Anda di halaman 1dari 42

onsep Diri dan Proses Perubahan Diri menjadi Positif

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep diri merupakan hal yang berkaitan dengan diri individu. Dimana
seorang individu dapat menjalankan kehidupan dengan baik, sehat secara fisik dan
psikologis tentunya diawali dengan memiliki konsep diri yang baik pada dirinya serta
stabil.
Bahwasanya konsep diri merupakan hal-hal yang berkaitan dengan ide,
pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu
tentang dirinya. Sehingga hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam
membina hubungan interpersonal.
Oleh karena itu seorang individu perlu memahami akan konsep dirinya dalam
menjalakan hidupnya, terutama melakukan perencanaan, penilaian, dan evaluasi
terkait perilaku berupa sikap atau tingkah lakunya dalam menjalankan kehidupannya
sebagai makhluk social. Individu akan lebih memahami dirinya dan mengetahui apa
yang dibutuhakan untuk dirinya jika telah melakukan kosep diri yang dinilai positif.
Dalam menulis makalah ini, anda bermaksud menggambarkan konsep diri
yang ada dalam diri anda, dalam konteks konsep diri yang berupa fisik, pribadi,
social, moral etik, keluarga dan akademik. Sehingga terlihat cir-ciri konsep diri anda
secara positif dan negatif.
B. Identifikasi Masalah
1. Mengetahui gambaran konsep diri dari anda.
2. Mengetahui hambatan atau masalah yang dihadapi anda dalam mencapai
konsep diri yang baik.
C. Pembatasan Masalah
1. Perencanaan yang dilakukan anda dalam mengubah konsep diri yang lebih baik.
2. Permasalahan anda dalam mengubah konsep diri menjadi lebih baik.
3. Upaya anda dalam proses mengubah konsep diri menjadi lebih baik.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri menurut Calhoun dan Acocella (1990) merupakan kumpulan persepsi
seseorang terhadap dirinya sendiri. Senada dengan kedua tokoh tersebut, Shavelson dkk.
(dalam Vispoel, 1995) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan persepsi individu terhadap
dirinya sendiri yang terbentuk melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan orang lain, dan
hasil interpretasi dari pengalaman-pengalaman yang didapatkannya tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Brooks (dalam Rahmat, 2000)
memaparkan bahwa konsep diri merupakan persepsi terhadap diri sendiri, baik fisik, sosial,
maupun psikologis, yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman dan hasil dari interaksi
dengan orang lain. Tidak hanya persepsi yang bersifat deskriptif, tapi juga penilaian terhadap
diri sendiri. Verderber (dalam Sobur, 2003) juga memberikan pemaknaan tentang konsep diri
sebagai keseluruhan persepsi seseorang terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek
sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi individu dengan
orang lain yang ada di sekitarnya. Maka tidaklah keliru jika filosof John Donne (dalam
Parrott & Parrott, 2001) dengan ringkas mengatakan, No man is an island (tak ada satu
manusia pun yang mampu untuk hidup sendiri). Manusia tidak akan pernah berhenti
membutuhkan manusia lain untuk membantunya dalam membangun konsep diri yang lebih
baik.
Hampir senada dengan Parrott & Parrott, Mead (dalam Harre & Lamb, 1996) dalam
bukunya yang berjudul Mind, Self and Society yang terbit pada tahun 1934, menuliskan
bahwa konsep diri merupakan konstruksi sosial yang seluruhnya merupakan refleksi berbagai
pendapat dan sikap yang disampaikan oleh orang lain, yang berarti bagi individu.
Pendapat yang tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Rogers (dalam Lefton,
1985; Vogel, 1986) bahwa konsep diri merupakan pandangan seseorang tentang dirinya
sendiri. Akan tetapi pandangan tersebut tumbuh dari pengalaman bersama dengan orang lain
dari hari ke hari. Jika seorang anak diberitahu bahwa ia cantik, pintar, dan rajin, maka mereka
akan mengembangkan konsep diri yang positif. Kondisi yang berbeda akan dijumpai pada

anak yang diberitahu bahwa mereka jelek, bodoh, dan pemalas. Pada kondisi demikian,
perasaan negatif pada diri anak akan muncul, dan ke depan ia akan tumbuh dengan konsep
diri yang buruk (Malik, 2003).
Jika kepribadian seseorang dapat diamati dari perilaku-perilakunya yang manifes
dalam berbagai situasi, maka konsep diri tidak dapat diamati secara eksplisit seperti halnya
perilaku dan ekspresi seseorang. Manifestasi konsep diri yang tercermin dalam pola reaksi
seseorang, dapat diamati dari reaksi yang relatif menetap pada pola perilaku seseorang.
Misalnya seseorang yang memiliki pola perilaku optimis, akan berperilaku tidak mudah
menyerah, penuh semangat dan vitalitas, percaya pada kemampuannya, dan senantiasa
memiliki keinginan untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru yang dianggap berguna.
Perilaku yang teramati dan kemudian merupakan pola perilaku individu ini merupakan
cerminan konsep diri yang positif. Sebaliknya, seseorang yang selalu menganggap dirinya
tidak mempunyai kemampuan apa-apa, cenderung akan merasa gentar untuk menghadapi halhal baru, di samping ketakutannya akan sebuah kegagalan. Kondisi ini merupakan cerminan
konsep diri yang negatif (Widodo & Rusmawati, 2004).
Burns (1993) berpendapat bahwa konsep diri adalah kesan yang ditangkap oleh
seseorang terhadap diri sendiri secara menyeluruh, yang di dalamnya mencakup persepsi
tentang diri sendiri, pendapat tentang gambaran diri di mata orang lain, dan pendapat tentang
hal-hal yang telah dicapai. Berbeda dengan Burns, Rosenberg (dalam Partosuwido, 1992)
menyatakan bahwa konsep diri merupakan perwujudan struktur mental, totalitas dari pikiran,
dan perasaan individu dalam hubungannya dengan diri sendiri sebagai subyek dan obyek.
Hurlock (1979) mengemukakan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang
mengenai dirinya sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial,
emosional, aspirasi, dan prestasi yang telah mereka capai dalam hidup. Santrock (2003)
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan evaluasi individu terhadap domain yang
spesifik dari dirinya.
Pandangan ini agak berbeda jika dibandingkan dengan pandangan- pandangan
sebelumnya yang lebih banyak menekankan pada keterlibatan orang lain dalam pembentukan
sebuah konsep diri serta evaluasi yang bersifat menyeluruh terhadap diri individu, maka
Santrock lebih menekankan pada spesifikasi domain pada diri yang menjadi titik tolak
evaluasi. Santrock membedakan antara konsep diri dengan rasa percaya diri. Jika konsep diri

merujuk pada spesifikasi domain evaluasi (misal domain akademik, fisik), maka rasa percaya
diri lebih merupakan evaluasi yang menyeluruh. Gross (dalam Reinecke, 1993) memandang
bahwa konsep diri pada dasarnya merupakan pandangan subyektif seseorang terhadap citra
dirinya sebagai pribadi.
B. Aspek-Aspek Konsep Diri
Fitts (dalam Robinson & Shaver, 1975) membagi aspek-aspek konsep diri individu
menjadi dua dimensi besar, yaitu:
Dimensi Internal, terdiri atas tiga bagian:
1. Diri identitas, yaitu label ataupun simbol yang dikenakan oleh seseorang untuk
menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label- label ini akan terus
bertambah seiring dengan bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang
dalam segala bidang.
2. Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan dorongan rangsang internal maupun eksternal. Konsekuensi
perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku tersebut,
sekaligus akan menentukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan,
disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.
3. Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal,
pembanding, dan terutama sebagai penilai. Di samping fungsinya sebagai
jembatan yang menghubungkan kedua diri sebelumnya.
Dimensi Eksternal (terkait dengan konsep diri positif dan negatif), terdiri dari enam
bagian:
1. Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut
pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri
seseorang dianggap positif apabila ia memiliki pandangan yang positif terhadap
kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau
cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Dianggap sebagai konsep diri yang
negatif apabila ia memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang

melekat pada fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan


atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Moreno & Cervell (2005) membuktikan bahwa terdapat relevansi yang
signifikan antara intensitas melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik
dengan tinggi rendahnya konsep diri fisik individu. Semakin sering individu
melakukan kegiatan-kegiatan fisikseperti olah raga, bekerjamaka akan
semakin tinggi pula konsep diri fisiknya, demikian pula sebaliknya.
2. Konsep diri pribadi, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada
dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang dapat
dianggap positif apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh
kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup, mampu mengontrol
diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang
negatif apabila ia memandang dirinya sebagai individu yang tidak pernah (jarang)
merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki
kontrol

terhadap

dirinya

sendiri,

dan

potensi

diri

yang

tidak

ditumbuhkembangkan secara optimal.


