Anda di halaman 1dari 4

Penanganan Penyakit Jantung Koroner: Operasi atau PCI?

dr. Arifin Muhammad Siregar PPDS BTKV

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang dapat mengancam jiwa dan menjadi masalah
kesehatan yang serius bagi masyarakat. Arteri koroner merupakan pembuluh darah yang
menyuplai aliran darah menuju otot-otot jantung, sehingga jika terbentuk sumbatan di dalamnya,
aliran darah menuju otot-otot jantung dapat berkurang. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian
pada sel-sel jantung (infark) yang disebut juga serangan jantung atau bahkan terhentinya jantung
memompa darah secara keseluruhan (cardiac arrest). Dua jenis tindakan yang sering digunakan
untuk mengobati penyakit ini adalah coronary artery bypass graft (CABG) atau dikenal juga
sebagai operasi bedah pintas arteri koroner dan percutaneous coronary intervention (PCI). (1)

Gambar 1. Ilustrasi Penyakit Jantung Koroner


Baik CABG maupun PCI bertujuan untuk mengembalikan aliran darah (revaskularisasi) melalui
arteri koroner yang tersumbat sehingga menjadi lancar kembali. CABG merupakan tindakan
operasi terbuka, di mana dokter bedah memotong dada pasien dan menyambungkan pembuluh
darah baru dari aorta ke arteri koroner dengan melewati area yang tersumbat pada arteri.
Terdapat dua teknik yang dapat digunakan dalam prosedur ini, yaitu on-pump CABG yang
menggunakan mesin jantung-paru untuk menghentikan jantung dan off-pump CABG dimana
mesin jantung-paru tidak digunakan dan jantung dioperasi dalam keadaan berdetak. (2)

Di sisi lain, PCI adalah tindakan non-invasif menggunakan suatu selang kecil yang disebut
kateter. Alat ini dimasukkan melalui pembuluh darah yang ada di pangkal paha atau pergelangan
tangan dan kemudian didorong hingga mencapai ke dalam arteri koroner yang tersumbat di
jantung. Setelah itu, balon yang berada di ujung kateter dikembangkan untuk melebarkan bagian
arteri yang menyempit. Selanjutnya stent atau ring jantung dapat ditempatkan di area yang
tersumbat untuk membantu menjaga pembuluh darah tetap terbuka. (3)

Kedua jenis tindakan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. CABG biasanya
lebih efektif pada pasien yang memiliki penyakit jantung koroner yang lebih parah dan
melibatkan tiga atau lebih arteri yang tersumbat. (4,5) Selain itu, beberapa penelitian juga
menunjukkan CABG memiliki hasil yang lebih baik pada pasien diabetes mellitus yang memiliki
sumbatan pada dua atau lebih arteri koroner dibandingkan prosedur PCI. (6,7) Di sisi lain, PCI
lebih baik dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung koroner yang tidak begitu parah, yang
hanya melibatkan satu atau dua arteri yang tersumbat. (4,5) PCI biasanya memiliki masa
pemulihan yang lebih cepat dan tidak memerlukan rawat inap yang lama. Namun, PCI sering kali
memerlukan pengulangan prosedur revaskularisasi pada beberapa pasien, dan efektivitasnya
dapat terbatas pada pembuluh darah yang sangat kecil atau berbelok-belok. (8,9,10)

Keputusan mengenai jenis operasi yang tepat harus dibuat oleh dokter dan pasien secara
bersama-sama. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan ini adalah usia pasien,
kesehatan umum, jumlah dan lokasi arteri yang tersumbat, dan preferensi pasien. Pada beberapa
pasien, CABG dipilih karena banyaknya arteri koroner yang tersumbat dan dapat menghindari
kemungkinan pengulangan tindakan revaskularisasi di masa depan. Namun, bagi pasien yang
lebih tua atau memiliki kondisi medis yang kompleks, PCI mungkin menjadi pilihan yang lebih
baik karena pemulihan yang lebih cepat dan risiko yang lebih rendah. (4,5)

Setelah menjalani prosedur revaskularisasi baik menggunakan CABG maupun PCI, pasien harus
tetap menjaga pola makan yang sehat dan mengikuti program rehabilitasi jantung yang
direkomendasikan oleh dokter. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesuksesan prosedur yang
dilakukan dan mencegah kondisi yang lebih buruk di masa depan.

Penyakit jantung koroner adalah kondisi yang serius dan memerlukan perawatan yang tepat
untuk memperbaiki kondisi pasien. Tindakan revaskularisasi, baik menggunakan CABG maupun
PCI, dapat menjadi pilihan yang efektif untuk mengatasi kondisi ini, tergantung pada faktor-
faktor yang dimiliki pasien. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter
untuk menentukan jenis tindakan mana yang paling sesuai untuk kondisi Anda.
Referensi:

1. Al-Lamee RK, Foley M, Rajkumar CA, Francis DP. Revascularization in stable coronary
artery disease. BMJ. 2022.
2. Shaefi S, Mittel A, Loberman D, Ramakrishna H. Off-pump versus on-pump coronary
artery bypass grafting—a systematic review and analysis of Clinical Outcomes. Journal
of Cardiothoracic and Vascular Anesthesia. 2019;33(1):232–44.
3. Bhatt DL. Percutaneous coronary intervention in 2018. JAMA. 2018;319(20):2127.
4. Hillis LD, Smith PK, Anderson JL, Bittl JA, Bridges CR, Byrne JG, et al. 2011
ACCF/AHA guideline for Coronary Artery Bypass Graft surgery. Circulation.
2011;124(23).
5. Neumann F-J, Sousa-Uva M, Ahlsson A, Alfonso F, Banning AP, Benedetto U, et al.
2018 ESC/EACTS Guidelines on myocardial revascularization. European Heart Journal.
2018;40(2):87–165.
6. Farkouh ME, Domanski M, Sleeper LA, Siami FS, Dangas G, Mack M, et al. Strategies
for multivessel revascularization in patients with diabetes. New England Journal of
Medicine. 2012;367(25):2375–84.
7. Head SJ, Milojevic M, Daemen J, Ahn J-M, Boersma E, Christiansen EH, et al. Mortality
after coronary artery bypass grafting versus percutaneous coronary intervention with
stenting for coronary artery disease: A pooled analysis of individual patient data. The
Lancet. 2018;391(10124):939–48.
8. Mack M, Baumgarten H, Lytle B. Why surgery won The syntax trial and why it matters.
The Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery. 2016;152(5):1237–40.
9. Wybraniec MT, Bańka P, Bochenek T, Roleder T, Mizia-Stec K. Small vessel coronary
artery disease: How small can we go with myocardial revascularization? Cardiology
Journal. 2021;28(5):767–78.
10. Konigstein M, Ben-Yehuda O, Redfors B, Mintz GS, Madhavan MV, Golomb M, et al.
Impact of coronary artery tortuosity on outcomes following stenting. JACC:
Cardiovascular Interventions. 2021;14(9):1009–18.

Sumber Gambar:

Gambar 1: https://www.freepik.com/free-vector/cholesteral-human-
heart_5361144.htm#page=2&query=coronary%20artery
%20disease&position=20&from_view=search&track=robertav1_2_sidr

Anda mungkin juga menyukai