Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DIRI

1. Definisi dan Teori yang mendukung Konsep Diri


Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai konsep diri. Fitts (dalam
Agustiani, 2006), mengemukakan bahwa konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of
reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Agustiani (2006) menjelaskan bahwa
konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya, yang dibentuk
melalui pengalaman-pengalaman yang dia peroleh dari interaksi dengan lingkungan.
Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 1992), bahwa
konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini
temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta
keinginannya. Dengan kata lain, konsep diri didefinisikan sebagai pandangan pribadi yang
dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri (Calhoun dan Acocella, 1990).
Berzonsky (1981), mengemukakan bahwa konsep diri adalah gambaran mengenai diri
seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan harapannya
yang merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan moral. Sejalan dengan
definisi tersebut Kobal dan Musek (2002) mendefinisikan konsep diri sebagai suatu kesatuan
psikologis yang meliputi perasaan-perasaan, evaluasi-evaluasi, dan sikap-sikap kita yang
dapat mendeskripsikan diri kita. Demikian juga Paik dan Micheal (2002) menjelaskan konsep
diri sebagai sekumpulan keyakinan-keyakinan yang kita miliki mengenai diri kita sendiri dan
hubungannya dengan perilaku dalam situasi-situasi tertentu. Konsep diri juga dapat diartikan
sebagai penilaian keseluruhan terhadap penampilan, perilaku, perasaan, sikap-sikap,
kemampuan serta sumber daya yang dimiliki seseorang (Labenne dan Greene, 1969). Konsep
diri sebagai suatu penilaian terhadap diri juga dijelaskan dalam definisi konsep diri yang
dikemukakan oleh Partosuwido, dkk (1985) yaitu bahwa konsep diri adalah cara bagaimana
individu menilai diri sendiri, bagaimana penerimaannya terhadap diri sendiri sebagaimana
yang dirasakan, diyakini, dan dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga,
personal, dan sosial.
Pengertian konsep diri yang digunakan dalam penelitian adalah definisi konsep diri yang
dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990), yaitu bahwa konsep diri adalah pandangan
pribadi yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri.
Menurut Rogers (1959) bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar, ketika
sebagian dari pengalamannya menjadi personalisasi, dan dibedakan ke dalam kesadaran
sebagai pengalaman “saya” atau “aku”. Bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya
sendiri, dikarenakan mereka mulai belajar tentang apa yang mereka rasakan baik dan apa yang
mereka rasakan buruk, apa yang mereka rasakan menyenangkan dan apa yang mereka rasakan
tidak menyenangkan, kemudian mereka akan mulai mengevaluasi pengalamannya sebagai
suatu yang positif atau negatif (dalam Feist & Feist, 2009). Rogers (1959) juga

1
mengemukakan bahwa konsep diri mencakup semua aspek-aspek untuk menjadi individu, dan
pengalaman seseorang yang dirasakan sebagai suatu kesadaran (meskipun tidak selalu akurat)
oleh individu (dalam Feist & Feist, 2009).
Menurut Rogers (1959 dalam Feist & Feist, 2009), begitu orang membentuk konsep
dirinya, ia menemukan perubahan, dan pembelajaran yang cukup signifikan kesulitannya,
dimana pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri, biasanya ditolak ataupun
diterima dalam bentuk terdistorsi. Rogers (1959, dalam Mischel, Shoda, & Smith, 2004),
mengemukakan bahwa konsep diri itu mempengaruhi persepsi dan perilaku seseorang.
Konsep diri didefinisikan sebagai totalitas dari pemikiran individu dan perasaan memiliki
referensi untuk dirinya sendiri sebagai obyek. Ini adalah persepsi individu dari dan perasaan
terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep diri individu terdiri dari sikap individu
terhadap diri yang individu itu pegang (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007).
Senada dengan pendapat diatas, Papalia, Olds, dan Feldman (2007 : 279), berpendapat
bahwa “the self concept is our total image of ourselves”. Hal ini dimaksud adalah hal yang
kita percaya tentang diri kita sendiri, atau yang dikatakan sebagai gambaran dari kemampuan
dan sifat, dan hal ini juga merupakan a cognitive construction, yang merupakan sebuah sistem
representasi deskriptif dan evaluatif tentang diri. Jadi, self concept adalah rasa terhadap diri,
dimana merupakan gambaran deksriptif dan evaluatif mental terhadap kemampuan dan sifat-
sifat seseorang (Papalia, Olds, dan Feldman (2007). Pendapat lain juga dikemukakan oleh
Johnson-Pynn, dkk (2003 dalam concept adalah rasa terhadap diri, dimana merupakan
gambaran deksriptif dan evaluatif mental terhadap kemampuan dan sifat-sifat seseorang
(Papalia, Olds, dan Feldman (2007).
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Johnson-Pynn, dkk (2003 dalam Beheshtifar &
Nezhad, 2012), menyatakan bahwa seseorang menggambarkan individu tertentu dalam
berbagai karakter kepribadian, ketika karakter ini diterapkan secara konsisten, maka individu
tersebut menerima dirinya sebagai deskripsi tentang dirinya (Kimani, dkk (2009) dalam
Beheshtifar & Nezhad, 2012).
Sementara itu, Santrock (2008 dalam Zastrow & Ashman, 2010), mengemukakan bahwa
konsep diri merujuk pada perasaan positif dan negatif, dimana perasaan ini menunjukkan
dirinya. Konsep diri dikenal dengan istilah citra diri (self image), kesadaran diri (sense of self),
harga diri (Self esteem), identitas diri (Self identity) (Zastrow & Ashman, 2010).
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan
suatu konsep yang dimiliki oleh seorang individu tentang dirinya sendiri, serta menjadi
pedoman seseorang dalam bertindak. Konsep diri menjadi faktor yang mendorong seseorang
dalam memutuskan suatu pembelian, dimana dalam diri seseorang memiliki kebutuhan, dan
kepuasaan yang dimilikinya, sehingga hal ini membentuk perilaku konsumtif individu.

