Anda di halaman 1dari 8

PEMANFAATAN MEDIA INTERNET MELALUI

CYBER EXTENSION MENJAWAB TANTANGAN


PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
Oleh :

Jhony Hendra, S.Pt


Staf Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan
Provinsi Sumatera Barat
I. Pendahuluan

Dalam era globalisasi yang semakin menguat, penguasaan terhadap Teknologi


Komunikasi dan Informasi merupakan keharusan yang tak lagi bisa ditawar. Sejarah
membuktikan evolusi teknologi tersebut diaplikasikan untuk memperoleh kemudahan dalam
aktivitas kehidupan dan selanjutnya memperoleh manfaat dari padanya. Teknologi juga
memegang peranan penting dalam pengembangan pertanian. Teknologi dimafaatkan dalam
tiga cabang utama pertanian yaitu penanaman, peternakan, dan perikanan. Salah satu contoh
Teknologi Informasi Komunikasi yaitu internet yang menyajikan informasi dunia tanpa
batas. Lewat sarana inilah diharapkan dapat digunakan untuk mencari segala informasi yang
dibutuhkan dan dapat pula digunakan oleh masyarakat desa untuk meningkatkan
kesejahteraan perekonomian melalui korespondensi dengan orang lain atau perusahaan di
berbagai penjuru dunia baik Informasi terkini maupun informasi terlama bisa didapat dan
dikirimkan dengan cepat. Selama ini masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat di daerah
pedesaan disebabkan kurangnya informasi yang baru dan tepat. Informasi dari internet
berfungsi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan masalah yang kemudian ditindaklanjuti
dengan kegiatan yang lain (Anonim, 2014).

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berperan dalam mendukung tersedianya


informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu. Informasi hasil-hasil penelitian dan
inovasi teknologi di bidang pertanian membantu upaya peningkatan produksi komoditas
pertanian, sehingga tercapai pembangunan pertanian yang diharapkan. Informasi dan
pengetahuan tentang pertanian akan menjadi pemicu dalam menciptakan peluang untuk
pembangunan pertanian dan ekonomi sehingga terjadi pengurangan kemiskinan. TIK dalam
sektor pertanian yang tepat waktu dan relevan memberikan informasi yang tepat guna ke
pada petani untuk pengambilan keputusan dalam berusaha tani, sehingga efektif
meningkatkan produktivitas, produksi dan keuntungan (Pinardi, 2011). Media internet juga
bisa menjadi media pembelajaran yang efektif untuk para petani. Kandungan informasi
tentang pertanian yang sangat luas dan menarik bisa menjadi media untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia pertanian. Apalagi sekarang hampir semua lembaga dan
instansi pertanian telah memiliki website, yang memuat berbagai hasil penelitian dan terapan
teknologi pertanian sehingga petani bisa memetik ilmu dan pengalaman dari website tersebut
(Anonim, 2014).
Ketersediaan informasi di Balai Penyuluhan di kecamatan sangat diperlukan dalam
rangka membantu pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh para pelaku utama dan
pelaku usaha untuk mengembangkan usahatani/usaha perikanan/usaha kehutanan.Informasi
yang perlu disediakan oleh Balai Penyuluhan di Kecamatan antara lain : (1) Informasi
Teknologi yang berkaitan dengan teknologi budidaya, pasca panen, pengolahan dan
pemasaran serta manejemen usaha tani/usaha perikanan/usaha kehutanan; (2) Informasi
Sarana Produksi terutama menyangkut ketersediaan, keberadaan, jumlah dan mutu, bibit
benih, pupuk, obat-obatan, modal usaha, alat dan mesin pertanian, perikanan, dan kehutanan;
(3) Informasi Pembiayaan terutama menyangkut satuan biaya untuk melaksanakan suatu
usaha agribisnis baik budidaya, panen, pasca panen, pengolahan dan pemasaran; (4)
Informasi Pasar diantaranya harga komoditi, permintaan komoditi (jumlah, mutu, kapan
diperlukan pembeli/konsumen), sumber produksi; (5) Informasi Kebijakan seperti pengaturan
pola produksi, penggunaan produk sarana produkai/teknologi/sumber daya air, pasar,
lingkungan hidup, kelestarian sumber daya alam, dan lain-lain dan (6) Untuk menyiapkan
informasi yang diperlukan bagi pelaku utama dan pelaku usaha Balai Penyuluhan di
Kecamatan melakukan kegiatan pengumpulan data dan informasi dengan cara mengakses
Cyber Extension.

