Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PJBL PSIKOLOGI SOSIAL

“Pengaruh Keluarga Terhadap Perkembangan Sosial”

Dosen Pengampu:

Vevi Sunarti, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Popi Karmijah (22005027) Putri Rahminda (22005029)

Dzukhra Dewinta (22005044) Randa Gempa Saputra (22005045)

Afri Nanda (22005047) Asifha Defitrian S. (22005050)

Aulia Elvira (22005051)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil observasi yang

berjudul “Pengaruh Keluarga Terhadap Perkembangan Sosial”. Tidak lupa pula

penulis ucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya

dari alam kebodohan hingga ke alam yang berilmu pengetahuan seperti adanya saat

sekarang ini.

Dengan hadirnya laporan hasil observasi ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan bagi pembaca, khususnya mahasiswa Departemen Pendidikan Luar

Sekolah Universitas Negeri Padang (UNP). Penulis mengucapkan terima kasih kepada

pihak – pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan hasil observasi ini,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Vevi sunarti,M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Sosial

serta arahannya untuk menyelesaikan laporan hasil observasi ini.

2. Ibu Dina Ardiana selaku narasumber.

3. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan pendapatnya untuk

menyusun laporan hasil observasi ini.

Padang, 11 Mei 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................

B. Alasan Pemilihan Tempat Observasi...................................................................

C. Tujuan.....................................................................................................................

D. Waktu.....................................................................................................................

E. Tempat....................................................................................................................

F. Keterangan Objek Observasi...............................................................................

BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................

BAB III TEMUAN LAPANGAN.....................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................

BAB V PENUTUP.............................................................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................................................

B. Saran.......................................................................................................................

DAFTAR RUJUKAN........................................................................................................

LAMPIRAN.......................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Soerjono Soekanto permasalahan sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara

unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika

terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial

seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.

Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam

masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti

proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh

lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi

sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.

Permasalahan sosial dalam ruang lingkup keluarga mayoritas terjadi karena ketidak

harmonisan orang tua dalam rumah tangga. Masalah sosial ini cukup serius karena akan

menggangu atau mempengaruhi orang lain seperti kerabat, tetangga ataupun anak. Seorang anak

akan mempunyai masalah sosial dalam ruang lingkup individu akibat ruang lingkup keluarganya

sendiri bermasalah.

Masalah sosial dalam ruang lingkup keluarga dapat diatasi dengan musyawarah,

menyelesaikan masalah yang ada di dalam keluarga dengan kepala dingin dan bijak dalam

mengambil keputusan yang akan dipilih. Masalah sosial ini juga dapat di atasi dengan saran atau

masukan dari luar seperti kerabat ataupun keluarga yang berdampak positif.

ii
Pada dimensi faktor keluarga dan lingkungan pemenuhan perkembangan tumbuh

kembang anak usia dini tidak hanya didukung pada pengasuhan dari orang tua tetapi juga

dibutuhkan dukungan pendapatan keluarga (DOH, 2000; Iwaniec, 2006). Kasus kekerasan pada

anak dapat terjadi di semua kelas sosial, namun kondisi sosial yang buruk dan tekanan seperti

kurang mapannya pendapatan keluarga bisa menjadi pemicu orang dewasa melakukan kekerasan

pada anak (Iwaniec, 2006).

Contoh dari masalah-masalah sosial terjadi dalam keluarga antara lain:

 Permasalahan Perceraian Orang Tua

Permasalahan perceraian orang tua merupakan salah satu masalah sosial dalam keluaga

yang cukup banyak terjadi dilingkungan kita saat ini. Masalah ini akan lebih menekan keadaan

sosial dari anak-anak nya dalam keluarga. Anak yang ayah dan ibunya berpisah biasanya akan

selalu menyendiri atau terkadang anak menjadi susah dikendalikan, alhasil anak-anak dari

keluaga tersebut akan lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan yang berada disekitarnya.

Contoh : Bani adalah anak dari keluarga yang orang tuanya berpisah. Karena hal itu Bani lebih

sering diluar rumah dibandingkan dengan dirumahnya.