2. Fenomena Pembentukan Konsep Diri


Perkembangan konsep diri merupakan suatu proses yang terus berlanjut di sepanjang
kehidupan manusia. Symonds (dalam Agustiani, 2006) menyatakan bahwa persepsi tentang

2
diri tidak langsung muncul pada saat individu dilahirkan, melainkan berkembang secara
bertahap seiring dengan munculnya kemampuan perseptif. Selama periode awal kehidupan,
perkembangan konsep diri individu sepenuhnya didasari oleh persepsi mengenai diri sendiri.
Lalu seiring dengan bertambahnya usia, pandangan mengenai diri sendiri ini mulai
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain (Taylor dalam
Agustiani, 2006).
Mead (dalam Calhoun & Acocella, 1995) menjelaskan bahwa konsep diri berkembang
dalam dua tahap: pertama, melalui internalisasi sikap orang lain terhadap kita; kedua melalui
internalisasi norma masyarakat. Dengan kata lain, konsep diri merupakan hasil belajar melalui
hubungan individu dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan istilah-istilah “looking glass
self” yang dikemukakan oleh Cooley (dalam Baumeister, 1999), yaitu ketika individu
memandang dirinya berdasarkan interpretasi dari pandangan orang lain terhadap dirinya.
Murmanto (2007), menjelaskan bahwa proses pembentukan konsep diri dimulai sejak
masih kecil, dan masa kritis pembentukan konsep diri seseorang berada saat anak masuk
sekolah dasar. Individu tidak lahir dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan
perkembangan hidup individu. Konsep diri merupakan suatu faktor yang dipelajari oleh
seseorang, yang terbentuk dan pengalaman seseorang dalam berhubungan dengan orang lain.
Sumber informasi mengenai konsep diri seseorang dapat diperoleh melalui interaksinya
dengan orang lain, yaitu orang tua, teman sebaya, dan masyarakat (Isabella, 2011). Menurut
Subadi, dkk (1986 dalam Pardede 2008) konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir,
melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu tersebut dalam
berhubungan atau berinteraksi dengan individu lain. Pendapat yang dikemukakan diatas,
serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Wong, dkk., (2002), bahwa konsep diri tidak ada
saat lahir, tetapi berkembang perlahan-lahan sebagai hasil pengalaman unik diri sendiri.
Kasih (2008:38), juga berpendapat bahwa “konsep diri itu terbentuk karena adanya
interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi orang lain mengenai
diri seseorang tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang individu,
dimana struktur, peran, dan status sosial merupakan gejala yang dihasilkan dari adanya
interaksi individu yang satu dengan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara
kelompok dan kelompok”.
Konsep diri dibentuk dari kepercayaan dan sikap yang dipegang, yang berkaitan dengan diri
sendiri, dimana konsep diri menentukan siapakah diri kita seperti yang kita pikirkan, apa yang
kita lakukan, dan apa yang akan terjadi pada diri kita dimasa depan (Yahaya, 2008). Rasa
terhadap diri sendiri juga memiliki aspek sosial: anak menggabungkan pertumbuhan citra diri
(self image) mereka dengan pemahaman mereka terhadap apa yang mereka lihat dalam bentuk
lainnya. Gambaran diri mulai muncul ketika pada masa balita, dimana anak-anak mulai
mengembangkan kesadaran diri. Konsep diri menjadi lebih jelas dan lebih menarik, apabila
dilihat sebagai keuntungan yang dicapai seseorang dalam kemampuan kognitif dan dalam
berhubungan dengan tugas-tugas pada masa perkembangan kanak-kanak, remaja, dan hingga
dewasa (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Sedangkan McClun dan Merrell (1998)

3
menyatakan bahwa konsep diri juga tidak ada dalam ruang hampa, dikarenakan
perkembangan konsep diri ini dipengaruhi secara signifikan oleh keluarga (dalam Henderson,
Dekof, Schwartz, & Liddle, 2006), akan tetapi konsep diri seseorang juga dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor diluar keluarga, seperti teman-teman (Harter 1999 dalam Henderson, Dekof,
Schwartz, & Liddle, 2006). Hal ini senada dengan Beheshtifar & Nezhad (2012), mereka
menjelaskan bahwa faktor utama yang menentukan pembentukan konsep diri individu adalah
lingkungan serta dengan siapa individu hidup, dimana mereka memiliki peran yang sangat
penting dalam pembentukan konsep diri seseorang. Sikap atau respon orang tua dan
lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab
itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif
ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri negatif. Jadi,
anak menilaOrani dirinya berdasarkan apa yang dialami dan apa yang diperoleh dari
lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa
dirinya cukup berharga, sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif (Murmanto,
2007). Hal ini senada dengan yang kemukakan oleh Yahaya (2004) bahwa Konsep diri ada
positif maupun negatif dan tidak terbentuk secara turun-temurun, dimana kepribadian yang
dibentuk merupakan suatu hal yang setara dengan kepercayaan yang ditanam semasa kecil,
dan sebagai pegangan ketika pada masa remaja dan dewasa Penting untuk diketahui bahwa
konsep diri tidak terbatas pada saat ini, tetapi mencakup diri individu di masa lalu dan masa
depan, dimana masa depan mewakili ide-ide seseorang (individu ingin menjadi), akan tetapi
ada kemungkinan bahwa individu dapat berfungsi sebagai insentif bagi perilaku di masa
depan, juga memberikan evaluatif dan interpretative dalam
konteks yang aktif terhadap diri sendiri (Adetoro 2011 dalam Beheshtifar & Nezhad,
2012).