Mulyadari dalam Rahayu (2013) menjelaskan bahwa melalui kegiatan aplikasi


teknologi informasi dan komunikasi maka dapat diperoleh manfaat dalam mendukung
pembangunan pertanian berkelanjutan di antaranya adalah : (1) Mendorong terbentuknya
jaringan informasi pertanian di tingkat lokal dan nasional. Membuka akses petani terhadap
informasi pertanian untuk : a) Meningkatkan peluang potensi peningkatan pendapatan dan
cara pencapaiannya; b) Meningkatkan kemampuan petani dalam meningkatkan posisi
tawarnya, serta c) Meningkatkan kemampuan petani dalam melakukan diversifikasi usahatani
dan merelasikan komoditas yang diusahakannya dengan input yang tersedia, jumlah produksi
yang diperlukan dan kemampuan pasar menyerap output; (2) Mendorong terlaksananya
kegiatan pengembangan, pengelolaan dan pemanfaatan informasi pertanian secara langsung
maupun tidak langsung untuk mendukung pengembangan pertanian lahan marjinal; dan (3)
Memfasilitasi dokumentasi informasi pertanian di tingkat lokal (indigeneous knowledge)
yang dapat diakses secara lebih luas untuk mendukung pengembangan pertanian lahan
marjinal.

Petani perlu memanfaatkan dengan optimal teknologi-teknologi alternatif tersebut


sehingga mereka tidak ketinggalan informasi dan dapat mengembangkan pertaniannya.
Informasi yang didapatkan dapat menjadi acuan pengembangan dalam budidaya maupun
pengolahan pasca panen. Tentu saja hal yang kita harapkan adalah peningkatan produktivitas
dan nilai tambah yang merupakan ciri pertanian modern dapat tercapai. Keterlibatan dari
penyedia informasi tentu sangat penting. Universitas-universitas, lembaga penelitian di
bidang pertanian, LSM, dan pemerintah harus secara proaktif menyediakan layanan-layanan
informasi melalui internet yang saat ini cukup murah dan terjangkau dari sisi penyedia
informasi. Permasalahannya adalah kita harus bersama-sama saling melengkapi untuk
memberikan yang terbaik bagi para petani agar kesejahteraan mereka meningkat.

Dengan berkembangnya teknologi informasi dan multimedia yang begitu cepat maka
akan berdampak pada peningkatan terhadap kualitas sumber daya tenaga penyuluh. Penyuluh
pertanian dituntut untuk memahami teknologi informasi dan komunikasi selain dari ilmu-
ilmu mengenai pertanian. Oleh sebab itu para penyuluh juga harus mampu mengaplikasikan
teknologi informasi sebelum mereka melakukan penyuluhan-penyuluhan. Sehingga pada
akhirnya penyuluhan berfungsi untuk menjembatani kesenjangan antara praktek yang harus
atau biasa dijalankan oleh petani dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang
yang menjadi kebutuhan petani tersebut. Penyuluh pertanian akan membimbing petani
dengan pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang untuk diterapkan kepada petani
dalam usaha taninya. Sebaliknya jika petani mempunyai masalah yang memerlukan
pemecahan para ahli, seperti kegagalan panen akibat serangan hama/keadaan tanahnya dapat
disampaikan kepada para ahli melalui penyuluh (Fardi, 2014).

II. Penyuluhan Pertanian


Teknologi informasi dan komunikasi memiliki peranan penting dalam mewujudkan
pertanian yang modern secara tepat waktu. Pada saat ini penguasaan terhadap teknologi
informasi semakin menguat. Kini teknologi informasi merupakan hal mutlak yang tidak bisa
ditawar lagi. teknologi informasi diyakini sebagai alat pengubah untuk memperoleh
kemudahan dalam aktivitas kehidupan sehari - hari dan selanjutnya memperoleh manfaat
yang sangat banyak dari teknologi informasi. Teknologi informasi mempunyai peranan yang
vital dalam segala bidang, salah satunya pada bidang pertanian. Maka dengan memanfaatkan
teknologi informasi dengan baik maka pertanian di Indonesia akan lebih maju (Kurniawan,
2014). Dalam mencapai peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan dan para petani
perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke
penggunaan teknologi baru yang lebih maju. Teknologi yang diterapkan dalam mendukung
pembangunan pertanian Indonesia merupakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas,
peningkatan mutu dan diversifikasi produk olahan di sektor hilir, baik itu untuk skala kecil,
menengah, maupun besar (Van Den Ban dan Hawkins, 1999).

