Anda di halaman 1dari 21

PSIKOLOGI KONSELING

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7

ANISYAH (06071981722080)
MARYATI (06071181722004)
MELLY ULANDARI (06071281722044)
RESI OGAMI (06071281722023)
ROSPELITA (06071281722025)
THEADORA GRACELYTA (06071281722021)
UGAS MUNARGO (06071281722035)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan adalah perubahan kearah menuju terwujudnya
hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Dalam menempuh
hakekat manusia yang bermartabat tersebut terdapat tugas – tugas
perkembangan sesuai tahap – tahapan perkembangan dengan tujuan setiap
individu dapat menuntaskannya.
Dalam perkembangan terdapat juga perkembangan konsep diri dan
citra diri. Citra diri merupkan bagian dari konsep diri yang berkaitan
dengan sifat – sifat fisik sedangkan Konsep diri melihat pribadinya secara
utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spritual.
Oleh karena itu, seorang pendidik haruslah mengetahui apakah
peserta didik berkembang sesuai dan sudah tercapainya tugas – tugas
perkembangannya serta telah memahami citra diri serta konsep dirinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Tugas Perkembangan ?
2. Apa saja tugas – tugas Perkembangan ?
3. Bagiamana dengan Citra Diri ?
4. Bagaimana dengan Konsep Diri ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tugas perkembangan
2. Untuk mengetahui tugas – tugas perkembangan
3. Untuk memahami tentang Citra Diri
4. Untuk memahami tentang Konsep Diri
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tugas Perkembangan


Tugas perkembangan adalah sesuatu tugas yang timbul pada
periode tertentu dalam kehidupan seseorang. Adapun menurut Robert
Havighurst, tugas perkembangan ialah tugas yang terdapat pada suatu
tahap kehidupan seseorang, yang akan membawa individu kepada
kebahagiaan dan keberhasilan dalam tugas-tugas pengembangan
berikutnya yaitu apabila tahap kehidupan tersebut dijalani dengan berhasil.
Sedangkan kegagalan dalam melaksanakan tugas pengembangan, akan
mengakibatkan kehidupan tidak bahagia pada individu dan kesukaran-
kesukaran lain dalam hidupnya kelak.
B. Tugas – Tugas Perkembangan
Di bawah ini dikemukakan rincian tugas perkembangan dari setiap
tahapan menurut (Havighurst) :
1. Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Anak-anak Awal (0-6 bulan)
a) Belajar Berjalan pada usia 9 – 15 bulan.
b) Belajar makan-makanan
c) Belajar berbicara.
d) Belajar buang air besar dan kecil.
e) Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
f) Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
g) Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam.
h) Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orrang tua,
saudara, dan orang lain.
i) Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk serta pengembangan
kata hati.
2. Tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak Akhir dan Anak Sekolah (6-
12 tahun)
a) Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri
sebagaimakhluk biologis.
b) Belajar bergaul dengan teman sebaya.
c) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
d) Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan
berhitung.
e) Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
f) Mengembangkan kata hati.
g) Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
h) Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja (12-21 tahun)
a) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
b) Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita.
c) Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
d) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
e) Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
f) Memilih dan mempersiapkan karier.
g) Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
h) Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan bagi warga negara.
i) Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
j) Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai
petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.
4. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal (21-30 tahun)
a) Memilih pasangan.
b) Belajar hidup dengan pasangan.
c) Memulai hidup dengan pasangan.
d) Memelihara anak.
e) Mengelola rumah tangga.
f) Memulai bekerja.
g) Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.