3. Sumber Informasi Untuk Konsep Diri


Calhoun dan Acocella (1990) mengungkapkan ada beberapa sumber informasi untuk
konsep diri seseorang, yaitu:
a. Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal kita alami dan yang paling berpengaruh.
Orang tua sangat penting bagi seorang anak, sehingga apa yang mereka komunikasikan akan
lebih berpengaruh daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya. Orang tua
memberikan arus informasi yang konstan mengenai diri anak. Orang tua juga membantu
dalam menetapkan pengharapan serta mengajarkan anak bagaimana menilai dirinya sendiri.
Pengharapan dan penilaian tersebut akan terus terbawa sampai anak menjadi dewasa.
b. Teman sebaya
Setelah orang tua, kelompok teman sebaya juga cukup mempengaruhi konsep diri
individu. Penerimaan maupun penolakan kelompok teman sebaya terhadap seorang anak akan
berpengaruh pada konsep diri anak tersebut. Peran yang diukir anak dalam kelompok teman
sebayanya dapat memberi pengaruh yang dalam pada pandangannya tentang dirinya sendiri

4
dan peranan ini, bersama dengan penilaian diri yang dimilikinya akan cenderung terus
berlangsung dalam hubungan sosial ketika ia dewasa.
c. Masyarakat
Sama seperti orang tua dan teman sebaya, masyarakat juga memberitahu individu
bagaimana mendefinisikan diri sendiri. Penilaian dan pengharapan masyarakat terhadap
individu dapat masuk ke dalam konsep diri individu dan individu akan berperilaku sesuai
dengan pengharapan tersebut.

d. Belajar
Konsep diri merupakan hasil belajar. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan
psikologis yang relatif permanen yang terjadi dalam diri seseorang sebagai akibat dari
pengalaman. Dalam mempelajari konsep diri, terdapat tiga faktor utama yang harus
dipertimbangkan, yaitu: asosiasi, ganjaran dan motivasi.

4. Jenis-Jenis Konsep Diri


Calhoun dan Acocella (1995 dalam Isabella, 2011), membedakan konsep diri menjadi 2,
yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri merupakan bagian diri yang
mempengaruhi setiap aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi, dan tingkah laku
individu. Dengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri
seseorang, dapat dilihat dari tingkah lakunya. Apabila seseorang memiliki konsep diri positif,
maka perilaku yang muncul pun cenderung positif, dan sebaliknya, seseorang yang menilai
dirinya negatif, maka perilaku yang muncul pun cenderung negatif (dalam Isabella, 2011).
a. Konsep Diri Positif
Santoso (2010:71), mengemukakan bahwa “konsep diri positif merupakan sebuah sistem
operasi yang mempengaruhi mental dan kemampuan berpikir positif seseorang”. .
Semakin positif konsep diri seseorang, maka akan semakin mudah mengarahkan perasaan dan
pikirannya kearah positif. Seseorang yang memiliki konsep diri positif dapat mempengaruhi
pola pikir dan tindakan seseorang dalam kehidupannya”. Calhoun dan Acocella (1995)
Individu yang memiliki konsep diri positif akan mampu menerima kekurangan dalam dirinya.
Ia akan mampu mengintrospeksi dirinya, dan mampu mengubah dirinya agar menjadi lebih
baik, mampu menata masa depannya dengan sikap optimis sehingga dapat diterima di tengah
masyarakat. Konsep diri yang positif akan menjadi modal individu dalam merancang
kehidupannya dimasa kini maupun masa mendatang. Dengan konsep diri positif, individu
akan memandang positif dirinya maupun orang lain, sehingga ia akan mendapat umpan balik
yang positif pula dari lingkungannya (dalam Isabella, 2011).
Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana individu dengan konsep
diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan
bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan menerima

5
sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi
terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima dirinya apa adanya.
Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan
realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu
menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses
penemuan.

b. Konsep Diri Negatif


Calhoun dan Acocella (1995) membagi konsep diri negatif menjadi 2, yaitu:
1) Individu memandang dirinya secara acak, tidak teratur, tidak stabil, dan tidak ada
keutuhan diri. Ia tidak mengetahui siapa dirinya, kelemahannya, kelebihannya, serta apa
yang dihargai dalam hidupnya (dalam Isabella, 2011),
2) Kebalikan dari jenis konsep diri negatif yang pertama, individu yang memiliki konsep diri
negatif memandang dirinya terlalu stabil dan terlalu teratur. Dengan demikian, individu
menjadi seorang yang kaku, dan tidak bisa menerima ide-ide baru yang bermanfaat
baginya Murmanto (2007), konsep diri seseorang dapat dilihat dari sikap mereka. Konsep
diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal
baru, tidak berani mencoba hal-hal yang menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri
bodoh, rendah diri, merasa tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan
masih banyak perilaku inferior lainnya. Sebaliknya, orang yang konsep dirinya baik, akan
selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri,
antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir
positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.

5. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Terkait dengan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang, Hurlock (1994 dalam Kasih,
2008) mengemukakan beberapa kondisi yang mempengaruhi konsep diri pada masa kanak-
kanak, yaitu: kondisi fisik, bentuk tubuh, nama dan julukan, status sosial ekonomi, lingkungan
sekolah, dukungan sosial, keberhasilan dan kegagalan, seks dan inteligensi, sedangkan kondisi
yang mempengaruhi konsep diri pada masa remaja, yaitu: usia kematangan, penampilan diri,
kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreatifitas, dan cita-cita.

