Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Coronary Artery By pass Graffting (CABG) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari penyakit Coronary Artery Disease (CAD), dengan cara membuat saluran
baru melewati bagian Artery Coronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan.
Banyak penelitian telah dilakukan dengan membandingan revaskularisasi yang terjadi dan
kelangsungan hidup pasien pasca operasi, mempergunakan berbagai variasi tehnik operasi
dengan menggunakan pembuluh pembuluh darah tersebut, dengan hasil yang beragam
tergantung dari kondisi dan keparahan dari pasien Coronary Artery Disease (CAD) yang
dideritanya (AHA, 2017).
Coronary Artery Bypass Graffting (CABG) bertujuan untuk mengatasi kurang atau
terhambatnya aliran Artery Coronaria akibat adanya penyempitan bahkan penyumbatan ke
otot jantung (Smeltzer, 2008). Pemastian daerah yang mengalami penyempitan atau
penyumbatan telah dilakukan sebelumnya dengan melakukan katerisasi Arteria Coronaia
(Naga, 2013). CABG dilakukan dengan membuka dinding dada melalui pemotongan tulang
sternum, selanjutnya dilakukan pemasangan pembuluh darah baru yang dapat di ambil dari
Arter Radialis atau Artery Mammaria interna ataupun Vena Saphenanous tergantung pada
kebutuhan, tehnik yang dipakai ataupun keadaan anatomi pembuluh darah pasien tersebut
(Udjianti, 2013).
Awalnya CABG dilakukan dengan memakai mesin jantung paru (heart lung
machine) dengan cara ini jantung tidak berdenyut setelah diberikan obat cardioplegic,
sebagai gantinya mesin jantung paru akan bekerja mempertahankan sirkulasi pernafasan dan
sirkulasi darah selama operasi berlangsung (Brunner & Suddarth, 2002) dalam (Manoydkk,
2014).
Sejak tahun 2000, telah diperkanalkan tehnik operasi tanpa mesin jantung paru (off
pump cardiopulmonalry), sehingga jantung dan paru tetap berfungsi seperti biasa saat
operasi berlangsung. Metode ini banyak memberikan keuntungan, selain masa pemulihan
lebih cepat juga biaya operasi pun bisa ditekan. Tetapi tidak semua pasien yang
memerlukan CABG dapat dilakukan dengan metode ini, tentunya ada indikasi dan
kontraindikasi pada masing–masing pasien (Kasron, 2012).
Bash (2015) dalam studi Biopsycosocial Spiritual Factors Impacting African
American Patient’s Cardiac Rehabilitation Refferal and Participation menyatakan bahwa
sebagian besar dari pasien CAD memiliki historical assessment obesitas (35%), gaya hidup
2
(30%), hipertensi (33%), sindrom metabolik (35%), pre diabetes melitus (38,2%), diabetes
melitus (8,3%), dan merokok (20,5%). Selain itu, sebagian besar pasien CAD juga memiliki
clinical assessment seperti nyeri dada, sesak napas, TD systole < 100 - 150 mmHg, dan
dyastole > 90 mmHg, denyut nadi dalam rentang 50 – 90 x/menit, saturasi O2 < 85%,
peningkatan HDL dan LDL, peningkatan enzim jantung Troponin I, Troponin T, dan CK-
CKMB (Bash, 2015). Prevalensi CAD meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada
kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi CAD menurut jenis kelamin, untuk yang didiagnosis
berdasarkan wawancara dokter, lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (0,5% :
0,4%); juga yang didiagnosis dokter atau gejala (1,6% : 1,3%) (Riskesdas,2013).
Setiap tahunnya tujuh belas juta orang tutup usia karena penyakit jantung dan
pembuluh darah. Sebanyak 7,3 juta diantaranya terjadi akibat penyakit jantung koroner
(WHO, 2014). Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia pada tahun 2018 meningkat
secara signifikan menjadi 1,5% dari yang sebelumya pada tahun 2013 sebanyak 0,13%,
dengan prevalensi tertinggi di provinsi Kalimantan Utara yaitu 2,2 % dari total penduduk
semua umur, sedangkan Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke-5 (Riskesdas,
2018).
Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan, pada bulan
July-Desember tahun 2022 jumlah klien penyakit jantung koroner yang di rawat inap
berjumlah 59 orang. Pada bulan July terdapat 10 kasus, Agustus terdapat 19 Kasus,
September 14 kasus, Oktober 8 kasus, pada bulan November terdapat 6 kasus, pada bulan
Desember terdapat 2 kasus.
Pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien gangguan
kardiovaskuler khususnya pasien acute coronary syndrome dengan tindakan bedah pintas
koroner jantung, yang sering ditemukan adalah munculnya gangguan pada fungsi oksigenasi,
seperti kesulitan bernafas, sesak, dada masih sakit saat tarik nafas, ketakutan untuk berubah
posisi semi fowler atau bergerak. Penyakit jantung koroner memberi dampak sangat besar
dalam kehidupan penderitanya. Tindakan pembedahan pintas jantung koroner memberi
harapan bagi pasien untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan berkualitas.
Perawat berperan penting dalam mendampingi dan
memberikan asuhan yang tepat sehingga pasien dapat melalui paska operasi dengan baik,
lancar dan tanpa komplikasi. Pada akhirnya pasien akan menjalani perawatan sesuai pathway
yang diharapkan, mengurangi lama rawat di rumah sakit dan tentunya mengurangi biaya
perawatan. Pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien
paska operasi CABG salah satunya adalah monitoring hemodinamik, monitoring intake dan
3
output, memperbaiki ekspansi paru dan oksigenasi pasien. Hal inilah yang membutuhkan
peran penting perawat untuk melakukan asuhan secara komprehensif. Keseluruhan aspek
perlu dikaji, dimonitor dan dievaluasi. Setiap intervensi yang diberikan harus dilakukan
evaluasi secara menyeluruh. Kerjasama interdisipliner diperlukan untuk dapat memberikan
asuhan yang terbaik dan maksimal kepada pasien.
Dalam latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan asuhan keperawatan
pada pasien Post Op CABG di Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan.

I.2. Rumusan Masalah


Untuk mengetahui lebih lanjut perawatan penyakit ini, penulis akan memberikan
kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan pada pasien post CABG dengan
membuat rumusan masalah sebagai berikut “ Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien
post CABG di Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan?”.

I.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mengkaji pasien dengan post CABG di Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan.
b) Membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU RSUP
Adam Malik Medan .
c) Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.
d) Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.
e) Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di Ruang ICU
RSUP Adam Malik Medan.

I.4. Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Keilmuan
Sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan asuhan keperawatan
gawat darurat khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan post CABG di
Ruang ICU RSUP Adam Malik Medan.
4

1.4.2 Manfaat Aplikatif


a) Pelayanan di rumah sakit
Dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan CAD post CABG.
b) Perkembangan ilmu keperawatan
Diharapkan dapat memperkaya ilmu keperawatan dalam pengembangan model asuhan
keperawatan komprehensif dengan pengembangan preventif dan promotif.
c) Peneliti
Dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya pada pasien dengan post
CABG.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulis,

manfaat penulisan, dan sistematika penulisan studi kasus.

BAB II : Tinjauan pustaka berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis, dan asuhan keperawatan
pasien dengan dengan post CABG di ruang ICU Rumah Sakit Columbia Asia Medan.
BAB III : Tinjauan kasus berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian, diagnosis,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB IV : Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)


2.1.1 Definisi

Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yangumum
dilakukan pada pasien yang mengalami atherosclerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri
coroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left  Mean Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006),
Coronary Artery Bypass Grafting merupakan salah satu metode revaskularisasi penanganan
intervensi dari PJK (aterosklerosis yang dapat menyebabkan serangan jantung) yang secara umum
dilakukan pada pasien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri
koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left Main Artery Coroner (Udjianti 2010). Sedangkan
menurut ( Yahya, 2010 ) Coronary Artery Bypass Grafting atau Operasi CABG adalah merupakan
salah satu operasi yang di maksudkan untuk memperbaiki aliran darah ke jantung yang terutama
ditujukan pada penderita penyempitan bermakna yang berpotensi tinggi menimbulkan serangan
jantung.
CABG direkomendasikan apabila dengan obat obatan maupun pelebaran dengan balon
atau pemasangan stent tidak efektif mengatasi gangguan koroner. Secara sederhana CABG
adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau
bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah
yang membawa oksigen ke otot jantung (Brunner & Suddarth, 2002) dalam (Manoydkk,
2014).

2.1.2 Tujuan Coronary arthery bypass Graft (CABG)


Tujuan CABG adalah untuk revaskularisasi aliran darah koroner akibat adanya
penyempitan atau sumbatan ke otot jantung (Arif Muttaqin, 2009). Sedangkan menurut
Smetzer dan Bare (2008) tujuan CABG adalah : Meningkatkan sirkulasi darah ke arteri
koroner, mencegah terjadinya iskemia yang luas, meningkatkan kualitas hidup, dan
meningkatkan toleransi aktifitas dan memperpanjang masa hidup.
2.1.3 Etiologi
Operasi CABG merupakan salah satu penanganan penyakit jantung koroner. Penyakit
jantung koroner disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut :
1) Faktor yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan ras.
2) Faktor yang dapat diubah :
a) Mayor : peningkatan lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi
glukosa, giet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori.
b) Minor : gaya hidup yang kurang bergerak, stress dan tipe kepribadian.

2.1.4 Indikasi
Indikasi CABG menurut American Heart Association (AHA) (Ignatavisius &
Workman, 2006) adalah :
1) Stenosis Left Mean Coronary Artery yang signifikan
2) Angina yang tidak dapat di kontrol dengan terapi medis
3) Angina yang tidak stabil
4) Iskemik yang mengancam dan tidak respon terhadap terapi non bedah yang
maksimal
5) Gagal pompa ventrikel yang progresif dengan stenosis koroner yang mengancam
daerah miokardium.
6) Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan PTCA dan trombolitik
7) Sumbatan /stenosis LAD dan LCx pada bagian proksimal > 70 %
8) Satu atau dua vessel disease tanpa stenosis LAD proksimal yang signifikan.
9) Pasien dengan komplikasi kegagalan PTCA.
10) Pasien dengan sumbatan 3 pembuluh darah arteri (three vessel disease) dengan angina
stabil atau tidak stabil dan pada pasien dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan
angina stabil atau tidak stabil dan pada pasien dengan 2 sumbatan pembuluh darah
dengan angina stabil atau tidak stabil dan lesi proksimal LAD yang berat.
11) Pasien dengan stenosis (penyempitan lumen > 70%) pada 3 arteri yaitu arteri koronaria
komunis sinistra, bagian proksimal dari arteri desenden anterior sinistra.

2.1.5 Kontra Indikasi


Menurut (Pierce A. et al, 2006) kontra indikasi CABG diantaranya :
1) Sumbatan pada arteri < 70% sebab jika sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70%
maka aliran darah tersebut masih cukup banyak sehingga mencegah aliran darah yang
adekuat pada pintasan. Akibatnya, akan terjadi bekuan pada graft sehingga hasil
operasi akan menjadi sia-sia.
2) Tidak ada gejala angina.
3) Struktur arteri koroner yang tidak memungkinkan untuk disambung.
4) Fungsi ventrikel kiri jelek (kurang dari 30 %).

2.1.6 Komplikasi CABG


(Black & Hawks, 2009; Smeltzer & Bare, 2008)
1) Nyeri pasca operasi
Setelah dilakukan bedah jantung, pasien dapat mengalami nyeri yang diakibatkan luka
insisi dada atau kaki, selang dada atau peregangan iga selama operasi.
Ketidaknyamanan insisi kaki sering memburuk setelah pasien berjalan khususnya bila
terjadi pembengkakan kaki. Peregangan otot punggung dan leher saat iga diregangkan
dapat menyebabkan ketidaknyamanan punggung dan leher. Nyeri dapat merangsang
sistem saraf simpatis, meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah yang dapat
mengganggu hemodinamik pasien. Ketidaknyamanan dapat juga mengakibatkan
penurunan ekspansi dada, peningkatan atelektasis dan retensi sekresi. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu memberikan kenyamanan maksimal, menghilangkan faktor-
faktor peningkatan persepsi nyeri seperti ansietas, kelelahan dengan memberikan
penghilang nyeri.
2) Penurunan curah jantung
Disebabkan adanya perubahan pada frekuensi jantung, isi sekuncup atau keduanya.
Bradikardia atau takikardi pada paska operasi dapat menurunkan curah jantung.
Aritmia sering terjadi 24 jam – 36 jam paska operasi. Takikardi menjadi berbahaya
karena mempengaruhi curah jantung dengan menurunkan waktu pengisian diastolik
ventrikel, perfusi arteri koroner dan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Bila
penyebab dasar dapat diidentifikasikan maka dapat diperbaiki.
3) Perubahan cairan
Setelah operasi Coronary Bypass Grafting (CABG) volume cairan tubuh total
meningkat sebagai akibat dari hemodilusi. Peningkatan vasopressin, dan perfusi non
perfusi ginjal yang mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosterone (RAA).
4) Ketidakseimbangan elektrolit
Pasca operasi paling umum adalah kadar kalsium abnormal. Hipokalemia dapat
diakibatkan oleh hemodilusi, diuretik dan efek-efek aldosteron yang menyebabkan
sekresi kalium ke dalam urine pada tubulus distal ginjal saat natrium diserap.
Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat jumlah besar larutan kardioplegia atau gagal
ginjal akut
5) Perubahan tekanan darah
Setelah bedah jantung ditemukan adanya hipertensi atau hipotensi intervensi.
Keperawatan diarahkan pada antisipasi perubahan dan melakukan intervensi untuk
mencegah atau untuk memperbaiki dengan segala tekanan darah pada rentang
normotensi.
6) Perdarahan paska operasi
Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan surgical. Perdarahan
medikal terjadi  karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya
trombosit. Selain itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu  bila
pasien dalam keadaan hipotermik. Kedua, perdarahan surgical terjadi karena
faktor pembedahan seperti jahitan yang bocor atau dari dinding dada akibat
tusukan kawat sternum. Jumlah drainase tidak boleh melebihi 3cc/kgBB/jam
selama 3 jam berturut-turut.
7) Tamponade jantung awal
Tamponade jantung terjadi apabila darah terakumulasi di sekitar jantung akibat
kompresi jantung kanan oleh darah atau bekuan darah dan menekan miokard. Hal ini
mengancam aliran balik vena, menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
Tindakan meliputi pemberian cairan dan vasopressor untuk mempertahankan curah
jantung dan tekanan darah sampai dekompresi bedah dilakukan. Untuk menghindari
adanya komplikasi paska bedah CABG maka manajamen perawatan yang benar dan
tepat harus dilakukan.

2.1.7 Manajemen Pasien Paska CABG ( Rachel Matthews, 2008 )


Manajemen perawatan pasien paska CABG (Rachel Matthews,2008) dibagi
menjadi 3 tahap yaitu :
1) Immediate Postoperative Care (Perawatan paska operasi segera)
2) Post operatif care in the ward (Perawatan paska operasi di ruangan
perawatan)
3) Discharge and convalescence (Pemulangan dan pemulihan)

Anda mungkin juga menyukai