Abstract
Masyarakat di Indonesia berada dalam suatu tatanan masyarakat majemuk
yang sedang membangun. Gereja terpanggil untuk ikut berperan serta dalam
pembangunan nasional Indonesia. Gereja ditantang untuk menyatakan suara
kenabiannya, yakni menghadirkan Allah di bumi Indonesia. Dalam analisis masalah
artikel ini, digunakan metode literature yang diambil dari berbagai macam sumber
Alkitab Injil, pustaka, dan data dari internet yang menjelaskan tentang kedewasaan
masyarakat Kristiani di tengah masyarakat majemuk yang sedang membangun di
Indonesia. Dari analisis trsebut dujelaskan spiritualitas kita sebagai kaum Injil dalam
masyarakat Indonesia bukanlah sekedar merupakan sikap batin belaka. Itu harus
menjadi nyata dalam pola tindak kita. Kita berperan serta dalam masyarakat Indonesia
yang sedang membangun bukan hanya sebagai orang Kristen secara individu, melainkan
sebagai satu umat yang menjadi bagian integral masyarakat Indonesia. Kita harus
mengerti dan menerapkan makna toleransi secara tepat: berpijak dari arti kata dalam
bahasa Latin tolerare yakni bertahan, memikul. Toleran maksudnya ialah saling memikul
walaupun pekerjaan itu tidak disukai atau memberi tempat pada orang lain walaupun
kedua belah pihak tidak sependapat.
Kata kunci: Kristiani, Gereja, Kristus, Indonesia.
A. PENDAHULUAN.
Tak dapat disangkal bahwa gereja-gereja di Indonesia berada dalam suatu
tatanan masyarakat majemuk yang sedang membangun. Gereja terpanggil untuk ikut
berperan serta dalam pembangunan nasional Indonesia. Gereja ditantang untuk
menyatakan suara kenabiannya, yakni menghadirkan Allah di bumi Indonesia. Berpijak
pada basil Sidang Raya DGI (sekarang PGI) di Pematang Siantar tahun 1971, dijabarkan
bahwa kesejahteraan dan perdamaian dalam pembangunan bangsa Indonesia tidaklah
mungkin tercapai kalau rakyat tetap dalam kemiskinan. Oleh sebab itu, menurut sidang
raya ini, Injil perlu dipahami dan diformulasikan ulang sebagai berita kesukaan yang
nyata kepada orang-orang miskin atau pembebasan dari belenggu kemelaratan sebagai
realisasi konkret datangnya rahmat Allah.
Di satu sisi, Gereja dari kalangan Injili kerapkali dicap sebagai kaum yang
hanya memperhatikan sisi rohani manusia dan mengambil sikap acuh tak acuh terhadap
kondisi dunia yang sedang terjadi. Di sisi lain, gereja-gereja yang membawa semangat
oikumenikal dicap sebagai gereja liberal yang terlalu banyak menekankan sisi
kemanusiaan dari pelayanan gereja dan membuat kebenaran Alkitab menjadi relatif.
B. METODE.
Dalam analisis masalah artikel ini, digunakan metode literature yang diambil
dari berbagai macam sumber pustaka dan data dari internet yang menjelaskan tentang
kedewasaan masyarakat Kristiani di tengah masyarakat majemuk yang sedang
membangun di Indonesia. Data yang diambil dari berbagai sumber itu kemudian diolah
dan disusun sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Teori yang telah ada pembuktian
sebelumnya serta kutipan dalam Alkitab Injil menjadi dasar dalam pembahasan di artikel
ini.
F. KESIMPULAN.
Spiritualitas kita sebagai kaum Injil dalam masyarakat Indonesia bukanlah
sekedar merupakan sikap batin belaka. Itu harus menjadi nyata dalam pola tindak kita.
Kita berperan serta dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun bukan hanya
sebagai orang Kristen secara individu, melainkan sebagai satu umat yang menjadi bagian
integral masyarakat Indonesia. Sikap demikian mencakup sikap positif dan mencintai,
keteladanan hidup Kristiani sebagai gaya alternatif di tengah masyarakat serta memiliki
kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum marjinal.
Kita harus mengerti dan menerapkan makna toleransi secara tepat: berpijak dari
arti kata dalam bahasa Latin tolerare yakni bertahan, memikul. Toleran maksudnya ialah
saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai atau memberi tempat pada orang
lain walaupun kedua belah pihak tidak sependapat. Dituntut kerelaan untuk menerima
kenyataan adanya 'orang lain di sekitar kita. Makna toleransi antar umat beragama di
Indonesia merupakan kerukunan antar umat yang berdasar dan bertitik tolak beda tetapi
saling memikul untuk mencapai satu tujuan.
Tak lepas dari tatanan sosial di bawah naungan landasan hukum yang berlaku di
Indonesia yaitu sila pertama Pancasila dan UUD'45 pasal 29 ayat 1 dan 2, maka
menyatakan siapa diri kita sebagai anak-anak Allah, bukanlah berarti tidak rela atas
keberadaan umat lain. Sebaliknya kita harus menyaksikan apa yang kita alami secara
pribadi (dengan segala kerendahan hati seperti Kristus). Kita menyatakan apa yang kita
imani kepada orang lain melalui kesaksian hidup atau dialog yang baik.
G. REFERENSI.
Lembaga Biblika Indonesia. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius
Lembaga Biblika Indonesia. 2000. Penuntun Hidup Berkelimpahan; Full Life of Study.
Yogyakarta: Kanisius