Sampai-sampai ia membenci orang tuanya. Ia lebih percaya dengan temannya

dibandingkan orang tuanya sehingga ia terbawa dengan temannya, ia mulai mengikuti temannya

seperti merokok. Dan pada akhirnya ia ikut-ikutan temannya mencoba narkoba sampai akhirnya

ia kecanduan narkoba. Dari contoh tersebut dapat kita simpulkan bahwa perceraian orang tua

merupakan masalah sosial keluarga yang sangat mempengeruhi mental anak sehingga menjadi

lemah dan kehilangan akal sehatnya. Oleh sebab itu, orang yang mengalami seperti ini harus

diberikan perhatian khusus sehingga tidak terjebak dalam lingkungan sosialnya yang negatif.

ii
 Permasalahan Perekonomian

Masalah Perekonomian merupakan salah satu faktor yang memicu masalah social dalam

keluarga. Keadaan ekonomi yang kurang menentu kadang membuat seluruh anggota keluarga

tersebut bertindak secara tidak rasional dan menghilangkan nilai moralnya. Contohnya : Redy

seorang anak dari keluarga yang bercukupan. Namun pada suatu hari ia ingin mengupgrade

komputernya.

Setelah itu ia meminta pada orang tuanya, namun sayang orang tuanya akhirnya

menolaknya dengan alasan hal tersebut tidak terlalu mendesak namun Redy memaksa. Namun

akhirnya ia hanya mendapatkan amarah orang tuanya yang sudah kelelahan mecari uang.

akhirnya Redy mencuri uang orang tuanya secara diam-diam untuk membeli apa yang dia

inginkan. Dari contoh tersebut walaupun tidak secara langsung masalah terjadi dalam keluarga

namun salah anggota keluarga akan merasakan suatu tekanan sehingga ia akan berbuat tanpa

berfikir dengan jernih.

 Permasalahan Lingkungan Sosial

Permasalahan yang satu ini pasti akan dirasakan pada setiap keluarga. Setiap keluarga

pastinya akan melakukan interaksi pada lingkungan sosialnya. Lingkungan akan dengan cepat

menilai keadaan sosial dalam keluarga tersebut. Namun lingkungan sosial dapat membuat

masalah dalam sebuah keluarga. Contoh: keluarga Rezy merupakan keluarga yang baik dan

bermoral. Namun pada suatu saat keluarga tersebut pindah dalam suatu lingkungan yang kurang

baik. Setelah beberapa lama anak-anak dari Rezy menjadi pembantah semua, akhirnya sering

terjadi pertengkaran keluarga dan menyebabkan keluarga tidak harmonis lagi.

B. Alasan Pemilihan Tempat Observasi

ii
Alasan kami dari kelompok 2 untuk memilih observasi ini tentang pengaruh keluarga

terhadap perkembangan sosial, yaitu sebagai berikut:

1. Mengobservasi permasalahan dalam keluarga juga dapat memberikan pelajaran

yang berharga bagi tiap individu yang terlibat dalam pengamatan tersebut. Kita

dapat belajar tentang dinamika keluarga, resolusi konflik, pentingnya komunikasi

efektif, dan keterampilan interpersonal lainnya yang dapat diterapkan dalam

kehidupan pribadi kita sendiri.

2. Dengan melihat banyaknya permasalahan pada anak dilingkungan sosial pada saat

sekarang ini yang tidak terkontrol, jadi kita sebagai kelompok yang mengamati ini

haruslah mencari titik permasalahannya tersebut.

3. Untuk mengetahui bahwa keluarga sebagai lingkungan pertama yang dihadapi

oleh individu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan dan

kehidupan seseorang. Mengobservasi permasalahan dalam keluarga

memungkinkan kita untuk memahami bagaimana lingkungan keluarga dapat

membentuk pola pikir, perilaku, dan nilai-nilai individu yang ada.

4. Penting untuk diingat bahwa observasi terhadap permasalahan dalam keluarga

harus dilakukan dengan rasa hormat dan sensitivitas terhadap privasi dan

kebutuhan anggota keluarga. Penting juga untuk mendapatkan izin dan kerjasama

dari keluarga yang bersangkutan sebelum melakukan observasi.

C. Tujuan

Tujuan dari dilakukannya observasi pada “Pengaruh Keluarga Terhadap Perkembangan

Sosial” adalah sebagai berikut:

ii
1. Untuk mengurangi kriminalitas anak dibawah umur, seperti tawuran antar pelajar

atau remaja.

