Anda di halaman 1dari 4

BAB V

Dalam Pembangunan Bangsa Indonesia

Kompetensi Dasar:

3.5 Memahami makna katerlibatan aktif umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara Indonesia

4.5 Berperan aktif umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara Indonesia,

Indikator:

1. Menganalisis situasi masyarakat Indonesia dewasa ini (berdasarkan sebuah kasus perburuhan di
Tangerang)
2. Menganalisis situasi masyarakat Indonesia dalam terang Kitab Suci. (Luk 4:18-19)
3. Menjelaskan ajaran Gereja tentang usaha-usaha masyarakat untuk membangun masyarakat seperti yang
dikehendaki Tuhan. (Evangelil Nuntiandi artikel 31)
4. Menjelaskan hambatan-hambatan dalam usaha membangun masyarakat yang dikehendaki Tuhan dan cara
mengatasinya.
5. Menjelaskan partisipasi-aktif apa yang dapat dilakukan untuk membangun masyarakat yang dikehendaki
Tuhan.

Ringkasan Materi
Dalam kedudukannya sebagai warga negara, setiap orang apapun agamanya mempunyai kewajiban untuk ambil
bagian dalam pembangunan bangsa dan negara. Orang Katolik dimana pun berada, juga dilekati oleh kewajiban ini
serta menduduki peran yang sama dengan warga negara lainnya untuk membangun bangsa dan negara. Materi ini
akan berbicara mengenai bagaimana kita sebagai orang Katolik dapat berperan di tengah masyarakat sebagai
warga negara Indonesia.

Aktivitas hidup beriman tidak dapat dilepaskan dari dinamika hidup bermasyarakat Hidup bermasyarakat menuntut
keterlibatan dalam pembangunan masyarakat di mana seseorang hidup. Sebagaimana warga negara Indonesia
yang lain, umat Katolik dipanggil untuk terlibat dalam gerak masyarakat dan bersama-sama masyarakat
membangun kehidupan bangsa dan negara yang lebih baik.

Bangsa adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kebersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya,
serta berpemerintahan sendiri. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki daerah atau wilayah tertentu yang
diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat
sehingga mempunyai hak menentukan tujuan nasionalnya.

Konsili Vatikan II memberikan refleksi atas bangsa dan negara sebagai berikut, "Orang- orang, keluarga-keluarga
dan pelbagai kelompok, yang bersama-sama membentuk masyarakat sipil, menyadari kurangnya kemampuan
mereka untuk mewujudkan kehidupan yang sungguh manusiawi. Mereka memahami perlunya rukun hidup
bersama yang lebih luas, yang memberi ruang kepada semua anggotanya, untuk dari hari ke hari menyumbangkan
tenaga mereka sendiri demi semakin terwujudnya kesejahteraan umum. Oleh sebab itu mereka membentuk
negara menurut pelbagai pola. Maka negara ada demi kesejahteraan umum, menemukan dasar keberadaannya
sepenuh-nya serta maknanya dalam kesejahteraan itu, dan mendasarkan hak kemandiriannya yang otentik
padanya. Kesejahteraan umum mencakup keseluruhan kondisi-kondisi kehidupan sosial, yang memungkinkan
orang-orang, keluarga-keluarga dan perhimpunan-perhimpunan mencapai kesempurnaan mereka secara lebih
penuh dan lebih mudah."
Yang ingin dicapai oleh negara adalah kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum menjadi cita-cita setiap
perkumpulan masyarakat sipil di berbagai wilayah. Orang Katolik sebagai bagian dan masyarakat sipil di berbagai
wilayah tersebut dipanggil untuk mewujudkan kesejateraan umum. Kesejahteraan umum adalah keseluruhan
kondisi kehidupan sosial yang memungkinkan setiap orang, keluarga, dan perkumpulan mencapai kesempurnaan
mereka dengan lebih penuh dan lebih mudah (Gaudium et Spes artikel 74).

Dasar panggilan orang Katolik untuk terlibat demi kesejahteraan umum ini dinyatakan dalam Kitab Suci (Luk
4:16-20; Mat 5:13-16; Mat 10:7-10; Kis 2:1-13, Kis 2:41-47). Adapun penjabaran ajaran tersebut adalah sebagai
berikut:

 Orang Katolik mengemban tugas yang dihayati oleh Yesus sendiri untuk mewartakan Kerajaan Allah.
(Luk 4:16-20)
 Orang Katolik, seperti garam dan terang, memiliki fungsi dan peran dalam kehidupan serta
menghadirkan kebaikan bagi sesama. (Mat 5:13-16)
 Perutusan orang Katolik harus dilaksanakan dalam kerangka menjalani perutusan sebagai murid-murid
Kristus karena Yesus mengutus murid-muridNya mewartakan kebaikan kepada banyak orang. (Mat
10:7-10)
 Orang Katolik perlu meyakini Roh Kudus sebagai penggerak murid-murid Kristus seperti para rasul yang
tadinya bersembunyi menjadi berani keluar untuk mewartakan kebenaran (Kis 2:1-13).
 Perutusan orang Katolik didukung oleh persekutuan para murid Kristus untuk menimba kekuatan,
mengembangkan kepedulian, memperkaya pengalaman, meneguhkan, membangun, dan meringankan.
(Kis 2:41-47)

Dalam menjalankan tugas perutusan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, orang Katolik dapat bercermin pada
tokoh-tokoh yang telah diakui secara nasional. Di antara sekian pahlawan nasional yang diakui oleh negara,
setidaknya ada lima para pahlawan nasional yang beragama Katolik, yaitu: Albertus Soegijapranata, Ignatius Slamet
Riyadi, Yosafat Sudarso, Agustinus Adisoetjipto, serta Ignatius Jozef Kasimo.

 Ignatius Slamet Riyadi adalah tentara Angkatan Darat yang gugur dalam pertempuran penumpasan
pemberontakan di Maluku.
 Yosaphat Sudarso adalah tentara Angkatan Laut yang gugur dalam operasi militer pembebasan Irian Barat
di Laut Aru,
 Agustinus Adisoetjipto adalah tentara Angkatan Udara yang gugur saat mengemban misi kemanusiaan
mengangkut obat-obatan di atas langit Yogyakarta.
 Ignatius Jozef Kasimo adalah guru yang kemudian menjadi Menteri Kemakmuran Rakyat serta perintis
Partai Katolik di Indonesia. Albertus Soegijapranata, SJ adalah Uskup Agung Semarang dan Uskup Militer
Indonesia pertama yang berjuang membantu proses perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Selain dari Kitab Suci, Keterlibatan Gereja Katolik dalam kehidupan berbangsa dan bemebaga mendapatkan
pendasaran dari ajaran Konsili Vatikan II, terutama melalui dokumen Gaudium et Spes. Ada empat prinsip yang
secara umum perlu diperhatikan berkenaan dengan keterlibatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu

 Gereja dipanggil untuk ambil bagian dalam pembangunan politik yang benar-benar manusiawi sebab
tidak ada yang lebih baik daripada menumbuhkan semangat batin keadilan dan kebaikan hati serta
pengabdian demi kesejahteraan umum.
 Keterlibatan Gereja dalam politik diharapkan semakin memperjelas hakikat dan tujuan negara, yaitu
demi kesejahteraan umum. Dengan demikian, Gereja harus tampil secara jelas dan dengan prinsip yang
tegas di saat terlihat bahwa ada indikasi atau petunjuk penyelewengan fungsi dan peran negara bagi
rakyatnya.
 Gereja dipanggil secara khas dalam kehidupan bernegara untuk memancarkan keteladanan mereka.
Keteladanan ini muncul dari kesadaran akan kewajibannya mengabdi kepada kesejahteraan umum.
Atas dasar kesadaran pengabdian kepada kesejahteraan umum, umat menunjukkan tindakan nyata
sebagai bentuk keteladanan terhadap orang lain.
 Keterlibatan umat beriman dalam negara semakin memperjelas hubungan antara Gereja dan negara.
Gereja sama sekali tidak dapat dicampur adukkan dengan negara karena Gereja tidak terikat struktur
politik manapun. Gereja memberikan pedoman iman dan moral untuk menata masyarakat agar
semakin baik serta tidak akan turut campur atas urusan politik praktis.

Secara lebih praktis, bagi umat Katolik yang tinggal di wilayah negara Indonesia, Gereja Katolik melalui Konferensi
Waligereja Indonesia memaparkan 8 pedoman keterlibatan menurut Nota Pastoral Konferensi Wali gereja
Indonesia Tahun 2003, yaitu:

 Hormat kepada martabat manusia


Yaitu sikap untuk menghargai manusia sebagai pribadi yang mempunyai nilai dalam dirinya
sendiri dan seorang manusia tidak pernah boleh diperalat oleh manusia lain.
 Kebebasan
Yaitu hak setiap orang dan kelompok yang menunjukkan kondisi bebas dari segala bentuk ketidakadilan
serta bebas mengembangkan diri secara utuh dan penuh.
 Keadilan
Keadilan merupakan keutamaan yang membuat seseorang mampu memberikan apa yang menjadi hak
kepada setiap orang atau pihak lain.
 Solidaritas
Yaitu sikap yang mendorong manudia untuk peduli kepada sesamanya serta terungkap dalam semangat
gotong royong dan kekeluargaan yang dinyatakan dalam pepatah "berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing."
 Subsidiaritas
Yaitu sikap menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok untuk mengutamakan
usahanya sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya jika kelompok tersebut
membutuhkan bantuan
 Jujur dan Tulus Ikhlas (Fairness)
Yaitu sikap pribadi yang berkomitmen untuk menjamin terciptanya aturan yang adil dan
sikap taat kepada aturan.
 Demokrasi
Yaitu cara pengorganisasian kehidupan bersama yang paling mencerminkan kehendak umum dengan
tekanan pada peran serta, perwakilan, dan tanggung jawab.
 Tanggung Jawab.
Yaitu sikap yang menunjukkan komitmen penuh pengabdian dalam melaksanakan tugas.
Prinsip-prinsip ini ditetapkan untuk satu tujuan, yaitu kesejahteraan umum atau kesejahteraan bersama.
Menurut Monsinyur Ignatius Suharyo, politik menurut Gereja Katolik adalah memperjuangkan terwujudnya
kesejahteraan bersama. Pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip keterlibatan dalam masyarakat harus dibareng
dengan sikap sadar hukum. Sadar hukum adalah sikap tunduk kepada hukum sesuai hak dan kewajibannya serta
melaksanakan hukum tersebut tanpa pengecualian agar hukum dapat melaksanakan fungsinya untuk mengatur
ketertiban dan kebebasan dalam masyarakat.

Hukum yang baik mempunyai tujuan dan fungsi yang baik. Tujuan Hukum adalah menegakkan keadilan dan
menciptakan suasana tenteram dan aman dalam masyarakat. Keadilan yang memungkinkan setiap orang
mendapatkan haknya dan melaksanakan kewajiban dengan baik akan membuat suasana tenteram dan aman.
Fungsi Hukum adalah:

 Menyalurkan wewenang untuk mengatur tingkah laku manusia dan menciptakan hidup bersama yang
tertib.
 Menjamin kebebasan yang tertib, bertenggangrasa, dan bertanggung jawab.
 Menjamin keadilan demi kepentingan dan kesejahteraan setiap orang.
 Membangun kepribadian dalam soal disiplin, tenggang rasa, pengendalian diri, dan sosial.

Negara Indonesia menganut sistem hukum sebagai dasar tata hidup bermasyarakat dan bukan negara
kekuasaan. Semua segi kehidupan manusia diatur oleh hukum. Di dalam negara hukum, hak-hak rakyat dijamin
sepenuhnya oleh negara. Oleh karena itu, hukum periu ditetapkan dengan prinsip yang berkeadilan. Keadilan
adalah prasyarat bagi hukum yang baik. Meskipun negara hukum, praktek yang terjadi di Indonesia sangat
berkebalikan dengan kondisi yang ideal. Kadangkala hukum pun dipelintir demi kepentingan beberapa orang. Lalu
apa yang harus kita lakukan? Yesus memberikan contoh. Terhadap hukum Taurat. Yesus bersikap kritis, la tidak
menolak hukum Taurat, tetapi la tetap mengkritik praktek penerapan hukum tersebut. la memakai hati nurani
untuk melihat nilai-nilai positif di balik hukum yang berlaku (Mat 23:1-36). Terhadap hukum yang berlaku, kita lihat
nilai positifnya dan gunakan hati nurani untuk memupuk sikap sadar hukum.

Anda mungkin juga menyukai