Anda di halaman 1dari 21

RESUME JURNAL MOOC ASN PPPK KESEHATAN

DI SUSUN

Nama : STEFANUS HARYANTO ADI

NIPPPK : 198809162023211004

Unit Kerja : RSUD KEFAMENANU

Jabatan : TERMPIL RADIOGRAFER

Instansi : PEMERITAH DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

AGENDA, I AGENDA, II AGENDA, III


TAHUN: 2022 / 2023
RESUME JURNAL MOOC ASN PPPK KESEHATAN
Aktivitas, 1
Hari / Tanggal : Rabu, 07 FEBRUARI 2023
Judul Modul Pembelajaran
Sambutan kepala LAN RI
Materi : Kebijakan
RESUME MATERI
Untuk mencetak ASN unggul dan kompeten menuju Birokrasi berkelas dunia dan
indonesi emas 2045
Aktivitas, 2
Judul Modul Pembelajaran
Sambutan Deputi kebijakan pengembangan kompetensi ASN LAN RI
Materi : Kebijakan pengembangan kompetensi ASN
RESUME MATERI
Value ASN untuk menyongsong masa depan yang lebih baik dengan cara, salah
satunya berfikir inofativ
Aktivitas, 3
Judul Modul Pembelajaran
Sambutan kepala pusat pembinaan program dan kebijakan pengembangan
kompetensi ASN LAN RI
Materi : Manajemen penyelenggaraan PPPK
RESUME MATERI
Pembelajaran MOOC PPPK ada 3 bagian ( Sikap, prilaku bela Negara, nilai-
nilai core value di dalam penyelengaraan pemerintahan, kedudukan PPPK di
dalam pemerintahan )
AGENDA. I

Hari / Tanggal : RABU 07 FEBRUARI 2024


Agenda, 1
MATERI

SIKAP PRILAKU BELA NEGARA


1. Wawasan Kebangsaan dan nilai-nilai bela Negara
2. Analisis Isu Kontenporer
3. Kesiapsiagaan bela Negara
RESUME MATERI
KEBANGSAAN DAN NILAI-NILA BELA NEGARA