2. Mengurangi jumlah anak yang putus sekolah yang dikarenakan problema

keluarga dan lingkungan sekitarnya.

3. Untuk mengetahui juga pengaruh keluarga seperti apa yang kami amati terhadap

perkembangan sosial yang ada dilingkungan sekitar tersebut.

D. Waktu

Waktu kami melakukan observasi ini selama 7 menit, yaitu pada tanggal 11 mei 2023,

tepatnya pada hari kamis.

E. Tempat

Tempat kami melakukan observasi ini di Jl. Parkit 1 No. 1, Air Tawar Barat, Kec. Padang

Utara, Kota Padang.

F. Keterangan Objek Observasi

Mengidentifikasi atau mengamati salah satu keluarga terhadap perkembangan sosial yang

ada.

G. Map Lokasi Observasi

https://goo.gl/maps/7wroi3fA3YbZHDxb8

ii
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

Menurut (Ajeng Rahayu Tresna Dewi,2018) Anak adalah individu yang unik dan

mengalami perkembangan yang pesat pada setiap aspek perkembangan yang akan mengalami

perubahan dalam aspek-aspek perkembangan. Anak usia dini juga disebut sebagai masa kritis,

sebab jika dalam masa ini anak kurang mendapat perhatian dalam hal pendidikan, perawatan,

pengasuhan dan layanan kesehatan serta kebutuhan gizinya anak tidak dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal.

Bronfenbrenner (Carter,2016:11) menyatakan bahwa perkembangan awal anak

dipengaruhi oleh beberapa konteks sosial dan budaya yang termasuk keluarga, pengaturan

pendidikan, dan masyarakat yang lebih luas. Perkembangan mencerminkan pengaruh dari

sejumlah sistem lingkungan keluarga dan keluarga termasuk dalam sistem mikrosistem yaitu

lingkungan tempat tinggal hidup. Konteks ini meliputi keluarga, teman sebaya, sekolah, dan

lingkungan sekitar, yang didalam mikrosistem inilah terjadi interaksi yang paling langsung

dengan agen-agen sosial misalnya dengan orangtua, guru, dan teman sebaya.

Epstein (2009:9) menyatakan bahwa kemitraan dapat meningkatkan program dan iklim

sekolah, menyediakan layanan keluarga, meningkatkan keterampilan orangtua dan

kepemimpinan, menjalin hubungan dengan orangtua lain di sekolah dan dalam masyarakat, dan

membantu guru dalam pekerjaan mereka. Orangtua perlu mengetahui tentang keadaan dan

perilaku anak mereka selama berada di sekolah, dan manfaat untuk gurunya sendiri dapat

berkomunikasi dengan orangtua siswa tujuannya untuk memahami perilaku anak selama berada

ii
di rumah. Epstein (2009:10) menyatakan terdapat tiga konteks dalam teori overlapping of

influence yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Model ini terdiri dari praktek-praktek yang

sekolah, keluarga dan masyarakat lakukan secara terpisah untuk mempengaruhi anak-anak dalam

belajar, pengembangan dan prestasi akademik.

B. Pengertian dari Lingkungan keluarga

Keluarga adalah lingkungan yang sangat dekat dengan anak, keluarga memiliki peranan

dan fungsi yang besar dalam mendukung perkembangan anak secara optimal. Hurlock (1987, p.

202) menyatakan bahwa sikap orangtua yang positif akan memberikan dampak yang positif dan

baik terhadap perilaku anak. Tetapi sebaliknya jika sikap orangtua yang kurang memberikan

sikap acuh pada anak maka anak akan cenderung tidak bertanggung jawab serta memiliki

perilaku yang kurang baik. Seperti dalam penelitian Nokali, Bachman & Drzal (2010, p. 1)

bahwa anak dari orangtua yang terlibat lebih tinggi dalam fungsi sosial akan lebih sedikit

memiliki masalah perilaku. Kusuman, Sutadji & Tuwoso (2014, p. 2) menyatakan bahwa

dukungan orangtua merupakan bentuk peran orangtua dalam meningkatkan pencapaian

kompetensi peserta didik.

Anak selama hidupnya akan selalu mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah dan

masyarakat luas. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan

utama bagi anak yang memberikan tuntunan dan contoh-contoh bagi anak. Oleh karena itu

lingkungan keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pengembangan pribadi

anak. Di dalam lingkungan keluargalah tempat dasar pembentukan watak dan sikap anak.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Gunarsa (2009:5) bahwa “lingkungan

keluarga merupakan lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam

ii
bagi anak”. Pendapat lainnya tentang lingkungan keluarga menurut Hasbullah (2008:3) yaitu

“lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena

dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Dan dikatakan

sebagai lingkungan yang utama karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam

keluarga”. Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan keluarga merupakan

lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan, tingkah lalu dan sosial emosianal anak.

C. Pengertian dari perkembangan sosial emosional anak

Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi

dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran dan perilakunya.

Perkembangan sosialisasi adalah proses dimana anak mengembangkan ketrampilan

interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan, meningkatkan pemahamannya tentang orang

diluar dirinya, dan juga belajar penalaran moral dan perilaku. Perkembangan emosi berkaitan

dengan cara anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya seiring

dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.emosi anak perlu dipahami para guru dan orang

tua agar dapat mengarahkan emosi negative menjadi emosi positif sesuai dengan harapan sosial.

D. Peran Lingkungan Keluarga Terhadap Perkembangan Sosial Emosional

Dalam teori psikososial erikson dijelaskan terdapat 8 tahap perkembangan psikososial

erikson, namun disini kita hanya akan membahas 4 tahap pertama perkembangan psikososial

erikson yaitu,

- Basic Trust Vs Basic Mistrust (terjadi dari lahir hingga 1 tahun)

ii
Erikson mendefinisikan basic trust sebagai rasa percaya terhadap orang lain dan diri

sendiri. Perasaan ini dapat muncul pada bayi ketika dari sisi ibu memiliki rasa percaya. Percaya

bahwa dirinya adalah orang tua dan dirinya memiliki arti peran pengasuhan yang dilakoninya.

Rasa ini dapat merangsa si bayi sehingga bayi juga mengembangkan rasa percaya terhadap

dirinya sendiri dan orang lain.

- Autonomy vs shame and doubt (terjadi sekitar usia 2 hingga 3 tahun)

Dengan perkembangan neurologis dan otot yang pesat, anak kemudian mampu berjalan,

bicara, dan mengontrol BAK dan BAB-nya. Namun, di saat bersamaan, anak pun mengalami

kecemasan untuk berpisah dari orang tuanya, takut tidak dapat mengontrol BAK dan BAB, serta

kehilangan harga diri (self-esteem) ketika mengalami kegagalan. Untuk itu, penting bagi orang

tua untuk menciptakan atmosfer yang mendukung sehingga anak dapat mengembangkan kontrol

diri tanpa kehilangan harga diri, Dan dapat menetralisir rasa shame and doubt atau perasaan malu

dan ragu yang ada pada dirinya.

- Initiative vs guilt (terjadi sekitar usia 4-5 tahun)

Pada masa ini anak mencari tahu ingin menjadi orang seperti apa ia kelak, masa ini biasa

disebut dengan masa meniru. Dan pilihannya sampai pada keinginan untuk menjadi seperti orang

tua. Nah, pada masa ini perilaku orang tua sangat diperhatikan oleh anak , jadi bersikaplah positif

dan berilah contoh perilaku yang baik pada anak.

Pada masa ini juga anak akan lebih kritis, akan banyak berinisiatif, memiliki banyak

rencana, pilihan dan imajinasi. Peran orang tua pada masa ini harus bisa menanggapi dan

mengarahkan anak secara positif dan penuh dengan kelembutan dan kasih sayang. Jangan sampai

guilt lebih menguasai anak yaitu sifat selalu bersaing, berusaha mencapai sesuatu dalam upaya

ii
menjadi orang yang berharga. Sifat guilt juga penting, namun jika terlalu condong pada sifat

guilt anak hanya akan memiliki rasa persaingan yang tinggi tanpa adanya rasa persaudaraan.