Sistem pertanian yang tangguh harus didukung oleh sistim layanan penyuluhan
pertanian yang baik. Layanan tersebut sangat diperlukan untuk membantu petani mengatasi
berbagai persoalan yang dihadapi dalam menjalankan usaha taninya dan memperbaiki tingkat
ekonomi keluarga maupun kondisi kehidupannya (Fukuda, 2005). Penyuluhan dapat menjadi
sarana kebijaksanaaan yang efektif untuk mendorong pembangunan pertanian dalam situasi
petani tidak mampu mencapai tujuannya karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan.
Sebagai sarana kebijakan penyuluhan, hanya jika sejalan dengan kepentingan pemerintah
atau organisasi yang mendanai jasa penyuluhan guna mencapai tujuan petani tersebut. Lebih
dari 500.000 agen penyuluhan pertanian di dunia harus memainkan peranan yang sangat
penting dalam meningkatkan kompetensi petani. Mereka juga diharapkan memainkan
peranan baru, seperti memperkenalkan pertanian yang berkelanjutan yang menuntut
ketrampilan-ketrampilan baru (Van Den Ban,1999).

Maka dengan demikian bahwa peran penyuluh pertanian harus dapat


mensosialisasikan tentang penggunaan teknologi yang dapat membatu dalam pengelolaan
usaha tani mereka sehingga nantinya akan menciptakan suatu usaha tani yang lebih produktif
dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan tenaga penyuluh yang benar-benar kompeten untuk
membantu memaparkan dan mengaplikasikan penggunaan teknologi ke para petani. Dengan
berkembangnya teknologi informasi dan multimedia yang begitu cepat maka akan
berdampak pada peningkatan terhadap kualitas sumber daya tenaga penyuluh. Penyuluh
pertanian dituntut untuk memahami teknologi informasi dan komunikasi selain dari ilmu-
ilmu mengenai pertanian. Sehingga pada akhirnya penyuluhan berfungsi untuk menjembatani
kesenjangan antara praktek yang biasa dijalankan oleh petani dengan pengetahuan dan
teknologi yang selalu berkembang yang menjadi kebutuhan petani tersebut. Penyuluh
pertanian akan membimbing petani dengan pengetahuan dan teknologi yang sedang
berkembang untuk diterapkan kepada petani dalam usaha taninya (Nainggolan, 2012).

III. Kompetensi Penyuluh Pertanian


Agar lembaga penyuluhan berhasil, menurut (Sumardjo, 2008; Sumardjo, 2012)
setidaknya ada empat kondisi yang dibutuhkan dan perlu dikembangkan dalam organisasi
penyuluhan tersebut, yaitu : (1) kejelasan Misi, (2) Standar Kompetensi Penyuluh,
(3) Aktualisasi Informasi/ inovasi, dan (4) Penghayatan atas budaya organisasi
penyuluhan. Kejelasan misi yang dihayati bersama seluruh personil penyuluh merupakan
prasyarat bagi keberhasilan organisasi peny uluhan. Mengingat penyuluh adalah penentu
keberhasilan organisasi penyuluhan maka pengembangan aspek kompetensi penyuluh
perlu menjadi perhatian organisasi penyuluhan dalam mengemban misi dan tugas-
tugasnya, agar aktivitas dan program dapat lebih difokuskan juga pada pengembangan
kompetensi petani yang sesuai dengan perkembangan tuntutan kebutuhan lingkungan.
Penyuluh memiliki kebebasan atau otonomi untuk menentukan seberapa baik mereka
mencapai visi dan mengemban misi penyuluhan, maka penyuluh perlu diberi akses
informasi dan inovasi seluas-luasnya sehingga dapat berkreasi secara kompeten (Sumardjo,
2012).

Selanjutnya mengingat penyuluh harus mampu beradaptasi dengan lingkungan


wilayah kerjanya, maka budaya organisasi yang jelas perlu dikembangkan, misalnya
menjunjung nilai (value) berkomunikasi secara asertif, dialogis dan konvergen, kemudian
mengemban tugasnya secara seimbang, adil dan beradab serta berfikir/ berorientasi global
dalam mengelola sumberdaya lokal. Organisasi penyuluhan yang berkiprah di dunia yang
semakin modern tidak terhindar dari dituntutan kebutuhan untuk mengembangkan
kompetensi para penyuluh sesuai dengan perkembangan tuntutan kebutuhan sasaran
peny uluhan pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan penetapan standar ko mpetensi
bagi seorang peny uluh, agar arah dan kinerja penyuluhan dapat diprediksi. Dalam suatu
kesempatan pertemuan “kompeten” diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan yang
dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan yang didasari oleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan
(standar). Kebutuhan kompetensi bagi peny uluh setidaknya disusun berdasarkan dua hal
y a i t u : (1) kebutuhan pembangunan masyarakat, dan (2) Kebutuhan Kompetensi
berdasarkan tugas pokok dan fungsi penyuluh.

