Buku Tugas Bu Warda
Buku Tugas Bu Warda
net/publication/350955421
Psikologi Komunikasi
CITATIONS READS
0 26,482
14 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Iskandar Kahar Kato on 18 April 2021.
Penulis:
Angelia Putriana, Rahmi Sari Kasoema, Mukhoirotin
Dyah Gandasari, Arifa Retnowuni, Ratih Siti Aminah
Eni Kardi Wiyati, Iskandar Kato, M. Fikri Akbar
Athi' Linda Yani, Intan Mustika Sari
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
Anggota IKAPI: 044/SUT/2021
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan buku ini dengan judul Psikologi
Komunikasi.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu penulis harapkan demi kesempurnaan buku ini kedepannya.
Tim Penulis
Daftar Isi
1.1 Pendahuluan
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dalam hidup orang banyak dan bahkan
mempunyai makna tersendiri bagi setiap orang. Memahami makna
komunikasi seseorang menjadi sebuah hal yang mutlak dilakukan untuk
mencapai komunikasi yang efektif merupakan bagian dari psikologi
komunikasi. Komunikasi antar manusia begitu menarik perhatian psikologi
menjadikan Komunikasi adalah bagian penting dalam pertumbuhan karakter
atau pribadi seseorang dan berkaitan dengan perilaku dan pengalaman
kesadaran manusia. Batasan pemahaman makna yang dimiliki oleh psikologi
komunikasi meliputi organisme atau sistem, simbol di antara tempat,
gelombang suara dan segala penyampaian energi.
Komunikasi berfungsi sebagai sebuah proses, pesan, pengaruh atau
psikoterapi. Psikologi komunikasi merupakan ilmu yang mencoba
menguraikan, meramalkan dan mengendalikan peristiwa mental dan perilaku
dalam komunikasi. Internal mediation of stimuli merupakan bagian mental
seseorang saat berlangsungnya komunikasi sedangkan perilaku adalah apa
yang terlihat saat seseorang melakukan komunikasi. Komunikasi dapat
2 Psikologi Komunikasi
dikatakan sebuah hal sosial yang terjadi saat manusia melakukan interaksi
dengan manusia lainnya dan mencoba untuk melakukan analisis sosial
psikologis dapat membawa kita kepada psikologi sosial yang sama dengan
pendekatan psikologi komunikasi. Komunikasi bukan bagian disiplin ilmu dari
psikologi namun ilmu yang mampu menembus banyak disiplin ilmu. Sebagai
gejala perilaku, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara
lain sosiologi dan psikologi.
Psikologi komunikasi melihat respon yang akan datang diprediksi dari respon
yang terjadi dimasa lalu. Respon yang terjadi di masa sekarang mampu
diprediksi seseorang apabila kita mengetahui respon masa lalu seseorang.
4 Psikologi Komunikasi
Behaviorisme
Lahir sebagai respon pada intropeksionisme (yang mengenali jiwa manusia
berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis. Behaviorisme
hanya ingin menganalisa perilaku yang tampak saja, yang dapat diukur,
dilukiskan dan diramalkan. Karenanya sering disebut sebagai Teori Belajar.
Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Ia
tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau
8 Psikologi Komunikasi
2.1 Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi merupakan sesuatu yang sangat
penting. Hubungan dan kepercayaan individu dapat terjalin melalui
komunikasi. komunikasi juga dapat mengubah kepercayaan, nilai dan
keyakinan yang dianut individu maupun kelompok. Komunikasi memiliki
peranan yang cukup besar, karena pada dasarnya setiap manusia memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi walaupun dengan cara yang berbeda-beda.
Keterampilan dalam berkomunikasi melibatkan aktivitas fisik, psikologis dan
sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya, sosial, ras, pengalaman, usia,
pendidikan, dan tujuan komunikasi.
Suatu komunikasi yang efektif akan terjadi apabila makna pesan yang
dipersepsikan penerima sama dengan maksud dan bayangan pengirim.
Namun, perlu diketahui bahwa penyampaian pesan di antara pelaku
komunikasi sangat dipengaruhi latar belakang mereka masing-masing, bukan
sekedar dari kata-kata yang terkandung dalam pesan tersebut (Mulyana, 2011).
Komunikasi dapat dipandang sebagai suatu proses yang mana terdapat
aktivitas komunikasi yang berlangsung secara dinamis. Unsur-unsur dalam
12 Psikologi Komunikasi
akan sangat sulit untuk mengontrol komunikan. Apalagi di era digital dan
internet seperti saat ini (Revika, 2019). Menurut Notoatmodjo, (2007)
komunikan adalah orang atau pihak yang menerima stimulus dan memberikan
respon terhadap stimulus yang diterimanya. Responnya dapat bersifat pasif dan
aktif. Respon pasif menunjukan bahwa komunikan cukup memahami atau atau
mengerti maksud dari komunikator tanpa memberikan reaksi apapun.
Sedangkan respon aktif menggambarkan adanya reaksi dari komunikan
terhadap stimulus-stimulus yang disampaikan komunikator, seperti reaksi
verbal, non verbal, ekspresi, sikap dan perilaku.
Penerima pesan atau komunikan merupakan yang membuat arti terhadap
simbol-simbol tertentu. Proses ini sering disebut dekode, yakni memberikan
arti atau makna. Komunikan adalah orang yang menjadi tujuan pesan dari
komunikator. Apabila komunikan dan komunikator memiliki tujuan dan
bidang pengalaman yang sama, memungkinkan terjadinya komunikasi.
Semakin besar kesamaan bidang pengalaman mereka, maka makin besar
kemungkinan pesan-pesan tersebut dimengerti sesuai dengan cara yang
dikehendaki atau dimaksudkan komunikator. Jawaban atau perbuatan dan
perkataan komunikan merupakan feedback atau umpan balik untuk memeriksa
atau menilai apakah pesan itu dapat dimengerti (Pieter, 2012).
Penerima adalah elemen penting dalam berlangsungnya komunikasi, karena
menimbulkan suatu perubahan sikap atau tingkah laku baik yang bersifat
kooperatif maupun konfrontatif. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima,
akan menimbulkan berbagai macam masalah yang sering kali menuntut
perubahan, apakah pada sumber, pesan atau saluran (Cangara, 2004).
Kenalilah khalayak adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena
mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu
peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi.
3.1 Pendahuluan
Sensasi, persepsi dan memori merupakan tahapan atau ruang lingkup dalam
proses pengolahan informasi. Sensasi diartikan sebagai suatu proses
menangkap stimuli. Persepsi adalah suatu proses memberikan makna pada
sensasi sehingga manusia dapat memperoleh suatu pengetahuan baru, hal ini
dapat diartikan bahwa persepsi adalah suatu proses untuk mengubah sensasi
menjadi informasi. Memori adalah suatu proses di mana informasi disimpan
dan dipanggil kembali (Rakhmat, 2018). Dengan demikian sensasi merupakan
tahap awal dari penerimaan informasi, dilanjut dengan persepsi dan memori.
Proses pengolahan informasi juga disebut sebagai komunikasi intrapersonal.
Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan dengan diri
sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan dialog internal dan hal ini juga
dapat terjadi saat seseorang bersama dengan orang lain. Peran kognisi dalam
perilaku manusia seringkali dipelajari pada komunikasi intrapersonal.
Komunikasi intrapersonal meliputi membayangkan, melamun,
mempersepsikan dan memecahkan masalah dalam pikiran (West and Turner,
2009). Berpikir merupakan tahap akhir dari komunikasi intrapersonal. Berpikir
adalah mengolah dan memanipulasi suatu informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respon (Rakhmat, 2018).
20 Psikologi Komunikasi
3.2 Sensasi
Sensasi adalah berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang
dapat menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Proses sensasi
terjadi apabila alat-alat indera mengubah suatu informasi menjadi impuls-
impuls saraf menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh otak (Coon, 1977).
Menurut Benyamin B. Wolman (1973), sensasi adalah pengalaman elementer
segera, tidak membutuhkan penguraian verbal, simbolis atau konseptual yang
berhubungan dengan kegiatan alat indera atau panca indera (Rakhmat, 2018).
Fungsi alat indera sangat penting dalam menerima informasi dari lingkungan.
Karena melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik dari
lingkungannya dan mendapat pengetahuan serta kemampuan untuk
berinteraksi dengan dunianya (Lefrancois, 1974).
Alat indra manusia terdiri dari lima alat indra atau disebut dengan panca indera
yang terdiri dari pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap dan perasa
(Wibowo, 2008).
Dalam psikologi, terdapat sembilan alat indra yaitu:
1. Penglihatan;
2. Pendengaran;
3. Kinestesis;
4. Vestibular;
5. Perabaan;
6. Temperatur;
7. Rasa sakit;
8. Perasa;
9. Penciuman.
3.3 Persepsi
3.3.1 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu tahapan dari serangkaian proses pengolahan
informasi pada diri manusia atau biasa disebut dengan komunikasi
intrapersonal yaitu proses seseorang dalam menerima informasi, mengolahnya,
menyimpannya dan menghasilkannya kembali. Persepsi adalah pengalaman
tentang suatu peristiwa, objek, atau hubungan-hubungan yang dapat diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2018).
Persepsi adalah memberikan makna pada stimulus indrawi (sensory stimuli).
Sensasi merupakan bagian dari persepsi. Dalam menafsirkan makna informasi
indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga melibatkan atensi,
ekspektasi, motivasi dan memori (Desiderato and Jackson, 1976).
Persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian
terhadap suatu stimulus yang diterima oleh individu sehingga menjadi sesuatu
yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
22 Psikologi Komunikasi
Respon sebagai akibat dari persepsi dapat berupa berbagai macam bentuk.
Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada
perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, jika perasaan,
kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak
sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan
berbeda antar individu satu dengan individu lain (Walgito, 2004).
Definisi persepsi cenderung lebih bersifat psikologis daripada hanya suatu
proses penginderaan saja. Hal ini karena ada beberapa faktor yang
memengaruhi persepsi, di antaranya: 1) Perhatian yang selektif, individu yang
memusatkan perhatiannya pada stimulus tertentu. Stimulus yang bergerak di
antara stimulus yang diam akan lebih menarik perhatian seseorang; 2) Nilai
dan kebutuhan individu; 3) Pengalaman sebelumnya. Pengalaman sebelumnya
sangat memengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan dunianya (Shaleh,
2009).
Persepsi mempunyai peran yang sangat penting dalam tercapainya atau
keberhasilan komunikasi. Hal ini berarti bahwa, kecermatan dalam
mempersepsikan stimulus indrawi dapat mengantarkan keberhasilan
komunikasi. Sebaliknya, kegagalan dalam mempersepsi stimulus,
menyebabkan mis-komunikasi (Suranto, 2011).
Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal
lain yang termasuk apa yang disebut faktor personal. Pada dasarnya, persepsi
tidak ditentukan oleh jenis dan bentuk stimulus, tetapi tergantung pada
karakteristik orang yang memberikan respon terhadap stimulus tersebut.
Secara fungsional persepsi bersifat selektif, ini berarti dalam mempersepsi
sesuatu orang akan memberikan tekanan yang sesuai dengan tujuan orang
tersebut. Objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi biasanya objek
yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Seperti pengaruh
kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya
terhadap persepsi (Krech and Crutchhfield, 1982).
Faktor-faktor fungsional yang memengaruhi persepsi disebut sebagai kerangka
rujukan (frame of reference). Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan
akan memengaruhi orang dalam memberikan makna pada pesan yang
diterimanya. Misalnya: berbicara tentang fluor albus, adnexitis, dysmenorrhea,
atau kanker serviks pada ahli komunikasi maka tidak akan memberikan
pengertian apa-apa karena mereka tidak memiliki kerangka rujukan untuk
memahami istilah kedokteran tersebut. Mahasiswa kedokteran akan kesulitan
memahami pembicaraan tentang teori komunikasi bila mereka tidak memiliki
latar belakang pendidikan ilmu komunikasi (Rakhmat, 2018). Psikolog
menganggap kerangka rujukan sangat berguna untuk menganalisis interpretasi
perseptual terhadap peristiwa yang dialami (McDavid and Harari, 1968).