- Industry vs inferiority (terjadi sekitar usia 6 tahun hingga pubertas)

Pada masa ini anak mulai memasuki dunia pengetahuan yang lebih luas. Pada masa ini

pula, anak-anak terekspos pada teknologi yang berkembang di masyarakat. Disinilah peran orang

tua menjadi sangat, sangat penting, dan tidak hanya menjadi orang tua kita harus bisa menjadi

teman, sahabat bagi anak-anak kita. Membuat anak-anak kita nyaman dengan kita, sering

menanyakan bagaimana aktivitasnya dan perasaannya hari ini, berikan solusi, saran dan arahan

pada mereka ketika mereka mengungkapkan perasaannya, sampaikan dengan penuh kasih

sayang.

Karena jika orang tua tidak mempedulikan atau tidak memperhatikan anak di masa ini,

apalagi jika orang tua berpendapat “bahagianya anak karena tercukupinya semua kebutuhannya”.

Itu dapat merusak moral anak, karena tanpa adanya hubungan antara orang tua dan anak, kita

tidak akan tahu dengan siapa mereka bergaul apa saja yang dilakukannya, itu dapat merusak

anak di masa sekarang dan yang akan datang. Dari uraian di atas sudah sangat jelas bahwa

pengaruh lingkungan keluarga pada perkembangan sosial emosional anak sangat, sangat penting.

Keluarga bagi seorang anak merupakan lembaga pendidikan non formal pertama, di mana

mereka hidup, berkembang dan matang. Di dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama kali

diajarkan pada pendidikan. Dari pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan

pengalaman, kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan bermacam-macam ilmu pengetahuan.

Menurut Effendi (1995) keluarga memiliki peranan utama didalam mengasuh anak, di

segala norma dan etika yan berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat

ii
diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan

perkembangan masyarakat. Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas

sumber daya manusia. Pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada

setiap individu. Walau bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga menjadi

tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta sangat

mempengaruhi perkembangan sikap dan intelektualitas generasi muda sebagai penerus bangsa.

Keluarga, kembali mengmbil peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Berbagai aspek pembangunan suatu bangsa, tidak dapat lepas dari berbgai aspek yang saling

mendukung, salah satunya sumber daya manusia. Terlihat pada garis-garis besar haluan negara

bahwa penduduk merupakan sumber daya manusia yang potensial dan produktif bagi

pembangunan nasional.

E. Tipe Pola Asuh Dalam Berkeluarga

Menurut Diana Baumrind, (Desmita, 2012 : 144-145) sangat dikaitkan dengan apek-

aspek yang berbeda dalam tingkah laku anak, yaitu sebagai berikut:

1) Pola asuh otoritatif (authoritative parenting) adalah salah satu gaya pengasuhan yang

memperlihatkan pengawasan ektra ketat terhadap tingkah laku anak, tetapi orang tua juga

bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan serta mengikutsertakan

anak dalam pengambilan keputusan.

2) Pola asuh otoriter (authoritarian parenting) adalah suatu gaya pengasuhan yang

membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua.

ii
3) Pola asuh permisif (permissive parenting) yaitu gaya pengasuhan yang dibedakan

dalam dua bentuk, yaitu : (a) pengasuhan permissive-indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan

dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau

kendali atas mereka. (b) pengasuhan permissive-different, yaitu gaya pengasuhan dimana orang

tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.

F. Dampak Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Sosial-Emosional Anak

Menurut Diana Baumrind (Iriani Indri Hapsari : 2016) dampak gaya pengasuhan orang

tua terhadap perkembangan anak adalah sebagai berikut :

a. Pola asuh otoriter.

 Dampak positif

Pola asuh ini lebih banyak memiliki dampak negatif, akan tetapi pola asuh ini pun

memiliki dampak positif. Dampak positifnya adalah anak akan lebih disiplin karena orang tua

bersikap tegas dan memerintah.

 Dampak negatif Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini sering terlihat tidak

bahagia, dan cemas dengan perbandingan antara mereka dengan anak lain, gagal dalam inisiatif

kegiatan, dan lemah dalam kemampuan komunikasi sosial.

b. Pola asuh demokratis.

 Dampak positif

Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini sering terlihat ceria, memiliki

pengendalian diri dan kepercayaan diri, kompetn dalam bersosialisasi, berorientasi prestasi,

ii
mampu mempertahankan hubungan yang ramah, bekerja sama dengan orang dewasa, dan

mampu mengendalikan diri dengan baik.

 Dampak negatif

Walaupun pola asuh demokratis lebih banyak memiliki dampak positif, namun terkadang

juga dapat menimbulkan masalah apabila anak atau orang tua kurang memiliki waktu untuk

berkomunikasi. Oleh karena itu,diharapkan orang tua tetap meluangkan waktu untuk anak dan

tetap memantau aktivitas anak. Selain itu, emosi anak yang kurang stabil juga akan

menyebabkan perselisihan disaat orang tua sedang mencoba membimbing anak.

c. Pola asuh permisif.

 Dampak positif Orang tua akan lebih mudah mengasuh anak karena kurangnya kontrol

terhadap anak. Bila anak mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan

baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan oleh orang tua dapat dipergunakan untuk

mengembangkan kreatifitas dan bakatnya, sehingga ia menjadi seorang individu yang dewasa,

inisiatif, dan kreatif. Dampak positif tergantung pada bagaimana anak menyikapi sikap orang tua

yang permisif.

 Dampak negatif Dampak dari gaya pola asuh permisif adalah anak mengembangkan

perasaan bahwa orang tua lebih mementingkan aspek lain dalam kehidupan daripada anaknya.

Oleh karenanya, anak banyak yang kurang memiliki kontrol diri dan tidak dapat mengatasi

kemandirian secara baik. Mereka memiliki harga diri yang rendah, tidak matang, dan mungkin

terisolasi dari keluarga tersebut.

ii
BAB III

TEMUAN LAPANGAN

Kami dari kelompok 2 mengobservasi salah satu keluarga yang ada di Jl. Parkit 1 No.1

Kelurahan air tawar barat, Padang Utara. Dimana keluarga tersebut terdiri atas: suami, istri, dan

3 anak laki-laki mereka. Dimana ke 3 anak laki-laki mereka tersebut diantaranya: anak pertama

berumur 13 tahun, anak ke-2 berumur 12 tahun, anak ke-3 berumur 6 tahun.

Berdasarkan dari hasil temuan observasi kami dari kelompok 2, bahwasanya kami

mengunjungi suatu keluarga yang usia anak nya masih tingkatan SD, jadi kenakalan yang kita

temukan tidak terlalu banyak, seperti pada keluarga yang usia anak nya sudah SMP dan SMA.

Disini kita menemukan tingginya tingkat kekangan pada anak untuk eksplor ke luar sehingga

anak tersebut tidak berbaur keluar dan hanya bediam di rumah bersama saudaranya dengan

bermain gadgetnya masing-masing.

Dengan penjelasan diatas tadi kemungkinan keluarga yang kami observasi ini bisa

berdampak buruk atau baik terhadap lingkungan anaknya tersebut. Ada 5 dampak mental jika

orang tua sering mengekang anak sebagai berikut:

1. Anak tersebut merasa tidak punya kebebasan dan lebih gampang bosan di rumah

Alasan pertama mengapa mengekang anak itu tidak baik adalah dirinya bisa merasa tidak

punya kebebasan, dan hal itu bisa berdampak pada tingkat stres anak. Hal ini tentu bukanlah

sesuatu yang bisa kita anggap sepele, karena kalau sejak kecil dia mudah stres maka tingkat

emosinya juga tidak akan stabil, dalam artian ketika dewasa bisa mengakibatkan dia menjadi

sosok yang gampang emosi atau marah.

ii
2. Kaku dan tidak pandai bergaul

Alasan kedua ialah karena anak bisa menjadi sosok yang tak pandai bergaul. Pada

hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, dan apa jadinya jika dia dewasa nanti malah tidak

bisa beradaptasi dengan orang-orang di lingkungan kerjanya? Dampak dari kekangan orangtua

memang tidak akan langsung terlihat, tapi itu akan sangat mempengaruhi dirinya di masa depan.

3. Lebih suka sendiri dan menjadi individualis

Selanjutnya adalah jika anak di kekang maka akan berdampak pada pembentukan

karakternya yang bisa saja menjadi sangat suka kesendirian atau introvert, atau malah menjadi

individualis. Dia jadi terlalu nyaman dengan dunia yang dia miliki sendiri dan tentu saja itu

bukanlah hal baik untuknya, sebab ada saat-saat dimana ia membutuhkan orang lain dan

berinteraksi dengan mereka.

4. Tidak bisa mandiri sebab tidak berwawasan luas tentang dunia luar

Lalu anak juga bisa menjadi seseorang yang tidak bisa mandiri, karena sejak kecil

orangtuanya terlalu overprotective, mengawasi dan menemaninya kemana saja. Memang tidak

dapat dipungkiri bahwa melepas anak akan membuat orangtua mana saja khawatir, tapi

percayalah bahwa anak juga butuh waktu untuk dibiarkan bersaha sendiri dan mengeksplorasi.

5. Rendahnya rasa percaya diri

Ketika anak sering ditekan atau dibatasi dalam melakukan kegiatan atau mengambil

keputusan, mereka mungkin kehilangan kepercayaan pada kemampuan dan potensi mereka

sendiri. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya rasa percaya diri dan keyakinan diri yang

berkelanjutan.

ii
Penting untuk diingat bahwa setiap anak bereaksi secara berbeda terhadap pengekangan,

dan dampaknya dapat bervariasi. Namun, penting bagi orang tua untuk menyediakan lingkungan

yang mendukung dan memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. Jika

Anda mengalami kesulitan dalam menghadapi pengekangan orang tua atau khawatir tentang

dampaknya pada kesejahteraan mental Anda, disarankan untuk mencari bantuan dari profesional

kesehatan mental atau konselor yang dapat memberikan dukungan dan nasihat yang tepat.

Dari Hasil Observasi Yang telah kami lakukan juga ditemukan beberapa indicator baik

mengapa orang tua anak tersebut memilih anaknya untuk tetap bergaul didalam rumah Bersama

saudaranya disbanding membebaskannya keluar , beberapa penyebabnya yaitu :

1. Keamanan

Orang tua mungkin merasa lebih tenang dan yakin tentang keamanan anak-anak

mereka saat mereka bermain di rumah. Mereka dapat mengawasi mereka dengan

lebih baik dan menghindari risiko yang mungkin terjadi di luar, seperti kecelakaan

lalu lintas atau interaksi dengan orang asing yang tidak diinginkan.

2. Kontrol

Bermain di rumah memberikan orang tua lebih banyak kendali atas lingkungan di

mana anak-anak berinteraksi. Mereka dapat memastikan bahwa lingkungan rumah

aman, nyaman, dan sesuai dengan nilai-nilai keluarga. Orang tua dapat membatasi

akses anak-anak ke konten yang tidak pantas atau tidak sesuai untuk usia mereka.

3. Lingkungan yang terkontrol

ii
Di rumah, orang tua dapat menciptakan lingkungan yang terstruktur dan

terkontrol untuk anak-anak bermain. Mereka dapat menyediakan permainan, mainan,

atau kegiatan yang mendukung pembelajaran, kreativitas, dan interaksi sosial yang

sehat antara saudara-saudara.

4. Ikatan keluarga

Bermain bersama saudara-saudara di rumah dapat memperkuat ikatan keluarga.

Interaksi antara saudara-saudara dapat membantu membangun persahabatan,

kerjasama, dan rasa saling peduli. Orang tua mungkin menganggap ini penting untuk

membentuk hubungan yang kuat antara anak-anak dalam keluarga.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keluarga

Keluarga adalah wadah individu untuk berinteraksi dan berkomunikasi, setiap peran yang

dilakukan oleh anggotanya paling tidak akan memberikan pengaruh pada anggota keluarga

lainnya. Ahmadi (1997) menyebutkan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi keluarga,

yaitu:

a. Status sosial-ekonomi Keluarga

keadaan sosial-ekonomi Keluarga mempunyai peranan penting daam perkembangan anak-anak.

Misalnya, anak yang berasal dari keluarga berkecukupan mendapatkan kesempatan yang lebih

luas dalam mengembangkan berbagai macam kecakapan karena anak tersebut memiliki materi

yang cukup.

b. Faktor keutuhan keluarga

ii
Keutuhan keluarga juga merupakan faktor lainyang dapat mempengaruhi perkembangan anak.

Keutuhan keluarga berarti bahwa struktur keluarga masih lengkap. Disamping itu juga, keutuhan

interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainjuga menentukan perkembangan

anak.

c. Sikap dan kebiasaan keluarga

Sikap dan kebiasaan orang tua akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Misalnya, sikap

orang tua yang otoriter membuat anak-anaknya menjadi manusia yang pasif, kurang percaya diri,

ragu-ragu, penakut, dan lain sebagainya. Demikian pula kebiasaan yang baik akan dicontohan

oleh anak-anaknya, atau sebaliknya.

Beberapa temuan lapangan yang tentang pengaruh keluarga terhadap perkembangan social anak ,

diantaranya :

1. Rendahnya kemampuan social

Berdasarkan wawancara yang telah kami lakukan, bahwa Anak-anak yang sering

kali ditekan atau dibatasi oleh orang tua cenderung memiliki keterampilan sosial yang

terhambat. Mereka mungkin merasa tidak percaya diri dalam berinteraksi dengan orang

lain, memiliki kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat, atau mengalami

kesulitan dalam memahami dan memenuhi kebutuhan sosialnya.

2. Ketidakmampuan dalam mengekspresikan diri

ii
Orang tua yang sering mengekang anak dapat membuat anak kesulitan dalam

mengekspresikan diri secara bebas. Anak-anak ini mungkin merasa takut atau khawatir

bahwa mereka akan dihukum atau ditolak jika mereka berbicara atau mengungkapkan

pendapat mereka. Akibatnya, mereka mungkin menahan diri dan mengalami kesulitan

dalam mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan mereka.

3. Rasa takut dan kecemasan social

Anak-anak yang ditekan secara terus-menerus oleh orang tua mungkin

mengembangkan rasa takut dan kecemasan sosial yang lebih tinggi. Mereka mungkin

menjadi sangat sadar diri, takut melakukan kesalahan, atau takut dievaluasi oleh orang

lain. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk berinteraksi secara bebas dan

menciptakan hubungan sosial yang positif.

4. Perkembangan kemandirian yang terhambat

Pengekangan yang berlebihan oleh orang tua dapat menghambat perkembangan

kemandirian sosial anak. Mereka mungkin kekurangan kesempatan untuk mengambil

inisiatif, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, atau menghadapi tantangan

sosial. Akibatnya, anak-anak ini mungkin mengalami kesulitan dalam menghadapi situasi

sosial yang baru atau memecahkan konflik dengan orang lain.

5. Dampak negatif pada hubungan keluarga

Penekanan yang berlebihan oleh orang tua dapat menciptakan ketegangan dan

konflik dalam hubungan keluarga. Anak-anak mungkin merasa tidak terhubung secara

ii
emosional dengan orang tua mereka, dan hubungan antara saudara-saudara juga dapat

terpengaruh. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak dalam konteks

keluarga dan memengaruhi kualitas interaksi sosial mereka di luar keluarga.

Temuan-temuan pada Observasi ini menunjukkan bahwa pengkekangan oleh orang tua

dapat berdampak negatif pada perkembangan sosial anak. Orang tua perlu menyadari pentingnya

memberikan kebebasan dan dukungan yang tepat agar anak-anak dapat mengembangkan

keterampilan sosial yang sehat dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain.

BAB IV

PEMBAHASAN

ii
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

ii
DAFTAR RUJUKAN

Suteja, J. (2017). Dampak Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial-Emosional

Anak. AWLADY : Jurnal Pendidikan Anak, 3(1).

https://doi.org/10.24235/awlady.v3i1.1331

ii
Hulukati, W. (n.d.). PERAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERKEMBANGAN

ANAK. https://media.neliti.com/media/publications/114008-ID-peran-lingkungan-

keluarga-terhadap-perke.pdf

Masalah sosial Keluarga. (2010, October 5). ADCADesign; ADCADesign.

https://adcadesign.wordpress.com/2010/10/05/masalah-sosial-keluarga/

afifah hanim. (2019, September 21). 5 Dampak Mental Jika Orang Tua Sering Mengekang

Anak, Jangan Lakukan! IDN Times; IDN Times.

https://www.idntimes.com/life/family/afifah-hanim/5-dampak-mental-jika-orang-tua-

sering-mengekang-anak-c1c2?page=all

LAMPIRAN

1. Dokumentasi Kegiatan

Link Video :

ii
https://drive.google.com/file/d/1eE4PQIGD_9QwSAzbs3isei5DYxsW__oB/view?

usp=drivesdk

ii
2. Peta Lokasi

https://goo.gl/maps/9zofRy2zQqmRf7up8

3. Pedoman Wawancara

ii

Anda mungkin juga menyukai