Untuk Memenuhi Tugas Pelatihan Dialisis bagi Perawat Angkatan 26 Tahun 2023
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur
Disusun Oleh:
Ns. Agung Wahyudi S.kep
Absen 16
Disusun Oleh:
Ns. Agung Wahyudi S.kep
No. Absen 16
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir Pelatihan Hemodialisis
tahun 2023 yang berjudul ”Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Anuria yang Menjalani Hemodialisis di Ruang
Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur”, sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan Hemodialisis di Ruang Hemodialisis
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang.
Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis mendapat banyak
pengarahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Syahrul Akbar selaku direktur RSI Fatimah yang telah memberi kesempatan
meningkatkan skill mengikuti pelatihan hemodialisis
2. Dr. dr. Moch. Bachtiar Budianto, Sp.B(K) Onk.FINACS, FICS selaku Direktur RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang yang telah memfasilitasi kami untuk melaksanakan pelatihan
hemodialisis.
3. Dr. dr Atma Gunawan Sp. KGH selaku kepala instalasi HemodialisIs RSUD Dr. Saiful
Anwar provinsi jawa timur yang telah membina kami melaksanakan pelatihan dialisis.
4. Bapak Muhammad Syamsul Bakhri, S.Kep.,Ners selaku koordinator pelayanan
perawatan instalasi dialisis RSUD Dr.Saiful Anwar provinsi Jawa Timur yang telah
memberikan waktu dan energi dalam mengevaluasi laporan ini serta memberikan
masukan yang berharga.
5. Ibu Rini Handriyani, S.Kep .,Ners, selaku Kepala Ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful
Anwar provinsi jawa timur, yang telah memberikan izin, arahan dan bimbingan selama
kami melakukan pelatihan, pengumpulan data, melakukan penelitian dan
menyelesaikan Tugas Akhir,sekaligus selaku pembimbing dan penguji TA.
6. Ibu Riza Arum, S.Kep.,Ners selaku pembimbing TA di Ruang Malahayati RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang, yang telah bersedia memberikan masukan dan arahan selama
penulis melakukan penelitian dan menyusun laporan tugas akhir ini.
7. Bapak A. Mudhofir.,S.kep.,Ners, selaku pembimbing skill Ruang Malahayati RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang, yang telah memberikan arahan dan bimbingan ilmu agar saya
dapat melakukan tindakan sesuai SOP.
4
8. Ibu Titik Rahmayani.,S.kep.,Ners selaku pembimbing dan penguji selama menempuh
Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan Hemodialisis di Ruang Hemodialisis RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama kami
melakukan pelatihan.
9. Mbak dan mas perawat seluruh instalasi hemodialisis RSUD Dr. Saiful Anwar Malang,
yang sangat membantu dalam kelancaran pelatihan kami dengan bimbingan yang
diberikan.
10. Teman–teman kelompok 4 dan teman-teman pelatihan Hemodialisis angkatan 26
tahun 2023 yang saling membantu dalam pelaksanaan pelatihan.
11. Istriku tercinta, orang tua dan anak kesayangan serta keluarga kami yang telah
memberikan dorongan secara moril maupun materiil selama menempuh Pendidikan
dan Pelatihan Keperawatan Hemodialisis di Ruang Hemodialisis RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang.
12. Semua pihak yang telah membantu, memberikan dukungan dan dorongan baik secara
moril maupun materiil, selama penulis menempuh pendidikan dan pelatihan
keperawatan hemodialisis di ruang hemodialisis RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa
Timur.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas semua amal
kebaikan yang diberikan. Kami menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih
ada beberapa kekurangannya, untuk itu semua kritik dan saran yang sifatnya
membangun, sangat kami harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya dan kami pada khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................v
DAFTAR TABEL..............................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................ix
1.1 Latar Belakang ix
1.2 Rumusan Masalah xi
1.3 Tujuan Penulisan xi
1.3.1 Tujuan Umum xi
1.3.2 Tujuan Khusus xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................1
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal 1
2.1.1 Anatomi Ginjal 1
2.1.2 Fisiologi ginjal 4
2.2 Konsep CKD (Chronic Kidney Disease) 4
2.2.1 Definisi 4
2.2.2 Etiologi 5
2.2.3 Klasifikasi 6
2.2.4 Patofisiologi 7
2.2.5 Manifestasi Klinis 8
2.2.6 Pemeriksaan penunjang 10
2.2.7 Penatalaksanaan 12
2.2.8 Komplikasi 14
2.3 Konsep HD 15
2.3.1 Definisi 15
2.3.2 Indikasi dan Kontra Indikasi 16
2.3.3 Prinsip Dasar 17
2.3.4 Peralatan 18
2.3.5 Proses 18
2.3.6 Dosis dan Adekuasi 20
2.3.7 Kelebihan dan Kekurangan 21
2.3.8 Komplikasi hemodialisis 22
6
2.4 Konsep Anuria 23
2.4.1 Anatomi Fisiologi Tractus Urinaris 23
2.4.2 Proses pembentukan urine 24
2.4.3 Definisi Anuria 25
2.4.4 Etiologi Anuria 27
2.4.5 Manifestasi Klinis Anuria 29
2.4.6 Klasifikasi Anuria 28
2.4.7 Patofisiologis 29
2.4.8 Pemeriksaan Penunjang 30
2.4.9 Penatalaksanaan Anuria 31
2.4.9 Pencegahan Anuria 31
2.5 Pathway 38
BAB III Asuhan Keperawatan..........................................................................................60
3.1 Pengkajian................................................................................................................60
3.2 Analisis Data.............................................................................................................69
3.3 Daftar Prioritas Diagnosis Keperawatan...................................................................73
3.4 Intervensi Keperawatan............................................................................................74
3.5 Implementasi Keperawatan.......................................................................................81
3.6 Evaluasi Keperawatan..............................................................................................86
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................................89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................92
5.1 Kesimpulan...............................................................................................................94
5.2 Saran.........................................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................95
7
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi CKD 7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Urinaria 1
Gambar 2.2 Bagian ginjal 2
Gambar 2.3 Bagian-bagian Nefron............................................................................... 3
Gambar 2.4 Proses Pembentukan urine......................................................................26
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi kegiatan 95
Lampiran 2 Lembar Konsul 97
Lampiran 3 Curiculum Vitae 99
9
BAB I
PENDAHULUAN
10
urat, dan zat lain (Agustin, 2015). Terapi hemodialisis merupakan terapi pengganti
ginjal yang paling banyak digunakan di Indonesia yaitu sebanyak 82% (Kemenkes RI,
2017).
Penyakit CKD berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan angka
kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun (WHO, 2017) dalam pongsibidang, 2016).
(WHO)
(2017) melaporkan bahwa pasien yang menderita GGK meningkat 50% dari tahun sebelumnya, secara global k
penduduk berumur ≥ 15 tahun yang perna didiagnosis penyakit CKD sebesar 19,3%. Data dari
Indonesian Renal Registry (IRR). Pada tahun 2017 penderita CKD yang melakukan
hemodialisis di Jawa Timur sebesar 71,1%. (Khusna et al., 2023). Sedangkan di kota
Malang sendiri terdapat kurang lebih 36,7% (IRR,2017)
Asupan pada penderita CKD cairan yang terlalu banyak dapat menyebabkan
kelebihan beban sirkulasi dan edema. Aturan umum untuk asupan cairan adalah
keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500 mililiter (Agustin, 2015). Normalnya, setiap
orang mengeluarkan urine 800-2000 mililiter perhari. Pada kasus anuria, angka
tersebut berkurang hingga menjadi 0-100 mililiter perhari akibat penumpukan zat
beracun. Anuria adalah ketika ginjal berhenti memproduksi urin. Kondisi ini terjadi
akibat penyakit atau kerusakan ginjal (Nocile & gallan, 2019). Dalam pemakaian klinis
diartikan keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Buang air
kecil adalah proses vital dan hasil penyaringan ginjal dan pembuangan produk limbah,
cairan, elektrolit, dan zat lain yang tidak lagi dibutuhkan tubuh. Zat yang menunggu
untuk dikeluarkan balik Kembali kedalam tubuh dan tidak bisa dikeluarkan jika ginjal
berhenti bekerja dan buang air kecil berhenti. Penyumbatan ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan lainnya dan mengancam jiwa.
Menurut penelitian WHO prevalensi global anuria terkait dengan GGK
ditemukan sekitar 55,6%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Daugirdas et al mendapatkan bahwa kejadian anuria meningkat sejalan dengan
lamanya menjalani hemodialisis (52% pada pasien yang HD selama 4 bulan dan 67%
pada pasien yang HD selama 12 bulan) dikarenakan walaupun semakin lama seorang
pasien menjalani HD progresifitas PGK nya tetap akan berlangsung, sehingga fungsi
ginjal tetap akan semakin menurun dan urine output semakin berkurang. Kementerian
Kesehatan mencatat 53% atau sekitar 143 orang dari total 269 pasien dengan
Gangguan Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Indonesia mengalami tidak
bisa buang air kecil sama sekali atau anuria (CNN Indonesia, 2022). Dan di Jawa
Timur yaitu angka kejadian anuria pada pasien CKD sejumlah ± 70.000 penderita
11
(Riskesdas, 2018) Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan metode observasi
jadwal pasien hemodialisis selama 3 hari (tanggal 28-30 november 2023) di ruang
Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur didapatkan data total
166 pasien CKD yang menjalani hemodialisis dan prevalensi anuria didapatkan 89
pasien atau sekitar 53 %.
Untuk mampu memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar kepada
pasien CKD dengan anuria yang menjalani hemodialisis diperlukan suatu
pembelajaran yang baik oleh para tenaga kesehatan khususnya perawat HD. Hal ini
diperlukan adanya suatu tinjauan kasus untuk melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien CKD dengan anuria yang menjalani hemodialisis sesuai panduan dan
SOP yang berlaku. Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk membuat laporan
asuhan keperawatan pada pasien CKD dengan anuria yang menjalani terapi
hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien CKD dengan anuria yang
menjalani hemodialisis di ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi
Jawa Timur?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien CKD dengan anuria
yang menjalani hemodialisis di ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Provinsi Jawa Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu mengkaji pasien CKD dengan anuria yang menjalani hemodialisis di
ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien CKD dengan anuria
yang menjalani hemodialisis di ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang Provinsi Jawa Timur.
3. Mampu merencanakan intervensi keperawatan pada pasien CKD dengan
anuria yang menjalani hemodialisis di ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang Provinsi Jawa Timur.
4. Mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan pada pasien CKD
dengan anuria yang menjalani hemodialisis di ruang Malahayati RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur.
5. Mampu mengevaluasi pasien CKD dengan anuria yang menjalani hemodialisis
di ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Provinsi Jawa Timur.
12
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Institusi
Mampu mengembangkan hasil dari Teori penelitian dalam hal
menangani pasien CKD dengan anuria yang menjalani hemodialisis dapat
dijadikan suatu tolak ukur serta upaya Rumah Sakit dalam meningkatkan
kualitas pelayanan.
1.4.2 Bagi Perawat
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas dan professional pada pasien pasien
CKD dengan anuria yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar
Provinsi Jawa Timur.
1.4.3 Bagi Pasien dan Keluarga
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi pasien dan keluarga tentang penyakit CKD sehingga mengenal dan
mengatasi keluhan khususnya dengan anuria yang menjalani hemodialisis
sehingga kualitas hidup pasien dapat meningkat.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-
masing bercabang berbentuk beberapa kaliks minor yang langsung
menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urine
yang terus keluar dari papila. Dari kaliks minor, urine masuk ke kaliks
mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
3. Struktur mikroskopis ginjal
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron.
Tiap-tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomurolus dan kalpiler
peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul
bownman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus
kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada
medula. Kapsula bownman terdiri atas lapisan perietal (luar) berbentuk
gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler glomerolus) yang
bentuknya besar dengan banyak juluran mirip dari disebut podosit (sel
berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah-
celah antara pedikel itu snagat teratur. Kapsula bownman bersama
glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel
renal disebut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya berbelok-
belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian
menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat
lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian
berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
4. Persarafan ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
3
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak
ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan sebuah
kelenjar buntu yang menghasilakan 2 macam hormon yaitu hormon adrenalin
dan kortison (Nian afrian nauri, 2021)
2.1.2 Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal pada tubuh adalah melakukan ekskresi dan
eliminasi sisa-sisa metabolisme tubuh. Selain itu terdapat beberapa fungsi
tambahan, antara lain:
a. Sebagai regulator konsentrasi plasma dari beberapa ion, yaitu:sodium,
potassium, klorida dan mengontrol jumlah kehilangan ion-ion lainnya ke
dalam urine, serta menjaga batas ion kalsium melalui sintesis kalsiterol
b. Sebagai regulator volume darah dan tekanan darah dengan
mengeluarkan sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan hormone
eritropoetin dan renin.
c. Sebagai stabilisator pH darah melalui control jumlah pengeluaran
Hidrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine
d. Sebagai detoksifikator racun bersama organ hepar selama kelaparan
melalui proses deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan
4
terdeteksinya abnormalitas ginjal secara histologi maupun pencitraan (imaging),
serta adanya riwayat transplatasi ginjal (Mahesvara, 2020)
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak
mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam dan
menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cair9an dan elektrolit.ekresikan sebagai urine. Ketika
gangguan ginjal sudah cukup berat maka racun dan cairan akan mengendap pada
tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit. (IndonesiaRe, 2017).
2.2.2 Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2017) etiologi CKD dapat disebabkan oleh:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (infeksi saluran kemih), glomerulonefritis
(penyakit peradangan). Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang
biasanya mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran
kencing (ureter) dan parencyma ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis
disebabkan oleh salah satu dari banyak penyakit yang merusak baik glomerulus
maupun tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya keseluruhan kemampuan
penyaringan ginjal sangat berkurang.