3. Konsep diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang
terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan
kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu
dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat dianggap
positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh keramahan, memiliki
minat terhadap orang lain, memiliki sikap empati, supel, merasa diperhatikan,
memiliki sikap tenggang rasa, peduli akan nasib orang lain, dan aktif dalam
berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri
yang negatif apabila ia merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain, acuh
tak acuh, tidak memiliki empati pada orang lain, tidak (kurang) ramah, kurang
peduli terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak
pernah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial.
4. Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta penilaian
seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya dengan
Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip yang
memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang dapat

dianggap positif apabila ia mampu memandang untuk kemudian mengarahkan


dirinya untuk menjadi pribadi yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai
moral etik, baik yang dikandung oleh agama yang dianutnya, maupun oleh
tatanan atau norma sosial tempat di mana dia tinggal. Sebaliknya, konsep diri
individu dapat dikategorikan sebagai konsep diri yang negatif bila ia menyimpang
dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral etika yang berlakubaik nilai-nilai
agama maupun tatanan sosialyang seharusnya dia patuhi.
5. Konsep diri keluarga, berkaitan dengan persepsi, perasaan, pikiran, dan penilaian
seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai
bagian integral dari sebuah keluarga. Seseorang dianggap memiliki konsep diri
yang positif apabila ia mencintai sekaligus dicintai oleh keluarganya, merasa
bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, merasa bangga dengan keluarga
yang dimilikinya, dan mendapat banyak bantuan serta dukungan dari
keluarganya. Dianggap negatif apabila ia merasa tidak mencintai sekaligus tidak
dicintai oleh keluarganya, tidak merasa bahagia berada di tengah-tengah
keluarganya, tidak memiliki kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak
memperoleh bantuan dari keluarganya.
6. Konsep diri akademik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan penilaian
seseorang terhadap kemampuan akademiknya. Konsep diri positif apabila ia
menganggap bahwa dirinya mampu berprestasi secara akademik, dihargai oleh
teman-temannya, merasa nyaman berada di lingkungan tempat belajarnya,
menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, tekun dalam mempelajari
segala hal, dan bangga akan prestasi yang diraihnya. Dapat dianggap sebagai
konsep diri akademik yang negatif apabila ia memandang dirinya tidak cukup
mampu berprestasi, merasa tidak disukai oleh teman-teman di lingkungan
tempatnya belajar, tidak menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, serta
tidak merasa bangga dengan prestasi yang diraihnya (dalam Nashori, 2000).
Kuper & Kuper (2000) menyebutkan dua aspek besar dalam menjelaskan konsep diri,
yaitu identitas dan evaluasi diri. Pertama, konsep identitas. Konsep ini terfokus pada
makna yang dikandung diri sebagai suatu obyek, memberi struktur dan isi pada
konsep diri, dan mengaitkan diri individu pada sistem sosial.

Secara umum, identitas mengacu pada siapa atau apa dari seseorang, sekaligus
mengacu pada pelbagai makna yang diberikan pada seseorang oleh dirinya sendiri dan
orang lain. Kedua, evaluasi diri (atau harga diri) dapat terjadi pada identitas-identitas
tertentu yang dianut oleh individu, atau dapat juga terjadi pada evaluasi holistik
tentang diri. Menurut Gecas & Schwalbe (dalam Kuper & Kuper, 2000) individu
biasanya lebih tertarik untuk membuat evaluasi diri berdasarkan dua kategori besar,
yaitu pengertian mereka tentang kompetensi atau kemampuan diri mereka, dan
pengertian mereka tentang kebaikan atau nilai moral.
Calhoun & Acocella (1990) membagi konsep diri ke dalam tiga dimensi, yaitu:
1. dimensi pengetahuan, yaitu deskripsi seseorang terhadap dirinya. Misalnya jenis
kelamin, etnis, ras, usia, berat badan, atau pekerjaan.
2. dimensi harapan, yaitu kepemilikan seseorang terhadap satu set pandangan
mengenai kemungkinan akan menjadi apa dirinya kelak.
3. dimensi penilaian, yaitu penilai tentang diri sendiri. Berdasarkan hasil
penelitiannya Marsh (1987) menyimpulkan bahwa evaluasi atau penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rangka untuk memperbaiki diri sendiri
di masa mendatang akan memunculkan konsep diri yang sangat kuat.
C. Ciri-ciri Konsep Diri
Menurut Calhoun & Acocella (1995), konsep diri merupakan gambaran mental
terhadap diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri, pengharapan bagi diri
dan penilaian terhadap diri sendiri. Salah satu ciri dari konsep diri yang negatif akan
terkait secara langsung dengan pengetahuan yang tidak tepat terhadap diri sendiri,
pengharapan yang tidak realistis atau mengada-ada, serta harga diri yang rendah.
Untuk menghindari hal tersebut, Sheerer (dalam Cronbach, 1963) memformulasikan
ciri-ciri konsep diri positif yang selanjutnya mengarah pada penerimaan diri individu,
sebagai berikut:
1. mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi kehidupan
yang dijalaninya,

2. menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan


manusia lainnya,
3. mampu menempatkan dirinya pada kondisi yang tepat sebagaimana orang lain,
sehingga keberadaannya dapat diterima oleh orang lain,
4. bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,
5. menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya,
6. kelemahan yang dimilikinya tidak membuatnya menyalahkan dirinya sendiri,
sebagaimana ia mampu menghargai setiap kelebihannya,
7. memiliki obyektivitas terhadap setiap pujian ataupun celaan, dan
8. tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan emosi yang ada
pada dirinya.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang
dikembangkan oleh seseorang (positif ataupun negatif) akan sangat menentukan
bagaimana ia dapat menerima kondisi yang sedang terjadi atas dirinya, sekaligus
bagaimana ia bersikap ketika sedang mengalami masalah atau kesulitan dalam
kehidupannya.
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan,
Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception
(persepsi diri sendiri).
1. Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap
sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain.
Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari
lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui
bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman

budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang


dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang
lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara
pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap
diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang
lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting
sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi
individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat
dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga
konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang
dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal,
kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri
yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Konsep Diri Anda
Sejauh ini pengenalan dan pemahaman yang dilakukan anda dalam melihat dirinya masih
merupakan konsep diri yang kurang artinya bergerak kearah negatif. Selain itu kekurangan itu
belum disadari dengan menjalankan suatu perubahan yang sangat siginifican menuju konsep
diri yang lebih baik. Anda tetap bergerak dengan pola kehidupannya yang tak pernah disadari
apakah ini positif atau negatif. Anda mempunyai cita-cita ke arah positif namun dapat
dikatakan sebgai seorang pemimpi saja setelah disadari. Karena perlu diketahui apabila
seorang individu memulai menetapkan atau menanam suatu impian maka sebaiknya memulai
dengan focus akan rencana-rencana apa saja yang dapat menunjang untuk mencapai impian
anda.

Gambaran Konsep diri Anda.


1. Fisik
Bentuk tubuh kurang proposional.
Tidak menyukai warna kulit yang berwarna kuning langsat.
Wajah biasa tidak cantik ataupun jelek.
Tubuh selalu berupaya wangi dengan menggunakan pengharum.
Penampilan menarik.
2. Pribadi
Berbicara tidak selalu sopan tergantung situasi berhadapan dengan siapa
atau di tempat yang seperti apa.
Ibadah biasa saja tidak berlebihihan.
Tidak jujur.
Pemaaf.
Dapat dipercaya.
Malas.
Mandiri.
Termasuk percaya diri
Bekerja jika ada tugas dan harus dikerjakan.
Mudah menyesuaikan diri.
Mengeluh.
Terkadang cengeng, egois, dan sombong
3. Keluarga
Suka membantu orangtua contoh dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Sayang pada keluarga.
Terkadang suka melawan orang tua.
4. Diri Sosial
Suka menolong orang terutama teman.
Rmah dalam berbicara
Menghormati privasi orang lain.
Sulit untuk berkompromi

Sombong
Merasa paling hebat
Terkadang memaksakan keinginan
B. Perencanaan Perubahan Konsep Diri Anda
Perubahan akan konsep diri yang dilakukan oleh anda tentunya dilakukan dengan
proses yang bertahap, karena seperti kita ketahui perubahan tidak dapat dilakukan secara
instan. Perlu diketahui pula bahwa perubahan perspektif akan mengubah sikap suatu individu,
yang nantinya akan membantu mewujudkan sikap individu dalam bertindak. Perubahan yang
akan dilakukan anda akan dimulai saat ini dan di tahun ini, yaitu :
1. Memilki niat dan kemauan untuk berubah.
2. Melakukan pengakuan diri yang jujur terhadap perjalanan hidup yang memang
anda memilki konsep diri yang buruk.
3. Menanamkan keberanian, semangat, motivasi untuk melakukan konsep diri
yang baik.
4. Mau belajar terhdap orang lain yang memang memilki konsep diri yang baik.
5. Mengawali dengan sikap yang rendah hati dalam menjalakan proses perubahan
konsep diri ini.
6. Berfokus untuk merubah dari kegagalan konsep diri yang buruk.
7. Merubah perilaku anda pada konsep diri fisik, pribadi, moral etika, social,
keluarga akademik yang kurang baik menjadi lebih baik, yaitu dengan belajar
memulai menyadari setiap perilaku buruk yang telah dilakukannya, dan
melakukan instropeksi setiap saat.
8. Menambah bentuk-bentuk perilaku yang dapat menunjang konsep diri anda
kearah yang lebih baik. Yaitu berupa inisiati, disiplin, rajin, dan memfokuskan
diri pada apa yang dikerjakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