sejarah pergerakan kebangsan perlu secara lengkap disampaikan kepada


peserta Latsar CPNS meskipun pada pendidikan formal sebelumnya sudah
mereka peroleh, namun pemahaman yang dibutuhkan adalah untuk menjadi
dasar pemahaman tentang wawasan kebangsaan secara lebih komprehensif.
Fakta-fakta sejarah dapat dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan
Indonesia terbangun dari serangkaian proses panjang yang didasarkan pada
kesepakatan dan pengakuan terhadap keberagaman dan bukan keseragaman
serta mencapai puncaknya pada tanggal 17Agustus 1945.
Implementasi bela Negara
a. Jiwa patriotism terhadap Bangsa dan Negara
b. Menjalankan hak dankewajiban sebagai warga Negara sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Megamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
d. Siap membela bangsa dan Negara dari berbagai ancaman.
e. Senantiasa bersyukur dan berdo’a atas kenikmatan yang telah diberikan
Tuhan yang maha Esa.
Sejarah Bangsa Indonesia
Beberapa titik penting:
1. 20 Mei 1908 berdirinya Organisasi Budi Utomo
2. 25 Okteber 1908 di prakarsainya organisasi perhimpunan Indonesia (PI)
oleh Sultan Kasayangan dan RN Noto Suroto
3. 30 April 1926 diselenggarakannya Kongres Pemuda Kesatu
4. 27-28 Okteber 1926 Kongres Pemuda Kedua
5. 1 Maret 1945 terbentuknya BPUPKI
6. 7 Agustus terbentuknya PPKI
Empat Konsensus Dasar
1. Pancasila
2. Bhineka Tunggal Ika
3. Undang-Undang Dasar 1945
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia
ATRIBUT NEGARA
1. Bendera
Bendera Negara kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya, di sebut
bendera Negaraadalah “ Sang Merah Putih “ ( pasal 1 ayat 1 )
2. Bahasa
Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi Negara.( pasal 25 ayat 1 )
3. Lambang Negara
lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang di gantung dengan
rantai pada leher garuda, dan semboyang Bhinneka tunggal Lambang NKRI
berbentuk garuda pancasila yang kepalanya menoleh ika di tulis di atas pita
yang di cengkeram oleh garuda ( pasal 46 )
4. Lagu Kebangsaan
Lagu kebangsaan adalah Indonesia raya yang di ubah oleh Wage Rudolf
Supratman ( pasal 5 ayat 1)
Bela Negara
Bela Negara adalah tekad, sikap dan prilaku serta tidakan warga Negara, baik
perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan Negara, keutuhan
wilayah dan keselamatan bangsa dan Negara yang di jiwai oleh kecintaannya
kepada NKRI yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dan menjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.
Nilai Dasar Bela Negara
1. Cinta tanah air
2. Sadar berbangsa dan bernegara
3. Setia kepada pancasila sebagai ideology Negara
4. Rela berkerban untuk bangsa dan Negara
5. Kemanpuan awal bela Negara
ANALISIS ISU KONTENPORER
Analisis isu kontenporer adalah upaya yang di lakukan untuk mengetahui
suatu
pokok persealan yang terjadi pada masa sekarang atau menjadai trending
topic
pada saat ini jadi solusi penyelesaiannya harus sesuai dengan masa sekarang
yaitu masa modern.
ISU-ISU STRATEGIS KONTENPORER
1. Korupsi
2. Narkoba
3. Terorisme dan Radikalisme
4. Money Laundry
5. Proxy War
5. Cyber Crime, Hote, Speech dan Hoax
Teknik Analisis Isu strategis
1. Teknik tapisan Isu terdiri dari: APKL dan USG
2. Teknik analisis isu terdiri dari: mind, maps, fisbhon,SWOT, table frekuwensi
dan analisi Kesenjangan
Empat level lingkunga strategis
a. Individu
b. Keluarga
c. Masyarakat
d. Dunia
ISU KRITIKAL
- Isu saat ini
- Isu berkembang
- Isu potensial
KEMANPUAN MENETAPKAN ISU
1. Enviromental scanning
2. Problem solving
3. Analysis
KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
Kesiap siagaan bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang
dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun social dalam
menghadapi situasi kerja yang beragam yang di lakukan berdasarkan
kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadar di sertai kerelaan
berkorban sepenuh jiwa raga yang di laksanakan oleh kecintaan terhadap
NKRI berdasarka panca sila dan UUD tahun 1945 untuk menjaga,
merawat, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
AGENDA II
MATERI
A. KONSEP PELAYANAN PUBLIK
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara
lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Amanat tersebut mengandung makna Negara berkewajiban memenuhi
kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung
terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan
pelayanan administrative, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan atas Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik).
Pelayanan publik yang prima dan memenuhi harapan masyarakat merupakan
muara dari Reformasi Birokrasi,sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor
81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan
bahwa visi Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai
dengan pelayanan publik yang berkualitas.
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan
Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 UU
Pelayanan Publik, yaitu:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
1. Membangun Budaya Pelayanan Prima
Pelayanan publik yang berkualitas harus berorientasi kepada pemenuhan kepuasan
pengguna layanan. Apabila dikaitkan dengan tugas ASN dalam melayani masyarakat,
pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction adalah wujud pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat atau dikenal dengan sebutan pelayanan prima.
Pelayanan prima didasarkan pada implementasi standar pelayanan yang dimiliki oleh
penyelenggara.
budaya pelayanan oleh ASN akan sangat menentukan kualitas pemberian layanan
kepada masyarakat Menurut Djamaluddin Ancok dkk. (2014), budaya pelayanan yang baik
juga tentu akan berdampak positif terhadap kinerja organisasi dengan
mekanisme sebagai berikut:
1. Budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila terbangun kerja tim di dalam
internal organisasi. Melalui kerja sama yang baik, pekerjaan dalam memberikan
pelayanan dapat diselesaikan dengan hasil terbaik bagi pengguna layanan. Fokus
utama untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat harus menjadi prinsip utama
ASN dalam bekerja.