Sesorang dikatakan sebagai Penyuluh yang kompeten apabila penyuluh mampu


mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan penyuluhan dengan terampil untuk
memberdayaan orang-orang dalam upaya meraih kesejahteraan diri, keluarga dan
masyarakatnya. Kemudian mengorganisasikan sistem penyuluhan sehingga efektif
memfasilitasi masyarakat dengan cermat agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya
secara mandiri, selanjutnya melakukan tindaka n yang tepat bila mana terjadi sesuatu
yang berbeda dengan rencana penyuluhan semula, bagai mana menggunakan kemampuan
yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugasnya sebagai
penyuluh meski dengan kondisi yang berbeda (lokal spesifik) dan mampu mensinergikan
kepentingan lokal dengan kepentingan yang lebih luas (Sumardjo, 2012).

Produk dan jasa yang dihasilkan petani adalah produk atau jasa yang dibutuhkan
oleh pasar dan sesuai selera dan harapan konsumennya, karena pihak swasta berperan
menggali dan menyampaikan informasi pasar ke petani serta me masarkan produk atau jasa
yang sesuai dengan selera dan kebutuhan masyarakat. Kebijakan pengaturan di bidang
pertanian dala m arti luas kondusif bagi upaya pengembangan produktivitas pertanian secara
optimal dan menghasilkan manfaat yang maksimal baik bagi pela ku utama (petani), pelaku
usaha (swasta), maupun konsumen. Demikian juga peran dinas terkait harus proaktif
melayani kebutuhan pembangunan pertanian, sehingga tidak sampai terjadi kesenjangan
pupuk, obat-obatan dan sarana produksi dan pemasaran lainnya. Interface yang
dimaksud adalah keterpaduan dala m peran kelembagaan utama dan kelembagaan
pendukung dala m sistem agribisnis.

IV. Cyber Extension Menjawab Tantangan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Interface antar lembaga pendukung system agribisnis dapat diwujudkan sepanjang


ada komitmen pemerintah sebagai pihak yang berwenang untuk mengelola cyber extension
yang senantiasa actual data dan informasi nya, serta online sehingga setiap saat dapat
diakses oleh stakeholders sistem agribisnis. Peran-peran lembaga pendukung dan pihak
penenerima manfaat dalam sistem agribisnis menyampaikan informasi yang dimilikinya
untuk berkontribusi dalam menggerakkan dan mendinamiskan sistem agribis nis, sehingga
informasi senantiasa aktual. Secara skematis dapat di sajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Pengelolaan sistem Informasi dalam Cyber extension
(Sumber : Sumardjo dan Mulyandari, 2011)

Pemerintah Indonesia (Kementerian Komunikasi dan Informatika) melalui


pemenuhan Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation (KPU/USO) di
sektor telekomuni kasi telah membangun fasilitas pelayanan telekomunikasi dan informasi
perdesaan. Fasilitas yang telah dan akan terus dibangun menuju terwujudnya akses dan
layanan telepon di 31.824 desa pada Tahun 2009, internet di 4.218 kecamatan pada Tahun
2010, dan akses internet di 31.824 desa pada Tahun 2013.

KPU/USO merupakan peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak
atau kementerian untuk mendukung kepentingannya mewujudkan tujuan kehidupan
berbangsa dan bernegara, yaitu mencerdaskan, mensejahterakan dan memberdayakan untuk
hidup secara adil dan beradab, yaitu hidup sebagai bangsa yang mandiri dan bermartabat.
Penelitian Sumardjo dan Mulyandari (2011) dalam pengembangan sayuran telah merumus
bagaimana mekanisme sistem informasi cyber extension untuk pemberdayaan petani, dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengelolaan sistem Informasi dalam Cyber extension pada sayuran


(Sumber : Sumardjo dan Mulyandari, 2011)
Model pengelolaan cyber extension yang disusun atas dasar hasil penelitian
Sumardjo dan Mulyandari tahun 2010-2011 yang juga telah dikaji sejak tahun 2008-2009
tersebut dapat juga dijadikan model untuk komoditi lainnya. Pada tahun 2011 kedua
peneliti mendapat kesempatan untuk meneliti internet perdesaan yang dikembangkan
oleh Kementerian Kominfo, di 17 provinsi di Indonesia. Hasil penelitian ini memperkuat
bahwa model tersebut dapat dikembangkan ke komodiiti lain dalam rangka pembangunan
pertanian maupun perdesaan pada umumnya.