9. Berusaha untuk komitmen mengendalikan diri terhadap perubahan tersebut dan


selalu sadar ketika perilaku atau sikap mulai menyimpang dari apa yang
direncanakan.
10. Berupaya menumbuhkan sikap optimis, berpenghargaan besar, berambisi dan
berani mengahadapi tantangan serta resiko.
11. Memulai untuk menyukai, bangga, dan menyayangi diri sendiri.
12. Memulai memotivasi diri sendiri dengan hal-hal : rasa antusias, penuh dengan
rasa ingin tahu, baca buku, merenungkan setiap perubahan yang telah
dilakukan, dan membayangka ketika konsep diri yang baik tercapai.
13. Bersikap untuk tetap bergairah menjalakan kehidupan, terus belajar untuk
mengembangkan

potensi

diri

dan

kepribadian,

untuk

lebih

berani

mengahadapi tantangan, untuk selalu berbicara positif, menjadikan presentasi


lebih baik, selalu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.
Pelaksananan perubahan konsep diri anda ini dilakukan secara bertahap,
perubahan itu akan terjadi ketika seorang individu menyadari bahwa konsep diri yang
selama ini dilakukannya dinilai kurang baik ayau dapat diartikan penilaian akan
perilaku kehidupan sehari-harinya yang masih dirasa kurang dan cenderung buruk.
Perubahan akan dilakukan anda yang paling utama didasari atas kesadaran
konsep diri yang dinilai buruk dan kurang, serta dijalankan dengan niat yang
konsisiten.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bahwasannya konsep diri merupakan bagaimana seorang individu memberkan


penilaian akan keberadaan dirinya yang dimulai dengan fisik, pribadi, diri social,
moral, keluarga, dan akademik. Dimana konsep diri manusia terbentuk karena
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu teori perkembangan,
keberadaan seseorang dengan orang terdekatnya, dan keberadaan individu terhadap
dirinya sendiri, sehingga akan menghasilkan konsep diri yang bercirikan negatif dan
positif dalam diri individu itu sendiri.
Penilaian konsep diri yang cenderung lebih kearah negative maka dapat diadakannya
suatu perubahan untuk menuju perubahan konsep diri yang baik dengan adanya
kesadaran dan niat, serta selalu konsisten dalam menjalakan suatu perubahan pada
dirinya.
B. Saran
Dalam melakukan perubahan konsep diri yang negative menuju konsep diri yang
positif, maka sebaiknya selalu menginstrospeksi diri setiap saat atau setiap hari
apakah proses perubahan sudah berjalan dan perubahan sudah benar-benar terjadi
dalam diri kita.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://bintangbangsaku.com/artikel/2008/04/konsep-diri/

Konsep Berubah
Pokok Bahasan :
Pengertian Berubah
Teori Berubah
Tingkatan Perubahan
Respon Terhadap Perubahan
Perencanaan dan pelaksanaan perubahan
Strategi Perubahan
Resistensi Perubahan
Beberapa Saran dalam Proses Perubahan
Perawat Sebagai Pembeharu

Pendahuluan
Setiap manusia umumnya menginginkan perubahan dari kondisi :
Tidak enak
lebih baik
Sengsara
kesejahteraan
Sakit
Sehat
Vokasi
Profesional
Berubah
Isidentil
Berencana
Perubahan Kep di Indonesia
Kemampuan teknis Prosedural
Orientasi tindakan medis
Dalam tatanan pel mrpk penunjang pel medis
Kewenangan hak & tg jawab
Otonomi tidak jelas
Tin kep lebih brpn intruksional medik
Pengertian :
Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu
atau seseorang berbeda dg keadaan sebelumnya, (Atkinson,
1987).
Proses pergeseran dari satu sistem ke sistem yang lain
Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan
atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang
bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang ada.
Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola
perilaku individu / institusi, (Brooten,1978).
Motivasi Dalam Perubahan
Pada dasarnya perubahan timbul karena adanya suatu motivasi dalam diri
manusia, yaitu karena tuntutan Kebutuhan Dasar Manusia. :
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan Kemanan dan Kenyamanan
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Penghargaan diri
Kebutuhan Aktualisasi Diri

Faktor
Pendorong
Untuk
Melakukan
Perubahan
( Robert Kreitner and Angelo Kinicki, 2001, Organizational Behavior)
Kekuatan eksternal yaitu kekuatan yang muncul dari luar
institusi, Seperti : karakteristik demografi, Perkembangan
teknologi, Perubahan pasar, tekanan sosial dan politik.
Kekuatan internal yaitu kekuatan yang muncul dari dalam
institusi, seperti : masalah sumber daya manusia, kepuasan
kerja, produktifitas, motivasi kerja, keputusan dan kebijakan
menejemen
Sifat Proses Perubahan
Teori Teori Perubahan
Teori KURT LEWIN (1951)
Teori ROGERS E (1962)
Teori LIPPIT (1973)
Teori Spradley

Kurt
(Tahapan Perubahan)

Lewin,

1951

Kurt Lewin
Tahap pencairan (Unrefreezing)
Seseorg yg mau mengadakan proses perubahan harus memiliki
motivasi yg kuat utk berubah, menyiapkan diri, siap untuk berubah
atau melakukan adanya perubahan.
2. Tahap Bergerak (Moving)
Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan
mencari dukungan dari orang-orang yang dapat membantu
memecahkan masalah.
3. Tahap Pembekuan (Refreezing)
Setelah memiliki dukungan dan alternatif pemecahan masalah
perubahan diintegrasikan dan distabilkan sebagai bagian dari
sistem nilai yang dianut. Tugas perawat sebagai agen berubah
berusaha mengatasi orang-orang yang masih menghambat
perubahan.
TEORI KURT LEWIN (1951)
Perubahan mencakup 3 tahap :
Tahap pencairan (unfreezing)
Kesiapan untuk berubah
Pendorong > Penghambat

Tahap bergerak (Moving)


Berubah dari keadaan status quo

Bergerak menuju keseimbangan baru

Tahap Pembekuan (Refreezing)


Mencapai tingkat / tahap baru
Pendorong seimbang dengan penghambat
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Pendorong & Penghambat
Kekuatan pendorong dapat ditingkatkan
Menggunakan model atau demonstrasi
Mengunakan contoh perubahan yang telah berhasil
Memberikan dukungan selama proses berubah berlangsung
Kekuatan penghambat dapat dikurangi dengan
Mengunakan forum diskusi terbuka
Menyediakan informasi yeng diperlukan
Menggunakan pendekatan pemecahan masalah
TEORI ROGERS E. (1962)

Modifikasi dari teori Lewin ada 5 fase dalam perubahan :

Kesadaran (Awareness)

Minat (Interest)

Evaluasi (Evaluation)

Percobaan (Trial)

Adopsi (Adoption)
Teori Rogers
Teori Rogers tergantung pada lima faktor yaitu :
1. Perubahan harus mempunyai keuntungan yang berhubungan
2. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada
3. Kompleksitas
4. Dapat dibagi
5. Dapat dikomunikasikan
Teori
Lippitt,
(Tahap Berubah)
TEORI LIPPIT (1973)
Proses berubah menurut Lippit ada tujuh langkah :

Mendiagnosis masalah

Mengkaji motivasi dan kemapuan untuk berubah

Mengkaji motivasi dan agen-agen untuk berubah

Menetapkan tujuan perubahan

Memilih peran yang sesuai untuk agen berubah

Mempertahan kan hasil perubahan

Mengakhiri hubungan

1973

Hubungan Antar Roger~Lewin~Lippit


Teori Spredley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara konstan

dipantau utk mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen


berubah dan sistem berubah.
Berikut adalah langkah dasar dari model Spradley
1.

Mengenali gejala

2.

Mendiagnosis masalah

3.

Menganalisa jalan keluar

4.

Memilih perubahan

5.

Merencanakan perubahan

6.

Melaksanakan perubahan

7.

Mengevaluasi perubahan

8.

Menstabilkan perubahan

Tahapan
Melakukan
Perubahan
( Raymond J. Stone, 1998, Human Resources Management )
Menetapkan kebutuhan untuk melakukan perubahan
Mengenali hal hal potensial yang dapat menghambat proses
perubahan
Melaksanakan perubahan
Mengevaluasi perubahan
STRATEGI UNTUK MEMBUAT PERUBAHAN

Memiliki visi yang jelas


Menciptakan budaya organisasi yang kondusif
Sistem komunikasi yang jelas
Keterlinatan orang yang tepat

Tingkatan
Perubahan
(Hersey and Blanchard, 1977)
Perubahan Pengetahuan
Perubahan Sikap
Perubahan Perilaku
Perubahan Kelompok / Sosial Sistem
Faktor-Faktor yang Mendukung Perubahan

Perubahan dipandang sebagai sesuatu yang positif

Perubahan sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini

Perubhan sederhana dan konkrit

Target beriubah dilibatkan sejak awal

Perubahan dilakukan pada skala kecil ----> dievaluasi --->


untuk antisipasi skala besar


Pemimpin dan tokoh kelompok dilibatka

Komunikasi terbuka antara target berubah dan change


agent

Evaluasi sebagai bagian dari proses berubah


Tahap Pengelolaan Perubahan (Bolton et. Al., 1992)

Mendifinisikan tujuan perubahan

Kesesuaian tujuan perurubahan dengan rencana strategi


organisasi

Tempat tujuan perubahan dan orang yang tarlibat

Menentukan pemimpin perubahan

Memfasilitasi komitmen semua pihak yang telibat

Mengidentifikasi indikator pencapaian tujuan

Membangun sistem kerja yang solid

Melibatkan semua tim yang terkait

Belajar dari kesalahan masa lalu

Ajarkan kepada kelompok proses perencanaan,


komunikasi berkesinambungan
Respon Terhadap Perubahan

Menerima dan mendukung

Tidak mendukung dan tidak menolak

Menolak
Alasan Menolak :
Takut akan sesuatu yang tidak pasti
Takut akan kehilagan pengaruh
Takut kehilangan ketrampilan
Takut kehilangan reward dan benefit
Takut kehilangan respek, dukungan, kasih sayang
Takut gagal
Hambatan Dalam Perubahan

Ancaman kepentingan pribadi

Persepsi yang kurang tepat

Reaksi psikologis

Toleransi terhadap perubahan rendah

Kebiasaan

Ketergantungan

Perasaan tidak aman

Norma
Strategi Mengatasi Hambatan Untuk berubah

Pengumpulam dan pengembangan data


Persiapan atau perencanaan
Pendidikan dan pelatihan
Penghargaan
Mengunakan kelompok sebagai agen berubah
Komunikasi
Lingkungan organisasi
Menantisipasi kemungkinan kegagalan

Tingkatan Perubahan
Tingkat Berubah
Derajat
Kesukaran

Perilaku Kelompok

Tinggi

(Group Behavior)

Perilaku Individu
(Individual Behavior)

Sikap (Attitude)

Pengetahuan
(Knowledge)
Perencanaan & Pelaksanaan Perubahan,
(Kron dalam Kozier,1998)
Ada beberapa pertanyaan yg harus dijawab untuk membuat
perencanaan dan implementasi dari suatu perubahan :
1.
Apa ?....
2.
Mengapa ? ....
4.
Siapa ? ....
5.
Bagaimana ?....
6.
Kapan ? ....
7.
Dimana ? ....
8.
Mungkinkah ?....
Perencanaan & Pelaksanaan Perubahan (Modifikasi)
1.
Apa ?....
Mengapa ? ....
Pendukung dan Penghambat ?....
4.
Dimana ? ....
5.
Kapan ?....
6.
Siapa ? ....
7.
Bagaimana ? ....
8.
Objektif / Evaluasi ?....
9.
Mempertahankan / Stabilization ?....

Strategi Perubahan
Strategi Persahabatan
Strategi Politis/Kekuatan
Strategi Militer/Paksaan
Strategi Ekonomis
Strategi Akademis/Rasinal Empirik
Strategi Teknis
Strategi Konfrontasi
Strategi Reedukatif Normatif
Hal

hal
yg
Menyebabkan
Resistensi
Terhadap
(Robbin, 2000 dan Kreitner & Kinicki, 2001)
Kebiasaan
Ketakutan terhadap dampak yg tidak diinginkan
Faktor faktor ekonomi
Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja
Takut mengalami kegagalan
Hilangnya status dan keamanan kerja
Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan
Persepsi yg kurang tepat
Norma

Perubahan

Beberapa
Saran
(Arbono Lasmahadi, 2002)
Rencanakan perubahan dengan baik
Tunjuk praktisi perubahan yang mempunyai kemampuan dalam
mengelola perubahan
Bekali menejemen puncak diperusahaan dg penegetahuan dan
keterampilan mengelola perubahan
Bangun koalisi yang solid diantara pihak pihak yg terkait dengan
perubahan
Atasi resistensi terhadap perubahan dengan pendekatan
pendekatan yang sesuai
Perawat Sebagai Pembaharu
( Oslan dalam Kozier, 1991) Perawat sebagai pembeharu harus
menyadari :
Kebutuhan Sosial
Berorientasi pada masyarakat
( klien )
Kompeten dalam hubungan interpersonal
Memahami sikap dan perilakunya
Perawat Sebagai Pembaharu
(Maukseh dan Miller dalam Kozier, 1991) Karakteristik Seseorang
Pembaharu :
Dapat mengatasi / menanggung resiko
Komitment akan keberhasilan perubahan

Mempunyai pengetahuan yang luas tentang keperawatan


Agar Efektif Seorang Pembaharu Sebaiknya :
Mudah ditemui
Dapat dipercaya
Jujur dan tegas
Selalu melihat tujuan dengan jelas
Menetapkan tanggung jawab dari mereka yang terlibat
Menjadi pendengar yang baik
Dst..
Alasan Perubahan Dalam Keperawatan
Keperawatan sebagai profesi
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan asuhan keperawatan
profesional
Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan
Keperawatan sebagai komunitas ilmiah
Alloh tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri
yang merubahnya
Kalau ingin maju harus selalu berubah

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan mempunyai dua pilihan utama yang berhubungan dengan perubahan, mereka
melakukan inovasi dan perubahan atau mereka dapat dirubah oleh suatu keadaan atau sutuasi.
Perawat mempunyai keterampilan dalam proses perubahan. Pertama proses keperawatan
yaitu merupakan pendekatan dalam penyelesayan masalah yang sistematis dan konsisten
dengan perencanaan perubahan. Kedua, perawat diajarkan mendapatkan ilmu dikelas dan
mempunyai pengalaman praktek untuk bekerja secara efektif dengan orang lain.
Perubahan pelayanan kesehatan / keperawatan merupakan kesatuan yang menyatu dalam
perkemangan dan perubahan keperawatan di indoneria. Bahkan adalah suatu yang aneh atau
tidak semestinya terjadi, apabila masyarakat umum dan lingkungan terus menerus berubah,
sedangkan keperawatan yang merupakan bagian masyarakat tersebut tidak berubah dalam
menata kehidupan keprofesiannya. Perubahan adalah cara keperawatan mempertahankan diri
sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era kesejagatan(millennium III). Maka
keperawatan Indonesia, khususnya masyarakat ilmuwan dan masyarakat profesional
keperawatan Indonesia, melihat dan mempertahankan proses profesionalisasi pada era
kesejagatan ini bukan sebagai suatu ancaman untuk ditakuti atau dihindari, tetapi merupakan
tantangan untuk berupaya lebih keras memacu proses propesionalisasi keperawatan di
Indonesia dan mensejajarka diri dengan keperawatan dinegara-negara lain.
Mewujudkan keperawatan sebagai profesi diindonesia bukan hanya sekedar perjuangan untuk
membela nasib para perawat yang sudah sejak lama kurang menjadi perhatian, namun lebih

dari itu, yaitu berupaya untuh memenuhi hak masyarakat dalam mendapatkan asuhan
keperawatan yang profesional.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan konsep berubah ?
2. Sebutkan macam-macam perubahan yang dapat terjadi ?
3. Apa saja jenis dan bagaimaa proses terjadinya perubahan ?
4. Sebutkan teori yang dikemukakan para ahli tentang konsep perubahan ?
5. Sebutkan tingkatan-tingkatan dari konsep berubah ?
6. Bagaimana respon diri terhadap suatu perubahan ?
7. Apa yang menjadi motivasi dalam melakukan suatu perubahan?
8. Apa yang menjadi faktor penghambat perubahan?
9. Strategi apa saja yang dilakukan untuk membuat suatu perubahan ?
1. Bagaimanakah perencanaan dan pelaksanaan perubahan?
2. Apa yang menjadi kunci sukses strategi untuk terjadinya perubahan yang baik?
3. Sebutkan pedoman yang digunakan untuk mencapai suatu perubahan ?
4. Bagaimana peran perawat dalam proses perubahan sebagai pembaharuan ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui defenisi dari konsep berubah.
2. Untuk mengetahui macam-macam perubahan yang dapat terjadi.
3. Untuk mengetahui jenis dan bagaimaa proses terjadinya perubahan.
4. Untuk mengetahui teori teori yang berhubungan dengan konsep berubah.
5. Untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dari konsep berubah.
6. Untuk mengetahui respon diri terhadap suatu perubahan.
7. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi motivasi dalam melakukan suatu perubahan.
8. Untuk mengetahui faktor penghambat perubahan.
9. Untuk mengetahui strategi apa saja yang dilakukan untuk mmbuat suatu perubahan.

10. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan dan pelaksanaan perubahan.


11. Untuk mengetahui kunci sukses strategi untuk terjadinya perubahan yang baik.
12. Untuk mengetahui pedoman yang digunakan untuk mencapai suatu perubahan.
13. Untuk mengetahui peran perawat dalam proses perubahan sebagai pembaharu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perubahan
Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status
tetap (statis) menjadi statis yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang ada.
Banyak definisi tentang berubah, dua diantaranya yaitu :
1. Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda
dengan keadaan sebelumnya ( Atkinson,1987)
2. Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau
instuisi ( Brooten, 1987 )
Perubahan bisa terjadi setiap saat dan merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat
dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak ada
pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Namun dengan berubah terjadi ketakutan,
kebingungan, kegagalan dan kegembiraan. Setiap orang dapat memberikan perubahan pada
orang lain. Merubah orang lain bisa bersifat implisit dan eksplisit atau bersifat tertutup dan
terbuka. Kenyataan ini penting khususnya dalam kepemimpinan dan manajemen. Pemimpin
secara konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu titik ke titik lainnya untuk
memecahkan masalah. Maka secara konstan pemimpin mengembangkan strategi untuk
merubah orang lain dan memecahkan masalah.
Keperawatan yang sedang berada pada proses profesionalisasi terus berusaha membuat atau
merencanakan perubahan. Adaptasi terhadap perubahan telah menjadi persyaratan kerja
dalam keperawatan. Personal keperawatan bekerja untuk beberapa pimpinan, termasuk klien
dan keluarganya, dokter, manajer keperawatan, perawat pengawas dan perawat penanggung
jawab yang berbeda dalam tiap ship. Perawat pelaksana menemukan peran bahwa mereka
berubah beberapa kali dalam satu hari. Kadang seorang perawat menjadi manajer, kadang
menjadi perawat klinik, kadang menjadi konsultan dan selalu dalam peran yang berbeda.
Sebagai perawat pelaksana maupun sebagai manajer keperawatan kita perlu membuat
perubahan untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan. Perawat tentu saja berharap perubahan tersebut jangan sampai
menimbulkan konflik. Oleh karena itu, sebaiknya perawat perlu mengetahui teori-teori yang
mendasari perubahan.

Keperawatan mempunyai dua pilihan utama yang berhubungan dengan perubahan, mereka
melakukan inovasi dan perubahan atau mereka dapat dirubah oleh suatu keadaan atau sutuasi.
Perawat mempunyai keterampilan dalam proses perubahan. Pertama proses keperawatan
yaitu merupakan pendekatan dalam penyelesaian masalah yang sistematis dan konsisten
dengan perencanaan perubahan. Kedua, perawat diajarkan mendapatkan ilmu di kelas dan
mempunyai pengalaman praktek untuk bekerja secara efektif dengan orang lain.
B. Macam macam Perubahan
a. Perubahan ditinjau dari sifat proses:
1. Perubahan bersifat berkembang
Mengikuti drai proses perkembangan yang ada baik pada individu, kelompok atau
masyarakat secara umaum.
2. Perubahan bersifat spontan
Dapat terjadi karena keadaan memberikan respon tersendiri terhadap kejadian yang bersifat
alami yang diluar kehendak manusia yang tidak dapat diramalkan/ diprediksikan sehingga
sulit untuk diantisifasi.
3. Perubahan bersifat direncanakan
Sifat perubahan satu ini dilakukan bagi individu, kelompok atau masyarakat imgin
mengadakan perubahan kearah yang lebih maju atau mencapai tingkat perkembangan yang
lebih baik dari keadaan yang lebih baik.
b. Perubahan ditinjau dari sifat keterlibatan
1. Perubahan partisipatif

Melalui penyediaan informasi yang cukup

Adanya sikap positif terhadap inovasi

Timbulnya komitmen

2. Perubahan paksaan (coerced change)

Melalui perubahan total dari organisasi

Memerlukan kekuatan personal (personal power)

1. Perubahan ditinjau dari sifat pengelolaan


1. Perubahan berencana

Menyesuaikan kegiatan dengan tujuan

Dengan titik mula yang jelas dan dipersipkan, sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai.

1. Perubahan acak/ kacau

Tanpa usaha mempersiapkan titik awal perubahan.

Tidak ada usaha mempersipakan kegiatan sesuai dengan tujuan.

C. Jenis dan Proses Perubahan


Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan
atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direcanakan adalah perubahan yang
terjadi tanpa suatu persiapan, sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan
yang direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan
termasuk adanya suatu tujuan yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada
perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu
ancaman. Untuk alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola perubahan.
D. Teori Perubahan
1. Teori kurt lewin
Lewin mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan menjadi 3 tahapan :
1. Pencairan (unfreezing)
Motifasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya keseimbangan yang
ada. Merasa perlu untuk berubah dan berupaya untuk berubah, menyiapkan diri dan siap
untuk berubah dan melakukan perubahan.
Masalah biasanya muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam sistem. Tugas perawat
pada tahap ini adalah mengidentifikasi masalah dan memilih jalan keluar yang terbaik.
1. Bergerak (moving)
Bergerak menuju keadaan yang baru atau tidak / tahap perkembangan baru, karena memiliki
cukup informasi, serta sikap dan kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang
dipahami dan mengetahui langkah-langkah penyalasaian yang harus dilakukan, melakukan
langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap baru.
Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan mencari dukungan dari orangorang yang dapat membantu memecahkan masalah.
1. Pembekuan (refresing)
Telah mencapai tingkat atau tahap baru, mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang
dicapai harus dijaga untuk tidak mengalami kemunduran atau atau bergerak kembali pada
tingkat atau tahap perkembangan semula. Oleh karena itu perlu selalu ada upaya untuk

mendapatkan umpan balik, kritik yang konstroktif dalam upaya pembinaan yang terus
menerus dan berkelanjutan.
Setelah memiliki dukungan dan alternatif pemecahan masalah perubahan diintegrasikan dan
distabilkan sebagai bagian dari sistem nilai yang dianut. Tugas perawat sebagai agen berubah
berusaha mengatasi orang-orang yang masih menghambat perubahan.
1. 2. Teori Rogers
Teori Rogers tergantung pada lima faktor yaitu :
1. Perubahan harus mempunyai keuntungan yang berhubungan
Menjadi lebih baik dari metodeyang sudah ada
2. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada
Tidak bertentangan
3. Kompleksitas
Ide-ide yang lebih komplek bisa saja lebih baik dari ide yang sederhana asalkan lebih mudah
untuk dilaksanakan.
4. Dapat dibagi
Perubahan dapat dilaksanakan dalam skala yang kecil.
5. Dapat dikomunikasikan
Semakin mudah perubahan digunakan maka semakin mudah perubahan disebarkan.
Roger menjelaskan 5 tahap dalam perubahan, yaitu : Kesadaran, Keinginan, Evaluasi,
Mencoba, Penerimaan.
Roger percaya proses penerimaan terhadap perubahan lebihh komplek dari pada 3 tahap yang
dijabarka lawin. Terutana dalam setiap individu yang terlibat dalam proses perubahan dapat
menerima atau menolaknya. Meskipun perubahan dapat diterima, mungkin saja suatu saat
akan ditolak setelah perubahan tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat
keberadaanya.
Roger mengatakan bahwa berubah yang efektif tergantung dari indifidu yang terlibat tertarik
dan berupaya untuk sellalu berkembang / maju serta mempunyai suatu komitmen untuk
bekerja dan melaksanakannya.
3. Teori Lippitt
Teori ini merupakan pengembangan dari teori Lewin. Lippitt mengungkapkan tujuh hal yang
harus diperhatikan seorang manajer dalam sebuah perubahan yaitu :

1. Mendiagnosis masalah
Mengidentifikasi semua faktor yang mungkin mendukung atau menghambat perubahan.
2. Mengkaji motivasi dan kemampuan untuk berubah
Mencoba mencari pemecahan masalah
3. Mengkaji motivasi dan sumber-sumber agen
Mencari dukungan baik internal maupun eksternal atau secara interpersonal, organisasional
maupun berdasarkan pengalaman.
4. Menyeleksi objektif akhir perubahan
Menyusun semua hasil yang di dapat untuk membuat perencanaan.
5. Memilih peran yang sesuai untuk agen berubah
Pada tahap ini sering terjadi konflik teruatama yang berhubungan dengan masalah personal.
6. Mempertahankan perubahan
Perubahan diperluas, mungkin membutuhkan struktur kekuatan untuk mempertahankannya.
7. Mengakhiri hubungan saling membantu
Perawat sebagai agen berubah, mulai mengundurkan diri dengan harapan orang-orang atau
situasi yang diubah sudah dapat mandiri.
4. Teori Redin
Menurut Redin sedikitnya ada empat hal yang harus di lakukan seorang manajer sebelum
melakukan perubahan, yaitu :
1) Ada perubahan yang akan dilakukan
2) Apa keputusan yang dibuat dan mengapa keputusan itu dibuat
3) Bagaimana keputusan itu akan dilaksanakan
4) Bagaimana kelanjutan pelaksanaannya
Redin juga mengusulkan tujuh teknik untuk mencapai perubahan :
1) Diagnosis
2) Penetapan objektif bersama
3) Penekanan kelompok

4) Informasi maksimal
5) Diskusi tentang pelaksanaan
6) Penggunaan upacara ritual
Intervensi penolakan tiga teknik pertama dirancang bagi orang-orang yang akan terlibat atau
terpengaruh dengan perubahan. Sehingga diharapkan mereka mampu mengontrol perubahan
tersebut.
5. Teori Havelock
Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan menekankan perencanaan yang akan
mempengaruhi perubahan. Enam tahap sebagai perubahan menurut Havelock.
1) Membangun suatu hubungan
2) Mendiagnosis masalah
3) Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan
4) Memilih jalan keluar
5) Meningkatkan penerimaan
6) Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri.
6. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara konstan dipantau untuk
mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan sistem berubah.
Berikut adalah langkah dasar dari model Spradley :
1) Mengenali gejala
2) Mendiagnosis masalah
3) Menganalisa jalan keluar
4) Memilih perubahan
5) Merencanakan perubahan
6) Melaksanakan perbahan
7) Mengevaluasi perubahan
8) Menstabilkan perubahan.
E. Tingkat Perubahan

Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku,
individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya,
maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat
berguna. Hersey dan Blanchard (1977) menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkatan
perubahan.
Perubahan peratama dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan yang paling mudah
dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca buku, atau mendengarkan dosen.
Sedangkan perubahan sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang positif dan
atau negatif. Karenanya perubahan sikap akan lebih sulit dibandingkan dengan perubahan
pengetahuan. Tingkat kesulitan berikutnya adalah perilaku individu. Misalnya seorang
manajer mungkin saja mengetahui dan mengerti bahwa keperawatan primer jauh lebih baik
dibandingkan beberapa model asuhan keperawatan lainnya, tetapi tetap tidak menerapkannya
dalam perilakunya karena berbagai alasan, misalnya merasa tidak nyaman dengan perilaku
tersebut. Perilaku kelompok merupakan tahap yang paling sulit untuk diubah karena
melibatkan banyak orang . Disamping kita harus merubah banyak orang, kita juga harus
mencoba mengubah kebiasaan adat istiadat, dan tradisi juga sangat sulit.
Bila kita tinjau dari sikap yang mungkin muncul maka perubahan bisa kita tinjau dari dua
sudut pandang yaitu perubahan partisipatif dan perubahan yang diarahkan. Perubahan
Partisipatif akan terjadi bila perubahan berlanjut dari masalah pengetahuan ke perilaku
kelompok. Pertama-tama anak buah diberikan pengetahuan, dengan maksud mereka akan
mengembangkan sikap positif pada subjek. Karena penelitian menduga bahwa orang
berperilaku berdasarkan sikap-sikap mereka maka seorang pemimpin akan menginginkan
bahwa hal ini memang benar. Sesudah berprilaku dalam cara tertentu maka orang-orang ini
menjadi guru dan karenanya mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai dengan yang
diharapkan. Siklus perubahan partisipatif dapat digunakan oleh pemimpin dengan kekuasaan
pribadi dan kebiasaan positif. Perubahan ini bersifat lambat atau secara evolusi, tetapi
cenderung tahan lama karena anak buah umumnya menyakini apa yang merekan lakukan.
Perubahan yang terjadi tertanam secara instrinsik dan bukan merupakan tuntutan eksterinsik.
Perubahan diarahkan atau paksaan Bertolak belakang dengan perubahan partisifatif,
perubahan ini dilakukan dengan menggunakan kekuasaan, posisi dan manajemen yang lebih
tinggi memberikan tengatng aarah dan perilaku untuk system dari masalah : aktualnya
seluruh organisasi dapat menjadi fokus. Perintah disusun dan anak buah diharapkan untuk
memenuhi dan mematuhinya. Harapan mengembangkan sikap positif tentang hal tersebut dan
kemudian mendapatkan pengetahuan lebih lanjut. Jenis perubahan ini bersifat berubah-ubah,
cenderung menghilang bila manajer tidak konsisten untuk menerapkannya.
F. Respon Terhadap Suatu Perubahan
Bagi sebagian individu perubahan dapat dipandang sebagai suatu motivator dalam
meningkatkan prestasi atau penghargaan. Tapi kadang-kadang perubahan juga dipandang
sebagai sesuatu yang mengancam keberhasilan seseorang dan hilangnya penghargaan yang
selama ini didapat. apakah seseorang memandang perubahan sebagai suatu hal yang penting
atau negatif. Umumnya dalam perubahan sering muncul resistensi atau adanya penolakan
terhadap perubahan dalam berbagai tingkat dari orang yang mengalami perubahan tersebut.
Menolak perubahan atau mempertahankan status quo ketika berusaha melakukan perubahan,
bisa saja terjadi. Karena perubahan bisa merupakan sumber stress. Oleh karenanya timbullah

perilaku tersebut. Penolakan sering didasarkan pada ancaman terhadap keamanan dari
individu, karena perubahan akan mengubah perilaku yang ada. Jika perubahan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah maka harus diberitahukan mengenai dampak yang mungkin
timbul akibat perubahan.
Faktor-faktor yang akan merangsang penolakan terhadap perubahan misalnya, kebiasaan,
kepuasan akan diri sendiri dan ketakutan yang melibatkan ego. Orang-orang biasanya takut
berubah karena kurangnya pengetahuan, prasangka yang dihubungkan dengan pengalaman
dan paparan dengan orang lain serta ketakutan pada perlunya usaha yang lebih besar untuk
menghadapi kesulitan yang lebih tinggi. Perubahan memang menuntut investasi waktu dan
usaha untuk belajar kembali. Bila keperawatan yang sekarang berada pada proses
profesionalisasi untuk menjadi sebuah profesi yang mandiri takut atau tidak siap dengan
perubahan dan dampak yang mungkin ditimbulkannya, bagaimana profesionalisasi itu akan
terjadi ? Beberapa contoh ketakutan yang mungkin dialami seseorang dalam suatu perubahan
antara lain :
1. Takut karena tidak tahu
2. Takut karena kehilangan kemampuan, keterampilan atau keahlian yang terkait dengan
pekerjaannya
3. Takut karena kehilangan kepercayaan / kedudukan
4. Takut karena kehilangan imbalan
5. Takut karena kehilangan penghargaan,dukungan dan perhatian orang lain.
G. Motivasi dalam Perubahan

Abraham Maslow

1. Fisiologi
2. Aman & keamanan
3. Mencintai/keb. sosial
4. Harga diri
5. Aktualisasi diri
Motivasi dalam perubahan adalah untuk mencapai Kebutuhan Dasar Manusia (KDM).
H. Faktor penghambat Perubahan
Menurut New dan Couillard(1981) faktor penghambat (restraining force) :
1. Mengancam kepentingan peribadi

2. Presepsi yang kurang tepat


3. Reaksi psikologis
4. Tolleransi untuk berubah rendah
1. I. Strategi Membuat Perubahan
Ada beberapa strategi untuk memecahkan masalah-masalah dalam perubahan, strategi
tersebut antara lain yaitu :
1) Strategi Persahabatan
Penekanan didasarkan pada kebersamaan dalam kelompok, dengan cara mengenal kelompok,
membangun ikatan sosial, diantara anggotanya. Strategi ini cocok diterapkan pada anak buah
yang membutuhkan rasa sosial yang tinggi. Model ini cocok diterapkan pada kondisi
pertimbangan tinggi dan struktur rendah.
2) Strategi Politis
Hal ini identik dengan struktur kekuasaan formal dan informal. Setelah struktur ini di
identifikasi , baru dilakukan beberapa upaya untuk mempengaruhi mereka yang berada pada
kekuasaan. Anggapan dasar strategi ini adalah sesuatu akan dicapai bila orang-orang yang
berpengaruh dalam sebuah sistem mau melakukannya.
3) Strategi Ekonomis
Tekanannya pada bagaimana mengendalikan materi. Dengan sumber daya materi, apaun dan
siapapun dapat membeli / menjual. Pelibatan hal ini kedalam kelompok sering didasarkan
pada pemilikan atau pengendalian sumber-sumber daya yang dapat di jual.
4) Strategi Akademis
Strategi ini menekankan pada pengetahuan dan pendalaman pengetahuan yang merupakan
pengaruh primer. Anggapan dasarnya adalah logis dan rasional,objektif : bahwa keputusan
yang didasarkan pada apa yang dianjurkan oleh penelitian adalah jalan terbaik untuk diikuti.
Strategi ini tidak mementingkan emosi. Jika mengusulkan cara maka pemimpin dapat
mencari studi penelitian yang mendukung tujuannya.
5) Strategi Teknis
Metoda ini tepat bagi orang-orang yang mengabaikan subjek-subjek dengan memperhatikan
lingkungannya. Ini merupakan salah satu pendekatan sosiologis dengan anggapan dasar
bahwa lingkungan disekelilingnya berubah.
6) Strategi Militer
Metode ini berdasarkan pada kekuatan fisik dan ancaman yang nyata. Posisi/kekuasaan
digunakan juga dalam bentuk dan ancaman, bila keinginan pimpinan tidak dipatuhi. Ini
merupakan strategi struktur tingkat tinggi.

7) Strategi Konfrontasi
Pendekatan ini menimbulkan konflik non kekerasan dan non fisik diantara orang. Dengan
melakukan ini, seorang pemimpin mendesak orang untuk mendengar dan melihat apa yang
terjadi selanjutnya akan terjadi perubahan. Orang sering terbagi kedalam kelompok atau geng
sebagai akibat strategi ini. Bila kelompok merasa bahwa mereka tidak akan atau tidak dapat
didengar dengan suatu cara, maka strategi ini sering dipilih. Pemogokan kerja adalah salah
satu contohnya.
J. PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PERUBAHAN
Menurut Kron dalam Kozier (1998) untuk merencanakan dan mengimplementasikan
perubahan disarankan 7 (tujuh) pertanyaan yang harus dijawab.
1. Apa ?
Apa masalah yang spesifik dan perubahan apa yang direncanakan
2. Mengapa ?
Mengapa perubahan tersebut diperlukan ? Apakah situasi yang baru akan lebih baik ? Apa
yang dirubah ? Apa yang di dapat ?
3. Siapa ?
Siapa yang akan terlibat dan siapa yang menjadi sasaran / target perubahan?
4. Bagaimana ?
Bagaimana perbahan tersebut dilaksanakan ?
5. Kapan ?
Rencanakan waktu perencanaan dan pelaksanannya
6. Dimana ?
Dimana perubahan tersebut akan dilaksanakan ?
7. Mungkinkah ?
Mungkinkah perubahan tersebut dapat dilaksanakan ? Apakah sumber-sumber yang ada
mendukung atau menolak ?
K. Kunci Sukses Strategi Untuk Terjadinya Perubahan Yang Baik: 3m
Keberhasilan perubahan tergantung dari strategi yang diterapkan oleh agen pembaharu. Hal
yang paling penting adalah harus MULAI.
1. Mulai dari diri sendiri

Perubahan dan pembenahan terhadap diri sendiri,baik sebagai indifidu maupun sebagai
profesi merupakan titik sentral yang harus dimulai. Sebagai anggota profesi, perawat tidak
akan pernah berubah atau bertamabah baik dalam mencapai suatu tujuan profesionalisme,
kalau perawat belum memulai pada diri sendiri. Oleh karena itu selalu introspeksi dan
mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang ada anak sangat membantu terhadap
terlaksananya pengelolaan keperawatan kedepan.
2. Mulai dari hal-hal yang kecil
Perubahan yang besar yaitu profesionalisme mamager keperawatan Indonesia tidak akan
pernah berhasil, kalau tidak dimulai terhadap hal-hal yang kecil. Hal-hal yang kecil yang
harus dijaga dan ditanamkan perawat Indonesia adalah menjaga citra keperawatan yang
sudahh mulai membaik dihati masyarakat dengan tidak merusaknya sendiri.
3. Mulailah sekarang, jangan menunnggu-nunggu
Sebagaimana disampaikan oleh nursalam (2000), lebih baik sedikit daripada tidak sama
sekali, lebih baik sekarang daripada harus menunggu-nunggu ter
http://www.psychologymania.com/2013/04/perubahan-konsep-diri.html
Konsep Diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan
yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen 2005).
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisikal,
emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Keliat, 2005).
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberi
kita kerangka acuan yang mempengaruhi manejemen kita terhadap situasi dan
hubungan kita dengan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Komponen Konsep Diri
Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga Diri
(Self esteem), Peran (Self Rool) dan Identitas(self idencity).
a. Citra Tubuh (Body Image)
Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari
maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan
pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak
anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan
mereka. Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari,
minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan
perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).

b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah
laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang
yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal
diri akan mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan normanorma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian
diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu
mempertahankan kemampuan menghadapi konflik atau kondisi yang membuat
bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan
mental.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang
yang dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu.
Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan
tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri
akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada
usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya
kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
b. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan
dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil
dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negative,
relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak
diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri
akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat
mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami
perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya
sendiri.
c. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial.
Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi
pada tiap waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal
diri.
d. Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu
dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda
dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat
akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya.
Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan

berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan
percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan
menerima diri.
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/pengertian-dan-komponen-konsepdiri.html

Konsep diri
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Konsep diri adalah pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri.[1] Pandangan diri
terkait dengan dimeni fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri.[1] Pandangan diri tidak
hanya meliputi kekuatan-kekuatan individual, tetapi juga kelemahan bahkan juga kegagalan
dirinya.[1] Konsep diri merupakan inti dari kepribadian individu.[1] Inti kepribadian berperan
penting untuk menentukan dan mengarahkan perkembangan kepribadian serta perilaku
individu.[1]
https://id.wikipedia.org/wiki/Konsep_diri

MENGENAL DAN MENEMUKAN KONSEP DIRI


Saat kita membuat keputusan mengenai apa yang akan kita lakukan, hal yang pertama
dilakukan adalah biasanya menilai kemampuan diri kita. Penilaian diri merupakan bagian dari
konsep diri. Konsep diri adalah pandangan atau kesan individu terhadap dirinya secara
menyeluruh yang meliputi pendapatnya tentang dirinya sendiri maupun gambaran diri orang
lain tentang hal-hal yang dapat dicapainya yang terbentuk melalui pengalaman dan
interpretasi dari lingkungannya, meliputi tiga dimensi, yaitu (1) pengetahuan tentang diri
sendiri, (2) harapan untuk diri sendiri, dan (3) evaluasi mengenai diri sendiri.
Konsep diri terbentuk dari gambaran diri (self image) yang pembentuknya melalui proses
bertanya pada diri sendiri,

Siapakah saya?

Apa peran saya dalam kehidupan?

Bagaimana nilai-nilai yang saya anut?

Baik atau buruk?

Ingin jadi seperti apa saya kelak?

Jawaban atas pertanyaan tersebut akan membentuk dari konsep diri yang kemudian
membentuk penghayatan terhadap nilai diri.
Proses bertanya pada diri sendiri tersebut merupakan proses untuk mengenal diri kita. Bila
kita telah menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut maka kita akan lebih mudah
menemukan konsep diri kita dan mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan konsep diri
yang kita miliki.
Pada diri seseorang konsep diri berkaitan dengan pandangannya terhadap:

Keadaan fisik (seperti bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, kondisi sehat dan
sakit).

Aspek psikis (meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki)

Aspek sosial (meliputi bagaimana perasaan individu dalam lingkup perannya di


lingkungan, penilaian terhadap peran, dan kemampuan sosialisasi)

Aspek moral (bagaimana memandang baik dan buruk, apa yang boleh dan tidak
boleh, nilai-nilai agama, peraturan atau nilai-nilai masyarakat).

Mengenali kemampuan yang dimiliki, kelebihan dan kekurangan.

Tujuan dan rencana hidup, serta harapan-harapan pribadi.

Aspek seksual (meliputi identitas seksual, jenis kelamin, orientasi seksual)

Secara keseluruhan, konsep diri terdiri dari :


1.Extant self : siapa saya pada saat ini
2.Desired self : diri yang saya inginkan
3.Presenting self : diri yang saya tampilkan dilingkungan

Saat seorang manusia lahir, manusia tidak memiliki konsep diri karena tidak memiliki
pengetahuan tentang dirinya, tidak ada harapan, dan tidak ada evaluasi terhadap dirinya
sendiri. Kemudian, dalam tahun pertama kehidupan, manusia mulai membedakan antara
aku dan yang bukan aku, antara milikku dan yang bukan milikku. Disinilah proses

dimulai terbentuknya konsep diri. Konsep diri akan terus berkembang sepanjang hidup
manusia (Calhoun, 1990).
Konsep diri merupakan hasil dari proses belajar manusia melalui hubungannya dengan orang
lain. Lingkungan memiliki peran yang penting dalam proses mengenal diri terutama dalam
pengalaman relasi dengan orang lain dan bagaimana orang lain memperlakukan dirinya. Dari
situ ia menangkap pantulan tentang dirinya, seperti apakah dirinya tersebut sebagai pribadi.
Jadi konsep diri seseorang dapat diketahui berdasarkan perbandingan antara apa yang ia
rasakan terhadap dirinya sendiri dengan apa yang orang lain rasakan terhadap diri orang
tersebut. Oleh sebab itu muncul presenting self (disebut juga public self) sebab biasanya
orang menampilkan diri sesuai dengan apa yang dianggap baik atau diterima oleh
lingkungannya.
Markus dan Narius mengungkapkan hubungan antara extant self dan desired self pada
remaja. Remaja adalah masa dimana seseorang memiliki idola tertentu atau memiliki
gambaran yang ideal mengenai sesuatu yang akhirnya membentuk desired self.
Ada 3 kemungkinan yang muncul jika kita menghubungkan antara extant self dan desired self
:

Bila kesenjangan antara extant self dan desired self kecil. Ini berarti seseorang merasa
puas pada dirinya dan mungkin tidak ingin mengembangkan diri untuk menjadi lebih
baik.

Bila kesenjangan antara extant self dan desired self besar. Ini berarti bahwa
seseorang mempunyai keinginan yang sangat tinggi untuk berubah dan mungkin tidak
realistik.

Bila kesenjangan antara extant self dan desired self moderat (sedang- sedang saja).
Kondisi ini adalah yang paling bagus, karena orang itu menyadari keadaan dirinya
sekarang dan menentukan tujuan yang masuk akal sehingga membuatnya terpacu
untuk mengembangkan dirinya.

Calhoun (1990) membagi konsep diri menjadi dua, yaitu : konsep diri positif dan konsep diri
negatif. Penilaian terhadap konsep diri terbayang dari positif ke negatif. Remaja yang
memiliki konsep diri positif akan sangat mengenali dirinya, kelebihan dan juga
kelemahannya disamping itu ia tidak terpaku pada kelemahannya. Ia dapat mengakui dan
menerima kelemahanya tersebut tanpa rasa rendah diri dan hal itu justru memacunya untuk
menjadi individu yang lebih baik dengan cara mengembangkan kelebihannya. Sedangkan
pada remaja yang memilki konsep diri negatif , ia hanya akan terpaku pada kelemahannya
dan menjadi rendah diri.
Derajat positif-negatif dari konsep diri akan berpengaruh pada rasa percaya diri seseorang
dan akhirnya mempengaruhi tingkah lakunya. Remaja dengan konsep diri positif akan lebih
percaya diri dan merasa yakin bahwa dirinya memiliki andil terhadap segala sesuatu yang

terjadi pada dirinya. Akibatnya, ia akan lebih bersemangat untuk berusaha mencapai segala
tujuannya.
Konsep diri yang negatif membuat remaja cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal
yang negatif dalam dirinya, sehingga sulit menemukan hal-hal positif dan pantas dihargai
dalam dirinya.
Remaja yang mempunyai konsep diri negatif mudah mengecam dan menyalahkan diri sendiri
karena merasa kurang cantik atau kurang berbakat. Oleh karena itu konsep diri yang negatif
cenderung membawa remaja pada kegagalan. Perasaan tidak mampu dan bayang-bayang
kegagalan justru akan menghambat keberhasilan; sehingga sering kali bayang-bayang
kegagalan tersebut menjadi kenyataan, dan remaja tersebut akhirnya menghindari
kesempatan. Kesempatan yang sebenarnya mungkin saat bermanfaat bagi pengembangan
dirinya.
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa konsep diri mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan
kita. Konsep diri yang baik dapat berakibat baik pada diri kita dan sebaliknya, konsep diri
yang buruk dapat berdampak negatif pada diri kita.
Untuk mengembangkan konsep diri yang sehat dan positif, kita sebaiknya:
1.Belajar tentang diri sendiri. Pekalah terhadap setiap informasi, umpan balik, baik yang
positif maupun negatif tentang diri kita, baik melalui pengalaman maupun yang diberikan
langsung oleh orang yang berarti penting bagi diri kita sendiri. Ujilah informasi itu dan
jangan cepat termakan olehnya karena siapa tahu informasi tersebut salah.
2.Mengembangkan kemampuan untuk menemukan unsur-unsur positif yang kita miliki dan
segi-segi negatif yang kita miliki.
3.Menerima dan mengakui diri sebagai manusia biasa dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, yang dapat berhasil tetapi bisa juga mengalami kegagalan. Terimalah diri kita
apa adanya dengan terus berusaha utuk memperbaiki, mengembangkan dan menyempurnakan
diri.
4.Memandang diri sebagai manusia yang berharga, yang mempunyai tujuan dan cita-cita
menjadi manusia bermutu dan mampu memberikan sumbangan bagi kehidupan. Kita
berusaha menjadi aktif dan mengarahkan diri menuju ke tujuan dan sasaran hidup kita.
Dengan kegiatan dan usaha kita pada suatu saat kita akan mampu mencapai apa yang harus
dan dapat kita capai. Karena berkat kegiatan dan usaha itu diri dan kemampuan serta potensi
kita berkembang.
http://pkbi-diy.info/?page_id=3558

Dimensi dari Konsep diri

Calhoun dan Acocella (1990) menjelaskan bahwa konsep diri


terdiri atas tiga dimensi yang meliputi:

1. Pengetahuan terhadap diri sendiri (real-self).


Usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku pekerjaan dan
lain-lain, yang kemudian menjadi daftar julukan yang
menempatkan seseorang ke dalam kelompok sosial, kelompok
umur, kelompok suku bangsa maupun kelompok-kelompok tertentu
lainnya.
2. Pengharapan mengenai diri sendiri (ideal-self).
Pandangan tentang kemungkinan yang diinginkan terjadi pada
diri seseorang di masa depan. Pengharapan ini merupakan
diri ideal.
3. Penilaian tentang diri sendiri (social-self).
Penilaian dan evaluasi antara pengharapan mengenai diri
seseorang dengan standar dirinya yang akan menghasilkan
harga diri yang berarti seberapa besar orang menyukai
dirinya sendiri.

Pembentukan konsep diri

Konsep diri merupakan proses yang berkelanjutan sepanjang hidup


manusia. Konsep diri masih dapat diubah asalkan ada keinginan
dari orang yang bersangkutan.

Symonds (dalam Agustiani, 2006) menyatakan bahwa persepsi


tentang diri tidak langsung muncul ketika individu dilahirkan
akan tetapi berkembang bertahap seiring munculnya kemampuan
untuk memahami sesuatu. Selama periode awal kehidupan,
konsep diri sepenuhnya didasari oleh persepsi diri sendiri.
Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya usia, pandangan
mengenai diri sendiri ini mulai dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain
(Taylor dalam Agustiani, 2006). Dengan kata lain, konsep diri
juga merupakan hasil belajar melalui hubungan individu dengan
orang lain.

Orang lain yang dapat mempengaruhi konsep diri kita


(Calhoun & Acocella, 1990):

1. Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial paling awal dan paling kuat yang
dialami oleh seseorang. Informasi yang diberikan orang tua
pada anak lebih tertanam daripada informasi yang diberikan
oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa. Anak-anak yang
tidak memiliki orang tua, disia-siakan oleh orang tua akan
memperoleh kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang dirinya
sehingga menjadi penyebab utama anak berkonsep diri negatif.

2. Kawan sebaya
Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam
mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur oleh kelompok
sebaya sangat berpengaruh pada pandangan individu terhadap
dirinya sendiri.

3. Masyarakat
Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang melekat
pada seorang anak, seperti siapa orang tuanya, suku bangsa,
dan lain-lain. Hal ini pun dapat berpengaruh pada konsep
diri individu.

Faktor lain yang dapat berpengaruh pada konsep diri


Pola asuh
Pola asuh orang tua menjadi faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang
tua akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta
sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan
mengundang pertanyaan pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa
dirinya tidak cukup berharga untuk disayangi dan dihargai.

Kegagalan
Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali menimbulkan
pertanyaan pada diri sendiri dan berakhir pada kesimpulan
bahwa penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan
membuat orang merasa tidak berguna.

Kritik diri
Kadang kritik memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang
atas perbuatan yang dilakukan. Kritik terhadap diri sendiri
berfungsi sebagai rambu-rambu dalam bertindak dan berperilaku
agar keberadaan kita diterima dan dapat beradaptasi.
Walaupun begitu, kritik diri yang berlebihan dapat
mengakibatkan individu menjadi rendah diri.

Jenis-jenis konsep diri


Konsep Diri Positif
Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana
individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan
baik sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan
bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif dapat
memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam
tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya
sendiri menjadi positif dan dapat menerima dirinya apa adanya
(Calhoun dan Acocella, 1990).

Orang dengan konsep diri positif ditandai dengan lima hal,


yaitu (Sukatma, 2004):
Yakin dengan kemampuannya dalam mengatasi masalah
Merasa setara dengan orang lain
Menerima pujian tanpa rasa malu
Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui
oleh masyarakat,
Mampu memperbaiki dirinya sendiri karena ia sanggup
mengungkapkan aspek kepribadian yang tidak ia senangi
dan berusaha mengubahnya.

Konsep diri negatif

Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif


menjadi dua tipe, yaitu:

Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar


tidak teratur, tidak memiliki perasaan, kestabilan dan

keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu


siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai
dalam kehidupannya.
Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur.
Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang
sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak
mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum
yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

Orang dengan konsep diri negatif ditandai dengan lima hal,


yaitu (Brooks dan Emmert dalam Sukatma, 2004):
Peka terhadap kritik, dalam arti orang tersebut tidak tahan
terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah.
Responsif terhadap pujian. Semua embel-embel yang menunjang
harga diri menjadi pusat perhatiannya.
Bersikap hiperkritis, artinya selalu mengeluh, mencela,
dan meremehkan apapun dan siapapun. Tidak mampu memberi
penghargaan pada kelebihan orang lain.
Merasa tidak disenangi dan tidak diperhatikan. Orang lain
adalah musuh.
Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Enggan bersaing
dan merasa tidak berdaya jika berkompetisi dengan
orang lain.
http://psikologikita.com/?q=psikologi/konsep-diri

Anda mungkin juga menyukai