UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui Oleh :
Asisten Kelas,
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta karunia-Nya yang telah diberikan pada kita semua
sehingga kita dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Laporan Akhir
Praktikum Ekologi Pertanian” yang dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terima kasih sebesar
– besarnya kepada pihak yang telah membantu saya dalam memperbaiki dan
menyusun laporan ini, yaitu Meyrizka Dyah Pramita selaku asisten praktikum
Ekologi Pertanian.
Saya telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan laporan ini,
namun disadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisannya. Oleh
karena itu, saya mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun untuk penyempurnaan laporan berikutnya.
iii
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................. i
1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
iv
3.3.3. Pengamatan Kelembaban dan Suhu Udara ................................... 11
Lokasi ......................................................................................................... 24
v
5. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 36
LAMPIRAN.......................................................................................................... 39
vi
DAFTAR TABEL
9. Keragaman Arthropoda................................................................................... 23
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
Manfaat yang didapat dari kegiatan fieldtrip ini diantaranya sebagai dapat
mengetahui keseimbangan agroekosistem yang dilihat dari pengaruh
biodiversitas tanaman, faktor abiotik dan biotik tanah, keragaman anthropoda
dan peranannya, dan rantai makanan dalam agroekosistem. Selain itu dapat
memberi wawasan tentang pelestarian agroekosistem agar terus berkembang
dan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem
2.1.1 Pengertian Agroekosistem
terong, dan cabe. Hal ini dinilai karena tanaman hortikultura mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi.
Selain Arthropoda, salah satu faktor biotik yang berperan dalam menjaga
keseimbangan agroekosistem ialah biota tanah. Biota tanah mempunyai peran
penting dalam proses penting agroekosistem dengan tanaman budidaya,
kualitas sumberdaya tanah, dan kesehatan lingkungan, baik pada
agroekosistem maupun ekosistem alami. Pada agroekosistem tanah terdapat
hubungan antara biota tanah dengan tanaman budidaya, seperti biota tanah
yang memiliki peran dalam proses transformasi unsur hara, pembentukan
karbon sebagai sumber energi, serta nutrisi untuk kelangsungan hidup mikroba
(Gupta et al., 2004). Selaras dengan Sondang (2013) yang menyatakan bahwa
cacing tanah yang merupakan salah satu biotik tanah memiliki peran penting
dan fungsi dalam menyuburkan tanah dan cacing tanah dapat hidup di kotoran
sapi, maupun di sampah rumah tangga berupa daun – daun, sayuran, ranting
pohon atau sisa tumbuhan yang sudah membusuk yang menjadi tempat tinggal
sekaligus sumber makanan cacing tanah.
trofik yang menunjukkan tahapan transfer baik material maupun energi dalam
tiap tingkatan atau kelompok ke tingkat berikutnya.
pada plot, baik tanaman utama maupun gulma diidentifikasi nama umum dan
nama ilmiahnya. Kemudian menghitung jumlah tanaman dari setiap vegetasi
yang teridentifikasi dan mencatat hasilnya pada form pengamatan serta
mendokumentasikan.
3.3.2 Pengamatan Intensitas Radiasi Matahari
Pengamatan IRM (Intensitas Radiasi Matahari) dilakukan menggunakan
aplikasi luxmeter pada smartphone. Pengukuran IRM bertujuan untuk
mengetahui besarnya radiasi matahari yang diterima tanaman pada
agroekosistem. Penggunaan aplikasi dilakukan dengan membuka aplikasi
luxmeter, kemudian mengarahkan layar smartphone ke arah matahari kemudian
menunggu hingga angka pada layar smartphone stabil. Selanjutnya melakukan
pencatatan dan mendokumentasikan hasil pengamatan.
3.3.3 Pengamatan Kelembaban dan Suhu Udara
Pada pengamatan kelembaban dan suhu udara, biasanya untuk
pengukuran menggunakan thermohigrometer. Namun pada pengamatan ini
menggunakan data kondisi cuaca dari data BMKG. Data yang digunakan adalah
data cuaca dihari praktikum dilaksanakan.
3.3.4 Pengamatan Suhu Tanah
Spesies
Jumlah Dokumentasi
Nama Umum Nama Ilmiah
Dari data hasil pengamatan yang dilakukan bahwa suhu tertinggi pada
lahan tomat Tawangmangu terdapat pada kedalaman 0-5 cm dengan suhu
sebesar 23°C, sedangkan suhu terendah pada kedalaman 20-30 dengan 19°C.
