Anda di halaman 1dari 57

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Coronary Artery By pass Graffting (CABG) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari penyakit Coronary Artery Disease (CAD), dengan cara membuat saluran
baru melewati bagian Artery Coronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan.
Banyak penelitian telah dilakukan dengan membandingan revaskularisasi yang terjadi dan
kelangsungan hidup pasien pasca operasi, mempergunakan berbagai variasi tehnik operasi
dengan menggunakan pembuluh pembuluh darah tersebut, dengan hasil yang beragam
tergantung dari kondisi dan keparahan dari pasien Coronary Artery Disease (CAD) yang
dideritanya (AHA, 2017).
Coronary Artery Bypass Graffting (CABG) bertujuan untuk mengatasi kurang atau
terhambatnya aliran Artery Coronaria akibat adanya penyempitan bahkan penyumbatan ke
otot jantung (Smeltzer, 2008). Pemastian daerah yang mengalami penyempitan atau
penyumbatan telah dilakukan sebelumnya dengan melakukan katerisasi Arteria Coronaia
(Naga, 2013). CABG dilakukan dengan membuka dinding dada melalui pemotongan tulang
sternum, selanjutnya dilakukan pemasangan pembuluh darah baru yang dapat di ambil dari
Arter Radialis atau Artery Mammaria interna ataupun Vena Saphenanous tergantung pada
kebutuhan, tehnik yang dipakai ataupun keadaan anatomi pembuluh darah pasien tersebut
(Udjianti, 2013).
Awalnya CABG dilakukan dengan memakai mesin jantung paru (heart lung
machine) dengan cara ini jantung tidak berdenyut setelah diberikan obat cardioplegic,
sebagai gantinya mesin jantung paru akan bekerja mempertahankan sirkulasi pernafasan dan
sirkulasi darah selama operasi berlangsung (Brunner & Suddarth, 2002) dalam (Manoydkk,
2014).
Sejak tahun 2000, telah diperkanalkan tehnik operasi tanpa mesin jantung paru (off
pump cardiopulmonalry), sehingga jantung dan paru tetap berfungsi seperti biasa saat
operasi berlangsung. Metode ini banyak memberikan keuntungan, selain masa pemulihan
lebih cepat juga biaya operasi pun bisa ditekan. Tetapi tidak semua pasien yang
memerlukan CABG dapat dilakukan dengan metode ini, tentunya ada indikasi dan
kontraindikasi pada masing–masing pasien (Kasron, 2012).
Bash (2015) dalam studi Biopsycosocial Spiritual Factors Impacting African
American Patient’s Cardiac Rehabilitation Refferal and Participation menyatakan bahwa
sebagian besar dari pasien CAD memiliki historical assessment obesitas (35%), gaya hidup
2
(30%), hipertensi (33%), sindrom metabolik (35%), pre diabetes melitus (38,2%), diabetes
melitus (8,3%), dan merokok (20,5%). Selain itu, sebagian besar pasien CAD juga memiliki
clinical assessment seperti nyeri dada, sesak napas, TD systole < 100 - 150 mmHg, dan
dyastole > 90 mmHg, denyut nadi dalam rentang 50 – 90 x/menit, saturasi O2 < 85%,
peningkatan HDL dan LDL, peningkatan enzim jantung Troponin I, Troponin T, dan CK-
CKMB (Bash, 2015). Prevalensi CAD meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada
kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi CAD menurut jenis kelamin, untuk yang didiagnosis
berdasarkan wawancara dokter, lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (0,5% :
0,4%); juga yang didiagnosis dokter atau gejala (1,6% : 1,3%) (Riskesdas,2013).
Setiap tahunnya tujuh belas juta orang tutup usia karena penyakit jantung dan
pembuluh darah. Sebanyak 7,3 juta diantaranya terjadi akibat penyakit jantung koroner
(WHO, 2014). Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia pada tahun 2018 meningkat
secara signifikan menjadi 1,5% dari yang sebelumya pada tahun 2013 sebanyak 0,13%,
dengan prevalensi tertinggi di provinsi Kalimantan Utara yaitu 2,2 % dari total penduduk
semua umur, sedangkan Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke-5 (Riskesdas,
2018).
Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan, pada bulan
July-Desember tahun 2022 jumlah klien penyakit jantung koroner yang di rawat inap
berjumlah 59 orang. Pada bulan July terdapat 10 kasus, Agustus terdapat 19 Kasus,
September 14 kasus, Oktober 8 kasus, pada bulan November terdapat 6 kasus, pada bulan
Desember terdapat 2 kasus.
Pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien gangguan
kardiovaskuler khususnya pasien acute coronary syndrome dengan tindakan bedah pintas
koroner jantung, yang sering ditemukan adalah munculnya gangguan pada fungsi oksigenasi,
seperti kesulitan bernafas, sesak, dada masih sakit saat tarik nafas, ketakutan untuk berubah
posisi semi fowler atau bergerak. Penyakit jantung koroner memberi dampak sangat besar
dalam kehidupan penderitanya. Tindakan pembedahan pintas jantung koroner memberi
harapan bagi pasien untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan berkualitas.
Perawat berperan penting dalam mendampingi dan
memberikan asuhan yang tepat sehingga pasien dapat melalui paska operasi dengan baik,
lancar dan tanpa komplikasi. Pada akhirnya pasien akan menjalani perawatan sesuai pathway
yang diharapkan, mengurangi lama rawat di rumah sakit dan tentunya mengurangi biaya
perawatan. Pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien
paska operasi CABG salah satunya adalah monitoring hemodinamik, monitoring intake dan
3
output, memperbaiki ekspansi paru dan oksigenasi pasien. Hal inilah yang membutuhkan
peran penting perawat untuk melakukan asuhan secara komprehensif. Keseluruhan aspek
perlu dikaji, dimonitor dan dievaluasi. Setiap intervensi yang diberikan harus dilakukan
evaluasi secara menyeluruh. Kerjasama interdisipliner diperlukan untuk dapat memberikan
asuhan yang terbaik dan maksimal kepada pasien.
Dalam latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan asuhan keperawatan
pada pasien Post Op CABG di Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan.

I.2. Rumusan Masalah


Untuk mengetahui lebih lanjut perawatan penyakit ini, penulis akan memberikan
kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan pada pasien post CABG dengan
membuat rumusan masalah sebagai berikut “ Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien
post CABG di Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan?”.

I.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mengkaji pasien dengan post CABG di Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan.
b) Membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU RSUP
Adam Malik Medan .
c) Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.
d) Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.
e) Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.