2. Faktor lain adalah pemahaman tentang pelayanan prima. Budaya berorientasi pada
pelayanan prima harus menjadi dasar ASN dalam penyediaan pelayanan.
Pelayanan Prima memberikan pelayanan sesuai atau melebihi harapan
pengguna layanan. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam memberikan pelayanan
prima terdapat beberapa tingkatan yaitu: (1) memenuhi kebutuhan dasar pengguna,
(2) memenuhi harapan pengguna, dan (3) melebihi harapan pengguna, mengerjakan
apa yang lebih dari yang diharapkan.
3. Pemberian pelayanan yang prima akan berimplikasi pada kemajuan organisasi,
apabila pelayanan yang diberikan prima (baik), maka organisasi akan menjadi semakin
maju. Implikasi kemajuan organisasi akan berdampak antara lain: (1) makin besar
pajak yang dibayarkan pada negara, (2) makin bagus kesejahteraan bagi pegawai, dan
(3) makin besar fasilitas yang diberikan pada pegawai.
2. ASN sebagai Pelayan Publik
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai
ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai
perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN
bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain tugas dan fungsi yang melekat pada pegawai ASN, pegawai ASN juga
berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Peran tersebut dilaksanakan
melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari
intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sehingga
ASN tentu akan terlibat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, yang
membutuhkan kesadaran bersama untuk meningkatkan peran pegawai ASN
khususnya dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik melalui
perbaikan birokrasi di Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.
Pasal 34 UU Pelayanan Publik juga secara jelas mengatur mengenai bagaimana
perilaku pelaksana pelayanan publik, termasuk ASN, dalam menyelenggarakan
pelayanan publik, yaitu:
a. adil dan tidak diskriminatif;
b. cermat;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-
larut;
e. profesional;
f. tidak mempersulit;
g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara;
i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan
kepentingan;
k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik;
tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi
permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat;
l. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki;
m. sesuai dengan kepantasan; dan
n. tidak menyimpang dari prosedur.
3. Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Core Values dan
Employer Branding ASN tersebut, yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB
ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan
akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif,
Kolaboratif. Core Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya
oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan
pegawai ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai
Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, dimaknai bahwa setiap ASN harus
berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat. Secara lebih
operasional, Berorientasi Pelayanan dapat dijabarkan dengan beberapa kriteria, yakni:
a. ASN harus memiliki kode etik (code of ethics) untuk menjabarkan pedoman
perilaku sesuai dengan tujuan yang terkandung dari masing-masing nilai. Kode
etik juga terkadang dibuat untuk mengatur hal-hal apa saja yang secara etis
boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya yang terkait dengan konflik
kepentingan. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik jika terjadi konflik
kepentingan maka aparatur ASN harus mengutamakan kepentingan publik dari
pada kepentingan dirinya sendiri.
b. Untuk mendetailkan kode etik tersebut, dapat dibentuk sebuah kode perilaku
(code of conducts) yang berisi contoh perilaku spesifik yang wajib dan tidak boleh
dilakukan oleh pegawai ASN sebagai interpretasi dari kode etik tersebut. Contoh
perilaku spesifik dapat juga berupa bagaimana penerapan SOP dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
c. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan menjadikan prinsip
melayani sebagai suatu kebanggaan. Munculnya rasa kebanggaan dalam
memberikan pelayanan akan menjadi modal dalam melaksanakan pekerjaan. Hal
ini juga sejalan dengan employee value proposition atau employer branding ASN
yakni “Bangga Melayani Bangsa”. Kebanggaan memberikan pelayanan terbaik
membantu kita memberikan hasil optimal dalam melaksanakan tugas pelayanan.
Prinsip melayani juga menjadi dasar dan perlu diatur dengan prosedur yang
jelas.
4. BERORIENTASI PELAYANAN
Sebagaimana kita ketahui, ASN sebagai suatu profesi berlandaskan pada prinsip
sebagai berikut:
a. nilai dasar;
b. kode etik dan kode perilaku;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan.
Dari berbagai sumber, definisi nilai dasar sendiri adalah kondisi ideal atau
kewajiban moral tertentu yang diharapkan dari ASN untuk mewujudkan pelaksanaan
tugas instansi atau unit kerjanya. Sedangkan kode etik adalah pedoman mengenai
kewajiban moral ASN yang ditunjukkan dalam sikap atau perilaku terhadap apa yang
dianggap/dinilai baik atau tidak baik, pantas atau tidak pantas baik dalam melaksanakan
tugas maupun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Adapun kode perilaku adalah Setelah
mempelajari Materi Pokok 2 ini, peserta mampu memahami dan menjelaskan panduan
perilaku (kode etik) nilai Berorientasi Pelayanan, serta memberikan contoh perilaku
spesifik yang kontekstual dengan jabatan dan/atau organisasinya. pedoman mengenai
sikap, tingkah laku, perbuatan, tulisan, dan ucapan ASN dalam melaksanakan tugasnya
dan pergaulan hidup sehari-hari yang merujuk pada kode etik.
B. Potret Layanan Publik di Indonesia
Dalam konteks kehidupan bermasayarakat, Kita sebagai individu ataupun ASN pun
mungkin sudah bosan dengan kenyataan adanya perbedaan ‘jalur’ dalam setiap
pelayanan. Proses mengurus sebuah dokumen, dengan harga, misal, 100.000,
membutuhkan waktu 3 hari, tapi pada kenyataanya, banyak orang yang dapat
memperoleh dokumen tersebut dalam hitungan jam dengan tambahan dana yang
