi sekarang mauun generasi mendatang.
 Keseimbangan produksi dan konsumsi.
 Keseimbangan demografi.
 Kesehatan masyarakat.
 Penataan hunian yang manusiawi
 Keseimbangan lingkungan dan pembangunan
Sumber daya alam sebagai asset produksi perlu dipahami bentuk,
keberadaan, dan karakternya sehingga dalam agenda pemanfaatannya mengarah
pada :
•     Prinsip kesamaan hak antar generasi atas sumber daya
•     Keseimbangan pemanfaatan, preservasi dan konservasi
•     Peningkatan kemanfaatan untuk generasi yang akan datang
2.   Agenda pemberdayaan masyarakat mencangkup :
 Pemanfaatan pengetahuan dan teknologi asli (indigenous knownledge and
technology).
 Kesetaraan akses sumber produksi.
 Pengakuan otoritas local.
 Kebijakan pemerintah antar sector yang berpihak pada sector pertanian

13
3.   Agenda program aksi / implementasi yang realistis mencangkup :
 Pendanaan dan meakanisme termasuk keberpihakan pada sektor
pertanian
 Peningkatan nilai tambah teknologi asli untuk dijadikan sebagai bagian
dari keunggulan kompetitif
 Transfer teknologi
 Dukungan keilmuan melalui penelitian yang terkoordinatif
 Peningkatan kemampuan sumber daya manusia
 Peingkatan kerja sama internasional
 Dukungan instrumen legal
 Proses pengambilan keputusan yang transparan

2.8 Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem Pertanian secara Agroekologis


Agroekosistem berkelanjutan memiliki karakteristik-karakteristik sebagai
berikut:
 Merawat sumber daya alam setempat
 Menggunakan input artifisial seminimal mungkin dari luar sistem
pertanian setempat
 Mengelola dan mengendalikan hama serta penyakit melalui mekanisme
dan aturan internal
 Memperbaiki kerusakan dan gangguan pada lahan yang diakibatkan oleh
penanaman, kultivasi dan panen.
Prinsip-prinsip dalam Agroekologi dan Keberlanjutannya adalah sebagai
berikut:
1. Menggunakan sumberdaya terbarukan
 Menggunakan sumberdaya energi terbarukan daripada sumberdaya energi
tidak terbarukan. Kita mengurangi ketergantungan kita pada sumberdaya
tak terbarukan, terutama bahan bakar fosil, dan menggantinya dengan
sumberdaya terbarukan, termasuk penggunaan bahan-bahan, material, dll
dari bahan-bahan dan material terbarukan. Matahari adalah salah satu
sumberdaya terbarukan yang dapat dimanfaatkan dalam sistem pertanian,

14
baik sebagai pembangkit listrik, sumber fotosintesis, panas yang dapat
mengeringkan, dll.
 Menggunakan penyubur tanah dan pemerbanyak nitrogen (nitrogen
fixation) biologis, baik tanaman maupun hewan serta mikroorganisme.
Tanaman legum dapat ditanam secara tumpangsari atau dalam rotasi
tanaman untuk menambahkan nitrogen pada tanah. Bahan-bahan organik
dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik cair maupun kompos.
 Menggunakan input bahan alami setempat daripada bahan sintetis atau
buatan pabrik (manufaktur). Dengan demikian kita memberdayakan
ekonomi lokal, meningkatkan kemanfaatan sumberdaya lokal, mengurangi
terjadinya sampah, mengurangi ketergantungan pada transportasi,
sumberdaya tenaga kerja, bahan bakar fosil, menghemat waktu, dll.
 Mendayagunakan sumberdaya pertanian pada lahan sebanyak mungkin.
Artinya kita dapat melipatgandakan lahan dengan membuat bedengan atau
bidang tanam, seperti hugelkultur, memanfaatkan lahan seefisien mungkin
untuk pertanian, mengembangkan pertanian vertikal dan gantung,
memprioritaskan peruntukan lahan untuk area pertanian, meningkatkan
prosentase pemanfaatan lahan untuk pertanian, dll.
 Mendaur ulang hara dan nutrisi lahan setempat pada lahan itu sendiri.
Pembuatan kompos dapat dilakukan di dekat lahan pertanian, dengan
kubangan, pemulsaan, banana circle, dll.
2. Meminimalkan racun
 Mengurangi atau mengeliminasi penggunaan bahan-bahan atau material-
material yang berpotensi merusak lingkungan atau kesehatan petani,
pekerja, konsumen, dll
 Mempraktekkan pertanian yang dapat mengurangi polusi nitrat, gas
beracun, air terkontaminasi, atau lain-lain bahan yang dapat
menyebarluaskan racun baik dengan pembakaran atau sistem pertanian
yang berlebihan pupuk dan hara.
 Mengkonservasi sumberdaya. Setiap sumberdaya dapat dirancang
sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan maksimal. Air yang digunakan
untuk mandi dan mencuci dapat digunakan untuk menyiram tanaman, dan

15
dikumpulkan kembali ke kolam untuk disaring dan dikembalikan lagi
menyiram kebun, dan seterusnya.
3. Konservasi tanah
 Mempertahankan hara tanah dan sediaan bahan organik
 Meminimalkan erosi dengan sengkedan dan teras dan penanaman pohon
 Menanam tanaman berumur panjang (perennial), bambu dan pohon
 Mendayagunakan lahan tanpa cangkulan atau metode mengurangi
penyangkulan pada lahan
 Memberikan mulsa terus menerus
4. Mengkonservasi air
 Pertanian lahan kering yang efisien penggunaan air.
 Menggunakan sistem irigasi dan drainase yang efisien
5. Konservasi energi
 Menggunakan teknologi-teknologi yang efisien dan mengefisiensi
penggunaan energi
6. Konservasi sumberdaya genetik
 Menyimpan benih
 Merawat lahan setempat dan bibit lokal
 Menggunakan bibit lokal dan varietas galur
7. Mengkonservasi modal
 Menyimpan di bank dengan jumlah minimal dan menggunakan jasa bank
seminimal mungkin
 Mengurangi pengeluaran dan menambal kebocoran
8. Mengelola silaturahmi ekologis
 Mengembangkan kembali silaturahmi ekologis yang terjadi secara alamiah
dalam kebudayaan pertanian daripada menguranginya dengan
mensimplifikasi (seperti penggunaan pestisida)
 Mengelola hama, penyakit tanaman dan gulma daripada mengendalikan
mereka.
 Menggunakan pertanian tumpang sari (intercropping) dan pemanfaatan
tanaman mulsa hidup secara masif (cover cropping).

16
 Mengintegrasikan dengan ternak
 Meningkatkan biota yang bermanfaat
 Pada tanah (mycorrhizae, Rhizobia dan makhluk hidup yang memperbaiki
nitrogen, baik tanaman maupun hewan)
 Serangga bermanfaat
 Memberikan ruang hidup bagi serangga dan biota bermanfaat
 Meningkatan populasi biota bermanfaat dengan tempat bertelur dan
tempat beraktivitas yang bebas
 Mendaur ulang hara
 Pergeseran dari manajemen nutrisi lintas (input dari luar dan
transportasi nutrisi) menjadi proses daur ulang nutrisi setempat.
 Mengembalikan residu tanaman (melalui mulsa atau kompos) dan kotoran
ternak (melalui umbaran atau kompos) kembali ke tanah.
 Manakala diperlukan input dari luar, dan terdapat justifikasi
terhadapnya, berusaha mempertahankan manfaatnya dengan mendaur
ulang mereka terus menerus
 Meminimalkan perubahan atau gangguan
 Menggunakan metode pertanian tanpa menyangkul atau meminimalkan
penyangkulan
 Mendayagunakan mulsa berkelanjutan
 Menggunakan tanaman perennial
9. Mengadaptasikan diri pada lingkungan lokal
 Menyesuaikan pola tanam dan varietas tanaman menjadi produktif dan
potensial dengan keterbatasan fisik dan tapak lanskap lahan
 Biota beradaptasi dan belajar menyesuaikan diri. Tanaman dan ternak
diadaptasikan dengan kondisi ekologis yang ada pada area pertanian
daripada memodifikasi lahan pertanian agar dapat memenuhi kebutuhan
tanaman dan ternak
10. Menganekaragamkan pertanian
 a. Keanekaragaman tapak lanskap
 Mempertahankan dan zona penyangga (buffer) tanpa gangguan

17
 Menggunakan garis dan kontur penanaman
 Mempertahankan zona penyangga tepian
 Menggunakan rotasi umbaran
 b. Keanekaragaman biota
 Tumpangsari
 Rotasi tanaman
 Menggunakan pendekatan polikultur (beraneka tanaman)
 Mengintegrasikan ternak di dalam sistem
 Menggunakan spesies multifungsi pada tanaman dan ternak
 Menggunakan beraneka varietas dan tanaman dan ternak lokal pada
pertanian
 c. Ekonomi
 Hindari ketergantungan pada satu komoditas atau produk atau tanaman
 Mengembangkan pasar alternatif
 Pengembangan jejaring pasar organik
 Pengembangan pertanian yang didukung komunitas
 Pemasaran kebun “Petik sendiri”
 Memberikan nilai tambah pada produk-produk pertanian
 Memproses makanan sebelum dijual
 Mencari alternatif sumber pendapatan
 Agrotourisme (integrasi pariwisata dengan pertanian)
 Hindari ketergantungan pada subsidi dan sumberdaya luar (listrik, air, dll)
Gunakan beraneka tanaman untuk mendiversifikasi waktu musiman pada
produksi tanaman selama setahun
11. Memberdayakan masyarakat
 Memastikan masyarakat setempat terlibat dan mengendalikan proses
pembangunan di antara mereka
 Mendayagunakan pengetahuan dan kearifan lokal indigenous
 Mendukung transfer pengetahuan multi arah, sebagai ganti pendekatan
pendidikan satu arah (dari atas ke bawah). Mengajari pakar dan petani

18
untuk berbagi pengetahuan, bukan dengan “memaksa” tahu dengan sistem
ini.
 Bekerja sama dengan dan menggunakan pendekatan pembangunan
berpusat masyarakat
 Meningkatkan partisipasi petani. Menghubungkan petani dengan
konsumen
 Memperkuat masyarakat
 Mendorong kerjasama lokal antara orang-orang dengan kelompok-
kelompok pembangunan.
 Memastikan keadilan antar generasi
 Menjamin kehidupan tenaga kerja petani
 Memastikan kesetaraan dan hubungan baik antara pekerja dan petani
 Mengajarkan prinsip-prinsip agroekologi dan keberlanjutan dengan
pengalaman dan pembelajaran berkelanjutan
12. Mengelola sebuah sistem holistik
 Menggunakan proses-proses perencanaan yang dapat digunakan atau dapat
dilakukan, dengan beraneka skala dan pendekatan dalam sistem pertanian
setempat (Tapak Lanskap, Rumah tangga, Pertanian, Komunitas atau
masyarakat, Kawasan hayati, Bangsa)
 Meminimalkan dampak dari ekosistem tetangga yang mempengaruhi kita
13. Memaksimalkan manfaat jangka panjang
 Memaksimalkan manfaat lintas generasi, dan tidak hanya manfaat
keuntungan tahunan
 Memaksimalkan perikehidupan dan kualitas kehidupan masyarakat
terutama pedesaan
 Memfasilitasi proses transfer generasi
 Menggunakan strategi-strategi jangka panjang. Mengembangkan
perencanaan yang dapat diubahsuai (disesuaikan dan diadaptasikan) dan
dievaluasi ulang seiring periode waktu
 Mengikutsertakan keberlanjutan jangka panjang ke dalam desain sistem
pertanian dan dalam manajemen

19
 Membangun tanah subur sepanjang waktu dan lestari. Membangun bahan
organik pembentuk tanah
14. Menghargai tinggi kesehatan
 Kesehatan manusia
 Kesehatan budaya
 Kesehatan lingkungan (hidup) → Menghargai dan mempertimbangkan
kesehatan secara menyeluruh dalam sistem pertanian dan tidak hanya pada
sistem tanaman atau pada musim tertentu saja. → Mengeliminasi polusi
lingkungan dan racun serta surplus nutrien
 Kesehatan ternak dan binatang
 Kesehatan tanaman

2.9 Dukungan Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan Pertanian


Berbasis Agroekologi
Pembangunan pertanian berbasis agro ekologi pada dasarnya
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan.
Dengan demikian kebijakan pembangunan nasional perlu menempatkan
pembangunan pertanian berbasis agroekologi dalam suatu hirarki pembangunan,
dengan sistem produksi pertanian sebagai hirarki paling kecil dalam
pembangunan. Hal ini penting agar kebijakan yang diambil pemerintah untuk
memberikan dukungan pembangunan pertanian dalam bentuk masukan produksi
dapat efektif dan efisien.
Dalam konteks yang demikian agar dalam skala nasional sektor
pertanian mampu memberikan kontribusi dalam kualitas pertumbuhan yang
memadai maka bentuk masukan perlu dimulai dari sistem produksi pertanian
dari hierarki yang paling kecil. Dengan pemikiran yang demikian, maka
partisipasi aktif masyarakat petani relatif masih menghadapi berbagai bentuk
keterbatasan dalam proses pertumbuhan bisa ditempatkan sebagai produsen, dan
bukan hanya sebagai konsumen atau penerima pelayanan sosial proses
pertumbuhan. Dengan perubahan ini akan membuat pertumbuhan menjadi
berkelanjutan dan pada gilirannya mampu mendorong pembangunan sosial
ekonomi yang dipicu dari masyarakat sebagai pelaku produksi pertanian.

20
Beberapa artikel yang memaparkan kebijakan- kebijakan ekonomi
pemerintah dalam agroekologi sebagai basis dalam pembangunan pertanian,
diantaranya yaitu :
 Peraturan Pemerintah no 12 tahun 2012 yang dikeluarkan tanggal 9
Januari 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. Semoga peraturan ini bukan hanya peraturan yang
dipahami oleh satu pihak namun tidak dipahami oleh pihak lain. Artinya
bahwa peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah ini harus menjadi
acuan peraturan-peraturan lain yang terkait. Baik terkait langsung
maupun tidak langsung. Pemerintah perlu membangun alur kerja yang
jelas berdasar perencanaan yang terukur dan mencakup output dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Penetapan strategi yang tepat dan
penuh perhitungan dalam pengembangan sistem tentunya harus
melibatkan banyak pihak. Posisi masyarakat atau petani yang menjadi
ujung tombak pelaksanaan dilapangan sudah tidak pantas lagi dijadikan
obyek. Mereka adalah subjek sebagaimana tataran pembuat peraturan.
 Beberapa rumusan kebijakan pembangunan sektor pertanian yang penting
yang disusun berdasarkan hasil kajian sebagai berikut:
1. Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non
Pertanian;
2. Kebijakan Reservasi Lahan Sawah di Jawa;
3. Kebijakan Kemandirian Pangan Nasional;
4. Kebijakan Penentuan Harga Dasar Pembelian Gabah;
5. Kebijakan Peningkatan Tarif Gula untuk Meningkatkan Pendapatan
Petani Tebu;
6. Kebijakan Harga Air Irigasi;
7. Kebijakan Tarif Impor Paha Ayam dalam Melindungi Industri
Perunggasan Nasional;
8. Kebijakan Tata Niaga dan Distribusi Pupuk Bersubsidi di Indonesia;
9. Kebijakan Percengkehan Nasional.
Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat ini tentang
pentingnya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan seringkali

21
didengung-dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan
petani masih kurang diperhatikan. Melihat kondisi pertanian saat ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Pendapatan petani masih rendah baik secara nominal maupun secara relatif
dibandingkan dengan sektor lain.

2. Usaha pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri:


a. skala kecil,
b. modal terbatas
c. teknologi sederhana,
d. sangat dipengaruhi musim,
e. wilayah pasarnya lokal,
f. umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga
menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran
tersembunyi),
g. akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah
h. Pasar komoditi pertanian sifatnya mono/oligopsoni sehingga terjadi
eksploitasi harga pada petani.
3. Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan produktifitas
usahatani yang tidak terkait dengan agroindustri. Hal ini menunjukkan
fondasi dasar agribisnis belum terbentuk dengan kokoh sehingga sistem
dan usaha agribisnis belum berkembang seperti yang diharapkan, yang
terjadi kegiatan agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani.
4. Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan pembangunan
pedesaan.
5. Kurang memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang dimiliki
wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih belum didasarkan
kepada kawasan unggulan.
6. Kurang mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya impor
khususnya komoditas hortikultura.

22
7. Terdapat senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar sehingga daya
saing produk pertanian Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat
besar untuk ditingkatkan.
8. Pangsa pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan
sementara kapasitas dan potensi yang dimilikinya lebih besar.
9. Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk
perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada ekspor
komoditas primer (mentah)
10. Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat pemanfaatan
yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang berkelanjutan .
11. Masih lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani. Usaha
agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis skala besar belum
terikat dalam kerjasama yang saling membutuhkan , saling memperkuat
dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh
kelompok usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan
yang timpang (skewed) yang merugikan petani.
12. Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau inovasi benih/
bibit unggul sangat terbatas
13. Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer teknologi
kepada petani, setelah era otonomi daerah.
14. Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti perguruan
tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian.
15. Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiscal maupun
moneter seperti kemudahan kredit bagi petani, pembangunan irigasi
maupun pasar, dll.
1.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembangunan pertanian berkelanjutan (sustanaible agricultre) pada
dasarnya merupakan salah satu penajabaran yang lebih spesifik dari konsep
pembangunan berkelanjutan (the concept of sustanaible development). Wilayah
Indonesia yang bercirikan kepulauan dengan iklim muson tropis secara
mendasar memberikan kekayaan alam biomasa yang luar biasa. Melimpahnya
jumlah hujan dan radiasi matahari menjadi sumber energi untuk: (1) Proses
pembentukan tanah subur, (2) Tumbuhnya berbagai macam keanekaragaman
biologis, baik flora dan fauna, serta perikanan darat dan laut. Dalam konteks
inilah maka pembangunan pertanian berkelanjutan yang berbasis agroekologi
perlu menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi politik.
Pembangunan pertanian berkelanjutan berbasis agroekologi yan
diusulkan diarahkan pada usaha mempertahankan dan/ atau memperbaiki
produksi dengan bertumpu pada pilar: (1) Secara ekonimi fisibel (economically
feasible) dengan bentuk sistem produksi jangka panjang, (2) Penggunaan
teknologi yang sepadan (technologucally appropriate), (3) Secara lingkungan
tidak merusak dan berkelanjutan (enviromentally sound and sustainable), (4)
Secara sosial dan budaya dapat diterima (socially and culturally acceptable).
Dalam pembangunan pertanian yang berbasis agroekologi
diperlukannya suatu kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah, agar
dalam skala nasional sektor pertanian mampu memberikan konstribusi dalam
pertumbuhan Negara Indonesia itu sendiri, sehingga sector pertanian dapat maju.

3.2 Saran
Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi seperti komputer,
informasi apapun yang tersedia dapat digunakan untuk melakukan analisis dan
simulasi untuk dapat memperoleh informasi agroekologi yang lebih baik.
Dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence)
seperti sistem informasi geografi atau teknik penginderaan jauh, maka dapat

24
disusun suatu sistem untuk mengevaluasi sistem produksi yang tepat untuk
suatu lahan dan mencari alternatif komoditas untuk diusahakan dengan cepat
dan tepat. Menghadapi masalah lingkungan dan perdagangan bebas, maka
upaya perencanaan penataan pertanian berkelanjutan dengan memanfaatkan
hasil analisis zone agroekologi atau agroekosistem adalah salah satu cara yang
dapat menjadi solusi pembangunan pertanian saat ini.

25
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I Made, 2006. Teknologi Zone Agroekologi dalam Pembangunan


Pertanian Berwawasan Lingkungan. Jurnal Media Bumi Lestari. Volume
6- No.1 Februari 2006.
Bayu Krisnamurthi. 2014. Membangun Sistem Kemandirian Pangan secara
Terintegrasi. Jakarta : Universitas Trilogi.
Dewan Ketahanan Pangan. 2011. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-
2014. Jakarta: Ketahanan Pangan.
Reijntjes, coen, dkk. 1999. Pertanian Masa Depan (Pengantar untuk Pertanian
Berkelanjutan). Yogyakarta : Kanisus.
Rochaeni Siti dan Lilis Imamah I. 2010. Pembangunan Pertanian Indonesia.
.Jakarta. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.

26

Anda mungkin juga menyukai