C. Citra Diri
1. Pengertian Citra Diri
Menurut centi (1993) Citra diri merupakan hal yang subyektif,
menurut penglihatan sendiri. Keadaan dan penampilan diri pada
gilirannya dipengaruhi oleh norma yang dijumpai atau dihadapi.
Pendapat ini didukung oleh Burns (1996) mengetakan bahwa citra
diri merupakan sumber utama dari banyak kepuasaan, karena citra diri
merupakan proses dimana individu menguji kapasitas – kapasitasnya
menurut standart – standart dan nilai – nilai pribadinya yang telah
diinternalisaasiakan dari masyarakat.
La Rose (1996), menyebutkan bahwa citra diri adalah gambaran
tubuh sendiri yang dibentuk dalam pikiran untuk menyatakan suatu
cara penampilan tubuh seperti cantik, dan jelek.
Maltz (1996), yang menyatakan bahwa citra diri dalah konsepsi
seseorang mengenai orang macam apakah dirinya.
Kussein (1997), berpendapat bahwa pada dasarnya citra diri adalah
penafsiran seseorang secara subyektif pada dirinya sendiri, oleh
karena itu sering terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan karena
individu mengabaikan faktor – faktor obyektif yang ada.
Hadisurbrata (1997), menyatakan bahwa citra diri bersifat
subyektif, sebab hanya didasarkan pada interprestasi pribadi tanpa
mempertimbangkan atau meneliti lebih jauh kenyataan benarrnya.
Maka dapat disimpulkan dari pengertian diatas bahwa citra diri
adalah hal yang subyektif yang ada pada diri sendiri, menurut
penglihatan sendiri didasarkan pada interprestasi pribadi tanpa
mempertimbangkan lebih jauh kenyataan benarnya.
2. Aspek – aspek Citra Diri
Aspek citra diri dalam penelitian ini mengacu pada obyek sikap
dari diri yaitu tubuh. Tubuh terdiri dari dua aspek, yaitu bagian tubuh
dan keseluruhan tubuh. Rincian obyek sikoa citra diri dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Bagian tubuh seperti wajah, rambut, gigi, hidungg, lengan, perut,
ukuran dan bentuk dada, pantat, pinggu, kaki, paha (Rosen dkk, 1995),
leher (Wirakusumah, 2001), bentuk bibir dan mata (Winiaswati,
2003), pipi (Hurlcok, 1999).
b. Keseluruhan tubuh mencakup berat badan, tinggi badan, proporsi
tubuh, penampilan fisik dan bentuk tubuh (Rosen dkk, 1995).
Senada dengan pendapat di atas Pudjijogyanti (1995),
mengemukakan bahwa aspek citra diri adalah bagian tubuh
keseluruhan tubuh misalnya bentuk tubuh dan bagian tubuh seperti
bentuk rambut.
Beberapa uraian dari bebrapa ahli dapat disimpulkan bahwa aspek
citra diri adlah bagian tubuh dan keseluruhan tubuh.

D. Konsep Diri
1. Definisi Konsep Diri
Definisi konsep diri menurut Baumeister (1999) adalah apa yang
dipercayai seseorang tentang dirinya, mencakup sifat-sifat orang tersebut,
juga tentang siapa dan apa sebenarnya dirinya itu.
Menurut hurlock konsep diri ialah konsep seseorang dari siapa dan
apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditetntukan sebagian
besar, oleh peran dan hubungan orang lain, apa yang kiranya reaksi orang
terhadapnya. Konsep diri ideal ialah gambaran mengenai penampilan dan
kepribadian yang didambakannya.
Agustinus (2009) menyatakan konsep diri merupakan gambaran
yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui
pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan
Rogers (1997) konsep diri ialah sadar dari ruang fenomenal yang
didasari dan disimbolisasikan, yaitu “aku”merupakan pusa referensi setiap
individu yang secara pelahan – perlahan dibedakan dan disimbiolisasikan
sebagai bayangan tentang diri yang mengataka “apa dan siapa aku
sebenarnya” dan “ apa sebenarnya yang harus aku perbuat” .
Rakhmat (2007:105) mengatakan bahwa konsep diri adalah "cara
individu tersebut memandang atau melakukan penilaian terhadap dirinya
sendiri. Konsep diri merupakan hal penting yang akan menentukan
bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Konsep diri yang positif
berarti bahwa semakin banyak individu tersebut dalam memahami
kelebihan serta kekurangannya. Konsep diri positif akan membuat
individu merasa senang karena individu tersebut akan secara suka cita
menerima kondisi diri. Konsep diri mencakup harga diri, dan gambaran
diri seseorang. Mengingat konsep diri merupakan arah dari seseorang
ketika harus bertingkah laku, maka perlu dijelaskan peran penting dari
konsep diri. "Sedangkan
konsep diri menurut Agustiani (2006:138) merupakan "Gambaran
yang dimiliki seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari
pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi."
Jadi, dapat disimpulkan konsep diri ialah pengalaman siapa aku
sebenarnya dapat membedakan aku dan bukan aku atau penilaian akan
dirinya sendiri yang diperoleh dari adanya interaksi dengan lingkungan.