‘beragam’. di beberapa negara, konsep ini memang dilakukan dalam konteks pelayanan
publik, namun, dengan format yang lebih terstruktur, transparan dan akuntabel.
Dalam sebuah kamus Peribahasa tertulis bahwa ‘Waktu Adalah Uang’ yang
digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk memberikan layanan spesial bagi mereka yang
memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep ini sering
bercampur dengan konsep sedekah dari sisi penerima layanan yang sebenarnya tidak
tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat, menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir
semua pihak selama puluhan tahun. Sehinga, di masyarakat muncul peribahasa baru,
sebuah sarkasme, ‘kalau bisa dipersulit, buat apa dipermudah’. Terminologi ‘oknum’
sering dijadikan kambing hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’
itu seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh semua,
berarti ada yang salah dengan layanan publik di negeri ini.
1. Tantangan Layanan Publik
Payung hukum terkait Layanan Publik yang baik tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan Publik. Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan
Publik yang meliputi: a. kepentingan Umum, b. kepastian hukum, c. kesamaan hak, d.
keseimbangan hak dan kewajiban, e. keprofesionalan, f. partisipatif, g. persamaan
perlakuan/tidak diskriminatif h. keterbukaan, i. akuntabilitas, j. fasilitas dan perlakuan
khusus bagi kelompok rentan, k. ketepatan waktu, dan l. kecepatan, kemudahan, dan
keterjangkauan.
2. Keutamaan Mental Melayani
Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani
Bangsa”, menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan publik. Namun, Mental
dan Pola Pikir berada di domain pribadi, individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN,
akan memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang negatif bisa memberikan
dampak sistemik seperti sekarang ini, sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus
bisa memberikan dampak serupa.
C. AKUNTABILITAS
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan
publik kepada
atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).
Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang
sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku
tersebut adalah:
1. Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi
2. Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien
3. Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
1. Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
2. untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional);
3. untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu pertama,
untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi); kedua, untuk mencegah korupsi
dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas (peran belajar). Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
akuntabilitas vertical (vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal
(horizontal accountability). Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu
akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas
organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
D. PERILAKU AKUNTABEL
Langkah- langkah yang harus dilakukan dalam membuat framework akuntabilitas di
lingkungan kerja PNS:
1. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dan tanggungjawab yang harus dilakukan. Hal ini
dapat dilakukan melalui penentuan tujuan dari rencana strategis organisasi,
mengembangkan indikator, ukuran dan tujuan kinerja, dan mengidentifikasi peran dan
tanggungjawab setiap individu dalam organisasi.
2. Melakukan perencanaan atas apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan. Cara ini
dapat dilakukan melalui identifikasi program atau kebijakan yang perlu dilakukan, siapa
yang bertanggungjawab, kapan akan dilaksanakannya dan biaya yang dibutuhkan.
Selain itu, perlu dilakukannya identifikasi terhadap sumberdaya yang dimiliki organisasi
serta konsekuensinya, apabila program atau kebijakan tersebut berhasil atau gagal
untuk dilakukan.
3. Melakukan implementasi dan memantau kemajuan yang sudah dicapai. Hal tersebut
penting dilakukan untuk mengetahui hambatan dari impelementasi kebijakan atau
program yang telah dilakukan.
4. Memberikan laporan hasil secara lengkap, mudah dipahami dan tepat waktu. Hal ini
perlu dilakukan sebagai wujud untuk menjalankan akuntabilitas dalam menyediakan
dokumentasi dengan komunikasi yang benar serta mudah dipahami.
5. Melakukan evaluasi hasil dan menyediakan masukan atau feedback untuk memperbaiki
kinerja yang telah dilakukan melalui kegiatan- kegiatan yang bersifat korektif.
E. AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN
a. Transparansi dan Akses Informasi
Dalam Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tercantum beberapa tujuan, sebagai
berikut: (1) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan
publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan
pengambilan suatu keputusan publik; (2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan publik; (3) Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; (4) Mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel
serta dapat dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan kebijakan publik yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau (7) Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan
informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi
b. Praktek Kecurangan dan Perilaku Korup
Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik
untuk publik. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang
berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah
suatu panduan atau pegangan yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokrat
untuk Menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik
Keberhasilan pembangunan suatu etika perilaku dan kultur organisasi yang anti
kecurangan dapat mendukung secara efektif penerapan nilai-nilai budaya kerja, yang
sangat erat hubungannya dengan hal-hal atau faktor-faktor penentu keberhasilannya yang
saling terkait antara satu dengan yang lainnya, yaitu : 1) Komitmen dari Top Manajemen
Dalam Organisasi; 2) Membangun Lingkungan Organisasi Yang Kondusif: 3) Perekrutan
dan Promosi Pegawai; 4)Pelatihan nilai- nilai organisasi atau entitas dan standar-standar
pelaksanaan; 5) Menciptakan Saluran Komunikasi yang Efektif; dan 6) Penegakan
kedisiplinan.
c. Penggunaan Sumber Daya Milik Negara
Fasilitas publik dilarang pengunaannya untuk kepentingan pribadi, sebagai contoh motor
atau mobil dinas yang tidak boleh digunakan kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut
biasanya sudah diatur secara resmi oleh berbagai aturan dan prosedur yang
dikeluarkan pemerintah/instansi. Setiap PNS harus memastikan bahwa:
1. Penggunaannya diaturan sesuai dengan prosedur yang berlaku
2. Penggunaannya dilaklukan secara bertanggung- jawab dan efisien
3. Pemeliharaan fasilitas secara benar dan bertanggungjawab. Namun, kadang
permasalahannya tidak selalu “hitam dan putih”.
d. Penyimpanan dan Penggunaan dan Informasi Pemerintah
Perilaku berkaitan dengan Penyimpanan dan Penggunaan Data serta Informasi
Pemerintah (Record Keeping and Use of Government Information):
1. ASN bertindak dan mengambil keputusan secara transparan;
2. ASN menjamin penyimpanan informasi yang bersifat rahasia;
3. ASN mematuhi perencanaan yang telah ditetapkan;
4. ASN diperbolehkan berbagi informasi untuk mendorong efisiensi dan kreativitas;
5. ASN menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
6. ASN memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
7. ASN tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan manfaat bagi diri sendiri atau
untuk orang lain.
e. Membangun Budaya Anti Korupsi di Organisasi Pemerintahan
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi
langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
1. Penyusunan Kerangka Kebijakan,
2. Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
3. Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
4. Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.
F. KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA
Republik Indonesia (RI) adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa
dan berada di antara daratan benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
17.504 pulau. Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi
mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara berpenduduk
terbesar keempat di dunia.
a. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan Persatuan Kebangsaan
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Istilah tersebut diadaptasi dari sebuah
kakawin peninggalan Kerajaan Majapahit. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali
diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa
Kuno kakawin artinya syair. Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan
menggunakan aksara Bali, namun berbahasa Jawa Kuno. Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal
Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut:
"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangkang Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma
mangrwa".
Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka
memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan
Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan
dalam kebenaran.
b. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN
Beberapa potensi tantangan yang muncul dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti perbedaan tujuan, cara
melakukan sesuatu, dan sebagainya.
2. Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat mencapai tujuan.
3. Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat sehingga menimbulkan
kebingungan bagi masyarakat.
4. Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggar atas norma yang Modul Harmonis tidak
tegas atau lemah.
5. Tindakan anggota masyarakat sudah tidak lagi sesuai dengan norma yang berlaku.
6. Terjadi proses disosiatif, yaitu proses yang mengarah pada persaingan tidak sehat,
tindakan kontroversial, dan pertentangan (disharmonis)
7. Menguatnya etnosentrisme dalam masyarakatyaitu berupa perasaan kelompok
dimana kelompok merasa dirinya paling baik, paling benar, dan paling hebat sehingga
mengukur kelompok lain dengan norma kelompoknya sendiri. Sikap etnosentrisme
tidak hanya dalam kolompok suku, namun juga kelompok lain seperti kelompok
pelajar, partai politik, pendukung tim sepakbola dan sebagainya.
8. Stereotip terhadap suatu kelompok,yaitu anggapan yang dimiliki terhadap suatu
kelompok yang bersifat tidak baik. Seperti anggapan suatu kelompok identik dengan
kekerasan, sifat suatu suku yang kasar, dan sebagainya.
c. Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa
Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil dan tidak
diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka harus bersikap
profesional dan berintegritas dalam memberikan pelayanan. Tidak boleh mengejar
keuntungan pribadi atau instansinya belaka, tetapi pelayanan harus diberikan dengan
maksud memperdayakan masyarakat, menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih
baik. Untuk itu integritas menjadi penting bagi setiap pegawai ASN. Senantiasa
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak korupsi,transparan,
akuntabel, dan memuaskan publik.
Dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat ASN dituntut dapat mengatasi
permasalahan keberagaman, bahkan menjadi unsur perekat bangsa dalam menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya Harmonis
menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Pasal 11 tentang ASN, tugas pegawai ASN
adalah sebagai berikut.
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni
dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya adalah sebagai berikut:
1. Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan adil.
2. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok kelompok minoritas, dengan
tidak membuat kebijakan,peraturan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok
tersebut.
G. Urgensi Loyalitas ASN
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi
Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam
rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN
menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding
(Bangga Melayani Bangsa).
a. Makna Loyal dan Loyalitas
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling
tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain:
1. Taat pada Peraturan
2. Bekerja dengan Integritas
3. Tanggung Jawab pada Organisasi
4. Kemauan untuk Bekerja Sama
5. Rasa Memiliki yang Tinggi
6. Hubungan Antar Pribadi
7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9. Menjadi Teladan bagi Pegawai Lain
H. ADAPTIF
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun
organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan mengapa
nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor
publik, seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi yang terjadi antar
instansi pemerintahan, perubahan iklim, perkembangan teknologi dan lain sebagainya.
Penekanan pada mutu kerja juga secara makna juga tertuang dalam peran Pegawai
ASN sebagaimana ditetapkan pada Pasal 12 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, yaitu
“sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan
publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme.”
Dalam KBBI diuraikan definisi adaptif adalah mudah menyesuaikan (diri) dengan
keadaan. Sedangkan dalam kamus Bahasa Inggris, seperti Cambridge menyebutkan
bahwa adaptif adalah “having an ability to change to suit changing conditions”, atau
kemampuan untuk berubah dalam sitauasi yang berubah. Sedangkan dalam Collins
dictionary disebutkan bahwa “adaptive means having the ability or tendency to adapt to
different situations” atau adaptif adalah kemampuan atau kecenderungan untuk
menyesuaikan diri pada situasi yang berbeda . Ini artinya bahwa sebagian besar kamus
bahasa memberi penekanan dalam pengertian adaptif pada hal kemampuan (ability) untuk
menyesuaikan diri. Soekanto (2009) memberikan beberapa batasan pengertian
dari adaptasi, yakni:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan
sistem.
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
I. KOLABORASI
Ansen dan gash (2012) mengungkapkan bahwa collaborative governance adalah:
A governing arrangement where one or more public agencies directly engage non-state
stakeholders in acollective decision-making process that is formal, consensus-oriented, and
deliberative and that aims to make or implement public policy or manage public programs or
assets.
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok aktor dan fungsi.
Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative governance mencakup kemitraan
institusi pemerintah untuk pelayanan publik.
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu:
1. forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2. peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3. peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
'‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
4. forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5. forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus (bahkan jika
konsensus tidak tercapai dalam praktik), dan
6. fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Ratner (2012) mengungkapkan terdapat mengungkapkan tiga
tahapan yang dapat dilakukan dalam melakukan assessment terhadap tata kelola
kolaborasi yaitu :
1. mengidentifikasi permasalahan dan peluang;
2. merencanakan aksi kolaborasi; dan
3. mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.
a. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintahan
Whole-of-Government (WoG) adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan
sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan
pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik.
Dalam banyak literatur lainnya, WoG juga sering disamakan atau minimal disandingkan
dengan konsep policy integration, policy coherence, cross-cutting policy- making, joined-
up government, concerned decision making, policy coordination atau cross government.
WoG memiliki kemiripan karakteristik dengan konsep-konsep tersebut, terutama
karakteristik integrasi institusi atau penyatuan pelembagaan baik secara formal maupun
informal dalam satu wadah.
AGENDA III
MATERI
A. LITERASI DIGITAL
Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan kebutuhan
SDM talenta digital, literasi digital berperan penting untuk meningkatkan kemampuan kognitif
sumber daya manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai.
Kerangka kerja literasi digital terdiri dari kurikulum digital skill, digital safety, digital culture, dan
digital ethics. Kerangka kurikulum literasi digital ini digunakan sebagai metode pengukuran
tingkat kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.
a. Guna mendukung percepatan transformasi digital, ada 5 langkah yang harus
dijalankan,yaitu:
1. Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
2. Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektor-sektor strategis, baik di
pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, sektor pendidikan, sektor kesehatan,
perdagangan, sektor industri, sektor penyiaran.
3. Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudah dibicarakan.
4. Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
5. Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan pembiayaan
transformasi digital dilakukan secepat-cepatnya
b. Literasi digital lebih dari sekadar masalah fungsional belajar bagaimana menggunakan
komputer dan keyboard, atau cara melakukan pencarian online. Literasi digital juga
mengacu pada mengajukan pertanyaan tentang sumber informasi itu, kepentingan
produsennya, dan cara-cara di mana ia mewakili dunia; dan memahami bagaimana
perkembangan teknologi ini terkait dengan kekuatan sosial, politik dan ekonomi yang
lebih luas.
c. Menurut UNESCO, literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses, mengelola,
memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan
informasi secara aman dan tepat melalui teknologi digital untuk pekerjaan, pekerjaan
yang layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup kompetensi yang secara beragam disebut
sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi dan literasi media.
d. Hasil survei Indeks Literasi Digital Kominfo 2020 menunjukkan bahwa rata-rata skor
indeks Literasi Digital masyarakat Indonesia masih ada di kisaran 3,3. Sehingga literasi
digital terkait Indonesia dari kajian, laporan, dan survei harus diperkuat. Penguatan
literasi digital ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
e. Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi, dan
Deloitte pada tahun 2020 menjadi panduan fundamental untuk mengatasi persoalan
terkait percepatan transformasi digital, dalam konteks literasi digital. Sehingga perlu
dirumuskan kurikulum literasi digital yangterbagi atas empat area kompetensi yaitu:
1. kecakapan digital,
2. budaya digital,
3. etika digital
4. dan keamanan digital.
B. Pilar Literasi Digital
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan
teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah
konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada
kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital
yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017).
Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya
mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh
tanggung jawab.
Keempat pilar yang menopang literasi digital yaitu etika, budaya, keamanan, dan
kecakapan dalam bermedia digital. Etika bermedia digital meliputi kemampuan individu
dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan,
mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam
kehidupan sehari-hari. Budaya bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam
membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan
kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Keamanan bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam mengenali,
mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran
keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, kecakapan bermedia
digital meliputi Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan
perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan
sehari- hari.
C. Implementasi Literasi Digital dan Implikasinya
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas
dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi
bahkan solusi dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian
masyarakat
Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020).
Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6
jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas
masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru
untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita
berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh
masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga negara.
D. Manajemen ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN
yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada
pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman.
Berikut beberapa konsep yang ada dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
2. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
Sedangkan PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai
dengan kebutuhan Instansi Pemerintah untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan.
a. Konsep Sistem Merit Dalam Pengelolaan ASN
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan
dan sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi transparansi, akuntabilitas,
obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk
menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan yang berupa transparansi
dan jangkauan penginformasian kepada masyarakat maupun jaminan obyektivitasnya
dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah mendapatkan pegawai yang
tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan misinya.
Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem pengelolaan pegawai harus
mencerminkan prinsip merit yang sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan
pada prinsip-prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai. Jaminan sistem merit pada
semua aspek pengelolaan pegawai akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
pembelajaran dan kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas
kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui dimana kelemahan dan
juga diberikan bantuan dari organisasi untuk meningkatkan kinerja.
b. Mekanisme Pengelolaan ASN
Manajemen ASN terdiri dari Manajemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen
PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan hari tua, dan
perlindungan. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian
kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian
penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan
secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan
integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi
selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali
Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
c. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
Dalam UU ASN disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode
etik dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga
martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku
agar Pegawai
1. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas
tinggi;
2. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3. melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4. melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
5. melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang
Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang
undangan dan etika pemerintah
6. menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara;
7. menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara bertanggungjawab,
efektif, dan efisien;
8. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
9. memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
10. tidak menyalahgunakan informasi intern Negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri
sendiri atau untuk orang lain;
11. memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas
ASN; dan
12. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin
Pegawai ASN.

Anda mungkin juga menyukai