6. Komponen Konsep Diri


Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), percaya bahwa konsep diri terbagi menjadi
3 komponen, antara lain:
a. The View you have of yourself (Self image)
Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), bagaimana kita melihat diri kita sendiri,
dimana ini penting dan baik untuk kesehatan psikologi seseorang. Rogers (1959 dalam
McLeod, 2008), menjelaskan bahwa ini bukan kebutuhan untuk merefleksikan diri. Pada level
sederhana, kita mungkin mengenali diri kita sendiri sebagai pribadi yang baik atau buruk,

6
cantik atau jelek. Citra diri mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir,
merasakan, dan berprilaku didunia ini (McLeod, 2007). Citra diri adalah cara seseorang
melihat dirinya sendiri, dan berpikir mengenai dirinya sendiri (Gunawan, 2003). Sedangkan
Tracy (1993 dalam Solihudin, 2010) menunjukkan cara individu dalam membayangkan
dirinya sendiri, dan menentukan cara individu bertingkah laku dalam situasi tertentu. Khun
(1960 dalam McLeod, 2008), membagi citra diri menjadi 4 sub dimensi, yaitu:
1) Physical Description (keterangan fisik): saya tinggi, saya mempunyai mata berwarna biru,
dan lain-lain
2) Social Roles (peran sosial): kita semua adalah makhluk sosial yang perilakunya dibentuk
sampai batas tertentu oleh peran yang kita mainkan. Peran seperti mahasiswa, ibu rumah
tangga, atau anggota tim sepakbola, ini tidak hanya membantu orang lain untuk mengenali
kita, tetapi juga membantu kita untuk mengetahui apa yang diharapkan dari kita dalam
berbagai situasi (Mcleod, 2008).
3) Personal Traits (sifat pribadi): ini adalah dimensi ketiga dari deskripsi tentang diri kita:
“Saya impulsif.. Saya murah hati.. Saya cenderung khawatir dengan banyak hal, dan lain-
lain (Mcleod, 2008).
4) Existential Statements (laporan eksistensial atau yang abstrak): seperti “Saya anak alam
semesta” untuk “Saya sesorang manusia” untuk “Saya makhluk spiritual”, dan lain-lain
(Mcleod, 2008).

b. How much value you place on yourself (Self esteem or self worth).
Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), apa yang kita pikirkan tentang diri kita
sendiri, dan perasaan harga diri (self worth) berkembang pada awal masa kanak-kanak dan
terbentuk dari interaksi anak dengan ibu dan ayahnya. Menurut Rogers (1959 dalam McLeod,
2008), harga diri mengacu pada sejauh mana kita suka, menerima, atau menyetujui diri kita
sendiri atau seberapa banyak kita menghargai diri kita sendiri. Menurut Tracy (1993 dalam
Salihudin, 2010), harga diri adalah seberapa besar seseorang menyukai dirinya sendiri.
Menurut Gunawan (2003), Semakin seseorang menyukai dirinya, menerima dirinya, dan
hormat pada dirinya sendiri sebagai seseorang yang berharga dan bermakna, maka semakin
tinggi harga diri seseorang. Semakin seseorang merasa sebagai manusia yang berharga, maka
seseorang akan semakin bersikap positif dan merasa bahagia. Menurut Rogers (1959 dalam
McLeod, 2008), self esteem tinggi, yaitu seseorang memiliki pandangan yang positif tentang
diri kita sendiri, dan hal ini cenderung menyebabkan:
1) Keyakinan pada kemampuan kita sendiri
2) Penerimaan diri
3) Tidak khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan
4) Optimisme
Sedangkan Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan bahwa self esteem rendah,
yaitu seseorang memiliki pandangan negatif terhadap diri kita sendiri, dan hal ini cenderung
menyebabkan:

7
1) Ketidakpercayaan
2) Ingin menjadi atau terlihat seperti orang lain
3) Selalu mengkhawatirkan apa yang orang lain mungkin pikirkan
4) Pesimisme
c. What you wish you were really like (Ideal self)
Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), diri ideal ini adalah seseorang yang ingin
kita tiru, dimana ini terdiri dari tujuan dan ambisi dalam hidup, dan dinamis. Diri ideal
merupakan gabungan dari semua kualitas, serta ciri kepribadian orang yang sangat dikagumi
atau gambaran dari sosok yang sangat diinginkan, dan apabila dapat menjadi seperti apa yang
diinginkan (Gunawan, 2003).
Diri ideal berisi semua atribut, biasanya positif seperti setiap orang bercita-cita untuk
menjadi yang diinginkan. Sebuah kesenjangan yang besar antara diri ideal dan konsep diri
menunjukkan ketidaksesuaian dan kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara
psikologis memandang perbedaan kecil antara konsep diri mereka dengan apa yang mereka
idealnya ingin menjadi (Feist & Feist, 2009).
Menurut Tracy (1993 dalam Solihudin, 2010), bentuk diri ideal akan menuntun individu
dalam membentuk perilaku. Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), diri ideal
seseorang mungkin tidak konsisten dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan, dan
pengalaman dari orang tersebut, sehingga perbedaan ini mungkin ada diantara diri ideal
seseorang dengan pengalaman aktual, maka ini disebut ketidaksesuaian (incongruence).
Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan jika terdapat ketidaksesuaian antara
bagaimana seseorang melihat dirinya (misalnya citra dirinya), dan apa yang seseorang ingin
tiru atau menjadi (misalnya diri ideal), maka ini kemungkinan akan mempengaruhi seberapa
banyak seseorang itu menghargai dirinya sendiri.

KONSEP STRES DAN ADAPTASI

I. LATAR BELAKANG.
Kata stres telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, stres  merupakan salah
satu gejala psikologis yang dapat menyerang setiap orang. Stres dapat timbul karena adanya
konflik dan frustrasi. Sebagian besar orang beranggapan bahwa yang dimaksud stres adalah
sesuatu yang tidak menyenangkan dan membuat orang tersebut merasa tidak nyaman,
bingung, mudah marah, tekanan darah meningkat, detak jantung lebih cepat,
gangguan pencernaan, dsb. Sebagian besar stres dapat dipicu karena pengaruh eksternal dan
ada pula yang dipengaruhi oleh faktor internal individu tersebut. Stres sebenarnya dapat
dicegah dan diatasi dengan cara-cara tertentu. Tapi melihat hal-hal tersebut, tampaknya tidak
banyak orang yang mengetahui tentang stres, bagaimana mencegahnya, mengatasi, ataupun
memanfaatkan stres tersebut sebagai salah satu bagian dari hidup kita. Pemahaman yang baik
terhadap stres akan membantu kita dalam menghadapi stres ketika stres tersebut menyerang

8
kita, melalui penanganan yang tepat dengan adanya pemahaman yang baik mengenai stres,
maka individu tidak akan terkena dampak negatif dari stres tersebut.