2. Perkembangan Konsep Diri


Menurut Lewis (1990), ada 2 aspek perkembangan konsep diri, yaitu:

• Diri Eksistensial
Ini merupakan bagian yang paling mendasar dari skema diri atau
konsep diri, yakni merasa adanya keterpisahan dan perbedaan dari
orang lain, dan kesadaran akan adanya keberadaan dirinya yang
menetap.
Seorang anak sejak masa kanak-kanaknya merasa bahwa dirinya
ada atau eksis sebagai satu entitas yang berbeda dari orang lain, dan
bahwa dirinya terus eksis menyusuri ruang dan waktu.
Menurut Lewis, kesadaran seseorang akan dirinya yang
eksistensial sudah dimulai sejak usia 2 atau 3 bulan, dan sebahagian
dari kesadaran itu bertumbuh dari hubungan antara dirinya dengan
dunia luar.

• Diri Kategorial
Setelah menyadari akan eksistensi dirinya sebagai suatu entitas
yang terpisah dari yang lain dan memiliki pengalaman-pengalaman
tersendiri, pada tahap berikutnya si anak juga akan menyadari bahwa
dirinya adalah suatu ‘obyek’ di tengah-tengah dunia.
Sebagaimana halnya obyek-obyek lainnya, termasuk orang, yang
dapat dialami dan memiliki sifat-sifat tertentu (misalnya kecil, besar,
berwarna, licin, dan sebagainya), demikian juga si anak mulai
menyadari bahwa dirinya adalah suatu obyek yang dapat dialami dan
memiliki sifat-sifat tertentu
Diri seseorang juga dapat dimasukkan ke dalam kategori-kategori
seperti umur, gender, ukuran, dan keahlian. Dua dari antara kategori-
kategori yang diaplikasikan pada awalnya adalah umur (misalnya,
“saya berumur 3 tahun”), dan gender (misalnya,”saya seorang anak
perempuan”).
Pada tahap awal masa kanak-kanak, kategori-kategori yang
diaplikasikan seorang anak pada dirinya bersifat sangat kongkrit
(misalnya: tinggi badan, warna rambut, hal-hal yang disukai). Pada
tahap selanjutnya, deskripsi dirinya akan mulai mencakup juga sifat-
sifat psikologis internal, evaluasi komparatif, dan tentang bagaimana
orang-orang lain melihat dirinya.
3. Komponen Konsep Diri
Menurut Carl Rogers, konsep diri terdiri dari tiga komponen:

a. Gambaran Diri (Self-Image)


Konsep ini menegaskan tentang cara seseorang memandang
dirinya sendiri. Tidak selamanya gambaran diri ini mencerminkan
keadaan yang sebenarnya. Misalnya, seseorang yang menderita
anoreksia dan berbadan kurus dapat saja memiliki gambaran diri di
mana dia percaya bahwa dirinya berbadan gemuk.
Terbentuknya gambaran diri seseorang dapat dipengaruhi
banyak faktor, misalnya pengaruh dari orang tua, teman, media,
dan lain-lain. Kuhn (1960) mengadakan penelitian menyangkut
gambaran diri ini dengan menggunakan Test Duapuluh Pernyataan,
di mana orang-orang yang menjadi obyek penelitian diminta
menjawab pertanyaan “Siapakah saya?” dengan menggunakan 20
cara yang berbeda-beda.
Respon yang didapat dari penelitian ini dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar, yakni peran sosial (aspek eksternal dan
obyektif dari seseorang, misalnya seorang anak, seorang guru,
seorang teman, dan sebagainya) dan sifat-sifat pribadi (aspek
internal dan afektif seseorang seperti suka berteman, tidak sabaran,
suka humor, dan sebagainya)
Jawaban-jawaban yang didapat dari test tersebut juga dapat
dikelompokkan ke dalam 4 kelompok berikut ini:
1. Deskripsi Fisik : “saya bertubuh jangkung”, “saya memiliki mata
biru”, dan lain-lain.
2. Peran Sosial : Semua orang adalah makhluk sosial, dan cara
seseorang berperilaku sebahagiannya dibentuk oleh peran sosial yang
ia jalani. Peran-peran sebagai seorang pelajar, ibu rumah tangga, atau
anggota sebuah tim sepak bola, bukan saja membantu orang lain untuk
mengenali diri seseorang, tetapi juga membantu dia untuk mengetahui
apa yang diharapkan orang lain dari dirinya dalam berbagai situasi.
3. Sifat Pribadi : Ini adalah dimensi ketiga dari deskripsi diri
seseorang. “Saya seorang yang impulsif”, “saya pemurah”, “saya
cenderung menguatirkan banyak hal”, dan sebagainya.
4. Pernyataan Eksistensial : Ini lebih bersifat abstrak, yakni
pernyataan-pernyataan seperti: “saya adalah putra alam semesta”,
“saya bahagian dari umat manusia”, “saya ini makhluk spiritual”, dan
sebagainya.

