Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN BACAAN

TEORI-TEORI KEPRIBADIAN
“Teori Kepribadian William H.Sheldon”

UIN IMAM BONJOL


PADANG
Oleh KELOMPOK 1 :

1. Farahdiba Tamsil (2115040082)


2. Nalla Marliza (2115040074)
3. Hafizah Rahmi (2115040097)
4. Putri Yonita (2115040161)

KELAS 3PI-C
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS NEGRI IMAM BONJOL PADANG
Psikologi Konstitusi
Teori dan konsep yang dikembangkan Sheldon berakar pada faktor biologi manusia,
namun tidak berarti dia menolak adanya kekuatan lingkungan dan pengalaman masa lalu
manusia dalam membentuk tingkahlaku. Sheldon mengakui pentingnya pengalaman
sosial, tetapi memutuskan untuk secara sadar dan sengaja mengadopsi premis yang
nadikal; bahwa struktur biologis menjadi penentu utama tingkahlaku. Latar belakangnya,
karena premis semacam itu cenderung diabaikan oleh psikolog lainnya. Umumnya para
psikolog menunjuk faktor keturunan sebagai unsur biologis dalam tingkahlaku, tanpa
mengelaborasi secara rinci.

A. Psikologi Konstitusi Masa Lalu


1. Hippocrates : Konstitusi Humors
Hippocrates mengemukakan dua kelompok fisik manusia mereka yang fisik nya
kekar berotot kuat dan lembut lurus lemah . Tipe pertama biasanya mudah mengalami
stroke (penyakit kardiovaskuler, trombosis), sedang kelompok ke dua menjadi langganan
penyakit tuberkulosis. Mengikuti pandangan Empedocles tentang empat unsur
pembentuk semesta, yakni udara, air, api, dan tanah, Hippocrates mengemukakan adanya
empat “ humors“ atau cairan di dalam tubuh manusia yang menjadi penentu temperamen
manusia. Cairan itu adalah darah (blood), lendir (plilegm), empedu hitam (black bile) dan
empedu kuning (yellow bile). Jumlah berlebih dari salah satu cairan itu akan menjadikan
orang memiliki tipe kepribadian tertentu.

Tipe kepribadian menurut Hippocrates


a. Yellow Bile; Choleric
Ciri tingkah laku: gairah, implusif, antusias, optimististik
b. Black Bile; Melancholic
Ciri tingkah laku: pesimistik, depresif
c. Phlegma; Phlegmatic
Ciri tingkah laku: tenang, kalem, setia
d. Blood; Sanguinic
Ciri tingkah laku: hangat, ramah, periang, emosi ekspresif
2. Franz Joseph Gall: Phrenologi
Pada akhir abad 17, F. J. Gall, bersama-sma dengan Johann Friedrich Spuzheim
mengembangkan phrenology. Pada masa itu keduanya mengkla bahwa prenologilah satu-
satunya telaah ilmiah tentang fikiran manusia. Dasar fikiran Gall adalah sebagai berikut:
a. Otak adalah organ untuk berfikir
b. Fikiran itu merupakan kumpulan berbagai unsur kemampuan / potensi
pembawaan
c. Potensi yang berbeda-beda itu masing-masing menempati bagian-bagian
tertentu,sehingga otak bukan organ tunggal, tetapi kumpulan organ-organ yang
masing-masing akan dihuni oleh potensi / kemampu tertentu
d. Ukuran organ-organ di otak, menentukan semua kekuatan potensi yang
menempatinya.
e. Bentuk otak ditentukan oleh perkembangan berbagai organ yang otak itu
f. Tengkorak terbentuk mengikuti bentuk otak , sehingga dataran otak dapat dibaca
sebagai indeks sikap dan kecenderungan psikologis yang akurat

Jadi, diyakini bahwa dengan mengukur permukaan dan mempelajari keanehan


bentuk tengkorak, orang dapat menemukan perkembangan bagian tertentu dari “organ”
otak, sehingga dapat disimpulkan potensi sikap, sifat kecerdasan, karakter yang menonjol
pada diri pemilik otak itu. Dewasa ini Phrenologi dalam bentuk aslinya seperti yang
dikembangkan secara profesional oleh Fowler (1950) di Amerika sudah ditinggalkan
orang, tetapi konsep pengukuran kerangka masih dikembangkan dilingkungan
antropologi,dan penelitian otak memakai pendekatan fisiko-elektrik dan biokimia terus
dilakukan dalam neurologi.

3. Ernst Kretschmer: Konstitusi Fisik


Sebagai seorang psikiatris Kretschmer lambat laun menyadari adanya hubungan
antara bentuk tubuh tertentu dengan dua macam gangguan mental, psikostik manis-
depresif (emosi yang berubah-ubah ekstrim), dan skizoprenia (emosi yang datar, menarik
diri, delusi, halusinasi). Gejala manis depresif dan skizoprenia pada orang normal disebut
siklotimik dan skizotimik.
Melalui penelitian terhadap foto-fotoresponden, Kretschmer membedakan empat
macam bentuk tubuh, astenik (kurus, lemah), atletik (berotot, kuat), piknik (gemuk) dan
displatik (campuran, satu bagian tipe yang satu, bagian yang lain tipe lainnya).

Tipe kepribadian menurut Kretschmer:


a. Asrenik: kurus, lemah
Manis depresif / skizoprenia: 5/50%
b. Atletik: berotot, kuat
Manis depresif / skizoprenia: 4/19%
c. Campuran Arsenik-Atletik: tinggi kuat
Manis depresif / skizoprenia: 2/7%
d. Piknik: gemuk
Manis depresif / skizoprenia: 72/1%
e. Piknik-campuran: gemuk, kuat
Manis depresif / skizoprenia: 17/2%
f. Displatik: campuran
Manis depresif / skizoprenia: 0/21%

B. Kepribadian Statis
Sheldon menamakan penelitian mengenai bentuk dan ukuran tubuh manusia
sebagai psikologi statis atau morfologi keseimbangan alamiah antara komponen-
komponen bentuk dan struktur manusia. Menurutnya, pemahaman mengenai konstruksi
atau susunan tubuh manusia, dapat dipakai sebagai jalan untuk memahami bagaimana
dinamika manusia bagaimana manusia itu bergerak, merasa, berfikir, dan bertingkah laku
.
Di balik struktur fisik yang teramati, menurut Sheldon ada struktur biologis yang
dinamakannya morfogenotip (morphogenotype). Berasal dari kata morfologi dan
genotip ; adalah struktur, konstruk, dan susunan tubuh manusia yang ditentukan dari
keturunan. Genotip tidak bisa dikenali secara langsung, dia hanya dapat dikenali melalui
pengamatan fenotip. Menurut Sheldon , morfogenotip penting , bukan hanya menjadi
penentu perkembangan fisik, tetapi juga menjadi penentu dalam membentuk
tingkahlaku . Karena morfogenotip dapat diukur secara langsung, Sheldon menyusun
soma totype, suatu pengukuran terhadap tubuh – fenotipe untuk memahami
morfogenotif , dengan menyimpulkan nilai-nilai umum dari berbagai sifat dasar hasil
pengukuran fenotip .
1. Somatotip (Komponen Fisik Primer)
Somatotip adalah pernyataan kuantitatif mengenai derajat kepemilikan tiga
komponen fisik; endomorfi, mesomorfi, dan ektomorfi. Somatotip berupa tiga angka
dalam satu deret,angka pertama merupakan ukuran derajat endomorfi, angka kedua
merupakan ukuran derajat mesomorfi dan angka ketiga merupakan ukuran derajat
ektomorfi. Secara singkat, endomorfi, mesomorfi, ektomorfi yang kemudian diberi nama
komponen fisik primer (Primary components of physique ) dideskripsi sebagai berikut :
a. Endomorfi : komponen pertama dari struktur tubuh, relatif didominasi oleh
sistem vegetatif, bagian tubuh yang berkaitan dengan pencernaan. Endomorfi
berasal dari endoderm.
b. Mesomorfi : komponen kedua dari fisik, relatif didominasi oleh tulang, otot,
dan jaringan penghubung. Mesomorfi berasal dari mesoderm.
c. Ektomorfi : komponen ketiga dari fisik, relatif di dominasi oleh kulit dan
sistem syaraf. Ektomorfi berasal dari ektoderm.

Sheldon mengawali penelitian fisiknya dengan mengukur tubuh responden secara


langsung. Namun dia mengalami kesulitan karena pengukuran itu hasilnya tidak
konsisten meskipun telah dipakai spesifikasi yang cermat dan teknik yang canggih.
Ditambah lagi , tidak mungkin dapat mengamati variabel yang mempengaruhi fisik tanpa
melihat keseluruhan fisik itu sekali pandang , dan kemudian mengulang pengamatan itu.
Karena itulah dia kemudian memakai teknik fotografi standar terhadap semua responden.
Prosedurnya dinamakan Somatotype Performance Test dan foto itu menjadi data kasar
yang dapat di kaji ulang kapan saja di butuhkan. Sheldon memperoleh tiga komponen
fisik melalaui pangamatan terhadap foto 4000 mahasiswa pria. Tiga variabel itu dipilih
memakai tiga kriteria pengamatan berikut:
a. Variabel itu dapat dipakai untuk menilai rangking subyek
b. Penilaian yang berbeda dan bekerja sendiri-sendiri memakai variabel itu,
memberi penilaian yang relatif seragam terhadap subyek
c. Variabel itu khas, tidak dapat diukur dari kombinasi berbagai variabel
lainnya.

Masing-masing variabel diberi nilai 0 sampai dengan 7, sesuai dengan derajat


tampilan variabel pada postur tubuhnya. Foto itu juga di ukur dari berbagai unsur,
ditemukan 17 ukuran fisik yang membedakan manusia secara cermat. Ternyata dari 17
ukuran fisik ditambah dengan ukuran tinggi dan berat badan, dapat disimpulkan derajat
somatotip seseorang yang hasilnya sama dengan penilaian somatotip melalui penilaian
derajat somatotip oleh beberapa orang pengamat. Dari temuan ini, Sheldon dan kawan-
kawannya kemudian membuat “mesin somatotip “ yang sangat membantu proses
penelitian.
Menurutnya cara paling efisien untuk memperoleh somatotip adalah dengan
memakai tiga macam pengukuran;
a. Ponderal indeks ( tinggi badan dibagi akar pangkat tiga berat badan)
b. Tinggi badan maksimum ( pada saat kemasakan dicapai)
c. Trunk Index (lingkar dada dibagi lingkar perut)

2. Komponen Fisik Sekunder


Sheldon menjelaskan gejala yang di sebutkan (misal perempuan langsing tetapi
kakinya besar-pendek, atau laki-laki dengan kontur tubuh yang halus, pahanya lebar, dan
bulu mata yang panjang melengkung) ,yakni : displasia, ginandromorfi, dan aspek
tekstural.
a. Displasia : ukuran seberapa jauh tiga komponen primer muncul tidak
konsisten di bagian-bagian tubuh yang berbeda. Sheldon membagi tubuh
manusia menjadi 5 bagian; kepala, dada, tangan, perut, dan kaki. Nilai
displasia yang tinggi umumnya terdapat pada perempuan, pada somatotip
ektomorfi, dan pada penderita psikosis
b. Ginandromorfi : ( Gyna = perempuan, Andro = laki-laki). Ginandromorfi
adalah campuran sifat fisik antar seks laki-laki dan perempuan, yang kalau
campuran itu bersifat psikis biasa disebut “androgini”.
c. Aspek Tekstural: komponen yang menggambarkan ukuran kehalusan atau
kekasaran fisik. Komponen ini menilai keindahan dan kemenarikan yang
sukar dilakukan secara objektif.

3. Distribusi dan Konstanti Somatotip


Karena masing - masing somatotip primer dinilai 1-7 , maka semestinya akan ada
73 atau 343 pola somatotip . Ternyata Sheldon mula - mula hanya menemukan 76 pola
somatotip . Sesudah prosedurnya disempurnakan dan sampelnya diperluas jumlah ,
cakupan usianya dan populasinya , ditemukan 267 pola somatotip . Mudah difahami
kalau laki - laki cenderung memiliki pola somatotip mesomorpis , sedang wanita lebih
endomorfis .
Pada mulanya , Sheldon mengatakan bahwa somatotip orang itu bersifat konstan ,
tidak dapat berubah . Makanan mungkin bisa mengubah ukuran bagian - bagian tubuh
tertentu , tetapi pengaruhnya sangat kecil terhadap ukuran kepala , struktur tulang - tulang
wajah , leher , pergelangan tangan , pergelangan kaki , dan bagian - bagian yang tidak
menimbun lemak , sehingga tidak mengubah somatotip . Perubahan akibat makanan
hanya menunjukkan perubahan penyimpangan dari somatotip dasar . Namun kemudian ,
Sheldon mengakui bahwa somatotip itu konsisten lintas waktu , kecuali ada perubahan
substansial akibat makanan dan kesehatan fisik . Jadi somatotip adalah jalur di mana
organisme menjalani hidup pada kondisi makanan yang standar dan kondisi tanpa
penyakit yang mengganggu . Somatotip yang ideal dapat diperoleh kalau dilengkapi
dengan sejarah masa lalu orang itu dan ayah / ibu nenek moyangnya , dan foto - foto
somatotip yang diambil secara reguler . Pengukuran somatotip yang terbaik dilakukan
sesudah kemasakan perkembangan fisik tercapai , sekitar usia 30 tahun . Untuk menilai
somatotip di bawah usia 30 tahun diperlukan ketrampilan yang lebih , karena pada usia
muda otot - otot belum berkembang optimal . Namun menurut Sheldon pengukuran pada
usia 6 tahun hasilnya dapat akurat , bahkan sesungguhnya sangat mungkin memprediksi
somatotip sejak bayi dilahirkan .
C. Dinamika Kepribadian
Ketika struktur atau aspek statis kepribadian mulai berfungsi orang mulai bangkit
dan bergerak mengekspresikan keinginan dan motivasi, serta berinteraksi dengan orang
lain orang menjadi organisme yang dinamik. Tingkahlaku yang dimunculkan organisme
itu merefleksikan "tempramen," atau tingkat kepribadian sedikit di atas fungsi fisiologis
dan berada di bawah sikap dan keyakinan, suatu tingkat di mana pola dasar motivasi
muncul dengan sendirinya. Sheldon yakin bahwa dua aspek itu fisik dan temperamen
berhubungan secara istimewa. Bahkan dia menganggap keduanya adalah dua aspek dari
sesuatu yang sama. Tidak mengherankan kalau ditemukan dinamika individu yang
berhubungan dengan gambaran statis dirinya.

1. Dimensi Temperamen

Sheldon mengemukakan ada sejumlah kecil faktor melatar belakangi variabilitas


dan kompleksitas tingkahlaku manusia. Dari literatur kepribadian, khususnya yang
membahas traits, Sheldon menemukan jumlah 650 traits. Sebagian besar berhubungan
dengan ekstraversi dan introversi, konsep populer yang dikenalkan oleh Jung. Sesudah
trait-trait yang berhubungan digabungkan, dan traits yang tidak penting dibuang, dari
650 traits tersisa 50 traits. Sheldon kemudian meneliti 33 laki-laki mahasiswa, dosen,
dll.
Selama satu tahun, hasilnya ditemukan 3 kelompok sifat:

1) Viskerotonia (viscerotonia): Saluran pencernaan adalah raja, dan kepuasan


sang raja itu menjadi tujuan hidup yang utama. Orang dengan skor viskerotonia tinggi
menunjukkan rasa cintanya kepada kenyamanan dan cita rasa makanan, senang bergaul,
dan penuh perasaan. Sikap tubuhnya rileks, reaksinya lamban, tidak mudah marah.
Mereka mudah bergaul, dan toleran dengan orang lain, umumnya mudah berinteraksi
dengan siapa saja.
2) Somatotonia: Skor tinggi pada komponen ini dimiliki orang yang
mencintai petualangan fisik, berani mengambil resiko, dan mempuyai keinginan yang
kuat untuk melakukan kegiatan otot yang berat. Agresif, kurang peka dengan perasaan
orang lain, suka ribut. Mereka juga pemberani, bagi mereka yang terpenting adalah
gerakan/aksi, kekuatan, dan dominasi.

3) Serebrotonia (cerebrotonia): Skor tinggi pada serebrotonia ada pada orang


yang tidak suka menonjolkan diri. Orang yang suka menahan diri, mengendalikan diri,
cenderung menyembunyikan dirinya sendiri dan menyembunyikan hal-hal yang dapat
melibatkannya dengan orang lain. Tertutup, pemalu, sering takut kepada orang lain,
memilih sendirian khususnya apabila menghadapi masalah. Bereaksi dengan sangat
cepat, sukar tidur, dan senang berada di tempat yang sempit dan tertutup.

Menururut Sheldon, untuk dapat menilai dengan sempurna perlu pengamatan


intensif paling tidak satu tahun, Harus dilakukan paling tidak 20 kali interview analitik
selama pengamatan, dan menilai traits sebanyak yang mungkin bisa dilakukan setiap
kali selesai interview. Proses penilaian diulang-ulang sampai diperoleh penilaian yang
cukup memuaskan terhadap 60 traits itu. Nilai masing-masing komponen dirata rata,
atau dijumlah menjadi nilai kasar yang diubah menjadi nilai skala dengan memakai
tabel standar.

2. Hubungan antara Somatotip dan Temparamen

Selama lebih dari lima tahun, Sheldon meneliti 200 pria kulit putih mahasiswa
dan sarjana yang terlibat dalam aktivitas akademik dan aktivitas profesional. Subyek
dikenai Tes Performansi Somatotip dan Tes Skala Temperamen, kemudian hasilnya
dikorelasikan. Ternyata diperoleh angka korelasi yang sangat signifikan (±80) antara
endomorfi dengan viskerotonia, mesomorfi dengan somatotonia, dan ektomorfi dengan
serebrotonia.

Analisis rasional memberi alasan lain, mengapa ada korelasi antara morfologi
dan temperamen, sebagai berikut;
a. Penguatan (Reinforcement): Orang dengan morfologi tertentu akan menemukan
model tingkahlaku yang efektif bagi dirinya untuk memperoleh penguatan.
Tingkahlaku, kebiasaan dan traits itu dipilih karena mudah dikembangkan (berkat
kemudahan morfologisnya) untuk memperoleh penghargaan dan harga diri.
b. Stereotip: Masyarakat telah mengembangkan prapendapat, bahwa orang dengan
morfologis tertentu hendaknya bertingkahlaku tertentu. Individu kemudian
menginternalisasi stereotip itu, sehingga orang yang morfologinya sama cenderun
bertingkahlaku mirip.
c. Pengasuhan: Pengaruh lingkungan terutama pada masa bayi, bisa mempengaruhi
perkembangan fisik, dan akibat perkembangan fisik tertentu akan terpengaruh
pula pola tingkahlakunya. Ibu yang sangat mengasihi anaknya, memberi makan
bayinya berlebihan membuat bayi kegemukan, dan melindungi bayinya sehingga
bayinya mejadi sangat tergantung kepadanya. Ini awal dari korelasi endomorfi
(kegemukan) dengan ketergantungan (viskerotonia).
d. Genetik: Adanya faktor genetik yang sekaligus mempengaruhi struktur fisik dan
tingkahlaku, telah dibuktikan pada beberapa penelitian. Gen berdiri sendiri-sendiri
atau gabungan antar gen, bisa memiliki dampak jamak (multiple effect) terhadap
fisik dan tingkahlaku.

3. Hubungan antara Somatotip dengan Delinkuensi dan Psikiatri

Sheldon menyusun ceklis tingkah laku psikotik (Check List of Psychotic Behavior),
yang mengungkap tiga kecenderungan, yakni afektif (manis-depresif ekstrim), paranoid
(psikosis paranoid) dan heboid (bentuk hebephrenik dari skizophrenia). Penelitian
terhadap kelompok delinkuen di panti rehabilitasi Boston, menghasilkan simpulan-
simpulan berikut:
a. Delinkuen cenderung mesomorfik.
b. Delinkuensi cenderung memperoleh tinggi nilai afektif dari ceklis tingkahlaku
psikotik (bertingkahlaku seperti penderita afektif manis depresif), dinilai
kekurangan komponen heboid yang membuat dorongan impulsifnya kacau
(kerusakan komponen cerebrotonia), dan kekurangan komponen paranoid yang
membuat anak merasa tidak mendapat simpati, minat sosialnya kurang, dan tidak
berperasaan terhadap orang lain (kerusakan komponen viscerotonia).

D. Aplikasi
1. Pendidikan Anak
Dari teori yang dikembangkan Sheldon, proses sosialisasi pada anak-anak harus
disesuaikan dengan latar belakang potensi somatotip dan temperamennya, agar bisa
berkembang maksimum seperti yang dikehendaki.
Dalam hal pengembangan optimal ini Sheldon dan pakar humanistik lainnya yang
menempatkan aktualisasi diri sebagai tujuan hidup manusia.
Mendidik anak dengan memperhatikan variabel dasar yang dimiliki anak itu
memberi peluang yang paling menguntungkan. Misalnya dalam mengenalkan sosialisasi
dan hubungan interpersonal, anak yang somatotonik mungkin membutuhkan
pendekatan yang disiplin dan kaku, anak cerebrotonik membutuhkan perlindungan dari
pengaruh lingkungan, sedang anak viskerotonik membutuhkan kelompok sebaya untuk
mengembangkan potensi sosialisasinya secara optimal.
Umumnya ahli sependapat bahwa pendidikan harus disesuaikan dengan potensi atau
bakat anak, di mana bakat hanya diartikan sebagai kualitas dan arah dari perkembangan.
Sheldon, walaupun masih sebatas hipotesis melengkapi konsep pengembangan bakat itu
pada prosesnya, bahwa metoda atau teknik yang dipakai hendaknya disesuaikan dengan
komponen somatotip masing-masing anak.

2. Psikoterapi
Sheldon termasuk pakar yang menganggap sehat dan sakit jiwa sebagai suatu
kontinum. Semakin tinggi nilai indikatornya, semakin menyimpang tingkahlakunya.
Pemakaian indikator psikiatri bisa menguntungkan, tetapi juga bisa merugikan.
Kalau saja pengisian ceklis itu sudah benar, dan analisisnya benar-benar terpercaya,
penilaian kuantitatif itu sangat membantu menyingkat waktu diagnosis. Ceklis dapat
mengurangi subyektivitas dan mendorong proses teraputik tersusun dalam standar
performansi yang baku. Namun perlu perhatian ekstra, karena kemudahan itu bisa
membuat terapis terlena, pemakaian ceklis yang sembrono, dan atau memakai ceklis
sebagai sumber utama diagnosis, dapat menghasilkan kesimpulan yang tidak valid,
merugikan proses terapi secara keseluruhan.

E. Evaluasi
Apapun hasilnya, Sheldon paling tidak telah mengingatkan kepada semua
pakar yang berurusan dengan tingkahlaku; bahwa manusia itu mempunyai tubuh -
fisik, dan tubuhnya itu sangat mungkin memberi petunjuk adanya faktor-faktor
yang melatarbelakanginya yang mungkin cukup penting untuk dapat memahami
tingkahlaku manusia.

Tipologi Sheldon mungkin banyak kemiripannya dengan tipologi yang


terdahulu. Namun dari sisi metodologi, hanya beberapa psikolog yang
menunjukkan perhatian seperti Sheldon dalam mengembangkan pengetesan
hipotesis secara empirik. Riset yang dilakukan Sheldon memicu pakar lain untuk
mengulang kajiannya dengan riset lainnya, dan teknik yang dipakainya
memunculkan teknik-teknik asesmen generasi berikutnya yang lebih canggih.
Parnell misalnya, menguji korelasi antara fisik dan temperamen, tetapi dengan
peralatan yang berbeda, yang mengungkap variabel yang berbeda.

Kritik terpenting terhadap teori Sheldon adalah bahwa Teori Sheldon itu
bukan teori. Kenyataannya, tulisannya hanya berisi satu asumsi umum (bahwa fisik
dan temperamen itu berhubungan erat), dan seperangkat deskripsi variabel-variabel
untuk mengukur setiap domain. Sheldon sendiri mengatakan, dia tidak
mengembangkan suatu teori yang umum, tetapi sekedar "kerangka konsep yang
harus diisi lebih lanjut oleh orang lain. Korelasi antara somatotip dengan karakter
mempunyai cacat metodologis, yakni pengisian tes dan ceklis yang dilakukan oleh
Sheldon sendiri (atau oleh tim yang dipimpin oleh Sheldon). Sangat besar
kemungkinan penilaian somatotip akan mempengaruhi ceklis temperamen.
Variabel-variabel yang dipakai untuk menilai somatotip dan temperamen juga
dipertanyakan. Walaupun pilihan variabel itu telah dilakukan secara
objektif/kuantitatif, hasilnya tetap diragukan, apakah memang "hanya" 20 variabel
itu yang signifikan untuk dasar penilaian.

Anda mungkin juga menyukai