TEORI-TEORI KEPRIBADIAN
“Teori Kepribadian William H.Sheldon”
KELAS 3PI-C
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS NEGRI IMAM BONJOL PADANG
Psikologi Konstitusi
Teori dan konsep yang dikembangkan Sheldon berakar pada faktor biologi manusia,
namun tidak berarti dia menolak adanya kekuatan lingkungan dan pengalaman masa lalu
manusia dalam membentuk tingkahlaku. Sheldon mengakui pentingnya pengalaman
sosial, tetapi memutuskan untuk secara sadar dan sengaja mengadopsi premis yang
nadikal; bahwa struktur biologis menjadi penentu utama tingkahlaku. Latar belakangnya,
karena premis semacam itu cenderung diabaikan oleh psikolog lainnya. Umumnya para
psikolog menunjuk faktor keturunan sebagai unsur biologis dalam tingkahlaku, tanpa
mengelaborasi secara rinci.
B. Kepribadian Statis
Sheldon menamakan penelitian mengenai bentuk dan ukuran tubuh manusia
sebagai psikologi statis atau morfologi keseimbangan alamiah antara komponen-
komponen bentuk dan struktur manusia. Menurutnya, pemahaman mengenai konstruksi
atau susunan tubuh manusia, dapat dipakai sebagai jalan untuk memahami bagaimana
dinamika manusia bagaimana manusia itu bergerak, merasa, berfikir, dan bertingkah laku
.
Di balik struktur fisik yang teramati, menurut Sheldon ada struktur biologis yang
dinamakannya morfogenotip (morphogenotype). Berasal dari kata morfologi dan
genotip ; adalah struktur, konstruk, dan susunan tubuh manusia yang ditentukan dari
keturunan. Genotip tidak bisa dikenali secara langsung, dia hanya dapat dikenali melalui
pengamatan fenotip. Menurut Sheldon , morfogenotip penting , bukan hanya menjadi
penentu perkembangan fisik, tetapi juga menjadi penentu dalam membentuk
tingkahlaku . Karena morfogenotip dapat diukur secara langsung, Sheldon menyusun
soma totype, suatu pengukuran terhadap tubuh – fenotipe untuk memahami
morfogenotif , dengan menyimpulkan nilai-nilai umum dari berbagai sifat dasar hasil
pengukuran fenotip .
1. Somatotip (Komponen Fisik Primer)
Somatotip adalah pernyataan kuantitatif mengenai derajat kepemilikan tiga
komponen fisik; endomorfi, mesomorfi, dan ektomorfi. Somatotip berupa tiga angka
dalam satu deret,angka pertama merupakan ukuran derajat endomorfi, angka kedua
merupakan ukuran derajat mesomorfi dan angka ketiga merupakan ukuran derajat
ektomorfi. Secara singkat, endomorfi, mesomorfi, ektomorfi yang kemudian diberi nama
komponen fisik primer (Primary components of physique ) dideskripsi sebagai berikut :
a. Endomorfi : komponen pertama dari struktur tubuh, relatif didominasi oleh
sistem vegetatif, bagian tubuh yang berkaitan dengan pencernaan. Endomorfi
berasal dari endoderm.
b. Mesomorfi : komponen kedua dari fisik, relatif didominasi oleh tulang, otot,
dan jaringan penghubung. Mesomorfi berasal dari mesoderm.
c. Ektomorfi : komponen ketiga dari fisik, relatif di dominasi oleh kulit dan
sistem syaraf. Ektomorfi berasal dari ektoderm.
1. Dimensi Temperamen
Selama lebih dari lima tahun, Sheldon meneliti 200 pria kulit putih mahasiswa
dan sarjana yang terlibat dalam aktivitas akademik dan aktivitas profesional. Subyek
dikenai Tes Performansi Somatotip dan Tes Skala Temperamen, kemudian hasilnya
dikorelasikan. Ternyata diperoleh angka korelasi yang sangat signifikan (±80) antara
endomorfi dengan viskerotonia, mesomorfi dengan somatotonia, dan ektomorfi dengan
serebrotonia.
Analisis rasional memberi alasan lain, mengapa ada korelasi antara morfologi
dan temperamen, sebagai berikut;
a. Penguatan (Reinforcement): Orang dengan morfologi tertentu akan menemukan
model tingkahlaku yang efektif bagi dirinya untuk memperoleh penguatan.
Tingkahlaku, kebiasaan dan traits itu dipilih karena mudah dikembangkan (berkat
kemudahan morfologisnya) untuk memperoleh penghargaan dan harga diri.
b. Stereotip: Masyarakat telah mengembangkan prapendapat, bahwa orang dengan
morfologis tertentu hendaknya bertingkahlaku tertentu. Individu kemudian
menginternalisasi stereotip itu, sehingga orang yang morfologinya sama cenderun
bertingkahlaku mirip.
c. Pengasuhan: Pengaruh lingkungan terutama pada masa bayi, bisa mempengaruhi
perkembangan fisik, dan akibat perkembangan fisik tertentu akan terpengaruh
pula pola tingkahlakunya. Ibu yang sangat mengasihi anaknya, memberi makan
bayinya berlebihan membuat bayi kegemukan, dan melindungi bayinya sehingga
bayinya mejadi sangat tergantung kepadanya. Ini awal dari korelasi endomorfi
(kegemukan) dengan ketergantungan (viskerotonia).
d. Genetik: Adanya faktor genetik yang sekaligus mempengaruhi struktur fisik dan
tingkahlaku, telah dibuktikan pada beberapa penelitian. Gen berdiri sendiri-sendiri
atau gabungan antar gen, bisa memiliki dampak jamak (multiple effect) terhadap
fisik dan tingkahlaku.
Sheldon menyusun ceklis tingkah laku psikotik (Check List of Psychotic Behavior),
yang mengungkap tiga kecenderungan, yakni afektif (manis-depresif ekstrim), paranoid
(psikosis paranoid) dan heboid (bentuk hebephrenik dari skizophrenia). Penelitian
terhadap kelompok delinkuen di panti rehabilitasi Boston, menghasilkan simpulan-
simpulan berikut:
a. Delinkuen cenderung mesomorfik.
b. Delinkuensi cenderung memperoleh tinggi nilai afektif dari ceklis tingkahlaku
psikotik (bertingkahlaku seperti penderita afektif manis depresif), dinilai
kekurangan komponen heboid yang membuat dorongan impulsifnya kacau
(kerusakan komponen cerebrotonia), dan kekurangan komponen paranoid yang
membuat anak merasa tidak mendapat simpati, minat sosialnya kurang, dan tidak
berperasaan terhadap orang lain (kerusakan komponen viscerotonia).
D. Aplikasi
1. Pendidikan Anak
Dari teori yang dikembangkan Sheldon, proses sosialisasi pada anak-anak harus
disesuaikan dengan latar belakang potensi somatotip dan temperamennya, agar bisa
berkembang maksimum seperti yang dikehendaki.
Dalam hal pengembangan optimal ini Sheldon dan pakar humanistik lainnya yang
menempatkan aktualisasi diri sebagai tujuan hidup manusia.
Mendidik anak dengan memperhatikan variabel dasar yang dimiliki anak itu
memberi peluang yang paling menguntungkan. Misalnya dalam mengenalkan sosialisasi
dan hubungan interpersonal, anak yang somatotonik mungkin membutuhkan
pendekatan yang disiplin dan kaku, anak cerebrotonik membutuhkan perlindungan dari
pengaruh lingkungan, sedang anak viskerotonik membutuhkan kelompok sebaya untuk
mengembangkan potensi sosialisasinya secara optimal.
Umumnya ahli sependapat bahwa pendidikan harus disesuaikan dengan potensi atau
bakat anak, di mana bakat hanya diartikan sebagai kualitas dan arah dari perkembangan.
Sheldon, walaupun masih sebatas hipotesis melengkapi konsep pengembangan bakat itu
pada prosesnya, bahwa metoda atau teknik yang dipakai hendaknya disesuaikan dengan
komponen somatotip masing-masing anak.
2. Psikoterapi
Sheldon termasuk pakar yang menganggap sehat dan sakit jiwa sebagai suatu
kontinum. Semakin tinggi nilai indikatornya, semakin menyimpang tingkahlakunya.
Pemakaian indikator psikiatri bisa menguntungkan, tetapi juga bisa merugikan.
Kalau saja pengisian ceklis itu sudah benar, dan analisisnya benar-benar terpercaya,
penilaian kuantitatif itu sangat membantu menyingkat waktu diagnosis. Ceklis dapat
mengurangi subyektivitas dan mendorong proses teraputik tersusun dalam standar
performansi yang baku. Namun perlu perhatian ekstra, karena kemudahan itu bisa
membuat terapis terlena, pemakaian ceklis yang sembrono, dan atau memakai ceklis
sebagai sumber utama diagnosis, dapat menghasilkan kesimpulan yang tidak valid,
merugikan proses terapi secara keseluruhan.
E. Evaluasi
Apapun hasilnya, Sheldon paling tidak telah mengingatkan kepada semua
pakar yang berurusan dengan tingkahlaku; bahwa manusia itu mempunyai tubuh -
fisik, dan tubuhnya itu sangat mungkin memberi petunjuk adanya faktor-faktor
yang melatarbelakanginya yang mungkin cukup penting untuk dapat memahami
tingkahlaku manusia.
Kritik terpenting terhadap teori Sheldon adalah bahwa Teori Sheldon itu
bukan teori. Kenyataannya, tulisannya hanya berisi satu asumsi umum (bahwa fisik
dan temperamen itu berhubungan erat), dan seperangkat deskripsi variabel-variabel
untuk mengukur setiap domain. Sheldon sendiri mengatakan, dia tidak
mengembangkan suatu teori yang umum, tetapi sekedar "kerangka konsep yang
harus diisi lebih lanjut oleh orang lain. Korelasi antara somatotip dengan karakter
mempunyai cacat metodologis, yakni pengisian tes dan ceklis yang dilakukan oleh
Sheldon sendiri (atau oleh tim yang dipimpin oleh Sheldon). Sangat besar
kemungkinan penilaian somatotip akan mempengaruhi ceklis temperamen.
Variabel-variabel yang dipakai untuk menilai somatotip dan temperamen juga
dipertanyakan. Walaupun pilihan variabel itu telah dilakukan secara
objektif/kuantitatif, hasilnya tetap diragukan, apakah memang "hanya" 20 variabel
itu yang signifikan untuk dasar penilaian.