Pada lahan sawah padi Nguter suhu tanah tertinggi terdapat pada kedalaman
15 cm dengan suhu sebesar 27,2 °C, dan suhu terendah pada kedalaman <5
cm dengan suhu sebesar 24,7°C.
Tabel 5. Pengamatan Warna Tanah
No. Lokasi Warna Tanah
2.2 2,7
3.1 0
3.2 1,7
4.1 0,6
4.2 1,0
5.1 1,4
5.2 1,5
Maks 2,7
Min 0
Maks 0
Min 0
Rata - rata 0
Maks 32 19
Min 0 0
Maks 0 0
Min 0 0
Rata - rata 0 0
paling tinggi terdapat pada titik pengamatan 3.2 dengan berat 32 gram,
sedangkan berat nekromassa paling sedikit terdapat pada titik pengamatan 1.1,
1.2, 3.1, 4.2, 5.1 dengan berat masing – masing 0 gram. Pada lahan sawah
padi Nguter, memiliki berat nekromassa dan biomassa terendah dan tertinggi
dengan berat 0 gram.
4.2.7 Identifikasi Biota Tanah
Biota tanah merupakan salah satu pengamatan yang dilakukan dalam
mengamati keanekaragaman hayati yang ada pada agroekosistem. Dari hasil
pengamatan biota tanah pada lahan tomat dan sawah padi, didapatkan hasil
sebagai berikut :
Tabel 8. Pengamatan Biota Tanah
Lokasi Nama Nama Ilmiah Jumlah Peranan Dokumenta
Umum si
Predator
18. Verania discolor Verania discolor hama Aphis
gossypii
26
Laba-laba
20. Lycosidae Musuh Alami
serigala
Pengurai,
predator,
22. Lalat rumah Musca domestica mangsa dan
agen
penyerbuk
Pengurai,
predator,
Calliphora
23. Lalat hijau mangsa dan
vomitoria
agen
penyerbuk
27
Pengurai,
predator,
24. Lalat Merak Tephritidae mangsa dan
agen
penyerbuk
4.3 . Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Biodiversitas Tanaman terhadap Agroekosistem
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang dilakukan pada lahan tomat di
Tawangmangu dan sawah padi di Sukoharjo didapatkan hasil bahwa kedua
lokasi tersebut memiliki keberagaman vegetasi. Pada lahan tomat di
Tawangmangu terdapat beberapa vegetasi yang saling berhubungan satu sama
lain. Vegetasi yang terdapat dalam lahan tersebut terdiri atas satu tanaman
utama yaitu tomat. Pada sawah padi Sukoharjo terdapat juga satu tanaman
utama yaitu tanaman padi. Pada kedua lahan pengamatan termasuk dalam
agroekosistem yang seimbang, karena pada kedua lahan memiliki keberagaman
vegetasi. Selaras dengan Ridhwan (2012) bahwa keragaman hayati merupakan
28
suatu variasi atau perbedaan pada bentuk – bentuk makhluk hidup, yang meliputi
perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, materi genetik yang
terkandung hingga bentuk ekosistem. Keanekaragaman merupakan suatu yang
menggambarkan keadaan bermacam – macam suatu benda karena adanya
perbedaan dalam ukuran, bentuk, tekstur dan jumlah. Sedangkan hayati
merupakan sesuatu yang hidup. Sehingga keanekaragaman hayati dapat
diartikan sesuatu yang menggambarkan bermacam – macam makhluk hidup
(organisme) yang terdapat dalam biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga
dengan biodiversitas.
Biodiversitas tanaman memberikan pengaruh penting terhadap
agroekosistem. Tingkat biodiversitas berpengaruh pada tingkat interaksi antar
organisme dalam agroekosistem. Dalam suatu agroekosistem terdapat
keberagaman hayati yang berupa sumber daya genetik dan spesies yang
digunakan sebagai makanan, pakan ternak, bahan bakar, dan obat – obatan.
Keanekaragaman hayati juga mencakup organisme yang tidak dibudidayakan,
namun memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan produksi tanaman
budidaya seperti organisme tanah, penyerbuk, dan predator. Sependapat
dengan Saleh (2018) yang menyatakan bahwa keberadaan biodiversitas pada
agroekosistem secara langsung menjadi indikator dalam menentukan
produktivitas, keberlanjutan, dan relisiensi agroekosistem terhadap gangguan
pada faktor biotik dan faktor abiotik. Dalam hal ini jumlah trofik yang berperan
dalam agroekosistem memberikan pengaruh terhadap keberlanjutan suatu
agroekosistem akibat dari banyaknya organisme yang saling berinteraksi pada
agroekosistem tersebut.
4.3.2 Pengaruh Komponen Abiotik terhadap Agroekosistem
Komponen abiotik merupakan komponen lingkungan yang memberi
pengaruh berupa sumber daya tak hidup yang terdiri atas kondisi fisik dan kimia
dalam agroekosistem. Pada pengamatan yang dilakukan pada lahan di
Tawangmangu dan lahan di Sukoharjo terdapat faktor abiotik yang diamati
berupa intensitas radiasi matahari, kelembaban udara, suhu udara, suhu dan
warna tanah. Selain itu pada kedua lahan juga diamati keberadaan seresah pada
frame pengamatan berupa nekromassa dan biomassa.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan bahwa intensitas radiasi
matahari pada lahan tomat Tawangmangu dan lahan sawah padi Nguter terdapat
perbedaan intensitas. Perbedaan intensitas tersebut disebabkan oleh kondisi
29
lahan dan letak lahan tersebut. Pada lahan tomat Tawangmangu terletak di
dataran tinggi dengan terdapat tumbuhan besar dan tinggi disekeliling lahan
sehingga intensitas radiasi matahari yang datang terhalangi oleh tumbuhan
besar, kemudian menunjukkan nilai intensitas radiasi matahari yang rendah,
sedangkan pada lahan sawah padi Nguter terletak di dataran rendah dengan
kondisi lahan tidak ada pepohonan yang tinggi dan hanya terdapat hamparan
lahan.
Dari pengamatan suhu dan kelembaban udara diperoleh hasil data, yaitu
suhu di Tawangmangu 21°C dengan kelembaba 92%. Kemudian, pada lahan
sawah padi Nguter diperoleh suhu 28°C dengan kelembaban 81%. Dari data
yang diperoleh suhu dan kelembaban pada kedua lahan berbanding terbalik.
Dimana pada lahan tomat Tawangmangu yang berada di dataran tinggi memiliki
suhu yang rendah dengan kelembaban udara yang tinggi, begitu pun dengan
lahan sawah padi yang berada di dataran rendah memiliki suhu yang tinggi
dengan kelembaban yang lebih rendah dibanding lahan tomat Tawangmangu.
Hal tersebut didukung oleh Wijayanto dan Nurunnajah (2012) menyatakan
bahwa suhu di permukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang,
seperti halnya penurunan suhu menurut ketinggian. Makin tinggi tempat maka
suhunya makin rendah dan kelembaban akan makin tinggi. Berdasarkan hasil
pengamatan suhu di lahan tomat Tawangmangu sesuai dengan pernyataan yaitu
memiliki suhu 21°C dengan kelembaba 92%. Selaras dengan Nugroho dan
Jumakir (2020) menyatakan bahwa kelembaban udara tidak berpengaruh terlalu
besar terhadap pertumbuhan tanaman, namun memiliki pengaruh besar
terhadap perkembangan hama dan penyakit. Kelembaban udara berpengaruh
pada proses pematangan biji dan kualitas benih. Sedangkan interaksi antara
suhu, intensitas radiasi matahari, kelembaban tanah sangat menentukan laju
pertumbuhan tanaman. Suhu yang tinggi berasosiasi dengan transpirasi yang
tinggi, defisit tegangan uap air yang tinggi, dan cekaman kekeringan pada
tanaman.
Dari hasil pengamatan terhadap suhu tanah yang telah dilakukan pada
tanah Tawangmangu dan tanah Nguter, diperoleh hasil bahwa pada kedua lahan
memiliki perbedaan suhu tanah yang cukup besar. Pada suhu tanah
Tawangmangu memiliki suhu tanah yang relatif rendah, pengamatan pada
kedalaman yang semakin dalam suhu udaranya semakin rendah. Sedangkan
pada tanah Nguter memiliki suhu tanah yang hampir stabil, dan suhu tanahnya
30
meningkat pada kedalaman yang sama namun diukur pada waktu yang berbeda.
Menurut Lubis (2007) dalam Karyati et al., (2018) menyatakan bahwa
peningkatan suhu tanah berpengaruh pada penyerapan air oleh tanaman.
semakin rendah suhu tanah, maka sedikit air yang diserap oleh akar, karena itu
penurunan suhu tanah yang mendadak dapat menyebabkan tanaman
mengalami kelayuan. Fluktuasi suhu tanah dipengaruhi oleh kedalaman tanah.
Perbedaan suhu tanah dipengaruhi oleh banyaknya intensitas radiasi matahari
pada tanah. Selaras dengan Rayadin dkk., (2016) dalam Karyati et al., (2018)
bahwa suhu tanah dipengaruhi oleh radiasi matahari dipermukaan tanah. Suhu
tanah pada waktu siang hari dan malam hari akan berbeda, pada siang hari
ketika permukaan tanah dipanasi matahari, udara yang berada di permukaan
tanah memperoleh suhu yang tinggi, begitu pun pada malam hari suhu tanah
semakin menurun.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap warna tanah pada lahan tomat
Tawangmangu dan lahan sawah padi Nguter, diperoleh hasil warna tanah pada
lahan tomat 7,5 YR 3/2 yang berarti memiliki warna tanah berwarna coklat gelap
atau coklat tua. Sedangkan pada lahan sawah padi Nguter diperoleh hasil warna
tanah 7,5 YR 4/4 yang berarti memiliki warna tanah berwarna coklat. Dapat
disimpulkan bahwa pada kedua lahan tersebut memiliki tanah yang subur,
karena memiliki tanah yang berwarna gelap. Pernyataan tersebut didukung oleh
Holilullah (2015) bahwa kandungan bahan organik pada tanah memberikan
pengaruh pada perbedaan warna tanah. Semakin tinggi kandungan bahan
organik dalam tanah maka warna tanah akan semakin gelap. Hal ini berarti tanah
pada kedua lahan memiliki tanah yang subur, hal ini dapat disebabkan juga oleh
suplai bahan organik yang tinggi.
Suplai bahan organik diperoleh dari seresah yang berada pada lahan.
Selaras dengan Rusdi et al., (2012) menyatakan bahwa seresah yang berasal
dari tumbuhan berperan penting dalam sistem berkelanjutan terkait dengan
penekanan erosi tanah dan siklus unsur hara. Pohon merupakan pemasok
bahan organik yang utama pada lahan. Seresah berasal dari sisa – sisa daun
yang jatuh di tanah. Melalui daun, cabang dan ranting yang gugur, tanaman
memberikan masukan bahan organik ke dalam tanah. Adanya seresah dapat
melindungi permukaan tanah akibat air hujan. Pada pengamatan yang dilakukan
menunjukkan bahwa ketersediaan seresah pada lahan tomat Tawangmangu
lebih tinggi dibandingkan lahan sawah padi Nguter. Menurut Mamani et al.,
31
Menurut Putra (2012) keberadaan biota tanah dipengaruhi oleh kondisi tanah
berupa kandungan bahan organik dalam tanah. Selaras dengan Hanafiah (2013)
kesuburan tanah juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, keberadaan
biota tanah yang berperan dalam perombakan bahan organik sangat
menentukan ketersediaan unsur hara dalam menyuburkan tanah.
Keberadaan arthopoda dan biota tanah dalam agroekosistem dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Salah satu faktor penting yang menentukan keberadaan
arthropoda dan biota tanah adalah bahan organik yang terdapat pada tanah.
Kandungan bahan organik dalam tanah mampu meningkatkan jumlah populasi
arthropoda dan biota tanah pada agroekosistem. Menurut Wawan (2017) bahwa
keberadaan fauna dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, dimana biota
tanah harus menggunakan bahan organik terlebih dahulu untuk dapat
menyumbangkan bahan organik juga. Kandungan bahan organik pada tanah
memberikan pengaruh pada keberadaan biota tanah termasuk komposisi atau
susunan dari bahan organik tersebut. Faktor selanjutnya adalah faktor
lingkungan berupa suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya
matahari. Cahaya matahari berpengaruh pada pergerakan arthropoda dan biota
di dalam tanah. Cahaya matahari juga dapat mempengaruhi suhu pada tanah.
Selaras dengan Suin (2012) dalam Nurrohman et al., (2018) menyatakan bahwa
suhu tanah dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, yaitu semakin rendah
intensitas cahaya matahari maka suhu tanah semakin rendah. Selain itu suhu
pada tanah juga dipengaruhi oleh suhu di udara, yaitu suhu tanah lebih rendah
daripada suhu udara. Menurut Rizqiyyah (2016) dalam Nurrohman et al., (2018)
bahwa kelembaban udara menjadi pengontrol berbagai macam hewan pada
aktivitas bergerak dan makan. Pada kondisi kelembaban yang tinggi hewan
dapat mati atau bermigrasi ke tempat lain. Sedangkan pada kondisi yang kering
juga dapat mengurangi populasi arthropoda.
Arthropoda yang ditemukan pada lahan di Tawangmangu dan lahan di
Sukoharjo saling berinteraksi dalam agroekosistem membentuk suatu jaring –
jaring makanan hingga rantai makanan. Berikut ini merupakan jaring – jaring
makanan pada lahan tomat di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar dan
lahan padi di Nguter, Kabupaten Sukoharjo.
33
alternatif bagi hama, selain itu dapat dijadikan sebagai tanaman inang bagi
musuh alami. Adanya penerapan prinsip ekologi ini dapat menyebabkan
keseimbangan pada agroekosistem. Interaksi antar komponen pada lahan tomat
Tawangmangu dan lahan sawah padi Nguter akan membentuk keseimbangan
ekologi. Interaksi dalam bentuk jaring – jaring makanan pada lahan tomat
Tawangmangu dan lahan sawah padi Nguter memiliki tingkat sinergi yang tinggi
dan menjadi tanda bahwa telah terjadi keseimbangan pada agroekosistem
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pada lahan tomat Tawangmangu memiliki
keseimbangan ekosistem lebih baik dibanding lahan sawah padi, karena pada
lahan tomat Tawangmangu memiliki tingkat Keanekaragaman vegetasi dan
arthropoda yang lebih tinggi dibandingkan lahan sawah padi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 . Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilaksanakan pada lahan
tomat di Tawangmangu dan lahan sawah padi di Nguter, dapat diketahui bahwa
keragaman vegetasi pada kedua lokasi memiliki vegetasi yang beragam, hal ini
dapat menunjukkan siklus hara yang baik karena daun – daun vegetasi pada
agroekosistem tersebut menjadi bahan organik yang berpengaruh pada siklus
unsur hara tanah. Warna tanah pada kedua lahan termasuk tanah yang subur
karena memiliki warna tanah yang gelap, warna tanah gelap identik dengan
kandungan bahan organik yang tinggi. Namun terdapat beberapa perbedaan
pada kedua lahan. Pada lahan tomat di Tawangmangu memiliki suhu udara
yang lebih rendah dengan kelembaban udara yang tinggi, dibandingkan pada
lahan sawah padi Nguter yang memiliki suhu udara yang tinggi dengan
kelembaban udara yang lebih rendah. Selain itu, suhu tanah pada lahan sawah
padi Nguter memiliki suhu tanah yang tinggi dibandingkan suhu tanah pada
lahan tomat Tawangmangu. Kemudian, keragaman arthropoda pada lahan
tomat di Tawangmangu memiliki keragaman yang lebih tinggi daripada
keragaman arthropoda pada lahan sawah padi Nguter. Maka dapat disimpulkan
bahwa pada lahan tomat di Tawangmangu dan lahan sawah padi Nguter
memiliki keseimbangan agroekosistem yang seimbang, dimana pada kedua
lahan terdapat interaksi antara komponen biotik dan abiotik yang seimbang.
5.2 . Saran
Setelah dilakukan kegiatan fieldtrip, dapat diketahui bahwa daerah yang
memiliki potensi pertanian yang baik adalah daerah yang memiliki
keberagaman vegetasi, faktor biotik dan faktor abiotik yang seimbang. Maka
dari itu, untuk mendapat sektor pertanian yang baik diperlukan pengolahan
lahan yang dijadikan media tanam seperti dengan memperbanyak vegetasi dan
menjaga keseimbangan pada agroekosistem dengan penerapan prinsip ekologi
dalam agroekosistem.
37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. Aspek HPT
B. Aspek BP
40
C. Aspek Tanah
41
A. Aspek HPT
Visual
Capung Orthetrum Odonata 1 Musuh
badak sabina alami
Yellowtrap
B. Aspek BP
1. Tabel pengamatan vegetasi
No Spesies Jumlah dokumentasi
Nama umum Nama ilmiah
1 Tomat Solanum 34
lycopercium syn
6 Pisang Musa 1
paradisiaca
C. Aspek Tanah
1. Tabel Pengamatan Suhu Tanah
No. Lokasi Waktu Kedalaman Suhu (c)
Maks 2,7
Min 0
4.1 23 0
4.2 0 19
5.1 0 16
5.2 15 0
Maks 32 19
Min 0 0
Komoditas : Tomat
Kelas :A
Asisten : Meyrizka Dyah Pramita
2. Senin, 1 Berkonsultasi
November bab 2
2021 penyusunan
laporan
3. Kamis, 4 Berkonsultasi
November bab 3
2021 penyusunan
laporan
49
4. 23 ACC laporan
November akhir ekologi
2021 pertanian 2021
5.
6.
7.