I.4. Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Keilmuan
Sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan asuhan keperawatan
gawat darurat khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di
Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan.
4

1.4.2 Manfaat Aplikatif


a) Pelayanan di rumah sakit
Dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan CAD post CABG.
b) Perkembangan ilmu keperawatan
Diharapkan dapat memperkaya ilmu keperawatan dalam pengembangan model asuhan
keperawatan komprehensif dengan pengembangan preventif dan promotif.
c) Peneliti
Dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya pada pasien dengan post
CABG.

1.5 Sistematika Penulisan


BAB I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulis,
manfaat penulisan, dan sistematika penulisan studi kasus.
BAB II : Tinjauan pustaka berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis, dan asuhan keperawatan
pasien dengan dengan post CABG di ruang ICU Rumah Sakit Columbia Asia Medan.
BAB III : Tinjauan kasus berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV : Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)


2.1.1 Definisi

Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yangumum
dilakukan pada pasien yang mengalami atherosclerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri
coroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left  Mean Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006),
Coronary Artery Bypass Grafting merupakan salah satu metode revaskularisasi penanganan
intervensi dari PJK (aterosklerosis yang dapat menyebabkan serangan jantung) yang secara umum
dilakukan pada pasien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri
koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left Main Artery Coroner (Udjianti 2010). Sedangkan
menurut ( Yahya, 2010 ) Coronary Artery Bypass Grafting atau Operasi CABG adalah merupakan
salah satu operasi yang di maksudkan untuk memperbaiki aliran darah ke jantung yang terutama
ditujukan pada penderita penyempitan bermakna yang berpotensi tinggi menimbulkan serangan
jantung.
CABG direkomendasikan apabila dengan obat obatan maupun pelebaran dengan balon
atau pemasangan stent tidak efektif mengatasi gangguan koroner. Secara sederhana CABG
adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau
bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah
yang membawa oksigen ke otot jantung (Brunner & Suddarth, 2002) dalam (Manoydkk,
2014).

2.1.2 Tujuan Coronary arthery bypass Graft (CABG)


Tujuan CABG adalah untuk revaskularisasi aliran darah koroner akibat adanya
penyempitan atau sumbatan ke otot jantung (Arif Muttaqin, 2009). Sedangkan menurut
Smetzer dan Bare (2008) tujuan CABG adalah : Meningkatkan sirkulasi darah ke arteri
koroner, mencegah terjadinya iskemia yang luas, meningkatkan kualitas hidup, dan
meningkatkan toleransi aktifitas dan memperpanjang masa hidup.
2.1.3. Patofisiologi
2.1.4 Etiologi
Operasi CABG merupakan salah satu penanganan penyakit jantung koroner. Penyakit jantung
koroner disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut :
1) Faktor yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan ras.
2) Faktor yang dapat diubah :
a) Mayor : peningkatan lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, giet
tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori.
b) Minor : gaya hidup yang kurang bergerak, stress dan tipe kepribadian.

2.1.5 Indikasi
Indikasi CABG menurut American Heart Association (AHA) (Ignatavisius & Workman,
2006) adalah :
1) Stenosis Left Mean Coronary Artery yang signifikan
2) Angina yang tidak dapat di kontrol dengan terapi medis
3) Angina yang tidak stabil
4) Iskemik yang mengancam dan tidak respon terhadap terapi non bedah yang maksimal
5) Gagal pompa ventrikel yang progresif dengan stenosis koroner yang mengancam daerah
miokardium.
6) Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan PTCA dan trombolitik
7) Sumbatan /stenosis LAD dan LCx pada bagian proksimal > 70 %
8) Satu atau dua vessel disease tanpa stenosis LAD proksimal yang signifikan.
9) Pasien dengan komplikasi kegagalan PTCA.
10) Pasien dengan sumbatan 3 pembuluh darah arteri (three vessel disease) dengan angina stabil
atau tidak stabil dan pada pasien dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan angina stabil
atau tidak stabil dan pada pasien dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan angina stabil
atau tidak stabil dan lesi proksimal LAD yang berat.
11) Pasien dengan stenosis (penyempitan lumen > 70%) pada 3 arteri yaitu arteri koronaria
komunis sinistra, bagian proksimal dari arteri desenden anterior sinistra.
2.1.6 Kontra Indikasi
Menurut (Pierce A. et al, 2006) kontra indikasi CABG diantaranya :
1) Sumbatan pada arteri < 70% sebab jika sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70% maka
aliran darah tersebut masih cukup banyak sehingga mencegah aliran darah yang adekuat
pada pintasan. Akibatnya, akan terjadi bekuan pada graft sehingga hasil operasi akan
menjadi sia-sia.
2) Tidak ada gejala angina.
3) Struktur arteri koroner yang tidak memungkinkan untuk disambung.
4) Fungsi ventrikel kiri jelek (kurang dari 30 %).

2.1.7 Komplikasi CABG


(Black & Hawks, 2009; Smeltzer & Bare, 2008)
1) Nyeri pasca operasi
Setelah dilakukan bedah jantung, pasien dapat mengalami nyeri yang diakibatkan luka insisi dada
atau kaki, selang dada atau peregangan iga selama operasi. Ketidaknyamanan insisi kaki
sering memburuk setelah pasien berjalan khususnya bila terjadi pembengkakan kaki.
Peregangan otot punggung dan leher saat iga diregangkan dapat menyebabkan
ketidaknyamanan punggung dan leher. Nyeri dapat merangsang sistem saraf simpatis,
meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah yang dapat mengganggu hemodinamik
pasien. Ketidaknyamanan dapat juga mengakibatkan penurunan ekspansi dada, peningkatan
atelektasis dan retensi sekresi. Tindakan yang harus dilakukan yaitu memberikan
kenyamanan maksimal, menghilangkan faktor-faktor peningkatan persepsi nyeri seperti
ansietas, kelelahan dengan memberikan penghilang nyeri.
2) Penurunan curah jantung
Disebabkan adanya perubahan pada frekuensi jantung, isi sekuncup atau keduanya. Bradikardia
atau takikardi pada paska operasi dapat menurunkan curah jantung. Aritmia sering terjadi 24
jam – 36 jam paska operasi. Takikardi menjadi berbahaya karena mempengaruhi curah
jantung dengan menurunkan waktu pengisian diastolik ventrikel, perfusi arteri koroner dan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Bila penyebab dasar dapat diidentifikasikan
maka dapat diperbaiki.
3) Perubahan cairan
Setelah operasi Coronary Bypass Grafting (CABG) volume cairan tubuh total meningkat sebagai
akibat dari hemodilusi. Peningkatan vasopressin, dan perfusi non perfusi ginjal yang
mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosterone (RAA).
4) Ketidakseimbangan elektrolit
Pasca operasi paling umum adalah kadar kalsium abnormal. Hipokalemia dapat diakibatkan oleh
hemodilusi, diuretik dan efek-efek aldosteron yang menyebabkan sekresi kalium ke dalam
urine pada tubulus distal ginjal saat natrium diserap. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai
akibat jumlah besar larutan kardioplegia atau gagal ginjal akut
5) Perubahan tekanan darah
Setelah bedah jantung ditemukan adanya hipertensi atau hipotensi intervensi. Keperawatan
diarahkan pada antisipasi perubahan dan melakukan intervensi untuk mencegah atau
untuk memperbaiki dengan segala tekanan darah pada rentang normotensi.
6) Perdarahan paska operasi
Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan surgical. Perdarahan medikal
terjadi  karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain
itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu  bila pasien dalam keadaan
hipotermik. Kedua, perdarahan surgical terjadi karena faktor pembedahan seperti jahitan
yang bocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Jumlah drainase tidak
boleh melebihi 3cc/kgBB/jam selama 3 jam berturut-turut.
7) Tamponade jantung awal
Tamponade jantung terjadi apabila darah terakumulasi di sekitar jantung akibat kompresi jantung
kanan oleh darah atau bekuan darah dan menekan miokard. Hal ini mengancam aliran balik
vena, menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Tindakan meliputi pemberian cairan
dan vasopressor untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah sampai
dekompresi bedah dilakukan. Untuk menghindari adanya komplikasi paska bedah CABG
maka manajamen perawatan yang benar dan tepat harus dilakukan.
2.1.8 Manajemen Pasien Paska CABG ( Rachel Matthews, 2008 )
Manajemen perawatan pasien paska CABG (Rachel Matthews,2008) dibagi
menjadi 3 tahap yaitu :
1) Immediate Postoperative Care (Perawatan paska operasi segera)
2) Post operatif care in the ward (Perawatan paska operasi di ruangan perawatan)
3) Discharge and convalescence (Pemulangan dan pemulihan)

