Anda di halaman 1dari 21

PENGELOLAAN

PROGRAM BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK


Kasus: TAHUN ANGGARAN 20191
oleh Dr. Aloma Sarumaha, MA., M.Si
Sekretaris DITJEN Bimas Katolik Kementerian Agama RI

“Anda tidak bisa bersalaman


Dengan tangan yang terkepal”
(Indira Gandhi, dalam Covey, 2012: 479)
Bdk 1 Kor 12: 21

A. PENDAHULUAN
1. Latarbelakang
a. Menemukan makna hidup
Gejala sosial memperlihatkan bahwa individu dan/atau masyarakat semakin giat
- antusias berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya. Kalau dikategorikan,
ditemukan kebutuhan hidup dalam rangka mewujudkan relasi antar manusia,
tercakup di dalamnya kebutuhan sandang, pangan dan papan (cfr. Maslow);
disebut kebutuhan dasar manusiawi – duniawi; dan kebutuhan rohaniah yang
berkaitan dengan relasi manusia dengan Tuhan, “Yang Gaib” (cfr. Eliade,
Durkheim, Turner, Gennep, Küber-Ross, GS art 4 2). Selain itu, masih terdapat
kebutuhan antara yaitu kebutuhan psikologis, kebutuhan rekreasi dan
kebutuhan sosial (Freud, Frankl, Suparlan).
b. Panggung dan realitas
Upaya pemenuhan kebutuhan hidup tersebut berbagai pihak seolah berkejaran
untuk memperlihatkan ruang-panggung partisipasinya.3 Termasuk dalam hal
ini adalah Negara dan Gereja. Negara didirikan untuk menjamin pemenuhan
kebutuhan masyarakatnya. Lihat misalnya tujuan Negara yaitu “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...” Perlindungan
itulah yang memungkinkan rakyat Indonesia berjuang 4 mewujudkan cita-cita
hidup keagamaannya. Dapat dikemukakan, secara teologis dan
1
Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah di Jakarta tgl. 18-22 Februari 2019.
2
Dalam artikel 4 GS, Gereja menegaskan bahwa “Demikianlah Gereja – dengan cara yang sesuai dengan setiap angkatan – akan dapat
menanggapi pertanyaan-pertanyaan, yang di segala zaman diajukan oleh orang-orang tentang makna hidup sekarang dan di masa mendatang,
serta hubungan timbal balik antara keduanya. Maka perlulah dikenal dan difahami dunia kediaman kita beserta harapan-harapan, aspirasi-
aspirasi dan sifat-sifatnya yang sering dramatis. Dewasa ini umat manusia berada dalam periode baru sejarahnya, masa perubahan-perubahan
yang mendalam dan pesat berangsur-angsur meluas ke seluruh dunia. Perubahan-perubahan itu timbul dari kecerdasan dan usaha kreatif
manusia, dan kembali mempengaruhi manusia sendiri, cara-cara menilai serta keinginan-keinginannya yang bersifat perorangan maupun kolektif,
cara berfikir dan bertindak terhadap benda-benda maupun sesama manusia. Demikianlah kita sudah dapat berbicara tentang perombakan sosial
dan budaya yang sesungguhnya, serta berdampak juga atas hidup keagamaan.”
3
Maliki, Zainuddin, 2000. Agama Rakyat Agama Penguasa. Konstruksi tentang realitas agama dan demokrasi. Yogyakarta: Galang Press.
Pandangan Gereja Katolik soal ini juga ditemukan dalam GS art 4, “Kegoncangan rohani dewasa ini dan perubahan kondisi-kondisi hidup
berhubungan dengan pergantian keadaan yang lebih luas. Karena peralihan itu maka dalam pembinaan akal-budi ilmu matematika serta
pengetahuan alam, pun ilmu tentang manusia sendiri semakin diutamakan, begitu pula di bidang kegiatan keterampilan-keterampilan teknik yang
bersumber pada ilmu-ilmu itu. Mentalitas ilmiah itu dengan cara yang berlainan dengan di masa lampau membentuk peri-budaya dengan cara-
cara berpikir. Keterampilan-keterampilan teknik sedemikian maju, sehingga mengubah muka bumi dan kini sudah berusaha menaklukkan ruang
angkasa.”
1
sosioantropologis, Gereja didirikan untuk menjamin terpeliharanya “pesan ilahi
yang menyelamatkan” (Bdk Mat 16: 18-19). 5 Di lingkungan Gereja Katolik dikenal
istilah “Pro Ecclesia, et Patria” dan “Seratus persen Katolik dan Seratus persen
Pancasilais”, menjelaskan dinamika Agama dan Negara.6
c. Berhenti sejenak
(Salah satu) bentuk perlindungan Negara adalah penyediaan struktur7 yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sampai awal tahun 2019, struktur layanan
Bimas Katolik berjumlah 347 unit terdiri dari 1 unit Pusat, 34 unit di tingkat
Provinsi, 245 unit tingkat Kabupaten, 66 unit di Kota, dan 1 unit PTAKN serta 3
unit SMAKN.8 Keberadaan struktur tersebut, dari waktu ke waktu mengalami
pasang surut, sejalan dengan dinamika perjalanan (politik) bangsa. Namun hal
yang patut disyukuri adalah keberadaan struktur layanan Bimbingan Masyarakat
Katolik menjadi tanda nyata bahwa Negara hadir untuk menjamin
terselenggaranya administrasi (Layanan kebutuhan keagamaan)
Masyarakat Katolik dalam usahanya menjadi seratus persen Katolik dan seratus
persen Pancasilais dalam Negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

2. Masalah
Bagaimana struktur layanan Bimbingan Masyarakat Katolik operasional dalam
mewujudkan pemenuhan kebutuhan keagamaan Masyarakat Katolik Indonesia?
Masalah tersebut setidaknya diperjelas oleh:
a. Secara historis dapat dikemukakan pasang surutnya perkembangan struktur
Bimas Katolik yakni, semenjak dari Bagian A-III Urusan Agama Romsch
Katolik (1946-1949) menjadi Bagian E-II Room Katolik (1949-1950), Bagian
D-II Roma Katolik (1950-1951), Bagian “E” Masehi Roma Katolik (1951-1952),
Bagian “G” Masehi Roma Katholik (1952-1958), Bagian Urusan Agama
Katolik (J) (1958-1960), Bagian Urusan Katolik (I) (1960-1963), Biro Urusan
Agama Katolik (1963-1966), menjadi Direktorat Jenderal (1966); Keputusan
Presiden Nomor 170 Tahun 1966 9 dan pada tahun 2006 bertambah satu unit Es
II, Direktorat Pendidikan Katolik. Ibaratnya dalam Gereja Katolik sebelum
Konsili Vatikan II masih berstatus prefektur atau administrator menjadi Diosesan;
dikenal istilah Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia.10