4. Jenis – Jenis Konsep Diri


Terdapat beberapa jenis konsep diri dalam psikologi, diantaranya :
1. Konsep Diri Akademik
Konsep diri akademik seseorang mengacu kepada
keyakinan pribadinya terhadap keahlian dan kemampuan
akademik yang dimilikinya. Kalangan ahli sebahagian
berpendapat bahwa perkembangan konsep diri akademik ini
diawali pada usia 3-5 tahun dengan dipengaruhi oleh orang tua dan
para pendidiknya yang awal sekali.
Selanjutnya pada usia 10-11 tahun anak-anak menilai
kemampuan akademik mereka dengan cara membandingkan diri
mereka dengan teman-teman sebaya mereka. Pembandingan sosial
ini disebut juga estimasi diri.
Kemudian, estimasi diri yang menyangkut kemampuan
kognitif paling akurat pengukurannya bilamana menyangkut
evaluasi terhadap topik yang terkait angka-angka, seperti
matematika. Sedang pada bidang lain, seperti kecepatan berpikir,
seringkali lebih rendah akurasinya.
Beberapa ahli menyarankan bahwa demi meningkatkan
konsep diri akademik seorang anak atau siswa, orang tua dan para
pendidik hendaknya memberi umpan balik yang spesifik yang
terfokus pada kemampuan atau keahlian tertentu yang dimiliki
anak tersebut.
Ahli lainnya menyatakan bahwa peluang untuk belajar bagi
anak-anak atau siswa hendaknya diselenggarakan di dalam
kelompok-kelompok, baik kelompok dengan beragam keahlian
maupun kelompok dengan keahlian yang seragam, yang
mengecilkan pembandingan sosial.
Hal ini karena pengelompokan yang terlalu berlebihan dari
setiap tipe kelompok dapat memberi efek yang merugikan pada
konsep diri akademik anak-anak tersebut dan cara pandang mereka
terhadap diri sendiri dalam hubungannya dengan teman-teman
sebaya mereka.

2. Konsep Diri terkait Perbedaan Kultural


Dalam hal cara seseorang memandang dirinya sendiri
dalam hubungannya dengan orang lain, ada perbedaan-perbedaan
tertentu baik lintas budaya maupun dalam lingkup budaya itu
sendiri. Dalam budaya Barat, yang lebih dipentingkan adalah
kemandirian seseorang dan bagaimana ia mengekspresikan sifat-
sifat pribadinya sendiri. Diri individu lebih diutamakan daripada
kelompok.
Sedang dalam budaya Timur, diri tiap individu dipandang
dalam konteks ketergantungan dengan kelompoknya. Relasi antar
individu lebih dipentingkan daripada pencapaian pribadi tiap-tiap
orang. Individu mengalami dan merasakan adanya keterikatan dan
kesatuan dengan kelompoknya.
Peleburan identitas semacam ini memiliki baik konsekuensi
positif maupun negatif. Peleburan identitas individu dengan suatu
kelompok yang lebih besar dapat memberi kesan pada individu
tersebut bahwa keberadaannya memiliki arti.
3. Konsep Diri Terkait Perbedaan Gender
Penelitian menunjukkan bahwa kaum pria cenderung lebih
mandiri, sedangkan kaum wanita lebih menekankan pada saling
ketergantungan (interdependence). Dalam hal saling
ketergantungan pun terdapat perbedaan antara pria dan wanita.
Saling ketergantungan di kalangan wanita lebih bersifat relasional,
pribadi ke pribadi, atau dalam kelompok-kelompok kecil. Di lain
pihak, saling ketergantungan di kalangan pria lebih bersifat
kolektif, mengidentifikasi diri mereka dalam konteks kelompok
yang lebih besar.
Sejak awal di masa kanak-kanak perbedaan gender ini
sudah nampak. Sejak usia 3 tahun, baik anak laki-laki maupun
anak perempuan lebih cenderung memilih teman bermain dari
jenis kelamin yang sama dengan mereka, dan mempertahankan
kecenderungan itu hingga melewati usia sekolah dasar.
Setelah melewati fase ini, anak laki-laki dan perempuan
mulai memasuki interaksi dan hubungan-hubungan sosial yang
berbeda. Anak perempuan lebih condong kepada hubungan pribadi
ke pribadi dengan ikatan emosional yang kuat, sedang anak laki-
laki lebih memilih terlibat dalam aktivitas kelompok.
Dalam suatu studi ditemukan bahwa performa anak laki-
laki di dalam suatu kelompok yang agak besar hampir dua kali
lebih baik dibandingkan kalau berpasang-pasangan, sementara di
kalangan anak perempuan tidak ditemukan perbedaan yang berarti.
Anak laki-laki cenderung membentuk kelompok yang lebih besar
dengan didasarkan pada kepentingan dan aktivitas yang sama.
Dalam hal perilaku di dalam kelompoknya, anak
perempuan lebih cenderung menunggu giliran pada waktu hendak
berbicara, mudah untuk bersepakat, dan juga mudah untuk
mengakui kontribusi dari sesama anggota kelompok. Sementara
anak laki-laki cenderung lebih mudah mengeluarkan ancaman,
mengumbar kelebihan diri, atau mengumpat satu sama lain, yang
mengindikasikan pentingnya dominasi dan hirarki di dalam
kelompok sesama teman laki-laki.
Di dalam kelompok campuran antara anak laki-laki dan
perempuan, anak perempuan lebih cenderung bersikap pasif saat
menyaksikan kawan laki-lakinya bermain, sedang anak laki-laki
cenderung tidak menanggapi apa yang dikatakan kawan
perempuannya.

Perilaku sosial yang terbentuk di dalam diri anak laki-laki dan


perempuan dalam perkembangan mereka sejak masa kanak-kanak
cenderung terbawa hingga mereka dewasa, walau tidak seluruhnya.

5. Aspek – aspek Konsep Diri


Ada beberapa aspek–aspek konsep diri yang paling penting di
kemukakan oleh Maria (dalam Anggita 2011:34) meliputi diri fisik,
diri moral dan etik, diri sosial, dan data pribadi sebagai berikut:
a. Diri Fisik (physical self)
Aspek ini menggambarkan bagaimana individu
memandang kondisi kesehatan, badan, dan penampilan fisiknya
b. Diri Moral dan Etik (morality dan ethical self)
Aspek ini menggambarkan bagaimana individu
memandang nilai–nilai moral–etik yang dimilikinya. Meliputi
sifat–sifat baik atau sifat–sifat jelek yang dimiliki dan penilaian
dalam hubunganya dengan Tuhan.
c. Diri Sosial (social self)
Aspek ini mencerminkan sejauh mana perasaan mampu dan
berharga dalam lingkup interkasi sosial dengan orang lain.
d. Diri Pribadi (pesonal self)
Aspek ini menggambarkan perasaan mampu sebagai
seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya arau
hubungan pribadinya dengan orang lain.
e. Diri Keluarga (Familiy Self)
Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan berharga
dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga.
Aspek-aspek konsep diri merupakan bagaimana seseorang
memandang dirinya, sejauh mana perasaan seseorang mampu
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Sedangkan menurut Dariyo (2007:202), konsep diri bersifat multi


aspek yaitu:

1) Aspek Fisiologis
Aspek fisiologis dalam diri berkaitan dengan unsur–unsur,
seperti warna kulit, bentuk, berat atau tinggi badan, raut muka,
memiliki kondisi badan yang sehat, normal/cacat dan lain
sebagainya.
Karakteristik mempengaruhi bagaimana seseorang menilai
diri sendiri, demekian pula tak dipungkuri orang lain pun menilai
seseorang diawali dengan penilaian terhadap hal–hal yang bersifat
fisiologis. Walaupun belum tentu benar masyarakat sering kali
melakukan penilaian awal terhadap penilaian fisik untuk dijadikan
sebagian besar respon perilaku seseorang terhadap orang lain.

2) Aspek Psikologis
Kognitif (kecerdasan, minat, dan bakat), Tujuan aspek
kognitif beriorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat,
sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut
peserta didik untuk menghubungkan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut.

3) Aspek Psiko-Sosiologis
Pemahaman individu yang masih memiliki hubungan
dengan lingkungan sosialnya. Seseorang yang menjalin hubungan
dengan lingkungannya dituntut untuk dapat memiliki kemampuan
berinteraksi sosial, komunikasi, menyesuaikan diri dan bekerja
sama dengan mereka.

4) Aspek Psiko-Spritual
Kemampuan dan pengalaman individu yang berhubungan
dengan nilai-nilai dan ajaran agama.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa aspek dalam konsep diri yaitu Diri Fisik (physical self),
Diri Moral dan Etik (morality dan ethical self), Diri Sosial (social
self), Data Pribadi (pesonal self), Diri Keluarga (Familiy Self)
sedangkan aspek Fisiologis berkaitan dengan unsur, seperti warna
kulit, bentuk, berat atau tinggi badan. Aspek Psikologis ada
kognitif (kecerdasan, minat, dan bakat), aspek psiko-sosiologis
yang masih memiliki hubungan dengan lingkungan sosialnya.

6. Faktor Pengaruh Konsep Diri


Rakhmat (2007:101-104) berpendapat bahwa, faktor yang
mempengaruhi konsep diri adalah faktor orang lain dan faktor
kelompok rujukan. Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang
lain lebih dahulu, bagaimana seorang individu tersebut menilai diri
kita, jika kita tidak menilai individu seseorang tersebut, karena hal
tersebut akan membentuk diri dalam berperilaku dalam suatu
kelompok.
Sedangkan menurut Nina W.Syam (dalam Nur 2014), konsep diri
dipengaruhi oleh faktor–faktor sebagai berikut :
a. Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua turut menjadi faktor signifikan dalam
mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang
tua yang terbaca oleh anak, alan menumbuhkan konsep dan
pemikiran yang positif serta sikap mengahrgai diri sendiri.
Sikap negatif orang tua akan mengundang pertanyaan pada
anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya cukup berharga
untuk dikasihi. Untuk disayangi dan dihargai dan semua itu
akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua tidak
saying.
b. Kegagalan
kegagalan yang terus menerus dialami seringkali
menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir
dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada
kelemahan diri. Kegagalan membuat orang merasa dirinya
tidak berguna.
c. Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai
pemikiran yang cenderung negatif dalam memandang dan
merespon segala sesuatunya, termasuk menilai dirinya sendiri.
Segala situasi atau stimulus yang netral akan dipersepsi secara
negatif. Misalnya tidak diundang ke sebuah pesta, maka
berfikir bahwa saya “miskin” maka saya tidak pantas diundang.
Orang yang depresi sulit melihat apakah dirinya mampu
survive menjalani kehidupan selanjutnya.
d. Kritik Internal
Terkadang mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan
untuk menyadarkan seseorang akan perbuatan yang
dilakukannya. Kritik terhadap diri sendiri sering berfungsi
manjadi regulator atau rambu dalam bertindak dan berperilaku
agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat dan dapat
beradaptasi dengan baik.
7. Ciri-Ciri Konsep Diri
Konsep diri pada setiap orang sesungguhnya tidak mutlak dalam
kondisi diri berperan penting sebagai pengarah dan penentu perilaku,
maka harus diupayakan dengan keras agar individu mempunyai
banyak ciri–ciri konsep diri yang positif. Kualitas isi konsep diri
seseorang ada yang positif dan yang negatif.
Menurut William dan Philip (dalam Rakhmat, 2008:105)
mengemukakan ada 5 ciri–ciri konsep diri negarif, yaitu:

a. Peka terhadap kritik


Orang yang mempunyai konsep diri yang negatif sangat
tidak tahan dengan kritik yang diterimanya dan mudah marah.
Segala koreksi sering kali dipersepsi sebagai usaha untuk
menjatuhkan harga dirinya. Orang yang memilki konsep diri
negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan
bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai
logika yang keliru.
b. Responsif terhadap pujian
Soal mendapat pujian, individu ini mungkin berpura-pura
menghindari pujian, namun tidak dapat menyembunyikan
antusiasnya pada waktu menerimanya pujian.
c. Bersikap hiperkritis
Sikap hiperkritisnya ditujukan dengan mengeluh, mencela,
atau meremehkan, apapun dan siapapun tidak pandai dan tidak
sanggup dalam mengungkapkan penghargaan/pengakuan
kepada orang lain.
d. Merasa tidak disenangi orang lain
Individu ini memilki raa bahwa dirinya tidak diperhatikan.
Oleh karena itu, individu ini beraksi pada orang lain sebagai
musuh. Sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan
keakraban persahabatan.
e. Bersifat pesimis terhadap kompetisi
Hal ini terungkap dengan kenggannya untuk besaing
dengan orang lain dalam membuat prestasi. Individu
menganggap tidak berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya.

Setiap orang mempunyai konsep diri yang berbeda-beda, ada


individu yang mempunyai konsep diri positif dan negatif. Menurut
William D. Brooks dan Philip Emmert dalam Rakhmat (2007:105)
karakteristik orang yang mempunyai konsep diri yang positif antara
lain:

1. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah


2. Merasa setara dengan orang lain
3. Menerima pujian tanpa rasa malu
4. Mampu menyadari bahwa semua orang mempunyai berbagai
perasaan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh
masyarakat
5. Mampu memperbaiki dirinya karena karena sanggup
mengungkapkan aspek–aspek kepribadian yang tidak disenanginya
dan berusaha mengubahnya
6. Peka kepada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan, sosial yang
diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa
bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain
7. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan
yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif,
persahabatan, atau sekedar mengisi waktu
8. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa dirinya mampu
merasakan berbagai dorongan dari keinginan
9. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
BAB III
KESIMPULAN

 Tugas perkembangan adalah sesuatu tugas yang timbul pada periode


tertentu dalam kehidupan seseorang.
 Menurut havigrust tugas perkembangan dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Tugas perkembangan masa Bayi dan Anak-anak awal (0-6 bulan)
2. Tugas perkembangan masa Kanak-kanak akhir dan Anak Sekolah (6-
12 tahun)
3. Tugas perkembangan masa remaja (12-21 tahun)
4. Tugas perkembangan masa dewasa awal (21-30ahun)
 Citra Diri adalah hal yang subyektif yang ada pada diri sendiri, menurut
penglihatan sendiri didasarkan pada interprestasi pribadi tanpa
mempertimbangkan lebih jauh kenyataan benarnya.
 Beberapa uraian dari bebrapa ahli dapat disimpulkan bahwa aspek citra
diri adlah bagian tubuh dan keseluruhan tubuh.
 Konsep Diri ialah pengalaman siapa aku sebenarnya dapat membedakan
aku dan bukan aku atau penilaian akan dirinya sendiri yang diperoleh dari
adanya interaksi dengan lingkungan.
 Jenis – jenis konsep diri ada 3 yaitu :
1. Konsep Diri Akademik
2. Konsep Diri perbedaan Kultural
3. Konsep Diri perbedaan Gender
DAFTAR PUSTAKA

 Hurlock. B, “psikologi perkembangan anak jilid 2, Erlangga, Jakarta,


2005. hlm 237
 Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan Pendekatan
Ekologi Kaitanya Dengan Konsep Diri Dan Penyesuaian Diri Remaja.
Bandung: Refika Aditama
 Anggita Arumasari, Ike. 2011. Hubungan antara konsep diri dengan
komunikasi antarpribadi pada siswa kelas VIII smp negeri 2 jatibarang
brebes tahun ajaran 2010/2011. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
 Nur Ghufron, M. Risnawira S, Rini. 2014. Teori – Teori Psikologi.
Jogjakarta: Ar – Ruzz Media
 Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi komunikasi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai