Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Pengertian konsep diri remaja

Setiap orang mempunyai pengetahuan dan keyakinan unik mengenai

dirinya sendiri. Konsep diri ini menjadi identitas yang membedakan antara satu

orang dengan yang lainnya (Rahman, 2013 : 62). Konsep diri merupakan salah

satu aspek yang cukup penting bagi individu dalam berperilaku. Merefleksikan

diri merupakan hal yang penting dalam pembentukan sebuah konsep diri pada

individu. Cooley (dalam Burn, 1993 : 17) memperkenalkan teori diri kaca cermin

(looking-glass self), dengan pemikiran bahwa konsep diri seseorang dipengaruhi

dengan berarti oleh apa yang diyakini individu-individu bahwa orang-orang

berpendapat mengenai dia. Pandangan tersebut sejalan dengan Branden (dalam

Rahman 2013 : 62) yang mendefinisikan konsep diri sebagai pikiran, keyakinan,

dan kesan seseorang tentang sifat dan karakteristik dirinya, keterbatasan dan

kapabilitasnya, serta kewajiban dan aset-aset yang dimilikinya. Selain itu Hurlock

(2005 :58) mendefinisikan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki

orang tentang dirinya.

Teori konsep diri dan riset menunjukkan bahwa sikap-sikap terhadap diri

sendiri mempengaruhi tingkah laku dan memberikan wawasan kedalam persepsi-

persepsi individu, kebutuhan-kebutuhan individu dan tujuan-tujuan individu

(Burn, 1993 : 14). Kemampuan tersebut dimiliki oleh setiap manusia dan akan

11
12

selalu berkembang seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman seorang

manusia hidup di dunia. Upaya dalam memahami keadaan diri kita sendiri

kemudian menjadi sebuah konsep yang tertanam pada diri kita masing-masing,

konsep tersebutlah yang disebut konsep diri (Rahman, 2013 :14).

Adler (dalam Burn 1993: 24) konsep diri adalah tentang gaya hidup yang

menentukan tingkah laku seseorang. Menurut Raimy (dalam Burn 1993: 41)

mendefinisikan konsep diri sebagai suatu sistem persepsi yang dipelajari individu

yang berfungsi sebagai suatu obyek di dalam lapangan persepsi dirinya sendiri

dari titik pandangan sendiri.

Rogers (dalam Burn 1993: 48) menjelaskan bahwa konsep diri dibedakan

dari kecenderungan mengaktualisasikan dari lingkunganya, melalui transaksi-

transaksi dengan lingkungan tersebut, khususnya lingkungan sosialnya. Konsep

diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri “riil” yang penting di dalam

kepribadian dan tingkah laku. Sebagaimana Snygg dan Combs (dalam Burn

1993:48) memperhatikan sebelumnya keberadaan suatu diri yang “riil”

merupakan filosofis, karena hal itu tidak dapat diamati dengan langsung.

Konsep diri sebagai suatu obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai

suatu hasil perkembangan diri perhatian individu tersebut mengenai bagaimana

orang-orang lain bereaksi kepadanya (Mead dalam Burn, 1993 :19). Menurut

Brooks (dalam Rakhmat, 2005 : 99) konsep diri adalah pandangan dan perasaan

kita tentang diri. Lebih lanjut Burns mendefinisikan konsep diri sebagai satu

gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat

mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan.
13

Atwater (dalam Desmita, 2005 : 163) menyebutkan bahwa konsep diri

adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri,

perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Menurut

Pemily (dalam Desmita, 2005 : 167) mendefinisikan konsep diri adalah sebagai

sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang

tentang seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai

dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Lebih lanjut Baron & Byne

(2009: 165) mengemukakan bahwa konsep diri adalah identitas diri seseorang

sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari kumpulan keyakinan dan sikap

terhadap diri sendiri yang terorganisir. Selain itu Agustiani (2006 : 138)

mendefinisikan bahwa konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang

tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalman-pengalaman yang diperoleh

dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan,

melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus terdiferensiasi. Dasar

dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan

menjadi dasar mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka pengertian konsep diri adalah

gambaran mental sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan dan

mendalam yang diberikan secara optimal berdasarkan pandangan dari diri sendiri

dan pendapat dari orang lain mengenai sifat dan karakteristik yang ada dalam

dirinya sebagai salah satu aspek individu dalam berperilaku.


14

2. Aspek-aspek konsep diri

Penggambaran diri pada individu sebagai sebuah konsep diri memiliki

beberapa aspek- aspek. Menurut Calhoun & Acocella (dalam Vitasandy &

Zulkaida, 2010) terdapat tiga aspek yaitu:

a. Pengetahuan tentang Diri Sendiri

Pengetahuan tentang diri sendiri biasanya berkaitan dengan apa yang seseorang

ketahui tentang dirinya sendiri dan biasanya menyangkut hal-hal yang bersifat

dasar.

b. Harapan terhadap Diri sendiri

Harapan terhadap diri sendiri berkaitan dengan bagaimana seseorang berpikir

tentang siapa dirinya dan akan menjadi apa dirinya di masa yang alan datang,

apapun harapan dan tujuan seseorang akan membangkitkan kekuatan yang

mendorongnya menuju masa depan.

c. Penilaian terhadap Diri Sendiri

Penilaian terhadap diri sendiri nantinya akan menentukan seberapa jauh

seseorang akan menyukai dirinya, semakin jauh perbedaan antara gambaran

dirinya dengan gambaran seseorang tentang seharusnya ia menjadi, akan

menyebabkan harga diri yang rendah, dan sebaliknya bila seseorang berada

dalam harapan yang ditentukan bagi dirinya sendiri maka akan memiliki harga

diri yang tinggi.


15

Menurut Hurlock (2005: 58) konsep diri mencakup aspek-aspek sebagai

berikut:

a. Citra Fisik

Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama-tama dan berkaitan dengan

penampilan fisik anak, daya taruknya dan kesesuaian atau ketidaksesuaian

dengan jenis kelaminya dan pentingnya berbagai bagian tubuh untuk perilaku

dan harga diri anak itu dimata yang lain.

b. Citra Psikologis

Citra psikologis diri sendiri didasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi, citra

ini terdiri atas kualitasdan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada

kehidupan, sifat-sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian dan

kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan.

Staines (dalam Burn, 1993: 81) menjelaskan ada tiga aspek dalam konsep

diri, yaitu:

a. Konsep diri dasar

Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan, dan

kemampuan dirinya. Atau persepsi individu mengenai kemampuan-

kemampuannya, statusnya dan peranan-peranannya di dunia luar. Hal itu

adalah konsepnya tentang pribadi yang dia pikirkan sebagaimana apa adanya.

b. Diri sosial

Inilah diri sebagaimana yang diyakini individu dan orang lain yang melihat dan

mengevaluasinya.
16

c. Diri yang ideal

Aspek ini merupakan gambaran mengenai pribadi yang diharapkan oleh

individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian berupa keharusan-keharusan.

Berdasarkan beberapa tokoh tersebut maka aspek-aspek konsep diri adalah

pengetahuan diri secara fisik dan psikologis, harapan diri secara fisik dan

psikologis, serta penilaian secara fisik dan psikologis.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri

Menurut Rakhmat (2004: 100) faktor-faktor dari konsep diri adalah

sebagai berikut:

a. Orang lain

Seseorang mengenal dirinya dengan mengenal orang lain lebih dahulu.

Bagaimana seseorang menilai dirinya, maka akan membentuk konsep dirinya.

b. Kelompok rujukan (Reference Group)

Pengarahan perilaku seseorang dan penyesuaian dirinya dengan ciri-ciri

kelompoknya.

Fitt (dalam Agustiani, 2006: 13) mengemukakan bahwa konsep diri

seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan

perasaan positif dan perasaan berharga.

b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

Mead (dalam Ritandayono & Retnaningsih, 1996: 38) ada beberapa faktor

yang memengaruhi konsep diri:


17

a. Peran orang tua (mengenai pola asuh)

Ketika masih kecil, orang penting bagi seorang anak adalah keluarga, terutama

orang tua. Merekalah yang pertama kali menanggapi perilaku anak, sehingga

secara perlahan terbentuklah konsep diri anak.

b. Faktor sosial

Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan orang-orang

disekitarnya. Struktur, peran, dan status sosial merupakan gejala yang

dihasilkan dan adanya interaksi anatara individu yang satu dengan yang lain,

anatara individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok.

c. Belajar

Konsep diri merupakan hasil belajar, proses belajar ini terjadi setiap hari dan

umumnya tidak disadari oleh individu. Belajar disini dapat diartikan sebagai

perubahan psikologis yang relative permanen yang terjadi sebagai

konsekuensi pengalaman.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka faktor-fator yang memengaruhi

konsep diri adalah peran orang tua(pola asuh), faktor sosial, dan belajar.

B. Lokalisasi

1. Pengertian Lokalisasi

Lokalisasi pada umumnya terdiri atas rumah-rumah kecil yang berlampu

merah, yang dikelola oleh mucikari atau germo. Di luar negeri, germo mendapat

sebutan “madam”, sedang di Indonesia mereka biasa dipanggil dengan sebutan

“mamy”. Di tempat tersebut disediakan segala perlengkapan, tempat tidur, kursi


18

tamu, pakaian, dan alat berhias. Juga tersedia macam-macam gadis dengan tipe

karakter dan suku bangsa yang berbeda. Disiplin di tempat-tempat lokalisasi

tersebut diterapkan dengan ketat misalnya tidak boleh mencuri uang langganan,

dilarang merebut langganan orang lain, tidak boleh mengadakan janji di luar,

dilarang memonopoli seorang langganan, dan lain-lain. Wanita-wanita pelacur

harus membayar pajak rumah dan pajak obat-obatan, sekaligus juga uang

keamanan agar mereka terlindung sekaligus terjamin identitasnya (Kartono, 2014:

254).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan

Nasional, 2008: 838) lokalisasi diartikan sebagai pembatasan pada suatu tempat

atau lingkungan.

Lokalisasi pekerja seks komersial atau PSK juga disebut rumah bordir, ini

merupakan kata-kata yang tabu apabila diperdengarkan. Lokalisasi adalah tempat

dimana terpusatnya sejumlah rumah bordir (tempat tertentu yang didiami oleh

para PSK, untuk melakukan pelacuran (Rukmini, 2009: 17).

Soedjono (dalam Issabela dan Hendriani 2010: 176-177), menyebutkan

pengertian lokalisasi sebagai bentuk usaha untuk mengumpulkan segala macam

aktifitas atau kegiatan pelacuran dalam satu wadah, selanjutnya hal ini disebut

sebagai kebijaksanaan lokalisasi pelacuran.

Siregar (dalam Issabela dan Hendriani 2010: 177), lokalisasi merupakan

lingkungan masyarakat yang di dalamnya seringkali terjadi pelanggaran-

pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang dianut masyarakat dan yang

selama ini diajarkan oleh keluarga.


19

Berdasarkan definisi tersebut maka pengertian lokalisasi adalah

lingkungan masyarakat yang di dalamnya terdapat macam-macam aktifitas dan

kegiatan pelacuran.

2. Jenis-Jenis Lokalisasi

Jenis lokalisasi menurut aktivitasnya yaitu terdaftar, dan yang tidak terdaftar

(Kartono, 2014: 251). Adapun mengenai hal tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Lokalisasi yang terdaftar

Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari kepolisian, yang dibantu

dan bekerja sama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada

umumnya mereka dilokalisasi dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara

periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan

mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan

keamanan umum.

b. Lokalisasi yang tidak terdaftar

Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi

secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun kelompok.

Perbuatannya tidak terorganisasi dan tempatnya pun tidak tertentu, bias di

sembarang tempat, baik mencari mangsa sendiri, maupun melalui calo-calo dan

panggilan. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib. Sehingga

kesehatannya sangat diragukan, karena belum tentu mereka itu mau

memeriksakan kesehatannya kepada dokter.


20

Menurut Kartono (2014: 253) tempat penggolongan atau lokasinya, dibagi

menjadi :

a. Segresi atau lokalisasi, yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk

lainnya. Kompleks ini dikenal sebagai daerah lampu merah, atau petak-petak

daerah tertutup.

b. Rumah-rumah panggilan (call houses, tempat rendezvous, parlour)

c. Di balik front organisasi atau di balik bisnis-bisnis terhormat. (apotik, salon

kecantikan, rumah makan, tempat mandi, uap dan pijat, anak wayang, sirkus,

dan lain-lain).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui jenis-jenis lokalisasi

yaitu, lokalisasi terdaftar dan lokalisasi tidak terdaftar.

C. Konsep Diri Remaja yang Tinggal Di Lokalisasi

Masa remaja remaja akhir (17-22 tahun) merupakan periode kritis atau

critical period dalam berbagai hal yaitu, sosial, pribadi, dan moral. Perkembangan

yang telah dimiliki sejak masa remaja awal (12-16 tahun) akan dimantapkan

menjadi dasar memandang diri dan lingkungannya untuk masa selanjutnya. Untuk

pemantapan itu sedikit banyak dipengaruhi keadaan lingkungan maupun

pandangannya terhadap kehidupan masyarakat. Remaja dipengaruhi

kuat/lemahnya pribadi, citra diri, dan rasa percaya diri.

Remaja yang tinggal di lokalisasi memiliki sebuah konsep terhadap

keadaan dirinya sendiri, remaja yang hidup sejak kecil di lokalisasi juga

mempunyai kemampuan berpikir dan memahami sifat dan karakteristik dalam


21

berperilaku. Konsep diri terbagi atas dua yaitu positif dan negatif. Konsep diri

negatif memiliki ciri-ciri yakni, peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian,

bersikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Konsep diri

positif memiliki ciri-ciri yakni, yakin akan kemampuannya mengatasi masalah,

merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari

bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang

tidak seluruhnya disetujui masyarakat, mampu memperbaiki dirinya karena ia

sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan

berusaha mengubahnya.

Lokalisasi merupakan tempat berlangsungnya praktik pelacuran. Pelacuran

berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya

pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas

kesopanan. Lingkungan lokalisasi tidak hanya dihuni oleh para wanita pekerja

seks, tetapi ada remaja didalamnya yang merasakan langsung dampak yang

ditimbulkan oleh lingkungan lokalisasi dan membentuk kepribadian remaja.

Ningrum (2013: 44-46) dalam penelitiannya mengatakan bahwa

pembentukan konsep diri merupakan tugas perkembangan utama individu ketika

ia memasuki usia remaja. Hurlock (dalam Ningrum 2013: 44-46) berpendat

bahwa konsep sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri

merupakan gabungan dan kekayaan yang dimiliki orang tentang dan mereka

sendiri, karakteristik fisik, psikologi, social, emosional, aspirasi dan prestasi.

Konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang tentang sikap orang lain

terhadap dirinya. Pada saat anak memasuki usia remaja, ia mengalami begitu
22

banyak perubahan dalam dirinya. Sikap atau tingkah lakunya ditampilkannya juga

akan mengalami perubahan, dan sebagai akibatnya, sikap orang lain terhadap

dirinya juga akan berubah-ubah, menyesuaikan dengan perubahan yang terampil

dalam dirinya. Oleh karena itu, konsep diri pada remaja cenderung untuk tidak

konsisten, karena sikap orang lain yang dipersepsikan oleh remaja juga berubah.

Akan tetapi, melalui cara ini, remaja mengalami suatu perkembangan konsep diri

sampai akhirnya ia memiliki konsep diri yang konsisten.

Konsep diri adalah gambaran mental sebagai kesan terhadap diri sendiri

secara keseluruhan dan mendalam yang diberikan secara optimal berdasarkan

pandangan dari diri sendiri dan pendapat dari orang lain mengenai sifat dan

karakteristik yang ada dalam dirinya sebagai salah satu aspek bagi individu dalam

berperilaku.

Setelah dilakukan wawancara awal dengan dua subjek, laki-laki dan

perempuan, kedua subjek tersebut memiliki konsep diri yang berbeda. Subjek

pertama tidak memperdulikan persepsi buruk dari orang lain tentang tempat

tinggalnya yaitu lokalisasi, walaupun tinggal di lingkungan lokalisasi subjek tetap

menjalankan kewajibannya sebagai remaja yang taat agama dan tidak terpengaruh

dengan hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh lokalisasi, sehingga terbentuklah

konsep diri yang positif. Namun subjek kedua berbeda, subjek kedua ini memiliki

konsep diri negatif. Subjek adalah remaja laki-laki yang terpengaruh dan

mengikuti pergaulan yang ada di lokalisasi, tinggal di lokalisasi membuat subjek

terjerumus oleh hal-hal negatif di lingkungannya dan tidak mampu

mengendalikan dirinya.
23

Gambaran konsep diri pada remaja yang tinggal di lokalisasi terbentuk

menjadi konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri memiliki

beberapa aspek, aspek-aspek konsep diri adalah pengetahuan diri secara fisik dan

psikologi, harapan diri secara fisik dan psikologis , serta penilaian secara fisik dan

psikologis.

D. Kerangka Penelitian

LOKALISASI

Remaja yang Remaja yang


Praktik pelacuran mempunyai
terpengaruh tidak
dampak terhadap lingkungan
terpengaruh
sekitarnya.

Faktor yang
mempengaruhi konsep
diri :
Gambaran
seseorang 1.pola asuh
KONSEP DIRI
tentang dirinya.
2.faktor sosial
3.belajar

Anda mungkin juga menyukai