II. KONSEP STRES


a. Stres adalah respons tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban
atasnya.
b. Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan.
c. Stres adalah suatu kondisi dinamik dalam mana seseorang individu dikonfrontasikan
dengan suatu peluang,kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat
diinginkannya dan yang hasilnya dipersiapkan sebagai tidak pasti dan penting.
d. Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan
lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dan
sumber daya system biologis, psikologis dan social dari seseorang.
e. Stres adalah segala situasi di mana tuntunan non-spesifik mengharuskan seorang individu
untuk merespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Respon atau tindakan ini
termasuk respon fisiologis dan psikologis.
Stresor adalah stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan.
a. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang (demam, kondisi seperti kehamilan,
menopause atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah )
b. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang (perubahan bermakna dalam suhu
lingkungan, perubahan peran dalam keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan).
Berbagai pandangan manusia mengenai stres menghasilkan pengertian yang berbeda-
beda tentang stres itu sendiri. Stres hanyalah sekedar gangguan sistem syaraf yang
menyebabkan tubuh berkeringat, tangan menggenggam, jantung berdetak kencang, dan  wajah
memerah. Paham realistik memandang stres sebagai suatu fenomena jiwa yang terpisah
dengan jasmani atau tubuh manusia atau fenomena tubuh belaka tanpa ada hubungan dengan
kejiwaan. Sedangkan paham idealis menganggap stres adalah murni fenomena jiwa. Hal ini
membuat kita sulit untuk menjelaskan kenapa jika fenomena stres hanyalah fenomena jiwa
namun memberikan dampak pada fisik seseorang seperti dada yang berdebar-debar, keringat,
dan sebagainya.
Tak seorang pun dapat menghindari stres karena untuk menghilangkannya berarti akan
menghancurkan hidupnya sendiri (Hans Selye, 1978). Stres merupakan interaksi antara
individu dengan lingkungan. Pendekatan ini telah dibatasi sebagai “model psikologi”. Model
psikologi ini menggambarkan stres sebagai suatu proses yang meliputi stresor dan ketegangan
(strain). Interaksi antara individu dengan lingkungannya yang saling mempengaruhi itu
dinamakan dengan interaksi transaksional yang di dalamnya terdapat proses penyesuaian.
Stres bukan hanya stimulus atau respon tetapi juga agen aktif yang dapat mempengaruhi
stresor melalui strategi prilaku, kognitif dan emosional. Individu akan memberikan reaksi
yang berbeda terhadap stresor yang sama.

9
Definisi tentang stres yang sangat beragam menunjukan bahwa stres bukanlah suatu
hal yang sederhana. Salah satu definisinya adalah stres adalah gangguan pada tubuh dan
pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli,
dalamMustamir Pedak, 2007). Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi
karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan
mengandalkan segala kemampuannya dan potensinya.

III. MANIFESTASI STRES


Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi
cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu,
maka responnya berbeda-beda untuk setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat
mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, antara lain:
a. Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan  
b. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat, sulit
tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (ticfacialis)
c. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma
d. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (konstriksi) sehingga
mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung
jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.
e. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.
f. Sering berkemih.
g. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa linu atau kaku bila
digerakkan.
h. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit (dysmenorhea)
i. Libido menurun atau bisa juga meningkat.
j. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan.
k. Tidak bisa tidur
l. Sakit mental-histeris

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES


Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stresors. Meskipun stres dapat
diakibatkan oleh hanya satu stresors, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi
stresors.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan
timbulnya stres yaitu:
a. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh
pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stres bagi karyawan yaitu
ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian

10
terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stres. Hal ini
dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap
teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir
semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan
adanya teknologi yang digunakannya.
b. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres yaitu role
demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan
mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin
dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi.
Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya
akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan
dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat
perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan
jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan
dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d.    Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu
organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316)
dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan
pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta
karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan
saja.
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya
tingkat stres. Pengertian dari tingkat stres itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-
kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam
mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya
itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang
tidak pasti tapi penting (Robbins,2001:563).
c. Faktor Individu
      Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah
ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga
yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena

11
akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi
tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup
bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stres terletak
pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stres
yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

V. ADAPTASI
Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian. Dalam hal ini respon individu
terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat mempengaruhi keutuhan tubuh
baik secara fisiologis maupun psikologis dalam perilaku adaptif. Hasil dari perilaku ini dapat
berupa usaha untuk mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat kembali
pada keadaan normal, namun setiap orang akan berbeda dalam perilaku adaptip ada yang
dapat berjalan dengan cepat namun ada pula yang memerlukan waktu lama tergantung dari
kematangan mental orang itu tersebut.
Adaptasi terhadap stres dapat berupa:
a. Adaptasi fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara alamiah atau secara fisiologis
untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai faktor yang menimbulkan keadaan
menjadi tidak seimbang contoh: masuknya kuman penyakit ketubuh manusia.
b.  Adaptasi psikologi
       Adaptasi secara psikologis dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1) LAS (Local adaptation syndroma) adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi
bersifat lokal contoh: seperti  ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit
tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah
sekitar yang terkena.
2) GAS (general adaptation syndroma) adalah apabila reaksi lokal tidak dapat diaktifitasi
maka dapat menyebabkan gangguan dan secara sistemik tubuh akan melakukan proses
penyesuaian diri seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat

VI. MANAJEMEN STRES


Manajemen stres adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau
intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada
tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab
pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.Untuk
mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat
dilakukan dengan cara:
a. Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi dan mengatasi
stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak berlebihan, dengan mengatur jadwal

12
makan secara teratur, menu bervariasi, hindari makan dingin dan monoton karena dapat
menurunkan kekebalan tubuh.
b. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan
memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
c. Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan
kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi
minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat
setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
d. Berhenti Merokok
              Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan
ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.
e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres.
Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin
baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
f. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres
karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang
akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
g. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres.
Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat
dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif
dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat.
h. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami dengan
cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang
dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu
organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas
dan anti depresi.
i. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami
sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
j. Psikoterapi

13
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana
psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri,
sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang.
Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
k. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan
psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn psikologis mengingat dalam mengatasi
atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat
spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
l. Homeostatis
        Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam
menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh
mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan mekanisme
pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa
homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara stabilitas
dan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh suatu sistem
endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis dapat terjadi dalam tubuh
manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat melalui
empat cara di antaranya:
a. Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat seperti
dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
b. Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan dalam
tubuh.
c. Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan dari
keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam
keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk
menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
d. Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.

Modernisasi dan kemajuan tekhnologi membawa perubahan dalam cara berfikir dan dalam
pola hidup masyarakat luas.Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi dibidang
kesehatan  fisik dan bidang kesehatan jiwa. Tidak semua orang mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan tersebut,akibatnya akan menimbulkan ketegangan atau akan mengalami hal
yang dapat merupakan factor pencetus,penyebab dan juga akibat dari suatu penyakit.
            Stres diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan diantaranya perubahan nilai
budaya,perubahan system kemasyarakatan,pekerjaan serta akibat ketegangan antara idealism
dan realita.bertambahnya stres hidup akan menyebabkan terganggunya  keseimbangan mental-

14
emosional yang walaupun tidak menyebabkan kematian langsung,akan tetapi mengganggu
produktivitas dan hidup seseorang menjadi tidak efesien.
            Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari .Stres sesuatu hal
yang buruk dan menakutkan, tetapi merupakan bagian kehidupan. Dalam kehidupan sehari-
hari,manusia tidak bisa lepas dari stres, masalahnya adalah  bagaiman hidup beradaptasi
dengan  stres tanpa harus mengalami distres. Tidak semua bentuk stres itu mempunyai
konotasi negative,cukup banyak yang bersifat positif,misalnya promosi jabatan.
            Jabatan yang lebih tinggi memerlukan tanggung jawab yang lebih berat yang
merupakan tantangan bagi yang bersangkutan. Bila ia sanggup menjalankan beban tugas
jabatan yang baru ini dengan baik tanpa ada keluhan baik fisik maupun mental serta merasa
senang,maka ia tidak dikatakan mengalami stres melainkan disebut eustres.
            Para psikolog dan ilmuan yang lain telah berjuang beberapa tahun untuk membuat
suatu definisi stres.Istilah ini dipakai secara luas saat ini dan masih belum mempunyai 
penjelasan yang definitive (pasti). Seperti yang dikatakan oleh salah seorang ilmuan ”stres,
stres juga merupakan penyebab dari stres itu sendiri”.
            Adaptasi sebagai suatu bentuk respons yang sehat terhadap stres telah ditegaskan
sebagai suatu perbaikan yang sehat pad system lingkungan yang internal.dalam hal ini
termasuk juga respons pada proses penstabilan biologis internal  dan pemeliharan psikologis
dalam hal jati diri dan rasa harga diri. Roy (1976) mendefinisikan respons yang adaptif
sebagai suatu tingkah laku yang memelihara integritas individu. Adaptasi dipandang sebagai 
suatu yang positif dan ada korelasi dengan respons yang sehat.ketika tingkah laku
mengganggu integritas individu,hal ini dianggap maladaptive.Respons yang maladaptive oleh
individu,dianggap sebagai hal yang negative atau respons yang tidak sehat.

Beberapa peneliti  pada abad ini telah menghasilkan beberapa perbedaan konsep tentang
stres.Tiga dari konsep berikut ini memasukkan stres sebagai respons biologis,stres sebagai
kejadian lingkungan,dan stres sebagai transaksi antara individu dan lingkungan. 

PROSES TERJADINYA STRES SECARA FISIOLOGI


Susunan saraf pusat (otak, system limbic, system transmisi saraf/ neurotransmitter)
 Stres sebagai respons biologis
            Pada tahun 1956,hans Selye mempublikasikan hasil penelitiannya mengenai respons
fisiologis dalam suatu system biologi terhadap perubahan yang diinginkan.Sejak pertama
publikasinya,ia telah merevisi ulang definisi tentang stres menjadi “… keadaan yang
dimanifestasikan oleh sindrom khusus yang terdiri dari semua perubahan yang penyebabnya
tidak spesifik dalam biologi”  (Selye ,1976).Sindrom ini telah dikenal sebagai “ fight or flight
syndrome”.Dalam tahun 1936,Selye merumuskan stres sebagai generasi adaptation syndrome
(GAS) atau syndrome penyesuaiain umum.selye membagi reaksi umum tubuh terhadap stres
dalam tiga tahap yaitu reaksi waspada,reaksi melawan ,dan reaksi kelelahan .
General Adaptation syndrome

15
            Bila factor penyebab stres tidak dapat diatasi dan factor penyebab tersebut terlalu besar
maka reaksi tubuh yaitu GAS mulai bekerja untuk melindungi individu agar dapat bertahan
hidup.GAS pada dasarnya merupakan reaksi fisiologis akibat rangsangan fisik dan
fsikososial.Bila individu terancam oleh stres,isyaratnya akan dikirim keotak dan otak
mengirim informasi ini ke hipotalamus sehingga system saraf otonom dan endokrin
terstimulasi.Akibatnya terjadi suatu perubahan fisiologis berupa gejala dari system saraf
otonom dan system endokrin.
Tahap reksi waspada
            Pada tahap ini dapat terlihat reksi psikologis”fight or flight syndrome” dan reaksi
fisiologis.Pad tahap ini individu mengadakan reaksi pertahanan terekspos pada stresor.Tanda
fisik yang akan muncul adalah curah jantung yang meningkat,peredaran darah cepat ,darah
diferifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala yang terpengaruh,maka gejala stres akan
mempengaruhi  denyut nadi,ketegangan otot.Pada saat yang sama,daya tahan tubuh
berkurang,bahkan bila stresor sangat besar atau kuat (mis.luka bakar hebat,suhu yang terlalu
panas/dingin),dapat menimbulkan kematian.

Tahap melawan
            Pada tahap ini individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan 
psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur  strategi untuk mengatasi stresor ini.Tubuh
berusaha menyeimbangkan  proses fisiologis yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada
untuk sedapat mungkin kembali kekeadaan normal dan pada waktu yang sama  pula tubuh 
mencoba mengatasi factor-faktor penyebab stres.apabila proses fisiologis  telah teratasi maka
gejala-gejala stres akan menurun,tubuh akan secepat mungkin berusaha normal kembali
karena ketahanan tubuh ada batasnya dalam beradaptasi.jika stresor berjalan terus dan tidak
dapat diatasi/ terkontrol maka ketahanan tubuh untuk beradaptasi akan habis dan individu
tidak akan sembuh.
Tahap Kelelahan
            Tahap ini terjadi karena ada suatu perpanjangan  tahap awal stres yang tubuh individu
telah terbiasa. Energi penyesuaian terkuras, dan individu tersebut tidak dapat mengambil dari
berbagai sumber untuk penyesuaian yang digambarkan pada tahap kedua. Akan timbul gejala
penyesuain  diri terhadap lingkungan seperti  sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri
colonel, bisul, kolistis. Tanpa ada usaha melawan, kelelehan bahkan kematian dapat terjadi
(sel ye,1956,1974).
            Bila tubuh terekspos pada stresor yang sama dalam waktu yang sangat lama secara
terus menerus,maka tubuh yang semula telah biasa menyesuaikan diri,akan kehabisan energy
untuk beradaptasi.Pada keadaan ini timbul kembali tanda-tanda,namun pada tahap ini bersifat
irreversible,individu akan meningkat,Daya tahan yubuh terhadap suatustresor tidak dapat
dianggap bertahan selamanya,karena pada suatu saat energy untuk adaptasi itu akan habis.
            Selye menunjukkan penelitian yang ekstensif pada suatu tempat percobaan buatan
yang terkontrol dengan binatang percobaan sebagai subyek.Dia menemukan akibat fsikologis

16
dengan stimulasi (rangsangan) fisik,seperti menghadapkan subyek terhadap temperature panas
atau dingin,kejutan listrik,injeksi zat beracun,isolasi fisik dan luka beda.Sejak penerbitan hasil
penelitiannya ,studi-studi lain telah mengungkapkan bahwa syndrome “ fight or
flight”gejalanya Nampak pada efek fsikologis atau rangsangan  emosi seperti juga pada
rangsangan fisik,dan karenanya tubuh mungkin kehabisan energy penyesuaiannya lebih cepat
pada stres fisikologis dari pada penyakit fisik.
Mekanisme stres-Adaptasi fisiologis
            Tanda peringatan pertama dari rasa takut, marah, frustasi, trauma atau penyakit pada
tubuh pertama diterima oleh saraf sensoris yang disebut dengan organ sensoris seperti mata,
telinga, lidah dan kulit yang terletak dibagian luar tubuh.Tanda-tanda peringatan ini diteruskan
oleh saraf ke hipotalamus dan korteks serebral. Hipotalamus terlibat karena organ ini
mengontrol fungsi otomatis seperti pemgatur suhu tubuh,keseimbangan cairan  dan sekresi
hormone yang perannya sangat penting dalam memelihara homeostatis tubuh. Korteks
serebral terlibat dalam fungsi ini untuk meningkatkan kesadaran seseorang terhadap stres yang
dihadapinya agar individu dapat segera mengatasi stres .
            Kedua pusat dalam otak ini harus terlibat untuk dapat mengadakan reaksi adaptasi
terhadap stres baik secara fisiologis maupun psikologis.Kombinasi kedua reaksi ini
merupakan usaha tubuh untuk melindungi diri terhadap stres dengan cara mengeluarkan
tenaga cadangan yang diperlukan dalam beradaptasi.
            Dalam tahap ini, semua sytem dalam organ dalam keadaan siaga dan siap untuk
bertempur atau melarika diri dari stres. Jantung bekerja lebih keras untuk meningkatakan
curah jantung dan meningkatkan kadar oksigen serta gizi yang diperlukan untuk pengeluaran
energi. Detak jantung bertambah cepat agar dapat meningkatkan jumlah oksigen yang
diperlukan.Pembuluh darah meningkatkan kontraksi untuk membantu kerja peredaran darah.
Otot-otot berkontraksi sehingga kaki tangan dan punggung siap untuk bertindak jika perlu
untuk melindungi tubuh terhadap ancaman.Produksi keringat meningkat,sebagai hasil
peningkatan suhu tubuh yang dikeluarkan melalui mulut.
            Hipotalamus merangsang system endokrin yang mengontrol kerja kelenjar
hipopisis.Reaksi ini menyebabkan peningkatan produksi hormon yang mempengaruhi
sebagian besar organ tubuh.Lobus posterior dari hipofisis  mengeluarakan ADH (antidiuretik
hormone) yang dibawa melalui aliran darah keginjal, yang merangsang ginjal mengeluarkan
urine. Dengan cara ini volume darah meningkat untuk membantu sirkulasi oksigen dan zat-zat
makanan lain umtuk menghasilkan energi. Sebagai akibat kerja ini tekanan darah meningkat.
Lobus  anterior hipofisis juga menghasilkan beberapa macam hormone, salah satunya
hormone tiroksin yang merangsang tiroid untuk meningkatkan metabolism tubuh supaya lebih
banyak memproduksi energi yang langsung dapat dipakai.
            Hormon lain adalah genetropin yang dapat merangsang pankreas  memproduksi
glukogen yang merangsang hepar, otak, jaringan lemak untuk mengeluarkan energi yang
tersimpan disana. Dengan cara ini memungkunkan produksi energy lebih banyak yang
diperlukan selama reaksi stres. Kelenjar hipofisis duga menyekresi  hormone ACHT

17
(adrenocorticotropic hormone ) yang merangsang kelenjar adrenalin yang terletak diatas ginjal
untuk menghasilkan hormone tambahan yang menahan air keginjal dan meningkatkan 
volume darah,pengeluaran energy yang tersimpan dalam hepar,otot,dan jaringan lemak .
            Kelenjar adrenalin mengeluarkan hormone tambahan yang disebut adrenalin.
Adrenalin ini langsung bekerja ke berbagai organ tubuh, misalnya meningkatkan kerja
jantung, melebarkan pupil, meningkatkan pengeluaran keringat  dan menurunkan aktivitas
gastrointestinal dan menyempitkan pembuluh darah. Efek fsikologis adrenalin misalnya rasa
marah dan rasa takut .Jika individu ini dapat mengatasi stres, maka fungsi tubuh akan normal
kembali tetapi bila gagal maka stres akan  berlangsung terus menerus sehingga persediaan
tenaga didalam tubuh  akan habis dan individu tersebut menjadi kepayahan. Seorang individu
sering mengalami stres ,hingga terdapat perubahab fisiologis dalam jangka waktu lama maka
akan terjadi kerusakan yang menetap dalam tubuh .
Stres Sebagai Suatu Peristiwa Lingkungan
            Konsep kedua mengidentifikasikan stres sebagai “sesuatu”atau “peristiwa”yang
memicu respons  fisiologis dan psikologis yang adaptif pada individu.Peristiwa ini adalah
salah satu yang menimbulkan perubahan dalam pola hidup individu,yang memerlukan
penyesuaian gaya hidup,dan menguras kemampuan seseorang.Perubahan itu bisa berakibat
positif seperti seseorang yang berprestasi tinggi,atau negative misalnya dipecat dari
pekerjaanya.Penekanan disini adalah perubahan dari pola hidup individu yang telah mantap.
Stres Sebagai transaksi Antara individu dan Lingkungan
            Stres sebagai proses  yang meliputi stresor dan strain dengan menambahkan dimensi
hubungan antara individu da lingkungan.Interaksi antara manusia dan lingkungan yang saling
mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional.Stres bukan hanya suatu proses ketika 
stimulus atau sebuah  respons saja,tetapi juga suatu proses ketika seseorang adalah perantara
(agent) yang aktif yang dapat mempengaruhi stresor melalui strategi perilaku,kognitif dan
emosional.
            Individu akan memberikan  reaksi stres yang berbeda pada stresor yang sama.Sebagai
contoh,bila mengamati prilaku orang dijalur lalu lintas.Orang-orang yang terjebak dijalur lalu
lintas dan terlambat datng dipertemuan penting,tyerus menerus akan melihat jam
tangannya,sementara orang lain terlihat santai saja sambil menikmati music.
            Dalam hal ini jelas terlihat bahwa terdapat perbedaan dalam mengartikan bahwa
timbulnya kesadaran stres merupakan proses yang kompleks dan dinamis.
Peristiwa pencetus stres
            Lazarus dan folkman (1984) mengidentifikasikan stres sebagai suatu hubungan antara
seseorang dan lingkungannya yang dianggapnya melampaui kemampuan dirinya dan
mengancam kesejataraan hidupnya .peristiwa yang mencetuskan  stres yaitu timbulnya suatu
rangsangan dari lingkungan eksternal dan internal yang dirasakan  oleh individu  melalui sikap
tertentu.hal yang menentukan apakah suatu hubungan dengan seseorang atau lingkungan
tertentu menimbulkan stres bergantung pada penilaian kognitif individu tentang situasi.
Penilaian kognitif (cognitippe raisal) adalah suatu evaluasi individu terhadap kepentingan

18
pribadinya pada peristiwa atau kejadian. Suatu peristiwa mencetuskan suatu respons pada
individu dan respons tersebut dipengaruhi oleh resepsi individu terhadap peristiwa tersebut.
Faktor Prediposisi Stres
            Berbagai jenis unsur mempengaruhi bagaimana seorang individu merasakan dan
merespons suatu peristiwa yang menimbulkan stres. faktor predisposisi ini, sangat berperan
dalam menentukan apakah suatu respons adaptif atau maladaptif. Jenis factor prediposisi
adalah pengaru genetif, pengalaman masa lalu, dan kondisi saat ini.
            Pengaruh genetif adalah keadaan kehidupan seseorang  yang diperoleh dari
keturunan .sebagai contoh, termasuk riwayat  kondisi psikologis dan fisik keluarga (kekuatan
dan kelemahannya)serta temperamen (karakteristik tingkah laku pada saat lahir dan masa
pertumbuhan). Pengalaman masa lalu adalah kejadian - kejadian yang mennghasilkan suatu
pola pembelajaran yang dapat mempengaruhi respons penyesuaian individu, termasuk
pengalaman sebelumnya terhadap tekanan stres tersebut atau tekanan lainnya, mempelajari
respon penanggulangan dan tingkat penyesuaian pada tekanan stres sebelumnya.
            Kondisi saat ini yang meliputi factor kerentanan yang mempengaruhi kesiapan
fisik,dan sumber - sumber social individu untuk menghadapi tuntunan menyesuaikan diri
(Murphy dan Moriaty,1976). Contohnya, termasuk status kondisi kesehatan saat ini, motifasi,
perkembangan kedewasaan, berat dan lamanya stres, sumber keuangan dan pendidikan, umur,
tersedianya strategi penanggulangan saat ini dan system  penunjang perawat lainnya.

19

Anda mungkin juga menyukai