2.2 Konsep Dasar Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas
Nama, usia, tanggal lahir, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, ras/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk (MRS), nomor registrasi, dan diagnosis medis
semuanya harus disertakan.
2.2.1.2 Keluhan utama
Pasien dengan penyakit jantung biasanya mengeluhkan kelemahan, sesak napas saat
melakukan aktivitas sehari-hari, serta mudah lelah, nyeri dada, dan sesak napas
(Wijaya & Putri, 2013).
2.2.1.3 Pola kebiasaan sehari-hari
2.2.1.3.1 Aktifitas dan istirahat
Gejala : nyeri dada, kesulitan bernapas saat istirahat atau selama aktivitas,
kelelahan, sulit tidur, lesu, dan lekas marah.
2.2.1.3.2 Sirkulasi
Tanda : peningkatan JVP, sianosis, pucat, asites, anemia, syok septik,
fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur, dan Riwayat hipertensi.

2.2.1.3.3 Respirasi
Gejala : sesak nafas saat berolahraga, sesak nafas secara keseluruhan, dan
riwayat penyakit paru.
2.2.1.3.4 Pola makan dan cairan
Gejala : anoreksia, mual dan muntah.
2.2.1.3.5 Eliminasi
Gejala : nokturia, sembelit, diare, atau penurunan aliran urine.
2.2.1.3.6 Neuorosensori
Tanda : kepala terasa ringan, tidak sadar, dan kebingungan.
2.2.1.3.7 Interaksi sosial
Gejala : interaksi sosial menurun.
2.2.1.3.8 Rasa aman
Gejala : rasa aman Tanda dan gejala: Dermatitis dan perubahan mental.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


Evaluasi klinis terhadap reaksi pasien terhadap suatu masalah kesehatan
merupakan diagnosa keperawatan (PPNI, 2017). Berikut ini adalah diagnosa
keperawatan pasien CABG (post operasi) berdasarkan SDKI :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan efek samping prosedur
pembedahan dan gangguan mekanisme regulasi (contoh. diabetes).
d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.

2.2.3 Intervensi keperawatan


Tergantung pada pengetahuan dan penilaian klinis mereka, perawat
menggunakan berbagai intervensi perawatan untuk membantu pasien
mencapai tujuan mereka (PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SDKI adalah:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

Tujuan dan karakteristik : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan skala

nyeri menurun. Dengan kriteria hasil : Skala nyeri ringan, kontrol nyeri dapat dilakukan,

tanda-tanda vital dalam batas normal dan kecemasan pasien.


Intervensi :

1. Observasi

Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
meringankan nyer
a. Identifikasi lokasi,karakteristik, durasi,frekuensi, kualitas,intensitas nyeri.

b. Identifikasi skala nyeri

c. Identifikasi responnyeri non verbal

d. Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri.

e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.

f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.


g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.

i. Monitor efek samping penggunaan analgetik.

j. Identifikasi pengaruh
k. budaya terhadap
l. respon nyeri
m. 7. Identifikasi
pengaruh
n. nyeri pada kualitas
o. hidup
p. 8. Monitor
keberhasilan
q. terapi komplementer
r. yang sudah diberikan
s. 9. Monitor efek
samping
t. penggunaan
analgeti Identifikasi pengaruhbudaya terhadaprespon nyeri
2. Terapeutik

3. Berikan teknik
4. nonfarmakologis untuk
5. mengurangi rasa nyeri
6. (mis. TENS, hipnosis,
7. akupresur, dll)
a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,

hipnosis, akupresur, dll).

b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)

c. Fasilitasi istirahat dan tidur

d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan

nyeri.

3. Edukasi

a. Jelaskan penyebab,periode, dan pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri

c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.

d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat


e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

4. Kolaborasi

a. Pemberian analgetik, jika perlu.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


Tujuan dan karakteristik : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan
curah jantung meningkat. Dengan kriteria hasil : kekuatan nadi perifer meningkat,
palpitasi menurun, bradikarida menurun, takikardia menurun, gambaran EKG aritmia
menjadi normal, kelelahan berkurang, edema menurun, dispnoe menurun, oliguria
menurun, sianosis menurun dan batuk menurun
Intervensi :
1. Observasi
a. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dipsnea,
kelelahan, edema,ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CV).
b. Monitor tekanan darah.
c. Monitor saturasi oksigen.
d. Monitor keluhan nyeri dada.
e. Monitor EKG 12 sadapan.
f. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
2. Terapeutik
a. Posisikan pasien semi – fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman.
b. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu.
3. Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi.
b. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap.
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu.
b. Rujuk ke program rehabilitasi jantung.
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan efek samping prosedur
pembedahan dan gangguan mekanisme regulasi (contoh. Diabetes).
Tujuan dan karakteristik : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan
ketidakseimbangan elektrolit membaik, dengan kriteria hasil : serangkaian hasil
pemeriksaan elektrolit : Serum Natrium, Serum Kalium, Serum Klorida, Serum
Kalsium , Serum Magnesium, dan Serum Fosfor berada pada nilai normal.
Intervensi :
1. Observasi
a. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
b. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
c. Monitor kadar elektrolit serum
d. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
e. Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis. kelemahan otot, Interval QT
memanjang, gelombang T datar atau terbalik, depresi segmen ST, gelombang U,
kelelahan, parastesia, penurunan refleks, anoreksia, konstipasi, motilitas usus
menurun, pusing, depresi, pernapasan).
f. Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis. peka rangsang, gelisah, mual,
muntah, takikardia mengarah ke bradikardia, fibrilasi/takikardia ventrikel,
gelombang T tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS tumpul, blok jantung
mengarah asistol)
g. Monitor tanda dan gejala hipermagnesemia (mis. kelemahan otot, hiporefleks,
bradikardia, depresi SSP, letargi, koma, depresi).
h. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia (mis. depresi parapasan, apatis,
tanda Chvostek, tanda Trousseau, konfusi, disritmia)
i. Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis. nyeri tulang, haus, anoreksia,
letargi, kelemahan otot, segmen QT memendek, gelombang T lebar, kompiek
QRS lebar, interval PR memanjang).
j. Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis, peka rangsang, tanda Chvostek
[spasme otot wajah], tanda Trousseau [spasme karpal], kram otot, interval QT
memanjang).
k. Monitor tanda dan gejala hiperatremia (mis. haus, demar, myal, muntah,
gelisah, peka rangsang, membran mukosa kering, takikardia, hipotensi, letargi,
konfusi, kejang).
l. Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis, disorientasi, otot berkedut, sakit
kepala, membrane mukosa kering, hipotensi postural, Kejang, letargi,
penurunan Kesadaran.
2. Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
b. Dokumentasi hasil pemantauan, jika perlu
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

d. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.


Tujuan dan karakteristik : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan
risiko infeksi atau tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil : Demam menurun,
Kemerahan menurun. Nyeri menurun, Bengkak menurun, Kadar sel darah putih
membaik.
Intervensi :
1. Observasi
a. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik.
2. Terapeutik
a. Batasi jumlah pengunjung.
b. Berikan perawatan kulit pada daerah edema.
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi.
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
b. Ajarkan cara memeriksa luka.
c. Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
4. Kolaborasi
a. Penggunaan antibiotika sesuai kebutuhan.
2.2.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan dimana rencana
tindakan dilakukan sesuai dengan aktivitas yang ditentukan. Jenis tindakan yang
dilakukan dalam hal ini adalah mandiri (independen), saling ketergantungan
(interdependen) dan rujukan/ketergantungan (dependen) (PPNI, 2018).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang dilakukan secara
kontinue untuk pengukuran dan menjamin kualitas serta ketepatan perawatan yang
diberikan, yang dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan
keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (PPNI, 2018).

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 01 Februari 2023
1. Data Umum
a. Identitas
Nama pasien adalah Tn. T dengan usia 57 tahun , jenis kelamin laki-laki, beragama Kristen
Protestan, suku bangsa Batak/Indonesia, bertempat tinggal di Medan.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri dada, sejak 5 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan saat melakukan
aktivitas ringan dengan adanya rasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan tidak menyebar.
c. Status Kesehatan saat ini.
Pasien mengatakan mudah merasakan lelah, lemas saat melakukan aktifitas ringan,
terkadang pasien juga merasakan sesak namun berkurang saat beristirahat.
d. Riwayat Kesehatan masa lalu
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan riwayat penyakit DM sejak 20 tahun lalu
dan rutin mengkonsumsi obat. Pasien mengkonsumsi obat anti hipertensi dan metformin 3 x
500 mg dan juga glibenklamid.
e. Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien dan keluarga mengatakan didalam keluarganya ada yang mempunyai penyakit DM
seperti pasien namun tidak ada yang mengeluhkan adanya gangguan jantung.
f. Riwayat alergi
Pasien mengatakan belum pernah memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.

g. Genogram
Keterangan :
: perempuan : Laki-laki

: Meninggal : Satu rumah

Gambar 3.1 Genogram

2. Pola Kesehatan Fungsional


a) Pola persepsi dan pemeliharan kesehatan
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit makan 2-3 kali sehari dengan porsi tertentu
diselingi makanan tambahan dikarenakan adanya penyakit hipertensi dan DM. Pasien makan
nasi biasanya siang dan sore hari dan makanan tambahan diantarannya, setelah jam 20.00
wib pasien tidak lagi makan apapun.

b) Pola Nutrisi dan metabolic


Pasien mengatakan sebelum sakit makan 2-3 kali sehari dengan jenis makanan nasi dan kudapan
bisa berupa jus tanpa gula, roti atau kue-kue yang tidak mengandung gula. Terkadang oleh
istri diberikan kudapan berupa umbi-umbian. Selain itu juga pola makan dan minum juga
dikelola dengan kadar garam dan gula sesuai kondisi kesehatan (kadar gula), sehingga
memperngaruhi terhadap proses metabolisme pasien yang memang sudah mengidap DM
sejak 20 tahun lalu.

c) Pola Eliminasi
Pasien mengatakan BAB setiap harinya 1 kali sehari dengan waktu setiap pagi, bau khas,
konsistensi padat-lunak, tidak ada lendir dan darah, tidak ada keluhan diare disaat BAB, dan
tidak juga mengkonsumsi obat/minuman pencahar perut. Pola BAK pasien mengatakan
setiap harinya BAK 8-10 kali sehari dengan jumlah 600-800 cc, waktu tidak tertentu dan
terkadang cukup sering pada malam hari sehingga mengganggu pola tidur, bau khas, warna
kuning, dan tidak terdapat keluhan nyeri pada saat BAK.
d) Pola Aktifitas dan Latihan
Riwayat pekerjaan adalah wiraswasta sebagai pekerja bangunan dan menjadi kepala tukang.
Aktifitas sebelum terkena DM tidak ada masalah, namun sejak megidap DM pasien tidak
lagi mengerjakan aktivitas berat. Saat ini pasien sering mengalami nyeri dada dan sedikit
sesak nafas saat berjalan atau melakukan aktifitas ringan. Pola latihan biasanya senam pada
saat jam 06.30 sebelum sarapan pagi. Selanjutnya pada sore hari pasien biasanya melakukan
jalan sore mulai pukul 16.45-17.00 di sekitar rumah. Sejak 2 minggu sebelum masuk RS,
pasien tidak lagi melakukan aktifitas latihan di karenakan kelelahan dan sering nyeri dada
saat beraktifitas.

e) Pola aktivitas dan tidur


Pasien mengatakan dahulu pada saat masih bekerja biasanya tidur sebelum jam 11 malam, namun
jam tidur pada saat itu selalu tidak pasti. Namun, setelah menderita DM dan hipertensi
pasien tidur lebih cepat sekitar jam 10 malam, meskipun sering terbangun dikarenakan mau
BAK dan juga terpikir dengan penyakitnya. Jam bangun tidur pasien dikatakan bervariasi
mulai jam 5-6 pagi. Tidak ada keluhan kesulitan tidur, satu-satunya keluhan sering
terbangun karena perlu BAK pada saat tidur malam.

f) Pola koginitif-perseptual sensori


Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada pendengaran maupun penglihatan. Semuanya normal.
Pasien juga mampu berbicara dengan baik dan jelas, kooperatif, dan mampu memahami saat
berbicara maupun diajukan pertanyaan. Pasien juga tidak mengalami kesulitan apapun.
Selama sakit pasien merasa lemas dan terasa lelah untuk bangun dari tempat tidur karena
takut akan sakitnya terutama saat merasakan nyeri dada.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Pasien mengatakan setelah dilakukan perawatan berharap bisa sembuh dan dapat melakukan
aktivitas kembali meskipun menyadari mungkin akan ada keterbatasannya. Pasien
mengatakan cukup cemas dengan kondisi penyakitnya namun memasrahkan pada Tuhan
Yang Maha Esa apapun yang akan terjadi.

h) Pola seksual reproduksi


Pasien mengatakan bahwa sejak menderita DM, sudah lama tidak terlalu sering melakukan
hubungan seksual. Pasien tidak banyak memberikan keterangan terkait kebutuhan seksual
reproduksinya.

i) Pola peran – berhubungan dengan orang lain


Pasien dapat berbicara dengan baik, jelas, dan dapat dipahami. Saat diberikan pertanyaan oleh
orang terdekat dan yang lebih berpengaruh pada pasien, pasien mampu menjawab yaitu
istrinya. Pasien mampu berinteraksi dengan normal dan baik.

j) Pola nilai dan keyakinan


Pasien mengatakan beragama Kristen Protestan. Pasien mengatakan pergi ke gereja untuk beribadah
dan mengikuti kegiatan agama di lingkungan sekitar rumahnya jika kondisi fisiknya
memungkinkan.

k) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : composmentis, penampilan : pasien terbaring ditempat tidur, tampak lemas,
rambut terlihat rapi, ekspresi wajah tampak cemas, tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah :
120/80 mmHg, 2. Suhu tubuh 37,4 C, 3. Respirasi : 20x/menit, 4. Nadi : 71 x/menit, dan 5.
SpO2 : 98% room air. Kepala : Mata tidak anemis, dan juga tidak ada tanda ikterik.
Leher : TVJ (Tekanan Vena Jugularis) didapatkan R +2 cm H2O
Thoraks : Cor ; S1 & S2 (+) (reguler, murmur (-) dan gallop (-)), Pulmo : Suara Pernafasan : Vesicular
(+) ; melemah di paru kanan, Suara Nafas Tambahan : Tidak ada.
Abdomen : Soepel, BU (Bising Usus) : + Normal
Ekstremitas : Akral : Hangat; tidak ada edeme pretibial.
3. Data Penunjang
a. Hasil pemeriksaan EKG (02/02/2023) diperoleh kesimpulan : Synus Rhytm; QS rate 73
x/i regular, normoaxis, P wave 0.08s, PR Interval 0,2s, QRS duration 0.08s, Q path II,
III, aVF, No ST-T changes, PVC (-), LV Strain (+). Kesan : Synus Rhytm + QS rate 73
x/i + normoaxis + OMI Inferior + LV Strain.
b. Foto thoraks (14/11/2022) : CTR 65%, Segmen Aorta Dilatasi, Segmen Po normal,
pinggang jantung mendatar, apex downward. Kesimpulan : Kardiomegali + Aorta
Dilatasi.
c. Laboratorium (02/02/23) : APTT : 30.2(23.3); Hb/Ht/Leu/Plt : 14,4/41/7680/251.000;
PT/INR : 10.1(10.9)/0.93; GDS : 388; Na/K/CL : 136/5,4/99; Viral Marker : Negative.
d. EKOKARDIOGRAFI (03/02/23).
1. Fungsi sistolik LV menurun, EF : 23% (BP simpson), Fungsi diastolik LV
terganggun grade II dengan peningkatan LAP (E/A : 0.85 ; E/e’ 20,41). Well motion :
Akinetik di segmen basal-mid inferoseptum, basal-mid anterior, basal-mid anterior,
basal-mid anteroseptum, apical septum, apical lateral, apical inferior, apical anterior.
2. Dimensi ruang jantung : LVH eccentric, I.V dilatasi (LAVi : 33,60 mlm2, LVEDD
60 mm).
3. Kontraktilitas RV baik, TAPSE : 23 mm (RVS’10 cm/s)
4. Katup-katup jantung : Aorta baik, Mitral baik, Trikuspid baik dan Pulmonal baik.
5. Perikardium baik
6. Tidak terlihat shunt intracardiac
7. Thrombus (-), SEC (+) di LV
Kesimpulan : Fungsi Sistolik LV menurun, EF : 23% (BP simpson) ; SEC (+) di LV
e. KATETERISASI JANTUNG (02/02/23)
- LM : baik
- LAD : Stenosis 30% di osteal, stenosis subtotal di proximal.
- LCx : Stenosis 70-80% di proximal.
- RCA : Stenosis 90% di proximal, stenosis 60-70% di mid, sub total stenosis di distal
RCA.
Kesimpulan : CAD3VD
Anjuran : CABG
f. SPECT (20/02/2023)
Kesimpulan :
1. Iskemik miokard irreversibel pada segemen apeks, apiko anterior, apiko lateral, apiko
inferior, mid sampai basal inferior, apiko septal dan mid antero septal.
2. Iskemik miokard reversibel sempurna pada segemen mid sampai basal inferolateral.
3. Seluruh segmen jantung masih viable.
4. Fungsi Jantung sudah berkurang.
5. Terdapat 3 pembuluh darah yang terlibat : (CAD3VD) RAD, RCA dan LCx.
g. Terapi
Clopidogrel 1 x 75 mg; Ramipril 1 x 2,5 mg, Bisoprolol 1 x 5 mg, Spironolakton 1 x 25
mg, Dapagliflozin 1 x 10 mg, NKR 2 x 2,5 mg, Atorvastatin 1 x 20 mg, Furosemid 1 x
40 mg dan ISDN 5 mg (k/p).

4. Pengkajian Lanjutan
a. Saat dilakukan pengkajian, kesadaran pasien komposmentis,keadaan umum sedang ,
keluhan nyeri tidak ada. Pasien mengatakan takut untuk tindakan operasi yang akan
dilakukan.Pasien mengatakan semalam tidak bisa tidur .
b. Post Operasi
Saat dilakukan pengkajian,kesadaran pasien komposmentis,keadaan umum sedang disertai
keluhan nyeri pasien secara verbal. Secara nonverbal didapat ekspresi wajah pasien
tampak kesakitan. Pengkajian nyeri secara verbal pada pasien dengan menggunakan
skala nyeri VAS skor nyeri : 5/10. Pasien mengatakan keluhan nyeri bertambah setelah
tindakan aff drain,EKG di monitor berubah awalnya sinus rhytm menjadi Atrial Fibrilasi
Rapid Ventrikel Respon Riwayat AF sebelumnya tidak ada. Riwayat Alergi : tidak ada.

5. Pemeriksaan Fisik Lanjutan


a. Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital (pre operasi) : Tekanan darah saat pengkajian (pk.11.05) 159/96
mmHg, HR 59x/menit, MAP 80, RR 20 x/menit, saturasi oksigen 100%, nadi teraba
kuat akral hangat, suhu 35,8 0C , capillary refill 2 detik, bunyi jantung I-II normal, tidak
ada murmur dan gallop. pulsasi arteri carotis kuat.
Tanda-tanda vital (post operasi) : Tekanan darah saat pengkajian (pk.08.05) 139/79 mmHg,
HR 120-130 x/menit, MAP 75, RR 24 x/menit, saturasi oksigen 100%,nadi teraba kuat
akral hangat, suhu 36,50C, capillary refill 2 detik, bunyi jantung I-II normal, tidak ada
murmur dan gallop. Pulsasi arteri carotis kuat.
b. Sistem Pernafasan
Pre operasi : Saat ini pasien spontan. Auskultasi suara napas vesikuler, tidak ada ronchi
dan wheezing. Saturasi O2 100 %. Saat ini tidak ada reflek batuk. AGDA tanggal
29/03/16 alkalosis respiratorik murni.
Post operasi : Saat ini pasien menggunakan oksigen binasal 3 liter/menit. Auskultasi
suara napas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing. Saturasi O2 100 %. Saat ini ada
reflek batuk,sputum jumlah sedikit warna jernih, encer. AGDA tanggal 20/04/16 dalam
batas normal.
c. Sistem Persyarafan
Pre operasi :Saat ini pasien dengan kesadaran komposmentis,dengan. GCS 4/6/5. Pasien
tidak mengalami kejang dan tidak ada kelemahan atau parese.
Post operasi: Saat ini pasien dengan kesadaran komposmentis,dengan. GCS 4/6/5.
Pasien tidak mengalami kejang dan tidak ada kelemahan atau parese.

d. Sistem Indera
Pre operasi :Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada trauma pada
hidung, tidak ada epistaksis.
Post operasi: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada trauma pada
hidung, tidak ada epistaksis.
e. Sistem Gastrointestinal
Pre operasi: Pasien tidak ada masalah pada mulut dan tenggorokan. Pasien tidak ada
distensi pada perut. Peristaltik usus terdengar baik.Tidak ada masalah pada hepar,lien
dan ginjal. Tidak ada hepatomegaly, asites, mual (-), muntah(-).
Post operasi: Pasien tidak ada masalah pada mulut dan tenggorokan. Pasien tidak ada
distensi pada perut. Peristaltik usus terdengar masih sangat lemah. Tidak ada masalah
pada hepar,lien dan ginjal. Tidak ada hepatomegaly, asites, mual (-), muntah(-).
f. Sistem Perkemihan
Pre operasi : Pasien tidak terpasang dower kateter.
Post operasi : Pasien masih menggunakan selang kateter nomor 16. Produksi urine ½
cc/KgBB/jam. Tidak tampak tanda-tanda infeksi pada area pemasangan kateter.
g. Sistem Integument
Pre operasi :Turgor kulit elastis. Kulit berwarna sawo matang, asianotik. Tidak terdapat
ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suhu tubuh 360C.
Post operasi :Turgor kulit elastis. Kulit berwarna sawo matang, asianotik. Tidak terdapat
ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suhu tubuh 36,20C. Kuku warna kemerahan, bersih,
tidak ada sianosis. Terdapat luka operasi di sternum vertical kurang lebih 10 cm tertutup
kasa.Terdapat luka post graft di kedua tungkai.Pasien terpasang central vena line di
vena subclavia sinistra dengan line Nacl 0,9 % 1 kolf/24 jam wire pacemaker lokasi di
ventrikel kanan. Tidak terdapat tanda infeksi pada area insersi pemasangan alat-alat
invasif tersebut.
h. Sistem musculoskeletal
Pre operasi : Bentuk kepala normal. Pasien masih dalam kondisi baik, posisi semifowler.
Ekstremitas motorik atas bawah kondisi baik dan ada pergerakan. Pasien tidak ada
kelemahan/parese.
Post operasi: Bentuk kepala normal. Pasien masih dalam kondisi bedrest, posisi
semifowler. Ekstremitas motorik atas bawah kondisi baik dan ada pergerakan. Pasien
tidak ada kelemahan/parese.Tampak edema pada ektremitas bawah.
i. Psikologis
Pre operasi :Saat ini pasien tampak cemas dan orientasi penuh
Post operasi : Saat ini pasien tampak tenang, dan orientasi penuh
j. Terapi yang diberikan
Pre operasi :
Nama obat Dosis Cara pemberian Waktu
Furosemide 1x40 mg P.O(Per Oral ) Jam 06.00
Concor 1x2,5 mg P.O(Per Oral ) Jam 07.00
Ramipril 1 x 5 mg P.O(Per Oral ) Jam 19.00
Micardis 1x40 mg P.O(Per Oral ) Jam 20.00
Post operasi
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Waktu pemberian
Captopril 3x12,5 mg P.O(Per Oral) Jam06.00-13.00-19.00
Laxadine Syr 3Xci P.O(Per Oral) Jam 06.00-13.00-19.00
Ranitidin 2x150 mg P.O(Per Oral) Jam 06.00-18.00
Bisoprolol 1x1,25 mg P.O(Per Oral) Jam 07.00
Furosemide 2x20 mg IV( intra vena) Jam 06.00-18.00
Aptor 1x100 mg P.O(Per Oral) Jam 13.00
Ondansentron 2x80 mg P.O(Per Oral) Jam 06.00-18.00
Paracetamol 3x1 gr P.O(Per Oral) Jam 06.00-13.00-19.00

6. Skrining Gizi Lanjutan


Pre operasi :Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang dalam 6 bulan
terakhir .Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima makanan.
Pasien memiliki diagnose khusus selain jantung.Skor gizi : 0,BB : 71 kg, TB : 165 cm
Post operasi : Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang dalam 6 bulan
terakhir .Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima makanan.
Pasien memiliki diagnose khusus selain jantung.Skor gizi : 0,BB : 71 kg, TB : 165 cm

7. Status Fungsional Lanjutan


Pre operasi : Sesuai format pengkajian fungsional Barthel index : kategori pasien mandiri
dengan skor 95
a. Pasien dapat mengendalikan rangsang defekasi (kontrol BAB) secara mandiri.Skor 10
b. Pasien dapat mengendalikan rangsang kemih. Skor 10
c. Pasien dalam membersihkan diri atau personal hygiene(cuci muka,sisir rambut,gosok
gigi) dapat dilakukan mandiri .Skor 10
d. Pasien dalam penggunaan toilet masuk/keluar (melepas pakai celana, menyeka,
menyiram) dapat dilakukan mandiri.Skor 10
e. Pasien dapat makan secara mandiri.Skor 10
f. Pasien dapat pindah tempat dari kursi ke tempat tidur secara mandiri. Skor 10
g. Pasien mampu mobilisasi berjalan secara mandiri.Skor 10
h. Pasien dalam berpakaian dilakukan secara mandiri.Skor 10
i. Pasien dibantu sebagian dalam naik turun tangga.Skor 5
j. Pasien dalam mandi dilakukan secara mandiri.Skor 10.
Post operasi : Personal hygiene : dibantu total skor =0; Mandi : dibantu total,skor = 0;
Makan: dibantu sebagian ,skor =5; Toileting : dibantu total,skor =5; Menaiki tangga: dibantu
total,skor =0; Memakai pakaian,dibantu sebagian,skor = 5; BAB ,dibantu sebagian,skor=5;
BAK,dibantu total,skor =0; Ambulasi,dibantu sebagian,skor =5; Transfer kursi-Tempat
tidur:dibantu sebagian,skor=5. Total skor =30, Pasien dengan kategori dibantu sebagian
(kemandirian : PARTIAL).

8. Skrining Resiko Jatuh: Modifikasi Ann Hendrich


Pre operasi :
a. Disorientasi. Skor 0
b. Gangguan gaya berjalan. Skor 0
c. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir : Skor 0
d. Obat-obatan beresiko tinggi,skor 2
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan.skor :1
f. Pusing/vertigo,skor : 0
Total skor risiko jatuh : 3 (rendah)
Post Operasi :
a. Disorientasi. Skor 0
b. Gangguan gaya berjalan. Skor 0
c. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir : Skor 0
d. Obat-obatan beresiko tinggi,skor 2
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan.skor :1
f. Pusing/vertigo,skor : 0
Total skor risiko jatuh : 3 (rendah).

9. Kebutuhan komunikasi dan edukasi :


a. Fungsi bicara pasien normal
b. Bahasa sehari-hari yang digunakan : bahasa Indonesia dan bahasa daerah,tidak perlu
penterjemah, tidak menggunakan bahasa isyarat
c. Pasien tidak mengalami hambatan belajar secara fisk, budaya maupun bahasa
d. Pasien perlu diberikan edukasi mengenai obat-obatan, nutrisi setelah operasi,cara batuk
efektif,perawatan luka, manajemen nyeri dan program rehabilitasi paska operasi.

10. Psiko -sosial- ekonomi- spiritual


a. Pasien dalam keadaan sadar
b. Pasien tidak bekerja menggunakan jaminan perawatan dengan JKN mandiri
c. Saat ini pasien membutuhkan bimbingan rohani islam, informasi tentang kondisinya saat
ini dan berada di samping keluarga.

3.2. Analisa Data


Tanggal NO DATA ETIOLOGI MASALAH
21/02/23 1 Data subjektif Kurang pengetahuan Cemas
 Klien mengatakan takut terhadap tentang tindakan
(PRE
proses operasi yang akan dijalani yang akan dilakukan
OPERASI
 Klien sering bertanya kepada
)
perawat tentang prosedur
persiapan tindakan operasi
 Klien mengatakan semalam susah
tidur

Data Objektif :
 Klien terlihat gelisah
 Klien tampak cemas
 Wajah klien terlihat tegang
 Kontak mata kurang
 Kurang istirahat
 BP : 159/96 mmHg, HR :
59x/menit, RR : 16x/menit
Penurunan
Gangguan irama
cardiac output
2 jantung
22/02/23 Data Subjektif : Pasien mengeluh
berdebar dan pusing
(POST
OPERASI Data Objektif :
)  Tekanan darah139/79 mmHg, HR
: 120 x /menit, MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,nadi teraba kuat dan tidak
teratur, suhu : 36,5 0C,
 EKG : Irama tidak
teratur,rate120x/menit,gelombang
P tidak ada, PR interval tidak ada.
Kesan EKG: Atrial Fibrilasi
Rapid Ventrikuler Respon.
 Kulit terasa dingin dan lembab
Echo post op: EF 26%,TAPSE
1,4 cm,tidak ada PE,efusi
pericard tidak ada.
 Urine Output : 200 cc selama 5
3 jam (1/2 cc/KgBB/jam) Nyeri

Injury fisik/rusak
Data Subjektif : Pasien mengatakan
jaringan
nyeri luka operasi
paska pembedahan
Data Objektif :
 Tekanan darah 139/79 mmHg,
HR : 120 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,CVP 16,nadi teraba kuat
dan tidak teratur, suhu : 36,5 0C.
 Pasien tampak kesakitan dengan
skala nyeri 5/10
 Terdapat luka operasi di sternum
vertical kurang lebih 10 cm
tertutup kasa, tidak terdapat tanda
infeksi.Terdapat luka post graft di
kedua tungkai.
Risiko Infeksi
 Pasien mendapat terapi obat :
4
paracetamol 3 x 1 gr ( P.O)
Faktor-faktor risiko
Data Subjektif : tidak ada - Prosedur Infasif
Data Objektif : - Tidak adekuat
 Tekanan darah di arteri pertahanan
line139/79 mmHg, HR : 120 x sekunder
/menit,MAP : 80 RR : (penurunan Hb,
24x/menit,saturasi oksigen Leukopenia,
100%,CVP 16,nadi teraba kuat penekanan
dan tidak teratur, suhu : 36,50C. respon
 Terdapat luka operasi di sternum inflamasi)
vertical kurang lebih 10 cm - Pertahanan
tertutup kasa, tidak terdapat tanda primer tidak
infeksi.Terdapat luka post graft di adekuat
kedua tungkai. (kerusakan kulit,
 Pasien terpasang central vena line trauma jaringan)
di vena subclavia sinistra, wire
pacemaker lokasi di ventrikel
kanan,Dower kateter hari ke-4
 Hasil laboratorium : Hb:10,0,Ht :
29,5 Leukosit 26320,/uL
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas (cemas) berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan atau kurang
terpapar informasi (prosedur CABG) (SDKI D.0080).
2. Penurunan Cardiac Output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas (Echo post op :
EF 26%) (SDKI D.0008).
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi CABG) (SDKI
D.0077).
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (CABG) (SDKI D.0142).

3.4 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan

Reduksi
1. Ansietas Setelah dilakukan intervensi
(cemas) selama 1 x24 jam, maka
berhubungan kecemasan teratasi dengan kriteria

ansietas
dengan hasil :
kekhawatiran 1. Menyingkirkan tanda
mengalami kecemasan.

1. Monitor
kegagalan 2. Tidak terdapat perilaku gelisah.
atau kurang 3. Menurunkan stimulasi
terpapar lingkungan ketika cemas.

tanda-tanda
informasi 4. Menggunakan teknik
(prosedur relaksasi untuk menurunkan
CABG). cemas.

ansietas
5. Konsentrasi membaik.
6. Pola tidur membaik.

1. 2. Ciptakan
Menyingkir suasana
kan tanda terapeutik
kecemasaa untuk
n. menumbuhk
2. Tidak an
terdapat kepercayaan
perilaku 3. Pahami
gelisah situasi yang
3. membuat
Frekuensi ansietas
napas 4.
menurun Diskusikan
4. perencanaan
Frekuensi realistis
nadi tentang
menurun peristiwa
5. yang akan
Menurunka datang
n 5. Anjurkan
stimulasi mengungka
lingkungan pkan
ketika perasaan
cemas. dan
6. persepsi
Mengguna 6. Anjurkan
kan teknik keluarga
relaksasi untuk
untuk selalu
menurunka disamping
n cemas. dan
7. mendukung
Konsentras pasien
i membaik 7. Latih
8. Pola teknik
tidur relaksasi
membaik
Reduksi ansietas
1. Monitor tanda-tanda ansietas.
2. Ciptakan suasana terapeutik

1.
untuk menumbuhkan kepercayaan
3. Pahami situasi yang membuat
ansietas.

Menyingkir
4. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan
datang.

kan tanda
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
6. Anjurkan keluarga untuk

kecemasaa
selalu disamping dan mendukung
pasien.
7. Latih teknik relaksasi

n.
2. Tidak
terdapat
perilaku
gelisah
3.
Frekuensi
napas
menurun
4.
Frekuensi
nadi
menurun
5.
Menurunka
n
stimulasi
lingkungan
ketika
cemas.
6.
Mengguna
kan teknik
relaksasi
untuk
menurunka
n cemas.
7.
Konsentras
i membaik
8. Pola
tidur
memba
2. Penurunan Setelah dilakukan tindakan asuhan Intervensi utama: Perawatan
Cardiac keperawatan 7 x 24 jam jantung
Output diharapkan curah jantung 1. Tndakan Obeservasi
berhubungan meningkat. Dengan kriteria hasil : a. Identifikasi tanda/gejala primer
dengan 1. kekuatan nadi perifer penurunan curah jantung (mis.
perubahan meningkat. Dipsnea, kelelahan, edema,
kontraktilitas 2. palpitasi menurun. ortopnea, proxysmal nocturnal
(Echo post op 3. gambaran EKG aritmia dypsnea, peningkatan CVP)
: EF 26%) menjadi normal. b. Identifikasi tanda/gejala skunder
4. kelelahan berkurang. penurunan curah jantung (mis.
5. edema menurun Peningkatan berat badan,
6. Oliguria menurun hepatomegali, distensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
oligurua, batuk, kulit pucat)
c. Monitor tekanan darah
d. Monitor intake dan output cairan
e. Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
f. Monitor saturasi oksigen
g. Monitor EKG 12 sedapan
h. Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekuensi)
i. Monitor nilai laboraturium
jantung 9mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
j. Monitor fungsi alat jantung
k. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
l. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah pemberian obat
2. Tindakan Terapeutik
a. Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
b. Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
c. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi setres, jika perlu
d. Berikan dukungan emosional
dan spritual
e. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
3. Tindakan edukasi
a. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
b. Anjurkan aktivitas fisik secara
bertahap
4. Tindakan kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian anti
aritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama:
berhubungan keperawatan selama 3 kali Dukungan Nyeri Akut:
dengan agen 24 jam, maka diharapkan Pemberian analgesik
pencedera tingkat nyeri menurun dan Observasi
fisik kontrol nyeri meningkat 1) Identifikasi karakteristik
(prosedur dengan kriteria hasil: nyeri (mis. pencetus, pereda,
operasi 1) Tidak mengeluh nyeri kualitas, lokasi, intensitas,
CABG) 2) Tidak meringis frekuensi, durasi)
(SDKI 3) Tidak bersikap protektif 2) Identifikasi riwayat alergi
D.0077) 4) Tidak gelisah obat
5) Tidak mengalami kesulitan tidur 3) Identifikasi kesesuaian jenis
6) Frekuensi nadi membaik analgesik (mis. narkotika,
7) Tekanan darah membaik non-narkotika, atau NSAID)
8) Melaporkan nyeri terkontrol dengan tingkat keparahan
9) Kemampuan mengenali onset nyeri
nyeri meningkat 4) Monitor tanda-tanda vital
10) Kemampuan mengenali sebelum dan sesudah
penyebab nyeri meningkat pemberian analgesik
11) Kemampuan menggunakan 5) Monitor efektifitas analgesik
teknik non-farmakologis Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal
2) Pertimbangkan pengguanaan
infus kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
3) Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien
4) Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
Dukungan Nyeri Akut:
Manajemen Nyeri
Observasi
1) Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non
verbal
4) Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9) Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik
4. Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
dengan efek maka tingkat infeksi menurun,  Monitor tanda dan gejala
prosedur dengan kriteria hasil: infeksi lokal dan sistemik
invasif 1. Demam menurun Terapeutik
(CABG) 2. Kemerahan menurun  Batasi jumlah pengunjung
(SDKI 3. Nyeri menurun  Berikan perawatan kulit pada
D.0142) 4. Bengkak menurun area edema
5. Kadar sel darah putih  Cuci tangan sebelum dan
membaik sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
3.2. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai