Anda di halaman 1dari 15

Psycho Holistic, Vol. 2, No.

1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

PERFEKSIONISME DAN SUBJECTIVE WELL-BEING


PADA MAHASISWA ORGANISASI KESENIAN
Perfectionism and Subjective Well-Being
On Art's Student Organization

Mukaromah, Djudiyah, Uun Zulfiana


Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Malang
nawamukaromah8@gmail.com, djudiyahdahlan2@gmail.com, uun@umm.ac.id

ABSTRAK

Perfeksionisme telah lama dikaitkan dengan kurangnya kesejahteraan. Teori self-


determination menunjukkan bahwa kesejahteraan seseorang rendah apabila kebutuhannya
tidak terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perfeksionisme
dengan subjective well-being. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional.
Subjek penelitian ini berjumlah 150 mahasiswa di Forum UKM Universitas Muhammadiyah
Malang bidang kesenian yang diambil dengan teknik total sampling. Pengukuran
perfekisonisme menggunakan alat ukur Multidimesional Perfectionism Scale dan
pengukuran subjective well-being menggunakan alat ukur Satisfaction with life scale dan
Scale of positive and negative experience.

Kata kunci: Perfeksionisme, subjective well-being, mahasiswa organisasi

ABSTRACT

Perfectionism has long been associated with lack of well-being. Self-determination theory
suggests that one's welfare is low when its needs are not met. The research aims to
determine the relationship between perfectionism and subjective well-being. This research is
a correlational quantitative study. The subject of this study amounted to 150 students in the
Forum of the University of Muhammadiyah Malang taken with a total sampling technique.
Measurement of perfekisonism using the Multidimesional Perfectionism Scale measuring
instrument and subjective well-being measurements using the Satisfaction with life scale and
Scale of positive and negative experience measuring instruments.

Keyword : Perfeksionism, subjective well-being, the student organization

PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk sosial diharapkan mampu meningkatkan kualitas
yang tentunya membutuhkan bantuan dari ilmu pengetahuan dan menambah
orang lain agar tercapai suatu tujuan pengalaman individu agar mampu
tertentu. Pencapaian tujuan organisasi bersaing di era globalisasi. Menurut
ditentukan oleh bantuan dan kerjasama Sutarto (2006) Organisasi adalah sistem
antar anggota, sehingga organisasi saling pengaruh antar orang dalam
membutuhkan suatu kerjasama guna kelompok yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Pencapaian mencapai tujuan tertentu.
tujuan organisasi bukan hanya untuk Menurut Choirudin (2013) Organisasi
kepuasan individual, tetapi juga untuk mahasiswa adalah subsistem
kepuasan dan manfaat bersama. kelembagaan non struktural universitas
Organisasi yang ada di perguruan tinggi yang merupakan sebuah wadah dan
seperti organisasi kemahasiswaan sarana pemberdayaan diri mahasiswa
152

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
yang diharapkan dapat menampung dan mengikuti organisasi bidang kesenian
menyalurkan minat, bakat dan kegemaran lainnya seperti seni tarik suara, seni tarin
sekaligus menjadi wadah kegiatan seni fotografi dan seni musik.
peningkatan penalaran dan keilmuan, Subjective well-being disingkat dengan
serta profesi mahasiswa yang merupakan sebutan SWB atau bila diterjemahkan
bagian dari proses pendidikan. Dari menjadi kesejahteraan subjektif biasanya
pendapat Choirudin dapat diartikan bahwa disebut juga dengan istilah kebahagiaan.
organisasi mahasiswa merupakan suatu Menurut Diener, Lucas dan Oishii (2002)
sarana ataupun wahana dalam SWB adalah evaluasi afektif (perasaan)
mengembangkan minat dan bakat yang dan kognitif (pikiran) seseorang terhadap
dimiliki mahasiswa untuk meningkatkan kehidupannya. Konsep SWB menekankan
ilmu sebagai proses pendidikan. pada tiga poin penting. Pertama, evaluasi
Menurut Aristoteles Seni adalah bentuk afektif merupakan evaluasi perasaan
yang pengungkapannya dan (positif-negatif) sedangkan evaluasi
penampilannya tidak pernah menyimpang kognitif (pikiran) merupakan evaluasi
dari kenyataan dan seni itu adalah meniru kepuasan hidup. Kedua, evaluasi
alam. Kesenian adalah bagian dari budaya dilakukan secara subjektif , sehingga
dan merupakan sarana yang digunakan tingkat SWB sangat tergantung pada
untuk mengekspresikan rasa keindahan orang yang mengevaluasi. Ketiga, SWB
dari dalam jiwa manusia. Selain tidak dinilai hanya dari absennya afek
mengekspresikan rasa keindahan dari (perasaan) negatif, namun juga hadirnya
dalam jiwa manusia, kesenian juga afek positif. Sehingga dibutuhkan
mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos pengukuran kedua afek (positif-negatif).
berfungsi menentukan norma untuk Dalam mengukur SWB, subjek diminta
perilaku yang teratur serta meneruskan mengevaluasi bukan hanya sebagian
adat dan nilai-nilai kebudayaan. Seni hidupnya saja melainkan evaluasi
menurut media yang digunakan terbagi 3 kehidupan secara keseluruhan (Diener,
antara lain yang pertama seni yang dapat 1984).
dinikmati melalui media pendengaran atau Konsep subjective well-being mengacu
(audio art), misalnya seni musik,seni pada evaluasi afektif dan kognitif individu dari
suara, dan seni sastra seperti puisi dan kualitas keseluruhan hidup mereka (Diener,
pantun. Kedua, seni yang dinikmati 2000). Beberapa penelitian baik kausal
dengan media penglihatan (Visual art)) maupun longitudinal telah memberikan
misalnya lukisan, poster,seni bangunan, beberapa bukti kuat bahwa kebahagiaan
seni gerak beladiri dan sebagainya. membuat seseorang menjadi sehat (Steptoe
Ketiga, seni yang dinikmati melalui media & Wardle, 2011). Tidak menimbulkan
penglihatan dan pendengaran (audio penyakit (Cohen, Doyle, Turner, Alper &
visual art) misalnya pertunjukan musik, Skoner, 2013). Hidup menjadi lebih lama
pagelaran wayang, dan film. (Diener & Chan, 2011). Selain itu, orang
Seniman seni rupa cenderung memiliki yang lebih bahagia cenderung memiliki
perfeksionis yang tinggi. Hal itu terlihat hubungan sosial yang lebih baik
dari tingginya penilaian diri para seniman (Lyubomirsky, King & Diener, 2016).
seni rupa terhadap indikator Lebih lanjut, penelitian Jae, Lee dan
perfeksionisme menurut penelitian Hwang (2018) menunjukkan bahwa
Kuntaswari dan Stevanus (2013), dalam mencari kesenangan dan kenikmatan
penelitiannya menemukan hubungan adalah alat untuk mencari kepuasan diri
negatif yang signifikan antara sendiri. Subjective well-being menekankan
perfeksionisme dan psychological well- pada tingginya emosi positif (perasaan
being pada seniman. Melihat hasil senang, puas, positif, dsb) diikuti dengan
penelitian yang sudah pernah dilakukan kepuasan terhadap kehidupannya,
diatas, peneliti ingin megembangkan seseorang yang mengalami ini disebut
penelitian yang tidak hanya pada seniman sebagai orang yang bahagia (Diener,
seni rupa saja melainkan mahasiswa yang 1984). Seseorang yang bahagia akan
153

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
memiliki hubungan sosial yang baik. mencapai prestasi dan menghasilkan
Orang yang bahagia cenderung memiliki karya besar. Selain itu, mereka memiliki
perasaan senang dan tenteram tanpa motivasi untuk mencapai kesempurnaan
adanya tekanan. dan berusaha menghindari kegagalan
Perfeksionisme menurut Hewit dan Flett (Paul, L. Hewitt., et al, 1991).
(1991) adalah keinginan untuk mencapai Penelitian yang dilakukan Chang
kesempurnaan diikuti dengan standar yang (2006) pada mahasiswa psikologi di
tinggi untuk diri sendiri, standar yang tinggi Universitas Michigan menemukan bahwa
untuk orang lain, dan percaya bahwa orang psychological distress sebagai mediator
lain memiliki harapan kesempurnaan pada antara perfectionisme dengan
dirinya (Pranungsari, 2010). Adapun psychological well-being dimana
perfeksionisme dibagi menjadi dua bagian perfectionisme secara total berhubungan
yaitu perfeksionisme interpersonal dan positif dengan psychological distress, dan
perfeksionisme intrapersonal. Pada psychological distress berhubungan
perfeksionisme interpersonal terdapat dua negatif dengan psychological well-being.
tipe perfeksionisme antara lain other oriented Fenomena yang terlihat bisa jadi
perfectionism dan socially prescribed karena penetapan standar yang terlalu
perfectionism. Sedangkan pada tinggi untuk selalu mendapatkan hasil
perfeksionisme intrapersonal terdapat satu yang sempurna. Ketika standar tersebut
tipe yaitu self oriented perfectionism. tidak tercapai maka bisa timbul rasa
Orang yang memiliki perfeksionisme benar-benar gagal walaupun hasilnya
interpersonal other oriented cenderung sudah masuk dalam kategori yang cukup
untuk menuntut orang lain agar memenuhi memuaskan. Menurut Flett, Besser, Davis
standar-standarnya. Hal ini membuat dan Hewiit (2003) bahwa individu yang
orang dengan tipe ini cenderung memiliki perfeksionisme tinggi rentan
memperhatikan kesalahan orang lain terhadap tekanan psikologis karena
secara berlebihan, mengevaluasi dan mereka mengevaluasi diri sendiri ketika
bereaksi berlebihan pada kegagalan orang mengalami peristiwa negatif yang tidak
lain (Paul, L. Hewitt, et al, 1991). Oleh menegaskan diri mereka sesuai dengan
sebab itu seorang perfeksionis memiliki standar yang mereka inginkan. Hal ini
sikap kurang percaya terhadap orang lain terlihat dari hasil wawancara peneliti
serta cenderung menyalahkan orang lain. secara universal terhadap lima mahasiswa
Pada individu yang memiliki socially yang terlibat mengikuti organisasi di
prescribed perfectionism cenderung Universitas Muhammadiyah Malang,
merasa bahwa orang lain menuntut dan peneliti menemukan bahwa mahasiswa
mengharapkan dirinya selalu berhasil organisasi cenderung benar-benar gagal
mencapai prestasi dengan standar yang dan kecewa apabila target yang mereka
tidak realistis (Blatt, 1995 dalam Aditomo tentukan dalam mengikuti organisasi tidak
& Sofia, 2004). Hal ini membuat individu tercapai.
dengan tipe socially prescribed Menurut Pouravari, Behboodi dan
perfectionism merasa tuntutan atau Sharifi (2017) dalam penelitiannya
harapan tersebut harus dipenuhi untuk menunjukkan bahwa individu-individu
mendapatkan penerimaan dan yang memiliki perfeksionisme berlebihan
penghargaan di lingkungannya. Oleh cenderung menyalahkan dan mengkritik
sebab itu, mereka memiliki ketakutan yang diri mereka sendiri. Artinya, orang-orang
besar terhadap evaluasi negatif dari orang ini tidak berpikir bahwa upaya yang
lain dan menghindari penolakan orang lain mereka lakukan cukup baik, yang ada
(Hewitt & Armada, 2004 dalam Mee, Foo mereka hanya merasa gagal dalam
Fatt, 2015). Akan tetapi hal ini dapat mencapai tujuan mereka. Albano (2011)
berbeda ketika individu memiliki dalam bukunya menyatakan bahwa
perfeksionisme intrapersonal self oriented apabila orang meyakini bahwa hasil yang
karena individu ini memiliki potensi adaptif diperoleh jauh lebih buruk daripada yang
sebagai hasrat yang sehat untuk
154

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
direncanakan, hal itu akan mengurangi sebagaimana dikaitkan dengan hasil
kepuasan tersendiri. psikologis positif dan negatif (Bieling,
Meskipun terdapat beberapa peneliti Israel & Antony, 2004). Faktor dukungan
menyebutkan perfeksionisme bersifat positif sosial yang dirasakan dapat mencegah
karena dapat memberikan energi dan perfeksionisme, yang dapat
motivasi bagi seseorang untuk mencapai mengakibatkan psikologis yang negatif,
suatu goal yang telah ditentukan (Roedell, seperti depresi dan kecemasan (Zhou,
1984). Banyak penelitian yang melihat Zhu, Zhang & Cai, 2013). Karakteristik
perfeksionisme memiliki sifat negatif dan yang menggambarkan perfeksionis yaitu
counterproductive dengan mencapai goal adanya standar pribadi yang tinggi (
seseorang. Dampak negatif perfeksionisme Gilman, Ashby, Sverko, Fiorell & Varjas,
ini akan terjadi ketika individu menetapkan 2005). Karakteristik lain dari
standar yang terlalu tinggi dan tidak realistis perfeksionisme adalah kekhawatiran yang
pada diri sendiri (Chang, 2006). berlebihan apabila membuat kesalahan,
Menurut Macedo at al. (2014) dalam meragukan kualitas tindakan orang lain
penelitiannya menemukan bahwa (Frost, Marten, Lahart & Rosenblate,
kebutuhan berlebihan dan meningkatnya 1990).
rasa tanggung jawab individu-individu Perfeksionisme telah lama dikaitkan
mendorong mereka untuk menjadi dengan kurangnya kesejahteraan. Teori
sempurna. Namun, keraguan kemampuan self-determination menunjukkan bahwa
mereka dan ketakutan akan kegagalan kesejahteraan seseorang rendah apabila
dapat membuat mereka khawatir dengan kebutuhannya tidak terpenuhi (Ryan &
yang akan terjadi di masa depan, menjaga Deci, 2000). Perfeksionisme seseorang
integritas konsep diri yang ideal dan yang terlalu tinggi cenderung menuntut
menghindari tekanan emosional karena pada kesempurnaan (Blatt, 1995). Dengan
gagal mencapai tujuan mereka. demikian, orang perfeksionis mungkin
Penelitian Mackinnon, lvy-Lee, Kenneth, mengalami social disconnection dari orang
Ronald dan Sherry (2017) menunjukkan lain, yang pada akhirnya menghambat
bahwa teori proses ganda perfeksionisme kesejahteraan mereka sendiri.
dimotivasi oleh penguatan negatif. Artinya, O’Connor D, O’Connor dan Marshall
perfeksionisme adalah ciri kepribadian (2007) mengemukakan bahwa dalam
yang merupakan upaya untuk menghindari perfeksionisme, rasa khawatir yang
kegagalan, penolakan, dan melibatkan pemikiran berfokus pada diri
ketidaksempurnaan. sendiri dimana individu cenderung negatif
Studi yang dilakukan oleh Bojanic, dalam menilai diri mereka sendiri. Isi
Sakan dan Nedeljkovic (2018) pikiran negatif ini biasanya melibatkan
menunjukkan bahwa perfeksionis sebuah kegagalan, keragu-raguan dalam
cenderung menjaga diri mereka sendiri. bertindak, dan ketidakpastian untuk
Perfeksionis umumnya dapat memiliki mencapai tujuan pribadi. Menurut
masalah dengan hubungan interpersonal Campbell dan Di Paula A (2002) dalam
karena mereka menetapkan harapan yang penelitiannya menyebutkan bahwa
tinggi terhadap orang lain ataupun sesuatu “conditional acceptance” yaitu keyakinan
yang ditentukan. Artinya dengan harapan bahwa kita hanya dapat dicintai oleh orang
yang terlalu tinggi inilah apabila sesuatu lain apabila kita sempurna dalam segala
yang mereka tentukan tidak dapat mereka hal yang kita lakukan. Dengan demikian,
capai, mereka cenderung merasa gagal. perfeksionis memiliki persepsi bahwa
Ketika seseorang menetapkan standar mereka hanya akan diterima dan dihormati
pribadi yang tinggi namun standar yang oleh orang lain apabila mereka sempurna
ditentukan tidak dapat diraih dan sehingga atau memiliki kinerja yang sempurna.
mereka merasa frustasi dan memiliki rasa Hingga saat ini penelitian untuk melihat
ketidakpuasan (Gilman & Ashby, 2003). hubungan antara perfeksionisme dengan
Topik perfeksionisme telah meningkat subjective well-being pada mahasiswa
dan menyita perhatian penelitian yang mengikuti organisasi belum pernah
155

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
dilakukan sehingga penelitian terkait topik
dan populasi ini perlu dilakukan. Hal ini
perlu untuk diteliti lebih lanjut karena METODE PENELITIAN
apabila terdapat hubungan yang negatif Penelitian ini menggunakan metode
antara kedua variabel, maka adanya penelitian kuantitatif, karena penelitian
perfeksionisme yang tinggi pada kuantitatif dianggap sebagai metode yang
mahasiswa yang mengikuti organisasi sudah cukup lama digunakan sehingga
akan menunjukkan subjective well-being sudah mentradisi sebagai metode untuk
yang rendah sehingga perlu untuk penelitian. Alat yang digunakan oleh
dilakukan upaya-upaya dalam peneliti yaitu skala A mengenai
pengembangan intervensi guna perfeksionisme dan skala B mengenai
membantu meregulasi perfeksionisme subjective well-being. Subjek dalam
pada mahasiswa organisasi. penelitian ini adalah mahasiswa yang
Dengan demikian peneliti melihat mengikuti organisasi di beberapa bidang
bahwa penelitian ini penting untuk kesenian Universitas Muhammadiyah
dilakukan karena pada penelitian- Malang antara lain seni rupa lentera,
penelitian sebelumnya banyak membahas sangsekarta, gita surya, marching band,
tentang permasalahan yang dihadapi oleh focus. Sampel dalam penelitian ini
individu perfeksionis dalam sosial mereka. berjumlah 150 mahasiswa yang mengikuti
Hal ini tampak pada beberapa penelitian UKM (Unit kegiatan Mahasiswa) bidang
tentang perfeksionisme yang menyatakan seni yang ada di UKM Universitas
bahwa individu perfeksionis memiliki Muhammadiyah Malang. Penentuan
keintiman dan kepuasan hubungan yang subjek berdasarkan pengambilan sampel
rendah dalam hubungan (Stober, J, 2012). menggunakan teknik incidental sampling.
Akan tetapi peneliti belum menemukan UKM pada penelitian ini dibagi menjadi
penelitian yang secara spesifik membahas dua yaitu intrapersonal dan interpersonal
tentang hubungan antara perfeksionisme yang terdiri dari :
dengan subjective well-being terutama Interpersonal
pada mahasiswa organisasi bidang 1. UKM Marching Band, organisasi ini
kesenian. merupakan wadah bagi mahasiswa
Berdasarkan uraian di atas, dapat yang ingin mengembangkan minat dan
dirumuskan masalah yang akan diangkat bakat dalam bermusik. Marching Band
dalam penelitian ini adalah tentang ini bersifat lebih harmonis dan tidak
apakah terdapat hubungan antara semata-mata memainkan lagu dalam
perfeksionisme dengan subjective well- bentuk mars, ragam peralatan yang
being pada mahasiswa yang mengikuti digunakan lebih kompleks, formasi
organisasi bidang kesenian di Universitas barisan yang lebih dinamis, dan corak
Muhammadiyah Malang? Tujuan dari penampilannya, yang umumnya
penelitian ini yaitu untuk mengetahui memiliki komposisi penggunaan
hubungan antara perfeksionisme dengan instrumen perkusi yang lebih banyak
subjective well-being pada mahasiswa dari instrumen musik tiup.
yang mengikuti organisasi bidang 2. UKM Gita Surya, organisasi ini
kesenian di Universitas Muhammadiyah bergerak dalam bidang paduan suara
Malang. Manfaat teoritis dari penelitian ini yang menghasilkan instrumen.
adalah untuk mengembangkan teori 3. UKM Sangsekarta adalah organisasi
Psikologi kepribadian dan Psikologi penggerak mahasiswa Universitas
Kesehatan. Adapun manfaat praktis dari Muhammadiyah Malang dalam bidang
penelitian ini adalah peneliti mampu untuk seni tari dan karawitan. UKM
memberikan informasi serta mengetahui Sangsekarta memiliki tiga devisi yaitu
secara lebih mendalam mengenai devisi Tari Tradisional, Tari Modern dan
penelitian ini. Tari Kontemporer.

156

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Intrapersonal Total 151
1. Lentera merupakan kelompok studi
Berdasarkan hasil distribusi sampel
seni rupa.
diatas diperoleh total 151, peneliti
2. Focus, organisasi ini merupakan
menggenapkan dan menetapkan sampel
sekumpulan mahasiswa-mahasiswa
yang akan digunakan pada penelitian
yang memiliki ketertarikan dalam
berjumlah 150.
bidang fotografi yang bertujuan untuk
mengembangkan minat dan bakat
Variabel dan instrumen penelitian
kefotografian dan keorganisasian.
Pada penelitian ini terdapat dua
variabel yaitu variabel bebas (X) dan
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian variabel terikat (Y). Adapun variabel
UKM Populasi independent (X) pada penelitian ini adalah
Seni rupa lentera 25 Perfeksionisme. Sedangkan variabel
Sangsekarta 30
Gita surya 100 dependent (Y) pada penelitian ini adalah
Marching band 50 SWB (Subjective well-being).
Focus 40 Subjective well-being seringkali disebut
Total 245
dengan kebahagiaan. Kebahagiaan
Jumlah populasi dalam penelitian ini menurut konsep SWB, dicapai jikalau
adalah sebanyak 245 mahasiswa dalam seseorang menilai kehidupannya
beberapa UKM bidang kesenian. memuaskan dan sering merasakan
Diantaranya terdiri dari UKM gitasurya 100 perasaan-perasaan yang positif. SWB
mahasiswa, seni rupa lentera 25 dapat dinilai berdasarkan dua aspek, yaitu
mahasiswa, sangsekarta 30 mahasiswa, penilaian secara kognitif (kepuasan hidup)
fokus 40 mahasiswa dan marching band dan afektif (perasaan) (Diener, 1984).
50 mahasiswa. Maka untuk mengetahui Variabel subjective well-being (SWB),
sampel penelitian, dengan perhitungan terdiri dari dua aspek yaitu kepuasan
sebagai berikut : hidup dan emosi positif & negatif.
Penilaian kepuasan hidup peneliti
menggunakan skala SWLS (Satisfaction
with life scale) terdiri dari 5 item yang
dikembangkan oleh Diener, Larsen,
Emmons & Griffin (1985). Adapun
pengukuran kepuasan hidup dibagi
menjadi penilaian spesifik (kepuasan
tentang hubungan, pendidikan, ekonomi
dan kepuasan keseluruhannya. Skala ini
mengukur kepuasan hidup secara
Tabel 2. Distribusi Sampel Penelitian keseluruhan, dan mengukur seberapa
UKM Distribusi & Jumlah jauh kehidupan seseorang sesuai dengan
sampel standart idealnya. Sedangkan penilaian
Seni rupa lentera perasaan atau emosi menggunakan
SPANE (Scale of positive and negative
experience) terdiri dari 12 item yang
Sangsekarta disusun oleh Diener (2009). Skala ini
mengukur frekuensi emosi negatif dan
Gita surya positif selama kurun waktu kurang lebih 4
minggu terakhir. Skala ini merupakan
skala likert yang terdiri dari 6 daftar emosi
Marching band
positif dan 6 daftar emosi negatif yang
menggunakan rentang angka 1 sampai 5.
Focus Skor pengukuran pada skala ini

157

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
menunjukkan seberapa sering individu paduan suara gitasurya, Marching band,
merasakan perasaan positif dan negatif. seni tari sangsekarta, seni fotografi focus
Perfeksionisme adalah keinginan untuk di universitas Muhammadiyah Malang.
mencapai kesempurnaan diikuti dengan Diperoleh hasil berikut :
standar yang tinggi untuk diri sendiri,
standar yang tinggi untuk orang lain, dan Tabel 3. Indeks Validitas dan Reabilitas Alat
percaya bahwa orang lain memiliki Ukur Penelitian
Jumlah
harapan kesempurnaan untuk dirinya. Item
Jumla Indeks Indeks
Perfeksionisme dapat diukur dengan skala Alat ukur h Item Validita Reliabilit
Yang
valid s as
perfeksionisme berdasarkan aspek-aspek Diujikan
Perfeksionisme 4 0,307-
yang diungkapkan oleh Hewit dan Flett : 5
17
0,596
0,837
Self-oriented perfectionisme, other- SWLS
0,347-
oriented perfectionisme dan socially- (Satisfaction with
5 5 0,717
0,761
life scale)
prescribed perfectionism.
Untuk melihat perfeksionisme peneliti SPANE (Scale of
menggunakan skala Multidimesional positive and
negative 0,426-
Perfectionism Scale (MPS) yang terdiri experienc) 6 5 0,628
0,744
dari 45 item. Skala ini dibuat dalam bentuk Skala Emosi
bahasa Inggris yang kemudian di adaptasi Positif
ke dalam bahasa Indonesia. Variabel ini SPANE (Scale of
menggunakan skala Likert, yaitu positive and
angka/skor 1 (sangat tidak setuju), negative 0,388-
0,762
experienc) 6 6 0,688
angka/skor 2 (tidak setuju), angka/skor 3 Skala Emosi
(agak tidak setuju), angka/skor 4 (netral), Negatif
angka/skor 5(agak setuju), angka/skor 6
(setuju) dan angka/skor 7 (sangat setuju).
Berdasarkan tabel 2 dari skala
Prosedur dan analisa data penelitian Perfeksionisme diperoleh 17 item valid
Penelitian yang akan dilakukan terdiri dan 28 item tidak valid. Item paling
dari tiga tahap sebagai berikut: dominan diperoleh dari aspek Self-
Pertama persiapan, pada tahap ini oriented perfectionisme. Kemudian dari
peneliti melakukan kajian teoritik yang skala SWLS diperoleh 5 item valid dari
mendalam. Kemudian peneliti melakukan jumlah yang diujikan. Dan diperoleh 11
penyusunan dan mengembangkan alat item valid dan 1 atem tidak valid dari skala
ukur yang disesuaikan dengan kondisi SPANE.
sampel. Berdasarkan aspek yang terdapat Selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan
dalam variabel, selanjutnya peneliti penelitian yang dilaksanakan pada tanggal
mengajukan permohonan ijin untuk 23 Mei 2019 hingga 21 Juni 2019, tahap
melakukan pengambilan data. Peneliti pelaksanaan peneliti menyebarkan skala
menggunakan uji coba atau try out pada kepada mahasiswa yang mengikuti
tanggal 22 April 2019 hingga 10 Mei 2019 organisasi UKM bidang kesenian. Alat
dengan jumlah subjek uji coba 50 subjek ukur disebarkan kepada mahasiswa yang
mahasiswa yang mengikuti organisasi mengikuti organisasi di universitas
bidang kesenian. Selanjutnya peneliti Muhammadiyah Malang antara lain UKM
melakukan analisa data menggunakan seni rupa Lentera berjumlah 15 subjek,
Statistical Package for Social Sciense seni tari Sangsekarta berjumlah 18 subjek,
(SPSS) untuk memperoleh jumlah item seni tarik suara Gitasurya berjumlah 62
valid dan reliabel dan dapat diperoleh subjek, seni musik marching band
proses pelaksanaan. berjumlah 30 subjek, seni fotografi Focus
Berikut hasil try out skala berjumlah 25 subjek. Selanjutnya
Perfeksionisme dan Subjective well-being diberikan tiga skala yaitu skala
yang telah dilakukan kepada 150 perfeksionisme dan subjective well-being
mahasiswa UKM bidang seni rupa lentera, yang terdiri dari skala SWLS dari aspek
158

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
kognitif (kepuasan) dan SPANE dari aspek yang diperoleh dari uji normalitas
afektif (emosi positif & negatif). sebagaimana tabel berikut ini :
Terakhir yaitu tahap analisa, peneliti Tabel 6. Uji Normalitas X dengan Y pada
menganalisa hasil yang diperoleh dari UKM Interpersonal
One-Sample Kolmogorov-
penyebaran dua skala. Data-data yang Smirnov Test
diperoleh kemudian diinput dan diolah N
dengan menggunakan program
Asyp. Sig. (2-tailed)
perhitungan statistik SPSS (Statistical 0,994 110
Program for Social Science), yaitu analisis Perfeksionisme
parametris dengan jenis data interval – Subjective
well-being
menggunakan korelasi produk moment.
Karena penelitian ini bertujuan untuk
Selain itu, berdasarkan tabel diatas
mengetahui hubungan antara variabel
independent dan variabel dependent. pula diketahui bahwa statistik uji
komolgorov smirnoc memiliki nilai >0.05,
HASIL DAN PEMBAHASAN sehingga dapat dikatakan bahwa variabel
Setelah dilakukan penelitian diperoleh X dan Y pada UKM Interpersonal
memenuhi uji asumsi kenormalan data.
beberapa hasil yang dijelaskan
berdasarkan tabel-tabel berikut ini :
Tabel 7. Uji Normalitas X dengan Y pada
UKM Intrapersonal
Tabel 4. Deskripsi Data Subjek One-Sample Kolmogorov-
Kategori Frekuens Presentas Smirnov Test
i e N
Jenis Laki-laki 50 33,3% A
kelami Perempuan 100 66,7% syp. Sig. (2-tailed)
n Perfeksionisme 0,753 40
Total 100% – Subjective
UKM Seni rupa 15 10% well-being
lentera 18 12%
Sangsekart 62 41,3%
a 30 20% Selain itu, berdasarkan tabel diatas
Gita surya 25 16,7% pula diketahui bahwa statistik uji
Marching
band komolgorov smirnoc memiliki nilai >0.05,
Focus sehingga dapat dikatakan bahwa variabel
Total 100% X dan Y pada UKM intrapersonal
memenuhi uji asumsi kenormalan data.
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat pada
150 responden penelitian, mahasiswa Uji Hipotesis
perempuan lebih mendominasi dengan Berdasarkan hasil penelitian pada 150
presentase 66,7%, sedangkan pada mahasiswa UKM bidang kesenian,
mahasiswa laki-laki berjumlah 33,3%. diperoleh hasil berikut ini :
Selanjutnya dari jumlah keseluruhan
presentase pada UKM seni rupa lentera Tabel 8. Uji Hipotesis Korelasi Product
berjumlah 10%, Seni tari sangsekarta Moment antara Perfeksionisme dengan
12%, Seni tarik suara Gita surya 41,3%, Subjective well-being pada UKM
Seni musik marching band 20%, seni Interpersonal
fotografi focus 16,7%. Koefisi
en Sig/ Kesimpul
Variabel Ket N
Korelas p an
Uji Normalitas i (r)
Sebelum peneliti menguji hubungan Perfectioni 0,070 0,46 P ≤ Tidak 11
sm – 8 0,0 signifikan 0
antara kedua variabel (perfeksionisme Subjective 5
yang terbagi menjadi 3 aspek dengan well-being
subjective well-being), peneliti melakukan
uji kenormalan data dengan menggunakan Berdasarkan analisis data yang
teknik Klomogrov-Smirnov Test. Hasil dilakukan dengan metode analisis korelasi
product moment, diperoleh hasil adanya
159

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
korelasi positif dan tidak signifikan perfectionism dengan subjective well-
(r=0,070; p=0,468) antara perfectionism being.
dengan subjective well-being.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan perfeksionisme dengan
Tabel 9. Uji Hipotesis Korelasi Product subjective well-being mahasiswa di lima
Moment antara Perfeksionisme dengan UKM bidang seni rupa lentera, paduan
Subjective well-being pada UKM
Intrapersonal
suara gitasurya, Marching band, seni tari
Koefisien sangsekarta, seni fotografi focus di
Variabel Korelasi Sig/p Ket Kesimpulan N universitas Muhammadiyah Malang. Hasil
(r) penelitian pada UKM interpersonal
Perfectionism 0,337 0,034 P ≤ Signifikan 40
– Subjective 0,05 menunjukkan bahwa ada korelasi positif
well-being dan tidak signifikan (r=0.070; p=0.468)
antara perfectionism dengan subjective
Berdasarkan analisis data yang well-being. Sedangkan pada hasil
dilakukan dengan metode analisis korelasi penelitian pada UKM intrapersonal
product moment, diperoleh hasil adanya menunjukkan bahwa ada korelasi positif
korelasi positif dan signifikan (r=0,337; dan signifikan (r=0.337; p=0.034) antara
p=0,034) antara perfectionism dengan perfectionism dengan subjective well-
subjective well-being. being .Kemudian hasil penelitian
keseluruhan UKM yang dilihat
berdasarkan tiap aspek pada
Tabel 10. Uji Hipotesis Korelasi Product
perfeksionisme menunjukkan bahwa ada
Moment antara dimensi Perfeksionisme
dengan Subjective well-being
korelasi positif dan tidak signifikan
Koefisien (r=0.155; p=0.058) antara dimensi self-
Variabel Korelasi Sig/p Ket Kesimpulan N oriented perfectionism dengan subjective
(r)
well-being. Selanjutnya ada korelasi
Self-oriented 0,155 0,058 P ≤ Tidak 150
perfectionism 0,05 signifikan negatif dan tidak signifikan (r = -0.036;
– Subjective p=0.659) antara other-oriented
well-being perfectionism dengan subjective well-
Other- -0,036 0,659 P ≤ Tidak 150
oriented 0,05 signifikan being. Dan ada korelasi positif dan tidak
perfectionism signifikan (r=0.068; p=0.410) antara
– Subjective
well-being
dimensi socially-prescribed perfectionism
Socially- 0,068 0,410 P ≤ Tidak 150 dengan subjective well-being.
prescribed 0,05 signifikan Dikalangan mahasiswa UKM
perfectionism
- Subjective
interpersonal kepuasan dan perasaan
well-being positif dan negatif yang merupakan suatu
pembentuk kebahagiaan, tidak
Berdasarkan analisis data yang berpengaruh dengan target atau standar
dilakukan dengan metode analisis korelasi yang tinggi untuk dirinya sendiri, standar
product moment, diperoleh hasil sebagai yang tinggi untuk menuntut orang
berikut : terdekat, serta persepsi bahwa orang lain
1. Ada korelasi positif dan tidak signifikan menuntut dirinya untuk menjadi sempurna
(r=0,155; p=0,058) antara dimensi yang berasal dari aspek perfeksionisme.
self-oriented perfectionism dengan Sedangkan pada mahasiswa UKM
subjective well-being. intrapersonal kepuasan merupakan suatu
2. Ada korelasi negatif dan tidak pembentuk kebahagiaan apabila target
signifikan (r= -0,036; p=0,659) antara atau standar bagi dirinya dan orang lain
other-oriented perfectionism dengan tercapai.
subjective well-being. Selain itu, jika dilihat dari segi peraspek
3. Ada korelasi positif dan tidak hasil penelitian ini menunjukkan
signifikan (r=0,068; p=0,410) antara perfeksionisme tidak berhubungan dengan
dimensi socially-prescribed subjective well-being pada mahasiswa
160

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
UKM bidang kesenian. Artinya meskipun menjadi kebanggaan terhadap usahanya
mahasiswa organisasi atau aktivis sendiri yang telah berkontribusi waktu,
cenderung bersifat idealis namun pada tenaga maupun pikiran pada organisasi
penelitian ini menunjukkan bahwa yang diikutinya, sehingga hal itu cukup
perfeksionisme yang dimiliki mahasiswa menjadi kepuasan tersendiri bagi mereka.
organisasi kesenian ini tidak berpengaruh Penelitian ini tidak sejalan dengan
pada kebahagiaan yang dimilikinya penelitian yang dilakukan oleh Kuntaswari
apabila target-target yang ditentukan tidak dan Stevanus (2013), yang menunjukkan
tercapai. Adapun perfeksionisme tidak bahwa terdapat hubungan negatif yang
hanya mengarah ke dalam hal yang signifikan antara perfeksionisme dengan
negatif, hal ini didukung oleh Stoeber dan psychological well-being pada seniman
Otto (2006) yang mengungkapkan berusia dewasa muda dan madya. Artinya
berdasarkan penelitiannya yang bahwa semakin tinggi perfeksionisme,
menunjukkan bahwa perfeksionisme tidak maka semakin rendah psychological well-
selalu bersifat negatif, perfeksionisme being atau kesejahteraan psikologinya.
dapat menjadi sehat, positif dan Jika dilihat dari karekteristik dan
fungsional. Dengan begitu Subjective well- pengertian perfeksionisme, maka dapat
being atau kebahagiaan yang terletak disimpulkan bahwa mahasiswa kesenian
pada mahasiswa organisasi kesenian yang memiliki sikap perfeksionis berarti
dalam penelitian ini tidak hanya ditentukan mempunyai standar pribadi yang tinggi,
oleh perfeksionisme yang dimilikinya. melakukan usaha terbaik dalam mencapai
Penelitian Nurhayati, Sukma dan kesempurnaan, kebanggaan terhadap
Marina (2016) pada siswa akselerasi di usaha sendiri, dan mempunyai motivasi
SMAN 1 dan 7 Banjarmasin menunjukkan yang tinggi. Namun hal ini berbeda
bahwa semakin tinggi perfeksionisme dengan hasil penelitian yang telah
maka akan semakin baik kesejahteraan dilakukan oleh peneliti, dimana hasil
psikologis pada siswa akselerasi. Siswa korelasi yang telah di uji antara kedua
akselerasi yang memiliki sikap variabel menunjukkan hasil korelasi positif
perfeksionis berarti memiliki standar dan tidak signifikan. Hal ini menunjukkan
pribadi yang tinggi, melakukan usaha bahwa standar pribadi yang tinggi,
terbaik untuk mencapai kesempurnaan, melakukan usaha terbaik dalam mencapai
kebanggaan terhadap usaha sendiri, dan kesempurnaan, kebanggaan terhadap
memiliki motivasi tinggi. Hal ini lah yang usaha sendiri, dan mempunyai motivasi
membuat semakin tinggi perfeksionisme yang tinggi merupakan kebahagiaan bagi
maka semakin baik kesejahteraan mahasiswa organisasi kesenian tersebut
psikologis siswa akselerasi. Seperti yang terlepas dari tercapai atau tidaknya
telah dipaparkan sebelumnya menurut usahanya tersebut. Karena mahasiswa
Iriani dan Ninawati (2005) kesejahteraan organisasi cenderung memiliki pemikiran
psikologis merupakan keadaan psikologis yang idealis, dimana mereka memiliki
individu yang berfungsi secara positif yang target-target atau harapan-harapan tinggi,
ditandai dengan kepuasan pribadi, baik dalam lingkup organisasi maupun
pemaknaan terhadap diri sendiri, bangga kehidupannya.
terhadap dirinya sendiri, bersikap optimis, Jika ditinjau kembali dari pengertian
merasakan kebahagiaan, memiliki perfeksionisme yang menyebutkan bahwa
stabilitas suasana hati dan harga diri, perfeksionisme sebagai konsep yang
serta dapat mengembangkan potensinya memfokuskan multidimensi dari aspek
secara optimal. Hal ini dapat dikaitkan interpersonal perfeksionisme yang meliputi
dalam hasil penelitian yang menunjukkan self-orientation, other orientation, socially
bahwa mahasiswa organisasi kesenian prescribed (Hewit dan Flett dalam Peters,
dengan perfeksionisme tinggi dapat 1996) yang dipengaruhi oleh adanya bakat
membuat subjective well-being nya tinggi. alamiah, standar umur mental yang lebih
Karena dengan adanya target-target atau tinggi dari umur kronologis, teman bermain
program kerja yang telah dibuat, itu yang lebih tua/ dewasa, tingginya
161

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
pemikiran mengenai kesukasesan yang penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
akan diraih, dan pekerjaan yang terlalu antara aspek other-oriented perfeksionism
mudah (Peters, 1996) maka dengan subjective well-being yang
perfeksionisme tinggi memang merupakan menunjukkan korelasi negatif namun tidak
salah satu hal yang diduga menyebabkan signifikan yang artinya apabila seseorang
kepuasan dalam hidup. memiliki harapan yang tinggi terhadap
Apabila dilihat per dimensi self-oriented kemampuan orang lain sesuai dengan
perfectionism melibatkan perilaku standar tingginya kemudian hal itu tidak
perfeksionis yang mengarah pada diri sesuai dengan yang diharapkan maka
sendiri. Perfeksionisme ini berorientasi cenderung tidak akan menyalahkan diri
pada diri sendiri termasuk perilaku seperti sendiri ataupun menyalahkan orang lain.
standar atau tuntutan yang terlalu tinggi Dengan demikian, subjective well-being
untuk diri sendiri dan evaluasi diri yang yang dimiliki seseorang tidak memiliki
sangat ketat. Menurut Hewitt, Mittelstaedt hubungan dengan perfeksionis yang
& Wollert (1989) self-oriented dimilikinya.
perfectionism berkaitan dengan perilaku Socially prescribed perfectionism yang
yang mengarah pada diri sendiri seperti melibatkan persepsi bahwa orang lain
menyalahkan diri sendiri (Hewitt, memiliki harapan yang tinggi bagi mereka,
Mittelstaedt & Wollert, 1989). Selain itu, tekanan untuk menjadi sempurrna.
self-oriented perfectionism juga dikaitkan Penelitian Deci & Ryan, (1985)
dengan ketidakmampuan menyesuaikan menunjukkan bahwa pengendalian umpan
diri, termasuk kecemasan (Flett et all, balik, yang melibatkan persepsi bahwa
1989) dan depresi ( Hewitt & Dyck, 1986). seseorang harus memenuhi harapan
Berdasarkan penelitian yang telah orang lain, menyebabkan menurunnya
dilakukan oleh peneliti antara aspek self- tingkat motivasi intrinsik dan memiliki
oriented perfectionism dengan subjective pengaruh negatif. Dengan demikian
well-being menunjukkan korelasi positif apabila yang dilakukan tidak sesuai
dan tidak signifikan, artinya apabila dengan harapan atau tuntutan orang lain
seseorang memiliki perilaku perfeksionis maka akan mempengaru motivasi
dengan standar dan tuntutan yang terlalu intrinsiknya dan menimbulkan pengaruh
tinggi terhadap diri sendiri dan target yang negatif. Hal ini tidak sejalan dengan
dilakukan tidak sesuai dengan standarnya penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
maka mereka cenderung tidak akan bahwa aspek socially prescribed
menyalahkan diri sendiri, cemas ataupun perfectionism dengan subjective well-being
depresi. Hal ini juga tidak mempengaruhi menunjukkan hasil adanya korelasi positif
subjective well-being yang dimilikinya. namun tidak signifikan, artinya persepsi
Other-oriented perfeksionism, yang bahwa orang lain menuntut untuk menjadi
melibatkan harapan terlalu tinggi dengan sempurna kemudian hal itu tidak sesuai
kemampuan orang lain, hal ini berorientasi dengan yang di ekspektasikan maka hal itu
memiliki standar tinggi bagi orang lain, cenderung tidak akan mempengaruhi
menempatkan pentingnya orang lain untuk kesejahteraan ataupun kebahagiaan yang
menjadi sempurna sesuai dengan dimiliki.
standarnya. Perilaku ini pada dasarnya Faktor-faktor lain yang turut
sama dengan orientasi diri, namun perilaku mempengaruh subjective well-being
perfeksionisme ini diarahkan ke luar. menurut Leonardo (2017) antara lain
Penelitian terkait pada perilaku yang kepribadian, pendapatan dan kekayaan,
diarahkan untuk orang lain telah budaya, modernisasi dan tujuan personal.
menunjukkan bahwa individu memiliki Dengan demikian, dalam penelitian ini
sanksi yang berbeda, baik menyalahkan diri variabel perfeksionisme tidak sepenuhnya
mereka sendiri atau orang lain (Wollert, merupakan faktor yang dapat berhubungan
Heinrich, 1983), dan bahwa setiap sanksi langsung subjective well-being pada
dapat berkontribusi pada keadaan emosi mahasiswa UKM kesenian.
negatif. Hal ini tidak sejalan dengan
162

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Sehingga dari penelitian ini dapat prescribed perfectionism memiliki korelasi
disimpulkan bahwa kepuasan hidup dan positif namun tidak signifikan dengan
emosi positif & negatif adalah dua bagian subjective well-being pada mahasiswa
yang berperan dalam subjective well- UKM bidang kesenian juga menunjukkan
being. Penelitian terdahulu menemukan adanya korelasi positif namun tidak
bahwa perfeksionisme merupakan signifikan. Sifat hubungan dalam penelian
konstruk yang memiliki dua sisi yaitu ini berbeda dengan asumsi awal peneliti
adaptif (positif) dan maladaptif (negatif). yang menyatakan perfeksionisme memiliki
Perfeksionisme adaptif terkait dengan hubungan negatif dengan subjective well-
positive achievement striving, gairah being. Dengan demikian hipotesis pada
dalam mencapai yang terbaik dan penelitian ini tidak diterima.
penetapan standar yang tinggi untuk diri Implikasi penelitian ini antara lain bagi
tanpa disertai maladaptive evaluatif subjek diharapkan untuk terus berusaha
concerns atau kecemasan berlebih mencapai target-target yang dimiliki sesuai
terhadap penilaian oleh orang lain. dengan kemampuan yang dimilikinya agar
Perfeksionis adaptif memiliki hasrat besar diperoleh kebahagiaan yang bukan
untuk mencapai suatu hasil atau prestasi sekedar bahagia karena harapan tingginya
tinggi, namun tidak mengaitkan kegagalan namun kebahagiaan karena tercapainya
dengan rusaknya eksistensi. Sebaliknya, tujuan atau target yang dimiliki. Peneliti
perfeksionis maladaptif memandang selanjutnya yang tertarik untuk melakukan
kegagalan adalah sesuatu yang penelitian ini diharapkan dapat
mengancam eksistensi. Perfeksionisme menggunakan subjek penelitian yang lebih
maladaptif inilah yang erat terkait dengan banyak dengan cakupan yang lebih luas,
depresi dan berbagai gejala psikopatologi dan dapat menambahkan variabel lain
lain (Hewitt & Flett, 1995; Blatt, 1995). yang belum diteliti dalam penelitian ini,
Kepuasan yang berperan dalam seperti faktor pendapatan dan kekayaan ,
subjective well-being tidak mempengaruhi budaya, modernisasi, tujuan personal
perfeksionisme seseorang. Dapat dilihat yang dimiliki individu dan merupakan
dari penelitian yang dilakukan oleh faktor-faktor lain yang dapat
Verleijsdonk (2014) yang menunjukkan mempengaruhi subjective well-being.
bahwa perfeksionisme tidak memiliki nilai Penelitian selanjutnya dapat
yang signifikan dengan kepuasan hidup. dikembangkan menjadi penelitian kualitatif
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa agar mengetahui gambaran lebih dalam
kepuasan hidup bukan merupakan mengenai faktor atau dimensi dalam
indikator masalah apabila seseorang itu perfeksionisme yang lebih berperan dalam
perfeksionis atau tidak. menentukan subjective well-being pada
Dengan demikian, dalam penelitian ini mahasiswa.
variabel perfeksionisme tidak sepenuhnya
merupakan faktor yang dapat REFERENSI
berhubungan langsung dengan subjective Aditomo, A., & Sofia, R. (2004).
well-being pada mahasiswa kesenian. Perfeksionisme, harga diri, dan
kecenderungan depresi pada remaja
SIMPULAN DAN IMPLIKASI akhir. Jurnal psikologi, 1, 1-14.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat Albano. (2011). Hubungan antara
ditarik kesimpulan bahwa adanya korelasi perfeksionisme, kepuasan hidup, dan
positif namun tidak signifikan antara variabel sosio-emosional pada anak-
perfeksionisme dengan subjective well- anak berbakat. New York : Hofstra
being. Begitu pula pada tiap aspek University.
perfeksionisme yang meliputi self-oriented Alwisol. (2004). Psikologi kepribadian.
perfectionism memiliki korelasi positif dan Malang: UMM Press
tidak signifikan, other-oriented Bieling, P. J., Israeli, A. L., & Antony, M.
perfectionism memiliki korelasi negatif M. (2004). Is perfectionism good, bad,
namun tidak gisnifikan dan socially- or both? Examining models of the
163

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
perfectionism construct. Personality R. (2009). New measures of well-being
and Individual Differences, 36, 1373– : Flourishing and positive and negatif
1385. doi: 10.1016/S0191- feelings. Social Indicators Research,
8869(03)00235-6 39, 247-266.
Blatt, S. J. (1995). The destructiveness of Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., &
perfectionism: Implication for the Smith, H. L. (1999). Subjective well-
treatment of depression. American being: Three decades of progress.
Psychologist, 50, 1003-1020. Psychological Bulletin, 125, 276–302.
Bojanic, Z. (2018). Personality traits as Diener, E., & Chan, M. Y. (2011). Happy
predictors of perfectionism. Physical people live longer: Subjective well-
Education And Sport, 16 (1), 57 – 71. being contributes to health and
Campbell J, Di Paula A . (2002). longevity. Applied Psychology: Health
Perfectionistic self-beliefs: their relation and Well-Being, 3, 1–43.
to personality and goal pursuit. In: Flett Diener, E. (2009). The science of well
G, Hewitt P, editors. Perfectionism - being the collected works of ed diener.
Theory, Research, and Practice. USA : Springer
Whasington DC: American Eid, M., & Larsen, R. J. (2008). The
Psychological Association, 181-197. science of subjective well-being. New
Chang, E. C. (2006) Perfectionism and York: The Guilford Press.
dimensions of psychological well-being Flett, G.L., R.A. Davis, P.L. Hewitt. (2003).
in a college student sample : A test of a Dimensions of perfectionism,
stress-mediation model. Journal of unconditional self-acceptance, and
Social and Clinical Psychology, 25 (9), depression. Journal Of Rational-
1001-1022. Emotive & Cognitive-Behavior Therapy,
Cohen, S., Doyle, W. J., Turner, R. B., 21(2), 119-138.
Alper, C. M., & Skoner, D. P. (2003). Frost, R. O., Marten, P. A., Lahart, C. &
Emotional style and susceptibility to the Rosenblate, R. (1990). The dimensions
common cold. Psychosomatic of perfectionism. Cognitive Therapy and
Medicine, 65, 652–657. Research, 14, 449-468. doi:
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishii, S. 10.1007/BF01172967
(2005). Subjective well-being : the Gilman, R., Ashby, J. S., Sverko, D.,
science of happiness and life Florell, D., & Varjas, K. (2005). The
satisfaction. In C. R. Snyder & S. J. relationship between perfectionism and
Lopez (Eds.), Handbook of positive multidimensional life satisfaction among
psychology (2nd ed.), (pp. 63-73). New Croatian and American youth.
York, NY: Oxford University Press. Personality and Individual Differences,
Diener, E., Scollon, C.N., & Lucas, R. E. 39, 155–166. doi:
(2003). The evolving concept of 10.1016/j.paid.2004.12.014
subjective well-being: The multifaceted Gilman, R., Ashby, JS. (2013). A first
nature of happiness. Advances in Cell study of perfectionism and
Aging and Gerontology, 15, 187-219. multidimensional life satisfaction among
Diener, E. (1984). Subjective well-being. adolescents. Journal of Early
Psychological Bulletin, 95 (3), 542-575. Adolescence, 23(2), 218-235.
Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R.J., Gordon, L. Flett., Hewitt, L. P., Tessa, R.
Griffin, S. (1985). The satisfaction with (1996). Dimensions of perfectionism,
life scale. Journal of Personality psychosocial adjustment, and social
Assesment, 49,71-75. skills. Personality individual differences,
Diener, E. (2000). Subjective well-being. 20, 143-150.
The science of happiness and a Hamachek, D. E. (1978). Psychodynamics
proposal for a national index. American of normal and neurotic perfectionism.
Psychologist, 55, 34–43. Psychology, 15, 27-33.
Diener, E., Wirtz, D., Tov, W., Kim-Prieto, Hewitt, P. L., Flett, G. L. (1991).
C., Choi, D., Oishi, S., Biswas-Diener, Perfectionism in the self and social
164

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
contexts: Conceptualization, Macedo at al. (2014). Perfectionism and
assessment and association with psychological distress: a review of the
psychopathology. Journal of Personality cognitive factors. IJCNMH, 1-6
and Social Psychology, 60, 456-470. Mackinnon, et al. (2017). Perfectionistic
Hewitt, P. L., Flett, G. L., Wendy, T. concerns, social negativity, and
Donovan., Samuel, F. Mikail. (1991). subjective well- being: A test of the
The multidimensional perfectionism social disconnection model. Journal of
scale : Reliability validity, and Personality,3 85.
psychometric properties in psychiatric Mee, Foo Fatt., Siti, Aishah Hasan.,
samples. Journal of consulting clinical Maznah, Baba., Mansor, Abu Thalib.,
psychology, 3, 464-468. Noor, Syamilah Zakaria. (2015).
Hollender, M.H. (1965). Perfectionism. Relationship between perfectionism
Comprehensive psychiatry, 6(3), 94- and marital satisfaction among
103. graduate students. International journal
Horney, K. (1950). Neurotis and humsn of education and research 3.
growth : The struggle toward self- Nealis, L. J., Sherry, S. B., Sherry, D. L.,
relization. New York: Norton dan Stewart, S. H., & Macneil, M. A. (2015).
Company INC. Toward a better understanding of
http://ukm- narcissistic perfectionism: Evidence of
sangsekarta.umm.ac.id/id/pages/organi factorial validity, incremental validity,
sasi-24.html and mediating mechanisms. Journal of
http://lentera.umm.ac.id/id/pages/sejarah.h Research in Personality, 57, 11–25.
tml Nurhayati., Sukma., Marina. (2016).
http://gitasurya.umm.ac.id/id/pages/sejara Hubungan perfeksionisme dengan
h.html kesejahteraan psikologis pada siswa
http://marchingband.umm.ac.id/id/pages/in akselerasi. Program Studi Psikologi,
i-judul-menu.html Fakultas Kedokteran, Universitas
http://focus.umm.ac.id/id/pages/sejarah.ht Lambung Mangkurat.
ml O’Connor D, O’Connor R, Marshall R.
Iriani, F. & Ninawati. (2005). Gambaran (2007). Perfectionism and psycho-
kesejahteraan psikologis pada dewasa logical distress: evidence of the
muda ditinjau dari pola attachment. mediating effects of rumination.
Jurnal Psikologi, 3(1), 44- 64. European Journal of Personality, 21,
Kuntaswari, P & Stevanus, S. (2013). 429-452.
Jurnal Hubungan antara Odes, E. (2008). Male pefectionists with
perfeksionisme dan psycholigical well- close samesex friends: self-disclosure
being pada seniman berusia dewasa interdependent self-construal.
muda dan dewasa madya. Universitas http//.books.google.co.id/books.
Surabaya. Paul, L., Hewitt., Goldon, L., Flett., Wendy,
Lee, Kangjae., Sunhwan, H. (2018). T., & Samuel, F (1991). The
Serious leisure qualities and subjective multidimensional perfectionism scale:
well-being. The Journal of Positive Reliability validity, and psychometric
Psychology, 13(1), 48-56. properties in psychiatric samples.
Lu, L., & Gilmour, R. (2004). Culture and Journal of consulting clinical
conceptions of happiness: Individual psychology, 3, 464-468.
oriented and social oriented SWB. Pranungsari, Dessy. (2010)
Journal of Happiness Studies, 269-291. Kecenderungan perfeksionisme pada
Lyubomirsky, S., King, L., & Diener, E. anak gifted dikelas ekselerasi.
(2005). The benefits of frequent positive Humanitas 7.
affect: Does happiness lead to Pratiwi, S. (2016). Hubungan antara
success?. Psychological Bulletin, 131, perfeksionisme dan ketidakpuasan
803–855. terhadap citra tubuh pada masa

165

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
dewasa awal. Yogyakarta: Fakultas Steptoe, A., & Wardle, J. (2011). Positive
Psikologi Universitas Sanata Dharma. affect measured using ecological
Pouravari, Marjan. (2017). Identifying momentary assessment and survival in
pattern of relationships between older men and women. Proceedings of
attachment styles, life satisfaction and the National Academy of Sciences,108,
perfectionism in University Students. 18244–18248.
Razavi International Journal of Sugiyono. (2017). Metode penelitian
Medicine. This is an open-access kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung
article distributed under the terms of the : Alfabeta.
Creative Commons Attribution- Sutarto. (2006). Dasar-dasar organisasi.
NonCommercial 4.0 International Yogyakarta: Gadjah Mada University
Licens. Press.
Ratna, P.T & I.W. Widayat. (2012). Verleijsdonk, Mandy. (2014). Examining
Perfeksionisme pada remaja gifted the Association between Adolescents’
(studi kasus pada peserta didik kelas Perfectionism and Satisfaction with Life:
akselerasi di SMAN 5 Surabaya). Loneliness as a Moderator. Department
INSAN, 14(03), 203-210. of Developmental Psychology, Tilburg
Robbins, S. B., & Kliewer, W. L. (2000). University
Advances in theory and research on Verner-Filion, J., Gaudreau, P. (2010). From
subjective well-being. In S. D. Brown & perfectionism to academic adjustmentt : The
R. W. Lent (Eds.), Handbook of mediating role of achievement goals.
Counseling Psychology (3rd ed., pp. Personality and individual differences,
310–345). 49, 181-186.
Roedell, W. C. (1984). Vulnerabilities of Zhou, X., Zhu, H., Zhang, B., & Cai T.
highly gifted children. Roeper Review 6 (2013). Perceived social support as
(3), 127-130. moderator of perfectionism, depression,
Sherry, S. B., Mackinnon, S. P., & and anxiety in college students. Social
Gautreau, C. M. (2016). Perfectionists Behavior & Personality: an International
do not play nicely with others: Journal, 41, 1141-1152. doi:
Expanding the social disconnection 10.2224/sbp.2013.41.7.1141
model. In Perfectionism, health, and
well-being (pp. 225–243). Springer
International Publishing.
Stairs, A,M., Smith, G.T., Zapolski, C.B.,
Comb, J.L., & Settles, R.E. (2012).
Clarifying the construct of
perfectionism. Assesment SAGE, 19(2)
146-166.
Stoeber, J. (2012). Dyadic perfectionism in
romantic relationships: Predicting
relationship satisfaction and longterm
commitment. Personality and individual
differences, 53(3), 300-305.
Stoeber, J. and K. Otto. (2006). Positive
conceptions of perfectionism:
approaches, evidence, challenges.
Personality and Social Psychology
Review, 10, 295-319.
Stoeber, J., & Childs, J. H. (2010). The
assessment of self-oriented make a
difference. Journal of Personality
Assessment, 92(6), 577-585.

166

http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic

Anda mungkin juga menyukai