V. Penutup

Di Era globalisasi ini negara berkembang pada umumnya menghadapi jepitan ti ga


arah (tripple squeeze) yaitu dari atas desakan globalisasi ekonomi, dari samping desakan
privatisasi dan dari bawah desakan untuk otonomi daerah (Sumardjo, 2012). Ketiganya
mempunyai sumber kekuatan yang sama yaitu neo-liberalisme sebagai sumber penggerak
dinamika perubahan sosial yang terjadi. Ketika itu terjadi, dinamika internal masyarakat dan
pemerintah tidak siap menghadapi jepitan tersebut. Akibatnya terjadi dominasi oleh pe milik
modal terhadap para pelaku ekonomi lokal yang umumnya lebih lemah. Korbannya adalah
para pelaku ekonomi tradisional yang paling tidak siap menghadapi dinamika perubahan
sosial ekonomi, budaya, politi k maupun hukum yang terjadi.

Keadaan semacam ini dapat menjadi lebih parah, manakala birokrasi pemerintahan
terperangkap pada nuansa dominasi kepentingan kapitalis yang mendominasi keberpihakan
elite pemerintah di berbagai level birokrasi pemerintahan terhadap keputusan-
keputusan penting pembangunan. Disini pentingnya pemberdayaan masyarakat sehingga
secara personal maupun sosi al masyarakat mampu bermitra sinergis dan berkolaborasi
dalam pengelolaan sumberdaya alam yang seimbang antara aspek bisnis, kesejahteraan
komunitas dan kelestarian lingkungan. Ketiga aspek ini kemudian dikenal dengan istilah
Triple Bottom Line, yaitu profite, peole and planet (Elkington, 1994).

Penyuluh menghadapi dilema besar karena di satu sisi berperan memberdayakan


masyarakat namun disisi lain sangat tergantung pada komitmen pemerintah (birokrat)
untuk mampu beroperasi secara memadai. Hanya komit men pemimpin bangsa yang
tegas dan kuat terhadap keberdayaan bangsa sajalah yang akan mampu menyelesaikan
persoalan dile ma penyuluhan PNS ini. Penyuluh swasta terlihat dari peran para fasilitator
pemberdaya masy arakat dalam imple mentasi CSR lebih leluasa untuk memberdayakan
masyarakat dalam rangka mengembangkan harmoni kehidupan, dengan kemampuannya
mengelola potensi konflik menjadi potensi sinergi dinamika pengembangan masyarakat.
Daftar Pustaka

Anonim 2. 2014. Peranan Internet di Bidang Pertanian. Diakses tanggal 22 Desember 2014.

Elkington, John. 1994. Triple Bottom Line. It Consists of three Ps: profit, people and planet.
Nov 2009. Diunduh 17 Januari 2012.

Fardi, I. 2014. Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap Bidang Pertanian.
http://liejasa.dosen.narotama.ac.id/files/2014/10/4.-Manfaat-TIK-Terhadap-Bidang-
Pertanian.pdf>. diakses tanggal 22 Desember 2014.

Kurniawan, A. 2014. Manfaat Teknologi Informasi di Bidang Pertanian. Diakses tanggal 22


Desember 2014.

Permentan. 2012. Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan, Badan Penyuluhan dan


Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian c.q Pusat Penyuluhan Pertanian.

Pinardi. 2011. Menuju Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui Cloud Computing.


e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011). Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi
untuk Indonesia 14-15 Juni 2011.

Rahayu, D. P. 2013. Pemanfaatan Teknologi Informasi. . Diakses tanggal 22 Desember 2014.

Sumardjo. 2012. Review dan Refleksi Model Penyuluhan dan Inovasi Penyuluhan Masa Depan.
Makalah utama dalam Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan
Indonesia (PAPPI) tanggal 22 Februari 2012 di IPB Bogor.

Sumardjo, 2008. Penyuluhan Pembangunan Pilar Pendukung Kemajuan dan Ke


mandirian Masyarakat, Dalam Ida Yustina dan Adjat Sudradjat, 2008. Pemberdayaan
Manusia Pembangunan yang Bermartabat. Sydex Plus, Pustaka Bangsa, Medan.

Sumardjo dan Retno S Mulyandari, 2011. Pengembangan Sistem Informasi Untuk Meningkatkan
Keberdayaan Petani Sayuran Dalam Proses Pengambilan Keputusan Usaha tani.
Kerjasama Badan Litbang Pertanian Kementan dengan Care IPB, melalui project
KKP3T. Bogor.

Nainggolan,H.L.2012. Kajian Pengaruh Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam


Pengembangan Pertanian Dalam Rangka Meningkatkan Produktifitas Komoditi
Pertanian. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (SNASTIKOM 2012).

Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai