MAKALAH PENUNJANG
ABSTRACT
Cyber extension is one of the agricultural innovation network development mechanism
effectively for bringing into contact between research, development, and assessment
institution with innovation disseminator (extension workers), educators, farmers, and
other stakeholders group that have each need with various information kind and form,
so can be collaborated and equipped each other. Many problems that stakeholders
were known in cyber extension implementation can be divided into three major
categories, are: 1) Management (commitment and policy not yet consistence and
limited managerial capability in ICT area; 2) Infrastructure (low and instability in
electric and limited internet connection network or communication infrastructure,
widely regional broadness, and limited local government budgeting); 3) Human
resource development (limited human resource development capability in
communication and information technology application); and 4) Culture (low of culture
in sharing information and knowledge and low awareness for usually to documenting
the information/activities/data that can be accessed and owned). In agricultural
innovation communication network system through cyber extension based on
information technology application, the District Extension Agency is a bridge between
information source within center organization with local stakeholders and at the same
time act as a synergizing system. Besides to facilitate the local users and stakeholders
in accessing agricultural information manually and electronically, District Extension
Agency can be functioning as information accumulator related to indigenous
knowledge from local information resource through Extension agency at Sub district
level that collecting information and facilitating information material for field extension
workers in each rural. Cyber extension is expected to support the extension
revitalization especially in conducting the collaboration and networking agricultural
extension with related institutions.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian di Indonesia dikuasai oleh petani kecil dengan produk
pertanian dan mutu yang bervariasi. Keterbatasan-keterbatasan
petani, antara lain dalam bentuk permodalan, penguasaan lahan,
keterampilan, pengetahuan, aksesibilitas akan informasi pasar dan
teknologi pertanian, serta bergaining position akan berpengaruh
terhadap proses pengambilan keputusan dalam penentuan komoditas
yang akan diusahakan dan teknologi yang akan diterapkan petani.
Rendahnya tingkat kekosmopolitan atau kemampuan petani untuk
membuka diri terhadap suatu pembaharuan dan atau informasi yang
berkaitan dengan unsur pembaharuan juga semakin memperburuk
Permasalahan
250
Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, kajian ini
bertujuan untuk:
1) Mempelajari konsep cyber extension dalam komunikasi inovasi
pertanian;
2) Mengkaji informasi/inovasi dengan pesan dan kemasan seperti apa
saja (bagaimana)kah yang sebenarnya dibutuhkan oleh pihak-pihak
terkait agar lebih kondusif bagi terwujudnya pembangunan
pertanian yang efektif dan berkelanjutan?;
3) Menganalisis permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi
dalam implementasi cyber extension; dan
4) Merumuskan strategi dalam mengembangkan sistem komunikasi
inovasi yang efektif melalui implementasi cyber extension?
METODOLOGI
Kerangka Berpikir
Berbagai kajian telah mengungkap salahsatu permasalahan
utama untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam sistem
penyuluhan adalah keterbatasan dalam mengembangkan inovasi
secara berkelanjutan. Penyuluh merasakan kekurangan inovasi ketika
harus menjalankan tugasnya sebagai pendamping petani dalam
melakukan kegiatan usaha tani, bahkan tidak jarang menghadapi
kesulitan dan tidak mampu membantu petani memecahkan
permasalahan yang dihadapi petani. Hal ini terungkap dalam disertasi
Sumardjo (1999) dengan fokus penelitian tentang kemandirian petani
dan kesiapan penyuluh; Tamba (2007) dalam penelitian disertasinya
tentang kebutuhan informasi pertanian dan aksesnya bagi petani di
Provinsi Jawa Barat; serta penelitian disertasi Marliati (2008) tentang
pengembangan kapasitas dan kemandirian petani di Provinsi Riau.
251
Metode Kajian
Lokasi kajian yang dipilih adalah Provinsi Jawa Barat, yaitu di
Kabupaten Bogor dan Cianjur yang dinilai dapat mewakili tingkat
ketersediaan dan kesiapan dalam aplikasi teknologi informasi. Kajian
dilaksanakan selama empat bulan (Juli Oktober) tahun 2009. Data
dikumpulkan dengan teknik nonsurvei, menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode triangulasi, observasi, wawancara mendalam
dengan keyperson terkait dan melalui Focuss Group Discussion (FGD).
FGD juga dilakukan dengan pihak pakar terkait di lembaga
Departemen Pertanian yang berada di pusat. Analisis data yang
digunakan adalah justifikasi ahli dan disajikan dalam rumusan hasil
FGD. Model dibangun dan diuji dengan diskusi dan disempurnakan
melalui proses diskusi sekaligus untuk proses sosialisasi secara
partisipatif. Strategi disusun dengan menganalisis kondisi dan
permasalahan yang ada dan menyusun rekomendasi model alternatif
pengembangan cyber extensions yang sesuai dengan kondisi kesiapan
elemen penyuluh pertanian di Indonesia.
Manajemen
1. Belum adanya komitmen dari manajemen di level stakeholders
managerial yang ditunjukkan dengan adanya kebijakan yang belum
konsisten. Salahsatu contohnya adalah dikeluarkannya kebijakan
pengembangan perpustakaan digital di daerah, namun belum
268
Budaya
1. Kultur berbagi masih belum membudaya. Kultur berbagi (sharring)
informasi dan pengetahuan untuk mempermudah akses dan
pengelolaan informasi belum banyak diterapkan oleh anggota
lembaga stakeholders. Banyak di antara mereka merasa akan
terancam posisi dan kedudukannya apabila mau membagikan ilmu
atau informasi yang dimilikinya kepada orang lain;
2. Kultur mendokumentasi informasi/data belum lazim, khususnya
untuk kelembagaan di daerah. Salahsatu kesulitan besar yang
dihadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan segala
sesuatu yang terkait dengan kegiatan. Padahal kemampuan
mendokumentasi ini menjadi bagian dari ISO 9000 dan juga menjadi
bagian dari standar software engineering.
270
Inovasi yang disediakan merupakan hasil riset, hasil uji lokal, real
needs dan problem solving.
Jaringan informasi dengan subsistem diseminasi di pusat
maupun di daerah berperan menampung dan mengolah informasi
yang diterima dari subsistem jaringan (sumber dan user) untuk dapat
memenuhi/menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh dua
subsistem tersebut. Diharapkan lembaga yang memiliki fungsi
tersebut berupa unit yang menjadi instrumen Badan Pelaksana
Penyuluhan di Pusat dan di Daerah (di tiap tingkat) yang secara
operasional menjadi lembaga pemadu sistem yang dipahami dan
dimanfaatkan oleh subsistem sumber maupun user, yaitu: Di Propinsi
adalah Badan Pelaksana Penyuluhan di Tingkat Propinsi; Di Kabupaten
adalah Badan Pelaksana Penyuluhan di Tingkat Kabupaten; dan di
Kecamatan adalah Badan Pelaksana Penyuluhan di Tingkat Kecamatan.
Badan Pelaksana Penyuluhan adalah lembaga yang memiliki
tugas: 1) menyusun kebijakan dan programa penyuluhan pada tingkat
kabupaten/kota bekerja sama dengan Komisi Penyuluhan
Kabupaten/Kota dengan memperhatikan program pembangunan
pertanian di daerahnya; 2) melaksanakan penyuluhan dan
mengembangkan mekanisme, tata kerja, dan metode penyuluhan; 3)
melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, penyebaran
materi penyuluhan; 4) melaksanakan pembinaan pengembangan kerja
sama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana
prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; 5) menumbuhkembangkan
dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama
(petani) dan pelaku usaha; 6) melaksanakan peningkatan kapasitas
penyuluh secara berkelanjutan; dan 7) menyalurkan informasi ke Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP).
Adapun Balai Penyuluhan Pertanian adalah lembaga yang
memiliki tugas: 1) menyusun programa penyuluhan pada tingkat
kecamatan; 2) melaksanakan penyuluhan berdasarkan program
penyuluhan; 3) menyebarkan informasi pertanian seperti informasi:
teknologi, sarana produksi, permodalan (pembiayaan), pasar, dan
informasi lainnya; 4) memfasilitasi pengembangan kelembagaan serta
kemitraan pelaku utama (petani) dan pelaku usaha; 5) memfasilitasi
peningkatan kapasitas penyuluh melalui proses pembelajaran secara
berkelanjutan; 6) melaksanakan proses pembelajaran melalui
percontohan dan pengembangan usaha bagi pelaku utama (petani)
dan pelaku usaha; dan 7) Menyalurkan informasi ke petani melalui
penyuluh.
Dengan adanya otonomi daerah, kelembagaan penyuluhan di
daerah mengalami banyak perubahan. Dalam hal kompetensi
penyuluh, orientasi berubah-ubah dari tuntutan kompetensi tunggal
misalnya tanaman pangan (monovalen) menjadi kompetensi plural
(polivalen). Setelah beberapa waktu, tuntutan kompetensi juga
dikembalikan lagi ke monovalen. Hal ini membingungkan penyuluh di
lapangan. Implementasi UU Otonomi Daerah juga semakin membuat
penyuluhan pertanian menjadi tidak pasti baik dalam afiliasi
273
DAFTAR PUSTAKA
Adekoya AE. 2007. Cyber extension communication: A strategic
model for agricultural and rural transformation in Nigeria.
International journal of food, agriculture and environment
ISSN 1459-0255. Vol. 5, no1, pp. 366-368 [3 page(s)
(article)] (8 ref.)
276
Siti Amanah3
ABSTRACT
Status and condition of coastal community relate to several factors included ecological
characteristics, socio ecconomic and cultural characteristics, natural and geographical
characteristics, government policy, local wisdom and knowledge, and their
cosmopolites. Up to now, the coastal community especially small fishery communities
still face the problems of lack of information, limited access of asset and capital, and
dependency to the external assistances. This situation was also found at the north
Bali, whereas most of the fishery communities ran their businesses traditionally.
Effective development communication strategy and program would help the
community to be more aware of coastal resources management. The study was
conducted at the Gerokgak and Buleleng District, North Bali. A number of 128
respondents involved in the research and 10 informal leaders contributed information
about various program in the region. Research results showed that development
communication was urged to be able to provide more facilitation in terms of
empowering the fishery group, capacity improvement of the group in coastal resources
management; enlarging people choices, implementing participatory approaches, and
strengthening network to support the community in managing the business.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat pesisir memiliki kehidupan yang khas, dihadapkan
langsung pada kondisi ekosistem yang keras, dan sumber kehidupan
yang bergantung pada pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut
(selanjutnya disingkat SDP). Masyarakat pesisir terutama nelayan
kecil, masih terbelit oleh persoalan kemiskinan dan keterbelakangan.
Terdapat persoalan tertentu terkait dengan aspek ekologis, sosial, dan
ekonomi, sehingga masyarakat pesisir masih tertinggal (Hanson 1984).
Rendahnya taraf hidup masyarakat pesisir dan akses yang terbatas
akan aset dan sumber-sumber pembiayaan bagi nelayan kecil
merupakan persoalan utama yang dijumpai di kawasan pesisir.
Nelayanpun sangat rentan terhadap tekanan pemilik modal.
Kegiatan pembangunan di kawasan pesisir tidak terlepas dari
daya dukung lingkungan, keberlangsungan sumber daya alam dan
dilakukan secara terpadu oleh berbagai pihak terkait dengan
menekankan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Ketersediaan sumber daya alam di daratan seperti hutan, bahan
tambang, dan mineral serta lahan pertanian produktif semakin menipis
sedangkan kebutuhan penduduk terus bertambah sejalan dengan
jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat dan diprediksikan
akan mencapai 267 juta jiwa pada tahun 2015. Kebutuhan penduduk
Tujuan
Tujuan makalah ini adalah (1) mendeskripsikan kondisi dan
permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir, khususnya komunitas
280
Kegunaan
Bagi pengambil kebijakan di bidang pengembangan masyarakat
pesisir, diharapkan makalah ini dapat berkontribusi sebagai referensi
dalam mengembangkan masyarakat pesisir melalui pendekatan dan
strategi komunikasi yang efektif.
PERUMUSAN MASALAH
Masalah merupakan faktor yang dapat menyebabkan tidak
tercapainya tujuan. Dalam konteks masyarakat pesisir di lokasi kajian,
ada kesenjangan antara kondisi saat ini dan kondisi ideal yang
diharapkan (Gambar 1). Secara konseptual, komunikasi pembangunan
berperan menjembatani kondisi saat ini menuju kondisi yang
diharapkan terrwujud di tingkat komunitas pesisir.
Pengelolaan
Kapasitas pengelolaan potensi sumberdaya pesisir potensi
dan laut sumber daya pesisir dan laut oleh komunitas bekerja
terbatas
Masyarakat dapat mendayagunakan media rakyat dalam program pengelo
Pendayagunaan media komunikasi tradisional masih belum optimal
Manajemen pengelolaan kelompok yang mengacu pada pedoman tata per
ikan hasil tangkapan umumnya berupa tongkol, teri, walang dan tuna.
Sampai saat ini, masyarakat pesisir setempat masih belum terlepas
dari persoalan klasik yang dihadapi nelayan kecil yakni keterbatasan
aset, akses, dan peluang untuk meningkatkan produktivitas dan daya
saing. Upaya peningkatan kualitas hidup nelayan kecil sulit terwujud
tanpa adanya perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan
sumber daya manusia. Menghadapi permasalahan tersebut,
komunikasi pembangunan diperlukan peran utamanya sebagai sebuah
proses yang dialogis dalam penyampaian ide, informasi dan inovasi,
oleh pihak-pihak terkait guna menunjang terjadinya proses perubahan
sosial ke arah yang lebih baik daripada sebelumnya. Perubahan
tersebut dampaknya dapat dilihat pada tingkat individu, keluarga,
kelompok, organisasi, komunitas dan masyarakat yang lebih luas.
Proses-proses komunikasi pembangunan akan memiliki dampak luas
apabila dilaksanakan secara sistemik dan berkelanjutan.
Pemberdayaan
Pemberdayaan memiliki berbagai interpretasi, pemberdayaan
dapat dilihat sebagai suatu proses dan program. Payne (1997)
mengemukakan bahwa pemberdayaan (empowerment) pada
hakekatnya bertujuan untuk membantu klien mendapatkan kekuatan
(daya) untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan
dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi
kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Pemberdayaan
dilakukan dengan jalan meningkatkan kapasitas, pengembangan rasa
percaya diri untuk menggunakan kekuatan dan mentransfer kekuatan
dari lingkungannya. Sebagai suatu proses, pemberdayaan adalah
usaha yang terjadi terus menerus sepanjang hidup manusia.
Bowling dan Barbara (2002) mengemukakan bahwa program
penyuluhan dapat membentuk perubahan perilaku melalui prinsip
berbagi pengetahuan, dan pengalaman dengan masyarakat. Bersama
sama masyarakat, dapat dilakukan berbagai kegiatan yang mengarah
pada pembentukan perilaku masyarakat. Pemberdayaan sebagai
sebuah program mempunyai makna bahwa pemberdayaan merupakan
tahapantahapan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dalam kurun
waktu tertentu. Dalam konteks ini, pelaksanaan program
pemberdayaan dibatasi waktu, sehingga tampak sebagai kegiatan
keproyekan. Kondisi seperti ini tentu tidak menguntungkan bagi
pelaksana program maupun komunitas target, karena sering terjadi
283
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di dua wilayah pesisir Kabupaten
Buleleng yakni di Kecamatan Grokgak dengan jarak lebih kurang 55 km
sebelah barat ibu kota kabupaten, dan di Kecamatan Buleleng yang
284
Penduduk
yang Penduduk yang
% %
bekerja bekerja (Orang)
(Orang)
Pertanian dalam arti
1 luas 141.839 42,07 141.839 42,07
Pertambangan dan
2 Penggalian 3.910 1,16 3.910 1,16
3 Industri 50.033 14,84 50.033 14,84
Listrik, Gas & Air
4 Minum 1.450 0,43 1.450 0,43
5 Bangunan 19.319 5,73 19.319 5,73
6 Perdagangan 72.285 21,44 72.285 21,44
Angkutan &
7 Komunikasi 14.565 4,32 14.565 4,32
8 Keuangan/Persewaan 2.933 0,87 2.933 0,87
9 Jasa-Jasa 30.816 9,14 30.816 9,14
10 Lainnya - - - -
Jumlah 337.151 100 337.151 100
Sumber : Buleleng Dalam Angka Tahun 2008
KESIMPULAN
Kondisi masyarakat pesisir dan nelayan di lokasi penelitian
belum terbebas dari persoalan yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil
menengah meliputi, akses terhadap aset dan sumber-sumber modal
terbatas, kebutuhan akan penguatan kelembagaan kelompok untuk
pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya pesisir dan laut.
Peran penting komunikasi pembangunan dalam pemberdayaan
masyarakat pesisir adalah menjembatani kesenjangan yang terjadi
antara kondisi masyarakat saat ini dengan kondisi yang ingin dicapai
melalui proses-proses komunikasi yang partisipatif, dialogis dan
memotivasi.
Strategi komunikasi pembangunan untuk wilayah pesisir
hendaknya spesifik lokasi, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
(i) Program pembangunan perlu menjaga keseimbangan antara
pembangunan fisik dan non fisik, tidak hanya mengejar pertumbuhan,
tetapi harus menanamkan modal manusia untuk masa depan; (ii)
Pesan-pesan dalam komunikasi pembangunan tersebut ditentukan
berdasarkan kebutuhan masyarakat nelayan dan ditransformasikan
kepada masyarakat melalui metode-metode yang relevan dengan
situasi dan kondisi setempat, (iii) Diperlukan perencanaan yang
matang dalam rancang bangun strategi komunikasi pembangunan,
melibatkan peran serta masyarakat pesisir dan stakeholders terkait
296
DAFTAR PUSTAKA
Adnan SBA, Nurul Alam SM, Brustinow A. 1995. Peoples
Participation. NGOs and the Flood Action Plan. Dalam J. N.
Pretty. Regenerating Agriculture. London: Earthscan
Publication Ltd.
Amanah S. 1996. A Learner-Centred Approach to Improve Teaching
and Learning Process in Agricultural Polytechnic in Indonesia.
Thesis. Australia: University of Western Sydney.
Amanah S, Fatchiya A, Dewi S. 2004. Pemodelan Penyuluhan
Perikanan Pada Masyarakat Pesisir Secara Partisipatif. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing X. IPB, Bogor.
Amanah S, Yulianto G. 2002. Profil Penyelenggaraan Penyuluhan
Perikanan Menunjang Kinerja DKP di Era Globalisasi. Jakarta:
STP (dulu AUP).
Amanah S. 2007. Kearifan Lokal dalam Pengembangan Komunitas
Pesisir. Bandung: CV. Citra Praya.
Bowling CJ, Brahm BA. 2002. Shaping Communities through Extension
Programs. Journal of Extension, June 2002 Volume 40 Number
3. http://www. joe.org/joe 2002june/a2.html.
Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan Untuk
Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran DR. Ir. Rokhmin
Dahuri, MS). Jakarta: LISPI (Lembaga Informasi dan Studi
Pembangunan Indonesia) bekerjasama dengan DIrektorat
Jenderal Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil, Dep. Eksplorasi
Laut dan Perikanan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng. 2003. Data Perikanan
Kabupaten Buleleng Tahun 2002. Singaraja: Dinas Kelautan dan
Perikanan.
Direktur Jenderal Perikanan, 2000. Visi dan Misi Pembangunan
Perikanan. Jakarta: Dep. Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Donnermeyer, Joseph F, Plested BA, Edwards RW, Oetting G,
Littlethunder L. 1997. Community Readiness and Prevention
Programs. Journal of the Community Development Society,
Vol. 28. No.1: 65-83.
Douglah M, Sicilima N. 1997. A Comparative Study of farmers
Participation in Two Agricultural Extension Approaches in
Tanzania. Journal of International Agricultural and Extension
Education. Volume 4, Number1, Spring 1997
Dube SC. 1976. Development Change and Communication in India.
Dalam Schramm, W dan Lerner, D.(editors). Communication
297
and Change: The Last Ten Years and The Next. Honolulu: An
East-West Center Book, The University Press of Hawaii.
Checkland P. 1984. Systems Thinking, System Practice. Chichester:
John Wiley & Sons.
Garcia MB. 1985. Sociology of Development: Perspective and Issues.
Philippines: National Book Store, Inc.
Hanson AJ. 1984. Coastal Community: International Perspectives.
Paper Presented at the 26 th Annual Meeting of the Canadian
Commission for UNESCO, St Johns Newfoundland, 6 th June
1984.
Harris EM. 1996. The Role of Participatory Development
Communication as a Tool of Grassroots Nonformal Education:
Workshop Report. Dalam Guy Bessette and C.V. Rajasunderam
(Editor). Participatory Development Communication: A West
African Agenda. The International Development Research
Centre: Science for Humanity.
Kemmis, Stephen, Mac.Taggart, Robin. 1988. The Action Research
Planner. Melbourne: Deakin University Press.
Kifli GC. 2007. Strategi Komunikasi Pembangunan pada Komunitas
Dayak di Kalimatan Barat. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol.
25 No. 2, Desember 2007 : 117 125
Mubyarto SL, Dove M. 1984. Nelayan dan Kemiskinan. Jakarta:
Rajawali.
Nasution Z. 2002. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan
Penerapannya. Edisi Revisi. Jakarta: Divisi Buku Perguruan
Tinggi PT RajaGrafindo Persada.
Nikijuluw V. 2002. Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan.
Jakarta: Kerjasama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan
Regional (P3R) dengan PT Pustaka Cidesindo.
Payne M. 1997. Modern Social Work Theory. Edisi Kedua. London:
MacMillan Press Ltd.
Pretty JN. 1995. Regenerating Agriculture. London: Earthscan
Publication.
Rogers EM. 1994. The Diffusion Process. Edisi Keempat. New York:
The Free Press.
Satria A. 2000. Dinamika Modernisasi Perikanan, Formasi Sosial dan
Mobilitas Nelayan. Humaniora Utama Press, Bandung.
________. 2001. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: PT Pustaka
Cidesindo.
Shumsky A. 1988. Cooperation in Action Research: A Rationale.
Dalam Kemmis, S dan R. McTaggart (eds). The Action Research
Reader. Victoria, Melbourne: Deakin University Press.
Simpson I. 1993. Rural Extension A Change in Emphasis.
Proceedings of the Workshop: Defining/redefining Extension
Practice Science LeadersGroup. Goulburn: NSW Agriculture.
298
Budhi Waskito4
ABSTRACT
Community empowerment is one of program that implemented by government to
alleviate the poverty in Indonesia. The meaning of community empowerment is
interpreted in many terms so making the performance of community empowerment
program is not optimal. The objective of this paper are to (1) analyze the role of
interpersonal relationship to optimalize the performance of community empowerment
program; (2) analyze strategy for improving the quality of interpersonal relationship in
order to optimalize the performance of community empowerment. The result of this
analysis shows that the top-down pattern of community empowerment must be
redesign because the interpersonal relationship is not accomodated. The interpersonal
relationship between goverment and community is a key factor to optimalize the
performance of community empoverment program. Strategy to optimalize the
performance of community empowerment through improving the quality of
interpersonal relationship can be implemented by using the combination between
factor that can rise interpersonal relationship (culture, social, and economic) with
communication contex (trust supportiveness, and open-mindedness). To prefer the
appropriate strategy, government must consider many factors that are reward, cost,
benefit, and comparation level that be accepted by community.
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan suatu fenomena di Indonesia yang
hingga saat ini belum mampu diatasi sehingga membuat bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang lemah dan tidak bermartabat. Selain
itu, bukan rahasia lagi jika salahsatu penghambat daya saing bangsa
ini terletak pada masalah kemiskinan.
Berbagai program pemberdayaan masyarakat telah
dilaksanakan pemerintah sebagai upaya menanggulangi kemiskinan,
diantaranya adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program
Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE),
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
(PKPSBBM), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Proyek Peningkatan
Masyarakat Pesisir (P4K), dan Kelompok Usaha Bersama (Kube).
Program pemberdayaan yang terbaru adalah Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Dengan adanya program
pemberdayaan ini ditargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada
tahun 2015 menjadi hanya 7,55 persen (Widi 2007).
Meskipun berbagai program telah dilaksanakan, namun masalah
kemiskinan di Indonesia belum dapat terpecahkan. Bahkan, beberapa
kebijakan pemerintah, seperti menaikkan harga BBM dan beras, justru
Membina hubungan
Memilih pemecahan
Memperoleh penerimaan
TINJAUAN TEORITIS
Berdasarkan persinggungan dan saling menggantikannya
pengertian community development dan community empowerment,
secara sederhana, Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai
pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk
memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan
dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective
action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki
kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial.
Pemberdayaan masyarakat dapat dikatakan sebagai suatu
perubahan sosial yang terjadi karena adanya ide baru dari pembawa
ide (innovator) yang ditujukan kepada sasaran (recipients). Ide baru
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengubah pola tradisional ke
arah yang lebih efisien. Rencana perubahan (pemberdayaan
masyarakat) akan berhasil optimal apabila terjadi integrasi antara ide
(dibuat dalam suatu rencana) dengan masyarakat. Dalam
302
(Idea)
PLAN
Action of Innovator Reaction of Recipients
INTEGRATION
1966)
(Interpersonal Relationship)
Sikap Suportif
Percaya Sikap Terbuka
(Contex) (Supportivenes
(Trust) (Open-Mindedness)
)
-IT- -IO-
-IS-
Budaya (Cultural) Strategi 1: Strategi 2: Strategi 3:
-CC- CC IT CC IS CC IO
Sosial (Social) Strategi 4: Strategi 5: Strategi 6:
-CS- CS IT CS IS CS IO
Ekonomi (Economic) Strategi 7: Strategi 8: Strategi 9:
-CE- CE IT CE IS CE IO
KESIMPULAN
1. Hubungan interpersonal memiliki peran yang sangat penting
(sebagai kunci utama) dalam mengoptimalkan kinerja
pemberdayaan masyarakat karena dapat mewujudkan
pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan.
2. Strategi peningkatan mutu hubungan interpersonal dapat dilakukan
dalam berbagai konteks (budaya, sosial dan ekonomi) dengan
menggunakan berbagai faktor yang dapat menumbuhkan
hubungan interpersonal (percaya, sikap suportif dan sikap terbuka).
3. Pemerintah harus mempertimbangkan berbagai hal (ganjaran,
biaya, manfaat dan tingkat perbandingan) yang diterima
306
DAFTAR PUSTAKA
Havelock RG. 1973. The Change Agensts Guide to Innovation in
Education. Englewood Clifs. NJ: Educational Technology
Publications.
Nasution Z. 2004. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan
Penerapannya. Edivis Revisi. Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada.
Niehof AH. 1966. A Casebook of Social Change. Chicago: Aldine
Publishing Company.
Rakhmat J. 2003. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Supriyanto, Subejo. 2004. Harmonisasi Pemberdayaan Masyarakat
Pedesaan Dengan Pembangunan Berkelanjutan. Buletin Ekstensia-
Pusat Penyuluhan Pertanian Deptan RI Vol 19/Th XI/2004.
Widi N. 2007. Mencermati Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM). Jawa Pos, Selasa 22 Mei 2007.
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=286347
Widiputranti CS, Hardjono, Hartono, Hastowiyono, Darori M,
Ruswahyuningsih, Tiurmida N, Dorojati R, Angeningsih R,
Sumarjono, Anadarsih WM. 2005. Pemberdayaan Kaum Marjinal.
Yogyakarta: APMD Press.
307
308
ABSTRACT
Information Center for Rural Development (Pusat informasi pembangunan perdesaan-
PIPP) is one of the institutions for developing the network collaboration with
government institutions, private, and Non Government Organizations related in rural
and agricultural development. PIPP is expected to develop the social networking
within target audiences, especially for productive message intentions enforcement. It
is such as appropriate knowledge information that has been translated from science
institutions source. As a radio broadcasting that focusing on educated information
services for communities, farmers especially, Radio Pertanian Ciawi (RPC) that was
developed by Agricultural Management and Leadership Training Center, Indonesian
Agency for Human Resource Development, Ministry of Agricultural (Pusat Pelatihan
Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian, Badan SDM, Deptan) is not pure as a
commercial radio broadcasting. RPC revitalization is needed for facing the RPC
development as an ideal PIPP and multifunctional for supporting the each aspects of
agribusiness chain. This revitalization activities are: a) Proposing the RPC as a leader
or information source of improving the human resource development of farmers
community and radio broadcast legality application (Ijin Siaran Radio ISR) to Dirjen
Postel; b) Developing the PIPP-RPC management through organization completion and
human resource development professionally; c) Revitalizing the RPC services through:
providing information and promoting products, documenting and managing the
agricultural information and other related information supporting the agribusiness
activities, facilitating the interpersonal approach for information access and technical
consultation, and improving the agribusiness player capabilities in supporting the
agricultural information access and management both manually and information
technology application.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Begitu banyak hasil penelitian bidang pertanian yang telah dan
sedang dilaksanakan, serta akan terus ada di masa depan, di dalam
maupun di luar negeri. Hasil penelitian bidang pertanian yang berupa
informasi pertanian baik dalam hal teknik produksi dan pemasaran
pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki atau memecahkan
masalah yang ada dalam bidang pertanian. Informasi tersebut bukan
hanya sekedar konsumsi bagi para peneliti lain untuk dijadikan bahan
acuan, akan tetapi jauh ke depan adalah untuk para petani, terutama
Perumusan Masalah
Radio Pertanian Ciawi (RPC) merupakan salahsatu radio
pertanian yang berada di Kabupaten Bogor dan memiliki program yang
menitikberatkan pada penyampaian informasi pembangunan
pertanian. RPC diharapkan mampu menjadi salahsatu Pusat Informasi
Pembangunan Pertanian khususnya bagi masyarakat Kabupaten Bogor.
Seberapa besar RPC mampu menjadi lembaga semacam PIPP dan
bagaimana peluang dalam pengembangannya lebih lanjut agar
memenuhi kriteria PIPP yang ideal bagi masyarakat pertanian?
Tujuan
Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk memahami peran
Pusat Informasi Pembangunan Perdesaan mendukung pembangunan
pertanian dalam implementasinya pada Radio Pertanian Ciawi sebagai
Pusat Informasi Pembangunan Pertanian (PIPP) yang ideal. Secara
khusus, tujuan makalah ini adalah:
1. Mempelajari konsep Pusat Informasi Pembangunan Pertanian
ideal;
2. Menganalisis peran, khalayak layanan, tujuan dan prioritas
program RPC, sistem distribusi materi RPC, dan evaluasi
performance RPC sebagai PIPP;
3. Merumuskan rekomendasi untuk revitalisasi Radio Pertanian Ciawi
Bogor sebagai Pusat Informasi Pembangunan Pertanian Ideal.
dihasilkan agar menjadi lebih jelas dan dapat dipahami oleh khalayak
yang dituju dan menyebarkan informasi tersebut pada saat yang tepat.
Terdapat beberapa tipe kelembagaan (organisasi) yang dibentuk
sebagai PIPP, diantaranya adalah:
1. PIK dari World Bank yang ditawarkan untuk membuat TV/Radio/Pers
komunitas sebagai pusat informasi komunitas yang berbentuk
badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu,
independen, tidak komersial, luas jangkauan terbatas, serta untuk
melayani kepentingan komunitasnya, untuk mendidik dan
mensejahterakan dan melaksanakan program acarayang meliputi
budaya, pendidikan, informasi yang menggambarkan identitas
bangsa;
2. PIPP yang merupakan bagian dari universitas dan juga memiliki
basis data;
3. PIPP yang difasilitasi oleh PEMDA, baik di tingkat kabupaten
maupun di tingkat kecamatan dan memiliki basisdata;
4. PIPP yang merupakan forum warga yang beberapa di antaranya
memiliki jaringan internet;
5. PIPP yang merupakan bentukan lembaga ilmiah di tingkat Pusat
secara mandiri maupun bekerjasama dengan lembaga donor,
misalnya ADB maupun UNDP.
Sebagai lembaga komunikasi, PIPP harus mampu melakukan
perubahan sosial bagi masyarakat. Hal ini sebagaimana dinyatakan
oleh Schramm (1964), bahwa tugas pokok komunikasi dalam suatu
perubahan sosial untuk pembangunan nasional, yaitu:
1. Menyampaikan informasi tentang pembangunan nasional kepada
masyarakat agar dapat memusatkan perhatian pada kebutuhan
akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan,
sarana-sarana perubahan, dan membangkitkan aspirasi nasional.
2. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil
bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan,
memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang membuat
keputusan mengenai perubahan, memberi kesempatan kepada para
pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan
pendapat rakyat kecil, serta menciptakan arus informasi yang
berjalan lancar dari bawah ke atas.
3. Mendidik tenaga kerja yang diperlukan dalam pembangunan yang
mendukung proses untuk mengubah hidup masyarakat.
Berdasarkan pengertian dan batasan yang terkait dengan PIPP,
maka secara umum tujuan PIPP adalah:
1. Menjembatani lembaga riset dengan masyarakat lokal,
2. Menghubungkan masyarakat dengan sumber informasi,
3. Melakukan interpretasi terhadap hasil-hasil riset agar dapat
dipahami oleh petani,
4. Melayani kepentingan komunitasnya, dan
5. Mendidik dan mensejahterakan rakyat.
Dalam menjalankan perannya, PIPP harus memiliki program
yang jelas yang dapat disampaikan pada khalayak. Kata program
313
METODOLOGI
Kajian dilakukan terhadap berbagai aspek penting terkait
dengan PIPP dan peluangnya dalam melakukan Revitalisasi Radio
Pertanian Ciawi sebagai Pusat Informasi Pembangunan Pertanian yang
ideal. Data yang dihimpun adalah data sekunder dari implementasi
pusat informasi pembangunan pertanian, studi literatur dari beberapa
text book, jurnal dan makalah baik secara tercetak maupun elektronis
(online). Untuk melengkapi data dan memperkuat analisis, dilakukan
kunjungan lapangan ke Radio Pertanian CiawiRPC pada tanggal 23
dan 24 Oktober 2008. Data primer diperoleh dari hasil diskusi langsung
dengan pengelola RPC dan pejabat struktural terkait dalam bentuk
focuss group discussion dalam tiga sesi yang diatur berdasarkan
tingkatan manajerial.
Analisis data dilakukan dengan mempelajari konsep dan
kerangka teori pengembangan pusat informasi pembangunan
pertanian yang diimplementasikan dalam suatu kasus Pusat Informasi
Pembangunan Pertanian, yaitu pada Stasiun Radio Pertanian Ciawi.
HASIL KAJIAN
Radio Pertanian Ciawi (RPC)
Ide untuk mendirikan lembaga penyiaran informasi pertanian
berawal dari dilaksanakannya hearing antara pihak Deptan dengan
Komisi IV DPR pada Juli 2003 yang salahsatunya memunculkan topik
314
Khalayak RPC
Khalayak atau audien media dapat diartikan sebagai
sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, pemirsa
berbagai media, atau komponen isinya (McQuail 1987). Khalayak
potensial RPC berada di wilayah jangkauan RPC yaitu meliputi: Kota
Bogor dan Kabupaten Bogor sampai di beberapa wilayah di Sumatera
(Lampung dan Palembang) pada saat penggunaan frekuensi AM.
Secara umum, target audien siaran RPC yang menjadi khalayak
potensial adalah petani dan keluarganya (petani, pemuda tani dan
wanita tani), generasi muda perdesaan, LSM (lembaga
kemasyarakatan), lembaga pemerintah, pengusaha agribisnis,
penyuluh pertanian, pertugas pertanian, widyaiswara, tenaga
fungsional lainnya, serta masyarakat lain yang memiliki perhatian
terhadap bidang pertanian.
Khalayak aktual adalah khalayak yang sudah menggunakan
media yang dikuasainya untuk mendengarkan/nonton siaran yang
dipancarkan dari sebuah stasiun radio/tv. Besarnya khalayak aktual
ditunjukkan oleh percentage of tune-in, yaitu: jumlah radio yang
sedang disetel ataupun rumahtangga yang menggunakan tv untuk
mendengarkan/nonton siaran yang dipancarkan stasiun radio/tv itu.
Keheterogenan khalayak yang memiliki potensi untuk dilayani
oleh sebuah stasiun (radio atau televisi), mendorong manajernya untuk
mempertimbangkan ciri apa saja yang patut diperhatikannya dalam
pengembangan program siaran. Untuk mengetahui khalayak aktual
RPC, pada tahun 2006 telah dilakukan survei oleh manajemen RPC
berdasarkan demografi, yaitu meliputi tingkat pendidikan, usia, jenis
kelamin, dan jenis pekerjaan (Gambar 2).
315
club yang dimotori oleh kontak tani, petani dan masyarakat umum, (2)
jumpa pendengar; dan (3) berbagai kegiatan sosial. Adapun untuk
program on-air, siaran RPC mengudara setiap hari yaitu mulai jam 5
pagi sampai jam 24.00. Program on-air RPC dituangkan ke dalam lima
prioritas program utama sesuai dengan urutan prioritasnya, yaitu: (1)
pendidikan, penyuluhan dan informasi pertanian, (2) informasi layanan
masyarakat, (3) siraman rohani, (4) hiburan; dan (5) pelestarian
budaya. Kelima program utama tersebut mempunyai format
persentase sebagai berikut: Pendidikan (penyuluhan pertanian)
sebesar 45 persen, hiburan 30 persen, agama 15 persen dan budaya
10 persen.
Siraman Rohani
Program siraman rohani yang diselenggarakan oleh RPC
meliputi: Cahaya Pagi, Nada dan Dakwah, Tajwid AlQuran serta
Kumandang Senja (Tabel 4). Program siraman rohani yang
dilaksanakan ini keseluruhannya adalah siraman rohani Islam. Hal ini
sesuai dengan kondisi keagamaan sebagian besar audien RPC yang
merupakan masyarakat yang hidup di lingkungan islami.
Hiburan
Program hiburan yang disajikan oleh RPC-PIPP meliputi acara:
Pojok Dangdut (Senin, Selasa, Rabu dan Sabtu: 11.0012.00), Putar
Donk (SeninSabtu: 14.0015.00), Hiburan Malam (SeninJumat: 22.00
24.00), Akron (Senin: 22.0024.00), Nostalgia Kita (Senin: 20.0022.00)
dan Kontes Suara (13.0015.00).
318
Pelestarian budaya
Program pelestarian budaya diselenggarakan oleh RPC untuk
ikut berpartisipasi dalam pelestarian budaya lokal yaitu budaya Sunda
maupun Jawa umumnya dengan acaranya meliputi: Kitra,
Ngawangkong dan Campur Sari.
Program RPC disajikan dengan gaya siaran yang akrab, santai
dan kekeluargaan, RPC mengudara setiap hari yaitu jam 05.0024.00
dengan sebagian besar siarannya bersifat live dan interaktif, sehingga
tidak monologis, yaitu dapat berbentuk Obrolan Pakar (wawancara
terstruktur), Di antara pematang (fakta lapangan), Agri-info (informasi
agribisnis interaktif), Profil petani/pengusaha, Quiz pertanian dan
Kontak pendengar dan hiburan.
Divisi Program RPC memiliki tugas antara lain menggabungkan
isi dan produksi program yang diminati oleh pendengar yang dituju,
mengadakan program agar sesuai dengan waktu pendengar
mendengarkan program acara dan memproduksi iklan, pengumuman-
pengumuman dan iklan layanan masyarakat. Untuk membantu Divisi
Program, RPC memiliki Tim Kreatif yang memiliki tugas untuk
322
media radio siaran pertanian merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
RPC.
RPC merupakan organisasi yang tidak berdiri sendiri. Setiap
sumber informasi yang akan disampaikan bekerja sama dengan
kelembagaan yang terkait di sekitar lokasi RPC. RPC bekerja sama
dengan pihak penyelenggara kegiatan pembangunan bidang
pertanian, baik dari lingkup Deptan, Pemerintah Daerah, maupun
organisasi pertanian, seperti Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA)
dan Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) untuk melakukan siaran
luar di studio mini yang RPC miliki. Kegiatan ini bertujuan untuk
mempercepat informasi kepada masyarakat pertanian terutama di
sekitar wilayah kegiatan berlangsung karena jarak jangkau RPC
terbatas maka dengan adanya studio mini ini sekaligus menjadi
salahsatu promosi tentang keberadaan RPC. Tidak hanya itu, terdapat
juga lembaga lain yang bekerja sama dengan RPC antara lain yayasan,
kelembagaan, asosiasi, perguruan tinggi dan pengusaha (Gambar 13).
Pesan disampaikan oleh RPC agar pendengar dapat memperoleh
efek, yakni perubahan pengetahuan dan sikap terhadap materi siaran.
Untuk mengetahui apakah pesan tersebut sampai kepada audien maka
RPC membuka komunikasi dengan audien melalui berbagai media
komunikasi, di antaranya adalah melalui telepon, sms, dan fax untuk
mendapatkan feedback baik secara langsung(saat acara berlangsung)
maupun tidak langsung (setelah acara berlangsung). Feedback ini
merupakan respon berupa pernyataan, komentar, masukan, maupun
usulan topik materi selanjutnya agar RPC dapat menyesuaikan strategi
yang ditempuh sesuai dengan kebutuhan pendengar. Materi ini
kemudian diterima oleh pihak perencana program yang kemudian
didiskusikan kembali di meja evaluasi siaran.
324
Di sini radio menyala selama 24 jam, tidak pagi, siang, atau pun
malam. Jadi setiap yang datang ke tempat ini dapat mendengarkan
siaran RPC. Apalagi kalau kebetulan ada topik yang menarik, dapat
dijadikan sebagai bahan diskusi.
dapat dicari dari stasiun radio yang lain dan televisi. Berdasarkan hasil
penelitian ini juga diketahui bahwa 90 persen responden menyatakan
fungsi radio sangat penting dan penting.
Waktu siaran sangat menentukan apakah materi dapat sampai
ke pendengar. Sebanyak 23,33 persen responden menilai waktu siaran
sudah sangat sesuai, 53,33 persen sesuai dan 16,67 persen cukup
sesuai. Beberapa petani Desa Cilengsi sudah memanfaatkan telepon
genggam untuk mendengarkan siaran radio, sehingga pada saat dalam
perjalanan atau pada saat bekerja dapat tetap mendengarkan siaran
radio yang diinginkan. Adapun untuk sifat materi, sebagian besar
(86,67%) responden menyatakan bahwa materi RPC sudah baik yaitu
dapat memenuhi harapan pendengar.
Secara umum, kualitas siar dari RPC di wilayah Kabupaten dan
Kota Bogor termasuk Desa Cilengsi cukup baik (jernih) meskipun
terkadang masih ada gangguan. Apabila dilihat dari jangkauan siaran
RPC yang mencakup kurang lebih 20 km dari pusat kota, kualitas
siaran RPC di Cilengsi seharusnya bagus. Namun demikian, ternyata
masih sering juga terjadi gangguan, seperti padamnya listrik di studio
pada saat musim penghujan sehingga siaran tidak dapat diterima.
Dilihat dari segi partisipasi masyarakat, ternyata masyarakat
kurang dilibatkan dalam pemilihan suatu topik siaran dan pihak RPC
tidak memiliki strategi publikasi yang baik sebelum materi disiarkan,
sehingga pendengar tidak mengetahui jadwal siaran yang akan
didengarkan dan sesuai dengan kebutuhan. Meskipun dari pihak RPC
telah membuka line telepon dan SMS untuk layanan umpan-balik dari
pendengar, namun pendengar yang masih tergolong pasif kurang
memanfaatkan fasilitas tersebut.
KESIMPULAN
Pusat Informasi Pembangunan Pertanian adalah pusat informasi
bidang pertanian yang berada di lokasi yang strategis dengan
pemanfaatan berbagai media yang mampu menjembatani antara
penghasil atau sumber teknologi dengan pengguna akhir merupakan
salahsatu pemecahan permasalahan dalam meningkatkan efektivitas
pembangunan pertanian. PIPP merupakan salahsatu lembaga potensial
yang ditujukan untuk menangani penyebaran informasi pengetahuan
kepada khalayak penduduk perdesaan yang sebagian besar
masyarakat pertanian. Pada hakekatnya, PIPP merupakan lembaga
komunikasi yang membantu lembaga-lembaga riset ataupun sumber-
sumber lainnya untuk mengolah lebih lanjut informasi yang dihasilkan
agar menjadi lebih jelas dan dapat dipahami oleh khalayak yang dituju
dan menyebarkan informasi tersebut pada saat yang tepat.
Radio Pertanian Ciawi merupakan salah satu PIPP yang memiliki
peran menyebarkan informasi bidang pertanian dengan khalayak
sasaran utamanya adalah petani. Secara umum, RPC memiliki tujuan
untuk: 1) menyediakan informasi tentang dunia agribisnis serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat
bagi masyarakat pertanian, 2) menyediakan media komunikasi
antarmasyarakat pertanian, 3) menyediakan media pembelajaan dan
hiburan yang sesuai dengan kebutuhan komunitas pertanian, 4)
membangun komunitas agribisnis yang kaya dan menjadi sumber
informasi bagi seluruh masyarakat yang membutuhkannya, dan 5)
memacu operasional pelaksanaan pembangunan pertanian dengan
tujuan akhir pembangunan pertanian yaitu peningkatan SDM dan
kesejahteraan petani khususnya dan masyarakat umumnya dapat
tercapai.
RPC merupakan salahsatu lembaga yang layak diperhitungkan
dan sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai PIPP.
Hasil kajian memberikan rekomendasi untuk revitalisasi RPC sebagai
PIPP melalui upaya: 1) Penyusunan Proposal RPC sebagai Radio
Pertanian Nasional dan Rintisan Pusat Informasi Pembangunan
Pertanian serta Proposal Rintisan RPC sebagai Pembina/Sumber
Informasi/Peningkatan SDM Radio Komunitas Petani dan Permohonan
Ijin Siaran Radio (ISR) ke Dirjen Postel serta 2) Pengembangan
layanan RPC dengan menyediakan informasi produk baik input
maupun hasil kegiatan usahatani, mengelola, mendokumentasikan,
menyederhanakan dan mengemas kembali informasi pertanian ke
dalam format dan media yang sesuai dengan karakteristik pelaku
agribisnis, memfasilitasi akses informasi dan komunikasi tatap muka
(konsultasi teknis) bagi pelaku agribisnis, memfasilitasi transaksi bisnis
dan promosi/sosialiasi produk pertanian, dan meningkatkan kapasitas
pelaku agribisnis dalam mendukung kegiatan pengelolaan informasi
pertanian dan akses informasi pertanian baik secara manual maupun
melalui pemanfaatan teknologi informasi.
DAFTAR PUSTAKA
334
ABSTRACT
The objective of this research was to determine the combination treatment of printed
material (folder media and calendar-poster) combined with zodia plant toward
increasing community knowledge in North Bogor sub-district. The design of this
research was a quasi-experimental design. Sample was chosen in the endemic area of
dengue disease (DBD). Sampling design was a separate sample pretest-posttest
control group design. Experimental design was a 2x3 factorial design. Respondents
were totally 90 housewives, divided into six groups. Research result was: (1)
effectiveness of printed media can be increased toward physical media usage; (2)
increasing knowledge was very effective toward media combination; (3) folder
combined with zodia plant was more effective to increase community knowledge;
Community knowledge was emphasis on utilizing zodia plant to prevent mosquito as
an agent of dengue disease; (4) several characteristic factors were increase
community knowledge effectively, (5) innovation factors were also effectively increase
community knowledge. It was concluded that folder media combined with zodia was
the most effective media to deliver a message of zodia plant to increase community
knowledge.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
yang harus ditanggulangi bersama khususnya di Indonesia. Di wilayah
Bogor, Provinsi Jawa Barat, jumlah penderita DBD terus mengalami
peningkatan, baik dari segi jumlah maupuan daerah yang terkena.
Strategi untuk pencegahan meluas dan bertambahnya kasus DBD
sampai saat ini masih memerlukan metode yang tepat dalam
pelaksanaannya, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Bogor, data penyebaran
kasus DBD pada tahun 2007 terdapat penderita sebanyak 1807 orang
dan meninggal 10 orang. Tahun 2008 terlihat ada peningkatan ke arah
yang lebih baik yaitu pada kasus penderita turun menjadi 1345 orang
dan meninggal sembilan orang, sedangkan tahuan 2009 baru tercatat
sampai dengan bulan Februari berjumlah 448 orang penderita dan
tidak ada yang meninggal (DKK Bogor 2009).
Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus dilakukan
secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak, sehingga
dapat mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah
perilaku dan lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk
hidup nyamuk Aedes Aegypti. Cara lain pemberantasan nyamuk
Perumusan Masalah
Penelitian ingin mengetahui efek dari kedua media cetak (folder
dan poster-kalender) dan obyek tanaman Zodia dalam
menyosialisasikan tanaman Zodia terhadap peningkatan pengetahuan
masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka rencana penelitian ini
diharapkan dapat menjawab permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan media cetak (folder dan poster-kalender) dan
pemberian obyek tanaman Zodia bagi penyampaian pesan tentang
Zodia tanaman pengusir nyamuk efektif terhadap peningkatan
pengetahuan masyarakat?
2. Kombinasi perlakuan media cetak (folder dan poster-kalender)
berikut tanaman Zodia yang mana yang efektif terhadap
peningkatan pengetahuan masyarakat?
3. Apakah faktor karakteristik individu dan sifat inovasi berpengaruh
terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat?
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk:
1. Menganalisis efektivitas penyampaian pesan dan pemberian obyek
tentang tanaman Zodia melalui media cetak (folder dan poster-
kalender) terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat.
2. Mengetahui kombinasi perlakuan media cetak (folder dan poster-
kalender) berikut tanaman Zodia yang mana yang efektif terhadap
peningkatan pengetahuan masyarakat.
3. Mengidentifikasi faktor karakteristik individu dan sifat inovasi yang
berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat menimbulkan kegunaan
antara lain:
1. Menghasilkan format media cetak (folder dan poster-kalender) yang
baik/efektif untuk digunakan sebagai salah satu alternatif dalam
penyampaian informasi tanaman Zodia kepada khalayak.
340
Kerangka Berpikir
Peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap inovasi
tanaman Zodia sebagai pengusir nyamuk merupakan akibat dari
keterdedahan terhadap media cetak (folder dan poster-kalender) serta
obyek tanaman Zodia merupakan selisih skor pengetahuan setelah
membaca folder dan/atau poster-kalender dan menerima obyek
tanaman Zodia dengan skor sebelum membaca folder dan/atau poster-
kalender dan menerima obyek tanaman Zodia. Peningkatan
pengetahuan ini cenderung bervariasi di antara para responden
sebagai akibat dari beberapa faktor yang berhubungan dengan proses
komunikasi melalui media folder dan/atau poster-kalender tentang
tanaman Zodia dan terpaan obyek tanaman Zodia itu sendiri.
Terpaan pesan folder dan/atau poster-kalender serta obyek
tanaman Zodia merupakan variabel bebas/aktif dalam penelitian ini,
sedangkan variabel tidak bebas berupa peningkatan pengetahuan
masyarakat dalam mengadopsi tanaman Zodia sebagai pengusir
nyamuk. Pengukuran berikutnya adalah membandingkan antara
terpaan pesan media cetak (folder dan poster-kalender) dengan atau
tanpa tanaman Zodia serta terpaan obyek tanaman Zodia tanpa media
cetak terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan
variabel lainnya (variabel anteseden) berupa faktor karakteristik
individu dan faktor sifat inovasi diukur untuk mengetahui peranannya
terhadap peningkatan pengetahuan.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dan tinjauan pustaka yang
telah diuraikan sebelumnya maka beberapa hipotesis diuji
kebenarannya dalam penelitian ekperimental.
Hipotesis pertama (H1), bahwa media cetak (folder dan poster-
kalender) yang disertai tanaman Zodia lebih efektif dalam peningkatan
pengetahuan masyarakat pada penyampaian informasi tentang
tanaman Zodia sebagai pengusir nyamuk, dibandingkan dengan yang
tanpa Zodia. Hipotesis kedua (H2), bahwa pemberian obyek tanaman
Zodia lebih efektif jika digunakan untuk menyampaikan informasi
tentang tanaman Zodia dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat. Hipotesis ketiga (H3), bahwa pemberian kombinasi antara
media folder atau poster-kalender dan obyek tanaman Zodia yang
digunakan, dalam upaya menghasilkan media komunikasi yang paling
efektif. Hipotesis ketiga ini merupakan kombinasi dari dua hipotesis
terdahulu, dengan asumsi bahwa hipotesis satu dan dua tersebut
benar. Hipotesis keempat (H4), bahwa faktor karakteristik individu
341
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Komunikasi
Theodornoson dan Theodornoson (1969) seperti diacu dalam
Bungin (2007) memberi batasan lingkup communication berupa
penyebaran informasi, ide-ide, sikap-sikap, atau emosi dari seorang
atau kelompok kepada yang lain (atau lain-lainnya terutama melalui
simbol-simbol. Dipertegas Efendy (2000) yang mengatakan
komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses
penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan,
informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan
bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran,
kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari
lubuk hati. Definisi lain tentang komunikasi (Berlo 1960; Kincaid &
Schramm 1987; Rogers 2003) ialah proses penyampaian informasi atau
pesan dari sumber kepada penerima, dengan tujuan timbulnya respons
dari penerima sehingga melahirkan kesamaan makna.
Folder
Folder yaitu suatu publikasi yang dibuat di atas selembar kertas.
Umumnya kertas tersebut berukuran A4 atau 21 cm x 29,7 cm dan
seringkali dilipat dua, lipat tiga atau lipat empat. Lipatan dapat berupa
342
Poster
Montagnes (1991) menyatakan bahwa poster merupakan
selembar kertas atau karton dengan sedikit kata-kata dan ilustrasi
yang digunakan untuk menyampaikan pesan sederhana. Poster
biasanya dipasang di suatu tempat dimana diharapkan agar orang
akan melihatnya berulangkali dan harus dibuat dalam bentuk yang
tepat untuk lokasi tertentu.
Kalender
Rukyatul Hilal Indonesia (2008) menyatakan bahwa pada
dasarnya, di dunia ini ada tiga macam bentuk kalender yang
berdasarkan pergerakan matahari dan bulan yaitu: (a) Kalender
Matahari = Solar Calendar; ( b) Kalender Bulan = Lunar Calendar; (c)
Kalender Bulan-Matahari = Luni-Solar Calendar.
Efektivitas Pesan
Komunikasi bisa dikatakan efektif jika: (a) pesan yang
disampaikan dapat dipahami oleh komunikan, (b) komunikan bersikap
atau berperilaku seperti apa yang dikehendaki oleh komunikator dan
(c) ada kesesuaian antar-komponen. Menurut teori tentang efektivitas
pesan yang berasumsi bahwa jika komunikasi diharapkan efektif maka
pesan-pesannya perlu dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai atau
merupakan kebutuhan komunikan. Menarik perhatian, dalam arti baru
tidak biasa. Simbol yang digunakan hendaknya mudah dipahami,
meliputi bahasa, istilah, kata-kata atau kalimatnya. Komunikator
menganjurkan menggunakan sesuatu, maka hendaknya sesuatu
tersebut mudah didapat dengan menggunakan cara tertentu, termasuk
misalnya tentang tempatnya (Schramm 1973, diacu dalam Hamidi
2007). Berdasarkan teori tersebut, maka unsur-unsur yang mendukung
efektivitas pesan adalah: (1) menimbulkan kebutuhan, (2) menarik
perhatian, (3) simbol yang dipahami dan (4) cara memperoleh.
pula menurut Lionberger dan Gwin (1982), terdapat tiga jenis efek
komunikasi yang dihasilkan dari paparan (exposure) terhadap pesan
media massa yaitu efek kognitif (cognitive efect), efek afektif
(afective efect), dan efek behavioral (behavioral efect) yang sering
disebut efek konatif (conative efect).
sikap yang signifikan. Disamping itu, kajian difusi Internet oleh Auter
(2007) melalui media berita TV dan program-program hiburan telah
terbukti efektif dalam meningkatkan penggunaan Internet di Amerika
Serikat. Begitu pula dalam kajian Cheng et al. (2005) tentang pengaruh
media massa dan komunikasi keluarga terhadap perokok anak remaja
terbukti bahwa media TV merupakan saluran yang amat kuat untuk
menyampaikan pesan anti merokok kepada anak remaja.
Peningkatan Pengetahuan
Kognisi atau pengetahuan dalam proses komunikasi sering
dipandang sebagai salah satu hasil akhir atau tujuan yang terpenting.
345
PROSEDUR PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor
Utara, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini adalah berdasarkan
pertimbangan bahwa Kecamatan Bogor Utara tersebut merupakan
salah satu wilayah endemi wabah DBD. Waktu penelitian adalah dua
bulan yaitu pada bulan April Mei 2009 dari mulai uji coba media dan
instrumen kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian.
Desain Penelitian
Penelitian merupakan penelitian ekperimental kuasi (quasi-
experimental) atau eksperimen pura-pura. Pemilihan desain atas
pertimbangan jumlah target (ibu-ibu rumah tangga kelompok
posyandu), pengontrolan terhadap beberapa variabel pengamatan dan
pemberian perlakuan (treatment) sesuai dengan kebiasaan ibu-ibu
dalam menerima informasi. Rancangan penelitian menggunakan
desain faktor 2 x 3 yang melibatkan analisis simultan terhadap dua
variabel independen dan setiap variabel independen disebut factor
(Wimmer & Dominick 2003).
Variabel bebas penelitian adalah media cetak (folder dan poster-
kalender) dengan atau tanpa objek tanaman Zodia serta obyek
tanaman Zodia saja tanpa media (folder dan poster-kalender). Variabel
terikatnya adalah peningkatan pengetahuan, yang mengukur skor
peningkatan pengetahuan ibu-ibu rumah tangga kelompok posyandu
tentang informasi Zodia sebagai tanaman pengusir nyamuk.
Sedangkan variabel anteseden adalah faktor karakteristik individu dan
faktor sifat inovasi.
346
R O (X)
R X O
Dimana: -----------------
O = observasi/pengukuran
X = perlakuanR(folder,
O poster-kalender, tanaman Zodia)
R = random/pengacakan
Tahapan Penelitian
Secara keseluruhan penelitian ini melalui tiga tahapan yang
secara terinci diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap pertama, yaitu tahap penyiapan materi penelitian, tahapan
ini mencakup dua kegiatan utama yakni: (a) Observasi awal; (b)
Pembuatan folder dan poster-kalender sebagai materi penelitian
yang meliputi aktivitas penyusunan skrip atau naskah, layout, dan
pencetakan.
2. Tahap kedua adalah uji coba folder, poster-kalender dan instrumen,
pengumpulan data uji coba dilakukan pada kelompok lain yang
tidak dilibatkan dalam penelitian yaitu pihak yang ahli di bidangnya
masing-masing seperti ahli pertanian, kesehatan dan desain grafis.
347
Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dihimpun dari sumber primer yaitu
langsung dari sampel yang dikenakan perlakuan melalui instrumen
yang telah disusun, sedangkan data sekunder didapatkan dari Dinas
Kesehatan Bogor dan sumber-sumber lain yang layak dipercaya,
seperti: Puskesmas, Kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan Bogor
Utara.
Instrumen
Seperangkat alat pengumpul data yang disusun dalam
penelitian, yaitu kuesioner untuk mengukur peningkatan pengetahuan
mereka tentang penyakit DBD secara umum, teknis penanaman,
pemeliharaan tanaman, peletakkan tanaman dan manfaat tanaman
Zodia yang digunakan dalam pretest dan posttest.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian, selanjutnya diolah dan
dianalisis dengan beberapa prosedur statistik yang relevan. Data
tentang perbedaan tingkat pengetahuan responden kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang dilibatkan dalam penelitian,
dianalisa dengan uji signifikansi (test of significance) yaitu ANOVA dan
t-Test (Wimmer & Dominick 2003). Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima ulangan, model linier. Uji
Tukey selanjutnya dilakukan untuk mengetahui perlakuan apa saja
yang memiliki perbedaan pengaruh terhadap peningkatan
pengetahuan masyarakat.
Keadaan Demografis
Berdasarkan Laporan Bulanan Kependudukan, jumlah penduduk
Kecamatan Bogor Utara sampai bulan Nopember 2008 adalah 34.262
Kepala Keluarga terdiri atas 136.258 jiwa dengan perincian sebagai
berikut, WNI berjenis kelamin laki-laki sejumlah 69.051 jiwa dan
perempuan sebanyak 67.207 jiwa. Jumlah keseluruhan WNI yang
tinggal di Kecamatan Bogor Utara ialah 136.258 jiwa. Sedangkan warga
negara asing atau WNA dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah
sembilan jiwa dan perempuan ada dua jiwa dengan total keseluruhan
adalah 11 jiwa (Pemerintah Kota Bogor 2008).
Kelompok Posyandu
Kelompok sosial yang berada di Kelurahan Tegal Gundil
khususnya untuk ibu-ibu antara lain Kelompok PKK, Kelompok
Posyandu, Kelompok Pengajian dan Arisan. Empat Kelompok Posyandu
yang berada di Kelurahan Tegal Gundil yakni Posyandu Pisang A,
Posyandu Pisang B, Posyandu Nangka A dan Posyandu Nangka B
merupakan kelompok posyandu yang dijadikan subyek penelitian.
Kelompok ini merupakan kelompok sosial dari Ibu-ibu yang berdomisili
di RW 02, 05 dan 11.
Karakteristik Individu
Jumlah responden yang diteliti sebanyak sembilan puluh (90)
orang ibu rumah tangga kelompok Posyandu terdiri atas lima kelompok
perlakuan (K1, K2, K3, K4, K5) dan satu kelompok kontrol (K0).
Karakteristik individu responden yang diamati dalam penelitian ini
adalah umur, pendidikan dan pendapatan (Tabel 1). Sedangkan
pekerjaan, jumlah keluarga, lama tinggal dan asal daerah dijadikan
sebagai unsur tambahan informasi jika diperlukan dalam menjelaskan
latar belakang permasalahan. Adapun variabel motivasi dilihat dari
keseluruhan kelompok responden dengan membagi dua kategori yakni
motivasi rendah dan tinggi, dimana terdapat 44 orang (48%) memiliki
motivasi rendah dan 46 orang (52%) bermotivasi tinggi terhadap
kesehatan dan lingkungan.
Menengah SMP/SMA 60 60 13 7 13 27
Perguruan Diploma/Sarjana
Tinggi
Pendapatan
(Rp): 155.000 - 1.900.000 40 80 93 93 67 80
Rendah 2.000.000 - 33 20 0 7 20 20
Sedang 4.900.000 27 0 7 0 13 0
5.000.000 -
Tinggi
10.000.000
Pekerjaan:
Tidak bekerja Ibu RT, pensiunan 93 87 87 100 93 80
Bekerja PNS, swasta, 7 13 13 0 7 20
buruh
Jumlah
keluarga: 2 4 orang 73 60 47 67 60 33
Kecil 5 12 orang 27 40 53 33 40 67
Besar
Lama tinggal:
Belum lama 1 5 tahun 33 7 0 13 0 27
Cukup lama 6 19 tahun 60 0 33 20 7 46
Lama 20 64 tahun 7 93 67 67 93 27
Asal daerah:
Bogor Tinggal sejak lahir 0 93 67 80 73 7
Luar Bogor Pendatang 100 7 13 20 27 93
Keterangan: N = 15
adalah 0,330; 0,458 dan 0,330, artinya semakin tua usia masyarakat
maka peningkatan pengetahuan juga akan semakin tinggi, demikian
juga jika pendidikan semakin tinggi dan pendapatan semakin tinggi
maka peningkatan pengetahuan juga akan semakin tinggi.
Variabel motivasi dianggap tidak berperan terhadap variabel
peningkatan pengetahuan karena memiliki skor -0,027 (nilai-p > 0,05).
Hal ini disebabkan oleh kondisi di lapangan bahwa mayoritas
responden tidak memiliki pekarangan atau halaman untuk menanam
pohon sehingga motivasi tinggi terhadap lingkungan tidak diimbangi
dengan keingin untuk menanam pohon dan pengetahuan yang
memadai tentang budidaya tanaman. Hasil analisis korelasi
karakteristik individu yang terdiri dari umur, pendidikan dan
pendapatan telah menjawab hipotesis keempat (H 4), bahwa faktor
karakteristik individu berperan terhadap peningkatan pengetahuan
kecuali motivasi.
Saran
Saran yang perlu diperhatikan bagi para pembuat pesan media
cetak dan peneliti lainnya adalah: (1) media folder yang disertai obyek
tanaman Zodia dapat dijadikan acuan yang sangat baik sebagai media
dalam menyampaikan informasi tentang Zodia tanaman pengusir
nyamuk dan sangat tepat jika disampaikan kepada ibu rumah tangga
yang berpendidikan menengah ke atas, (2) media poster-kalender yang
disertai tanaman Zodia maupun tidak, juga dapat dijadikan alternatif
yang tepat sebagai media dalam menyampaikan informasi tentang
Zodia tanaman pengusir nyamuk dan sangat cocok jika disampaikan
kepada ibu rumah tangga yang berpendidikan rendah setingkat SD, (3)
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat pengaruh pada
perubahan sikap dan perilaku masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
[DKK] Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2009. Distribusi Kasus dan
Kematian DBD Tahun 2009 di Kota Bogor. Bogor. DKK.
[RHI] Rukyatul Hilal Indonesia. 2008. Sistem Kalender Dunia.
http://www.rukyatulhilal.org/kalender.html [30 Oktober 2008].
Adam ME. 1988. Agricultural Extension in Developing Countries. First
Edition. Singapore: Longman Singapore Publisher Pte Ltd.
Adawiyah SE. 2003. Pengaruh media komunikasi HIV/AIDS berbentuk
booklet dan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan
mahasiswa perguruan tinggi swasta di DKI Jakarta [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana IPB.
Auter J. 2007. Difusion of the Concept that the Internet is Good via
Television: How CNET Tech Briefs Helped Shape American Views
about the Internet.
http://www.acjournal.org/holdings/vol19/winter/articles/cnet.html
[23 Oktober 2008].
Bangun SI. 2001. Kajian jenis grafis dan warna pada buklet panduan
pewarnaan bunga potong sedap malam untuk keterampilan
petani Desa Garokgek, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten
Purwakarta [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Berlo DK. 1960. The Process of Communication: An Introduction to
Theory and Practice. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
358
ABSTRACT
The limited of agricultural human capital and social capital capacity are the causes of
limited ability of accessing Indonesian agricultural to face the global competition. The
low farmer education level causing limited farmers capacity in information
management and technology adoption resulting the low product quality. At the
extension level, these problems are limited extension workers availability in quantities
and qualities. Besides the low of basic capability, the most of extension workers do
not hae adequate mental capacity, especially related to integrity, communication skills,
morally and ethic capacity. At the policy makers level, still many areas which the
institutions hae not yet mapping of agriculture resource in area comprehensively and
have careful in making its exploiting concept. Besides owning high technical ability,
agriculture human resource as being capital and social resource also have a quality of
adequate mentally and spiritual, and also have share values, rules, personal
relationships, trust, and common sense about community responsibilities. To be
agricultural sector gain strength in supporting national development, agricultural
sector need an appropriate communication pattern for supporting the agricultural
human resource improvement at each agricultural development level. Communication
pattern that to improve the agricultural human and social capital base on the
convergen-interractional communication pattern through knowledge sharing model.
This model is appropriate to both human resource at agricultural staff and farmers
level. Through information and communication technology (ICT) application and
proactive role within various institutions in Ministri of Agriculture, effort to realize
agriculture information network reach farmer storey level can be realized.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat
penting dalam pencapaian tujuan suatu bangsa. Dalam menyongsong
era globalisasi dan era informasi, setiap bangsa memerlukan SDM yang
memiliki keunggulan yang prima, yaitu manusia yang memiliki kualitas
di samping menguasai iptek juga harus memiliki sikap mental dan soft
skill sesuai dengan kompetensinya. SDM yang besar harus dapat
diubah menjadi suatu aset yang bermanfaat bagi pembangunan
bangsa. Oleh karena itu, berbagai keahlian, keterampilan, dan
kesempatan harus dibekalkan kepada SDM sesuai kemampuan biologis
dan rohaninya. Tindakan yang cermat dan bijaksana harus dapat
Permasalahan
Rendahnya kapasitas SDM pertanian merupakan salah satu
penyebab kurang mampunya pertanian Indonesia dalam menghadapi
persaingan global. Oleh karena itu, agar sektor pertanian semakin
kuat dalam mendukung pembangunan nasional, diperlukan pola
komunikasi yang tepat untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM
pertanian di setiap lini pembangunan pertanian. Berkaitan dengan hal
tersebut, terdapat beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana teori dan pendekatan pengembangan SDM dalam
konsep SDM sebagai human capital dan social capital?
2. Bagaimana kriteria kualitas modal manusia dan sosial pertanian
yang dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja pembangunan
nasional?
362
Tujuan
Kajian ini disusun dengan tujuan untuk:
1. Mempelajari teori dan pendekatan pengembangan SDM pertanian
dalam konsep SDM sebagai human capital dan social capital;
2. Menganalisis kriteria modal manusia dan sosial pertanian yang
berkualitas dalam meningkatkan kinerja pembangunan nasional;
3. Merumuskan pola komunikasi untuk mendukung peningkatan
kapasitas modal manusia dan sosial pertanian di setiap lini
pembangunan pertanian.
KAJIAN TEORITIS
Modal Manusia dan Sosial
SDM adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik
yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan
dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh
keinginan untuk memenuhi kepuasannya. SDM juga dapat diartikan
sebagai potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk
mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan
transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh
potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan
kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan.
SDM adalah kekayaan lembaga/institusi yang menjadi faktor
penentu keberhasilan aktivitas lembaga. Program yang cemerlang
atau sarana prasarana yang canggih tidak akan memberikan manfaat
yang berarti bagi lembaga apabila tidak didukung oleh ketersediaan
SDM yang berkualitas. Sebagai manusia, SDM memiliki pikiran,
perasaan, dan perilaku tertentu yang melandasi motivasi, sikap,
loyalitas, pemahaman peran, komitmen dan kepuasannya dalam
bekerja (Istijanto 2008).
Konsep SDM menjadi landasan dalam merancang berbagai
strategi pengembangan manusia. Banyak nama proyek dan program
dalam pembangunan menggunakan frasa pengembangan SDM.
Dalam konsep SDM ini, diasumsikan bahwa manusia dapat
dikembangkan sebagai individu demi indvidu. Jika individu-individu
dalam masyarakat berpendidikan baik, sehat dan memiliki motivasi
tinggi; maka diyakini akan mampu mendorong perubahan. Konsep
SDM tersebut masih mengandung kelemahan karena manusia lebih
dipandang sebagai obyek ekonomi, atau sebagai kapital agar
ekonomi suatu perusahaan (maupun sebuah wilayah) berkembang.
Agar manusia dapat dilihat secara lebih utuh, maka satu lagi alat
yang dibutuhkan adalah menambahkan konsep social capital
(modal sosial). Hanya dengan memadukan konsep human capital dan
363
Andragogi
Andragogi dipandang sebagai seni dan sains yang digunakan
untuk membantu orang dewasa dalam pembelajaran. Konsep
andragogi didasarkan pada beberapa asumsi atau prinsip
pembelajaran bagi orang dewasa yang netral. Sebagai tambahan pada
beberapa prinsip pembelajaran bagi orang dewasa yang netral,
364
dapat muncul dalam suatu basis yang seolah dialami sendiri melalui
observasi terhadap perilaku orang lain dan konsekuensinya terhadap
perilaku. Gibson (2004) mengemukakan empat elemen utama dari
teori Bandura: (a) Proses belajar observatif, (b) Determinisme timbal-
balik, (c) Regulasi diri, dan (d) Kemampuan diri. Elemen yang pertama,
proses observatif atau pembelajaran sosial, memuat empat
komponen: perhatian, ingatan atau memori, produksi perilaku dan
motivasi. Elemen yang kedua, determinisme timbal-balik, menunjukkan
suatu proses di mana perilaku, kognisi dan faktor personal lainnya dari
seorang pelajar berinterksi dengan pengaruh lingkungan. Teori tersebut
menyatakan bahwa baik faktor lingkungan maupun individual saling
mempengaruhi satu sama lain. Elemen yang ketiga, regulasi diri,
merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan seseorang untuk
mengatur perilaku dirinya sendiri dengan menggambarkan
konsekuensi kebangkitan diri. Elemen yang keempat, kemampuan diri,
adalah kepercayaan seseorang pada kemampuannya untuk
menunjukan suatu perilaku di dalam situasi tertentu dengan sebaik-
baiknya.
Sekalipun hampir semua konsep pembelajaran sosial (kognitif)
cenderung sesuai dengan teori belajar holistik, ada satu konsep
terbaru yang menawarkan suatu perspektif pembelajaran bagi orang
dewasa yang lebih luas. Teori pembelajaran sosial (kognitif)
memadukan sejumlah proses kognitif ke dalam alasan mengapa
seseorang belajar, teori pembelajaran sosial (kognitif) memfokuskan
diri pada domain pengetahuan praktis/implisit dan kemudian tidak
sepenuhnya dapat mengarahkan pembelajaran kepada dua domain
pengetahuan lainnya. Orang tidak dapat belajar hanya dengan
mengamati (merujuk pada model belajar partisipatif dalam teori
belajar holistik) namun juga melalui berpikir dan dipengaruhi. Kedua,
teori pembelajaran sosial (kognitif) tidak mampu menjelaskan ketiga
sisi pengetahuan dan peran relatifnnya masing-masing.
Pedagogi kritis
Pedagogi kritis merupakan suatu bentuk pendidikan orang
dewasa yang berakar pada teori kritis. Teori kritis menyatakan bahwa
pembelajara tidak semata-mata berkisar pada proses mental atau
teknis guna memecahkan permasalahan dengan tujuan produktivitas
dan efisiensi. Pedagogi kritis berpendapat bahwa pembelajaran bagi
orang dewasa bukan sekedar proses individual, namun juga proses
sosial dan politis (Cunningham 2004). Pedagogi kritis menganggap
pengetahuan bukan suatu entitas netral, namun merupakan suatu
perangkat yang telah terbangun secara sosial dan politis. Ada beragam
konseptualisasi yang berbeda di dalam pendidikan pedagogi kritis, dan
tiga tema utamanya dapat ditemukan di antara beragam
konseptualisasi tersebut, termasuk di antaranya kelas sosial, kekuatan
dan pengekangan, pengetahuan dan kebenaran (Merriam & Cafarella
1999). Pola pertama menggambarkan perhatian terhadap ketimpangan
sosial yang tercermin dalam ras, gender dan kelas sosial dan ekonomi.
Tema ini menyarankan diselenggarakannya berbagai pengkajian politik
dan ekonomi terhadap pembelajaran dan pendidikan. Tema kedua
menganggap bahwa ketimpangan sosial merupakan hasil dari
kekuatan sistem yang hegemonik. Pedagogi kritis berniat membekali
mereka yang dikekang oleh kekuatan sistem yang ada, semacam
perusahaan multinasional atau lembaga pemerintah yang berkuasa,
dengan diskursus rasional tentang sumber kekuatan, pengetahuan dan
pengekangan. Tema ketiga dari pedagogi kritis berada pada sifat dasar
pengetahuan dan kebenaran. Tema ini menganggap bahwa
pengetahuan telah terkontruksi secara sosial dan bahwa kebenaran itu
relatif. Beberapa pendukungnya bahkan lebih jauh lagi menganggap
bahwa tidak ada satu pun kebenaran atau realitas yang bebas dari
jangkauan manusia. Pandangan pedagogi kritis yang menyatakan
bahwa pembelajaran bukan sekedar suatu proses psikologis dari
367
R Recency
Hukum dari Recency menunjukkan kepada kita bahwa sesuatu
yang dipelajari atau diterima pada saat terakhir adalah yang paling
diingat oleh peserta/partisipan. Ini menunjukkan dua pengetian yang
terpisah di dalam pendidikan. Pertama, berkaitan dengan isi (materi)
pada akhir sesi dan kedua berkaitan dengan sesuatu yang segar
dalam ingatan peserta. Pada aplikasi yang pertama, penting bagi
pelatih untuk membuat ringkasan (summary) sesering mungkin dan
yakin bahwa pesan-pesan kunci/inti selalu ditekankan lagi di akhir
375
A: Appropriateness (Kesesuaian)
Hukum dari appropriatenes atau kesesuaian mengatakan kepada
kita bahwa secara keseluruhan, baik sistem pembelajaran, informasi,
alat-alat bantu yang dipakai, studi kasus -studi kasus dan material-
material lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan
peserta/partisipan. Peserta akan mudah kehilangan motivasi apabila
fasilitator gagal dalam mengupayakan agar materi relevan dengan
kebutuhan mereka. Selain itu, fasilitator harus secara terus menerus
memberi kesempatan kepada peserta untuk mengetahui bagaimana
keterkaitan antara informasi-informasi baru dengan pengetahuan
sebelumnya yang sudah diperolah peserta, sehingga kita dapat
menghilangkan kekhawatiran tentang sesuatu yang masih samar atau
tidak diketahui.
M: Motivation (motivasi)
Hukum dari motivasi mengatakan kepada kita bahwa
partisipan/peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap
untuk belajar dan harus punya alasan untuk belajar. Fasilitator
menemukan bahwa apabila peserta mempunyai motivasi yang kuat
untuk belajar atau rasa keinginan untuk berhasil, dia akan lebih baik
dibanding yang lainnya dalam belajar. Pertama-tama karena motivasi
dapat menciptakan lingkungan (atmosphere) belajar menjadi
menyenangkan. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian
(appropriateness) tersebut dan mengabaikan untuk membuat material
relevan, kita akan secara pasti akan kehilangan motivasi peserta.
F: Feedback (Umpan-Balik)
Hukum dari feedback atau umpan-balik menunjukkan kepada
kita, baik fasilitator dan peserta membutuhkan informasi satu sama
lain. Fasilitator perlu mengetahui bahwa peserta mengikuti dan tetap
menaruh perhatian pada apa yang disampaikan dan sebaliknya
peserta juga membutuhkan umpan balik sesuai dengan
penampilan/kinerja mereka.
Penguatan juga membutuhkan umpan-balik. Jika kita
menghargai peserta (penguatan yang positif) untuk melakukan hal-hal
yang tepat, kita mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar agar
mereka mengubah perilakunya seperti yang kita kehendaki. Waspada
juga bahwa terlalu banyak penguatan negatif mungkin akan
menjauhkan kita memperoleh respon yang kita harapakan.
E. Exercise (Latihan)
Hukum dari latihan mengindikasikan bahwa sesuatu yang
diulang-ulang adalah yang paling diingat. Dengan membuat peserta
melakukan latihan atau mengulang informasi yang diberikan, kita
dapat meningkatkan kemungkinan mereka semakin mampu mengingat
informasi yang sudah diberikan. Yang terbaik adalah jika pelatih
377
dilakukan tanpa adanya komunikasi lebih dari satu arah. Semua sarana
tersebut sebenarnya memiliki unsur utama yaitu story-telling
(bercerita). Semua personal yang terlibat diharapkan memberikan
kontribusinya dengan menceritakan pemikiran, ide atau
pengalamannya. Apalagi dalam konteks sharing pengetahuan terkait
pengetahuan lokal atau indigenous knowledge (IK), dimana salah
satu karakteristiknya adalah disebarkan secara oral, story-telling
menjadi jembatan agar pengetahuan oral tersebut dapat dikodifikasi
dan menjadi pengetahuan tertulis.
Model knowledge sharing ini tidak hanya sesuai untuk SDM dalam
kategori aparatur pertanian, namun juga sesuai untuk petani. Hanya
saja, model knowledge sharing yang diimplementasikan bagi petani di
lapangan mekanismenya perlu lebih disederhanakan. Hal ini dilandasi
oleh adanya kenyataan bahwa petani menggunakan berbagai sumber
informasi untuk mendapatkan inovasi yang diperlukan dalam
mengelola usahataninya. Gagasan tersebut yang melandasi konsep
sistem pengetahuan dan informasi pertanian atau agricultural
knowledge and information system (AKIS) yang dirumuskan sebagai:
peningkatan keserasian antar pengetahuan, lingkungan, dan teknologi
yang diperlukan melalui sinergi dari berbagai pelaku, jejaring kerja,
dan lembaga yang akan menciptakan proses kesinambungan dalam
transformasi, transmisi, dokumentasi (documentation), pencarian
informasi (search), pemanggilan (retrieval), integrasi, difusi, serta
pemanfaatan bersama (sharing) inovasi. Dengan demikian, untuk
mengelola usahataninya dengan baik, petani memerlukan berbagai
sumber inovasi (van den Ban & Hawkins, 1999), antara lain: 1)
Kebijakan pemerintah; 2) Hasil penelitian dari berbagai disiplin ilmu; 3)
Pengalaman petani lain; dan 4) Informasi terkini mengenai prospek
pasar yang berkaitan dengan sarana produksi dan produk pertanian.
Sistem pengetahuan dan informasi pertanian tersebut dapat
berperan dalam membantu petani dengan melibatkannya secara
langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga mampu
memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di
lapangan. Peningkatan efektifitas jejaring pertukaran informasi antar
pelaku agribisnis terkait merupakan aspek penting untuk mewujudkan
sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan TIK
serta peran aktif berbagai institusi dalam lingkup Departemen
Pertanian, upaya untuk mewujudkan jaringan informasi bidang
pertanian sampai di tingkat petani dapat diwujudkan. Keberhasilan
proses knowledge sharing sangat bergantung pada peran aktif dari
berbagai institusi terkait lingkup Departemen Pertanian untuk
mengembangkan jaringan informasi pertanian di setiap lini pelaku
pembangunan pertanian.
KESIMPULAN
Modal manusia adalah kekayaan lembaga/institusi yang menjadi
aktor penentu keberhasilan aktivitas lembaga atau masyarakat. Dalam
menghadapi era globalisasi dan era informasi, setiap bangsa
380
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. 2005. Sumber Daya Manusia Pertanian yang Amanah.
Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian,
Departemen Pertanian.
Alderfer CP. 1969. An empirical test of a new theory of human needs.
Organizational Behavior and Human Performance, 4, 142175.
Awang M. 2008. Sumber Daya Manusia dalam Revitalisasi Pertanian.
http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/27/sumberdaya
-manusia-dalam-revitalisasi-pertanian/.
Berger P, Luckmann T. 1966. The Social Construction of Knowledge.
London: Penguin.
Cole K. 2005. Management, Theory and Practice. Australia: Pearson
Education. dalam Tb.Sjafri Mangkuprawira. 2008.Horison:Bisnis,
Manajemen, dan SDM. IPB Press. Bogor.
DeGraf J, Lawrence KA. 2002. Creativity at Work: Developing The
Right Practices to Make Innovation. John Wiley & Sons.
Deptan. 2008. Penyelenggaraan Pendidikan Pertanian pada
Departemen Pertanian. [terhubung berkala] 3 November 2008.
381
ABSTRACT
Effective communication can influence receiver attitude in order to accept innovation
while its effectivity will decline by various factors. This research is design to describe
individual characteristics and communication activities, communication barriers of
cattle farmer in Ogan Ilir District, to analyze correlation of individual characteristics
and communication activity to communication barrier and to analyze correlation
between individual characteristics to communication activity of cattle farmer in Ogan
Ilir Regency. The results were 1) Cattle farmers individual characteristics generally
middle aged, elementary school graduated, low income, less experienced in cattle
raising, low cosmopolite and good knowledge of cattle raising. While highest score in
communication activity were communication methods, followed by group engagement,
communication direction, communication intensity and information seeking
respectively, 2) the most communication barrier felt by farmers are attention and
friendliness, followed by prejudice, expectation gap and needs gap, 3) Generally, there
was significant correlation between individual characteristics to communication barrier
for experience, cosmopolite and knowledge level, 4) there was significant correlation
between communication activity to communication barriers and 5) generally, there was
significant correlation between individual characterstics with communication activity
for age, education, income, experience, cosmopolite and knowledge level. Based on
the result, it is concluded that there was significant correlation between farmer factor
and communication activity to communication barrier in order to improve productivity
cattle farmers in Ogan Ilir Regency.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar
sebagai negara penghasil produk peternakan. Daging, telur dan susu
merupakan produk peternakan sumber protein hewani utama yang
berasal dari ternak ruminansia dan unggas. Produktivitas ternak
dipengaruhi oleh tiga hal yaitu bibit (breeding), pakan (feeding) dan
tata laksana pemeliharaan (management). Daya dukung lahan dan
ketersediaan pakan merupakan faktor yang menjadi pembatas dan
pendukung pada beberapa jenis ternak. Pengembangan usaha
subsektor peternakan perlu didasarkan pada peluang dan kesempatan
yang dimiliki suatu wilayah dengan sumber daya yang tersedia dan
mengacu pada penggunaan sumber daya yang optimal, keunggulan
komparatif wilayah maupun keunggulan kompetitif komoditas.
Pengembangan subsektor peternakan diarahkan untuk mewujudkan
peternakan yang berwawasan maju, efisien dan tangguh, kompetitif,
mandiri dan berkelanjutan, berbasis perdesaan dengan memanfaatkan
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan
penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja faktor karakteristik individu dan aktivitas komunikasi yang
ada pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir?
2. Seperti apa hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan
peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir?
386
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, Penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Mendeskripsikan faktor karakteristik individu dan aktivitas
komunikasi yang ada pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan
Ilir.
2. Mendeskripsikan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan
peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.
3. Menganalisis hubungan antara faktor karakteristik individu dan
aktivitas komunikasi dengan hambatan-hambatan komunikasi yang
dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.
4. Menganalisis hubungan antara faktor karakteristik individu dengan
aktivitas komunikasi pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan
Ilir.
Hipotesis
H1 Terdapat hubungan nyata antara faktor karakteristik individu
peternak dengan hambatan-hambatan komunikasi yang
dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.
H2 Terdapat hubungan nyata antara aktivitas komunikasi dengan
hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi
potong di Kabupaten Ogan Ilir.
H3 Terdapat hubungan nyata antara faktor karakteristik individu
peternak dengan aktivitas komunikasi.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei yang bersifat
deskriptif korelasional yaitu untuk mengetahui hubungan yang terjadi
dari peubah-peubah yang diteliti serta menjelaskan hubungan antar
peubah.
Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif, dimana
data dari hasil penelitian dikumpulkan, dianalisis dan disajikan secara
deskriptif dalam bentuk frekuensi, rataan skor, total rataan skor,
persentase dan tabel distribusi, sementara untuk melihat hubungan
antar peubah menggunakan analisis statistik inferensial yaitu dengan
menggunakan rumus korelasi Tau Kendall yang pengolahan datanya
menggunakan program SPSS 15 for windows.
Aktivitas
Komunikasi
Intensitas komunikasi 2,29 4
Metode komunikasi 2,57 1
Pencarian informasi 2,09 5
Keterlibatan dalam 2
2,49
kelompok
Arah komunikasi 2,41 3
Keterangan: * 1,00 1.75 = sangat rendah, 1,76 2,50 = rendah, 2,51
3,25 = sedang dan 3,26 4,00 = tinggi
Hambatan-Hambatan Komunikasi
Penelitian ini meminta peternak untuk memberikan pernyataan
mengenai hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan mereka.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan
dihitung dengan nilai rataan skor terbobot. Faktor kendala yang
mendapat nilai rataan skor terbobot tertinggi adalah faktor kendala
dalam komunikasi yang paling dirasakan oleh peternak sapi potong di
Kabupaten Ogan Ilir. Hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan
peternak sapi potong secara lengkap dapat di lihat pada Tabel 3.
Kekosmopolita - - - -
- 0,095
n 0,243** 0,478** 0,450** 0,400**
Tingkat - - - -
- 0,522**
Pengetahuan 0,303** 0,217** 0,497** 0,525**
Keterangan: *
berhubungan nyata (p<0,05) = korelasi
Tau Kendall
**
berhubungan sangat nyata (p<0,01)
391
Keterangan: *
berhubungan nyata (p<0,05) = korelasi Tau
Kendall
**
berhubungan sangat nyata (p<0,01)
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disarankan hal-hal
sebagai berikut:
1. Perlu adanya kegiatan pelatihan motivasi untuk peternak, agar
peternak memahami usahaternak yang mereka lakukan memiliki
nilai ekonomi sehingga semangat peternak dapat lebih ditingkatkan
dalam pencarian informasi budidaya sapi potong.
2. Perlu adanya pemberian contoh-contoh yang nyata dari pembina
dalam pemberian materi budidaya sapi potong, agar peternak
merasa lebih diperhatikan usahaternaknya sehingga hambatan
komunikasi yang disebabkan faktor perhatian dapat dikurangi.
3. Perlu adanya peningkatan frekuensi pertemuan antara pembina dan
peternak, tidak hanya pada kegiatan kelompok ternak (pemberian
materi budidaya sapi potong) tetapi juga pada kegiatan sosial
peternak yang ada dilingkungannya, agar peternak merasa dekat
dengan pembina sehingga hambatan komunikasi yang disebabkan
faktor keakraban dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
400
ABSTRACT
Formative and positioning theories are the critique of structuralism and critical theory.
In the formative perspective and gender positioning, there is a consequence of the
semiotic practices, as a sign of deviation patterns of adaptation and negotiation
position of a subject. Participation of the performance of gender can be done through
mimicry and subversion rhetoric and understanding the intersection of gender with
race, class, sexuality, ethnicity, and nationality. According to formative theory, gender
or sexuality oppression is more of an ideological oppression and representation.
Formative and positioning theories describe the relationship between subjects,
discourses, practices, and position. The development of post structuralism theory
manifests a constellation of challenges and new methodologies and adapts into a
feminist critique of structuralism with methodological theory and new horizons,
especially Post-Structuralism Discourse Analysis (PDA), which is directed at the meso
level and the conversation focused on understanding the structure of actions speaking
(words and deeds) which is limited by reference to social forces. PDA and then
developed into a Post-Structuralism Feminist Discourse Analysis (FPDA). Forms of
participatory development communication perspective in the perspective of gender
performance and positioning theory state that the concept of empowerment of women
in development is more focused on the patterns of conversation, dialogue and dialectic
process that includes grassroots forum for dialogue, a new function of participatory
communications on media, knowledge sharing on an equal footing, and Development
Support Communication Model (DSC).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesetaraan gender sering diucapkan oleh para aktivis sosial,
kaum feminis, politikus, bahkan oleh para pejabat negara. Istilah
kesetaraan gender dalam tatanan praktis hampir selalu diartikan
sebagai kondisi ketidaksetaraan yang dialami oleh para wanita. Oleh
karena itu, istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-
istilah diskriminasi terhadap perempuan, subordinasi, penindasan,
perlakuan tidak adil dan semacamnya (Megawangi 1999).
Terdapat dua kelompok besar dalam diskursus feminisme
mengenai konsep kesetaraan gender, dan keduanya saling bertolak
belakang. Pertama adalah sekelompok feminis yang mengatakan
bahwa konsep gender adalah konstruksi sosial, sehingga perbedaan
perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran
dan perilaku gender dalam tatanan sosial. Namun ada juga sekelompok
feminis lainnya yang menganggap perbedaan jenis kelamin akan selalu
Permasalahan
Komunikasi pembangunan dalam perspektif gender selama ini
masih belum banyak dikembangkan dan dikaji secara mendalam,
khususnya berdasarkan pandangan Post-Structuralist dari perspektif
teori performance dan positioning. sebagai salah satu pandangan dari
teori Post-Structuralist. Beberapa permasalahan yang muncul terkait
dengan kajian komunikasi pembangunan dalam perspektif gender ini
adalah:
1. Bagaimana pandangan post-structuralist khususnya dari perspektif
teori performance dan teori positioning dalam komunikasi gender?
2. Bagaimana aplikasi Post-structuralist Discource Analysis dalam
komunikasi gender?
3. Bagaimana aplikasi teori performance dan positioning dalam
komunikasi pembangunan?
Tujuan
Penulisan makalah ini secara umum ditujukan untuk memahami
konsep komunikasi gender melalui analisis teori performance dan
positioning yang termasuk dalam pandangan post-structuralist. Secara
khusus, tujuan makalah ini adalah:
1. Me-review pandangan post-structuralist khususnya dari perspektif
teori performance dan teori positioning dalam komunikasi gender.
404
suatu kelahiran anak perempuan dengan teriakan Its a girl (Livia &
Hall 1997). Secara khusus, premis dan perspektif teori Performance
dan Positioning dalam komunikasi gender adalah sebagai berikut:
1. Gender adalah tidak hanya sekedar sebuah sumber dari identitas
dan bahasa tetapi lebih dari itu merupakan sebuah konsekuensi
sebuah tindakan yang dilakukan atau sebuah efek dari praktek-
praktek semiotik.
2. Gender adalah sebuah pertanda performativitas dengan efek
keganjilan, oleh apa yang kita sebut sebagai penyimpangan dari
pola adaptasi dan negosiasi posisi suatu subyek.
3. Kita berperan serta dalam performan gender dengan sebuah retorika
mimikri (peniruan) dan subversi.
4. Pengertian gender berinterseksi dengan pengertian ras, klas,
seksualitas, etnisitas dan nasionalitas.
Teori performativitas dikembangkan oleh Butler di awal tahun
90-an. Butler mengatakan bahwa tidak ada identitas gender di balik
ekspresi gender. Identitas dibentuk secara performatif, diulang-ulang
hingga tercapai identitas yang asli sebagaimana disampaikan dalam
bukunya yang berjudul Gender Trouble (Salih 2002):
Gender is the repeated stylization of the body, a set of repeated
acts within a highly rigid regulatory frame that congeal over time to
produce the appearance of substance, of a natural sort of being.
Gender tidak hanya sekedar sebuah proses, tetapi gender adalah
sebuah tipe proses tertentu dari seperangkat aktivitas yang diulang-
ulang dalam batas-batas kerangka yang mengatur dalam tingkatan
yang tinggi (a set of repeated acts within a highly regulatory frame).
Byrne (2000) menyatakan bahwa buku Butler yang berjudul
Gender Trouble berhubungan dengan penelitian bagaimana kategori
gender dihasilkan oleh rejim diskursif dari pada sebagai kategori
ontologi. Kategori dari laki-laki, perempuan, heteroseksual,
homoseksual bukan merupakan karakteristik yang penting atau yang
tidak dapat dipisahkan tetapi merupakan efek dari sebuah kekuatan
formulasi yang spesifik. Butler perhatian terhadap cara dalam mana
tubuh (body) secara diskursif terbentuk.
Identitas terbentuk secara performatif melalui berbagai ekspresi
tersebut yang selama ini dianggap sebagai hasilnya. Bentuk
seksualitas ini direproduksi dan dinaturalkan dengan imitasi yang
berulang-ulang (reiterative imitations), yang beroperasi melalui
devaluasi, stigmatisasi dan abnormalisasi praktek seksual lainnya
karena statusnya yang selalu terancam. Butler (Salih 2002) menulis:
Imitasi merupakan inti proyek heteroseksual dan binerisme
gendernya, bahwa drag bukanlah imitasi sekunder yang
mengasumsikan sebuah gender yang asli, melainkan heteroseksualitas
yang hegemonik itu sendiri adalah upaya yang konstan dan berulang-
ulang untuk menyerupai yang diidealkan. Bahwa imitasi ini harus
diulang-ulang, diproduksinya praktek-praktek yang mempatologikan
dan sains yang menormalkan secara besar-besaran untuk
menghasilkan dan membuktikan klaimnya tentang originalitas dan
406
KESIMPULAN
Pandangan post-structuralist dari perspektif teori performativitas
dalam komunikasi gender dinyatakan bahwa gender dan seksualitas
menentukan batas-batas maskulinitas dan feminisme, menentukan
norma-norma pergaulan antar gender yang berbeda-beda dan pada
gilirannya meneguhkan patriarki dan heteronormativitas.
Ketertindasan gender atau seksualitas lebih dipahami sebagai
ketertindasan secara ideologis dan representatif, daripada kondisi
material penindasan itu sendiri. Materialitas ideologi dan materialitas
di luar representasi dikesampingkan. Sedangkan dari perspektif teori
posisioning dalam komunikasi gender menggambarkan hubungan
antara subyek, diskursus, praktek dan posisi. Kemungkinan pilihan
berasal dari keberadaan berbagai diskursus dan (perbedaan yang
diterima) dan juga pada posisi konflik dalam hubungan, situasi dan
konteks yang berbeda.
Perkembangan post strukturalisme juga memanifestasikan
konstelasi teori dan metodologi baru yang menantang dan
diadaptasikan oleh feminis ahli komunikasi dalam sebuah kritik
strukturalisme dengan teori dan horison metodologikal baru,
khususnya terkait dengan Post-Structuralist Discourse Analysis (PDA).
Kecenderungan dalam PDA adalah berakar dari alasan hubungan
antara diskursif psikologi dan psikolinguistik sebagai positioning
analysis (analisis posisi). Posisioning diperagakan pada tingkatan
diskursus yang berbeda, pada tingkatan mikro dari pembentukan tata
bahasa dan kalimat dan pada tingkatan meso dari percakapan,
bercerita dan hubungan sosial; serta pada tingkatan makro terhadap
skemata aestetik, diskursif repertoir dan idiom. Kerangka kerja PDA
terutama diarahkan pada tingkatan meso dan difokuskan pada
pemahaman percakapan sebagai sebuah struktur tindakan
berbicara, sebagai perkataan dan perbuatan dari tipe yang dibatasi
oleh referensinya terhadap kekuatan sosial. PDA selanjutnya
dikembangkan menjadi Feminisme Post-Structuralist Discourse
Analysis (FPDA).
Bentuk-bentuk komunikasi pembangunan yang partisipatif
berwawasan gender dalam konsep pemberdayaan mencakup forum
dialog akar rumput (grassroots dialog forum), fungsi baru komunikasi
pada media partisipatif (participatory media), berbagi pengetahuan
secara setara (knowledge-sharing on a co-equal basis) dan model
komunikator pendukung pembangunan (Development Support
Communication). Dialog akar rumput (grassroots dialog) didasarkan
atas kaidah partisipasi untuk mempertemukan sumber dan agen
perubahan langsung dengan masyarakat. Metode yang digunakan
adalah penyadaran (conscientization) melalui dialog dan dialektika.
Lebih jauh lagi masyarakat diajak untuk merumuskan permasalahan
dan menemukan pemecahannya sekaligus pelaksanaan kegiatan
dalam upaya pemecahan permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA
420
ABSTRACT
The objectives of this research are: (1) to understand the communication process in
Agribusiness Clinics service, (2) to analyze the level of Agribusiness Clinic
communication effectiveness, (3) to analyze relationship between characteristics
factors, farmers perception about field extension agent with communication process
in Agribusiness Clinics service and (4) to analyze relationship between characteristics
factors, farmers perception about field extension agent and communication process in
Agribusiness Clinics service with Agribusiness Clinic communication effectiveness.
This research designed as the description correlation for 70 farmers. Data was
analyzed by rank Spearman statistical test. The research results showed: (1) the
communication process in Agribusiness Clinics service consists of consultancy/service,
discussion, technical construction, printed media and location in farmers good
perception, (2) communication in Agribusiness Clinic is effective because can be
transmitted relevant information and satisfying members, (3) some individual
characteristics have a significant and high significant correlation with effectiveness of
communication are: formal education, level of cosmopolite and nonformal education
except age negatively. The farmers perception about the field extension agent is in
good category, only in writing/verbal communication skill and ability to send
information in enough category and generally farmers perception about the field
extension agent is in high correlation with Agribusiness Clinics service, and (4) the
formal education has a significant correlation with the level of transmission relevant
information, the nonformal education and level of cosmopolite show a high significant
correlation with satisfying member, except the age shows negatively with Agribusiness
communication effectiveness. The farmers perception about the field extension agent
in writing/verbal communication skill and usage accuracy media of communication has
a high correlation each in satisfying members. Agribusiness Clinics Service is in good
category only on printed media has a significant correlation with level of transmission
relevant information and high significant correlation with satisfying members, while
the location shows a high significant only with satisfying members. Based on the
results of the research that communication with printed media is better than
interpersonal communication at Prima Tani in Leuwi Sadeng Sub district, Bogor.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa kecepatan adopsi
dan tingkat pemanfaatan inovasi pertanian cenderung menurun. Selain
itu, penggunaan inovasi adakalanya salah kaprah. Kelambatan adopsi
terjadi antara lain karena kurang mulusnya arus informasi dari sumber
informasi teknologi ke penerima. Badan Litbang Pertanian membangun
suatu program rintisan pembangunan pertanian wilayah yang disebut
Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi
Masalah Penelitian
Penelitian efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima
Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor ini, secara spesifik ingin
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Seperti apa proses komunikasi dalam jasa pelayanan Klinik
Agribisnis pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten
Bogor?
2. Seberapa besar tingkat efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada
Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor?
3. Sejauh mana hubungan karakteristik individu petani, persepsi
petani tentang PPL dengan proses komunikasi dalam jasa
pelayanan Klinik Agribisnis pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi
Sadeng Bogor?
4. Sejauh mana hubungan karakteristik individu petani, persepsi
petani tentang PPL dan proses komunikasi dalam jasa pelayanan
Klinik Agribisnis dengan efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis
pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian efektivitas komunikasi
Klinik Agribisnis pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor ini
adalah untuk:
1. Melakukan identifikasi proses komunikasi dalam jasa pelayanan
Klinik Agribisnis pada Prima Tani.
2. Menganalisis tingkat efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada
Prima Tani.
425
Kegunaan Penelitian
Penelitian efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima
Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dan berguna bagi berbagai pihak yaitu:
1. Bagi pemegang kebijakan, sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan penguatan
kelembagaan petani.
2. Bagi komunikator inovasi, sebagai bahan masukan untuk
dipertimbangkan dalam menyusun kebutuhan informasi dan
penyebarluasan inovasi agar inovasi yang diintroduksikan dapat
lebih cepat menyebar dan diadopsi oleh petani khususnya guna
meningkatkan taraf hidupnya.
3. Bagi pengembangan ilmu komunikasi, hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan bahan masukan atau sumber informasi untuk
kepentingan penelitian selanjutnya.
Karakteristik Individu
X1. Umur
X2. Pendidikan formal
H3
X3. Pendidikan nonformal
X4. Luas lahan garapan
X5. Pendapatan rata-rata
X6. Lama berusahatani
X7. Tingkat kekosmopolitan Jasa Pelayanan Klinik Agribisnis (Y1/X9)
Efektivitas Komunikasi Klinik Agribisnis (Y2)
Konsultasi/Pelayanan
Derajat relevansi informasi yang ditransmisikan sesuai kebutuhan petani
Diskusi Derajat kepuasan anggota
H1 Pembinaan Teknis
H2
Media Tercetak
Persepsi petani tentang PPL (X8) Lokasi
Keterampilan berkomunikasi lisan/tulisan
Kemampuan penguasaan materi
Kemampuan penyampaian informasi
Ketepatan waktu penyampaian pesan
Ketepatan penggunaan media komunikasi
Frekuensi kunjungan ke kelompoktani
H4
Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian maka hipotesis
yang diajukan:
H 1: Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu petani dan
persepsi petani tentang PPL dengan jasa pelayanan Klinik
Agribisnis pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten
Bogor.
H 2: Terdapat hubungan nyata antara jasa pelayanan dengan
efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima Tani di
Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten Bogor.
H 3: Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu petani
dengan efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima Tani di
Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor.
H 4: Terdapat hubungan nyata antara persepsi petani tentang PPL
dengan efektivitas komunikasi Klinik Agribisnis pada Prima Tani di
Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwi
Sadeng Bogor yang merupakan lokasi Prima Tani untuk Kabupaten
Bogor. Penelitian didesain sebagai penelitian deskriptif korelasional.
Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Oktober
427
bahan display, (8) menjadi nara sumber dan (9) membantu evaluasi.
Persepsi petani tentang PPL sudah baik dengan total rataan skor 2,48
pada keterampilan berkomunikasi lisan/tulisan dan kemampuan
penyampaian informasi yang dinilai cukup. Lebih jelasnya disajikan
pada Tabel 2.
Keterang
*Korelasi nyata pada taraf 0,05 rs = rank Spearman
an:
**Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01
Keterang rs = rank
*Korelasi nyata pada taraf 0,05
an: Spearman
**Korelasi sangat nyata pada taraf
0,01
Keterang
*Korelasi nyata pada taraf 0,05 rs = rank Spearman
an:
**Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disarankan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan proses komunikasi pada jasa pelayanan Klinik
Agribisnis perlu ditingkatkan dan lebih merata pada semua jasa
pelayanan Klinik Agribisnis termasuk konsultasi, diskusi dan
pembinaan teknis sesuai dengan kebutuhan petani, situasi dan
kondisi wilayah setempat.
2. Jasa pelayanan Klinik Agribisnis lebih merata kesesuaiannya untuk
semua petani dari berbagai karakteristik.
3. Komunikasi Klinik Agribisnis lebih efektif lagi mentransmisikan
informasi yang relevan untuk seluruh petani dan memuaskan
anggota. PPL direkrut untuk meningkatkan kemampuan
penguasaan materi, ketepatan waktu penyampaian pesan dan
frekuensi kunjungan ke kelompok tani. PPL perlu lebih aktif
membina petani karena semakin baik persepsi petani tentang PPL,
semakin baik pula persepsi petani tentang jasa pelayanan Klinik
Agribisnis.
DAFTAR PUSTAKA
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Panduan Umum Prima Tani.
Jakarta: Deptan.
Gaspertz V. 1991. Teknik Penarikan Contoh untuk Penelitian Survai.
Bandung: Tarsito.
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Rakhmat J. 2007. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi, Cetakan ke-
24. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rogers EM, Shoemaker FF. 1995. Communication of Innovation: A
Cross Cultural Approach. Fifth Edition. New York: The Free Press.
Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. Ed ke-5. New York:
The Free Press.
438
439
ABSTRACT
Modern agricultural development is largely determined by the acceleration of
productivity improvement, quality and value-added production to agribusiness and
agro-industry approach. Since the development of the green revolution, agricultural
technology and agricultural business management in the country has developed
rapidly, especially in increasing the production of various food commodities through
the development program planned by the government. To encourage increased
capacity of farmers towards the realization of a more modern agriculture the
government to provide top down approach guidance through the extension program
and the spread of agricultural extension field workers (PPL). The process of
technological innovation and adoption of agricultural business management has
occurred through the Village Unit Cooperatives (KUD), but it has an impact on the
dependence of farmers to the government and adoption of technological innovation
has decreased (stagnant). Independence and competitiveness of farmers through KUD
has decreased, consequently increasing agricultural productivity also hampered and
economic conditions of farmers highly dependent on government aid with very weak
competitiveness. Entering the era of globalization with a very dynamic communication
technologies development require a sustainable modern agriculture development
model with agribusiness and agro-industry approach to farmer competitiveness based
on strengthening farmer agricultural cooperative. Performance and capacity of
agricultural cooperatives will be enhanced if there is a KUD arrangement and able to
take advantage of the available information optimally. To build an independent and
competitive agricultural cooperative, need to develop a specific leading commodity
programs in its working areas as agribusiness development area (KPA) as the concept
of OTOP (One Tambon One Product) which has been implemented in Thailand and
Japan. The role of cooperative organizations communications with two-way
communication model (convergence) can support the synergy of cooperation with
other economic actors towards the realization of a more modern agriculture.
PENDAHULUAN
Menurut Adjid (2001), pembangunan pertanian modern adalah
suatu rangkaian panjang dari perubahan atau peningkatan kapasitas,
kualitas, profesionalitas dan produktivitas tenaga kerja pertanian,
disertai dengan penataan dan pengembangan lingkungan fisik dan
sosialnya, sebagai manifestasi dari akumulasi dan aplikasi kemajuan
teknologi dan kekayaan material serta organisasi dan manajemen.
Mosher (1985) mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor penentu
dalam modernisasi pertanian yang meliputi lima syarat pokok dan lima
syarat pelancar. Kelima syarat pokok tersebut meliputi: (1) adanya
pasar untuk hasil-hasil usaha tani, (2) teknologi yang senantiasa
berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi
secara lokal, (3) adanya perangsang produksi bagi petani, dan (5)
Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi di lapangan adalah bagaimana pola
komunikasi yang efektif agar proses komunikasi dalam pemanfaatan
informasi yang tersedia dapat secara optimal mendorong percepatan
modernisasi pertanian berbasis koperasi kerjasama dengan pelaku
ekonomi lainnya di pedesaan dapat berlangsung efektif.
PEMBAHASAN
Paradigma Pembangunan Pertanian
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya
pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas
mewujudkan tujuan nasional. Steers (1985) mengemukakan bahwa
442
Kinerja
Organisasi KUD
Pendekatan
Sistem Agribisnis dan Agroindustri
Pertanian Berkelanjutan
Komoditas Unggulan
Teknologi tepat guna
Daya Saing
Kesejahteraan Anggota Koperasi
Pernyataan SWOT
Kekuatan (Strength):
1) Umumnya KUD masih melaksanakan RAT, rencana kerja dan
pembagian SHU.
2) KUD memiliki unit usaha yang berkaitan dengan kebutuhan
anggota.
3) Umumnya KUD masih memiliki pengurus yang terdiri dari ketua,
sekretaris dan bendahara.
4) Pengurus KUD masih memiliki motivasi untuk mengembangkan
koperasi.
5) Masih terdapat KUD yang unit usahanya terkait dengan kegiatan
ekonomi anggota-anggotanya yang dikelola oleh manajer.
6) Tingkat pendidikan pengelola sudah setingkat SLTA ke atas dan
telah mengikuti berbagai pelatihan di bidang koperasi.
7) Tersedia sumber modal dari anggota yang berupa sumbangan
pokok, wajib dan sukarela.
8) KUD memiliki aset berupa lahan, bangunan dan peralatan
pertanian.
Kelemahan (Weaknesses):
450
Peluang (Opportunity):
1) Masih terdapat potensi pengembangan kegiatan usaha tani meliputi
produksi, pengolahan dan pemasaran.
2) Sebagai penyalur saprotan bersubsidi.
3) Terdapat mitra dalam menjalankan unit usahanya.
4) Tersedia dana pembinaan atau penguatan dari pemerintah berbasis
kinerja yang baik.
5) Tersedia kredit komersil untuk peningkatan modal dari berbagai
lembaga keuangan.
6) Pasar produksi dalam negeri masih terbuka luas.
Ancaman (Thread):
1) Ketidaksesuaian data kondisi KUD di dinas dengan dilapangan.
2) Berkembang pesatnya koperasi non KUD di pedesaan.
3) Era pasar bebas menuntut daya saing yang semakin tinggi.
4) Meningkatnya tuntutan akan kualitas produk yang lebih baik.
5) Kebijakan pemerintah yang meniadakan proteksi bagi usaha
koperasi.
6) Peralihan profesi dari petani ke pekerjaan lain, sehingga sulit untuk
membuat rencana kerja yang sesuai dengan kebutuhan anggota.
Pendekatan OTOP/KPA
Sentra pertanian pangan/non pangan
Komoditas unggulan
Berbasis koperasi agribisnis komoditas tertentu
Pusat Informasi
Pemanfaatan informasi KOPERASI AGRIBISNIS
Pertanian
Peningkatan pelayanan (Monokomoditas) an Modern
(PIP)
Peningkatan daya saing dan nilai tambah
Sinergi BUMN, MUMS dan KOP-AGRIBISNIS
KESIMPULAN
1. Peran komunikasi pembangunan dalam modernisasi semakin
penting seiring dengan kemajuan iptek dan perkembangan
globalisasi yang menuntut kemandirian dan daya saing petani,
sehingga perlu dukungan penelitian komunikasi pembanguynan
pertanian yang lebih luas.
2. Dengan kondisi petani yang serba lemah saatn ini hanya
mungkin dapat membangun agribisnis dan agribisnis yang efektif
dan efisien jika bergabung dalam wadah koperasi pertanian yang
mempunyai keunggulan dan kemamapuan profesional, sehingga
perlu penataan KUD agar dapat mewujudkan harapan anggota
sesuai dengan prinsip-prinsip perkoparasian..
3. Koperasi pertanian profesional tidak mungkin dikembangkan
melalui model KUD yang bersifat multipurpose, perlu diarahkan
untuk mengembangkan program komoditas unggulan yang terkait
dengan usahatani anggota di tiap daerah dalam suatu kawasan
pengembangan agribisnis (KPA) komoditas unggulan tertentu
dengan memperhatikan pengalaman program OTOP di Thailand dan
Jepang.
4. Dalam era globalisasi sekarang ini telah terbentuk masyarakat
informasi yang sangat membutuhkan berbagai informasi yang
sesuai dengan kebutuhan petani, sehingga diperlukan upaya untuk
meningkatkan pemanfaatan informasi yang tersedia dalam
membangun pertanian yang semakin modern menuju kemandirian,
daya saing dan kesejahteraan petani melalui pusat informasi
pertanian (PIP) dengan melibatkan seluruh stakeholder di
lingkungan pedesaan.
5. Kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
rangka otonomi daerah perlu koordinasi untuk mendorong
akselerasi modernisasi pertanian berkelanjutan berbasis potensi
daerah dan koperasi pertanian menuju kemandirian, daya saing dan
kesejahteraan petani dalam upaya membangun ekonomi
kerakyatan sebagai amanah konstitusi nasional.
455
DAFTAR PUSTAKA
Adjid DA. 2001. Membangun Pertanian Modern. Jakarta: Yayasan
Pengembangan Sinar Tani.
Dissayanake W. 1981. Development and Communication Four
Approach. Singapore: Media Asia. The Asian Mass
Communication Research and Information Centre (AMIC).
Jahi A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di
Negara-Negara Dunia Ketiga. Suatu Pengantar. Jakarta:
Gramedia.
Kossen S. 1993. Aspek Manusiawi dalam Organisasi. Edisi Ketiga.
Penerjemah Bakti Siregar. Jakarta: Erlangga.
Rakhmat J. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Cetakan ke-22.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rogers EM. 1976. Communication and Development: The Passing of
the Dominant Paradigm. In, Communication and Develpment,
Critical Perspective. London: Sage Publication, Beverly.
__________, Kincaid DL. 1981. Communication Network: Toward A New
Paradigm for Research. New York: A Division of Mc Millan
Publishing Co. Inc.
Mosher AT. 1985. Getting Agriculture Moving.: Frederick A. Prayeger,
Inc. Publisher. New York Muhammad, A. 2004. Komunikasi
Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhammad A. 2004. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyana D, Rakhmat J. 2001. Komunikasi antar Budaya: Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sahardi 2005. Buletin BPTP Sulawesi Selatan; Volume I. Nomor I Tahun
2005. Makassar.
Sembiring EN. Tambunan, AHT. Rangkuti, PA. Nelwan, LO. 2008.
Jakarta: Studi Perkuatan Daya Saing Pasar Koperasi. Kantor
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah.
Sinaga P, Aedah S, Subiyantoko A. 2008. Koperasi dalam Sorotan
Peneliti. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI
Press.
Steers RM. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Umar A. 2007. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Republik Indonesia Tahun 2005-2025. Jakarta: Citra Utama.
456
ABSTRACT
Entering the third millennium, Indonesian is still challenged by various
multidimensional problems dealing with the fundamental aspect of human life.
Education plays a strategic role in community development. Unfortunately, this nation
has not been able to manage it properly due to poor quality of its human resources
quality compared to particularly with developed nations. Among the efforts to cope
with the problem of education is to involve private-sector directly in the
implementation of Corporate Social Responsibility (CSR) which is a form of its
awareness and responsibilities. One of the main components of CSR is leadership and
education development. Education plays an important role in the sustainable
development and growth concerning the poor. Therefore business world can provide
crucial contribution to prepare access to high quality education. Education creates a
crucial impact on the people empowerment process through the improvement of
leadership development standard within the corporation. Education development
cannot go alone and its progress cannot also be achieved without the involvement of
private-sector. Therefore a proper collaboration among private sectors, community and
government is strategically needed. This can be materialized through CSR. The
implementation of CSR is one form of a program called Cooperative Academic
Education (Co-op). This is a program in which the three parties namely, students,
universities and business world work together in a cooperative way. It forms a strategy
of educating and developing human resources by integrating students coming from
different campuses and disciplines with productive working experience. Through this
work-based learning or work-integrated learning, it is expected that the students
can find out and experience themselves what so- called the job world.
Key words:Corporate social responsibility, education program, human resource
development, community development
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Memasuki milenium ketiga dewasa ini, bangsa Indonesia
dihadapkan pada permasalahan multidimensi yang menyentuh
berbagai tatanan kehidupan mendasar manusia, bukan hanya
berkaitan dengan aspek ekonomi, namun juga aspek sosial, budaya
dan akhlak. Berbagai bentuk kemiskinan sosial juga banyak
diperlihatkan, seperti miskin pengabdian, kurang disiplin dan kurang
empati terhadap masalah sosial.
Meskipun kedudukan pendidikan cukup strategis untuk
perubahan suatu bangsa, namun bangsa kita belum cukup optimis
mengandalkan posisi tersebut karena pada kenyataannya kondisi dan
hasil pendidikan di Indonesia belum memadai. Kondisi tersebut
Permasalahan
Bertolak dari pentingnya implementasi CSR mendukung
peningkatan peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat,
maka permasalahan yang perlu dikaji adalah: 1) Bagaimana konsep
CSR dan implementasinya dalam dunia usaha? 2) Apa peran
458
Tujuan
1. Mengkaji konsep CSR dan implementasinya dalam dunia usaha;
2. Mengkaji peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat;
3. Menganalisis implementasi CSR dalam pengembangan masyarakat
melalui peningkatan peran pendidikan.
KONSEP CSR
CSR adalah tanggung jawab perusahaan di berbagai sektor
dalam mengembalikan sebagian keuntungan yang diperolehnya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di negara tempat
perusahaan tersebut beroperasi. Konsep CSR pada dasarnya
mendorong korporasi untuk ikut memikirkan kepentingan masyarakat
dengan cara mengambil tanggung jawab terhadap dampak dari
aktivitas perusahaan di seluruh aspek operasinya yang dapat
dirasakan oleh para pelanggan, karyawan, pemegang saham,
masyarakat, serta lingkungan. Perusahaan diharapkan secara sukarela
mengambil langkah-langkah lebih jauh untuk meningkatkan kualitas
hidup para karyawan dan keluarganya, serta bagi masyarakat
sekitarnya dan masyarakat secara keseluruhan (Gondomono 2007).
Sampai saat ini, belum ada definisi CSR yang secara universal
diterima oleh berbagai lembaga. Pengertian CSR menurut berbagai
organisasi (Majalah Bisnis & CSR 2007 serta Wikipedia 2009) disajikan
dalam beragam definisi sebagai berikut:
1. Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk
berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan
ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan
keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada
umumnya (World Business Council for Sustainable Development);
2. Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerja sama dengan
karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas
untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik
bagi bisnis maupun pembangunan (International Finance
Corporation);
3. Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu
memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya
memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (stakeholders)
mereka (Institute of Chartered Accountants, England and Wales);
4. Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan
sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan
operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan
bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan
berkembang (Canadian Government);
459
KESIMPULAN
Meskipun kedudukan pendidikan cukup strategis dalam
pengembangan masyarakat, namun bangsa kita belum cukup optimis
mengandalkan posisi tersebut karena pada kenyatannya kondisi dan
hasil pendidikan di Indonesia belum memadai untuk berkompetisi
dengan bangsa lain. Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan,
perlu melibatkan secara langsung pihak swasta sebagai bentuk
kepedulian dan tanggung jawab sosial. Salah satu program nyata
gerakan kepedulian pihak swasta (perusahaan) terhadap masyarakat
adalah CSR bagi dunia pendidikan.
Konsep CSR secara umum adalah bentuk kepedulian perusahaan
yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan
468
DAFTAR PUSTAKA
Altbach AG, Arnove R, Kelly GP. 1982. Comparative Education. New
York: Macmillan. [terhubung berkala, 1 Mei 2009)
http://books.google.co.id/books?id= k58-
Yzis5noC&pg=PA1&dq=Philip+G.+ Altbach,+Robert+Arnove,
+Gail+P.+Kelly+ Comparative+education&client =firefox-
a#PPA295,M1
Alvita ON, Ginanjarsari G, Alam A. 2008. Pendidikan Holistik Berbasis
Kearifan Lokal pada KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan):
Jawaban Meningkatkan Social Capital Indonesia dan Daya Saing
Bangsa. [terhubung berkala] 26 Maret 2009.
http://okvina.wordpress.com/2008/04/28/kktm-kompetisi-karya-
tulis-mahasiswa-bidang-pendidikan-2008/
Badri. 2009. Peran PR dalam Membangun Citra Perusahaan melalui
Program CSR. [terhubung berkala] 4 Mei 2009.
http://ruangdosen. wordpress.com /2009/01/15/peran-pr-dalam-
membangun-citra-perusahaan-melalui-program-csr/
Bramastia, Djati Kusumo W. 2007. Segitiga Peran Strategis
Pendidikan. [terhubung berkala] 25 April 2009.
http://www.suaramerdeka.com /harian/0708/27/opi03.htm
469
ABSTRACT
Serang District is a one of four districts of Banten Province which resulted high
production of paddy, at the west region of Java Island. This condition must be
defended with introduced paddy farming innovation continuously, what submitted
trough various of communication channel. The research objectives were: (1) to
describe the innovativeness characteristics of paddy farmers, (2) to know the
perception of paddy farmers on extension communication channel, (3) to analyze the
relationship between the innovativeness characteristics of paddy farmers with their
perception about extension communication channels. This research was conducted
with the survey methods and observations in the three Serang subdistricts, including
Ciruas, Carenang and Tirtayasa. The determination of the sample done in random
sampling, with the number of samples of 136 people. The correlation analysis of
variables is done through Spearman rank correlation test. Reasearch results were: the
innovativeness characteristics of paddy farmers were classified, except on the level of
risk, including category bad; perception of farmers about the communication channels
was good on the financing aspect, both interpersonal and media; farmer
innovativeness characteristics correlated significantly with the perception of
interpersonal and media communication channels, except ownership of capital
KESIMPULAN
Pandangan yang baik dari petani terhadap saluran komunikasi
penyuluhan perlu dibentuk dan terus dipupuk. Tujuannya adalah agar
petani mampu dan berminat mengakses berbagai saluran dalam
mencari atau mempelajari inovasi-inovasi pertanian yang sedang
merebak di lingkungannya. Upaya yang terlihat berhasil dalam
kegiatan penyuluhan di Kabupaten Serang adalah pelibatan petani
teladan atau tokoh petani dalam penyampaian informasi. Namun
demikian, terobosan baru lebih diperlukan dalam kegiatan penyuluhan,
seperti melibatkan pihak pedagang saprotan dalam perekomendasian
pemupukan dan pengobatan HPT atau pelibatan para pengumpul
untuk memperoleh informasi harga dan varietas yang diminati
konsumen.
Terkait dengan penumbuhan minat petani terhadap saluran
komunikasi bermedia, penyuluh sebaiknya lebih giat dalam
menjalankan salah satu tupoksinya, yaitu menyiapkan materi
penyuluhan baik secara langsung maupun melalui berbagai bentuk
media komunikasi. Penyuluh dapat merancang sendiri poster atau
leaflet dengan bahasa lokal untuk disebarkan pada petani pada saat
melakukan penyuluhan. Penyuluh juga dapat memanfaatkan tabloid
lokal untuk menerbitkan tulisan-tulisan yang bermanfaat, atau
mempublikasikan keberhasilan para tokoh petani di tingkat lokal. Satu
hal yang mungkin dapat dihidupkan kembali, adalah dibuatnya
kelompok pendengar siaran radio atau pemirsa acara TV, sehingga
minat petani untuk mengakses media tersebut lebih meningkat.
Inovasi yang mudah, murah dan sesuai dengan kebutuhan petani
adalah pesan yang perlu disampaikan. Metode dan media penyuluhan
yang baik dengan banyak pilihan dan penggunaan yang tepat adalah
cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan inovasi tersebut,
sehingga menjadikan petani mengadopsi inovasi yang digulirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Berlo DK. 1960. The Process of Communication: An Introduction to
Theory and Practice. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Departemen Pertanian. 2008. Penyelenggaraan Fungsi Informasi dan
Komunikasi serta Diseminasi Hasil Pengkajian BPTP.
489
http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id/FileUpload/
files/publikasi/pros_05_7 .pdf. [29 Oktober 2008].
Henuk YL, Levis LR. 2005. Komunikasi Pertanian. Kupang: Lembaga
Penelitian Universitas Nusa Cendana.
Khomsurizal. 2008. Banten Surplus Beras.
http://khomsurizal.blogspot.com/ 2008/08/ banten [4 Agustus
2008].
Pertiwi PR, Noviyanti R, Farida I. 2007. Karakteristik Kategori Adopter
dan Tingkat Keinovatifan Masyarakat Nelayan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Rogers EM, Schoemaker FF. 1995. Communication of Innovations: A
Cross Cultural Approach. Revised Edition. New York: The Free
Press.
Subagiyo. 2005. Kajian Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Inovasi Usaha Perikanan Laut Desa Pantai Selatan Kabupaten
Bantul, DIY. http://pse.litbang.deptan.go.id/ publikasi.php. [9
September 2007].