ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. S DENGAN CAD 3VD POST CABG
X3 (LIMA-LAD, SVG-OM, SVG-PDA) DI RUANG ICU DEWASA RUMAH SAKIT
JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
STUDI KASUS
DISUSUN OLEH :
JAKARTA
FEBRUARI
2024
BAB I
PENDAULUAN
Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang
disebabkan karena otot miokard kekurangan suplai darah akibat adanya penyempitan
arteri koroner dan tersumbatnya pembuluh darah jantung (AHA, 2017). Bash (2015)
dalam studi Biopsycosocial Spiritual Factors Impacting African American Patient’s
Cardiac Rehabilitation Refferal and Participation menyatakan bahwa sebagian besar
dari pasien CAD memiliki historical assessment obesitas (35%), gaya hidup (30%),
hipertensi (33%), sindrom metabolik (35%), pre diabetes melitus (38,2%), diabetes
melitus (8,3%), dan merokok (20,5%) laki-laki dan (15,9%) wanita berkontribusi pada
peningkatan prevalensi Atherosclerotic Cardiovascular Disease (ASCVD).
Setiap tahunnya tujuh belas juta orang tutup usia karena penyakit jantung dan
pembuluh darah. Sebanyak 7,3 juta diantaranya terjadi akibat penyakit jantung koroner
(WHO, 2014). Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia pada tahun 2018
meningkat secara signifikan menjadi 1,5% dari yang sebelumya pada tahun 2013
sebanyak 0,13%, dengan prevalensi tertinggi di provinsi Kalimantan Utara yaitu 2,2 %
dari total penduduk semua umur, sedangkan Provinsi DKI Jakarta menduduki peringkat
ke-5 (Riskesdas, 2018).
Di sisi lain, PCI adalah tindakan non-invasif menggunakan suatu selang kecil
yang disebut kateter. Alat ini dimasukkan melalui pembuluh darah yang ada di pangkal
paha atau pergelangan tangan dan kemudian didorong hingga mencapai ke dalam arteri
koroner yang tersumbat di jantung. Setelah itu, balon yang berada di ujung kateter
dikembangkan untuk melebarkan bagian arteri yang menyempit. Selanjutnya stent atau
ring jantung dapat ditempatkan di area yang tersumbat untuk membantu menjaga
pembuluh darah tetap terbuka (Bhatt DL, 2018).
Keputusan mengenai jenis operasi yang tepat harus dibuat oleh dokter dan pasien
secara bersama-sama. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan ini adalah
usia pasien, kesehatan umum, jumlah dan lokasi arteri yang tersumbat, dan preferensi
pasien. Pada beberapa pasien, CABG dipilih karena banyaknya arteri koroner yang
tersumbat dan dapat menghindari kemungkinan pengulangan tindakan revaskularisasi di
masa depan (PJNHK, 2023).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari studi kasus ini adalah adalah perawat mampu melakukan
asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah jantung Coronary Artery Bypass
Graft (CABG) secara komprehensif melalui pendekatan proses asuhan
keperawatan yang profesional.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan studi kasus ini adalah:
1. Perawat mampu menjelaskan pengkajian keperawatan pada kasus pasca
bedah Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
2. Perawat mampu merumuskan dan menjelaskan diagnosa keperawatan
berdasarkan data pasien dan membuat prioritas diagnosa
3. Perawat mampu merumuskan dan menjelaskan hasil atau luaran yang ingin
dicapai dari pasien dan intervensi yang sesuai
4. Perawat mampu menjelaskan tentang tindakan keperawatan, baik yang
bersifat mandiri maupun yang bersifat kolaboratif pada pasien pasca bedah
Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
5. Perawat mampu menejelaskan evaluasi terhadap tindakan yang telah
diberikan pada pasien pasca bedah Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari studi kasus ini adalah :
1.3.1 Perawat dapat membandingkan temuan klinis pada kasus pasca bedah
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dengan teori konseptual yang ada
1.3.2 Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien pasca bedah Coronary Artery
Bypass Graft (CABG)
1.3.3 Perawat dapat mengetahui efektifitas proses asuhan keperawatan yang telah
diberikan
1.3.4 Hasil dari studi kasus ini dapat dijadikan referensi untuk kegiatan ilmiah
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asterosklerosis
Gangguan Oksigenasi
Miokardium
Metabolisme Anaerob
Suplai Darah ke Jaringan Penurunan Curah Jantung
Tidak Adekuat
Asam Laktat Meningkat
Respon Nyeri
Nyeri Akut
2.2 Konsep Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
2.2.1 Definisi Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
Bachar & Manna, 2020 menjelaskan Coronary artery bypass grafting
(CABG) adalah operasi bedah besar di mana penyumbatan ateromatosa di arteri
koroner pasien adalah dilewati dengan saluran vena atau arteri yang diambil.
Operasi bedah pintas arteri koroner adalah tindakan operasi yang dilakukan
pada penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) yaitu pasien yang mengalami
penyempitan atau sumbatan pada pembuluh darah arteri koroner baik dengan
atau tanpa riwayat serangan jantung sebelumnya (PJNHK, 2021).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan tindakan CABG adalah tindakan
operasi yang dilakukan pada penyumbatan arteri di koroner untuk membuat
aliran secara langsung yang mengalami sumbatan agar saluranya pembuluh
darah coroner kembali normal.
2.2.2 Indikasi
Menurut Bachar & Manna (2020 ) menyebutkan Indikasi dari Coronary
Artery Bypass Grafting (CABG) adalah mereka yang hasil kateterisasi jantung
ditemukan adanya : CABG umumnya direkomendasikan ketika ada
penyumbatan tingkat tinggi di salah satu arteri koroner utama dan/atau koroner
perkutan intervensi (PCI) telah gagal untuk membersihkan penyumbatan. Kelas
satu rekomendasi dari pedoman (ACCF/AHA, 2011 ) adalah sebagai berikut :
1. Penyakit utama kiri lebih dari 50%.
2. Penyakit arteri koroner tiga pembuluh darah lebih besar dari 70% dengan atau
tanpa keterlibatan LAD proksimal.
3. Penyakit dua pembuluh darah: LAD ditambah satu arteri utama lainnya.
4. Satu atau lebih stenosis signifikan lebih besar dari 70% pada pasien dengan:
a.Gejala angina yang signifikan meskipun terapi medis maksimal
b. Penyakit satu pembuluh darah lebih besar dari 70% pada pasien yang
selamat
dari serangan jantung mendadak dan kematian dengan takikardia ventrikel
terkait iskemia.
Stenosis Arteri
Ruptur Plak Arteri 1 or 2
Koroner
Aterosklerotik Koroner VD 3 VD
Intubasi
Volume Intravascular Produksi Darah
Menurun Meningkat
Ventilasi Mekanik
Resiko Perdarahan
Alat Mesin CPB
Aritmia Resiko
Ketidakseimbangan
Elektrolit
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dalam melakukan asuhan keperawatan.
Menurut Elvira (2020), proses pengkajian pada pasien kritis meliputi pre arrival
assessment, admission and quick check, comprehensive assessment dan on going
assessment.
2.3.1 Pre Arrival
Pengkajian ini dimulai ketika perawat sudah mendapatkan informasi dari unit
lain bahwa akan ada pasien kritis yang akan dirawat. Pengkajian ini dilakukan
sebelum pasien masuk ke ruang ICU. Untuk pasien post operasi, unit kamar
bedah akan memberikan catatan mengenai kondisi pasien selama pre dan
intraoperasi serta alat-alat kesehatan dan obat- obatan yang akan diberikan ke
pasien. Tujuan dilakukan pengkajian ini adalah agar saat pasien datang ke ruang
ICU, semua peralatan kesehatan sudah tersedia dan siap digunakan
2.3.2 Admission and quick check
Pengkajian ini dimulai saat pasien masuk dan dirawat di ICU, kemudian
perawat mengobservasi secara general dan melakukan pengkajian ABCDE
(airway, breathing, circulation, drugs and equipment).
2.3.3 Comprehensive assessment
Pengkajian ini merupakan pengkajian lengkap meliputi riwayat kesehatan masa
lalu, status kesehatan sekarang, bio psiko, sosio, spiritual dan pengkajian fisik.
Pengkajian fisik yang dilakukan meliputi :
1. Status Kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk
gelombang pada tekanan darah invasif, curah jantung dan cardiac index,
drainase rongga dada, fungsi pacemaker.
2. Status Respirasi
Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui secara dini
tanda dan gejala tidak adekuatnyaventilasi dan oksigenasi. Perawat mengkaji
status respirasi pasien selama bedah, ukuran endotrakeal tube, masalah yang
dihadapi selama intubasi, lama penggunaan alat mesin jantung paru.
Selanjutnya kaji gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi
pernafasan/RR, volume tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan
nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, analisa gas darah.
3. Status Neurologi
Kesadaran dipantau sejak klien mulia bangun atau masih diberikan obat
sedatif. Jika klien mulai bangun maka minta klien untuk menggerakkan
seluruh ekstremitas. Kaji juga tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi
terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman
tangan.
4. Status pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, warna kuku, mukosa bibir, suhu kulit,
edema dan CRT.
5. Sistem perkemihan
Observasi produksi urin setiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat
hemolisis dan lain-lain. Pemeriksaan ureum kreatinin harus dikerjakan jika
fasilitas memungkinkan.
6. Status Cairan dan elektrolit
Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung dan indikasi
ketidak seimbangan elektrolit.
7. Nyeri
Kaji sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesic
8. Status Gastro intestinal
Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat palpasi.
9. Status alat yang dipakai
Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak kondisinya
meliputi, pipa endotrakeal, ventilator, monitor saturasi, kateter arteri paru,
infus intravena, pacemaker, sistem drainase dan urin. Selanjutnya jika pasien
sudah sadar dan mengalami perkembangan yang baik perawat harus
mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis dan emosional pasien
dan risiko akan komplikasi.
10. Sistem Integumen
Kaji integritas kulit pasien, termasuk kondisi luka seperti warna, adanya pus,
hematome, suhu. Pengkajian mencakup area insersi alat pemantauan seperti
WSD, CV line, Arterial line, dsb.
11. Sistem Muskuloskeletal
Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak kondisinya
meliputi, pipa endotrakeal, ventilator, monitor saturasi, kateter arteri paru,
infus intravena, pacemaker, sistem drainase dan urin. Selanjutnya jika pasien
sudah sadar dan mengalami perkembangan yang baik, perawat harus
mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis dan emosional pasien
dan risiko akan komplikasi.
2.3.4 On going assessment
Pada fase ini pengkajian lebih terfokus dan lebih sering dilakukan untuk
mengetahui kondisi kestabilan pasien. Pemantauan lanjutan ini dilakukan 1-2
jam sekali pada pasien yang status fisiologisnya menurun dan 2-4 jam sekali
pada pasien yang sudah stabil. Tetapi bahkan per 15 menit saat kondisi pasien
kritis. Hal ini perlu dikaji meliputi tanda vital, hemodinamik, alat-alat yang
dipasang kepada pasien serta obat-obatan. Selanjutnya jika pasien sudah sadar
dan mengalami perkembangan yang baik, perawat harus mengembangkan
pengkajian terhadap status psikologis, emosional pasien dan resiko akan
komplikasi.
2.3.5 Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien post operasi adalah :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung,
frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas, preload dan afterload
2. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan Gangguan Metabolisme
3. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan adanya sekresi
yang tertahan
4. Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur operasi
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan terpasangnya alat-alat invasive dan efek
prosedur pembedahan
6. Risiko Perdarahan berhubungan dengan Tindakan pembedahan.
7. Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan prosedur
pembedahan
(PPNI, 2017)
2.3.6 Intervensi Keperawatan