Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN KONSEP DIRI

Dosen Pengampu : Ns.Jumaini, M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun Oleh :

Ahmad Nuzul Aditya S


1811112204

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri

Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah ―konsep‖ memiliki arti

gambaran, proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

sesuatu. Istilah ―diri‖ berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang

lain. Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya

sendiri atau penilaian terhadap dirinya sendiri (KBBI, 2008).

Konsep diri merupakan sebuah konstruk psikologis yang telah lama menjadi

pembahasan dalam ranah ilmu-ilmu sosial (Marsh & Craven, 2008). Shavelson,

Hubner, & Stanton (1976) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi

seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui

pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Marsh (1990) juga

menambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil proses

pembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang diterima.

Menurut Purkey (1988), konsep diri merupakan totalitas dari kepercayaan

terhadap diri individu, sikap dan opini mengenai dirinya, dan individu tersebut

merasa hal tersebut sesuai dengan kenyataan pada dirinya. Menurut Rice & Gale

(1975) konsep diri terdiri diri dari berbagai aspek, misalnya aspek sosial, aspek

fisik, dan moralitas. Konsep diri merupakan suatu proses yang terus selalu berubah,

terutama pada masa kanak-kanak dan remaja. Menurut Gage dan Berliner (1998)

selain merupakan cara bagaimana individu melihat tentang diri


mereka sendiri, konsep diri juga mengukur tentang apa yang akan dilakukan di

masa yang akan datang, dan bagaimana mereka mengevaluasi performa diri

mereka.

Konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan sebab pemahaman

seseorang mengenai konsep dirinya akan menentukan dan mengarahkan perilaku

dalam berbagai situasi. Jika konsep diri seseorang negatif, maka akan negatiflah

perilaku seseorang, sebaliknya jika konsep diri seseorang positif, maka positiflah

perilaku seseorang tersebut (Fits dan Shavelson, dalam Yanti, 2000). Hurlock

(1999) menambahkan bahwasanya konsep diri individu dapat menentukan

keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasanya konsep diri

adalah sebuah pandangan ataupun persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang

terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan serta berpengaruh terhadap aktivitas

kehidupan individu tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori

konsep diri Shavelson ,dkk (1976).

2. Perkembangan Teori Konsep diri

Freud pada tahun 1900 mengungkapkan bahwasanya hal yang terpenting

dari diri individu adalah proses mental. Freud mengatakan bahwasanya konsep diri

merupakan sebuah unit psikologis yang paling dasar untuk memahami proses

mental individu. Konsep ini terus dikembangkan oleh Freud dalam perkembangan

teori ego dan dalam interpretasi terhadap diri individu. Dalam perkembangannya,

konsep diri semakin luas digunakan dalam dunia terapi dan konseling. Lecky pada

tahun 1945 menggunakan istilah konsistensi diri yang mengacu pada dasar-dasar
perilaku individu dalam terapi dan pada tahun 1948, Raimy memperkenalkan istilah

konsep diri dalam wawancara konseling karena ia melihat bahwasanya dasar-dasar

dari konseling adalah bagaimana individu tersebut melihat dirinya secara utuh

dalam konsep dirinya (Purkey, 1988).

Selanjutnya, Roger pada tahun 1947 mencoba untuk mengembangkan pola

“self” dalam sebuah sistem psikologis. Roger menilai bahwa ―self” merupakan

dasar atau hal utama yang menjadi bagian dari kepribadian dan penyesuaian

individu. Roger juga mengatakan bahwasanya ―self” merupakan produk sosial

yang tumbuh dari proses interpersonal yang dilakukan. Teori konsep diri semakin

berkembang pada tahun 1970 sampai tahun 1980-an dengan pola konsep diri umum.

Pada saat itu semakin banyak peneliti yang menyadari betapa pentingnya

mempelajari konsep diri karena konsep diri sangat mempengaruhi perilaku

individu. Dalam permasalahan seperti penggunaan alkohol, permasalahan keluarga,

penyalahgunaan obat-obatan, masalah akademis dan lain sebagainya, sangat

dipengaruhi oleh konsep diri seseorang. Sehingga banyak para peneliti

mengembangkan suatu cara bagaimana agar dapat menguatkan konsep diri untuk

menjadi lebih baik (Purkey, 1988).

Pada awalnya konsep diri merupakan suatu konstruk yang bersifat umum

atau yang lebih dikenal dengan istilah unidimensional (Prasetyo, 2006). Konsep diri

umum merupakan generalisasi pemahaman konsep diri tanpa melihat deskripsi

spesifik dari apa yang dilihat secara khusus. Hal ini mengandung arti bahwa konsep

diri umum merupakan pemahaman seorang individu terhadap diri mereka secara

umum tanpa melihat bagian-bagian yang lebih spesifik dari diri mereka (Puspasari,

2007).
Perkembangan konsep diri selanjutnya lebih mengarah pada konsep diri

yang bersifat spesifik atau yang lebih dikenal dengan istilah multidimensional.

Konsep diri spesifik merupakan pola penilaian konsep diri individu yang melihat

ke dalam perspektif yang lebih luas terhadap diri individu, sehingga bisa

mendapatkan gambaran diri individu dari berbagai sudut pandang yang beragam

dan dinamis (Metivier, 2009). Jika hanya ada satu penjelasan mengenai konsep diri

unidimensional, maka pada konsep diri multidimensional dapat melihat diri

seseorang dari berbagai konteks, seperti konsep diri spiritual, konsep diri sosial,

konsep diri terhadap lingkungan dan lain sebagainya (James, dalam Metivier,

2009).

Pada seperempat abad terakhir, penelitian mengenai konsep diri semakin

meningkat. Hal ini disebabkan karena keinginan para peneliti untuk

mengembangkan konstruk konsep diri pada diri individu. Salah satu pola

pengembangan konsep diri yang banyak dilakukan adalah dengan menggunakan

pola konsep diri yang bersifat multidimensional (Marsh & Craven, 2008). Marsh &

Parker (dalam Metivier, 2009) mengatakan bahwasanya pola pengukuran konsep

diri yang bersifat multidimensional memiliki beberapa keuntungan dibandingkan

dengan pola unidimensional. Dalam konsep diri yang bersifat multidimensional kita

dapat melihat karakteristik individu dari berbagai macam konteks pada diri

individu, dapat memprediksi perilaku seseorang, dapat membantu menyelesaikan

permasalahan pada individu, dan dapat mengembangkan integrasi antar konstruk

daripada konsep diri yang bersifat unidimensional.


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep diri yang bersifat

multidimensional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsep diri secara spesifik

sehingga mendapatkan berbagai macam konsep diri individu dari sudut pandang

yang beragam selain dari beberapa keunggulan pola konsep diri multidimensional

yang telah disebutkan di atas.

3. Jenis dan Struktur Konsep Diri

Shavelson, Hubner, dan Stanton (1976) membagi konsep diri menjadi

beberapa bagian, yakni general-esteem, konsep diri akademis dan konsep diri non

akademis. Dimana konsep diri akademis dan non akademis dibagi menjadi

beberapa bagian lagi seperti dalam tabel berikut :

Gambar 1
Struktur konsep diri Shavelson, Hubner, & Stanton (1976)

Konsep diri secara umum dibagi ke dalam 4 jenis konsep diri, yakni :

1. Konsep diri akademis (Academic self concept), yang terdiri dari konsep diri

mengenai kemampuan berbahasa inggris, sejarah, matematika, dan ilmu

pengetahuan alam.
2. Konsep diri Sosial (social self-concept), yang terdiri dari konsep diri teman

sebaya (peers) dan konsep diri terhadap orang berpengaruh (significant

others).

3. Konsep diri emosional (emotional self-concept).

4. Konsep diri fisik (physical self-concept), yang terdiri dari konsep diri

kemampuan fisik dan konsep diri mengenai penampilan diri.

Kemudian pada tahun 1985, Marsh merevisi struktur konsep diri bersama

dengan Shavelson dengan pola sebagai berikut :

Gambar 2
Struktur Konsep Diri Marsh & Shavelson (1985)

Dalam pola ini Marsh & Shavelson tidak membentuk pola hierarkial.

Namun lebih kepada pola multifacet dari general konsep diri kepada banyak jenis

konsep diri seperti konsep diri penampilan fisik, hubungan dengan orangtua,

akademis, problem-solving, spiritual, hubungan teman sebaya baik yang sejenis

maupun lawan jenis, kejujuran, emosional dan lain-lain.

Marsh & Shavelson (1985) dalam teorinya membuat 13 jenis konsep diri

yang dapat diteliti dalam diri individu, yakni :

1. Konsep diri umum (general self-concept).

2. Konsep diri akademis (academic self-concept).

3. Konsep diri matematika (mathematic self-concept).


4. Konsep diri problem-solving.

5. Konsep diri spiritual.

6. Konsep diri kestabilan emosi (emotional self-concept).

7. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin sama

(same sex peers self-concept).

8. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin berbeda

(opposite sex peers self-concept).

9. Konsep diri hubungan orangtua (parent self-concept).

10. Konsep diri penampilan fisik (physical appearance self-concept).

11. Konsep diri kekuatan fisik (physical ability self-concept).

12. Konsep diri verbal (verbal self-concept).

13. Konsep diri kejujuran (honesty self-concept).

Dari berbagai macam jenis konsep diri Marsh & Shavelson di atas, peneliti

hanya mengambil tujuh jenis konsep diri yang akan diteliti. Hal ini dilakukan

peneliti karena ketujuh jenis konsep diri ini dianggap berpengaruh oleh peneliti

terhadap proses mentoring Agama Islam yang dilaksanakan.

Ketujuh jenis konsep diri tersebut adalah :

1. konsep diri akademis, dalam prosesnya mentoring mengajarkan tentang

motivasi belajar dan strategi untuk memaksimalkan potensi akademis peserta

mentoring.

2. konsep diri problem-solving, dalam prosesnya mentoring melatih peserta untuk

berfikir untuk memecahkan permasalahan yang ada.

3. konsep diri spiritual, dalam prosesnya mentoring memiliki tujuan utama untuk

meningkatkan potensi spiritual dalam diri peserta.


4. konsep diri kejujuran, dalam prosesnya mentoring mengajarkan tentang moral

(akhlak) yang di dalamnya terdapat poin-poin mengenai kejujuran.

5. konsep diri parent-relation, dalam prosesnya mentoring juga membicarakan

mengenai cara berbakti dengan orangtua.

6. konsep diri emotional, dalam prosesnya mentoring melatih peserta untuk dapat

mengelola diri dan emosinya.

7. konsep diri umum (general-esteem), dalam prosesnya mentoring memiliki

tujuan untuk membangun individu untuk menjadi insan yang lebih berguna secara

paripurna (keseluruhan).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal

(Marsh, 2003; Burger, 2008). Faktor internal tersebut diantaranya adalah

intelegensi, motivasi dan emosi (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock,

1999), kompetensi personal (Marsh, 2003; Hurlock, 1999; Christa, 2007;), episode

keberhasilan dan kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock, 1999;

Ulfah, 2007), episode dalam kehidupan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998)

keberhasilan personal (Marsh, 2003), status kesehatan (Burger, 2008; Hurlock,

1999), usia (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998; Ulfah, 2007; Rola, 2006),

kondisi dan penampilan fisik (Hurlock, 1999; Rola, 2006), persepsi individu

tentang kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998), jenis kelamin (Rola,

2006), aktualisasi diri (Fits, dalam Agustiani, 2006), religiusitas (Agustiani, 2006)

dan tingkat stres seseorang (Burger, 2008).

Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan keluarga (Marsh,

2003; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger,
1981; Christa, 2007), teman sebaya (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Ulfah,

2007; Shavelson & Roger, 1981; Christa, 2007), peran pendidik (Marsh, 2003;

Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981;

Christa, 2007), kebudayaan (Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger,

1981), status sosial (Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981), dan

pengalaman interpersonal (Fits, dalam Agustiani, 2006).

Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang, maka

peneliti mengambil kesimpulan bahwasanya faktor-faktor utama yang

mempengaruhi konsep diri pada mahasiswa adalah :

1. Faktor internal :

a. Intelegensi, motivasi dan emosi (karakter mahasiswa).

b. Kompetensi personal (kemampuan dan keterampilan tertentu yang dimiliki

oleh mahasiswa).

c. Episode dalam kehidupan (pengalaman mahasiswa yang berpengaruh

besar dalam hidup, seperti masa sekolah).

d. Episode keberhasilan dan kegagalan (pengalaman dalam memanfaatkan

peluang, misalnya pengalaman berorganisasi).

e. Keberhasilan personal (pengalaman berprestasi).

f. Status kesehatan (riwayat kesehatan mahasiswa).

g. Penampilan fisik (kepercayaan diri mahasiswa terhadap penampilannya).

h. Aktualisasi diri, (misalnya hobi mahasiswa).

i. Persepsi tentang kegagalan (pengalaman kegagalan di masa lalu).

j. Jenis kelamin.

k. Religiusitas.
l. Usia.

m. Tingkat stres.

2. Faktor Eksternal

a. Orangtua dan keluarga (hubungan dengan orangtua, termasuk tempat

tinggal individu).

b. Teman sebaya (misalnya teman bermain/peers,teman kuliah, dan lain-

lain).

c. Peran pendidik (misalnya peran dosen, pementor, pembina, dan lain-lain).

d. Kebudayaan (misalnya suku, agama, adat istiadat, dan lain-lain).

e. Status sosial (misalnya status pendidikan orangtua, pendapatan orangtua,

dan lain-lain).

f. Pengalaman interpersonal (misalnya riwayat pembinaan yang pernah

dilakukan).

Dalam penelitian ini, hal yang difokuskan untuk meningkatkan konsep diri

mahasiswa muslim adalah melalui faktor religiusitas dari faktor internal, dan peran

pendidik dari faktor eksternal.

5. Pengukuran Konsep Diri

Burns (dalam Strein, 1995) mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan

untuk mengukur konsep diri, yaitu :

1. Melalui respon atas aitem-aitem dalam skala konsep diri spesifik yang

diberikan kepada subjek.

2. Melalui pengamatan individual atas pola perilaku yang muncul dari subjek.

Untuk metode pelaporan yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri

individu di antaranya :
1. Skala Penilaian

Skala ini dapat berupa kuesioner, inventori, atau skala-skala sikap yang

diberikan kepada subjek.

2. Daftar ceklist

Metode ini mengarahkan subjek untuk memilih aitem-aitem yang sesuai

dengan kondisi subjek yang sebenarnya.

3. Teknik Sort-Q

Metode ini mengarahkan subjek untuk melakukan sortir ataupun pengurutan

terhadap kumpulan aitem-aitem yang ada dalam tes. Sehingga didapatkan

sebuah kontinum penilaian yang sesuai dengan diri subjek.

4. Metode respons yang tidak terstruktur (bebas)

Metode ini meminta subjek untuk memberikan jawaban yang tidak terstruktur

(bebas). Jenis soal yang ditawarkan biasanya tertulis dalam bentuk essay,

dimana subjek disuruh untuk menuliskan kata-kata dalam kolom yang kosong.

5. teknik-teknik proyektif

Teknik ini sering digunakan dalam mengukur konsep diri yang tidak sadar

(unconscious self-concept).

6. Wawancara

Alat ukur yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri ini cukup

banyak. Marsh (1992) membuat beberapa alat ukur konsep diri yang dapat

digunakan di berbagai negara, diantaranya adalah SAS (Sydney Attributional

Scale), SDQI, SDQII, & SDQIII (Self Description Questionnaire), ASDQI &

ASDQII (Academic Self Description Questionnaire), EASDQ (Elite Athlete Self


Description Questionnaire), PSDQ (Physical Self Description Questionnaire), dan

NSCQ (Nurse Retention Index Questionnaire).

Selain di atas, alat ukur konsep diri lainnya yang sering digunakan adalah adalah

Tennessee Self-Concept Scale –Second Edition, Coopersmith Self-Esteem Inventory,

Multidimensional Self Concept Scale, Piers-Harris Children’s Self- Concept Scale

(Ellie, Hoffman, & Kemple, 2011).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur SDQIII (Self Description

Questionnaire) yang dikembangkan oleh Marsh (1984). SDQIII merupakan alat ukur

lanjutan dari SDQI dan SDQII. Alasan peneliti menggunakan alat ukur ini karena

SDQIII dapat digunakan untuk subjek yang berusia remaja akhir hingga dewasa.

Sejalan dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur konsep diri remaja akhir

(mahasiswa). Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

teknik ceklist dan wawancara. Teknik ceklist dilakukan dengan memberikan ceklist

pada skala SDQIII yang sesuai dengan keadaan diri subjek. Teknik wawancara

dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian dari skala.


DAFTAR PUSTAKA

-Ghufron,M Nu & Rini S .2010 .Teori-Teori Psikologi .Jogjakarta : Ar-Ruz Media,

hlm:158

-Wicaksono Adi .2015 .Hubungan Antara Komponen :Fikes UMP

-Hurlock,B .2005.Psikologi Perkembangan Anak .Jakarta : Erlangga, hlm :58

Anda mungkin juga menyukai