4
Salah satu bentuk perjuangan itu adalah bergabung dalam wadah-wadah tertentu yang dianggap dapat menjadi saluran “rahmat” (bonum
commune). Lihat misalnya HIDUP Mingguan Katolik edisi ke 07 tahun ke-73 tanggal 17 Februari 2019.
5
Mat 16:18-19, “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam
maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa
yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."
6
Lih Pedoman Gereja Katolik Indonesia. Jakarta: SAGKI, KWI, 1995. Hasil Sidang Agung KWI dan Gereja Katolik Indonesia, 1995.
7
Lainnya adalah penyediaan anggaran dan penjaminan tindakan pelaksanaan (regulasi).
8
Unit PTKN berdasarkan PMA Nomor 3 dan 4 Tahun 2017 tentang Pendirian dan Struktur Organisasi STAKat Negeri Pontianak. Sedangkan unit
SMAK Negeri berdasarkan PMA Nomor 689 Tahun 2018 tentang Penegerian 3 (Tiga) Sekolah Menengah Agama Katolik.
9
Sejarah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Tahun 1946-2001 . Jakarta: 2001. [Penyusunan di bawah koordinasi Simon
Djelalu, Bc. Hk]. Sayangnya sejarah ini seolah terputus, tiada ada yang melanjutkan narasi ini.
10
Lih Boelaars, Hubb JWM. Indonesianisasi: Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia . Terjemahan R.
Hardawiryana. Yogyakarta: 2005, Kanisius. Pada rapat-rapat dengan Komisi VIII DPR RI di masa silam, Dirjen Bimas Katolik [Drs. Stef Agus]
2
Dinamika sejarah tersebut menjadi tonggak dan ruang atau panggung
bagaimana Ditjen Bimas Katolik mengemban perannya sebagai lembaga Negara
yang menjadi jembatan antara Masyarakat Katolik Indonesia dengan Negara
Republik Indonesia (bdk GS, art 76).11 Jembatan penyeberangan ini mencakup
fungsi Negara dalam hal edukasi (pendidikan), misioner (penerangan) dan
penguatan pemberdayaan masyarakat. Di Tahun 2005 SAGKI dapat disebut
sebagai tonggak kebangkitan Masyarakat Katolik melalui pemenuhan 17
masalah.12
b. Fakta demografi, sosial, budaya, religi dan iptek ikut menjadi faktor yang
mempengaruhi bagaimana dinamika Bimbingan Masyarakat Katolik
beroperasi.13 Bahkan mungkin faktor tersebut dapat bersifat memaksa, sehingga
seolah tidak berdaya. Tambah lagi di era industri 4.0 yang berbasis jaringan dan
hadirnya generasi milenial-alfa. Ini semakin menyuburkan disrupsi dalam
[melihat, mempersepsi kan sesuatu dan] beraktivitas. Di sini kita sudah dapat
bicara soal kapasitas konseptual dan teknikal praktis pelaksana Bimbingan
Masyarakat Katolik.14

3. Tujuan

berulangkali mengemukakan, “kakinya hanya satu”; maksudnya Ditjen Bimas Katolik hanya memiliki satu Direktorat yaitu Direktorat Urusan
Agama Katolik. Karena itu minta Komisi VIII DPR RI membantu terwujudnya pengembangan struktur Ditjen Bimas Katolik. Itulah yang sekarang
dikenal dengan Direktorat Pendidikan Katolik.
11
Apa beda konsep Negara dan Pemerintah? Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh
pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan; Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan
yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat,
memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.
Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam-macam jenis pemerintahan di dunia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Negara, diunduh Senin 21-1-2019, jam 9.17. Sejalan dengan ini, Gaudium et Spes [GS], dalam Artikel 76, dijelaskan
bahwa “Terutama dalam masyarakat yang bersifat majemuk, sangat pentinglah bahwa orang-orang mempunyai pandangan yang tepat tentang
hubungan antara negara dan Gereja, dan bahwa ada pembedaan yang jelas antara apa yang dijalankan oleh umat kristen, entah sebagai
perorangan entah secara kolektif, atas nama mereka sendiri selaku warganegara di bawah bimbingan suara hati kristiani, dan dipihak lain apa
yang mereka jalankan atas nama Gereja bersama para gembala mereka.Berdasarkan tugas maupun wewenangnya Gereja sama sekali tidak
dapat di campur adukkan dengan negara , dan tidak terikat pada sitem politik manapun juga . Sekaligus Gereja itu menjadi tanda dalam
perlindungan transendesi pribadi manusia. Di bidang masing-masing negara dan Gereja bersifat otonom tidak saling tergantung . Tetapi
keduanya, kendati atas dasar yang berbeda, melayani panggilan pribadi dan sosial orang-orang yang sama. Pelaksanaan itu akan semakin
efektif dijalankan oleh keduanya demi kesejahteraan umum, semakin baik keduanya menjalin kerja sama yang sehat , dengan
mengindahkan situasi setempat dan sesama. Sebab manusia tidak terkungkung dalam tata duniawi melulu, melainkan sementara mengarungi
sejarah manusiawi ia sepenuhnya mengabdi kepada panggilannya untuk kehidupan kekal.
12
Adrianus Sunarko, OFM, dkk. SAGKI 2005: Bangkit dan Bergeraklah! Dokumentasi Hasil Sidang Agung Gereja Katolik 2005.Jakarta:
2006. Obor. 17 Masalah yang dimaksud adalah 1) Keretakan hidup berbangsa & formalisme agama, 2) Otonomi daerah & masyarakat adat, 3)
Korupsi: masalah budaya, 4) Korupsi: masalah lemahnya mekanisme kontrol, 5) Kemiskinan, 6) Pengangguran, 7) Kriminalitas/premanisme, 8)
Perburuhan, 9) Pertanian, 10) Lingkungan hidup (hutan), 11) Lingkungan hidup (non-hutan), 12) Pendidikan formal (Pendidikan Dasar dan
Menengah), 13) Pendidikan formal (Pendidikan Tinggi), 14) Pendidikan non formal: pendidikan (dalam) keluarga, 15) Pendidikan non formal:
kaum muda, 16) Kesehatan, dan 17) Kekerasan dalam rumah tangga dan ketidaksetaraan gender (2006: v).
13
Lih Bass & Avolio. Belum lagi faktor patologi birokrasi, yang kekuasaan itu seolah tak terbendung (kontrol) bekerja. Lihat misalnya
pengangkatan Pembimas Katolik pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara, tanpa sepengetahuan Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik. Dan beberapa kasus lain yang menggelitik, seperti ikutsertanya liyan dalam urusan penyelenggaraan
Bimbingan Masyarakat Katolik. Baca Sondang P. Siagin soal Patologi Birokrasi.
14
Piet Maku Waso pernah menyusun Buku Pedoman Bimbingan Masyarakat Katolik. Menurut saya, buku tersebut perlu dicetak ulang
dengan perbaikan sesuai dengan dinamika iptek. Saya mulai memikirkan agar tiap Eselon III dan IV, tiap bulan membaca satu buku dan
membuat ringkasan paling banyak 5 halaman, sebagai pendamping pelaksanaan tugas dan fungsi. Sebuah tantangan yang tidak selalu mudah
diwujudkan. Membaca membutuhkan komitmen.
3
a. Tercapainya peningkatan pemahaman bersama mengenai fungsi sekretariat
yang menjadi dapur bagaimana dinamika Ditjen Bimas Katolik. Dapur [pusat
kendali] Bimbingan Masyarakat Katolik berdiri di atas tungku/pilar kokoh yaitu
Bagian I, II, III, dan IV. Pilar inilah yang menjadi urat nadi bagaimana Ditjen
Bimas Katolik beroperasi. Dampak peningkatan pemahaman meningkatkan
pengelolaan rencana kerja dan anggaran; pengelolaan keuangan; pengelolaan
sarana & prasarana dan BMN; pengelolaan OKH mulai dari Daerah (Kasi/Gara,
Kabid/Pembimas) hingga Pusat.
Contoh:
1) Pem-bintang-an [dan cadangan] DIPA dan RKA-K/L 2019 adalah tanda
bahwa perencanaan kita belum dapat dianggap benar dan dapat diterima
semua oleh pihak tertentu (lalu tidak serta merta kemudian mengomentari
atau menyalahkan Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi!). Sebab
kerap dijumpai Bagian I, pada level tertentu seperti ditinggal. 15 Akibatnya
hal-hal tertentu tidak optimal untuk dipertahankan, utamanya
berargumentasi secara formal dan material seperti data atau
kelengkapan.16
2) Penyampaian Laporan Keuangan yang menggambarkan serapan sesuai
skema yang sudah disepakati bersama berdasarkan ketentuan, termasuk
soal Kinerja Program Bimbingan Masyarakat Katolik.
3) Updating data pegawai ke Pusat secara teratur, terstruktur, sistematis,
dan masif meliputi GPAK, Pengawas, Penyuluh, Pegawai ADM: JFU, JFT;
pejabat struktural Eselon III & IV, pencapaian gelar akademik. 17 Termasuk
soal updating data jumlah penduduk beragama Katolik, bangunan gereja
Katolik, OMK, dsb. Semua hal ini dapat diringkas dengan istilah updating
layanan Bimas Katolik. Dalam rangka updating data, akan dilakukan
pembuatan aplikasi data untuk membackup program unggulan dan
support big system Kemenag Mora One Search.18
4) Penyampaian laporan pemeliharaan BMN yang berasal dari DIPA Program
Bimbingan Masyarakat Katolik. Ini sudah ada mekanisme untuk dipelajari
dan dilaksanakan.

15
Kadang alibinya jadwal penerbangan terbatas, ada urusan mendadak, file corrupt, dll yang dianggap dan masuk akal.
16
Ini akan menjadi poin penting kita saat Susun Pagu Indikatif 2020, Maret 2019. Di Rapat Koordinasi Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah
ini panorama 2020 sudah harus tergambar dalam rencana kerja Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah.
17
Data menjadi dasar argumentasi. Jangan sampai tiba-tiba ditemukan pegawai sudah menyandang gelar, tetapi data soal pencapaian itu belum
clear. Data tersebut menjadi basis untuk perencanaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam Pasal 31 dikemukakan bahwa Perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan Pasal 31 tersebut adalah yang dimaksud dengan “data” adalah keterangan objektif
tentang suatu fakta baik dalam bentuk kuantitatif, kualitatif, maupun gambar visual (images) yang diperoleh baik melalui observasi langsung
maupun dari yang sudah terkumpul dalam bentuk cetakan atau perangkat penyimpan lainnya. Sedangkan “informasi” adalah data yang sudah
terolah yang digunakan untuk mendapatkan interpretasi tentang suatu fakta. Apakah di antara peserta ini ada yang datanya tidak terbaca di
SIMPEG? Pada kesempatan Rapat Koordinasi 2019 ini segera dilengkapi, setidaknya melalui pengisian CV.
18
Sembari pembuatan aplikasi data tersebut, aparatur Bimbingan Masyarakat Katolik, melakukan pengumpulan data. Dengan demikian banyak
waktu dapat dioptimalkan dalam proses membarui data dan informasi Bimbingan Masyarakat Katolik. Kta perlu kerja keras dan saling
mengingatkan atau saling memotivasi agar ketersediaan data tidak menjadi kendala dalam penyusunan rencana kerja, berikut pelaksanaannya.
4
b. Memotivasi dan membangun inspirasi 19 bagaimana Bimbingan Masyarakat
Katolik aktual di era disrupsi yang sarat dengan ketidakpastian sebagai dampak
dari deotorisasi, di mana hal-hal yang dianggap di/terlarang (tabu) menjadi cair
dan lentur.20 Kalau mengikuti teori Bandul (Geertz), lenturan ke kiri dan kanan
tidak bebas nilai. Kalau ke kiri dianggap sekular (sosialisme; Marx, Engels),
sementara ke kanan dianggap agamis (konservatisme; Weber, Durkheim,
Foucault); maka ketika berada di tengah apa gerangan yang terjadi. Apa yang
dapat dijadikan sebagai pegangan atau pedoman? Dalam konteks ini, maka dua
kekuatan besar segera merentangkan/mengepakkan sayapnya yakni Direktorat
Urusan Agama Katolik dan Direktorat Pendidikan Katolik. Dua unit teknis ini
lah yang diharapkan menjadi instrumen bagaimana Negara dan Gereja Katolik
bersinerji (mitra – jaringan) mewujudkan cita-cita dan kesejahteraan Masyarakat
Katolik.21
c. Menyiapkan langkah-langkah konkrit dan terjangkau untuk pemenuhan
kebutuhan keagamaan katolik. Hal ini akan terlaksana dalam bentuk respons
terhadap evaluasi dan analisis terhadap rencana kerja 2018 (Kesepakatan
Yogyakarta) yang masing-masing pihak laporkan atau presentasi secara
sistematis (gamblang). Pejabat Pusat dan Daerah mengemukakan capaian apa
saja yang diperoleh pada tahun 2018 sebagai Tindak Lanjut Kesepakatan
Yogyakarta!. Hasil evaluasi kesepakatan Yogyakarta 2018 akan menjadi bagian
penting dalam menyikapi Hasil Rapim Sentul (5-7 Des 2918), Risalah Jakarta
(28-30 Des 2018) dan RAKERNAS (Shangri-La Jkt, 23-25 Jan 2019). Kehadiran
Kasi/Gara menjadi penting dan mendesak untuk mewujudkan cita-cita atau visi
dan misi Kementerian Agama yang dalam konteks Bimas Katolik: visi dan misi
Bimbingan Masyarakat Katolik. Maka Rapat Koordinasi Pejabat Bimas Katolik
Pusat dan Daerah Tahun 2019 ini sekaligus berorientasi pada penyusunan jadwal
kerja yang diperjanjikan untuk dicapai pada tahun 2019, yang dimulai dengan
penetapan capaian 50% di Semester I.

4. Dasar
a. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama
b. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2016 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Agama.

19
Secara moral tugas pimpinan membangun semangat tim kerja (Peter Senge), menjadi inspirasi positif bagi semua pendukung (G. Yukl, Bass &
Avolio, Robbins, Peter Drucker, Giddens, Kuhn, Harari). Misalnya Harari mengemukakan Homo Deus dalam bentuk lahirnya artificial intelligence
dan rekayasa genetika.
20
Nichols, Tom. Matinya Kepakaran (The Death of Expertise). Perlawanan terhadap pengetahuan yang telah mapan dan mudaratnya. Jakarta:
KPG. 2018.
21
John Field dan Canton relevan mengomentari satu peristiwa di Pusat di media Januari 2019, yaitu soal Mutasi Eselon II, III, IV dan Staf.
Dengan menggunakan cara pikir postmo dan cara pikir pewayangan, maka dikenal istilah lakon, sutradara atau dalam sepak bola antara pelatih
dan pemain (inti dan cadangan). Hal yang menarik adalah apa yang dibayangkan dan dipikirkan oleh pelatih – sutradara tidak selalu sama
dengan yang dibayangkan, dipikirkan pelaku (aktor, agen, dll). Dan begitu sebaliknya. Tetapi mengingat pesan sumpah jabatan ASN dan pesan
Allah sebagaimana terekam dalam Kitab Suci, maka “pikiranku bukan pikiranmu, jalanku bukan jalanmu”, maka semua harus berada pada posisi
siap. Siap melayani, mau di tengah “domba” atau di tengah “serigala”. Itulah bentuk dharma bakti kita untuk Masyarakat Katolik melalui Direktorat
Jenderal. Sebagai orang Katolik, keutamaan teologal harapan senantiasa menjadi pendobrak pesimisme menjadi optimisme, no man is an island
atau homo duplex (Durkheim). Itulah yang Canton sebut sebagai faktor penentu masa depan ekstrim yaitu 1) kecepatan, 2) kompleksitas, 3)
resiko, 4) perubahan, dan 5) kejutan, The Extreme Future : Ciputat Pustaka Alvabet, 2009.
5
c. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Nomor 72 Tahun 2019
tentang Rapat Koordinasi Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah di Jakarta.

B. SPEKTRUM LAYANAN BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK


1. Sasaran Layanan Bimas Katolik
a. Sekretariat Ditjen Bimas Katolik
b. Direktorat Urusan Agama Katolik
c. Direktorat Pendidikan Katolik

2. Penataan Layanan Bimas Katolik: Aspek Manajerial


a. Visi dan Misi Layanan Bimas Katolik
Visi Mewujudkan Layanan Prima kepada Masyarakat Katolik.
Misi Mempercepat Layanan Urusan Agama Katolik dan Akses
Pendidikan Katolik.
Komitmen Tahun 2019  Tahun SDM

b. Tugas dan Fungsi Sekretariat


1) Tugas Sekretariat melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dan
pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi pada
direktorat jenderal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (PMA 42/2016, Pasal 554).
Secara umum esensi koordinasi pelaksanaan tugas” berwujud pertanyaan
SIABIDIBA. Demikian halnya soal “pemberian dukungan administratif”
yang berbentuk seperangkat hal, seperti Juklak atau Juknis sesuai
ketentuan dan ketersediaan.

2) Fungsi Sekretariat:
a. Koordinasi penyusunan rencana, program, kegiatan dan anggaran
b. Koordinasi pemantauan dan evaluasi rencana, program, kegiatan,
dan anggaran
c. Pelaksanaan pengelolaan dan laporan keuangan
d. Pelaksanaan urusan organisasi dan tata laksana
e. Pengelolaan administrasi kepegawaian dan bina pengembangan
karir pegawai pada direktorat jenderal
f. Koordinasi dan pelaksanaan kerja sama bidang bimbingan
masyarakat Katolik
g. Penyusunan rancangan peraturan perundang- undangan dan
advokasi hukum
h. Pengelolaan data dan pengembangan sistem informasi
i. Koordinasi dan pelaksanaan publikasi dan hubungan masyarakat
j. Pengelolaan barang milik negara
k. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan
l. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan (PMA 42/2016, Pasal 555)

6
3) Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik
terdiri atas:
a. Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi.
b. Bagian Keuangan.
c. Bagian Organisasi, Kepegawaian, dan Hukum.
d. Bagian Umum dan Barang Milik Negara.
e. Kelompok Jabatan Fungsional (PMA 42/2016, Pasal 556): JFU & JFT.

Tampak dalam struktur, sbb:

Sumber: PMA 42/2016 ttg OTK, hal. 359

c. Implikasi Penataan Layanan Bimas Katolik


1) SDM
a) Secara Nasional, SDM Bimas Katolik berjumlah 1.855 orang, terdiri
dari ASN administratif 587 orang, ASN fungsional Guru Pendidikan
Agama Katolik 837 orang, Dosen PTKN 10 orang (7 STAKat, 3 dosen
Umum), Pengawas Pendidikan Agama Katolik 217 orang, Penyuluh
Agama Katolik 204 orang.
b) Komposisi Pusat dan Daerah.
Pegawai Adm Pusat (Ditjen Bimas Katolik) 100 orang, Kantor Wilayah
487 orang, STAKat Negeri 7 orang.

7
c) Aspek Usia

Interval Jumlah Ket


20 – 25 0
26 – 30 12
31 – 35 69
36 – 40 167
41 – 45 270
46 – 50 600 Usia produktif – eksis
51 – 55 578 Usia jenuh
56 - 60 159 Usia menanti mukjizat
> 60 0
Total 1.855
Sumber: Subbag Kepegawaian Ditjen Bimas Katolik, 18 Jan 2019.

Ctt. Usia menjelang pensiun 159 orang. Apa langkah-langkah yang


hendak dilakukan?

d) Aspek Gol/Pangkat

Gol Jenjang Jumlah Ket


II a 19
b 20
c 20
d 33
92
III a 189
b 348
c 425
d 468
1.430
IV a 314
b 15
c 0
d 4
e 0
333
Total 1.855
Sumber: Subbag Kepegawaian Ditjen Bimas Katolik, 18 Jan 2019.

e) Aspek Pendidikan

Jenjang
Jumlah Ket
Pendidikan
SMA 91

8
DI I, II, III, IV 246 DI=2, DII=49, DIII=20, DIV= 175
S1 1.377 Bagaimana meng-upgrade potensi?
S2 137
S3 4
Total 1.855
Sumber: Subbag Kepegawaian Ditjen Bimas Katolik, 18 Jan 2019.

f) Bidang Keahlian/Keilmuan

Bidang Keilmuan
Ditjen Kantor
STAKat Penga Penyu-
Subjek Bimas Wilaya Dosen Guru Jml
(Struk) was luh
Katolik h
Administrasi 18 35 - - 3 2 3 61
Agama - 8 - 1 25 2 2 38
Akuntansi 11 29 - - - - - 40
Ekonomi - 18 - - 1 - 2 21
Filsafat 10 86 3 - 29 41 89 258
Hukum 5 18 - - - 1 2 26
Humaniora 1 - - - - - - 1
Kateketik/
2 51 1 - 391 67 29 541
Katekese
Komputer 8 22 - - - - - 30
Komunikasi 3 - - - - - - 3
Manajemen 17 41 1 2 3 4 1 69
Matematika - - - - 1 - - 1
Sastra 1 - - - - - - 1
Sosial - 22 1 - 3 2 3 31
Teknik 1 - 1 - - - 1 3
Pastoral - 17 - - 25 16 12 70
Pendidikan 12 59 - - 327 71 3 472
Psikologi 1 - - - 3 - 1 5
Teologi 1 20 - - 8 7 34 70
Sumber: Subbag Kepegawaian Ditjen Bimas Katolik, 18 Jan 2019.

Dapat dikemukakan:
(1) Secara umum, jumlah ASN berpendidikan bidang Katekese/
Pastoral 719 orang, bidang Pendidikan 472 orang, bidang
Filsafat 366 orang. Hal ini memberi makna wajar kalau kita
lemah dalam hal administrasi kenegaraan. Karena orientasi
intelektualnya “di atas” - verbal, bukan dalam horison praktis
administratif (130 orang).
(2) Secara khusus di Pusat. Harusnya administrasi itu excellent,
karena latar belakang administrasi 18 orang dan manajemen
17 orang. Kalau sebaliknya, maka dapat dibaca sebagai
”asembling”, seolah sekolah untuk sekolah atau selama ini
tidak diberi ruang?. Mestinya profesionalitas itu bekerja yang
implikasinya pada unit kerja. Demikian halnya pendidikan (12

9
orang), filsafat (10 orang) harus menjadi sumber inspirasi
dalam membaca dan menganalisis sesuatu untuk selanjutnya
menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan atau
kebijakan. Tetapi justru belum tampak. Lainnya adalah
akuntansi (10 orang) sedikit banyak sudah mulai memberi
warna; demikian juga komputer (8 orang) juga mulai terasa,
namun masih perlu didorong terus untuk memperkuat
profesionalitas kerja.

g) Proyeksi 2-4 Tahun (2019-2023)


(1) Pensiun
(2) Rata-rata rekrutmen

Proyeksi Pensiun (5 tahun)

Ditjen
Tahun Kantor STAKatN
Bimas Dosen Guru Pengawas Penyuluh Jumlah
Pensiun Wilayah (Struktural)
Katolik
2019 3 6 - - 20 13 4 46
020 5 11 - - 29 9 2 56
2021 9 25 - - 30 9 7 80
2022 5 30 - - 54 14 6 109
2023 7 19 - 1 63 23 6 119
TOTAL 29 91 0 1 196 68 25 410
Sumber: Subbag Kepegawaian Ditjen Bimas Katolik, 30 Jan 2019.

2) Regulasi
Tiap ASN Bimas Katolik baik formal maupun otodidak menguasai 22 aturan
yang berlaku dan membangun inisiatif untuk mengumpulkan aturan yang
bersinggungan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi. Dua macam/jenis
aturan yaitu aturan kenegaraan dan aturan kegerejaan. Dampak dari
penguasaan terhadap regulasi adalah portofolio yang berdampak pada

22
Kita mesti berkembang dan berlomba untuk memajukan pencapaian kualitas yang disyaratkan oleh dunia global, sekali pun dikatakan “berpikir
global bertindak lokal”. Berita Harian Kompas Selasa 23 Jan 2019 hal 16 menggugah kita kembali melalui judul kecil, nyaris tak menjadi headline,
“tingkatkan kualifikasi dengan pendidikan lanjutan”. Bdk, berita Harian Media Indonesia, Selasa 29 Jan 2019, hal 5 soal “Junjung Meritokrasi di
Pemerintahan”, antara lain dikemukakan bahwa “institusi pemerintahan berasaskan meritokrasi atau kepantasan. Konsep good governance dan
profesionalisme di pemerintahan sulit dicapai apabila para elite politik lebih mengedepankan semangat primordialisme”, termasuk mekanisme
promosi yang masih menggunakan cara-cara tradisional...... kasus moderat cukup kuat untuk digunakan sebagai baseline. Saya merasa sedih
jika seseorang diangkat menjadi pejabat karena dorongan amber atau liyan yang dianggap sebagai dikenal di luar sana dibandingkan komunitas
sendiri. Dalam aspek strategi sah-sah saja. Orang muda mengatakannya “namanya juga usaha...” Dalam teori ada yang dinamakan sebagai
“yang penting lolos; moralitas yang digunakan adalah moralitas sementara; moral situasional”. Mungkin dapat disebut sebagi moral
disruption; moral Robin Hood. Lihat juga David Osborne & Teddy Gaebler dalam Mewirausahakan Birokrasi (reinventing government). Terj.
Abdul Rosyid. Jakarta: PPM. 2003. David Osborne & Peter Plastrik dalam Memangkas Birokrasi. Lima strategi menuju Pemerintahan
wirausaha. Terj. Abdul Rosyid. Jakarta: PPM. 2000. Lima strategi yang dimaksud adalah 1) strategi inti dengan pendekatan tujuan, peran dan
arah; 2 strategi konseukensi dengan pendekatan persaingan terkendali, manajemen perusahaan, dan manajemen kinerja; 3) strategi pelanggan
dengan pendekatan pilihan pelanggan, pilihan kompetitif dan pemastian mutu pelanggan; 4) strategi pengendalian dengan pendekatan
organisasional, pemberdayaan karyawan dan pemberdayaan masyarakat; dan 5) strategi budaya dengan pendekatan menghentikan kebiasaan,
menyentuh perasaan dan mengubah pikiran.
10
asesmen atau profile ASN. Kapasitas individu dan komunitas menjadi
tuntutan normatif.23
3) Sarana dan Prasarana
Secara simultan dan gradual akan dilakukan pembenahan, moderasi dan
modernisasi sarana dan prasarana. Termasuk di lingkungan Sekretariat,
Direktorat Urusan Agama Katolik dan Direktorat Pendidikan Katolik.
Demikian halnya di daerah sesuai konteksnya.
4) Budget
Prospektif anggaran akan mengikuti dinamika BAPPENAS, Kementerian
Keuangan & Kementerian Agama (trilateral meeting), dikenal dengan
istilah money follow program. Perspektif layanan yang dikembangkan
adalah dari pinggir ke tengah, dengan tingkat kelenturan antara 60-80%
(Poper, falsifikasi & verifikasi). Maka perlu ditegaskan dalam forum Rapat
Koordinasi ini bahwa:
a) Kepala Seksi/Penyelenggara menyusun rencana kerja dan diuji
oleh Kepala Bidang/Pembimas Katolik. Silahkan mekanisme diatur
sendiri. Dokumen tersebut ditembuskan ke Dirjen Bimas Katolik.
b) Hasilnya menjadi menjadi bagian usulan Rencana Kerja Kabid/
Pembimas Katolik untuk diuji oleh Sekretaris dan Direktur.
c) Hasil pengujian Sekretaris dan Direktur menjadi bahan rencana
kerja Sekretaris dan Direktur untuk diuji oleh Direktur Jenderal.

C. LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS LAYANAN BIMAS KATOLIK

1. UMUM

a. Target kinerja 2019: 95%, akseleratif...


1) Pusat dan Daerah menetapkan target kinerja rencana kerja dan anggaran
di angka 95%.
Pada Tahun 2018 (Desember 2018), Ditjen Bimas Katolik menghasilkan
Program Bimbingan Masyarakat Katolik 2019 yang diurai dalam bentuk
DIPA dan RKA-K/L sebesar Rp929.890.212.000,- terdiri dari Pusat
Rp126.897.303.000,- (13,65%) dan Daerah Rp802.992.909.000,- (86,35%);
yang berdasarkan Fungsi: Agama Rp218.887.808.000,- (23,54%) dan
Pendidikan Rp711.002.404.000,- (76,46%).
Skema Anggaran Program Bimbingan Masyarakat Katolik, sbb:

23
Harian Media Indonesia, Rabu 16 Januari 2019 hal 2 mengetengahkan berita di bawah judul “Pungli Dana Masjid PNS Kemenag Kena
OTT”. Ditengarai bahwa LBR (49) staf Kankemenag Kabupaten Lombok Barat ditangkap dengan barang bukti dua amplop berisikan uang
masing-masing senilai Rp5juta. Lihat juga Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Kebudayaan. Jakarta: Gramedia.
11
KPA
P = 126.897.303.000
D = 802.992.909.000
929.890.212.000

PPK-1
PPK-2 PPK-3
P = 23.888.802.000
P = 13.616.212.000 P = 89.392.289.000
D = 105.603.855.000
D = 75.778.939.000 D = 621.610.115.000
129.492.657.000
89.395.151.000 711.002.404.000

2) Profil aktivitas Sekretariat Tahun 2019.

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan


2141
Tugas Teknis Lainnya Bimas Katolik 23.888.802.000
Penyusunan Rencana Strategis 2020-2025
1 Program Bimas Katolik di Jakarta, 5 Hari, 74
Hari, 56 Peserta, 2 Narasumber 170.880.000
2 RDP Komisi VIII DPR Ditjen BK di Jakarta 38.200.000
Pendampingan Penyusunan Rencana
3 Program di Sulawesi Tenggara 28.776.000
Penyusunan Pagu Indikatif Ditjen Bimas
4 Katolik Tahun 2020 di Jakarta, 4 Hari, 56
Peserta, 2 Narasumber 170.120.000
Penyusunan Program Kerja Berdasarkan Pagu
5 Anggaran TA 2020 Tk. Nasional di Jakarta, 5
Hari, 70 Peserta, 7 Panitia, 7 Narasumber 481.636.000
Penyusunan Program Kerja Berdasarkan
Alokasi Anggaran TA 2020 Tk. Nasional di
6
Jakarta, 5 Hari, 70 Peserta, 7 Panitia, 7
Narasumber 479.886.000
Bimtek Jurnalistik Ditjen Bimas Katolik di
Jakarta, 4 Hari, 40 Peserta, 4 Panitia, 5
7 Narasumber 292.565.000
Penyusunan Pelaporan dan Evaluasi Program
8 Bimas Katolik Tahun 2018 di Jakarta, 4 Hari,
60 Peserta, 6 Panitia, 6 Narasumber 344.762.000
Pembinaan Peningkatan Kualitas Penyusunan
9 LK DBK Regio Bali, NTB, NTT di Kupang (50
Peserta, 5 Panitia, 7 Narasumber, 4 Hari) 333.579.000
Pembinaan Peningkatan Kualitas Penyusunan
10 LK DBO Regio Papua Barat di Sorong (30
Peserta, 3 Panitia, 6 Narasumber, 4 Hari) 276.518.000

12
11 Asistensi Penyusunan Laporan Keuangan 59.452.000
Monitoring dan Evaluasi dalam Rangka
12 Perbaikan Data E-Rekon 52.614.000
(Fullday) Rapat Koordinasi terkait Kesiapan
Dokumen/Data Dukung Pelaksanaan
13
Anggaran TA 2019 di Jakarta (30 Peserta, 2
Narasumber, 1 Hari) 23.800.000
Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan
Anggaran Semester I Program Bimbingan
14 Masyarakat Katolik pada Semester I Tk.
Nasional di Jakarta (52 Peserta, 5 Panitia, 7
Narasumber, 3 Hari) 287.279.000
15 Rapat Koordinasi Bimtek Aplikasi Perpajakan 21.450.000
Pembinaan PAP Regio Kalimantan di
16
Pontianak (30 pst, 6 NS, 3 hari, 4 panitia) 179.157.000
Rapat Koordinasi Penyelesaian
17
Pertanggungjawaban Keuangan 39.690.000
18 Rapat Koordinasi Bimtek Aplikasi Sitangkap 16.500.000
Monitoring Percepatan Pelaksanaan
19 Anggaran Semester I dan II 54.060.000
Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan di
20 Lingkungan Ditjen Bimas Katolik (fullday) 47.665.000
Rapat Pejabat Pusat dan Daerah, Peserta 285
21
orang, Panitia 20, NS 11, 5 Hari di Jakarta 2.737.905.000
Pembahasan Rancangan Standar Pelayanan
22 Ditjen Bimas Katolik kepada Masyarakat di
Jakarta (Fullday), peserta 45 orang, 2 hari 66.300.000
Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan
23 Zona Integritas Ditjen Bimas Katolik di Bogor
(Fullboard), peserta 50 orang, 4 hari 169.700.000
Rapat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
24 Semester Pertama di Jakarta (Fullday), peserta
45 orang, 2 hari 67.700.000
Rapat Evaluasi Pelaksanaan Reformasi
25 Birokrasi Semester Kedua di Jakarta (Fullday),
peserta 45 orang, 2 hari 67.700.000
Evaluasi Capaian Kinerja Ditjen Bimas Katolik
26 Semester Pertama di Jakarta (Fullday), peserta
45 orang, 2 hari 67.700.000
Koordinasi Penerapan PMPRB dan PMPZI di
27 Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri
Pontianak 11.554.000
Penyempurnaan Peta Proses Bisnis Ditjen
28 Bimas Katolik di Bandung (Fullboard), peserta
56 orang, 4 hari 205.782.000
29 Koordinasi Pelaksanaan Sistem Pengendalian 65.700.000

13
Intern Pemerintah di Jakarta (Fullday), peserta
45 orang, 2 hari
Koordinasi Terkait Pelaksanaan Standar
30 Layanan dan Capaian Kinerja di Sekolah
Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak 11.554.000
Rapat Koordinasi Penyiapan Instrument
31 Survey Layanan Eksternal 10.440.000
Pembinaan Tata Kelola Kearsipan Ditjen
32 Bimas Katolik di Bogor (46 Peserta pusat, 6
Narasumber, 4 Hari) 183.100.000
Sosialisasi Sistem Kearsipan Dinamis (SIKD)
33
DBK 50 Peserta 2 hari di Jakarta 76.500.000
Rapat Koordinasi Penyusutan arsip pada
34 Ditjen Bimas Katolik 40 Orang, 1 Hari 17.100.000
35 Rakor Pelaksanaan Tugas dan Fungsi 66.612.000
Pembinaan Mental Pegawai Misa Jumat
36 Pertama Dalam Bulan 23.400.000
Pembinaan Keprotokolan di Tangerang (38
37 Peserta, 3 Panitia, 3 Hari) 105.734.000
Bimtek Aplikasi Sistem Informasi Manajemen
Aset Negara (SIMAN) Regio Kalimantan, Bali
38
dan Nusa Tenggara di Bali , 27 Peserta, 3
Panitia, 6 narasumber, 4 hari 313.184.000
Sosialisasi Perpres Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
39
di Jakarta, 46 Peserta, 4 Panitia, 6
Narasumber, 3 Hari 269.632.000
Sinkronisasi Data BMN Semester I Tingkat
40 Nasional di Jakarta, 38 Orang, 4 Panitia, 6
Narasumber, 3 Hari 260.272.000
Fullday: Persiapan Penghapusan Barang Milik
41
Negara (BMN), 2 hari, 12 pst, 2 narsum 4 jpl 19.320.000
Fullday: Finalisasi Penghapusan Barang Milik
42
Negara (BMN), 2 hari, 12 pst, 2 narsum 4 jpl 19.320.000
Rapat Dalam Kantor: Opname Fisik Barang
43 dalam rangka Penghapusan Barang Milik
Negara (BMN), 2 hari, 12 peserta 10.156.000
44 Pembayaran Gaji dan Tunjangan 12.468.908.000
45 Honor Pegawai Tidak Tetap/Kontrak DBK 691.972.000
46 Honor Pengelola SAI UAPPA-EI/UAPPB-EI 25.200.000
Biaya Keperluan Sehari-hari
47
Perkantoran/Pimpinan/Jasa/Jaringan 278.542.000
Honorarium Penanggungjawab Pengelola
48 Anggaran Ditjen Bimas Katolik 312.120.000
49 Langganan Daya dan Jasa Telekomunikasi 25.200.000
50 Honor Penyimpan BMN 7.200.000

14
51 Tim Majalah Ditjen Bimas Katolik 5.880.000
52 Keperluan Sehari-hari Perkantoran / Pimpinan 75.000.000
53 Pertemuan/Jamuan/Delegasi/Misi/Tamu 70.050.000
Perawatan Kendaraan Roda 2/4 dan Peralatan
54
Inventaris Kantor lainnya 348.085.000
55 Transport Pelaksanaan Tugas 75.020.000
56 Tim Operasional Website 51.500.000
57 Sewa Operasional Perkantoran 198.000.000
58 Dokumentasi, Publikasi dan Pameran 25.000.000
Honorarium Pejabat Pengadaan Ditjen Bimas
59 Katolik 38.080.000
Perjadin dalam rangka Pembinaan dan
60 Monitoring Tusi Satker ke Daerah Eselon I
dan II [1 PKT x 1 THN] 72.798.000
Pencetakan/Penggadaan/Penjilidan Barang-
61
Barang Unit Tekhnis Ditjen Bimas Katolik 150.000.000
62 Pengadaan Fasilitas Perkantoran 136.100.000
Pengadaan Toner Printer dan Perlengkapan
63
Kantor 320.003.000
Pencetakan Agenda dan Kalender Ditjen
64
Bimas Katolik 171.400.000
999 Output Cadangan 97.790.000

3) Pelaksanaan reward and punishment.

b. Pengembangan SDM
Kita butuh ASN yang berkualitas dan mempunyai kemampuan bersaing dengan
positif (competitiveness). Salah satu kualitas yang dimaksud adalah adanya ASN
Bimbingan Masyarakat Katolik berkualifikasi magister dan doktor dalam bidang
yang relevan dengan tugas dan fungsi Bimas Katolik. Kita butuh ASN yang
mampu membaca data dengan baik dan mampu membuat proyeksi secara
akurat. Kemampuan SDM yang handal, berintegritas, loyal dan penuh dedikasi
menjadi syarat mencapai kemajuan organisasi. Kalau lah organisasi ini dibaca
sebagai sebuah korporasi, maka semua elemen harus mampu berkolaborasi
dengan elegan; harus mampu membangun jaringan yang lembut tanpa harus
hidup dalam tekanan.
a. Promosi, Rotasi, Mutasi dan rekrutmen.
b. Pendidikan Formal dan/atau nonformal untuk meningkatkan kemampuan
personal, analisis dan kemampuan teknis ASN.24
c. Pelibatan Pejabat Eselon III menjadi Narasumber untuk Layanan Bimas
Katolik Pusat dan Daerah
24
Harian Kompas kembali mengingatkan akan pentingnya kapasitas individu. Di bawah judul “Tingkatkan kualifikasi dengan pendidikan lanjutan”.
Salah satu cara mengakselerasi karier profesional seseorang adalah dengan meningkatkan kualifikasi melalui pendidikan lanjutan. Selain itu,
faktor lain yang tidak kalah penting adalah menakar lembaga pendidikan tempat menimba ilmu. Pastikan bahwa kebutuhan anda dapat dipenuhi,
baik dari kurikulum maupun metode pembelajaran. Kompas, Senin 21 Jan 2019, hal 16.
15
(1) Dengan izin Dirjen Bimas Katolik, Kabid/Pembimas Katolik dapat
mengundang pejabat Es III Pusat untuk paling lama 2 hari di luar
Jawa yang transportasi relatif sulit.
(2) Kabid/Pembimas Katolik dapat saling mengundang jadi narasumber
lintas wilayah paling lama 2 hari, kecuali daerah sulit.
(3) Semua Kurikulum Pembinaan Urusan Agama dan Pendidikan
Katolik disahkan Dirjen Bimas Katolik. Maka di Rapat Koordinasi ini
selesaikan. Seingat saya untuk Urusan Agama Katolik sudah
disosialisasikan pada saat susun Pagu Definitif, sekalipun hanya
tingkat Kabid/Pembimas Katolik. Ini perlu disosialisasikan lagi.
Skema ASN yang berkualitas tersebut kita bangun dengan komposisi yang
berimbang antara pemikir, analis dan pelaksana lapangan. Dapat digambarkan
sbb:

Memikirkan berbagai hal yang berkaitan dengan


Kepala bagaimana Bimbingan Masyarakat Katolik dilaksanakan.
Penyelenggaraan BMK direduksi dalam PMA 13/2012 dan
PMA 42/2016, dalam bentuk: Gara/Kasi, Bidang/Bidang
Kepala BIMAS Kat/Pembimas Katolik Perdebatan berujung pada
narasi Kebijakan big idea

Mengorganisir substansi & teknis dalam bentuk rekaman


program kerja dengan metode induktif (pinggir  tengah
Badan Kab/Kota  Prov  Pusat – bottom up). Perdebatan akan
berujung pada peta deskripsi distribusi (proporsional –
kompromi) sampai level jadwal  road map

Pelaksanaan (praksis). Dukungan SDM, Regulasi, Sarpras


dan Budget sangat penting (vital). Maka tetap tenang
dalam membuat atau membaca eskalasi. Ikuti skema yang
sudah ditetapkan. Adaptasi karena sesuatu hal, tidak
membuat stagnan. Dinamisasi akselerasi tetap terkontrol
ketat  implementatif.
Kaki

Sumber: Harian Media Indonesia, Senin 1 Okt 2018, hal 24

c. Penguatan Administrasi Layanan Bimas Katolik


a. Ketersediaan dokumen pendukung Kegiatan Layanan Bimas Katolik,
meliputi KAK/TOR, Proposal, Juklak dan/atau Juknis, Daftar List Item
Kegiatan, Laporan Keuangan dan Laporan Fisik (2 hari setelah kegiatan).
Kita masih ingat yang namanya WRD - KFM dalam pelaksanaan anggaran.
b. Pemantauan dan pembinaan akan dilakukan secara simultan.

16
2. KHUSUS
a. Pada rentang Februari – awal Maret 2019 penyusunan Pagu Indikatif 2020
dan RENSTRA 2020-2024.
b. Pejabat Bimas Katolik diharuskan membuat rencana kerja dan anggaran.
Karena bukan hal baru, saya minta Pertengahan Maret 2019 sudah masuk di
email Bagian Perencanaan dan Sisten Informasi. Yang tidak mengirim, dianggap
tidak ada , jangan ribut.
Ada pun struktur kerja yang digunakan adalah:
Skema membaca objek layanan - “Kegiatan – Pembinaan”.

Kegiatan Nasional & Regional  saringan dari Provinsi


Pusat

Kegiatan Regional (mini); saringan dari Kab/Kota


Provinsi

Kegiatan Lokal. Mengakomodir level grass root – basis layanan


Kab/Kota

Penjelasan:
Kab/Kota
Dengan pendekatan induktif, seluruh aktivitas penyelenggaraan Bimbingan
Masyarakat Katolik dimulai dari “pinggir ke tengah”; Daerah  Pusat. Rencana update
data dengan sistem aplikasi.
1) Kab/Kota, selenggarakan minimal satu kegiatan yang berisikan Urusan Agama
Katolik dan/atau Pendidikan Katolik.

17
a) Data harus kuat/valid. Tiap kegiatan lokal jumlah peserta 40 orang
dengan tetap memperhatikan keseimbangan jenis kelamin dan subyek
layanan (satuan sosial layanan).
b) Dampak kegiatan lokal ke atas (provinsi). Maka peserta kegiatan
dipatenkan minimal 3 tahun, untuk memudahkan evaluasi (rekognis).
c) Pastikan rata-rata harga sebuah kegiatan di level Kab/Kota?
d) Kegiatan hadirkan Kakanwil/Kakankemenag/kabid/Pembimas Katolik
 sejauh memungkinkan.
2) Provinsi, selenggarakan kegiatan regional (mini) yang isinya (peserta) adalah
saringan dari peserta kegiatan lokal.
a) Nama-nama peserta kegiatan lokal terekam di Provinsi secara tepat.
Jumlah peserta minimal 75 orang, kecuali regional kecil.
b) Data semakin kuat atas support Kab/Kota.
c) Provinsi membagi Kab/Kota berdasarkan jarak geografis-topografi dan
keterjangkauan moda transportasi untuk menemukan regio dan situs
kegiatan.
d) Pemetaan regio terlapor secara tertulis ke Dirjen Bimas Katolik.
e) Kegiatan hadirkan Es I, II Pusat, Daerah dan Kabid/Pembimas Katolik lintas
Provinsi.
f) Kegiatan Kab/Kota & Provinsi sampaikan laporan fisik 1 eks untuk Ditjen
Bimas Katolik.
3) Pusat, selenggarakan kegiatan nasional dan regio (mayor).
a) Data harus semakin kuat – valid.
b) Kegiatan Nasional terkait dengan isu-isu nasional yang memerlukan
respons & treatment Pemerintah dan Gereja Katolik.
c) Peserta kegiatan nasional adalah kombinasi segmen atau satuan sosial
keagamaan, satuan sosial kemasyarakatan seperti Ormas, Toga, Toma,
pimpinan Gereja Katolik (KWI, Keuskupan, Paroki), pimpinan Ordo,
Kongregasi/Tarekat, pimpinan Lembaga Pendidikan Keagamaan (Dasar,
Menengah dan Tinggi), pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah (Provinsi
dan/atau Kab/Kota); jumlah minimal 100 orang.
d) Pilihan kegiatan nasional basisnya pada tiga domain atau Unit Eselon II
Pusat.
e) Peserta kegiatan regional (mayor) adalah saringan dari peserta kegiatan
regional (mini) Provinsi.

Terkait kegiatan Bantuan dan/atau Pengadaan & Distribusi.


a) Data harus kuat (valid)  rujukan.
b) Situs bantuan harus bersumber dari data 2018 (rekapitulasi permohonan;
termasuk yang belum terakomodir di 2018. Semua permohonan di 2019
diperuntukkan 2020).
c) Komposisi budget: Pusat dan Daerah duduk bersama, diskusi dengan arif
untuk capai kesepakatan dengan baik dan benar; mungkin dengan
kompromi dalam distribusi proporsional.

18
d) Khusus bantuan rumah ibadat 2019, sudah ada profil sebagai “jalan
bersama untuk anak Bangsa.” Kita berusaha menyesuaikan diri, yang bisa
saja terjadi hentakan atau pergeseran karena sesuatu hal yang prinsip
seperti bencana alam (siapa tahu juga ada di antara peserta yang
mencoba memprediksi 2019 bencana alam ada dimana, agar kita dapat
antisipasi). Pembicaraan dengan DJA Kamis 27-9-2018, antara lain
disepakati hindari revisi 2019.”

4) Tempat/hotel:
a) Peserta diundang untuk mengikuti kegiatan yang implisit bertujuan
menyukseskan program kerja Pemerintah melalui Ditjen Bimas Katolik.
Maka peserta mengikuti kegiatan dengan nyaman, menyenangkan,
menggairahkan; membuat mereka tertarik. Artinya peserta diundang
bukan untuk susah. Peserta dilayani dengan penuh dedikasi, ramah dan
penuh antusias, tata krama yang baik (hangat dan sejuk).
b) Akses ke hotel tidak susah, mudah dijangkau.
c) Ruangan membuat peserta bersemangat mengikuti kegiatan, maka tidak
ada tiang dalam ruang pertemuan. Singkatnya ruangan yang membuat
semua pihak merasa nyaman. Ruangan (dan tentu kamar) menjadi sangat
penting diperhatikan. Pemerintah sudah membeli untuk membuat semua
pihak mengikuti event dengan puas (Pelayanan prima).

5) Spanduk.
Dalam cara pikir tertentu, spanduk mempunyai makna atau fungsi marketing
dan dapat menambah motivasi seseorang, yang dalam pendidikan menjadi
salah satu sumber pemusatan perhatian. Maka warna, ukuran huruf selalu dibuat
yang hidup (kombinasi tidak melemahkan semangat hidup) dan tidak dilipat-
lipat karena dianggap efisien membawanya. Sangat mengganggu kalau
menciptakan kotak-kotak di tembok untuk dipandangi oleh publik.

c. Strategi kerja
1) Mendaratkan ide, gagasan, atau angan-angan atas pelaksanaan tusi (Pusat –
Daerah) memerlukan strategi yang bisa jadi bagi individu tertentu tidak selalu
supportif dan/atau adaptif. Rekognisi atas berbagai hal, kadang terjadi pada
saat-saat kritis dimana dirasakan sebagai sudah melelahkan, tanpa daya.
Namun karena dibakar oleh semangat mau memberi yang terbaik bagi
Masyarakat Katolik, maka di sisa-sisa tenaga tetap saja muncul kekuatan kecil.
Maka dalam perspektif rekognisi (konstruktivistik), soft skills (berpikir kritis,
inteligensi emosi dan kemampuan adaptasi) masih dianggap sebagai tools sejuk
dalam mengelola kegiatan. Hal penting adalah apakah semua pihak memiiki
work readiness (kesiapan diri)25, mental dan sikap kerja yang kuat. Antusiasme,
motivasi dan ambisi perlu dikobarkan demi Masyarakat Katolik Indonesia.
2) Tiga hal yang dikehendaki dari work readiness, 1) kemampuan untuk self
sufficient & self regulation dalam mengelola aktivitas sebagai wajah karir, 2)

25
Lihat Harian Kompas, Sabtu 29-9-2018, hal 2 di bawah judul ”Work Readiness pada era Digital”.
19
mengembangkan soft skills utama tanpa kesulitan, misalnya kemampuan diri,
perkiraan mengenai mutu hasil kerja, dukungan sosial, perbaikan sistem
berdasarkan common sense-nya, 3) mampu mengelola stress, baik personal,
lingkungan maupun sistemiknya.
3) Maka, disinilah urgennya, tiap individu untuk antisipasi, luwes (fleksibilitas),
objektif, managemen, dan akuntabilitas. Hal tersebut menjadi bagian integral
dari bagaimana kemitraan bekerja dalam berbagai lapisan sosial, yaitu
koordinasi dan kerjasama. Dua term tersebut menyimpan potensi konflik yang
memadai yaitu laten dan manifes. Maka perlu ke-PASTI-an (profesional,
akuntabel, santun, transparan, dan ikhlas) untuk menjamin terselenggaranya
Bimbingan Masyarakat Katolik Indonesia!

D. PENUTUP
1. Kerjasama menjadi kekuatan untuk mewujudkan tujuan bersama. Kalau mau cepat
sendiri, kalau mau hasil baik, bersama 26 menjadi filosofi kerja dalam melaksanakan
layanan Bimbingan Masyarakat Katolik. Kerjasama akan membantu terwujudnya
pelayanan prima kepada Masyarakat Katolik. Oleh sebab itukita perlu antisipasi semua
hal terkait pelaksanaan tugas dan fungsi, dengan tetap mempertimbangkan
fleksibilitas (luwes) dan objektif - fokus pada tujuan yang hendak dicapai (goal setting)
dengan manajemen tertentu (modern) dan pada akhirnya kita akan memetik hasil
yang menggembirakan yaitu akuntabilitas (nyaman, aman). Itulah corak sumbangan
Ditjen Bimas Katolik atau Program Bimbingan Masyarakat untuk mewujudkan WTP
Kementerian Agama RI di Tahun 2020. Perlu kerja keras dan penuh disiplin –
constantia et labore – kerja tekun dan keras.
2. Nilai-nilai budaya kerja Kementerian Agama – INPRINTAK- dijadikan sebagai moral
dan etos kerja untuk membangun dan memperkuat berkembangnya dedikasi,
loyalitas dan disiplin kerja. Motivasi internal menjadi kekuatan untuk tumbuh dan
berkembangnya motivasi eksternal, demikian sebaliknya. Kita sendirilah yang
menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan Program Bimbingan Masyarakat Katolik.
3. Tugas dan fungsi Sekretariat akan bermakna (lancar) bila pihak terkait menempatkan
koordinasi (relasi dan komunikasi, hindari patologi birokrasi) sebagai kunci
perwujudan tujuan bersama. Salah satu tantangan koordinasi adalah konsep dan
waktu. Asumsinya, semakin kuat konsep, semakin kuat keinginan untuk diskusi,
semakin terbuka peluang untuk menemukan jalan keluar dan waktu pelaksanaan.
Atau, semakin tinggi koordinasi semakin kecil penyimpangan, semakin teratur
penggunaan waktu, semakin tujuan dicapai dengan penuh sukacita (resonansi,
orkrestrasi & selebrasi).
Animo forti nihil forte (bagi hati yang kokoh tidak ada yang terlalu berat untuk diatasi).
Eventus docebit (hasil akhirlah yang akan memberi pelajaran), Gramedia, 2006: 91).

26
Stephen R. Covey. The 3rd Alternatif . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 211. Beliau wafat Senin 16-7-2012 dalam sebuah kecelakaan
sepeda di Utah, jalan curam (mungkin jalannya mirip karangkates dan Selorejo Batu di Malang atau Jalan di Ruteng yang berkelok-kelok.....
Alternatif ke-3 memberi ruang untuk “KITA”. Ke-kita-an tentu bukan soal mudah karena mensyaratkan kesediaan untuk berbuka diri kepada yang
lain dengan segala kekurangan dan kelebihan. Juga mencakup gambaran diri yang positif. Gereja Katolik melalui GS art 7 mengemukakan
bahwa “Perubahan mentalitas dan struktur-struktur sering menimbulkan perbedaan pandangan tentang nilai-nilai yang diwariskan, terutama pada
kaum muda, yang acap kali kehilangan kesabaran, bahkan memberontak karena gelisah.” Lih juga Giddens dengan teori “Jalan Ketiga”-nya.
20
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10156055807513220&set=a.44162423219&type=3&theater diunduh Sabtu 1 Sept 2018, jam 10.55

Demikian Terima kasih.


Jakarta, 18 Februari 2019

21

Anda mungkin juga menyukai