Anda di halaman 1dari 6

KEDEWASAAN MASYARAKAT KRISTIANI DI TENGAH

MASYARAKAT MAJEMUK YANG SEDANG MEMBANGUN DI


INDONESIA

Nicolaus Ario Wicaksono


171.10.7083
Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Mineral
Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta
nicolausariowicaksana@gmail.com

Abstract
Masyarakat di Indonesia berada dalam suatu tatanan masyarakat majemuk
yang sedang membangun. Gereja terpanggil untuk ikut berperan serta dalam
pembangunan nasional Indonesia. Gereja ditantang untuk menyatakan suara
kenabiannya, yakni menghadirkan Allah di bumi Indonesia. Dalam analisis masalah
artikel ini, digunakan metode literature yang diambil dari berbagai macam sumber
Alkitab Injil, pustaka, dan data dari internet yang menjelaskan tentang kedewasaan
masyarakat Kristiani di tengah masyarakat majemuk yang sedang membangun di
Indonesia. Dari analisis trsebut dujelaskan spiritualitas kita sebagai kaum Injil dalam
masyarakat Indonesia bukanlah sekedar merupakan sikap batin belaka. Itu harus
menjadi nyata dalam pola tindak kita. Kita berperan serta dalam masyarakat Indonesia
yang sedang membangun bukan hanya sebagai orang Kristen secara individu, melainkan
sebagai satu umat yang menjadi bagian integral masyarakat Indonesia. Kita harus
mengerti dan menerapkan makna toleransi secara tepat: berpijak dari arti kata dalam
bahasa Latin tolerare yakni bertahan, memikul. Toleran maksudnya ialah saling memikul
walaupun pekerjaan itu tidak disukai atau memberi tempat pada orang lain walaupun
kedua belah pihak tidak sependapat.
Kata kunci: Kristiani, Gereja, Kristus, Indonesia.

A. PENDAHULUAN.
Tak dapat disangkal bahwa gereja-gereja di Indonesia berada dalam suatu
tatanan masyarakat majemuk yang sedang membangun. Gereja terpanggil untuk ikut
berperan serta dalam pembangunan nasional Indonesia. Gereja ditantang untuk
menyatakan suara kenabiannya, yakni menghadirkan Allah di bumi Indonesia. Berpijak
pada basil Sidang Raya DGI (sekarang PGI) di Pematang Siantar tahun 1971, dijabarkan
bahwa kesejahteraan dan perdamaian dalam pembangunan bangsa Indonesia tidaklah
mungkin tercapai kalau rakyat tetap dalam kemiskinan. Oleh sebab itu, menurut sidang
raya ini, Injil perlu dipahami dan diformulasikan ulang sebagai berita kesukaan yang
nyata kepada orang-orang miskin atau pembebasan dari belenggu kemelaratan sebagai
realisasi konkret datangnya rahmat Allah.
Di satu sisi, Gereja dari kalangan Injili kerapkali dicap sebagai kaum yang
hanya memperhatikan sisi rohani manusia dan mengambil sikap acuh tak acuh terhadap
kondisi dunia yang sedang terjadi. Di sisi lain, gereja-gereja yang membawa semangat
oikumenikal dicap sebagai gereja liberal yang terlalu banyak menekankan sisi
kemanusiaan dari pelayanan gereja dan membuat kebenaran Alkitab menjadi relatif.

B. METODE.
Dalam analisis masalah artikel ini, digunakan metode literature yang diambil
dari berbagai macam sumber pustaka dan data dari internet yang menjelaskan tentang
kedewasaan masyarakat Kristiani di tengah masyarakat majemuk yang sedang
membangun di Indonesia. Data yang diambil dari berbagai sumber itu kemudian diolah
dan disusun sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Teori yang telah ada pembuktian
sebelumnya serta kutipan dalam Alkitab Injil menjadi dasar dalam pembahasan di artikel
ini.

C. SPIRITUALITAS DALAM NEGARA PANCASILA


Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dapat dilihat dalam kerangka dua
kutub kenegaraan: Negara agama atau negara sekuler. Bung Karno pernah mengusulkan
Pancasila kepada Badan Penyelidik Usaha Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) sebagai sarana mengatasi pertentangan golongan Islam dan golongan
Nasionalis. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, mengesahkan konsensus
nasional bangsa Indonesia bahwa di Indonesia di satu sisi memajukan dan mendukung
kehidupan beragama, tetapi di sisi lain tidak memaksakannya kepada masyarakat.
Hal ini dapat mempersempit arti Pancasila sebagai ideologi yang mengatur
masalah keagamaan saja, padahal masalah lain selain keagamaan juga diatur keempat sila
yang lain. Artinya hakekat sila pertama tidak dapat dipisah-pisahkan dengan sila yang
lain. Sila-sila itu menetapkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai tujuan membangun
masyarakat yang manusiawi dan adil, bangsa Indonesia mau menjunjung tinggi
kebangsaan Indonesia tanpa maksud merendahkan bangsa lain, bahwa sistem politik
negara bangsa Indonesia bercorak demokratis, yaitu demokrasi yang berjiwa lima sila
Pancasila.
D. MAKNA SPIRITUALITAS INJIL
Spiritualitas Injili berdasar manifestasi dalam iman kepada Yesus Kristus yang
adalah jalan, kebenaran dan hidup. Di dalamnya terkandung cita-cita yang menjiwai
seluruh jati diri dan cara bertindak, yakni meneladani Kristus, baik ajaran-Nya maupun
kehidupan dan pelayanan-Nya. Sebagai umat Tuhan, selain dipanggil untuk membangun
tubuh Kristus, yaitu Gereja, kaum Injili juga dipanggil untuk menyatakan kerajaan Allah
di muka bumi ini termasuk Indonesia. Jawaban terhadap panggilan Allah itu haruslah
secara nyata, antara lain: Marturia dan Diakonia (yang berkaitan dalam hal ini).
Marturia tidaklah berarti kaum Injili 'sekedar' diutus untuk mempropagandakan
agama Kristen, mencari massa dan pengikut yang kemudian menjadi gerakan politik
tertentu untuk menggalang kekuatan dalam mendirikan kerajaan Allah: sebab konsep
kerajaan Allah yang dimaksud adalah kedaulatan dan keadilan Allah dinyatakan melalui
kesaksian hidup dan sikap-sikap dan cara kaum Injili bertindak. Jadi sikap kita (kaum
Injili), harus mencerminkan semangat Injil itu sendiri, yaitu tanpa pamrih dan dengan
semangat kasih berperan serta dalam pembangunan nasional. Apabila ternyata terdapat
orang-orang yang melalui kesaksian hidup kita digerakkan oleh Roh Kudus untuk masuk
ke dalam satu umat dengan kita, itulah karya Allah.
Sedangkan diakonia merupakan sikap melayani serta ikut memajukan
masyarakat yang digerakkan oleh cinta dan rasa kesetiakawanan. Dalam hal ini kita tidak
menganggap diri lebih tinggi dari orang lain bahkan rela belajar untuk menjadi lebih
rendah sebagaimana teladan Kristus. Jadi, tidak ada dasar sama sekali untuk menganggap
diri lebih dari yang lain sebab hal demikian bukanlah hakekat pola pelayanan Kristus. Di
tengah-tengah masyarakat yang majemuk ini, kita menyadari bahwa kita hanyalah salah
satu dari sekian banyak keberadaan, bukan satu-satunya. Itu tidak pula berarti kita
dipanggil untuk memisahkan diri dari bagian integral masyarakat Indonesia. Justru nilai-
nilai spiritualitas Injili menjadi nyata apabila gereja-gereja Injili berperan serta langsung.

E. MASYARAKAT KRISTIANI DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK.


Realitas Indonesia merupakan negara yang majemuk yang di dalamnya terdapat
pluraritas keagamaan mengandung arti bahwa kekristenan tidaklah seorang diri.
Meskipun kekristenan berada di tengah iman yang berbeda, secara kualitatif setiap warga
negara Indonesia memiliki persamaan hak-hak asasi. Sebagai warga negara yang baik,
kita harus menjunjung tinggi menjunjung tinggi Pancasila (dalam hal ini adalah sila
pertama). Dengan dasar ini kita yakin bahwa toleransi keagamaan secara murni dan
konsekuen dituntut dari umat yang berbeda agama.
Maka, kita tidak boleh menjadi kelompok eksklusif yang menarik diri dari
dunia sehingga hakekat kita yang harus berperan sebagai garam dan terang bagi dunia
terbatas bagi kelompok kalangan sendiri saja. Namun kita juga tidak boleh kompromi
dalam prinsip-prinsip kebenaran yang kita yakini. Jangan sampai hakekat kebenaran
Kristen kehilangan keunikannya. Dalam hal ini, jangan pula kita terjebak untuk
menengahi dengan mencampuradukkan kebenaran-kebenaran yang ada menjadi suatu
kebenaran baru yang dapat diterima semua golongan. Untuk lebih jelasnya, dampak-
dampak di atas kita rinci sebagai berikut:
1. Relativisme. Pengertian relatif didapatkan tatkala kita membandingkan sesuatu
dengan yang lain, dalam hal ini nilai kebenaran menjadi sangat bergantung pada
kebudayaan, lingkungan dan perkembangan jaman yang ada. Alhasil, keunikan dan
kemutlakan kebenaran telah menjadi tidak ada, sehingga hakekat Kristus yang
adalah satu-satunya jalan dan Alkitab yang adalah satu-satunya wahyu Allah yang
proposisional menjadi relatif. Hal ini akan berakibat umat Kristen tenggelam dalam
skeptisisme dengan iman Kristen itu sendiri (bdk. Yohanes 14:6; Kisah 4:12).
2. Sinkretisme adalah merupakan usaha untuk mencari suatu titik temu dari kontras-
kontras yang ada dengan mencampuradukkan keragaman kebenaran menjadi suatu
kebenaran baru yang dapat dipegang bersama. Dengan kata lain ada beberapa hal
yang dikorbankan demi persatuan. Padahal kebenaran baru dalam kebenaran yang
sangat kompromistis yang hakekatnya bukanlah kebenaran. Sementara itu hakekat
Allah yang menyatakan diri melalui Alkitab adalah Allah yang Esa dan berpribadi
(Kel 3:14).
3. Keberadaan umat lain janganlah hanya dipandang sebagai orang-orang bukan
Kristen. Allah menghendaki agar kita bersikap positif terhadap umat lain, bukan
hanya terhadap individu-individu, melainkan sebagai satu umat. Oleh sebab itu,
terhadap masyarakat yang tidak beriman Kristen pun kita wajib memberikan
pelayanan yang tanpa pamrih, bahkan andaikata dimusuhi. Yesus sendiri tidak
pernah berhenti mengasihi pada waktu dimusuhi.

F. KESIMPULAN.
Spiritualitas kita sebagai kaum Injil dalam masyarakat Indonesia bukanlah
sekedar merupakan sikap batin belaka. Itu harus menjadi nyata dalam pola tindak kita.
Kita berperan serta dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun bukan hanya
sebagai orang Kristen secara individu, melainkan sebagai satu umat yang menjadi bagian
integral masyarakat Indonesia. Sikap demikian mencakup sikap positif dan mencintai,
keteladanan hidup Kristiani sebagai gaya alternatif di tengah masyarakat serta memiliki
kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum marjinal.
Kita harus mengerti dan menerapkan makna toleransi secara tepat: berpijak dari
arti kata dalam bahasa Latin tolerare yakni bertahan, memikul. Toleran maksudnya ialah
saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai atau memberi tempat pada orang
lain walaupun kedua belah pihak tidak sependapat. Dituntut kerelaan untuk menerima
kenyataan adanya 'orang lain di sekitar kita. Makna toleransi antar umat beragama di
Indonesia merupakan kerukunan antar umat yang berdasar dan bertitik tolak beda tetapi
saling memikul untuk mencapai satu tujuan.
Tak lepas dari tatanan sosial di bawah naungan landasan hukum yang berlaku di
Indonesia yaitu sila pertama Pancasila dan UUD'45 pasal 29 ayat 1 dan 2, maka
menyatakan siapa diri kita sebagai anak-anak Allah, bukanlah berarti tidak rela atas
keberadaan umat lain. Sebaliknya kita harus menyaksikan apa yang kita alami secara
pribadi (dengan segala kerendahan hati seperti Kristus). Kita menyatakan apa yang kita
imani kepada orang lain melalui kesaksian hidup atau dialog yang baik.

G. REFERENSI.

_______. 2005. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia

Lembaga Biblika Indonesia. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius

Lembaga Biblika Indonesia. 2000. Penuntun Hidup Berkelimpahan; Full Life of Study.
Yogyakarta: Kanisius

http://www.sabda.org/pustaka/index.htm (diakses pada tanggal 28 Desember 2017 pukul


18.07 WIB)

http://alkitab.sabda.org/resource.php?res=jpz&topic=598 (diakses pada tanggal 28


Desember 2017 pukul 18.07 WIB)

Anda mungkin juga menyukai