Anda di halaman 1dari 5

Materi Perilaku Cybersex (Kelompok 2)

1. Pengertian Perilaku Seks Daring


Seks daring menjadi topik yang dianggap penting dalam mengkaji
masalah seksualitas modern dan teologi terutama pada remaja (Natallia &
Tapilaha, 2023). Perkembangan zaman dan teknologi kini memudahkan siapa
saja dalam berinteraksi termasuk dalam menyalurkan hasrat seksualnya (Natallia
& Tapilaha, 2023). Sex daring secara umum diartikan sebagai individu yang
menggunakan internet sebagai media dalam menyalurkan aktivitas seksualnya
kepada pengguna internet secara virtual dalam artian pengguna internet
menyalahgunakan internet untuk menyalurkan aktivitas seksualnya (Natallia &
Tapilaha, 2023). Namun sex daring tidak hanya sekedar menyalurkan aktivitas
seksual saja (Natallia & Tapilaha, 2023). Sex daring juga terjadi ketika interaksi
individu dengan orang lain/media dengan cara membahas atau membicarakan
hal yang berbau seksual untuk menstimulasi hasrat seksual untuk mendapatkan
kenikmatan seksual, menonton film porno, sexting, dan membaca komik porno
(Natallia & Tapilaha, 2023). Seks daring tidak mengenal batasan (Natallia &
Tapilaha, 2023). Siapapun dapat terlibat dalam seks daring, baik laki-laki,
perempuan, anak-anak, remaja, dewasa, individu, maupun kelompok (Natallia &
Tapilaha, 2023).

Perilaku seks daring sosial melibatkan interaksi dan komunikasi romantis


di dunia nyata maupun dunia maya (Rahardjo, 2015). Maksudnya adalah
individu menjalin komunikasi romantis secara virtual dengan orang lain
kemudian berlanjut ke dunia nyata (Rahardjo, 2015). Media yang digunakan
untuk perilaku seks daring ini beragam seperti komputer, laptop, maupun
telepon genggam (Rahardjo, 2015). Dalam penelitian Rahardjo (2015)
disebutkan bahwa mahasiswa cenderung menjadi pelaku seks daring (Rahardjo,
2015). Hal ini terjadi karena mahasiswa menghabiskan waktu luangnya dengan
teknologi karena mahasiswa lebih tahu cara mengakses internet (baik untuk
mengakses media pornografi, bereksperimen, dan menjalin hubungan), akses
yang mudah, dan kebutuhan untuk berafiliasi (Rahardjo, 2015). Tak hanya
itu,mahasiswa dianggap sebagai kelompok yang matang secara seksual
(Rahardjo, 2015).

Alasan mengapa perilaku sex daring mungkin dapat terjadi/dilakukan


oleh individu adalah karena internet dan konten berbau pornografi mudah untuk
diakses dan murah (Hitalessy & Damariyanti, 2022).

2. Aspek Aspek Cybersex


Delmonico (dalam Laws dan O'Donohue, 2008) menyatakan bahwa
terdapat 5 (lima) aspek cybersex, yaitu:
1. Online Sexual Compulsivity, mengukur indikator dari cybersex
yang komplusif. Perilaku seks kompulsif sebagai suatu pola
kegagalan. dalam mengendalikan dorongan seksual yang intens,
atau desakan yang menghasilkan perilaku seksual yang
berulang-ulang.
2. Online Sexual Behavior Social, mengukur cybersex yang terjadi
dalam situasi hubungan sosial, atau mengaitkan interaksi
interpersonal dengan individu lain ketika sedang online (seperti
ruang mengobrol atau chat room dan email).
3. Online Sexual Behavior Isolation, mengukur cybersex yang
terjadi tanpa ada hubungan sosial didalamnya keadaan individu
mengalami penurunan atau tidak dapat berinteraksi dengan orang
disekitanya dan melibatkan interaksi interpersonal yang terbatas.
4. Online Sexual Spending, mengukur banyaknya individu
mengeluarkan dana berupa uang untuk kegiatan cybersex, dan
dampak yang diperoleh berhubungan dengan dana yang
dikeluarkan tersebut
5. Interest in Online Sexual Behavior, mengukur kecenderungan
untuk tujuan seksual dengan menggunakan media seperti
computer, gadget dan internet (seperti menandai situs seksual

3. Aktivitas Perilaku Seks Daring


Telah disebutkan sebelumnya, cybersex dengan aktivitas seksual daring cukup
berbeda (Doring dkk., 2015; Rimington dan Gast 2007)
Dijelaskan lebih detail oleh Doring dkk. bahwasanya aktivitas seksual daring
adalah rumah besar dari cybersex. Yang artinya cybersex merupakan bagian dari
aktivitas seksual daring, tetapi dengan karakteristik perilaku yang lebih spesifik.
Dipaparkan juga oleh Doring dkk (2015) beberapa aktivitas yang disebut
sebagai aktivitas seksual daring :
1) Sexual Information
Perilaku mencari berbagai hal terkait seksualitas di Internet. Seperti menonton
wanita seksi, atau menonton pria yang bertubuh bagus
2) Sexual Entertainment
Perilaku bersenang-senang terkait seksulitas seperti sexting, sexting merupakan
gabungan dari kata “sex” dan “texting” dalam praktiknya, dilakukan seperti
mengirim pesan yang eksplisit secara seksual, pada tahap lanjutan bisa mengirim
foto dan video.
3) Sexual Contact
Perilaku cybersex yang sudah cukup jauh, tahap dimana individu tersebut sudah
mencari pasangan seks di dunia nyata sebagai tindak lanjut relasi dunia maya
yang telah dilakukannya.
4) Sexual Minority Communities
Dalam hal ini individu berpartisipasi atau ikut serta dalam komunitas daring
berisikan orang-orang yang memiliki orientasi seks yang sama. Dalam hal
praktik seksualnya berbeda dengan mayoritas masyarakat di sekitarnya.
Biasanya merujuk pada individu lesbian, gay, biseksual atau non heteroseksual,
bisa juga merujuk pada individu transgender, non-biner (gender ketiga) atau
interseks.
5) Sexual Product
Aktivitas yang satu ini berbentuk mencari produk-produk yang berkaitan dengan
seksualitas dan membelinya, bisa berupa lubricant atau pelumas, vibrator, male
mastubator cup dan lainnya.
6) Sex work
Sex work sudah memiliki keterlibatan secara aktif dalam prostitusi online atau
daring. Seperti individu menjual diri secara online dan membayar orang menjual
dirinya secara daring untuk layanan seks atau sering kita kena dengan istilah
open BO

4. Klasifikasi Pengguna Seks Daring


Cooper, Delmonico, dan Burg (dalam Carners, Delmonico, dan Griffin, 2001)
mengklasifikasikan tiga kategori individu yang menggunakan internet untuk
tujuan seksual, ketiga kategori tersebut adalah :
a. Recreational users yaitu individu yang mengakses materi seksual karena
keingintahuan atau untuk hiburan dan merasa puas dengan ketersedian
materi seksual yang diinginkan. Pada individu juga ditemukan adanya
masalah yang berhubungan dengan perilaku mengakses materi seksual.
Dari penelitian yang dilakukan maka ditemukan bahwa individu yang
masuk ke dalam kategori recreational users.
b. At-risk users yaitu ditujukan pada orang yang tanpa adanya seksual
kompulsif, tetapi mengalami beberapa masalah seksual setelah
menggunakan internet untuk mendapatkan materi seksual. Individu
menggunakan internet dengan kategori waktu yang moderat untuk
aktivitas seksual dan jika penggunaan yang dilakukan individu
berkelanjutan, maka akan menjadi kompulsif. mengakses situs yang
berkaitan dengan seksual kurang dari 1 jam per minggu dan sedikit
konsekuensi negatif.
c. Sexual compulsive users yaitu individu menunjukkan kecenderungan
seksual kompulsif dan adanya konsekuensi negatif, seperti merasakan
kesenangan/keasyikan terhadap pornografi, menjalin hubungan
percintaan dengan banyak orang, melakukan aktivitas seksual dengan
banyak orang yang tidak dikenal, karena menggunakan internet sebagai
forum atau tempat untuk aktivitas seksual, dan yang lainnya berdasarkan
DSM-IV.
Cooper, Delmonico, dan Burg dalam juga menyatakan bahwa
berdasarkan waktu mengakses konten seksual, maka seseorang dibedakan
menjadi 3 yaitu :
● Low users merupakan seseorang yang mengakses konten seksual
kurang dari 1 jam setiap minggu.
● Moderate users adalah seseorang yang mengakses konten seksual
antara 1-10 jam setiap minggu.
● High users adalah seseorang yang mengakses konten seksual 11
jam atau lebih setiap minggu, seseorang ini menunjukkan
perilaku kompulsif
5. Penyebab/Faktor Perilaku Seks Daring
Menurut Carners, Delmonico, dan Griffin (2001) terdapat lima faktor
yang menyebabkan seseorang melakukan cybersex yaitu:
1) Accessibility
Aksesibilitas merupakan kelancaran dalam mengakses internet.
Maksudnya internet bisa diakses dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa
saja.
2) Affordability
Affordability atau keterjangkauan maksudnya yaitu banyaknya
akses gratis yang dapat dijangkau oleh siapa saja.
3) Anonymity
Anonymity merupakan ketika seseorang tidak merasa cemas atau
takut dikenali oleh orang lain ketika mengakses mengenai materi
seksual, mendiskusikan masalah seksual, dan saling menilai kegiatan
yang sama.
4) Affordable prices
Affordable prices merupakan ketika seorang individu mengetahui
bahwa akses internet menyediakan biaya yang terjangkau dan
menemukan berbagai ragam materi seksual yang dapat diakses secara
gratis.
5) Fantasy
Fantasy merupakan ketika individu memiliki kesempatan untuk
berfantasi secara seksual tanpa takut adanya penolakan.
REFERENSI

Carners, P. J., Delmonico, D. L., & Griffin, E. J. (2001). In the shadows of the net.

Center City: Hazelden Foundation.

Natallia, & Tapilaha, S. R. (2023). Mengkaji Perilaku Seks Daring Dari Perspektif

Hukum Taurat. Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, 4(1), 1-16.

10.25278/jitpk.v4i1.847

Rahardjo, W. (2015). Peran harga diri dan perilaku seksual daring terhadap usia

hubungan seks pertama kali dan jumlah pasangan seks pada pria heteroseksual

lajang. Dipresentasikan pada Seminar Nasional Psikologi Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah : 13 Juni 2015

Hitalessy, R. Z. M., & Damariyanti, M. (2022). Kontrol diri dan perilaku cybersex pada

pengguna akun media sosial alter. Jurnal Psikologi, 15(1), 172-186 doi:

https://doi.org/10.35760/psi.2022.v15i1.5985

Anda mungkin juga menyukai