26 Psikologi Komunikasi
Faktor Struktural
Faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek syaraf yang
ditimbulkan pada sistem saraf individu. Menurut teori Gestalt, bila
mempersepsi sesuatu, maka mempersepsikan sebagai suatu keseluruhan, tidak
melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya (Kohler & Wartheimer, 1959
dalam Rakhmat, 2018). Bagian medan yang terpisah dari medan persepsi dan
dinamika khusus dalam interaksi menentukan distribusi fakta dan kualitas
lokalnya. Maksudnya, jika ingin memahami suatu peristiwa, maka tidak dapat
meneliti fakta secara terpisah, tetapi harus memandangnya dalam hubungan
secara keseluruhan. Untuk memahami seseorang, maka harus melihatnya
dalam konteksnya, lingkungannya dan masalah yang dihadapinya.
3.4 Memori
3.4.1 Pengertian Memori
Memori memegang peranan yang penting dalam komunikasi intrapersonal,
untuk memengaruhi persepsi maupun berpikir. Memori adalah sistem yang
sangat berstruktur, yang dapat menyebabkan organisme sanggup untuk
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk
membimbing perilakunya (Schlesingr and Groves, 1976).
3. Pemanggilan
Pemanggilan atau dalam bahasa sehari-hari disebut mengingat lagi
adalah menggunakan informasi yang disimpan. Pemanggilan dapat
dilakukan dengan empat cara, yaitu:
a. Pengingat (Recall)
Pengingatan adalah suatu proses aktif untuk menghasilkan
kembali fakta dan informasi secara verbatim atau kata demi kata,
tanpa adanya petunjuk yang jelas. Pertanyaan dalam bentuk esay
dapat mengingat kembali fakta yang tersimpan di memori.
b. Pengenalan (Recognition)
Mengingat kembali sejumlah fakta agak sukar dan lebih mudah
mengenal kembali sejumlah fakta. Pilihan ganda (multiple-
choice) dalam tes objektif menuntut pengenalan, bukan
pengingatan.
c. Belajar Lagi (Relearning)
Menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah diperoleh atau
dipelajari adalah pekerjaan memory. Seseorang akan lebih muda
atau lebih cepat menghafal kutipan yang pernah didengar atau
dipelajari sebelumnya.
d. Redintegrasi (Redintegration)
Redintegrasi adalah merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu
petunjuk memori kecil. Petunjuk memori (memori cues) dapat
berupa bau tertentu, warna, atau tempat.
mengingat (Hunt, 1992 dalam Rakhmat, 2018). Disisi lain, tidak selalu waktu
menghapuskan memori dan sering terjadi seseorang masih ingat pada suatu
peristiwa pilihan tahun yang lalu, tetapi lupa dengan kejadian seminggu yang
lalu.
Teori Interferensi (Interference Theory)
Berdasarkan teori ini memori dianggap sebagai meja lilin atau kanvas.
Pengalaman dianggap sebagai lukisan pada kanvas atau meja lilin. Hal ini
dapat dikatakan bahwa pada kanvas itu sudah terlukis suatu hukum relativitas.
Setelah itu, segera anda mencoba merekam suatu hukum medan gabungan.
Rekaman yang kedua dapat menyebabkan terhapusnya suatu rekaman yang
pertama atau mengaburkannya, hal ini yang disebut interferensi. Misalnya:
seseorang belajar menghafal kamus Inggris-Indonesia, berhasil menghafal
pada halaman pertama dan dilanjut menghafal pada halaman kedua, berhasil
menghafalkannya tetapi yang diingat pada halam pertama akan berkurang. Hal
ini disebut sebagai inhibisi retroaktif (hambatan ke belakang).
Pada keadaan tidur, tidak terjadi inhibisi retroaktif, hal ini dibuktikan dari
beberapa eksperimen yang menunjukkan bahwa suatu pelajaran yang dihafal
sebelum tidur akan lebih langgeng dalam ingatan daripada pelajaran yang
dihafal sebelum melakukan kegiatan-kegiatan yang lain (Shiffrin, 1970).
Teori Pengolahan Informasi (Information Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa informasi mula-mula akan disimpan pada
sensory storage (gudang indrawi), setelah itu masuk short-term memory
(STM, memori jangka pendek), kemudian dilupakan atau dilakukan
pengkodean untuk dimasukkan pada long-term memory (LTM. Memori
jangka panjang). Dalam hal ini, otak manusia dianalogikan sebagai komputer.
Sensory storage lebih merupakan suatu proses perseptual daripada memori.
Terdapat dua macam bentuk memori, yaitu:
1. Memori ikonis, memori untuk materi yang diperoleh secara visual;
2. Memori ekosis, memori materi yang masuk secara auditif atau
melalui pendengaran. Penyimpanan memori disini berlangsung cepat,
yaitu berlangsung selama sepersepuluh sampai seperempat detik.
Sensory storage yang membuat seseorang melihat rangkaian gambar
seperti bergerak pada saat menonton film (Rakhmat, 2018).
30 Psikologi Komunikasi
4.1 Pendahuluan
Dalam bagian ini akan dibahas tentang komunikasi intrapersonal dan
komunikasi interpersonal dengan mengacu pada tulisan DeVito (2011) dalam
bukunya tentang komunikasi Antar Manusia, Budyatna & Ganiem (2011)
tentang Teori Komunikasi Antarpribadi dan Tubbs & Moss (2008) tentang
Human Communication. Pertama, komunikasi intrapersonal membahas
tentang diri dalam komunikasi. Diri merupakan salah satu komponen penting
dalam tindakan komunikasi. Ada dua aspek dalam diri yaitu kesadaran dan
pengungkapan diri. Kedua, komunikasi interpersonal, Anda berinteraksi
dengan orang lain, dan mengenal orang lain. Anda memelihara kadang
merusak atau memperbaiki hubungan pribadi Anda.
32 Psikologi Komunikasi
Gambar 4.1: Jendela Johari (Luft, 1970 dalam Budyatna and Ganiem, 2011)
Bab 4 Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal: Suatu Tinjauan Literatur 33
Menurut DeVito (2011) Jendela Johari dibagi menjadi empat daerah, yaitu
sebagai berikut:
1. Daerah Terbuka. Pada daerah di kuadran pertama ini semua
informasi, perilaku, perasaan, keinginan, sikap, gagasan, motivasi
dan lain sebagainya diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.
Masing-masing orang memiliki besaran daerah terbuka yang
berbeda-beda. Semakin seseorang merasa nyaman terhadap orang
lain maka dia akan membuka diri selebar-lebarnya. Sebaliknya jika
seseorang merasa tidak nyaman, maka akan lebih suka menutup
sebagian besar dirinya. Komunikasi yang baik akan terjalin jika kita
memperbesar daerah terbuka, sebaliknya komunikasi akan semakin
sulit jika kita semakin menutupnya (DeVito, 2011).
2. Daerah Buta. Kuadran kedua adalah daerah buta. Pada daerah di
kuadran kedua ini semua informasi tentang diri kita diketahui oleh
orang lain, tetapi kita sendiri tidak mengetahuinya. Sebagian orang
memiliki daerah buta yang luas dan kelihatannya tidak menyadari
kekeliruan yang dibuatnya. Sementara sebagian orang kuatir jika
memiliki daerah buta. Daerah buta akan membuat komunikasi
semakin sulit. Untuk meningkatkan komunikasi dan terjalinnya
komunikasi yang baik maka perlu memperkecil daerah buta dengan
menggali informasi dari orang lain (DeVito, 2011).
3. Daerah Gelap. Kuadran ketiga adalah daerah gelap. Pada daerah di
kuadran ketiga ini semua informasi tentang diri kita tidak diketahui
oleh kita dan orang lain. Pada daerah gelap, informasi berada di alam
bawah sadar (DeVito, 2011).
4. Daerah Tertutup. Kuadran keempat adalah daerah tertutup. Pada
daerah di kuadran keempat ini semua informasi tentang diri Anda dan
orang lain hanya diketahui hanya oleh Anda. Rahasia Anda ada pada
kuadran ini. Anda dapat memperkecil kuadran ini dengan
menceritakan rahasia Anda, atau Anda dapat memperbesar kuadran
ini dengan tetap menyimpan rahasia Anda (DeVito, 2011).
34 Psikologi Komunikasi
Menurut DeVito (2011) ada lima perubahan dalam komunikasi yang terjadi
dalam perusakan hubungan yaitu sebagai berikut:
1. Menarik diri. Secara non verbal tindakan menarik diri tampak pada
semakin besar ruang yang dibutuhkan dan kemarahan bila ruang
tersebut dilanggar. Secara verbal dapat terlihat dari keinginan untuk
saling bicara dan mendengarkan yang semakin berkurang.
2. Pengungkapan diri yang semakin berkurang. Ketika hubungan
memburuk, pengungkapan diri dianggap sudah tidak diperlukan lagi
atau perasaan bahwa tidak akan mendapat dukungan lagi.
3. Pengelabuan. Pengelabuan meningkat dengan memburuknya
hubungan. Dusta dilakukan untuk menghentikan pertengkaran atau
dalam bentuk penghindaran.
4. Reaksi evaluatif. Memburuknya hubungan dapat meningkatkan
evaluasi negatif. Sebelumnya Anda memberikan pujian, sekarang
Anda mengecamnya. Evaluasi negatif sering kali menimbulkan
konflik atau pertengkaran.
5. Perilaku yang diharapkan semakin berkurang. Bila hubungan
semakin memburuk, berkuranglah permintaan akan perilaku yang
menyenangkan. Gejala memburuknya hubungan juga terlihat dari
berkurangnya basa basi manis yang menyertai permintaan seperti
”Tolong buatkan aku kopi, sayang...” menjadi ”Buatkan aku kopi”.
6. Saling memuji yang semakin berkurang. Pujian yang sebelumnya
sering dilakukan, sekarang jarang dilontarkan.
Menurut Bach & Wyden (1968) dalam DeVito (2011) berikut adalah
pengelolaan konflik yang efektif yaitu:
1. Sportif. Berkelahilah secara sportif. Agar hubungan kita tidak runtuh
dan tetap bertahan, serang pihak lawan di wilayah yang tidak
membuat permusuhan semakin parah dan menyakitkan.
2. Bertengkar secara aktif. Janganlah menghindari, hadapilah dan
selesaikan secara aktif oleh kedua belah pihak.
3. Bertanggung jawab atas pemikiran Anda. Bertanggung jawablah
dengan mengungkapkan secara jujur dan terbuka jika Anda berbeda
pendapat dengan mitra.
4. Langsung dan spesifik. Fokus pada konflik yang terjadi pada saat itu
dan di situ, jangan tentang konflik yang terjadi sebelumnya. Pusatkan
juga konflik pada lawan Anda bertengkar, jangan membawa-bawa
keluarganya atau atasannya atau kawan-kawannya. Pusatkan konflik
Anda pada perilaku lawan yang Anda tidak setuju.
Bab 4 Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal: Suatu Tinjauan Literatur 47
5.1 Pendahuluan
Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian sebuah gelombang suara,
pengiriman sinyal, dan pesan. Psikologi menyebut bahwa komunikasi
merupakan proses pengiriman energi dan alat indera ke otak. Pada saat terjadi
komunikasi psikologi mencoba menganalisis dari seluruh komponen yang
terlibat saat proses komunikasi. Komunikan sangat memengaruhi perilaku
dalam berkomunikasi baik secara internal maupun eksternal. Selain itu dilihat
dari aspek psikologi yang menjadi penyebab komunikasi berhasil dan dapat
diterima oleh orang lain namun ada juga pesan tersebut tidak dapat diterima
dengan baik. Hal tersebut tergantung dari bagaimana cara penerimaan pesan
baik dilihat dari personal maupun situasional yang memengaruhinya (Harahap
and Putra, 2019).
Kelompok merupakan bagian terpenting dalam suatu kehidupan sehari-hari.
dengan kelompok dapat saling bertukar informasi, pengalaman serta
pengetahuan dengan anggota lain. Komunikasi kelompok merupakan proses
penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan (penerima pesan) bisa
lembaga, sekolah, maupun keluarga. kelompok terbagi menjadi dua, kelompok
50 Psikologi Komunikasi
berfokus pada manfaat terhadap diri sendiri dan tidak membantu kelompok
mencapai konsensus (Ahmad, 2016).
Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership
group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan
adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik
menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah
kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk menilai diri
sendiri atau untuk membentuk sikap. Aspek penting dalam kelompok adalah
adanya konformitas. Konformitas merupakan perubahan perilaku atau
kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok
yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan
atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan
dan melakukan hal yang sama.
Sehingga ketika menjadi ketua kelompok,aturlah anggota kelompok anda
untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota,
usahakan persetujuan dari mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota
kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya
untuk setuju juga. Berkaitan dengan itu pula lah maka komunikasi memiliki
peran penting dalam setiap tindakan yang bertujuan untuk memotivasi
kelompok (Brown, B, Crawford, P & Carter, 2006).
elemen yang tercakup dalam definisi tersebut: Interaksi tatap muka, Jumlah
partisipan yang terlibat dalam interaksi, Maksud dan tujuan yang dikehendaki,
Kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota
lainnya.
Dalam komunikasi kelompok setiap anggota harus dapat melihat dan
mendengar serta mengukur umpan balik anggotanya baik secara verbal
maupun non verbal. Masing-masing dalam komunikasi kelompok jumlah
memiliki jumlah anggota minimal 3 – 20 orang, jika lebih dari itu
kemungkinan terjadi komunikasi kurang efektif (Ahmad, 2016). Model yang
biasa digunakan dalam komunikasi kelompok dengan menggunakan Focus
Group Discussion (FGD) merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan secara
terarah membahas terkait isu tertentu, proses untuk pengumpulan data dan
informasi secara spesifik melalui diskusi yang dilakukan secara kelompok.
Berdasarkan penelitian telah dilakukan uji coba dengan cara membentuk
kelompok menjadi 20 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6-8
anggota, serta dari 20 kelompok ini dibedakan menjadi dua kelompok yakni
kelompok yang anggotanya dipilih secara acak dan kelompok yang bebas
memilih anggotanya sendiri. Pembedaan ini ingin melihat bagaimana
komunikasi kelompok yang dibentuk, dan kelompok yang terbentuk
berdasarkan pemilihan sendiri yang berarti anggota didalam kelompok tersebut
sudah mengenal satu dengan yang lainya.
Pembentukan kelompok yang boleh memilih kelompok sebanyak 7 kelompok
digunakan sebagai alat pembanding atau alat ukur. Kelompok-kelompok
tersebut diberikan tes untuk yang harus diselesaikan secara kelompok. Saat
mereka menyelesaikan tes ada seseorang yang mencatat interaksi yang
dilakukan oleh para anggota kelompok. Pencatatan interaksi ini dilakukan
guna untuk melihat interaksi yang dilakukan setiap anggota kelompok saat
berkomunikasi. Pemberian tanda panah yang menghubungkan antra anggota
satu dengang anggota yang lain menandakan adanya suatu interaksi.
Banyaknya tanda panah ini menjadikan indikasi semakin banyak interaksi
yang dilakukan oleh anggota kelompok tersebut seperti pada gambar dibawah
ini (Brown, B, Crawford, P & Carter, 2006).
Bab 6
Massa Di Media Sosial Dalam
Psikologi Komunikasi
6.1 Pendahuluan
Sejak pertengahan Februari 2021 lalu, media massa dibanjiri info tentang
kabar burung penyanyi imut bersuara bening NS memiliki hubungan spesial
dengan keyboardis AS grup musik SG. Seperti biasanya, pemberitaan media
lebih banyak menyasar pada NS ketimbang menyajikan pemberitaan
berimbang yang tentunya juga menyebut AS. Seorang jurnalis warga, sebut
saja, Ersa, menuliskan pandangannya tentang yang terjadi pada NS dan AS.
Ersa menuliskan, menjadi dekat dengan lawan jenis yang telah memiliki
pasangan selalu dianggap sebagai kesalahan. Jurnalis warga ini juga menulis,
jika nikah siri, poligami, nikah kontrak cenderung masih bisa diterima
masyarakat. Secara singkat, Ersa menulis, agar masyarakat lebih bijaksana
menyikapi kabar burung perselingkuhan NS dan tidak menghakimi, apalagi
tanpa ditunjang bukti yang menguatkan.
Ersa secara implisit membela NS. Dengan siapa seseorang akan dekat, itu
adalah hak setiap manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang bebas
menyayangi siapa saja. Manusia normal bisa berkali menyayangi manusia lain.
Begitulah, manusia adalah makhluk yang menyampaikan rasa cinta kasihnya
60 Psikologi Komunikasi
dengan cara yang dianggap manusiawi oleh pelakunya namun dianggap tak
manusiawi oleh manusia lainnya. Ersa lalu mengunggah pendapatnya di laman
media sosialnya. Unggahannya dibaca banyak netizen yang mayoritas
berkomentar pedas. Dia disebut sebagai perempuan tak waras dan bahkan
salah satu netizen menyebutnya sebagai perebut laki orang (Pelakor), sama
dengan Ns. Dalam tiga hari media sosialnya dikunjungi banyak perempuan
yang sebagian besar menolak pendapatnya. Begitulah, setiap individu yang
mengunggah suatu hal dari sudut pandang tak biasa harus bersiap menghadapi
kenyinyiran warga pengguna internet (netizen).
Dalam komunikasi, netizen sangat mungkin disebut massa, yang oleh Le Bon
(2001) didefinisikan sebagai sesuatu yang “excitable, credulous, impulsive,
violent, or even heroic (Le Bon, 2011). Jika menilik ke belakang, ada kasus
koin Prita di tahun 2008. Masa itu, Prita menyampaikan kekecewaannya pada
manajemen salah satu rumah sakit Internasional yang dianggap mengabaikan
hak-haknya sebagai pasien. Prita divonis bersalah dengan tuntutan pencemaran
nama baik dan diharuskan membayar denda pada pihak rumah sakit sebesar
204 juta. Masyarakat berempati lalu berinisiatif menggalang dana melalui
media sosial bertajuk koin untuk Prita. Melalui penggalangan dana ini
terkumpul uang sebanyak Rp. 825 juta.
Kedua peristiwa sama-sama menggerakkan hati warga (massa), ada yang
berempati dan ada yang membenci. Massa yang tidak saling mengenal namun
memiliki pemikiran, kepentingan dan kepedulian yang sama.. Massa pada
kasus NS dan Prita tersebar di tempat berbeda dan kemungkinan besar banyak
yang tidak saling mengenal. `Mengapa mereka bisa bersatu dalam menyikapi
suatu peristiwa ? Di era kemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini,
dukungan, cercaan, bantuan, mampu melahirkan solidaritas massa melalui
media sosial.
Manusia adalah makhluk biologis dan setiap faktor biologis terlibat dalam
seluruh kegiatan manusia yang berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis.
Dalam kehidupannya, manusia memiliki banyak kebutuhan, di antaranya
kebutuhan pemenuhan diri. Kebutuhan manusia akan nilai, kedambaan dan
makna kehidupan. Dalam menghadapi gejolak kehidupan , manusia
membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan
atau memberikan makna pada kehidupannya. Bila manusia kehilangan nilai,
tidak mengetahui tujuan hidup yang sebenarnya, manusia tidak memiliki
kepastian untuk bertindak sehingga akan mudah putus asa.
Bab 6 Massa Di Media Sosial Dalam Psikologi Komunikasi 61
Dunia maya seperti layaknya media sosial merupakan sebuah revolusi besar
yang mampu mengubah perilaku manusia dewasa ini, di mana relasi
pertemanan serba dilakukan melalui medium digital, menggunakan media
baru (internet) yang dioperasikan melalui jejaring sosial. Realitas menjadi
bersifat augmented dan maya yang harus diadaptasi dan diintegrasikan dalam
kacamata kajian Psikologi Sosial Kontemporer yang ubiquitous (ada di mana-
mana) serta pervasif (dapat menembus berbagai bidang ilmu dan kajian.
Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering disebut
dengan media sosial (social media) seperti Facebook, Twitter, dan skype
merupakan media yang digunakan untuk mempublikasikan konten seperti
profil, aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna juga sebagai media yang
memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di
ruang media siber. Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau
sering disebut dengan media sosial (social media) seperti Facebook, Twitter,
dan skype merupakan media yang digunakan untuk mempublikasikan konten
seperti profil, aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna juga sebagai media
yang memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di
ruang media siber.
Media sosial yang sengaja dibuat untuk berkumpulnya individu dalam jumlah
banyak, selanjutnya disebut massa mampu menciptakan satu rasa
kebersamaan, ketertarikan dan kepedulian secara kolektif. Meski berasal dari
tempat berbeda, tidak saling mengenal, beragam latar belakang kehidupan, tak
menyurutkan keyakinan untuk bergabung. Sebut saja, media sosialnya
backpacker dunia, masyarakat peduli Thalasemia, Klub Buku, Pecinta
Fotografi dan lainnya. Individu memutuskan bergabung di media sosial
bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya akan nilai kehidupan.
mudah goyah dan berubah. Massa merupakan fenomena yang biasa kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari. Le Bon menyebut, terjadinya kerumunan
disebabkan oleh minimal dua faktor yang saling berkaitan. Pertama, hasil dari
penghancuran terhadap keyakinan keagamaan, politik dan sosial yang menjadi
akar-akar peradaban barat. Kedua, keniscayaan yang tak terelakkan dari
kondisi dan pemikiran baru sebagai akibat dari penemuan dan perkembangan
sains modern (Bon, 2001). Lebon juga menyebut dua jenis massa. Pertama
adalah massa yang bersifat heterogen. Massa jenis pertama ini bisa anonim,
seperti kerumunan orang di jalan raya karena macet atau orang-orang yang
berkerumun di pusat perbelanjaan. Mereka berlatar belakang berbeda, tetapi
dipersatukan oleh satu tujuan atau kondisi yang sama pada waktu tertentu.
Daya ikat massa heterogen ini bersifat kontemporer. Kedua adalah massa yang
bersifat homogen, massa jenis ini bisa berupa sekte, kasta dan kelas. Oleh
karena bersifat homogen, massa jenis kedua ini secara teoritis lebih kuat daya
ikatnya dan lebih panjang spirit gerakannya.
Menurut Le Bon, massa yang heterogen terbentuk melalui tiga tahap. Tahap
pertama adalah anonimitas. Pada tahap ini orang-orang bergabung pada sebuah
gerakan dan mulai kehilangan sensibilitas individualnya. Kemampuan kritis
terhadap isu yang digelorakan dalam gerakan tersebut kemudian berkurang
secara perlahan, diganti oleh semacam gairah yang meluap.
Tahap kedua adalah penularan (contagion). Pada tahap ini emosi menyebar
memenuhi suasana yang tercipta dalam kerumunan, sementara pada saat yang
sama individualitas sama sekali telah hilang. Ketiga adalah tahap sugesti. Pada
tahap ini orang-orang akan terbuka untuk mengikuti apa yang diucapkan
secara berulang-ulang oleh pemimpin massa (Coop, 2010). Meski memandang
kerumunan sebagai patologi, Le Bon membantah bahwa massa selalu identik
dengan kriminalitas. Menurutnya, kriminalitas hanya satu bagian atau episode
dalam dinamika kerumunan. Masih banyak aspek lainnya, seperti heroism.
Akan tetapi, heroism dalam pemikiran Le Bon adalah heroism yang rasistik.
Heroisme inilah yang menjadi dasar identitas nasional. Meski demikian,
heroism tidak dimiliki oleh semua bangsa. Hanya bangsa tertentu yang
memilikinya.
Elias Canetti, penulis kelahiran Bulgaria memiliki pandangan yang hampir
serupa dengan Le Bon, Canetti membagi massa ke dalam dua jenis, yaitu,
massa tertutup dan terbuka. Massa tertutup, mirip konsepsi kerumunan
homogennya Le Bon, umumnya lebih permanen, terdiri atas dua anggota atau
lebih. Mereka bisa cair tetapi berada dalam batas-batas yang jelas dan tetap,
Bab 6 Massa Di Media Sosial Dalam Psikologi Komunikasi 65
proses yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku individu baik secara
personal maupun kelompok terhadap sebuah isu, tema, peristiwa, atau objek
lainnya yang bersifat abstrak seperti ideal atau sesuatu yang bersifat aktual dari
sebuah produk yang digunakan. Usaha ini dilakukan baik secara verbal
maupun non verbal dengan cara mengonversi informasi, perasaan, alasan atau
kombinasi semuanya ke dalam bentuk lain yang dapat diterima oleh
komunikan (receiver). Berbagai aplikasi persuasi banyak dijumpai demi
kepentingan pragmatis di dunia politik maupun pemasaran (Maulana, dkk,
2013).
Persuasi merupakan usaha pengubahan sikap individu dengan memasukkan
ide, pikiran, pendapat, dan bahkan fakta baru lewat pesan-pesan komunikatif.
Dalam proses persuasi pada umumnya meliputi sumber (source)sebagai
komunikator yang membawa pesan, target penerima pesan (audience) yang
menjadi target perubahan sikap. Dalam perspektif psikologi memandang
perilaku manusia sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun
kompleks. Sepanjang hubungan menyangkut pembahasan mengenai hubungan
sikap dan perilaku, sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam
batas kewajaran sebagai suatu respon atau reaksi terhadap stimulus yang
bersumber dari lingkungan sosial.
Hovland dan kawan-kawan meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi persiasif. Dalam penelitiannya ia mendefinisikan komunikasi
sebagai suatu proses yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan
stimulus untuk mengubah perilaku orang lain.
Bab 7
Ruang Publik dan Psikologi
Komunikasi
7.1 Pendahuluan
Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari aktivitas komunikasi, baik
komunikasi yang dilakukan dalam keluarga dan komunikasi yang lebih luas
dengan kelompok serta masyarakat. Hadirnya komunikasi ditujukan untuk
menumbuhkan hubungan antar manusia semakin baik. Selain itu komunikasi
bertujuan untuk mempengaruhi pemikiran orang lain, mengubah sikap dan
mempengaruhi orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Rogers, bahwa
komunikasi adalah proses pengalihan ide dari sumber kepada suatu penerima
atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Rogers,
1981). Ditambahkan bahwa komunikasi adalah proses dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya
yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam
(Rogers, 1981).
Hadirnya komunikasi mendorong setiap orang untuk saling berinteraksi
dengan menggunakan berbagai media. Komunikasi adalah bentuk interaksi
manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau
tidak sengaja; tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa
68 Psikologi Komunikasi
verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi
(Shannon, 1949). Menurut David K Berlo (Cangara, 2005) komunikasi
merupakan instrumen interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan
memprediksi setiap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri
dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat.
Komunikasi tidak akan pernah terlepas dari informasi, perilaku serta
pengalaman kesadaran manusia. Dalam kacamata psikologi, komunikasi
dipandang sebagai perilaku. Penyatuan antara komunikasi dan psikologi
keduanya melahirkan psikologi komunikasi yang berusaha untuk memahami,
menjelaskan, dan memprediksi bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan
manusia dipengaruhi oleh manusia lainnya. Menurut Shannon dan Weaver
yang dikutip oleh (Severin, 2005) informasi adalah:
“What is Information? Information is pattern matter energy that affects the
probabilities of alternatives available to an individual making a decision”.
(Dance, 1976) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi
behaviorisme sebagai usaha menimbulkan respon melalui lambang-lambang
verbal, ketika lambang-lambang verbal tersebut bergerak untuk stimuli. Fisher
(Rakhmat, 2000) menyebutkan empat ciri pendekatan psikologi pada
komunikasi, penerimaan stimuli secara indrawi, proses yang mempengaruhi
stimuli dan respons, prediksi respons dan peneguhan respons. Kaum
behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan dan diramalkan. Dalam teori behavioris ini dikenal dengan
teori belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh
lingkungan. Dengan mengetahui bagaimana perilaku dikendalikan oleh faktor-
faktor lingkungan (Rakhmat, 2000)
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah
(1) proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan
aspek merasa, (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang
(komunikasi), dan (3) mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi,
permainan peranan, identifikasi, proyeksi, agresi dan sebagainya (Rakhmat,
2000). Berbagai definisi diuraikan bahwa komunikasi suatu informasi yang
terpolakan untuk mempengaruhi individu, di mana terjalin proses pertukaran
pesan antara dua orang atau lebih, dengan menggunakan berbagai media.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menghadirkan berbagai
media komunikasi. Media komunikasi yang digunakan di antaranya media
Bab 7 Ruang Publik dan Psikologi Komunikasi 69
cetak (koran, majalah, pamflet, banner, dll) dan media elektronik (radio,
televisi, internet) dan bahkan media sosial (berbagai platform).
Proses pertukaran informasi melalui berbagai media menjadi pintu bagi setiap
individu menggunakan ”media demokrasi”. Demokrasi dapat berjalan dengan
baik jika dalam suatu negara terdapat ruang publik yang setara (egaliter), di
mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan
menyampaikan idenya (Littlejhon, 2009). Proses pertukaran informasi
dilakukan dalam suatu ruang, atau dapat dikatakan ruang publik (public
sphere). Public sphere, merupakan “jargon” yang dikemukakan oleh
Habermas, di mana terdapat ruang inklusif berkumpulnya masyarakat dalam
menyatakan opini baik sosial politik maupun ekonomi. Ruang publik adalah
ruang yang berfungsi untuk tempat menampung aktivitas masyarakat.
Habermas tentang public sphere (ruang publik), yaitu ruang yang memberikan
kesempatan kepada setiap warga negara untuk dapat menyatakan
opini/pendapat, kepentingan dan kebutuhan secara diskursif. Ruang publik
tidak hanya sebagai institusi atau organisasi legal, melainkan juga bagian dari
proses komunikasi antar warga itu sendiri (Hardiman, 2009). Melalui artikulasi
opini yang mencuat dalam ruang publik, tersembunyi keinginan agar negara
lebih responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan kaum borjuis (Habermas,
1989).
antaranya adalah: Jalan, taman bermain, jalur hijau, perbelanjaan dalam ruang,
ruang spontan dalam lingkungan hunian, ruang terbuka komunitas, square dan
plaza, pasar, tepi air (Carr, 1992)
Domain kehidupan sosial kita di mana hal seperti opini publik dapat dibentuk
di mana warga negara berurusan dengan hal-hal yang menjadi kepentingan
umum tanpa tunduk pada paksaan untuk mengekspresikan dan
mempublikasikan pandangan mereka. Ditambahkan bahwa jika publik yang
besar maka jenis komunikasi ini membutuhkan sarana penyebaran dan
pengaruh tertentu: saat ini, surat kabar dan terbitan berkala, radio dan televisi
adalah media di ranah publik (McKee, 2005).
Ditambahkan bahwa modernisasi adalah periode sejarah yang dimulai di
Eropa Barat dengan serangkaian transformasi sosial-budaya dan intelektual
yang mendalam pada abad ketujuh belas dan mencapai kematangannya
sebagai proyek budaya dengan pertumbuhan pencerahan dan kemudian
dengan perkembangan masyarakat industri. Modernisasi dikaitkan dengan
keteraturan, kepastian, harmoni, kemanusiaan, seni murni, kebenaran mutlak.
di Inggris dan Perancis, dari akhir abad ketujuh belas, badan dan organisasi
baru, bersosialisasi dalam bentuk baru, serta alat komunikasi baru yang lebih
menyebar dan lebih cepat, benar-benar muncul untuk memberikan bentuk dan
kekuatan yang lebih terlihat pada opini publik (McKee, 2005).
Konsep ranah publik berguna untuk memahami bagaimana masyarakat 'liberal'
berfungsi, dari pada masyarakat totaliter. Bentuk-bentuk organisasi sosial
liberal dicirikan oleh komitmen terhadap gagasan bahwa individu harus
memiliki dunia 'pribadi' dalam kehidupan mereka, di mana mereka diizinkan
untuk mengontrolnya. Ini tidak seperti masyarakat totaliter di mana setiap
elemen kehidupan individu berapa mereka dibayar, apa yang mereka makan,
budaya apa yang mereka konsumsi, dikelola oleh negara.
Sekali lagi, hanya dalam bentuk organisasi sosial liberal lah gagasan tentang
ranah publik masuk akal. Dalam masyarakat totaliter, opini publik tidak
muncul dari suara individu yang membahas masalah: opini tersebut dihasilkan
dari atas oleh negara itu sendiri, dan kemudian diberikan kembali kepada
orang-orang memberi tahu mereka apa yang akan mereka pikirkan tentang
masalah tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya, ruang publik tidak hanya
diwujudkan melalui ruang-ruang fisik, melainkan juga media cetak serta media
sosial.
Bab 7 Ruang Publik dan Psikologi Komunikasi 71
Dunia maya atau cyberspace pada dasarnya menyediakan apa yang disebut
public sphere (Jaduk, 2017). Ditambahkan (Jaduk, 2017) Public sphere yang
termediasi dalam sebuah media massa sangat bergantung pula pada sistem pers
yang dianut oleh negara sebagai sebuah penjamin kebebasan pers.
melengkapi satu sama lain, yaitu: Klaim kebenaran (truth), yaitu klaim
menyangkut dunia alamiah objektif; Klaim ketepatan (rightness), yaitu klaim
tentang pelaksanaan norma-norma sosial; Klaim autentisitas atau kejujuran
(sincerity), yaitu klaim tentang kesesuaian antara batin dan ekspresi; dan Klaim
komprehensibilitas (comprehensibility), yaitu klaim tentang kesepakatan
karena terpenuhinya tiga klaim di atas sebagai alasan yang mencukupi untuk
konsensus (Poespowardojo, 2016).
Tabel 7.1: Kompetensi Komunikatif Menurut Habermas (Salman, 2017)
Klaim Validitas Karakteristik Fungsi Imbalan
publik global di mana setiap orang memiliki akses langsung menuju forum-
forum global di mana mereka dapat mengekspresikan argumentasi tanpa
melalui mediasi, seleksi, dan penyensoran (Ubayasari, 2006).
Hal ini membuktikan bahwa teknologi digital memungkinkan adanya suatu
area terbuka, menjadi ruang tersendiri bagi publik dan menjadi sebuah budaya.
Budaya visual (visual culture) merujuk pada kondisi di mana visual menjadi
bagian dari kehidupan sosial (Ida, 2011).
Kehadiran internet melalui cyberspace menjadi alat penyediaan public sphere.
Cyberspace dapat dikatakan sebagai sinyal munculnya penyebaran informasi
baik sosial, ekonomi maupun bahkan politik yang dapat memunculkan reaksi
atau perilaku komunikasi khalayak. Terlebih saat informasi yang disajikan
memiliki tanggung jawab yang rendah dan sering kali menjadi muatan
kelompok tertentu.
8.1 Pendahuluan
Sifat manusia untuk menyampaikan keinginan dan mengetahui hasrat orang
lain, merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis
melalui lambang isyarat, kemudian disusul kemampuan untuk memberi arti
setiap lambang-lambang itu dalam bahasa verbal. Komunikasi telah
memperpendek jarak, menghemat biaya, menembus ruang dan waktu. Selain
itu komunikasi berusaha menjembatani antara pikiran, perasaan dan kebutuhan
seseorang dengan dunia luarnya serta membuat cakrawala seseorang menjadi
luas. Syarat utama terjadinya sebuah komunikasi adalah adanya interaksi
antara para komunikator (penerima dan pemberi pesan). Selain menggunakan
bahasa, gerak, isyarat, dan tanda, komunikasi juga dapat dilakukan dengan
media lainnya.
Era globalisasi saat ini, media komunikasi memberi kontribusi signifikan
terhadap perubahan dunia. Komunikasi di abad kontemporer ini dapat
dilakukan kapan saja dan di mana saja, tanpa hambatan ruang dan waktu.
Fenomena komunikasi inilah yang menjadi bagian dari studi ilmu komunikasi.
Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan perkembangan
80 Psikologi Komunikasi
8.2 Opini
8.2.1 Pengertian Opini
Pengertian opini publik menurut KBBI adalah pendapat, pikiran atau
pendirian(KBBI Online, no date). Opini adalah suatu sikap atau pendapat
seseorang mengenai sebuah persoalan ataupun keadaan yang pernah maupun
sedang terjadi. Opini antara satu orang dengan orang lainnya cenderung tidak
sama sebab dipengaruhi pola pikir, pengetahuan, serta lingkungannya dalam
menanggapinya situasi ataupun persoalan tersebut . Opini juga diartikan
sebagai pendapat atau pandangan tentang suatu persoalan.Ketika seseorang
beropini terhadap suatu permasalahan yang sama akan menimbulkan penilaian
yang berbeda, hal itu dikarenakan opini memiliki sifat subjektif yang artinya
menurut pandangan sendiri-sendiri (Abdullah, 2001).
Opini, pendapat, atau pendirian (Inggris:opinion) adalah pendapat, ide atau
pikiran untuk menerangkan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap
ideologi dan perspektif yang memiliki sifat tidak objektif. Opini merupakan
tanggapan terhadap rangsangan yang disusun melalui interpretasi personal
(Heriyanto Dkk, 2019). Maka dari itu, pandangan atau penilaian dalam opini
tidak didukung oleh fakta atau pengetahuan positif. Opini berbentuk
pernyataan tidak meyakinkan dan sering digunakan dalam berbagai hal
subjektif yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Hal itu terjadi karena
opini dipengaruhi oleh pemikiran, perspektif, perasaan, sikap,pengalaman,
keinginan, keyakinan, nilai, pemahaman seseorang tanpa bukti konkret
(Mardatila, 2020).
82 Psikologi Komunikasi
baik yang pro, kontra, atau dengan pandangan lainnya. Lawan dari
opini minoritas yaitu opini mayoritas.
6. Opini massa, merupakan tahap lanjutan dari opini publik. Opini yang
bersifat massa bisa berubah bentuk menjadi tindakan fisik, sering
tindakan yang bersifat destruktif. Opini massa ini dalam bentuk salah
satu pendapat seluruh masyarakat sebagai hasil dari perkembangan
pendapat yang berbeda mengenai masalah yang menyangkut
kepentingan umum.
7. Opini umum, pendapat yang sama dari semua orang dalam suatu
masyarakat mengenai masalah yang menyangkut kepentingan umum.
Bisa dikatakan sebagai serangkaian pendapat yang sama dari semua
orang dalam suatu masyarakat mengenai masalah yang menyangkut
kepentingan umum. Secara sederhana, opini umum ini merupakan
satu pendapat yang dipercaya oleh masyarakat pada umumnya.
Peran opini publik sangat besar dan penting dalam meningkatkan pengaruh
opini dan bahkan menguatkan ketika aktivitas organisasi politik dan elit
diperhitungkan. Daya tanggap tampaknya tidak berubah secara signifikan dari
waktu ke waktu(Burstein, no date).Sementara definisi lain dari opini publik
adalah ungkapan keyakinan yang menjadi pegangan bersama di antara para
anggota sebuah kelompok atau publik, mengenai suatu masalah kontroversial
yang menyangkut kepentingan umum (Frazier, 2004).
Opini publik telah berkembang dari istilah opini umum sejak abad ke-18. Pada
tahun 1781, istilah opini publik muncul dalam kamus Oxford Dictionary. Pada
abad 18 dan 19, pengertian bebas dari opini publik masih berhubungan dengan
Bab 8 Opini Publik Dalam Bingkai Psikologi Komunikasi 85
perbedaan antara publik umum dengan publik yang bersifat pribadi. Artinya,
opini publik terbatas hanya pada sesuatu yang bersifat lebih umum. Adanya
pendekatan bidang sosial dalam komunikasi massa, khususnya komunikasi
interpersonal membuat opini ini disampaikan dan dapat diterima oleh publik.
Maka dari itu, dalam lingkungan publik yang heterogen dibutuhkan orang
yang berjiwa opini leader, yaitu pribadi yang bisa menciptakan dan
memengaruhi opini publik, pemikir elite, memiliki kemampuan sebagai
pemimpin dan terampil membawakan pembicaraan maupun pendapat untuk
mencapai tujuan tertentu.
Opini publik menunjukkan sebuah muatan penting dari dinamika masyarakat
yang eksklusif dan kompleks dari kebijakan publik yang dibuat. Opini publik
bukan sepenuhnya hasil dari kebijakan publik dan perilaku para elite politik,
tapi dipengaruhi juga oleh pengalaman hidup sehari-hari warga negara yang
tidak mencerminkan kepentingan para elite. Opini publik identik dengan
kebebasan dalam mengungkapkan berbagai ide, keinginan, kebutuhan,
pendapat, gagasan dan keluhan dan kritik yang membangun oleh organisasi,
pribadi, maupun pemerintah . Seorang wartawan hak secara bebas untuk
mengutarakan atau menulis pendapat secara jujur,benar, terbuka, etis dan
objektif di media massa elektronik maupun cetak (Rumanti, 2002).
Bahkan Opini publik diibaratkan suatu proses penggabungan fikiran, usul dan
perasaan yang diungkapkan warganegara secara individu kepada pilihan
kebijakan yang dibuat pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas
tercapainya ketertiban sosial dalam situasi konflik pembantahan perselisihan
pandapat tentang apa yang akan di lakukannya. Opini publik akan
memunculkan citra seseorang tentang pemahaman politik melalui interpretasi
yang menghasilkan sebuah opini pribadi. Setiap opini akan mencerminkan
organisasi kompleks yang terdiri dari komponen nilai, kepercayaan dan
pengharapan (Tosepu, 2018).
Opini publik dapat dikatakan sebagai suara dari sekelompok orang yang
bersifat umum menjadi permasalahan bersama. Permasalahan tersebut menjadi
perhatian bersama ketika sebagian besar masyarakat merasakan hal yang sama
atau apa yang menjadi masalah sekelompok orang juga harus menjadi
tanggung jawab yang perlu untuk diatasi dan ditemukan solusinya. Orang-
orang yang berkedudukan sebagai elit politik dan memiliki kepentingan pada
kekuasaan tentu membutuhkan massa yang menjadi unsur penting dalam
mencapai tujuannya. Tujuan tersebut dicapai tentu dengan cara yang efektif
dapat memberikan efek pada sejumlah kelompok masyarakat. Efek yang
86 Psikologi Komunikasi
dari media yang lain, atau dengan pesan dari publik figur atau otoritas yang ia
percayai (Wahdaniyah, 2019).
Dalam hal pengukuran opini dan kebijakan publik bisa dilakukan dengan cara
jajak pendapat. Meskipun jejak pendapat yang sering dilakukan di negara kita
adalah dengan mengambil sampel berdasarkan metode tertentu. Namun
setidaknya jejak pendapat dapat dijadikan sebagai tolak ukur respon atau opini
publik dari setiap kebijakan publik yang akan dilakukan oleh pemerintah.
Karena bagaimanapun opini publik tersebut terbentuk berdasarkan pada
94 Psikologi Komunikasi
kebijakan publik dan ini adalah bagian dari perwujudan negara yang
demokratis.
Di samping itu, elit politik terkadang juga mampu menggiring opini publik
untuk mendukung kebijakan publik yang dilakukan. Banyaknya elit politik
yang menguasai media massa juga menjadi salah satu upaya yang dilakukan
sehingga opini publik senantiasa mengikuti keinginan yang mereka tuju. Baik
itu yang mendukung kebijakan publik oleh pemerintah atau yang menentang
kebijakan publik. Kalau memang kebijakan publik memengaruhi
pembentukan opini publik, setidaknya opini publik itu merupakan respons
terhadap kebijakan publik tersebut sehingga wujudnya tidak sama dengan
opini publik yang dilemparkan elite ke publik itu sendiri. Dengan demikian
dapat disimpulkan jika opini publik, kebijakan publik dan demokrasi
merupakan tiga hal yang tidak bisa dipisahkan dalam perkembangan suatu
negara. Opini publik yang terus mencuat dalam perpolitikan di Indonesia
adalah jalur kehidupan politik yang setiap saat dapat berubah.
Namun bagi sebuah demokrasi, kepedulian elit penguasa dalam menentukan
kebijakan dengan melihat pada opini publik merupakan wujud kepekaan dari
pemerintah terhadap apa yang dirasakan dan diinginkan oleh masyarakatnya
(Rizha, 2010). Berdasarkan analisis percakapan terkait Jokowi sepanjang
setahun terakhir, Rustika melihat adanya korelasi yang cukup kuat antara
netizen dengan Jokowi. Pada setiap pernyataan, aktivitas, maupun kebijakan
yang disampaikan Jokowi senantiasa direspons oleh netizen, baik dengan sikap
suportif namun juga kritis. Media mainstream online masih menjadi pemicu
isu-isu yang berkembang di Twitter.
Hal tersebut, lanjut Rustika, dilihat dari kontributor terbesar yang memberikan
informasi dan cuitan terkait Jokowi berasal dari berita dan akun media online
di Twitter. Penanganan Covid-19 merupakan isu yang menggerakkan
percakapan terbesar di Twitter, dengan jumlah percakapannya mencapai
1.803.438 tweet. Isu ini menduduki porsi 14,5 persen dari seluruh percakapan,
di respon netizen dengan pro dan kontra, dalam situasi dinamis. Maret 2020,
netizen memberikan framing netral tertinggi, mengingat isu ini masih baru dan
tiba-tiba melanda banyak negara di dunia. Netizen mengikuti berbagai
pernyataan Jokowi, terutama soal pasien Corona yang pertama di Indonesia,
dan juga anjuran soal protokol kesehatan. Sementara di bulan Mei-Juni, salah
satu kritik terbesar yang ditujukan pada Jokowi adalah soal penanganan Covid-
19 yang dianggap oleh netizen belum tepat atau masih menuai kontroversial
antara kebijakan “new normal”, lockdown, atau PSBB.
Bab 8 Opini Publik Dalam Bingkai Psikologi Komunikasi 95
9.1 Pendahuluan
Konflik merupakan bagian dari kesadaran manusia dalam segala aspek
kehidupan. Seseorang tidak dapat menghindari konflik, baik di rumah, di
kantor, atau saat menonton berita televisi. Konsekuensi konflik organisasi
mencapai lebih jauh hari ini daripada sebelumnya sebagai antarmuka antara
pekerjaan dan rumah kabur dan organisasi bereksperimen dengan struktur
yang lebih datar dan lebih terdesentralisasi. Selain itu, kompleksitas konflik
meningkat ketika organisasi menjadi lebih terbuka dan beragam. Konflik tidak
bisa dihindari dan bahkan diinginkan: “Bekerja dalam organisasi berarti berada
dalam konflik. Untuk memanfaatkan kerja bersama diperlukan manajemen
konflik” (Tjosvold, 2008).
Tidak heran jika manajemen konflik menerima perhatian yang semakin
meningkat dari manajer puncak dan pembuat kebijakan di seluruh perusahaan
besar dan organisasi nirlaba. Lipsky dan Seeber (2016) mencatat bahwa
selama 25 tahun terakhir, organisasi telah mengubah orientasi mereka terhadap
manajemen konflik. Secara khusus, organisasi lebih cenderung mengadopsi
"pendekatan proaktif, strategis untuk mengelola konflik organisasi.
102 Psikologi Komunikasi
yang merupakan faktor utama ketika orang membuat keputusan tentang cara
yang tepat untuk mendekati konflik.
Sistem manajemen konflik memiliki pandangan konvensional dan mekanistik
tentang komunikasi manusia. Pandangan ini berakar pada teori informasi
(Bowman & Targowski, 1987). Terlepas dari signifikansinya yang tak
terbantahkan untuk studi komunikasi, model ini pada dasarnya bersifat
produksi dan berpusat pada pengirim dan dapat dicirikan sebagai turunan
langsung dari apa yang disebut paradigma utama linier komunikasi manusia: A
-> B = X atau in Dengan kata lain, A mengkomunikasikan sesuatu ke B,
menghasilkan X (Littlejohn, 2010).
Dari perspektif sistem manajemen konflik, komunikasi konflik yang dipimpin
oleh teori informasi dikaitkan dengan keseimbangan dan penguatan struktur
sistem (Aula, 2010). Oleh karena itu, informasi baru juga terutama berpusat
pada penguatan struktur komunikasi yang sudah ada. Model proses
komunikasi linier, dapat diprediksi, rasional dan terkait dengan kerangka acuan
positivistik dalam studi organisasi. Pendekatan linier untuk komunikasi
mengasumsikan bahwa konflik adalah penyimpangan dari kesederhanaan dan
normalitas. Konflik dianggap sebagai “konsekuensi - atau setidaknya bukti -
dari penghentian, kerusakan, kesalahan, atau penurunan dalam komunikasi
”(Ruben, 1989). Pandangan ini telah mendominasi penelitian konflik hingga
saat ini (Nicotera & Dorsey, 2006).
struktur makna yang kompleks dan tidak teratur (Weick, 1995). Namun
demikian, komunikasi juga dapat merusak struktur pembuatan makna yang
ada dan menciptakan disintegrasi yang disengaja, yang dapat mendorong sifat-
sifat yang tetap dalam organisasi (Aula dan Siira, 2010).
Gagasan tentang fungsi ganda komunikasi organisasi didasarkan pada gagasan
bahwa komunikasi organisasi mewujudkan elemen integratif dan disipatif
yang dengannya seseorang dapat menciptakan atau mengurangi keragaman
struktur makna yang ada dan akibatnya, meningkatkan kemungkinan
munculnya makna baru dalam interaksi yang berlangsung dan menyentuh
aspek psikologi komunikasi.
Fungsi ganda membantu menjelaskan sifat tak tentu dari interaksi konflik dan
tantangan manajemen konflik. Kedua kualitas psikologi komunikasi menarik
interaksi dalam arah yang berbeda sambil memberikan kesempatan kepada
pihak-pihak untuk memengaruhi proses konflik. Campur tangan dan pihak
yang berkonflik harus beradaptasi dengan proses tetap, prosesnya
menyesuaikan dengan kebutuhan pihak yang berkonflik dan interaksi konflik
yang terungkap. Sejauh ini, manajemen konflik dan psikologi komunikasi
telah menjadi strategi dan kerangka kerja unggulan menangani konflik
organisasi.
Komunikasi organisasi terjadi dalam arena komunikatif (Stacey, 1991), yaitu,
semua lingkungan organisasi di mana kita menciptakan dan berbagi makna
dan memahami pengalaman kita. Ini termasuk lingkungan di dalam dan di luar
organisasi, hal ini erat kaitannya dengan psikologi komunikasi. Tempat di
mana anggota organisasi dan pemangku kepentingan bertemu satu sama lain
dan menciptakan representasi dan interpretasi (Aula dan Siira, 2010). Kami
menyarankan agar dua jenis komunikasi yang berbeda dapat diidentifikasi
seperti manajemen konflik dan juga psikologi komunikasi yang juga
merupakan tempat pengelolaan konflik.
9.6.1 Konsolidasi
Konsolidasi mewakili pendekatan manajemen konflik yang khas. Ini adalah
strategi yang ideal ketika masalah konflik bersifat impersonal dan sederhana
serta dapat diselesaikan dalam arena kelembagaan. Di sini, pendapat yang
saling bertentangan diharapkan muncul jarang, dan ketika muncul, mereka
jelas dalam fokus, bersifat integratif dan dapat diprediksi dalam hasil. Jadi,
sistem menyelesaikannya secara rutin dan mekanis. Konsolidasi
mengharuskan peserta untuk menyerahkan kendali suatu masalah kepada
otoritas netral dan melanjutkan hubungan kerja seperti sebelum pertemuan.
Orang-orang umumnya memiliki kesepakatan yang baik tentang jalannya
tindakan dalam suatu organisasi, dan komunikasi mengikuti jalur resmi.
Konsolidasi biasanya dianggap sebagai strategi yang diinginkan, karena orang
sering mengalami perubahan karena tidak nyaman; Selain itu, orang memiliki
keterampilan yang terbatas dan kesempatan yang terbatas untuk mengelola
konflik.
Singkatnya, konsolidasi dapat dianalogikan dengan cita-cita manajemen
konflik yang menekankan hak individu dan organisasi; konflik didefinisikan
secara ketat oleh subjek, peserta dan kepentingan; mengkonsolidasikan
dorongan dengan menggunakan saluran resmi manajemen konflik; dan
kekuatan pengambilan keputusan dialihdayakan dari peserta aktual.
Konsolidasi juga berfokus pada konflik yang eksplisit dan eskalasi, bukan
konflik yang baru muncul dan yang sedang berlangsung. Berkenaan dengan
jenis konflik atau sumber konflik, seperti yang diidentifikasi oleh beberapa ahli
(Rahim, 2002), mengkonsolidasikan melekat pada dimensi tugas konflik yang
substantif daripada pada aspek afektif konflik yang lebih tidak terbatas.
Bab 9 Manajemen Konflik Dalam Psikologi Komunikasi 109
9.6.2 Penindasan
Penindasan mewakili realitas yang tidak diinginkan, namun umum, dari
manajemen konflik organisasi. Itu muncul ketika suatu persoalan konflik
bersifat kompleks dan bersifat personal, namun persoalan tersebut ditangani
dalam arena kelembagaan. Di sini, organisasi mencoba untuk mematuhi
struktur dan konvensi manajemen konflik yang berlaku yang tidak
memungkinkan adanya opini atau diskusi yang rumit. Komunikasi dijaga
formal oleh organisasi; namun, para peserta konflik tidak menganggap saluran
yang tersedia cukup untuk mengatasi masalah mereka. Konflik bersifat
kompleks, namun kondisi tersebut hanya mendukung penanganan persoalan
yang jelas dan penyelesaian masalah secara tradisional. Di sini, konflik
cenderung memiliki dimensi afektif yang kuat, yang lebih disukai untuk
dibungkam sehingga tidak mengarah pada hasil disfungsional. Ketidaktahuan
tentang bagian-bagian tertentu, seringkali bagian pribadi dan yang menonjol,
dari suatu konflik dengan mudah mengarah pada tindakan yang tidak terduga
dan tidak beralasan, seperti saling tuduh, eskalasi, dan frustasi.
Dalam praktiknya, penindasan dimanifestasikan sebagai meremehkan dan
terlalu menyederhanakan masalah, yang melibatkan pihak ketiga yang tidak
perlu, perwakilan serikat pekerja atau pengacara perusahaan. Perhatian
dialihkan dari masalah sebenarnya ke aspek dangkal dan dari peserta aktual ke
pakar dari luar.
9.6.3 Goncangan
Goncangan merupakan langkah proaktif dalam manajemen konflik di mana
organisasi menggunakan komunikasi disipatif dan saluran komunikasi
informal dalam menangani konflik. Gemetar menunjukkan penanganan
masalah yang agak lugas dan faktual dalam arena spontan. Situasi seperti itu
terjadi ketika organisasi ditakdirkan untuk mengubur dirinya sendiri dengan
sepenuh hati dalam masalah. Goncangan juga dapat digunakan untuk
mendorong komitmen dalam menangani konflik secara menyeluruh. Saat
terbaik, goncangan memungkinkan dan memanfaatkan komunikasi disipatif
untuk mengelola konflik secara komprehensif dan manusiawi dan untuk
mendorong semua pendapat ke permukaan. Namun, guncangan dapat menjadi
110 Psikologi Komunikasi
masalah jika apa yang pada dasarnya merupakan masalah faktual menjadi
rumit tanpa tujuan.
9.6.4 Keterlibatan
Keterlibatan mewakili situasi di mana konflik dieksplorasi dengan baik dan
hati-hati. Dengan kata lain, konflik terlibat dalam arena spontan untuk
menyesuaikan dengan masalah yang kompleks dan sangat pribadi.
Keterlibatan dapat bermanfaat bagi organisasi jika hal itu membangkitkan
pengenalan ide dan sudut pandang segar. Di sisi lain, melibatkan diri mungkin
bukan strategi yang diinginkan karena masalah sebenarnya cenderung lebih
tertutup, dan dengan demikian, hubungan dapat terancam. Terkadang
keterlibatan terjadi karena ketidakmampuan komunikatif di satu atau kedua
sisi.
Model kami menggambarkan empat strategi konflik yang dapat diambil dari
pemeriksaan manajemen konflik organisasi dari perspektif kompleksitas sosial
yang memanfaatkan konsep arena komunikatif dan fungsi ganda komunikasi.
Dari strategi di atas, tidak ada yang secara otomatis paling diinginkan. Kami
menyarankan bahwa manajemen konflik organisasi harus menggunakan
semuanya untuk meredakan kondisi konflik. Dari perspektif kami, manajemen
konflik menawarkan serangkaian arena terbatas untuk mengelola konflik.
Konflik organisasi dimainkan di arena kelembagaan, termasuk proses seperti
pengaduan, arbitrase, dan mediasi, yang tidak bertujuan untuk menantang
struktur makna yang ada dan akibatnya mengarah pada pembelajaran
organisasi. Kualitas integratif dari komunikasi konflik ditangani berdasarkan
proses, kode, dan aturan yang telah ditentukan, sedangkan kualitas komunikasi
disipatif diabaikan, diremehkan, atau ditekan.
Bab 10
Psikologi Pesan Non Verbal
10.1 Pendahuluan
Secara etimologi komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu “cum” atau kata
depan yang berarti “dengan” atau bersama dengan dan kata “umus” atau
sebuah kata bilangan yang berarti “satu”. Dua kata tersebut membentuk kata
benda yakni “Communio”, Communio ini dalam bahasa Inggris disebut
sebagai Comnion yang memiliki arti yaitu kebersamaan, persatuan,
persekutuan gabungan, pergaulan atau hubungan. Komunikasi diartikan
sebagai pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau
hubungan. Komunikasi ini juga dapat dibedakan lagi ke dalam beberapa
bentuk, pembagian komunikasi dari segi penyampaiannya ada komunikasi
lisan (verbal) maupun tertulis, non verbal dari beberapa sumber kini
menambahkan komunikasi elektronik (Kusumawati, 2016).
Komunikasi non verbal diartikan dalam sebuah buku Introduction to
Communication Theory merupakan komunikasi tanpa sebuah kata-kata.
Dalam berkomunikasi hampir setiap setiap saat komunikasi non verbal
digunakan. Komunikasi non verbal muncul secara spontan dan lebih jujur
mengungkapkan kondisi yang sedang terjadi. Non verbal juga dapat diartikan
segala bentuk tindakan manusia yang secara sengaja dikirimkan dan
diinterpretasikan sesuai dengan tujuan dengan harapan mendapat umpan balik
dari penerima pesan. Maknanya setiap gerakan tubuh, mimik wajah, warna dll
112 Psikologi Komunikasi
Fungsi pesan non verbal menurut Mark L. Knapp terdapat lima hal yang dapat
dihubungkan dengan pesan verbal di antaranya (Harahap and Putra, 2019):
1. Repetisi, yaitu mengulang kembali dari gagasan yang telah
disampaikan secara verbal, misalnya setelah menyatakan persetujuan
kemudian diikuti dengan menganggukan kepala.
2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya
tanpa mengatakan apapun, tapi ekspresi wajah menunjukan tidak
setuju.
3. Kontradiksi, memberikan makna yang berbeda dari pesan verbalnya,
misal memuji teman cantik tapi dengan tatapan mata sinis.
4. Komplemen memiliki makna untuk melengkapi dan
menyempurnakan dari makna non verbal. Misal ketika seorang
mengalami kesedihan yang sangat dalam ditunjukan dengan air mata
yang keluar dan wajah yang sangat letih, pandangan kosong
5. Aksentuasi, penekanan terhadap pesan verbal. Misalnya ketika
jengkel dengan orang maka tangan kita menggenggam sambil
meremat-remat kuat.
Komunikasi non verbal terbagi menjadi 3 bagian; bahasa isyarat, bahasa gerak
dan bahasa objek. Bahasa gerak semua yang ditunjukan dari anggota gerak
tubuh kita dapat menggantikan sebuah angka, tanda atau kata. Misal ketika
melihat orang yang minumnya dengan cepat seketika habis satu botol. Tanpa
mengucapkan dalam bentuk kata namun pesan yang tersirat adalah orang
tersebut sangat kehausan (Tanenbaum, Nixon and El-Nasr, 2014). Sedangkan
Bab 10 Psikologi Pesan Non Verbal 119
sadar pipi menjadi merah dan mata berkedip terus-menerus. (DeVito, 2011).
Komunikasi non verbal serta lambang-lambangnya yang bermakna universal.
Adapun komunikasi verbal lebih banyak yang bersifat spesifik bagi
kebudayaan tertentu. Dalam komunikasi non verbal bisa dilakukan beberapa
tindakan sekaligus dalam suatu waktu tertentu, sementara komunikasi verbal
terikat pada urutan waktu. Komunikasi nonverbal dipelajari sejak usia sangat
dini. Adapun penggunaan lambang berupa kata sebagai alat komunikasi
membutuhkan masa sosialisasi sampai pada tingkat tertentu. Komunikasi
nonverbal lebih dapat memberi dampak emosional dibanding komunikasi
verbal (Glenn Wilson, 2016).
122 Psikologi Komunikasi
Bab 11
Psikologi Pesan Linguistik
11.1 Pendahuluan
Manusia diciptakan dengan akal dan pikiran yang memungkinkan dirinya
untuk mengkreasikan suatu budaya. Dalam hal ini, bahasa merupakan salah
satu wujud nyata yang turut mengindikasikan keberadaan kebudayaan
manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia butuh menjalin hubungan dengan
orang lain. Bahasa memegang peranan penting sebagai salah satu media
komunikasi dalam bentuk kata-kata atau kalimat bermakna, dan memiliki
fungsi untuk menyampaikan pesan yang dapat dipahami dalam suatu
komunitas sosial tertentu. Pesan yang tersampaikan melalui media bahasa
inilah yang disebut dengan pesan verbal atau pesan linguistik (bahasa).
Menurut Keraf dalam Smarapradipha, bahasa merupakan alat komunikasi
manusia berwujud sistem lambang atau simbol bunyi yang bersifat arbitrer dan
diujarkan oleh alat ucap manusia (Smarapradhipa, 2005).
Alat komunikasi ini merupakan salah satu hasil budaya yang menunjukkan
identitas dan ciri khas suatu bangsa. Dalam praktiknya, setiap manusia
cenderung mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Hal
ini dikarenakan setiap individu memiliki tingkat pemahaman dan caranya
tersendiri dalam menerima, memahami, dan menanggapi setiap pesan atau
respon yang diterimanya. Sebagai bagian dari kebudayaan, maka penggunaan
suatu bahasa tidak bisa terlepas dari eksistensi budaya tersebut atau bercampur
124 Psikologi Komunikasi
dengan sistem bahasa lainnya dalam konteks budaya yang berbeda. Oleh
karena itu, bahasa hanya dapat dipahami apabila terdapat kesepakatan di antara
anggota-anggota kelompok sosial mengenai makna dan tujuan komunikatifnya
dalam pesan yang diperoleh.
Pesan pada akhirnya menjadi salah satu unsur sangat penting yang tidak boleh
diremehkan dalam proses komunikasi, karena makna dari pesan itu memegang
peranan dalam memperlancar proses interaksi antara komunikator dan
komunikan. Tujuan dari komunikasi hanya akan dapat tercapai apabila pesan
yang disampaikan oleh komunikator memiliki makna sama dengan makna
yang diterima komunikan. Selain itu, bahasa berperan dalam memecahkan
persoalan, mengkomunikasikan pikiran dan menarik hasil percakapan sebagai
kesimpulan. Melalui penguasaan pesan bahasa atau linguistik, kita dapat
menggunakan kata-kata sebagai representasi realitas atau makna yang hendak
dikomunikasikan.
Pesan verbal atau pesan linguistik adalah pesan yang digunakan oleh anggota-
anggota dari kelompok sosial tertentu dalam komunikasi di mana bahasa
berfungsi sebagai media bertukar pesan. Dengan demikian, maka pesan
linguistik dipahami sebagai bentuk pesan yang dikomunikasikan melalui
kombinasi bunyi-bunyi bahasa tertentu untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan dan maksud seseorang kepada pihak lain. Dalam konsep ilmu
psikologi, komunikator dapat menyampaikan pesan linguistik kepada
komunikan dengan baik apabila terdapat rasa kepercayaan antara komunikator
dan komunikan. Seorang komunikator dapat memperoleh kepercayaan dari
komunikan sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik
apabila komunikator berhasil menggunakan struktur organisasi pesan sesuai
dengan sistem tata bahasa yang benar, sekaligus mempertimbangkan aspek
psikologis yang mungkin terlibat dalam proses penyampaian pesan tersebut.
terbentuk berdasarkan proses dan sistem yang sama. Setiap kata dalam bahasa
(beserta lambang bunyi yang dimilikinya) dapat muncul dan dibentuk tanpa
adanya hubungan logis dengan apa yang dilambangkannya.
Sebagai contoh, istilah “bintang” yang menurut Wikipedia didefinisikan
sebagai “benda langit yang dapat memancarkan cahaya sebagai dampak fusi
nuklir pada intinya”. Tidak ada yang dapat menjelaskan mengapa objek itu
dinamakan “bintang” dalam bahasa Indonesia, harus ditulis dengan huruf latin
alfabet (bukan dengan bentuk tulisan paku, misalnya) dan dilambangkan
dengan bunyi [bintaN], bukan dibunyikan [bErU, [bArAN], [bintiN] atau
bentuk lambang lainnya.
Pada kasus lainnya, terdapat beberapa penamaan atau pemberian kata-kata
tertentu terhadap suatu wujud yang bisa dihubungkan secara logis dengan
benda tersebut. Semisal, kata kerja “crush” [krʌS], dalam bahasa Inggris yang
merupakan bunyi benda hancur atau bertabrakan, memiliki makna yang
berkaitan dengan bunyi tersebut, yaitu “menekan sesuatu dengan sangat keras,
sehingga pecah atau menjadi rusak. Berdasarkan alamat situs Literary Terms,
jenis pembentukan kata ini dinamakan onomatopoeia, yaitu pembentukan kata
atau istilah dari suara yang terkait dengan apa yang dinamai. Pemberian
lambang bahasa seperti ini tidak bisa dilakukan secara individual, karena
bahasa merupakan alat sosial, sehingga bahasa dengan sifat arbitrer ini hanya
dapat diterapkan atau berlaku apabila terdapat persamaan persepsi dan
kesepahaman di antara para anggota kelompok sosial dalam penggunaannya.
Dengan demikian, masyarakat berbahasalah yang secara arbitrer (sesuka hati)
menentukan lambang-lambang mana dalam bahasa mereka yang digunakan
untuk melambangi wujud tertentu yang telah disepakati bersama. Marilah kita
renungkan, apabila bahasa tidak bersifat arbitrer, maka tentu hanya akan ada
satu bahasa di dunia ini. Selain itu, Bolinger menyampaikan bahwa seandainya
lambang memiliki hubungan dengan apa yang dilambangkannya, maka
seseorang yang tidak memahami suatu bahasa pun akan bisa menebak makna
kata dalam bahasa tersebut apabila mendengarnya (Bolinger, 1968). Namun
pada kenyataannya, kita tidak dapat mengenali makna suatu kata apabila kita
belum pernah mempelajari kata itu sebelumnya, atau belum memiliki
pengalaman apapun berkenaan dengan bahasa yang diterima, karena setiap
kata memiliki makna tersendiri yang telah disepakati dalam kelompok sosial
yang belum tentu kita ketahui.
128 Psikologi Komunikasi
(Bahasa Indonesia)
Karena kata-kata itu memiliki makna, maka kata-kata tersebut dapat disebut
bahasa. Bandingkan dengan kata-kata berikut:
“Yuityur”
“Piuruew”
“Vcnm”
Kata-kata di atas tidak memiliki bermakna. Oleh karena itu, mereka tidak
dapat dianggap sebagai bahasa.
Bahasa itu Berwujud Bunyi
Bunyi merupakan wujud kesan yang terdapat pada pusat saraf sebagai dampak
dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena adanya perubahan dalam hal
tekanan udara (Kridalaksana, 1983). Bahasa muncul dalam wujud bunyi yang
dihasilkan oleh artikulator atau alat ucap manusia. Meskipun demikian, tidak
semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia adalah bahasa. Untuk
dapat disebut bahasa, bunyi tersebut harus dapat dipahami, dipelajari, serta
memiliki makna.
Bahasa itu Unik
Bahasa itu unik atau spesial, karena setiap bahasa memiliki karakteristik atau
ciri khas tersendiri yang membedakan bahasa tersebut dengan bahasa lainnya.
De Saussure bahkan menganggap bahasa sebagai ciri pembeda kelompok
sosial yang paling jelas (De Saussure, 2011). Ini dikarenakan bahasa yang
digunakan setiap kelompok sosial membuat para anggotanya merasa sebagai
satu kesatuan yang berbeda dari kelompok lainnya. Pembeda melalui bahasa
ini bisa mencakup perbedaan sistem bunyi, tata cara pembentukan kata dan
kalimat, hingga cara penulisannya dalam bentuk lambang tertentu.
Bahasa itu Konvensional
Dalam penggunaannya, bahasa bersifat konvensional. Hal ini berarti bahwa
seluruh anggota masyarakat bahasa itu perlu patuh pada konvensi bahwa
lambang itu hanya digunakan untuk mewakili konsep atau objek yang
diwakilinya. Pengaturan ini sangat penting untuk menjaga kelancaran proses
komunikasi di antara anggota kelompok masyarakat. Sebagai contoh,
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), objek dalam ilmu sains
yang dilambangi dengan kata “iodin” merujuk pada unsur kimia halogen
bukan logam yang terdapat pada tabel periodik, memiliki simbol I dengan
130 Psikologi Komunikasi
nomor atom 53, serta bobot atom 126.9045. Orang-orang medis atau para
peneliti zat ini harus memiliki persamaan persepsi atau patuh terhadap makna
dan representasi yang telah ditentukan untuk kata tersebut.
Apabila hal ini tidak dipatuhi, maka dapat menjadi hambatan dalam
berkomunikasi dan berpotensi memicu dampak yang lebih besar, sehingga
perlu digantikan dengan lambang lainnya.
Bahasa itu Produktif
Bahasa itu bersifat produktif yang berarti bahwa unsur-unsur bahasa yang
terbatas itu bisa berubah, sehingga menciptakan satuan-satuan bahasa baru
yang tidak terbatas. Proses pembentukan ini dapat terjadi dalam lingkup sistem
tata bahasa yang relatif sama dengan yang telah ada sebelumnya. Semisal,
dalam bahasa Inggris terdapat fonem vokal, /o/ dan fonem konsonan /p/ dan /t/.
Dari keempat fonem tersebut, kita dapat membentuk tiga satuan bahasa
dengan kelas kata yang berbeda, seperti:
1. /t/-/o/-/p/ (unggul) - Kata sifat
2. /p/-/o/-/t/ (bejana, panci) - Kata benda
3. o/-/p/-/t/ (memilih) - Kata kerja
Salah satu contoh kerangka konseptual dan pemikiran individu dalam aturan
tata bahasa Inggris dan bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 11.2: Tata Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dalam Kalimat
Pertanyaan Verbal
dipengaruhi oleh persepsi dan interpretasi setiap orang yang bisa jadi
berbeda-beda.
3. Makna Bias
Bahasa bisa jadi mengungkapkan makna bias yang disebabkan karena
perbedaan latar belakang sosial dan kebudayaan yang dimiliki oleh
setiap orang. Kemampuan berbahasa merupakan salah satu aktivitas
berpikir manusia untuk mengungkapkan kenyataan dunia secara jelas.
Oleh karena itu, para anggota masyarakat yang berasal dari suku-
suku pedalaman yang notabene tidak dapat mengenyam pendidikan
mengenai bahasa mungkin akan kurang mampu mengenali apa yang
orang lain sampaikan kepada mereka. Selain itu, secara alami
seseorang memiliki kecenderungan untuk mencampuradukkan fakta
dengan penafsiran dan penilaian pribadi yang dimilikinya. Hal ini
menyebabkan potensi kekeliruan persepsi dalam komunikasi yang
dilakukan dengan penggunaan pesan bahasa/linguistik.
bunyi yang sama. Oleh karena itu, kita harus lebih berhati-hati dalam
berkomunikasi dengan media pesan linguistik ini.
Manusia tidak hanya hidup di dalam kehidupan sosial yang dipahami secara
subjektif, tetapi juga ditentukan oleh bahasa yang menjadi salah satu media
komunikasi bagi masyarakat penggunanya. Psikologi pesan linguistik
menyadarkan kita akan pentingnya aspek psikologis dalam proses komunikasi
antar manusia. Pesan yang disampaikan melalui media linguistik atau bahasa
(verbal) dengan mempertimbangan kondisi serta hubungan psikologis antara
komunikator dan komunikan bisa memengaruhi ketercapaian tujuan
komunikasi dan perolehan dampak yang diinginkan bagi komunikator.
Dengan demikian, kita sebagai makhluk sosial yang senantiasa butuh menjalin
komunikasi dengan orang lain, perlu mempertimbangkan bukan hanya
mengenai bagaimana mempelajari bahasa dalam keseluruhan aspek-aspeknya
untuk menyampaikan pesan secara verbal, tetapi juga perlu membina
hubungan emosional yang baik dan erat dengan komunikan agar proses
komunikasi berjalan dengan lancar, dan tujuan komunikasi tersebut dapat
tercapai.
142 Psikologi Komunikasi
Daftar Pustaka
Chaer, A. (2014) Linguistik Umum. Edisi Revi. Jakarta. PT. RINEKA CIPTA.
CHOIRIYATI, S. (no date) ‘PERAN MEDIA MASSA DALAM
MEMBENTUK OPINI PUBLIK, in, pp. 21–27.
Coon, D. (1977) Introduction to Psychology: Exploration and Application.
Boston: West Publishing Company.
Coop, Douglas. (2010) “Crowd and Leadership: The Art of Influencing
Crowds”. British:Trafford Publishing
Cruttenden, A. (2014) Gimson’s pronunciation of English. Oxfordshire:
Routledge.
Dahlgren, P., (2000). Television and Public Sphere:Citizenship, Democracy and
The Media , London: Sage Publications.
Dalila, A. and Purnama, C. (2020) ‘Pembentukan Opini Publik oleh Media:
Cable News Network (CNN) Indonesia dalam 2018 North Korea–United
States Singapore Summit, Indonesian Perspective, 5(1), pp. 50–71. doi:
10.14710/ip.v5i1.30194.
Dance, F., (1976). Human Communication Theory Original Essays, New York:
Holt Rinhart.
Davenport, E. (2016) Communication How to Speak Effectively and Improve
Your Relationships, Listening, and Social Skills. libgen.
De Saussure, F. (2011) Course in general linguistics. Columbia University
Press.
Definisi Nurani_artikata.com (no date). Available at:
https://www.artikata.com/arti-341884-naluri.html.
Desiderato, D. B. H. and Jackson, J. H. (1976) Investigating Behavior.
Principles of Psychology. New York: Harper & Row Publishers.
DeVito, J. A. (2011) Komunikasi Antarmanusia. Tangerang: Karisma
Publishing.
Di, P. et al. (2017) ‘Analisis Isi Opini Publik Tentang Kebijakan Pemerintah
Analysis of Publik Opinion Content Towards the Central Government
Policy in Social , Economic and Cultural Sector, JURNAL
KOMUNIKASI, MEDIA DAN INFORMATIKA, 6(April), pp. 65–74.
146 Psikologi Komunikasi
Edi, P., (2014). Privatisasi Ruang Publik dari Civic Centre menjadi Central
Business District (Belajar dari Kasus Kawasan Simpang Lima Semarang),
s.l.: Jurnal Tata Loka Volume 16 No 3:153-157.
Effendy, O. U. (1991) Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
English Alphabet. Available at:
https://www.worldometers.info/languages/english-alphabet/#:~:text=Five
of the letters in,and usually W and Y.&text=Two letters%2C “A”
and,I%2C” also constitute words.
Fairhurst, G. T. (2008). Discursive leadership: A communication alternative to
leadership psychology. Management Communication Quarterly, 21(4),
510-521.
Fatah, M. d. Z., (2019). Mempolitisasi Ruang Virtual:Polisi Warga Net dalam
Praktik Demokrasi Digital di Indonesia, s.l.: Jurnal Ilmiah Manajemen dan
Kebijakan Sosial Vol 3 No 1.
Fiske, S. T. (1993). Controlling other people: The impact of power on
stereotyping. American psychologist, 48(6), 621.
Fitra, H. et al. (no date) Pengaruh Dan Efektivitas Penggunaan Media Sosial
Sebagai Bentuk Saluran Komunikasi (Haidir Fitra Siagian) PENGARUH
DAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI
SALURAN KOMUNIKASI POLITIK DALAM MEMBENTUK OPINI
PUBLIK,103.55.216.56. Available at: http://103.55.216.56/index.php/Al-
Khitabah/article/view/2579 (Accessed: 1 March 2021).
Frazier, M. (2004) Humas: Membangun Citra dengan Komunikasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Fuchs, C. (2014). “Social Media a Critical Introduction”. Los Angeles: SAGE
Publication,Ltd
Gifary, S. and Kurnia, I. (no date) INTENSITAS PENGGUNAAN
SMARTPHONE TERHADAP PERILAKU KOMUNIKASI,core.ac.uk.
Available at: https://core.ac.uk/download/pdf/208770854.pdf (Accessed: 1
March 2021).
Glenn Wilson (2016) Body Language. libgen.
Google Translate (no date). Available at: https://translate.google.com/.
Daftar Pustaka 147
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (no date a). Available at:
https://kbbi.web.id/arbitrer (Accessed: 2 August 2021).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (no date b). Available at:
https://kbbi.web.id/iodin.
katadata.co.id, (2020). https://databoks.katadata.co.id, s.l.: Diunduh 21 Februari
2021.
Kazi, (2011). Public Sphere and Dynamics of The Internet An Interdiciplinary ,
s.l.: Journal Vol 5.
KBBI Online (no date). Available at: https://kbbi.web.id/opini (Accessed: 2
March 2021).
Khusna, I. H. (2016) ‘Opini Publik Cerminan dari Pemerintah dan
Kebijakannya, PROMEDIA, II(1), pp. 120–136.
Knapp, P. and Watkins, M. (1994) ‘Context, text, grammar’, Broadway: Text
Productions.
Korzybski, A. (1958) Science and sanity: An introduction to non-Aristotelian
systems and general semantics. Institute of GS.
Krech, D. and Crutchhfield, R. S. (1982) Perceiving the World: The Process and
Effects of Mass Communication. Edited by W. Schramm and D. F.
Roberts. Urbana: University of Illinois Press.
Kridalaksana, H. (1983) ‘Kamus Linguistik, Gramedia’. Jakarta.
Kusumawati, T. I. (2016) ‘Komunikasi Verbal Dan Nonverbal’, Jurnal
Pendidikan dan Konseling, 6(2), pp. 83–98.
Laksana, M. W. (2015) Psikologi Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia.
Le Bon, Gustave. (2001) “The Crowd: A Study of Popular Mind”.Kitchener:
Batoche Books.
Lefrancois, G. R. (1974) Of Humans: Introductory Psychology by Kongor,.
Belmont Calif: Brook Cole Publishing Company.
Lim, P., (2008). Contesting Alun-AlunPowers RElation, Identities and The
Production of Urban Space in Bandung Indonesia, s.l.: International
Development Planing.
Daftar Pustaka 149
Lipsky, D. B., Avgar, A. C., & Lamare, J. R. (2016). Introduction: New research
on managing and resolving workplace conflict. Managing and Resolving
Workplace Conflict (Advances in Industrial & Labor Relations, Vol. 22),
pp. ix–xxxi. Bingley, UK: Emerald Group Publishing Limited.
Literary Terms (no date). Available at: https://literaryterms.net/onomatopoeia/
(Accessed: 2 September 2021).
Littlejhon, S., (2009). Encylopedia of Communication Theory, California: Sage
Publication.
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2010). Theories of human communication.
Waveland press.
Maghvira, G. (2009) ‘IMPLEMENTASI KONSEP DIRI PADA KELOMPOK
GEMES (GEMUK MENAWAN SEMARANG), JUrnal Ilmiah
Komunikasi MAKNA, 1(1), pp. 1–14.
Mardatila, A. (2020) Perbedaan Fakta dan Opini Beserta Masing-masing
Pengertiannya. Available at: https://www.merdeka.com/sumut/perbedaan-
fakta-dan-opini-beserta-masing-masing-pengertiannya-kln.html
(Accessed: 2 March 2021).
Margana, A. (2017) Opini Publik dari Media Sosial,Fakultas Ekonomi dan
Komunikasi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Massa, D. A. NAMPAK. K. et al. (2015) ‘PSIKOLOGI, 13(1), pp. 45–58.
McDavid, J. W. and Harari, H. (1968) Social Psychology: Individuals, Groups,
Societies. New York: Harper and Row Publishers.
McKee, A., (2005). The Public Sphere:An Introduction, Cambride : Cambride
University.
McNeill, D. (2000) Language and gesture. Cambridge University Press
Cambridge.
Melrose, R. (2015) The communicative syllabus: A systemic-functional
approach to language teaching. Bloomsbury Publishing.
Miller, G. A. (1974) ‘Linguistic Communication: Perspectives for Research;
Report of the Study Group on Linguistic Communication to the National
Institute of Education.’, ERIC. ERIC, p. 53.
150 Psikologi Komunikasi