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis. Disebabkan karena terjadinya kerusakan
vaskulararisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah akut dan
kronik.
3. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif. Disebabkan oleh kompleks imun dalam
sirkulasi yang ada dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan
kerusakan. Penyakit peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubuh
menyerang jaringan sehat, sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ.
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multipel, bilateral,
dan berekspansi yang lambat laun akan mengganggu dalam menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak.
5. Penyakit metabolik misalnya Diabetes Mellitus (DM), gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana kondisi genetik yang ditandai
dengan adanya kelainan dalam proses metabolisme dalam tubuh akibat
defisiensi hormon dan enzim. Proses metabolisme ialah proses memecahkan
karbohidrat protein, dan lemak dalam makanan untuk menghasilkan energi.
5
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
Penyebab penyakit yang dapat dicegah bersifat refersibel, sehingga
penggunaan berbagai prosedur diagnostik.
6. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah yaitu hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
7. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis. Merupakan penyebab
gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat
terlarut dalam urin pada saluran kemih.
2.2.3 Klasifikasi
Menurut National Kidney Foundation (2016) membagi 5 (lima) stadium
penyakit ginjal kronik yang ditentukan melalui perhitungan nilai Glomerular
Filtration Rate (GFR) meliputi:
1. Stadium I
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat >90ml/min/1,73 m2).
Fungsi ginjal masih normal tapi telah terjadi abnormalitas patologi dan
komposisi dari darah dan urine.
2. Stadium II
kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan abnormalitas
patologi dan komposisi dari darah dan urine.
3. Stadium III
Penurunan GFR Moderat (30-59ml/min/1,73 m2) . Tahapan ini terbagi lagi
menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan tahapan IIIB (GFR 30-44). Pada tahapan
ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.
4. Stadium IV
Penurunan GFR Severe (15-29 ml/min/1,73 m2). Terjadi penurunan fungsi
ginjal yang berat. Pada tahapan ini dilakukan persiapan untuk terapi pengganti
ginjal.
5. Stadium V
End Stage Renal Disease (GFR<15 ml/min/1,73m2), merupakan tahapan
kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi penurunan fungsi ginjal yang sangat berat
dan dilakukan terapi pengganti ginjal secara permanen.
Gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 5 stage. Penentuan kondisi ginjal
dapat ditentukan berdasarkan adanya kerusakan pada ginjal dan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG), yang mana LFG dapat berfungsi untuk mengukur fungsi
ginjal. Oleh karena itu, pengobatan gagal ginjal kronik didasarkan pada derajat
kerusakan ginjal yang ditunjukan dengan hasil perhitungan laju filtrasi
6
glomerulus (NKF- KDOQI,2014).
7
terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi
jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointersitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, gejala klinis yang serius
belum muncul, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve),
padakeadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain
penderita merasakan letih dan tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu
makan menurun dan penurunan berat badan, susah tidur, kram otot pada malam
hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan
kering, sering kencing terutama pada malam hari.
Pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya.Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara
lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Menifestasi klinis menurut Hidayati (2013) adalah sebagai berikut :
1. Sistem integumen
Gejala pada kulit sering menyebabkan gangguan fisik dan psikologis,
seperti kulit menjadi pucat dan adanya pigmentasi urokrom. Kulit kering dan
8
bersisik (urea frost) terjadi akibat atropinya kelenjar minyak, menyebabkan
gangguan penguapan sehingga terjadi penumpukan kristal urea di kulit,
akibatnya kulit menjadi terasa gatal (pruritus). Kuku dan rambut juga menjadi
kering dan pecah-pecah sehingga mudah rusak dan patah. Perubahan pada
kuku tersebut merupakan ciri khas kehilangan protein kronik.
2. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi terjadi akibat retensi cairan dan sodium, gagal ginjal kronik
menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun, sehingga mengaktivasi
apparatus juxtaglomerular memproduksi enzim rennin yang menstimulasi
angiotensin I dan II serta menyebabkan vasokonstriksi perifer. Angiotensin II
merangsang produksi aldosteron dan korteks adrenalin, meningkatkan
reabsorbsi sodium dan ginjal sehingga akhirnya meningkatkan cairan intersitiil
dan sodium dalam ginjal, akhirnya meningkatkan cairan intersitiil dan sodium
dalam darah. Manifestasi lain yang ditemukan adalah gagal jantung kongestif
dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik uremik).
3. Sistem respirasi
Gejala yang sering dtemukan adalah edema pulmoner dan pneumonia
yang sering menyertai gagal jantung akibat retensi cairan yang berlebihan.
Gejala lainnya adalah pernafasan kusmaul dan nafas berbau uremik.
4. Sistem gastrointestinal
Gejala gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, kembung, nyeri
epigastrium, anoreksia, mudah kenyang dan gejala dyspepsia lainnya sering di
temukan pada pasien CKD yang disebabkan karena lesi pada mukosa, sekresi
asam lambung, gangguan motilitas gastrointestinal serta hormone peptia yang
sering di jumpai pada pasien CKD.
5. Sistem sirkulasi dan imun
Pasien CKD sering mengalami anemia dengan kadar Hb <6 g/dL atau
hematokrit <25-30%. Pasien yang menjalani hemodialisis, hematokrit berkisar
antara 39-45%. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi (seperti
zat besi, asam folat dan vitamin B12) atau kehilangan nutrisi selama
hemodialisis dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Selain sering mengalami
anemia, pasien gagal ginjal tahap akhir juga rentan terhadap infeksi akibat
adanya defisiensi immunoglobulin.
6. Sistem saraf
9
Retensi produk sampah dalam darah dan ketidakseimbangan elektrolit
menurunkan kemampuan neurotransmisi berbagai organ yang berlanjut kepada
gangguan sistem saraf perifer yang menyebabkan burning pain, restless leg
syndrome, spasme otot dan kram.
7. Sistem reproduksi
Perubahan esterogen, progesteron, dan testosteron menyebabkan tidak
teraturnya atau berhentinya menstruasi. Kaum pria bisa terjadi impotensi akibat
perubahan psikologis dan fisik yang menyebabkan atropi organ reproduksi dan
kehilangan hasrat seksual.
8. Sistem muskuloskeletal
Kelainan yang terjadi berupa penyakit tulang uremik yang sering disebut
osteodistrofi renal, disebabkan karena perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
9. Penglihatan
Pasien gagal ginjal kronik mengalami gangguan retina yang memberi
keluhan buram , gangguan retina yang di maksud antara lain, retinopati akibat
komplikasi diabetes, degenerasi macula, perdarahan retina dan kalsifikasi,
kondisi tersebut diakibatkan oleh komplikasi pembuluh darah kecil di mana
paling sering dakibatkan kondisi diabetes dan hipertensi yang menjadi
penyebab utama penyakit gagal ginjal kronik. Kelainan retina akan mulai
dirasakan pasien pada gagal ginjal kronik stadium 3 hingga stadium 5.
10. Gangguan tidur
Pasien gagal ginjal tahap akhir sering mengalami uremia akibat
penimbunan sampah metabolisme. Uremia mengakibatkan gangguan fungsi
sistem saraf dan menyebabkan restless leg syndrome. Restless leg syndrome
merupakan salah satu bentuk gangguan tidur dan penyebab insomnia pada
pasien hemodialisis. Pasien CKD yang menjalani hemodialisis sering
mengalami gangguan tidur berupa kesulitan memulai tidur, kesulitan
mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut debie anggraini (2022) pemeriksaan penunjang CKD meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisis
Pada pemeriksaan urinalisis yang dinilai adalah warna urine, bau
urine yang khas, turbiditas, volume, dan osmolalitas urin serta pH,
hemoglobin (Hb), glukosa dan protein yanf terdapat di urin. Kelainan
10
urinalisis yang terdapat pada gambaran laboratoris penyakit CKD meliputi
proteinuria, hematuri, leukosuria, serta isostenuria.
11
klasifikasi dan kontraindikasi bila dilakukan pada keadaan ukuran ginjal sudah
mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, gangguan
pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.
2.2.7 Penatalaksanaan
Yang terpenting dalam melakukan penanganan gagal ginjal kronik adalah
diagnosis dini dan pengobatan kondisi atau factor yang reversible, factor yang
dapat menyebabkan gagal ginjal kronik terminal adalah hipetensi, hiperfiltrasi
glomerular, hipertropi glomerular, proteinuria, deposisi lipid, deposisi kalsium dan
fosfat. Jadi upaya umum pengobatan adalah meliputi:
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, dapat meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara Optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit. Yang termasuk pengobatan konservatif
gagal ginjal kronis adalah:
a. Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Jumlah kebutuhan protein biasanya
dilonggarkan sampai 60-80 g/hari, apabila penderita mendapatkan
pengobatan dialisis teratur.
b. Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal
lanjut. Asupan kalium dikurangi. Penggunaan makanan dan obat-obatan
tinggi kalium dapat menyebabkan hiperkalemia. Diet yang dianjurkan
adalah 40-80 mEg/hari.
c. Diet rendah natrium
Diet rendah natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g
Na). Asupan natrium terlalu longgar mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d. Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus
diawasi dengan seksama. Parameter selain data asupan dan pengeluaran
cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian.
12
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah
jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena dapat meningkatkan serum kalium (hiperkalemia
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada gagal ginjal kronik. Keluhan gastrointestinal ini
merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan
gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa ynag mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis
adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medika mentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
e. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.
3. Terapi Pengganti Ginjal
RRT (Renal Replecement Therapy) dilakukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut
dapat berupa tindakan hemodialisa, Continuous Ambulatori Peritoneal
Dialysis (CAPD), dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk
faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
13
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan
ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler- kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney).Kualitas hidup yang diperoleh cukup
baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala
yang ada adalah biaya yang mahal.
b. Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer CAPD di pusat ginjal di luar negeri dan
di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun), pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan
stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi
untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat
ginjal.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal dari satu
individu ke individu lain yang sesuai dengan anatomi dan faal ginjal itu
sendiri.
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal Kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
2.2.8 Komplikasi
Menurut sofi (2016) komplikasi dari gagal ginjal yang dimaksud
14
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hiperkalemia
Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis
Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak kuat.
3. Hipertensi
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sisten renin
angiotensin aldosterone.
4. Anemia
Anemia akibat penurunan eritopoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, peradangan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang
Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar
aluminium.
15
Hemodialisis adalah suatu prosedur yang diperlukan dalam kondisi-kondisi
medis tertentu, terutama pada pasien dengan gagal ginjal akut atau kronis yang
mengalami penurunan fungsi ginjal hingga titik di mana ginjal tidak mampu lagi
membuang zat-zat limbah dan cairan berlebih dari tubuh (Ronco et al., 2017).
Menurut Daugirdas et al., (2015) hemodialisis adalah suatu prosedur
pengobatan yang digunakan untuk menggantikan fungsi ginjal pada pasien
dengan gagal ginjal akut atau kronis. Prosedur ini melibatkan pemurnian darah
dari zat-zat limbah dan ekskresi yang tidak diinginkan, yang biasanya dilakukan
oleh ginjal yang sehat. Darah pasien mengalir melalui mesin dialysis khusus yang
menyaringnya sebelum kembali ke tubuh.
2.3.2 Indikasi dan Kontra Indikasi
Berikut adalah indikasi umum hemodialisis (Ronco et al., 2017), yaitu:
1. Gagal ginjal kronis: hemodialisis digunakan sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal pada pasien dengan gagal ginjal kronis tahap akhir. Gagal ginjal kronis
mencakup berbagai penyakit yang menyebabkan kerusakan permanen pada
ginjal, seperti diabetes, penyakit ginjal polikistik, atau penyakit autoimun.
2. Gagal ginjal akut: hemodialisis juga diperlukan dalam beberapa kondisi yang
menyebabkan gagal ginjal akut, seperti cedera ginjal, infeksi berat, atau
komplikasi pasca operasi.
3. Keracunan: hemodialisis dapat digunakan untuk mengatasi keracunan zat-zat
tertentu dalam tubuh, seperti overdosis obat-obatan, racun, atau bahan kimia
berbahaya.
4. Gangguan elektrolit: hemodialisis diperlukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit yang serius dalam tubuh, seperti kadar kalium
yang sangat tinggi (hyperkalemia).
5. Asidosis metabolik: hemodialisis digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik
yang parah, yaitu penumpukkan asam dalam tubuh yang dapat menyebabkan
gangguan pada system organ.
6. Cairan berlebih: hemodialisis membantu mengatasi cairan berlebih dalam tubuh
(hypervolemia) yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan masalah
kardiovaskular lainnya.
7. Uremia: hemodialisis dilakukan pada pasien dengan tingkat urea dan kreatinin
yang sangat tinggi dalam darah (uremia), yang bisa menyebabkan berbagai
gejala seperti mual, kelemahan, dan kesadaran terganggu.
8. Hipervolemik hiponatremia: hemodialisis digunakan untuk mengobati kondisi
langka di mana terjadi penurunan kadar natrium yang dramatis dalam darah
akibat cairan yang berlebihan.
16
Menurut Daugirdas et al., (2015) hemodialisis, meskipun merupakan
prosedur yang sangat penting dan efektif dalam mengatasi beberapa kondisi
medis, tidak selalu dapat dilakukan pada setiap pasien. Beberapa kondisi medis
atau situasi tertentu dapat menjadi kontraindikasi, artinya hemodialisis tidak
dianjurkan atau bahkan berisiko tinggi untuk dilakukan pada pasien tersebut.
Adapun kontra indikasi hemodialisis adalah sebagai berikut:
1. Hipotensi berat: jika pasien mengalami tekanan darah yang sangat rendah
(hipotensi berat), hemodialisis mungkin tidak dianjurkan karena dapat
memperburuk kondisi pasien dan menyebabkan masalah kesehatan lainnya.
2. Gangguan pembekuan darah: pasien dengan gangguan pembekuan darah
yang signifikan atau riwayat perdarahan berlebihan mungkin tidak cocok untuk
hemodialisis karena risiko perdarahan yang lebih tinggi selama proisedur.
3. Kondisi jantung yang tidak terkendali: hemodialisis dapat meningkatkan beban
jantung, oleh karena itu, pasien dengan gagal jantung yang tidak terkendali
atau kondisi kardiovaskular yang serius mungkin tidak cocok untuk prosedur ini.
4. Kehamilan: hemodialisis selama kehamilan harus dihindari karena dapat
menyebabkan komplikasi bagi ibu maupun janin.
5. Infeksi berat: hemodialisis mungkin tidak dianjurkan pada pasien dengan infeksi
berat atau system kekebalan tubuh yang lemah karena dapat memperburuk
infeksi atau meningkatkan risiko infeksi lainnya.
6. Gangguan mental atau ketidakmampuan kerjasama: pasien yang tidak dapat
berkerja sama atau tidak memiliki kemampuan mental untuk mematuhi
prosedur hemodialisis mungkin tidak cocok untuk menjalani terapi ini.
7. Penyakit ginjal dalam tahap lanjut: pada beberapa kasus, pasien dengan
penyakit ginjal dalam tahap lanjut yang sudah tidak merespons terhadap
hemodialisis dengan baik mungkin tidak lagi menjadi kandidat untuk prosedur
ini.
2.3.3 Prinsip Dasar
Prinsip dasar hemodialisis mencakup beberapa elemen penting (Ronco et al.,
2017), antara lain:
1. Akses vaskular: untuk melakukan hemodialisis, diperlukan akses vascular yang
aman dan efisien. Biasanya, akses ini dibuat melalui pembuatan fistula
arteriovenosa atau menggunakan kateter vaskular.
2. Mesin dialysis: darah pasien mengalir melalui mesin dialysis yang berfungsi
sebagai filter. Di dalam mesin dialysis, darah melewati membrane
semipermeable yang memungkinkan zat-zat limbah dan cairan berlebih untuk
dipisahkan dari daraj.
17
3. Cairan dialysis: cairan dialysis (dialysate) merupakan larutan elektrolit khusus
yang mengalir di sisi lain membrane semipermeable. Cairan ini membantu
menarik zat-zat limbah dan cairan berlebih dari darah ke dalam dialysate.
4. Difusi dan ultrafiltrasi: proses dasar hemodialisis melibatkan difusi, yaitu
perpindahan zat-zat limbah dan elektrolit dari darah ke cairan dialiasis melalui
membrane semipermeabel. Selain itu, ultrafiltrasi juga terjadi di mana cairan
berlebih ditarik keluar dari darah untuk mengatasi kelebihan cairan dalam
tubuh.
5. Durasi dan frekuensi: lamanya sesi hemodialisis dan frekuensi sesi biasanya
disesuaikan dengan kondisi medis pasien dan tingkat keparahan gagal ginjal.
6. Monitoring: selama prosedur hemodialisis, pasien dipantau secara ketat untuk
memastikan proses berjalan lancar dan mengatasi komplikasi yang mungkin
timbul.
2.3.4 Peralatan
Berikut adalah beberapa peralatan penting yang digunakan dalam sesi
hemodialisis (Lerma & Weir, 2016):
1. Mesin dialisis: mesin dialisis adalah peralatan utama dalam hemodialisis.
Mesin ini berfungsi sebagai filter untuk membersihkan darah dari zat-zat
limbah dan cairan berlebih. Mesin dialysis biasanya memiliki pompa untuk
mengatur laju aliran darah dan cairan dialysis, membrane semipermiabel
untuk difusi dan ultrafiltrasi, dan berbagai sensor dan monitor untuk
memantau kondisi pasien dan proses dialisis.
2. Cairan dialisis (dialysate): cairan dialisis adalah larutan elektrolit khusus yang
mengalir melalui membrane semipermabel di mesin dialisis. Cairan ini
membantu menarik zat-zat limbah dan cairan berlebih dari darah selama
proses hemodialisis.
3. Akses vascular: akses vascular adalah jalur masuk dan keluar darah dari
tubuh pasien. Beberapa jenis akses vascular yang umum digunakan dalam
hemodialisis termasuk fistula arteriovenosa (AVF), graft arteriovenosa (AVG),
dan kateter vascular.
4. Kaset (Cassette): kaset adalah komponen penting dalam mesin dialisis yang
berisi membrane semipermeabel dan bagian lain yang berhubungan dengan
proses filtrasi dan ultrafiltrasi darah.
5. Skala: skala digunakan untuk mengukur berat badan pasien juga untuk
mengukur berat cairan yang dihilangkan selama sesi hemodialisis.
18
6. Monitor pasien: berbagai monitor digunakan untuk memantau kondisi pasien
selama proses hemodialisis, termasuk monitor tekanan darah, monitor detak
jantung (EKG), dan monitor lain yang relevan.
2.3.5 Proses
Berikut ini adalah proses dari hemodialisis (Hasanuddin, 2022):
Proses hemodialisis dimulai dari pemasangan kanula sesuai akses
vaskuler yang telah dibuat sebelumnya. Pemasangan kanula inlet dimasukkan
kedalam pembuluh darah arteri sedangkan kanula outlet dipasang di pembuluh
darah vena. Pemasangan kanula inlet dan outlet berjarak kurang lebih 10 cm
dengan tujuan yaitu mencegah terjadinya percampuran darah. Ukuran kanula
yang digunakan berkisar antara 14-16, namun kanula yang biasa digunakan
adalah ukuran 15 karena kemampuannya mengalirkan darah sebanyak 350
mL/menit atau lebih.
Darah ditarik dari akses vaskuler pasien oleh pompa darah melalui aliran
arteri dengan tekanan negative. Selanjutnya kecepatan pompa darah diatur yaitu
antara 0-600 mL/menit dengan tujuan agar darah dapat mengalir menuju dialiser.
Sebelum darah sampai ke dialiser, heparin diinjeksikan ke dalam darah untuk
mencegah terjadinya bekuan pada darah yang masuk ke dialiser. Darah yang
telah berada di kompartemen darah dialiser. Darah yang telah berada di
kompartemen darah dialiser, kemudian mengikuti proses perpindahan cairan dan
zat-zat toksik yang berlebihan ke dalam kompartemen dialisat yang bergerak
berlawanan arah dengan kompartemen darah. Proses perpindahan air, ion dan
zat-zat toksik sisa metabolism dapat terjadi melalui proses difusi, osmosis,
ultrafiltrasi dan konveksi.
Prinsip perpindahan cairan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kosentrasi
larutan dan perbedaan tekanan hidrostatik pada kedua kompratemen serta
adanya membrane semi permeable. Selaput membrane yang semi permeable
dapat dilewati oleh molekul dengan ukuran tertentu. Molekul ukuran kecil seperti
ureum, kreatinin, dan air dapat dengan mudah melewati selaput membrane ini.
Molekul besar seperti protein dan sel darah merah tidak dapat melewati
membrane semi permeable karena ukurannya lebih besar dari pori-pori membrane
tersebut.
Setelah darah selesai dibersihkan pada dialiser, selanjutnya darah yang
bersih dialirkan kembali ke tubuh pasien melalui venous line. Apabila darah yang
keluar dari dialiser mengandung udara maka udara tersebut ditangkap olehh
bubble trap. Dengan demikian darah yang dialirkan ke tubuh pasien terbebas dari
gelembung udara. Selama proses dialysis pasien terpasang cairan dialysis
19
sebanyak 120-150 liter setiap dialysis. Cairan dialysis terbebas dari pyrogen, berisi
larutan dengan komposisi yang mirip dengan serum normal dan tidak
mengandung sisa metabolisme nitrogen. Zat dengan berat molekul ringan yang
terdapat pada dialisat dengan mudah berdifusi ke dalam darah selama proses
dialysis. Melalui teknik reverse osmosis air melewati membrane semi permeabel
yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat
molekul kecil seperti urea, natrium dan klorida.
Adapun proses atau langkah-langkah hemodialisis (Daugirdas et al., 2015)
adalah sebagai berikut:
1. Persiapan pasien: pasien akan dipersiapkan untuk sesi hemodialisis dengan
mengevaluasi kondisi medis, mengukur berat badan dan tekanan darah, serta
memastikan akses vascular (misalnya, fistula arteriovenosa, graft
arteriovenosa, atau kateter vascular) siap untuk digunakan.
2. Pemasangan akses vascular: sebelum prosedur dimulai, akses vascular yang
telah disiapkan akan disambungkan ke mesin dialysis melalui tabung khusus.
3. Inisiasi sesi hemodialisis: sesi hemodialisis dimulai dengan menghubungkan
tubuh pasien dengan mesin dialysis. Darah dari pasien mengalir melalui
pembuluh darah ke dalam mesin dialysis melalui akses vascular.
4. Filtrasi dan ultrafiltrasi: darah pasien melewati membran semipermeable di
dalam mesin dialysis. Di sinilah proses difusi dan ultrafiltrasi terjadi. Zat-zat
limbah dan kelebihan cairan dari darah berpindah ke cairan dialisis (dialysate)
melalui membrane semipermeable, sementara darah yang sudah dibersihkan
kembali ke tubuh pasien.
5. Monitor dan pemantauan: selama proses hemodialysis, pasien dan mesin
dialysis dipantau secara ketat. Monitor tekanan darah, detak jantung, suhu
tubuh, dan lainnya digunakan untuk memantau kondisi pasien.
6. Penyesuaian cairan: jumlah cairan dialysis yang dihilangkan dan jumlah cairan
yang dikonsumsi oleh pasien diatur untuk menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh.
7. Selesai sesi hemodialisis: setelah selesai, akses vascular dilepas dari mesin
dialysis, dan pasien dipantau lebih lanjut untuk memastikan kondisi stabil.
8. Pasca-hemodialisis: pasien dapat merasa lelah atau lemah setelah sesi
hemodialisis, dan biasanya dianjurkan untuk istirahat dan minum cairan
tambahan untuk menggantikan cairan yang hilang selama prosedur.
2.3.6 Dosis dan Adekuasi
Menurut Hasanuddin, (2022) dosis dan adekuasi hemodialisis adalah
sebagai berikut:
20
Adekuasi atau kecukupan hemodialisis digunakan untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan proses hemodialisis. Setiap pasien yang menjalani
terapi hemodialisis harus diberikan perencanaan/program hemodialisis. Adekuasi
hemodialisis ditentukan dengan pengukuran dosis hemodialisis yang terlaksana.
Frekuensi pengukuran adekuasi hemodialisis sebaiknya dilakukan minimal tiap 6
bulan dan sebaiknya dilakukan secara berkala 1 kali tiap bulan. Adekuasi
hemodialisis dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kt/V dan Urea
Reduction Rate (URR). Kt/V mengukur keefektifan dari hemodialisis dalam
membuang sampah-sampah sisa metabolisme. Kt/V merupakan rasio dari
bersihan ureum dan waktu hemodialisis dengan volume distribusi ureum didalam
cairan tubuh pasien. Estimasi Kt/V dapat dinilai dengan melakukan pengukuran
terhadap konsentrasi ureum predialisis dan post-dialisis. K adalah bersihan ureum
dialiser (mL/menit), t menyatakan lamanya waktu HD (menit) dan V adalah volume
distribusi ureum dalam cairan tubuh (mL). Nilai V diperoleh dari hasil perkalian
berat badan pasien dengan estimasi jumlah cairan dalam tubuh (wanita 55%, pria
65%).
URR adalah reduksi ureum dari pre HD hingga post HD. Konsensus
Dialisis Pernefri merekomendasikan penggunaan rumus turunan pertama Kt/V
untuk menentukan dosis HD berikutnya (delivery dose). Persamaan rumus
tersebut, yaitu:
BB Pre HD−BB Post HD
Kt/V = - Ln (R- 0,008) + (4 – 3,5R) x
BB Post HD
Keterangan:
Ln= Logaritma natural
R = Ureum post HD/Ureum pre HD
t = Lamanya HD (jam)
BB = Berat badan
Selain dari rumus di atas, adekuasi HD dapat juga dihitung dengan rumus
URR. URR mengukur jumlah reduksi ureum pasien HD dari pre HD sampai post
HD, dengan persamaan yaitu:
1−Ct
URR = 100 x
Co
Keterangan:
Ct = Ureum post HD
Co = Ureum pre HD
Menurut The National Kidney Foundation proses hemodialisis biasanya
dilakukan 3 kali seminggu selama 4 jam per HD. Dosis adekuasi minimal yang
21
disarankan Kt/V minimal 1,2 atau URR minimal 65% perhemodialisis, sementara
target dosis yang disarankan adalah Kt/V 1,4 atau URR 70%. Disimpulkan bahwa
dosis target adalah 15% lebih tinggi dibandingkan dengan dosis adekuasi minimal.
2.3.7 Kelebihan dan Kekurangan
Adapun kelebihan pada tindakan hemodialisis (Azizan et al., 2020) adalah:
tindakan hemodialisis adalah terapi teknologi tinggi dimana darah dialirkan melalui
mesin yang dapat menyaring sisa metabolisme, zat kimia yang tidak dibutuhkan
agar keluar dari tubuh. HD berfungsi menyingkirkan sisa metabolism tubuh,
mengeluarkan kelebihan air dalam tubuh serta menjaga keseimbangan zat kimia,
seperti garam dan air dalam tubuh. Selain itu, tindakan hemodialisis ini juga
ditanggung oleh BPJS kesehatan, sehingga pasien gagal ginjal tidak perlu
dipusingkan dengan biaya cuci darah yang dijalaninya seumur hidup.
Adapun kekurangan pada tindakan hemodialisis (Silaen et al., 2020):
Hemodialisis sebagai terapi utama dalam penanganan gangguan ginjal kronik,
namun memiliki dampak bervariasi, diantaranya komplikasi intradialisis, efek
hemodialisis kronik berupa kelelahan. Kelelahan memiliki prevalensi yang tinggi
pada populasi pasien dialisis. Pada pasien yang menjalani hemodialisis dalam
waktu lama, symptom kelelahan dialami 82% sampai 90% pasien. Hasil penelitian
Septiwi dapat mendukung penelitian ini, bahwa proses terapi hemodialisis yang
membutuhkan waktu selama 5 jam, umumnya akan menimbulkan stress fisik pada
pasien setelah hemodialisis. Pasien akan merasakan kelelahan, sakit kepala dan
keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun, sehubungan dengan
efek hemodialisis. Ketergantungan pasien terhadap mesin hemodialisis seumur
hidup, perubahan peran, kehilangan pekerjaan dan pendapatan merupakan
stressor yang dapat menimbulkan depresi pada pasien hemodialisis dengan
prevalensi 15%-69%. Klien dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa
khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam
kehidupannya. Mereka biasanya menghadapi finansial, kesulitan dalam
mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi,
kelemahan, depresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian.
Gaya hidup klien hemodialisis dan pembatasan asupan makanan serta cairan
yang sering menghilangkan semangat hidup klien dan keluarganya. Hal ini
sebagai stressor bagi klien.
Menurut Nurhanifah et al., (2020) kekurangan tindakan hemodialisis adalah
rentan terhadap masalah emosional seperti stress yang berkaitan dengan
pembatasan diet dan cairan, keterbatasan fisik, penyakit terkait, dan efek samping
22
obat, serta ketergantungan terhadap dialisis akan berdampak terhadap
menurunnya kualitas hidup pasien.
2.3.8 Komplikasi Hemodialisis
Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi yang berbeda-beda
untuk setiap pasien. Komplikasi hemodialisis antara lain intradialytic hipotension,
kram otot, mual muntah, emboli udara dan sakit kepala.
1. Intradialytic Hypotension (IDH)
Intradialytic Hypotension adalah tekanan darah rendah yang terjadi ketika
proses hemodialisis sedang berlangsung.
2. Kram otot
Kram otot yang terjadi selama hemodialisis terjadi karena target ultrafiltrasi
yang tinggi dan kandungan Na dialysate yang rendah.
3. Mual dan muntah
Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri sendiri, sering menyertai hipotensi
dan merupakan salah satu presensi klinik disequillibrium syndrom. Bila tidak
disertai gambaran klinik lainnya harus dicurigai penyakit hepar atau
gastrointestinal.
4. Sakit kepala
Penyebab tidak jelas, tapi bisa berhubungan dengan dialisat acetat dan
Disequillibrium Syok Syndrome (DDS).
5. Emboli udara
Emboli udara dalam proses hemodialisis adalah masuknya udara kedalam
pembuluh darah selama prose hemodialisis.
6. Hipertensi
Keadaan hipertensi selama proses hemodialisis bisa diakibatkan karena
kelebihan cairan, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, kelebihan
natrium dan kalsium, karena erythropoietin stimulating agents dan
pengurangan obat anti hipertensi. Komplikasi yang muncul dalam proses
hemodialisis tidak bisa diduga sebelumnya dan harus segera diatasi.
7. Hipotensi
Ketika terjadi hipotensi intradialisis dan kram otot, penanganan yang harus
dilakukan adalah menurunkan QB, menurunkan ultrafiltrasi dan memberikan
cairan NaCl 0,9%. Bila terjadi komplikasi sakit dada atau terjadi disequillibrium
syok syndrome (DSS) penanganan yang dilakukan adalah menurunkan QB,
menurunkan quick of dialysate, menurunkan ultrfiltrasi, dan pemberian
oksigen.
23
2.4 Konsep Anuria
2.4.1 Anatomi Fisiologi Tractus Urinaris
Yang dimaksud dengan tractus urinarius adalah suatu sistem yang
memproduki, mengumpulkan, dan membuang urin yang terdiri dari ginjal, ureter
vesika urinari, dan uretra .
1. Ginjal
Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang merah
yang berada di kedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah
tulang rusuk manusia. Ginjal sering disebut bawah pinggang. Bentuknya
seperti kacang dan letaknya di sebelah belakang rongga perut, kanan kiri dari
tulang punggung. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna
merah keunguan. Setiap ginjal panjangnya 12-13 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm.
Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal
semuanya masuk dan keluar pada hilus (sisi dalam). Di atas setiap ginjal
menjulang sebuah kelenjar suprarenalis (Irianto, 2013)
24
Organ yang mirip seperti saluran pipa ini berfungsi untuk menyaring
darah dan membuat urin sebagai produk limbah. Peran ureter dalam proses
ini adalah untuk membawa urine dari ginjal ke kandung kemih.
3. Vesika Urinary
Vesika urinari, sering disebut kandung kemih atau buli-buli yang
merupakan tempat untuk menampung urin yang berasal dari ginjal melalui
ureter yang selanjutnya diteruskan ke uretra melaui mekanisme sphincter.
Vesika urinari dapat mengembang mengempis seperti balon karet, terletak
dibelakang symphisis pubis di dalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih
seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan
ligamentum vesika umbikalis medium (Syarifudin, 2013).
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan urin keluar. Panjang uretra pada pria
sekitar 20 cm dan terdiri dari uretra pars prostatika yaitu saluran yang terlebar
dengan lebarnya 3 cm, uretra pars membranosa yaitu saluran yang paling
pendek dan dangkal dengan panjang 2,5 cm di bawah simfisis pubis dilapisi
oleh jaringan sfingter uretra membranesea, dan uretra pars kavernosa saluran
terpanjang dengan panjang sekitar 15 cm.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis sedikit miring ke
arah atas yang panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-
vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Uretra pada Wanita letak
muaranya yaitu di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina), uretra
pada wanita hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi. Apabila tidak
berdilatasi diameternya 6 cm. Uretra ini menembus fasia diafragma
urogenitalis dan orifisisum eksterna langsung di depan permukaan vagina 2,5
cm di belakang gland klitoris. Glandula uretra bermuara ke uretra, yang
terbesar diantaranya adalah glandula pars uretralis (skene) yang bermuara ke
dalam orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran ekskres
(Syarifudin, 2013).
2.4.2 Proses Pembentukan Urine
Tempat pembentukan urine di nefron, bagian ginjal tidak hanya tersusun
atas satu nefron, tapi banyak nefron. Dengan kata lain, proses pembentukan urine
tidak hanya terjadi di satu tempat, namun terjadi disetiap nefron yang terdapat
pada ginjal. Ada 3 tahap proses pembentukan urine:
1. Proses filtrasi (penyaringan)
25
Tahapan filtrasi terjadi di bagian glomerulus. Darah dari aortamasuk ke
ginjal melalui arteri ginjal, kemudian menuju ke badan Malpighi. Selanjutnya,
proses pembentukan urine diawali dengan filtrasi atau penyaringan darah
yang masuk ke ginjal. Proses yang terjadi adalah penyaringan zat – zat sisa
metabolisme yang harus dibuang tubuh seperti urea, Cl, dan H2O.Hasil
proses filtrasi berupa urine primer (filtrat glomerulus).Komponen urin primer
meliputi air, glukosa, garam serta urea. Hasil dari proses filtrasi akan
disimpan sementara dalam Simpai Bowman. Proses filtrasi ini menghasilkan
urine yang masih mengandung zat-zat yang berguna seperti glukosa, garam,
dan asam amino. Komposisi yang dihasilkan pada tahap filtrasi hanya
mengandung 1% bagian dari volume urine, sedangkan 99% komposisi
lainnya akan diserap kembali. Selanjutnya proses pembentukan urine
berlanjut ke tahapan reabsorpsi.
2. Proses reabsorpsi (penyerapan kembali)
Reabsorpsi merupakan proses diserapnya kembali zat zat yang
masih bermanfaat untuk tubuh. Proses reabsorbsi terjadi di tubulus
proksimal. Zat – zat dari hasil filtrasi yang masih berguna untuk tubuh seperti
glukosa, asam amino, dan garam akan diserap lagi oleh tubulus proksimal
dan lengkung henle. Dari proses reabsorbsi ini didapatkan urine sekunder
(filtrat tubulus). Ciri – ciri urine sekunder adalah memiliki kadar urea yang
tinggi.
3. Proses augmentasi (pengeluaran zat)
Urine sekunder dari hasil proses reabsorbsi akan menuju tubulus
distal, di sini terjadi proses augmentasi. Pada tubulus distal, zat sisa yang
dikeluarkan berupa kreatinin, H+, K+, dan NH3. Tujuan dari pengeluaran H+
adalah untuk menjaga pH dalam darah. Proses ini mengandung sedikit air
dan menghasilkan urine10 sesungguhnya. Komposisi penyusun urine
sesungguhnya adalah urea, amoniak, sisa – sisa metabolisme protein, dan
zat racun di dalam darah seperti sisa sisa obat – obatan hormon, garam
mineral, dan sebagainya. Urine yang sesungguhnya kemudian menuju
tubulus kolektivus dan akan bermuara ke rongga ginjal. Selanjutnya, urin
sesungguhnya akan keluar dari tubuh melalui sistem ekskresi.
26
Gambar 2.4 Proses Pembentukan urine
27
sekitar 800-2000 mililiter per hari. Pada kasus anuria, angka tersebut berkurang
hingga menjadi 0-100 mililiter per hari akibat penumpukan zat beracun. Sebelum
mengalami kondisi anuria pasien akan melewati kondisi yang disebut oliguria.
Oliguria adalah kondisi ketika jumlah urine berkurang, tetapi tidak separah anuria.
Sementara itu, anuria merupakan pertanda gangguan akut atau kronis pada ginjal.
(Silaen et al., 2020)
2.4.4 Etiologi Anuria
1. Diabetes
Diabetes tanpa pengobataan dapat merusak pembuluh darah yang menuju
ginjal. Kondisi ini membuat aliran darah ke organ tersebut menjadi berhenti,
sehingga ginjal tidak berfungsi dengan baik
2. Batu ginjal
Batu ginjal merupakan kondisi ketika zat mineral dalam urine mengendap dan
menumpuk sehingga membentuk batu. Ukuran batu ginjal ada yang sekecil
pasir hingga besar. Batu ginjal ukuran kecil bisa keluar melalui saluran kemih.
Batu ginjal yang ukuran besar bisa menyumbat saluran kemih dan
menghalangi keluarnya urine hingga terjadi anuria
28
3. Gagal Ginjal.
Gagal ginjal adalah kondisi ketika ginjal tidak mampu menyaring darah dan
mengeluarkan limbah dari dalam tubuh. Gagal ginjal bisa terjadi secara
mendadak atau bertahap hingga menyebabkan kerusakan ginjal dalam jangka
Panjang. Anuria menandakan bahwa ginjal sudah tidak dapat berfungsi sama
sekali. Gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis merupakan kondisi yang
perlu mendapatkan penanganan dari dokter.
4. Gagal Jantung
Pasien gagal jantung mengalami kondisi jantung yang tidak dapat memompa
cukup darah keseluruh tubuh. Proses dalam tubuh bekerja jika tidak ada
cukup cairan di pembuluh darah. Salah satunya adalah ginjal berhenti
membuat urin untuk menahan cairan esktra.
5. Hipertensi
Sama seperti diabetes, hipertensi yang tidak terkendali juga bisa
menyebabkan pembuluh darah yang ada dalam ginjal menjadi rusak,
menyempit, dan melemah. Pembuluh darah yang rusak ini tidak mampu
mengalirkan cukup darah ke ginjal, sehingga ginjal kehilangan fungsinya dan
tidak dapat menghasilkan urine.
6. Retensi Urine
Retensi urine adalah gangguan pada kandung kemih yang membuat
penderitanya kesulitan untuk mengeluarkan urine. Ada beberapa kondisi yang
bisa menyebabkan terjadinya retensi urine, yaitu pembesaran prostat, infeksi
saluran kemih (ISK), gangguan pada saraf atau otot yang mengatur proses
buang air kecil, dan efek samping obat-obatan tertentu.
7. Tumor Ginjal
Tumor atau kanker ginjal dapat mengganggu fungsi ginjal dalam
menghasilkan urine. Selain itu, tumor yang tumbuh di ginjal juga dapat
menekan dan menghambat saluran tempat keluarnya urine. Kondisi inilah
yang membuat tumor ginjal dapat menyebabkan terjadinya anuria.
8. Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronis adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal secara bertahap. Pada tahap lanjut, penyakit ginjal kronis bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal yang menyebabkan penumpukan cairan,
elektrolit, dan sisa metabolisme di dalam tubuh.
29
2.4.5 Manifestasi Klinis Anuria
Menurut Nicole galan, 2019, anuria atau tidak buang air kecil adalah gejala
itu sendiri. Pasien kemungkinan memliki tanda dan gejala yang meyebabkan
produksi urine buruk antara lain:
1. Gejala Penyakit Ginjal
Pasien gagal ginjal kronik akan terjadi pembengakakan dikaki dan
pergelangan kaki, nyeri punggung, mual dan muntah sesak napas serta
mudah lelah.
2. Gejala Gagal Gantung
Bisa timbul gejala sesak napas, pembengkakan kaki mudah lelah, nafsu
makan menurun, denyut jantung tinggi.
3. Gejala Ketoasidosis
Rasa haus berlebihan, sakit perut, kebingungan diare, kelelahan, bau buah
pada napas.
2.4.6 Klasifikasi Anuria
Berdasarkan penyebab terjadinya, anuria dapat dikelompokkan dalam 3
golongan yaitu : sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab
post-
renal.
1. Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat
dehidrasi, combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis. Anuria
pre-renal ini dapat juga disebabkan oleh obstruksi arteri renalis misalnya oleh
akibat emboli (fibrilasi atrium), thrombus (atherosclerosis), dan trauma arteri
renalis bilateralis. Bendungan kedua vena renalis dapat juga menyebabkan
penurunan produksi urine, misalnya akibat kelainan koagulasi, atau
penyebaran tumor.
2. Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glumerulonefritis akut,
dan pada beberapa keadaan glumerulopati.
3. anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura,
pembesaran prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau
laparatomi, proses keganasan dalam rongga pelvis dan batu pada saluran
kemih (Halida, 2013).
2.4.7 Patofisiologis
Sebagai akibat terjadinya anuria maka akan timbul gangguan
keseimbangan
30
didalam tubuh yaitu berupa penumpukan cairan, elektrolit, dan sisa-sisa
metabolisme tubuh, yang seharusnya keluar bersama-sama urine. Keadaan inilah
yang akan memberikan gambaran klinis daripada anuria pada gagal ginjal seperti
edema, asidosis, uremia dan sebagainya.
Pada umumnya keadaan ini dengan mudah dapat dikenali, sehingga
diagnosanya juga tidak sulit. Tetapi untuk mencari etiologi dari anuria kadang-
kadang sulit, maka didalam gagal ginjal ini penanggulangan ditujukan kepada
gagal ginjal akutnya tanpa memandang etiologinya demi untuk menyelamatkan
kegawatan si penderita yang kadang-kadang life-saving. Dari sudut patofisiologi ini
dapat jelas dilihat bahwa tindakan pencegahan adalah sangat penting; misalnya
pada keadaan yang kemungkinan terjadinya anuria tinggi, pemberian cairan
supaya
renal blood flow terjamin harus selalu diusahakan, sebelum anuria terjadi.
2.4.8 Pemeriksaan Penunjang
Anuria bisa disebabkan oleh banyak hal. Oleh karena itu, agar dapat
ditangani dengan tepat, kondisi ini perlu didiagnosis terlebih dahulu oleh dokter.
Untuk mendiagnosis anuria, dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, seperti:
1. Tes darah
2. Pemeriksaan radiologi, seperti USG, pielografi, Rontgen, MRI, dan CT scan
3. Biopsi ginjal
4. Tes urine (Agustin, 2015).
2.4.9 Penatalaksanaan Anuria
Menegakkan diagnosis anuria, dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti, tes darah, tes urine,pemeriksaan radiologi dan
biopsy ginjal.
Setelah diketahui penyebab terjadinya anuria, pasien dapat dberikan
pengananan sesuai dengan penyebab anuria (Narayana health, 2020)
1. Mengobati penyebab yang mendasari:
a. Dehidrasi atau Hipotensi dapat diperbaiki dengan cairan intravena dan
pengobatan infeksi yang mendasari pada pasien dengan cedera ginjal
akut.
b. Perawatan batu ginjal akan tergantung pada ukuran dan lokasi batu
c. Dialisis sebagai terapi suportif diperlukan pada pasien yang memiliki
manifestasi parah
d. Stent ureter untuk pasien dengan obstruksi ureter
31
e. Operasi pengangkatan tumor dan manajemen melalui kemoterapi dan
terapi radiasi seperti yang direkomendasikan
f. Transplantasi ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir.
2. Perubahan Gaya Hidup
a. Batasi makanan tinggi gula dan lemak
b. Porsi buah dan sayur sesuai anjuran ahli gizi
c. Sertakan produk rendah lemak
d. Diet rendah garam dan rendah lemak
e. Asupan cairan sesuai anjuran dokter
f. Aktivitas fisik rutin minimal 30-45 menit sehari, bisa jalan kaki , bersepeda
dan olahraga ringan.
2.4.10 Pencegahan Anuria
Pengobatan anuria akan bergantung pada penyebabnya. Umumnya, berikut
beberapa cara yang dilakukan dalam mengatasi kondisi ini:
1. Perubahan Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup menjadi lebih baik adalah faktor terpenting
dalam melakukan pemulihan.
2. Pembedahan
Dalam mengatasi anuria, perlu dilihat dari penyebab atau pemicu yang
mendasarinya. Untuk kasus yang parah, pembedahan perlu dilakukan dalam
mengangkat tumor atau batu ginjal. Ini pun biasanya dibarengi dengan
kemoterapi serta obat-obatan khusus untuk mengurangi gejalanya. Terapi
radiasi juga sering dibutuhkan untuk mengecilkan atau mengangkat tumor
pada ginjal.
3. Penyedotan Cairan
Anuria adalah satu kondisi ketika volume urine tidak seperti
normalnya. Di luar itu, penyakit ginjal salah satu penyebab hal ini terjadi.
Untuk mengatasinya yakni dengan melakukan prosedur penyedotan cairan
pada tubuh serta produk limbah dari darah. Ada beberapa cara untuk
menjalani prosedur ini. Umumnya, limbah pada darah akan dikeluarkan
melalui saringan khusus kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh.
Setelahnya, urine yang 'tersisa' akan dikeluarkan sepenuhnya. Untuk
melakukan ini memerlukan perawatan di rumah sakit sekitar 3-4 minggu.
4. Perbanyak Cairan Tubuh
32
Mengonsumsi air mineral dengan cukup setiap harinya dapat
mengatasi anuria. Untuk takaran setiap individu tentu akan berbeda dari
setiap riwayat penyakit yang diderita. Melansir The U.S. National Academies
of Sciences, Engineering, and Medicinem, menetapkan bahwa aturan asupan
cairan harian yang cukup yakni:
Wanita: Sekitar 2,7 liter cairan sehari
Pria: Sekitar 3,7 liter cairan sehari (Fiona, 2022)
33
2.5 Pathway
Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi nefron
Factor resiko dari penyakit ginjal Faktor resiko dari penyakit luar ginjal
Gangguan glomerulus, infeksi, batu ginjal, trauma Penyakit DM, hipertensi, SLE, obat-obatan
Peningkatan kematian nefron, membentuk jaringan parut dan aliran darah ginjal menurun
GFR turun menyebabkan kegagalan mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan daelektrolit
CKD
Intra HD Post HD
Pre HD
Mobilitas Penumpuka
Gangguan
terganggu cairan pada
eliminasi urine Gangguan Penurunan sirkulasi
regulasi suhu ke cerebral
Intoleran Suplay 02 tubuh
aktivitas menurun
Px menggigil
Hipoksia cerebral
Terapi kompleks/lama
Pola nafas tidak
Hipertermi
efektif
Resiko syok
Ketidakpatuhan
39
2.6 Asuhan Keperawatan CKD dengan Anuria
2.6.1 Pengkajian
1. Biodata/identifikasi :
Gagal ginjal terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia muda dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70% pada pria. Pasien dengan
riwayat pekerjaan berat yang mengkonsumsi suplement penambah tenaga
beresiko terkena CKD, tempat tinggal pegunungan berkapur juga
mempengaruhi penyebab CKD.
2. Keluhan Utama :
Kencing sedikit/tidak kencing, gelisah, tidak selera makan/anorexia, mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bau ureum dan gatal pada
kulit
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, reaksi anafilaksis dan
renjatan kardiogenik
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit infeksi, kronis atau penyakit predisposisi terjadinya
GGA serta kondisi pasca akut
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Didapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit pasien sekarang (DM, hipertensi, penyakit sistem
perkemihan)
4. Pemeriksaan Fisik
Odema, peningkatan berat badan, peningkatan TD (penurunan saat
terjadi gagal jantung), nadi kuat, ascites, krekels (rales). Ronkhi, mengi,
distensi vena leher, kulit lembab, takikardia dan irama gallop
5. Pola Aktifitas Sehari – hari
a. Integritas ego
Gejala :
Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
40
b. Eliminasi
Gejala :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare,
atau konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, cokelat,berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria.
c. Makanan/ cairan
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edema), penuruna berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap di mulut (pernapasan amonia), penggunaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen / asites, pembesaran hati,, perubahan turgor kulit /
kelembaban, edema (umum,tergantung), ulserasi gusi, perdarahan
gusi / lidah, penurunan oto, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
d. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, gelisah
Tanda :
Adanya gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
berkosentrasi berkurang, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, rambut tipis.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam)
Tanda :
Perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah
f. Pernapasan
Gejala :
Napas pendek ; dispnea nocturnal paroksimal ; batuk dengan / tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda :
41
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernapasan
kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda – encer (edema
paru).
g. Keamanan
Gejala :
Kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi
Tanda :
Pruritus, demam,(sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasie yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal., petechie,
h. Seksualitas
Gejala :
Penurunan libido ; amenorea ; infertilitas
i. Interaksi sosial
Gejala :
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankn fungsi peran biasanya dalam keluarga.
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala :
Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter,kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan
oleh toksin, contoh, obat, racun lingkungan
k. Body system
1) Breathing/ B1
Gejala :
Nafas pendek, nafas kusmaul, dipsnea nokturnal paroksimal, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak
Tanda :
Takhipnea, dipsnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan
kusmaull), batuk produktif dengan sputum atau dahak
2) Bleeding/ B2
Gejala :
Riwayat Hipertensi lama ata berat, palpitasi, nyeri dada atau angina
Tanda :
Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum akibat penimbunan
cairan, pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah
halus, hipotensi ortostatik menunjukan hipovolemi, pucat, kulit coklat
42
kehijauan, kuning dan cenderung perdarahan. Anemia normokrom,
trombositopenia, gangguan leukosit.
3) Brain/B3
Gejala :
Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg
syndrome. Endokrin
Tanda :
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak,
gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki,
gangguan metabolisme vitamin D
4) Bladder/ B4
Gejala :
Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuria (gagal tahap lanjut)
Tanda :
Perubahan warna urine, contoh : urine berwarna kuning pekat,
merah, coklat, berawan. Oliguria dapat menjadi anuria.
5) Bowel/ B5
Gejala :
Abdomen kembung, mual mntah, diare atau koonstipasi. Peningkatan
berat badan cepat/odema, penurunan berat badan (malnutrisi),
anorexia, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan amonia)
Tanda :
Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akir), perubahan
turgor kulit/kelembapan, edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah,
penurunan massa otot, penurunan lemak subkutan dan penampilan
tak bertenaga.
6) Bone/ B6
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/tidaknya infeksi
Tanda :
Pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun), ptekia, area
43
ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defisit fosfat kalsium pada kulit,
jaringan lunak dan keterbatasan gerak sendi.
l. Pemeriksaan diagnostic
1) Urine
Volume urine berkurang dan pada tahap anuria urine pasien selama
24 jam kurang dari 100 cc.
Creatinin clearance : mungkin seara bermakna menurun sebelum
BUN dan creatinin serum meningkat secara bermakna
Natrium biasanya menurun, tetapi dapat lebih dari 40mEq/L bila
ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium Bikarbonat meningkat
bila ada asidosis metabolik
2) Darah
Hb menurun/tetap, Sel Darah Merah sering menurun, pH kurang
dari 7,2 (asidosis metabolik) dapat terjadi karenan penurunan fungsi
ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
BUN/Kreatinin sering meningkat dnggan proporsi 10 : 1.
Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan
urine. Kalium meingkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
Sel Darah Merah). Natrium biasanya meningkat. Ph, Kalsium dan
bicarbonat menurun. Clorida, Magnesium dan Fosfat meningkat.
3) USG Ginjal untuk menentukan ukuan ginjal dan massa kista,
obstruksi sal kemih atas.
2.6.2 Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa pre HD
a. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022).
b. Gangguan eliminasi urine b.d efek tindakan medis dan diagnostik
(D.0040).
c. Pola napas tidak efektif b.d suplay oksigen menurun (D.0005).
d. Intolerasi aktivitas b.d kelemahan dibuktikan (D.0056).
e. Nausea b.d gangguan biokimiawi (D.0076).
f. Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan irama jantung
(D.0008).
g. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
(D.0003)
44
h. Ketidakpatuhan b.d program terapi yang kompleks/lama (D.0114).
i. Gangguan integritas kulit b.d kelembapan kurang (D.0129).
2. Diagnosa Intra HD
a. Hipovolemi dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi.(D.0023)
b. Resiko syok d.d hipotensi, kekurangan volume cairan(D.0039)
c. Hipertermia b.d dehidrasi, proses penyakit (misal infeksi,kanker)
(D.0131)
d. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia,
neoplasma), agen pencedera fisik (abses, prosedur operasi, trauma)
(D.0077)
3. Diagnosa Post HD
a. Resiko perdarahan d.d efek agen farmakologis (heparin), gangguan
koagulasi, Tindakan insersi(D.0012)
b. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasive, penyakit kronis(D.0142)
45
2.6.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan Keperawatan
No Dx Dx Keperawatan (SDKI) Rencana Tindakan(SIKI)
(SLKI)
46
15. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
4. Refleks hepatojugular positif
16. Kolaborasi pemberian diuretik
17. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
18. Kolaborasi pemberian countinuous renal replacement therapy
D.004 Gangguan Eliminasi urine Setelah dilakukan Manajemen eliminasi urine (I.04152)
0 tindakan keperawatan
Berhubungan dengan selama ...........jam Observasi
(penyebab): eliminasi urine membaik 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
1. Penurunan kapasitas Dengan kriteria Hasil : 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
kandung kemih 1. Sensasi berkemih inkontinensia urin
2. Iritasi kandung kemih meningkat 3. Monitor eliminasi urin (mis. frekuensi, konsistensi, aroma,
3. Penurunan kemampuan 2. Desakan berkemih volume, dan warna)
menyadari tanda-tanda (urgensi) menurun Terapeutik
gangguan kandung kemih 3. Distensi kandung
4. Efek tindakan medis dan kemih menurun 4. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
diagnostik (mis. operasi 4. Berkemih tidak tuntas 5. Batasi asupan cairan,jika perlu
ginjal, operasi saluran (hesistancy) menurun 6. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
kemih, anestesi, dan obat- 5. Volume residu urin Edukasi
obatan) menurun 7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
5. Kelemahan otot pelvis 6. Urin menetes 8. Ajarkan cara mengukur asupan cairan dan haluaran
6. Ketidakmampuan (dribbling) menurun 9. Ajarkan cara mengambil specimen urine midstream
mengakses toilet (mis. 7. Nokturia menurun 10. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat
imobilisasi) 8. Mengompol menurun untuk berkemih
7. Hambatan lingkungan 9. Enuresis menurun 11. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
8. Ketidakmampuan panggul/berkemihan
mengkomunikasikan 12. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
kebutuhan eliminasi 13. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
9. Outlet kandung kemih tidak Kolaborasi
lengkap (mis. anomali 14. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
saluran kemih kongenital)
10. Imaturitas (pada anak usia <
47
3 tahun
Dibuktikan dengan:
Tanda dan Gejala
Subjektif
1. Desakan berkemih (urgensi)
2. Urin menetes (dribbling)
3. Sering buang air kecil
4. Nocturia (buang air kecil
pada malam hari)
5. Mengompol
6. Enuresis (tidak dapat
menahan kencing)
obyektif
1. Distensi kandung kemih
2. Berkemih tidak tuntas
(hesistancy)
3. Volume residu urin meningkat
D.000 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan napas (I.01011)
5 asuhan keperawatan
Berhubungan dengan (penyebab): selama …… jam maka
1. Depresi pusat pernapasan Pola napas membaik Observasi
dengan kriteria hasil:
2. Hambatan upaya napas (mis. 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Nyeri saat bernapas, 1. Ventilasi semenit
48
kelemahan otot pernapasan) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
membaik
3. Deformitas dinding dada wheezing, ronkhi kering)
2. Dispnea membaik
4. Deformitas tulang dada 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3. Penggunaan otot
5. Gangguan neuromuskular bantu napas
menurun
6. Gangguan neurologis (mis. Terapeutik
Elektroensefalogram [EEG] 4. Ortopnea membaik
positif, cedera kepala, 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
gangguan kejang) 5. Pernapasan
cuping hidung chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
7. Imaturitas neuroologis membaik
5. Posisikan semi fowler atau fowler
8. Penurunan energi 6. Frekuensi napas
membaik 6. Berikan minum hangat
9. Otositas
7. Kedalaman napas 7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
10. Posisi tubuh yang membaik
menghambat ekspansi 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
paru
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
11. Sindrom hipoventilasi
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
12. Kerusakan inervasi
diafragma (kerusakan 11. Berikan oksigen, jika perlu
saraf C5 ke atas) Edukasi
13. Cedera pada medula spinalis
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
14. Efek agen farmakologis tidak kontraindikasi
15. kecemasan 13. Ajarkan batuk efektif
49
1. Dispnea perlu
Objektif:
1. Penggunaan otot
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjangc
3. Pola napas abnormal (mis.
Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne- stokes)
Subjektif:
1. Ortopnea
Objektif:
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan eksporasi menurun
50
D.005 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Terapi Aktivitas (I.05186)
6 tindakan keperawatan
Berhubungan dengan selama..........jam Observasi
(penyebab): toleransi aktivitas
meningkat. Dengan 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
1. Ketidakseimbangan antara
kriteria hasil :
suplai dan kebutuhan oksigen 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
1. Keluhan Lelah
2. Tirah baring
menurun 3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
3. Kelemahan
2. Dispnea saat aktivitas
4. Imobilitas
menurun 4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
5. Gaya hidup monoton
3. Dispnea setelah
aktivitas menurun 5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu
Tanda dan Gejala 4. Frekuensi nadi luang
Subjektif : membaik
6. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
1. Mengeluh lelah
Terapeutik
Objektif :
7. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan
1. Frekuensi jantung meningkat >
waktu, energi, atau gerak
20% dari kondisi istirahat
8. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
51
10.Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
18. berirama
52
partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
25.Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
26.Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu
53
1. Mengeluh mual 10. Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau, dan
2. Merasa ingin muntah tidak berwarna, jika perlu
3. Tidak berminat makan Edukasi
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika perlu
54
Tanda dan Gejala 7. Frekuensi nadi 6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
membaik 7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Subyektif 8. Kekuatan nadi Kolaborasi
Tidak ada membaik 8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis. Nacl, RL )
9. Tekanan arteri rata- 9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa
Obyektif rata membaik 2,5%, Nacl 0,4%)
1. Frekuensi nadi meningkat 10. Mata cekung membaik 10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin,
2. Nadi teraba lemah 11. Turgor kulit membaik plasmanate)
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat
55
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan inkubator 7. Monitor suhu tubuh
57
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
8. Tekanan darah 9. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
sistolik membaik 10. Lakukan skintest untuk mencegah reaksi alergi
9. Tekanan darah Edukasi
diastolic membaik
11. Jelaskn penyebab/faktor risiko syok
10. Tekanan nadi
58
membaik 12. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
11. Pengisian kapiler 13. Anjurkan melapor jika menemukan/ merasakan tanda dan
membaik gejala awal syok
12. Frekuensi nadi 14. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
membaik
Kolaborasi
13. Frekuensi napas
membaik 15. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
16. Kolaborasi pemberia transfusi darah, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
D.014 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
2 tindakan keperawatan
Faktor Risiko : selama ........jam Observasi
1. Penyakit kronis
Tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Efek prosedur invasif
menurun. Dengan kriteria
3. Malnutrisi Terapeutik
hasil :
4. Peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan 2. Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan tangan
5. Ketidakadekuatan pertahanan 3. Berikan perawatan kulit
meningkat
tubuh primer pada area edema
2. Kebersihan badan
6. Ketidak adekuatan pertahanan 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
meningkat
tubuh sekunder lingkungan pasien
3. Demam menurun
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
4. Kemerahan menurun
5. Nyeri menurun Edukasi
6. Bengkak menurun
7. Kadar sel darah putih 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
membaik 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka/luka operasi.
9. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
59
Kolaborasi
10.Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
60
konstipasi
12. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
13. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
14. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaboras
15. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
16. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
61
2.6.4 Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap klien yang didasarkan pada rencana keperawatan yang telah
disusun dengan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan meliputi peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Implementasi keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila klien
mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Selama tahap implementasi keperawatan, perawat terus melakukan pengumpulan data
yang lengkap dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien.
2.6.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah
untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang .
Evaluasi pada pasien dengan CKD, yaitu :
1. Berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan teratasi
2. Masukan nutrisi yang adekuat teratasi
3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi teratasi
4. Pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan meningkat
62
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN ANURIA YANG MENJALANI
HEMODIALISIS
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Usia : 65 tahun (30-06-1958)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
No.RM : 11216xxx
Tgl Pengkajian : 10/11/2023 ( Pukul 07:10 WIB)
Sumber Informasi : Pasien,istri pasien, dan RM pasien
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Perum Puri Kartika Asri blok Q16,Kedung kandang,
Malang
No.Telpon : 082244536xxx
Keluarga yang bisa dihubungi : Istri pasien
2. Status Kesehatan Saat ini:
Keluhan Utama : Sesak dan mudah lelah.
Diagnosa Medis : CKD stage V on HD,HT, anuria
3. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien datang ke ruang HD Malahayati pada tanggal 10 november 2023 jam
07.00 WIB. Pasien menjalani HD rutin ± sejak 4 tahun yang lalu,pasien HD 2 kali
seminggu yaitu pada hari selasa dan jum’at shift 1. Pasien tidak bisa BAK ± sejak
2 tahun terakhir, kadang keluar namun hanya menetes dan sudah 3 hari ini belum
BAB. Saat pengkajian pasien mengatakan sesak sejak 2 hari ini dan kaki sedikit
bengkak, mudah lelah, jalan sekitar 3 meter merasa ngos-ngosan sejak 1 bulan
terakhir. Gatal-gatal diseluruh tubuh terutama pada area dada dan perut. Pasien
juga mengeluh pada HD sebelumnya balutan bekas tusukannya bocor.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami: pasien mengatakan pernah didiagnosa stroke
pada tahun 2017, hipertensi ± 5 tahun, sakit jantung, CKD dan rutin HD sejak
2019. Ada perubahan advis dari dokter terkait penggunaan clonidine tab, tetapi
63
pasien tetap meminumya karena menurut persepsi pasien merasa kurang
nyaman jika tidak minum obat tersebut.
b. Alergi: tidak ada
c. Kebiasaan
1) Merokok : merokok dari usia muda sampai sebelum sakit
2) Kopi : minum kopi setiap hari sampai sebelum sakit
3) Alkohol : tidak minum alcohol
4) Minuman energi : Sering minum minuman energi sampai sebelum sakit
d. Riwayat Keluarga (Genogram, 3 generasi)
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal dunia
= Pasien
Mandi 0 2
Toileting 0 2
64
Mobilitas di tempat tidur 0 0
Berjalan 0 0
Naik Tangga 0 2
Ket: Pemberian Skor 0 = Mandiri, 1 = Alat bantu, 2 = Dibantu orang lain, 3 = Tidak
mampu
6. Pola Nutrisi
Pola Nutrisi Sebelum Sakit Setelah Sakit
7. Pola Eliminasi
Pola Eliminasi Sebelum Sakit Setelah Sakit
8. Pola Istirahat-Tidur
Pola Istirahat Tidur Sebelum Sakit Setelah Sakit
65
Frekuensi tidur 2x (siang dan malam) Susah mulai tidur
9. Integritas Ego
a. Pengambilan keputusan : diri sendiri dan istrinya
b. Masalah utama terkait dengan perawatan di rumah sakit atau penyakit (biaya,
perawatan diri, dll) : Pasien mengatakan biaya pengobatan menggunakan BPJS
kesehatan.
c. Yang biasa dilakukan apabila stress/ mengalami masalah : bercerita kepada
istrinya dan menonton tv
d. Harapan setelah menjalani perawatan : pasien mengatakan tidak lemas dan
gatal lagi, bisa makan seperti semula, serta kondisi badan sehat dan bisa
beraktivitas mandiri.
e. Perubahan yang dirasa setelah sakit : hubungan sosial dengan orang lain
berkurang.
10. Pola Nilai, Kepercayaan dan Cultural
a. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk pasien : iya
b. Kegiatan agama/ kepercayaan yang dilakukan dirumah (jenis dan frekuensi):
sholat 5 waktu dan mengaji.
c. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di rumah sakit: sholat dan
mengaji.
d. Harapan pasien untuk melaksanakan ibadahnya: pasien berharap badannya
sehat supaya dapat melakukan ibadah sholat berjamaah seperti sebelumya.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
KU : Lemah, tampak lesu, pasien tampak sering menggaruk dada
BB Pre : 73 kg
GCS : E4V5M6
BB Post yll :71 kg
TB : 170 cm
71 kg
IMT : 2 =24,5 kg/m 2 (Normal)
1, 7 m
b. B1 (Breathing)
66
Bentuk dada simetris, tampak sesak, frekuensi nafas 26x/menit, tidak terdapat
pernafasan cuping hidung, terdapat suara nafas tambahan ronchi halus
-
-
-
+
+
Spo2 98 %.
c. B2 (Blood):
TD: 132/75 mmHg, nadi:84x/menit pulsasi kuat regular, suhu: 36,70
C CRT 2 detik, akral hangat, kadar Hb : 12,7 g/dl (tanggal 3 nov 2023), konjungtiva anemis, warn
d. B3 (Brain)
KU: lemah, GCS: E4V5M6, reflek cahaya +/+.
e. B4 (Bladder)
Pasien sudah 2 tahun terakhir ini jarang BAK,kadang sesekali BAK namun
hanya menetes, warna kuning pekat, Saat hemodialisis pasien tidak BAK, tidak
ada nyeri tekan pada kandung kemih.
f. B5 (Bowel)
Tidak ada nyeri tekan, bising usus (+) 6 kali/mnt, saat hemodialisis pasien tidak
BAB, pasien mengatakan biasanya ketika BAB lama keluar dan keras.
g. B6 (Bone)
Tidak terdapat kelemahan extremitas, terpasang akses vaskuler di tangan kiri
AV shunt edema extremitas bawah + - -
+ +
Kekuatan otot 5 5
5 5
Kimia Klinik
Elektrolit serum
67
. Natrium (Na) 129 mmol/L 136 - 146
. Kalium (K) 5,71 mmol/L 3,5 – 5,0
. Klorida (C) 94 mmol/L 98 – 106
- Besi (Fe/iron) 58 µg/dl 33 – 193
- TIBC 198 µg/dl 300 - 400
Hasil
pemeriksaan
patologi klinik
Albumin 3,16 g/dl 3,5 – 5,5
Faal ginjal
Ureum 98,8 mg/dl 16,6 – 48,5
Kreatinin 17,20 mg/dl < 1,2
eGFR (CKD-EPI) 2,532 mL/menit/
1,73 m2
Hitung Jenis
68
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Dewasa normal
3,70 % 0,70-5,40
● Eosinofil
1,00 % 0,00-1,00
● Basofil 59,20 % 42,50-71,00
28,80 % 20,40-44,60
● Neurotofil 7,30 % 3,60-9,90
● Limfosit
● Monosit
● Lain-lain
69
Data Intra HD (Pukul 09.00 WIB)
1. Data Subyektif: Pasien mengatakan badan lemas dan pusing, pasien mengatakan
terdapat rembesan pada akses AV shuntnya yang tertutup verban, pasien
mengatakan sedikit sesak.
1. Data Obyektif:
a. Keadaan Umum: tampak lemah, kesadaran composmentis, GCS: E4V5M6
b. B1 (Breathing):
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 24x/ menit, terdapat suara nafas
tambahan ronchi
-
-
-
+
+
,Spo2 97 %
c. B2 (Blood)
TD: 106/75 mmHg, Nadi 61 x/menit pulsasi lemah regular, suhu:36’1 0
C, CRT 2 detik, akral dingin, mukosa bibir kerin
d. B3 (Brain)
GCS: E4V5M6, sklera putih, konjungtiva anemis, palpebra tidak ada edema,
reflek cahaya ada, tampak rembesan darah pada akses Av shunt yang tertutup
perban.
e. B4 (Bladder)
Saat hemodialisis pasien tidak BAK, tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih.
f. B5 (Bowel)
Tidak ada nyeri tekan, bising usus (+) 6x/mnt, saat hemodialisis pasien tidak
BAB, tidak tampak muntah, tampak pasien makan nasi disuapi istrinya.habis ¾
porsi,lauk+,sayur -.
g. B6 (Bone)
Tidak terdapat kelemahan extremitas, terpasang akses vaskuler Av shunt
ditangan kiri. Pitting edema extremitas+. - -
+ +
5 5
Kekuatan otot 5 5
70
Data Post HD (Pukul 12.00 WIB)
1. Data Subyektif: Pasien mengatakan badan lebih segar, gatal yang dirasakan
berkurang, tidak sesak dan tidak pusing.
Pasien mengatakan bersedia mematuhi semua anjuran petugas
Pasien mangatakan balutan aksesnya merembes
2. Data Obyektif:
a. Keadaan Umum: tampak lebih aktif, tampak keluarga pasien mendampingi
pasien, tampak keluarga mampu menunjukkan obat yang tidak dianjurkan
dokter, kesadaran composmentis, GCS: E4V5M6
b. B1 (Breathing):
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 20x/ menit,tidak ada suara nafas
tambahan
-
-
-
+
+
d. B3 (Brain)
GCS: E4V5M6, sklera putih, konjungtiva anemis, palpebra tidak ada edema,
reflek cahaya ada.
e. B4 (Bladder)
Selesai hemodialisis pasien tidak BAK, tidak ada nyeri tekan pada kandung
kemih.
f. B5 (Bowel)
Tidak ada nyeri tekan, bising usus (+)6 kali/mnt, selesai hemodialisis pasien
tidak BAB, turgor kulit baik, mukosa bibir lembab.
g. B6 (Bone)
Tidak terdapat kelemahan extremitas pitting edema extremitas bawah + - -
+ -
Kekuatan otot 5 5
5 5
71
3.2 Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
72
- Nadi: 84x/menit Edema
- RR = 26x/menit ↓
Hipervolemia
- BB pre HD : 73
- BB post HD :71
-
-
-
+
+
- Pasien mengatakan
mudah lelah,jalan 3
Gangguan mekanisme
meter langsung ngos- osmotik & elektrolit
ngosan ↓
DO: Tekanan kapiler
73
extremitas bawah +1 ↓
- Nafsu makan menurun Suplai O2 kejaringan
- TD : 132/75 mmhg ↓
- N : 84x/menit ↓
- RR : 26x/menit Metabolisme anaerob
Asam laktat
↓
Keletihan
3. DS: CKD st 5 selama 4 Ketidakpatuhan
tahun
- Pasien mengatakan (D.0149)
minum semua obat
yang diberikan.(ada
Jenuh dengan
obat yg tidak perlu pantangan untuk
diminum namun pasien CKD
pasien tetap
meminum) Tidak patuh dengan
- Pasien mengatakan anjuran petugas
DO :
- Tampak edema
ekstimitas bawah(+)
- Tampak sesak(+)
- RR : 26X/mnt
74
gatal diseluruh tubuh metabolisme (D.0129)
terutama area dada
dan perut Uremic sindrom
DO:
- Kemerahan di area
dada dan perut Pruritus
- Tampak pasien sering
menggaruk dadanya
Gangguan integritas
kulit
Data Intra HD
DO:
Terjadi Ultrafiltrasi
- TD 106/75 mmHg
- N : 61 x/mnt,pulsasi
lemah regular Proses refilling lambat
- Tampak pucat
- Akral dingin
- SpO2 : 97 %
Volume darah
vascular turun
Resiko syok
75
Data Post HD
- Pasien mengatakan
terdapat rembesan Penggunaan
- Heparin 2500 iu
Resiko
perdarahan
76
3.3 Daftar Prioritas Diagnosis Keperawatan
10-11- Pre HD
2023
1. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d dispnea,
anuria, edema perifer, terdengar suara nafas tambahan dan intake
lebih banyak dari output (balance cairan positif) (D.0022)
Intra HD
Post HD
77
78
3.4 Intervensi Keperawatan
Pre HD
3 Ketidakpatuhan b.d program Tingkat kepatuhan (L.12110) Dukungan kepatuhan program pengobatan
terapi komples/lama d.d Setelah dilakukan asuhan (I.12361)
menolak mengikuti anjuran keperawatan selama 5 jam maka
Tingkat kepatuhan Observasi
“meningkat” dengan kriteria 1. Identifikasi kepatuhan menjalani program
hasil: pengobatan
1. Verbalisasi kemauan Terapeutik
mematuhi program
perawatan/pengobatan 2. Buat komitmen menjalani program pengobatan
2. Verbalisasi mengikuti anjuran dengan baik
3. Sesak berkurang 3. Dokumentasikan aktivitas selama menjalani
4. Perilaku menjalankan anjuran program pengobatan dengan baik
membaik 4. Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
menghambat berjalannya program pengobatan
5. Libatkan keluarga untuk mendukung program
pengobatan yang dijalani
Edukasi
6. Informasikan program pengobatan yang harus
dijalani
7. Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika
81
teratur menjalani program pengobatan
8. Anjurkan keluarga mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani program pengobatan
4 Gangguan integritas kulit b.d Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit (I.11353)
kelembaban d.d kulit kering (L.14125)
dan kemerahan (D.0129) Observasi
Setelah dilakukan asuhan
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
keperawatan selama 5 jam maka
(mis.perubahan sirkulasi,perubahan status
integritas kulit dan jaringan
nutisi,penurunan kelembapan,suhu lingkungan
“meningkat” dengan kriteria
ekstrem,penurunan mobilitas)
hasil:
Terapeutik
1. Kemerahan menurun
2. Elastisitas meningkat 2. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak
3. Nyeri menurun pada kulit kering
3. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi
4. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis.lotion,serum)
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
Intra HD
82
O
5 Risiko syok d.d hipotensi Tingkat syok (L.03032) Pencegahan syok (I.02068)
(D.0039)
Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama 3 jam maka
Tingkat syok “menurun” dengan 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
kriteria hasil: kekuatan nadi,frekuensi napas,TD,MAP)
2. Monitor status oksigenasi
1. Kekuatan nadi meningkat (oksimetri,AGD,nadi)
2. Akral dingin menurun 3. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
3. Tekanan darah membaik
4. Periksa Riwayat alergi
4. Frekuensi napas membaik
5. Saturasi oksigen meningkat Terapeutik
5.
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen 94%
Edukasi
Kolaborasi
83
Post HD
N Dx Keperawatan (SDKI) Tujuan Keperawatan (SLKI) Rencana Tindakan (SIKI)
O
84
7. Periksa kecepatan dan kekuatan denyut nadi
distal
8. Periksa akral, kondisi kulit dan pengisian
kapiler distal
Terapeutik
9. Pasang sarung tangan
10. Tutup luka dengan kasa tebal
11. Tekan kasa dengan kuat diatas luka
12. Fiksasi kasa dengan plester setelah
perdarahan berhenti
13. Tekan arteri (pressur point) yang mengarah
ke area perdarahan
Edukasi
14. Jelaskan tujuan dan prosedur balut tekan
15. Anjurkan membatasi gerak pada area
cedera
85
3.5 Implementasi Keperawatan
No.Dx Jam Implementasi
Pre HD
1, 2, 3,4 07.05 1.5 Meninggikan kepala tempat tidur 300 (Posisi kepala
pasien sudah 300 )
1.1 Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia (dispnea +,
edema ekstrimitas +, suara nafas tambahan +)
1.2 Mengidentifikasi penyebab hypervolemia (pasien CKD
sudah 2 tahun terakhir tidak bisa BAK dan minum
terlalu banyak)
1.3 dan 1.10 Memonitor status hemodinamik (tekanan
darah TD: 132/75 mmHg, Nadi: 94x/menit, MAP:
(sistolik + 2 diastolik)/3 = (132 + (2 x 75)/3=94
1.8 Mengidentifikasi tanda dan gejala kebutuhan
hemodialisis (pasien tampak edem, sesak, HD rutin
selasa dan jum’at)
1.9 Mengidentifikasi kesiapan hemodialisis (TD: 132/75
mmHg, BB kering = 71 kg, edema ekstremitas bawah
kontraindikasi pemberian heparin-)
2.1.Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan (Pasien sakit ginjal sudah
kurang lebih 4 tahun)
2.2.Memonitor kelelahan fisik dan emosional (pasien
tampak lemas dan sedikit sesak)
2.3.Memonitor pola dan jam tidur
(pasien tidur siang sekitar 1 jam dan tidur malam 4-5
jam}
3.1 Mengidentifikasi kepatuhan menjalani program
pengobatan (menjelaskan pasien supaya minum obat
sesuai anjuran dan minum sesuai batasanya)
07.10
1.11 Menyiapkan peralatan hemodialisis (jarum av fistula,
blood line)
87
rumah,mis.jadwal minum obat dan kepatuhan batasan
minum pasien
3.6 Menginformasikan bahwa harus cuci darah seumur
08.10 hiudpnya sehingga harus patuh terhadap pengobatan
yang dianjurkan
3.7 Menginformasikan manfaat yang akan diperoleh jika
teratur menjalani program pengobatan akan
mengurangi sesak, edema dan gatal (pasien paham
ttg penjelasan perawat)
3.8 Menganjurkan keluarga mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani program pengobatan
(istri pasien selalu menemani pasien menjalani
pengobatan selama ini)
88
Intra HD
10.00
11.00
Post HD
89
1.3 dan 5.1 Memonitor status hemodinamik dan status
kesadaran( kesadaran composmentis, TD:140/85,N :
86x/mnt,Spo2 : 99%)
2.4.Memonitor kelelahan fisik dan emosional (pasien
merasa lebih segar setelah hemodialisa)
2.5.Memonitor pola dan jam tidur
3.1 Mengevaluasi kepatuhan menjalani program
pengobatan
1.2 Mengevaluasi pengetahuan untuk membatasi asupan
cairan dan garam (asupan cairan maksimal 500 cc/24
jam)
4.1 Mengevaluasi integritas kulit (kulit pasien lebih lembab
dan kemerahan berkurang)
6.1 Memonitor tanda dan gejala perdarahan
(Terdapat luka bekas tusukan, tampak balutan bekas
tusukan merembes)
6.2 Mempertahankan bed rest selama perdarahan
(Pasien bedrest selama perdarahan)
6.3 Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan
(Pasien mengangguk dan memahami penjelasan yang
12.20 diberikan petugas)
6.4 Menganjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
(Pasien memahami jika terjadi perdarahan segera
melapor kepada petugas)
6.5 Memonitor perban untuk memantau drainase luka
(Tampak rembesan darah pada perban)
6.7 Memeriksa kecepatan dan kekuatan denyut nadi distal
(Nadi: 86 x/menit dengan kekuatan kuat dan regular)
6.8 Memeriksa akral, kondisi kulit dan pengisian kapiler
distal
(Akral pasien hangat, kondisi kulit kering)
6.9 Memasang sarung tangan
6.10 Menutup luka dengan kasa tebal (masih ada
rembesan pada kasa)
6.11 Menekan kasa dengan kuat diatas luka
(Rembesan luka mulai berhenti)
90
6.12 Memfiksasi kasa dengan plester setelah perdarahan
berhenti
Pre HD
- TD : 140/85 mmHg
- N : 86x/mnt
- RR: 20x/mnt
91
- Pitting edema extremitas bawah - -
+ -
- BB post HD : 71 kg
-
-
-
+
+
- K/u cukup
- TD : 140/85 mmHg
- N : 86x/mnt
- RR: 20x/mnt
92
12.00 3 S: Pasien mengatakan bersedia mematuhi semua anjuran
WIB petugas
O:
- TD : 140/85 mmHg
- RR: 20x/mnt
Intra HD
- K/u cukup
- TD : 140/85 mmHg
- N : 86 x/mnt,pulsasi kuat,regular
- RR : 20x/mnt
- Spo2 : 99 %
- Akral hangat
93
Post HD
- TD : 140/85 mmHg
- Perdarahan berhenti
94
BAB IV
PEMBAHASAN
Penulis mendapatkan data pengkajian pasien Tn. S dari pasien,istri pasien dan
rekam medik. Pasien Tn. S mengatakan datang ke ruang HD Malalahayati Dr. Saiful
Anwar Malang pada tanggal 10 November 2023, pukul 07.00 WIB untuk menjalani HD
rutin. Pasien menjalahi Hd rutin seminggu 2 kali setiap hari selasa dan jum’at shift 1.
Pasien mengatakan terdiagnosis CKD 4 tahun yang lalu sejak tahun 2019. Pasien
mengatakan sebelumnya pernah menderita stroke ringan pada tahun 2017 dan hipertensi
selama ± 5 tahun sebelum menderita ginjal dan menjalani cuci darah seperti sekarang.
Pada saat pengumpulan data terdiri dari data pre HD, intra HD dan post HD yaitu:
1. Pre HD
Pada saat pengkajian pre HD penulis menemukan data bahwa Tn. S mengatakan
sesak sejak 2 hari yang lalu dan bengkak pada ekstremitas bawah. Diperkuat dengan
data objektif pitting edema extremitas bawah +1, TD: 132/75 mmHg, nadi: 94x/menit,
RR = 26x/menit,, terdapat suara napas tambahan ronchi (+/+), balance cairan = + 235
cc/24 jam. sehingga penulis mengangkat diagnosa hipervolemia dengan kriteria hasil
keseimbangan cairan membaik dengan intervensi manajemen hipervolemia dan
manajemen hemodialisis. Implementasi sudah disesuaikan dengan intervensi. Pada
saat implementasi ada 1 intervensi yang tidak diimplementasikan yaitu kolaborasi
pemberian diuretik karena dengan terapi mandiri dan proses hemodialisis berlangsung
keluhan pasien mulai berkurang. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 jam
masalah keperawatan hipervolemia teratasi sebagian dikarenakan pada saat evaluasi
bersamaan dengan post HD pasien mengatakan sesaknya sudah berkurang dan
bengkak di kaki juga menurun. Hal ini sesuai dengan teori, dialisis sebagai terapi
suportif diperlukan pada pasien yang memiliki manifestasi parah seperti sesak dan
bengkak (Narayana health, 2020).
95
Selain itu penulis juga menemukan data bahwa pasien mengeluh mudah
Lelah dan jalan sekitar 3 meter sudah ngos-ngosan. Diperkuat dengan data objektif
klien tampak lemas,edema ekstrimitas bawah,nafsu makan menurun,RR :26x/menit
Sehingga penulis mengangkat diagnosa keletihan dengan kriteria hasil tingkat
keletihan membaik dengan intervensi perawatan managemen energi. Implementasi
sudah disesuaikan dengan intervensi. Pada saat implementasi ada 1 intervensi yang
tidak diimplementasikan yaitu kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan,karena memang pasien bisa menghabiskan porsi makannya selama
HD berlangsung dan perawat tidak menemukan kesulitan dalam mengimplementasikan
intervensi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi penting untuk pasien HD,
sesuai dengan teori bahwa selama menjalani HD, dapat terjadi defisiensi nutrisi
(seperti zat besi, asam folat dan vitamin B12) atau kehilangan nutrisi selama
hemodialisis (Hidayati, 2013) . Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 jam
masalah keperawatan keletihan teratasi Sebagian dikarenakan pada saat evalusi
pasien mengatakan badanya lebih segar dan pasien tampak lebih aktif.
Pada data pre HD selanjutnya penulis juga menemukan bahwa istri pasien
mengatakan bahwa pasien sering minum melebihi jatah minumnya dan minum obat
kurang sesuai anjuran dokter. Istri pasien juga mengatakan bahwa pasien suka makan
buah saat di rumah. Hal ini diperkuat dengan gejala pasien tampak sesak dan kedua
kakinya bengkak. Sehingga penulis mengangkat masalah keperawatan
Ketidakpatuhan,dengan kriteria hasil kepatuhan meningkat dan intervensi Dukungan
kepatuhan program pengobatan. Implementasi sudah disesuaikan dengan intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 jam tingkat kepatuhan pasien
meningkat dan keluarga paham bahwa mengikuti anjuran dokter untuk HD rutin. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa pasien diharuskan mendatangi unit hemodialisa secara
rutin 2-3 kali seminggu, harus konsisten terhadap obat- obatan yang dikonsumsi,
memodifikasi diet, mengatur asupan cairan dan mengukur balance cairan setiap
harinya (Mahmoed, S & Abdelaziz, N.A, 2015).
Selain itu penulis juga menemukan data bahwa pasien mengalami gatal- gatal
terutama area dada dan perut ,pasien tampak sering menggaruk area dada. Kulit area
dada tampak kemerahan dan bersisik. Sehingga penulis mengangkat masalah
keperawatan gangguan integritas kulit dengan kriteria hasil integritas kulit dan jaringan
meningkat, dengan intervensi perawatan integritas kulit. Implementasi sudah
disesuaikan dengan intervensi. Pada saat melakukan implementasi ada 1 intervensi
yang tidak dilakukan yaitu gunakan produk berbahan petroleum/minyak pada kulit
kering karena setelah diberikan terapi nonfarmakologis menggunakan lotion pada kulit
kering dan tindakan hemodialisis telah berjalan pasien mengatakan gatal berkurang
96
dan tidak menggaruk-garuk dada lagi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
5 jam masalah keperawatan gangguan integritas kulit teratasi sebagian.
2. Intra HD
Pada saat intra HD data pengkajian yang ditemukan penulis adalah pasien mengatakan badan lemas dan
3. Post HD
Pada saat post HD data pengkajian yang ditemukan penulis adalah Pasien
mengatakan terdapat rembesan pada akses AVshuntnya paseien juga mengatakan
balutanya bocor pada Hd kemarin, serta tampak rembesan darah pada luka bekas
akses yang tertutup perban sehingga penulis mengangkat diagnosa risiko perdarahan
dengan kriteria hasil tingkat perdarahan menurun dengan intervensi pencegahan
perdarahan dan balut tekan. Implementasi sudah disesuaikan dengan intervensi.
Pada saat implementasi penulis tidak menemukan kesulitan dalam
mengimplementasikan semua intervensi keperawatan. setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 30 menit masalah risiko perdarahan tidak menjadi aktual.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada Tn. S dengan CKD dengan anuria yang menjalani
terapi hemodialisis di Ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada tanggal
10 November 2023 dilakukan selama 5 jam (07.00-12.00 WIB) dengan pendekatan
proses keperawatan secara komperhensif.
5.1.1. Pengkajian
1. Pre HD
DS : Pasien mengatakan sesak sejak 2 hari yang lalu, bengkak pada ekstremitas
bawah,pasien juga mengatakan mudah Lelah,jalan ± 3 meter sudah ngos-ngosan
sejak 1 bulan terakhir,dan juga gatal di seluruh tubuhnya terutama area dada dan
perut.
DO : Pitting edema extremitas bawah 1+, TD: 132/75mmHg, nadi: 94x/menit, RR :
26x/menit, terdengar suara napas tambahan ronchi (+/+), balance cairan + 235
cc, Akral hangat, konjungtiva anemis, warna kulit pucat, Hemoglobin (Hb) 12,7g/dl
(03/11/2023), ureum 98,8 mg/dl , creatinin 17,20 mg/dl, suhu: 36,70C.
2. Intra HD
DS : Pasien mengatakan badan lemas dan pusing, pasien juga mengatakan
sedikit sesak, pasien mengatakan terdapat rembesan pada akses AV.shunt nya
yang tertutup perban.
DO : TD : 106/75 mmHg, nadi: 61x/menit,RR,pulsasi lemah regular,RR :24x/mnt,
akral dingin, tampak lemah, tampak rembesan darah pada luka bekas akses
AVshunt yang tertutup perban.
3. Post HD,
DS : Pasien mengatakan badan lebih segar dan gatalnya berkurang
98
DO : saturasi oksigen 99%, TD: 140/85 mmHg, nadi: 86x/menit,pulsasi kuat
regular,RR: 20x/mnt, akral hangat, tampak lebih segar, tampak balutan bekas
aksesnya kering.
99
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn. S sesuai dengan intervensi
keperawatan, namun ada intervensi yang tidak dilakukan pada implementasi yaitu
Tindakan :
1.7 Kolaborasi pemberian diuretic karena setelah dilakukan tindakan mandiri
dan proses hemodialisis berjalan keluhan sesak mulai berkurang.
2.7 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
karena saat HD berjalan tampak pasien mampu menghabiskan 1 porsi
makannya.
4.2 Gunakan produk berbahan petroleum/minyak pada kulit kering karena
setelah diberikan terapi nonfarmakologis menggunakan lotion pada kulit
kering dan tindakan hemodialisis telah berjalan pasien mengatakan gatal
berkurang dan tidak menggaruk-garuk dada lagi .
5.5 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen 94% karena memang saturasi oksigen pasi
5. Evaluasi keperawatan
Dari 6 diagnosa yang penulis angkat ada 2 diagnosa yang teratasi sebagian
yaitu hypervolemia dan gangguan integritas kulit, 2 diagnosa yang teratasi yaitu
keletihan, dan ketidakpatuhan, dan 2 diagnosa yang tidak menjadi aktual yaitu resiko
syok dan resiko perdarahan.
5.2 Saran
1. Bagi institusi
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam
pengembangan ilmu asuhan keperawatan yang berkaitan pada pasien CKD
dengan anuria yang menjalani hemodialisis dan dapat dijadikan suatu tolak ukur
serta upaya Rumah Sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Bagi perawat
Diharapkan perawat tanggap dalam melakukan tindakan tepat sesuai SOP
rumah sakit untuk mencegah terjadinya komplikasi pada saat hemodialisis. Dan
perawat bisa melakukan mini riset tentang CKD dengan anuria.
3. Bagi pasien dan keluarga
Dukungan keluarga sangat penting bagi pasien dalam upaya
meningkatkan motivasi pasien sehingga sehingga dapat mengenal dan mengatasi
keluhan khususnya dengan anuria yang menjalani hemodialisis sehingga kualitas
hidup pasien dapat meningkat.
100
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, ika. (2015). Terapi konservatif pengganti ginjal sebagai penatalaksanaan CKD.
Jurnal Keperawatan Silampari, 3(2), 648–660. https://doi.org/10.31539/jks.v3i2.1094
Azizan, N., Sutoto, & S. Maryam, M. (2020). Analisis Biaya dan Manfaat Berbagai Skema
untuk Pelayanan Hemodialisis di Rumah Sakit DR. Sitanala Tangerang. JRB-Jurnal
Riset Bisnis, 4(1), 39–48. https://doi.org/10.35814/jrb.v4i1.1657
Chemey. (2017). Pengaruh konsumsi mentimun pada kasus anuria. Jurnal Kesehatan
Dasar. https://doi.org/10.36055/jip.v12i1.19888
Daugirdas, J. T., Blake, P. G., & Ing, T. S. (2015). Handbook of Dialysis Fifth Edition.
Wolters Kluwer.
Fiona. (2022). pengaruh diet dalam penanganan gagal ginjal kronik. Jurnal Kesehatan
Modern.
Halida. (2013). gangguan pada sistem ekskresi manusia. In academia.edu.
https://doi.org/10.21776/ub.mnj.2018.004.01.7
Hasanuddin, F. (2022). Adekuasi Hemodialisa Pasien Gagal Ginjal Kronik. NEM.
Hidayati. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kecemasan dan Depresi pada
Pasien Hemodialisa di RSUP dr. M. Djamil Padang Tahun 2019. Jurnal Ilmiah
Kohesi, 5(4), 60–66.
Istianah et al. (2022). Mengidentifikasi Faktor Gizi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di
Kota Depok Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Indonesia, X No 2, 72–78, 1.
https://doi.org/10.31764/jafp.v2i1.9338
Kaslam, P., Widodo, D., Satari, H. I., Karuniawati, A., & Kurniawan, L. (2021). Buku
Pedoman Pencegahan Pengendalian Infeksi. Universitas Indonesia Publishing.
Kemenkes. (2019). prevalesi penyakit ginjal kronis. https://doi.org/10.32584/jpi.v3i2.308
Khusna, R. P., Wahyuni, T. D., & Wicaksana, A. L. (2023). Edukasi Pemantauan Cairan
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Dengan Anuria 8 Tahun: Studi Kasus. Jurnal
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 7(3).
https://doi.org/10.32419/jppni.v7i3.403
Lerma, E., & Weir, M. (2016). Principles and Practice of Dialysis Fifth Edition. Lippincott
Williams & Wilkins.
Mahesvara. (2020). Hubungan Laju Filtrasi Glomerulus Dengan Kadar Hemoglobin Dan
Kalsium Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. Indonesian
Journal of Health Development, 3(2), 272-284. Indonesian Journal of Health
Development, 3(2), 272-284, 1.
Makarim. (2021). infeksi saluran kemih dengan komplikasi. Natinal Institute of Health.
Narayana health. (2020). Analisa model penggunaan hybrid feature selection dan jaringan
syaraf tiruan penyakit ginjal kronis. Indonesia Medicus Veterinus.
Nian afrian nauri. (2021). pengantar anatomi dan fisiologi ginjal. Media Informasi
Penelitian Kabupaten Semarang, 2, 38–49. https://doi.org/10.55606/sinov.v3i1.72
Nocile, & gallan. (2019). Buku ajar patologi dasar. In Jom FK (Vol. 1, Issue 2).
price. (2018). Chronic kidney disease as a cardiovascular risk factor: lessons from kidney
donors. EGCJournal of the American Society of Hypertension.
Ronco, C., Bellomo, R., Kellum, J. A., & Ricci, Z. (2017). Critical Care Nephrology 3rd
Edition. Elsevier.
Rustandi, H., & Tranado, H. (2018). faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien dengan gagal ginjal kronis. Jurnal Keperawatan Sirampari, 2(1).
Silaen, H., Purba, J. R., & Hasibuan, M. T. D. (2020). Buku ajar anatomi fisiologi sistem
perkemihan. CV Jejak.
Sulistyaningsih, R. (2018). Empowerment Of Health Cadres In Early Detection Of
Patient’s At Risk Chronic Kidney Disease. JANESHA: Journal of Community
Engagement in Nursing and Health, 1(1), 7-15. Talenta Conference Series: Science
and Technology (ST), 7–15. https://doi.org/10.32734/st.v2i1.323
Syarifudin. (2013). Hubugan Persepsi Klien Tentang Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Dengan Perubahan Harga Diri Di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. R. Soedjati
Soemardiarjo Purwodadi.
Tim Pokja DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Intervemsi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Zahrofi, D., Maliya, A., Handayani, S., & Listyorini, D. (2014). Hubungan Kelebihan
Volume Cairan dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis Reguler. Journal of Health Technology, 16(2), 43–47.
102
DOKUMENTASI KEGIATAN
Pre HD
Intra HD
103
Post HD
104
105
106
BIODATA
A. DATA PRIBADI
Kec.Kabat
No hp : 085257401754
Email : wahyudiagung308@gmail.com
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
C. RIWAYAT PEKERJAAN
D. RIWAYAT PELATIHAN
MOTTO
“Tidak ada proses yang mudah untuk hasil yang indah,seng penting YAKIN”
107