Anda di halaman 1dari 54

Frequently Asked Questions (FAQ)

Panduan Pemeriksaan Laporan


Keuangan Pemerintah Daerah

Auditorat Utama Keuangan Negara V dan VI


Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia
2019
Auditorat Utama Keuangan Negara V dan VI
Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia
2019

1
FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

DDAAFFTTAARR IISSII
Daftar Isi i
Kata Pengantar ii
I. Kebijakan Akuntansi 1
II. Neraca 2
Kas 2
Piutang 7
Persediaan 10
Investasi 13
Aset Tetap 18
Aset Lainnya 24
Utang 26
III. Akun-akun Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Operasional 28
Pendapatan 28
Belanja/Beban 31
Pembiayaan 48
IV. Badan Layanan Umum 48

i
FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

K
Kaattaa PPeennggaannttaarr
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
merupakan salah satu tugas pokok BPK sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pemeriksaan
atas LKPD merupakan jenis pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK dengan
tujuan memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan
dalam LKPD. Sesuai dengan penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan
yang disajikan dalam laporan keuangan.
Untuk membantu pencapaian kualitas pemeriksaan sebagaimana dipersyaratkan
dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), disusun buku saku Frequently
Asked Questions (FAQ) sebagai pelengkap Panduan Pemeriksaan LKPD, petunjuk
pelaksanaan (Juklak), dan petunjuk teknis (Juknis) pemeriksaan yang telah ada di BPK.
Buku saku FAQ ini merupakan kumpulan dari pertanyaan dan permasalahan umum yang
sering ditemukan oleh pemeriksa dalam pemeriksaan LKPD, dilengkapi dengan solusi
atau jawaban yang dianggap paling tepat. Dengan adanya buku saku FAQ ini, para
pemeriksa diharapkan dapat memiliki persamaaan cara pandang dan persepsi terkait
permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan LKPD serta dapat melaksanakan
prosedur pemeriksaan secara tepat dalam pemeriksaan LKPD dengan menggunakan
pendekatan pemeriksaan berbasis risiko (Risk Based Audit Approach) secara memadai,
yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pemeriksaan atas LKPD

ii
FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

KEBIJAKAN AKUNTANSI

1. Q: Dalam rangka konsolidasi laporan keuangan BLUD ke dalam LKPD, apakah kebijakan
akuntansi BLUD (misal terkait metode penyusutan, penyisihan, dan amortisasi) harus
sama dengan kebijakan akuntansi pemerintah daerah?

A: Sesuai dengan PSAP 13 tentang Penyajian Laporan Keuangan BLU Paragraf 4


menyatakan bahwa secara umum, Standar Akuntansi BLU mengacu pada seluruh
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecuali diatur tersendiri dalam
PSAP. Selain itu, dalam Lampiran 1.01 Kerangka Konseptual dinyatakan tentang
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan di antaranya adalah Dapat dibandingkan.
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat
dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan
entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal
dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas
menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan
secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan
kebijakan akuntansi yang sama.
Dalam Akuntansi dan Pelaporan Keuangan juga menganut prinsip antara lain
Konsistensi. Prinsip ini menghendaki adanya perlakuan akuntansi yang sama
diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas
pelaporan (prinsip konsistensi internal).
Dengan pertimbangan dapat dibandingkan dan konsistensi, maka untuk akun yang
sama, kebijakan akuntansi antara Pemda dan BLUD harus sama.

2. Q : Apakah kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang memuat pengelompokan masa


manfaat ekonomis aset tetap dan penyusutannya per tahun, pengelompokan umur
piutang dan persentase penyisihannya serta pengelompokan umur ATB dan
amortisasinya harus sama dengan Permendagri 64 tahun 2013 dan permendagri 73
tahun 2015?

A: Kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang memuat pengelompokan masa manfaat


ekonomis aset tetap dan penyusutannya per tahun, pengelompokan umur piutang dan
persentase penyisihannya serta pengelompokan umur ATB dan amortisasinya tidak
harus sama dengan Permendagri 64 tahun 2013 dan permendagri 73 tahun 2015.
Terkait estimasi akuntansi, diperlakukan sesuai dengan kebijakan akuntansi masing-
masing entitas pemeriksaan yang ditetapkan dengan perkada dan tidak bertentangan
dengan SAP serta dilaksanakan secara konsisten.

3. Q: Apabila diketahui adanya kesalahan akuntansi yang berdampak pada pengurangan


nilai Piutang, Dana Bergulir, rnaupun Aset Tetap, apakah hal tersebut perlu dilakukan
melalui mekanisme penghapusan, ataukah cukup dengan koreksi akuntansi?

A: Permasalahan kesalahan akuntansi yang berdampak pada perubahan nilai akun dapat
dikoreksi segera setelah diketahui. Hal ini sesuai dengan PSAP No. 10 Paragraf 11.
Misalnya, jika dipastikan bahwa terdapat Piutang, Dana Bergulir, ataupun Aset Tetap

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 1


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

yang double catat, maka dapat dikoreksi tanpa ada SK penghapusan sepanjang
dilengkapi dengan bukti adanya kesalahan akuntansi tersebut.

4. Q: Apabila terdapat penambahan belanja modal jalan namun tidak untuk seluruh ruas,
untuk menghitung penyusutan, bagaimana menentukan masa manfaatnya?

A: Harus diatur dalam kebijakan akuntansi pemda tentang penambahan masa manfaat
dari hasil kapitalisasi aset, jika tidak diatur dalam kebijakan akuntansi pemda, maka
permasalahan ini akan dijadikan temuan pemeriksaan dan dinilai dampaknya ke
penyajian Laporan Keuangan.

AKUN-AKUN NERACA

KAS

5. Q: Kasus kas tekor, belum ada SKTJM atau SK Pembebanan Sementara. Bagaimana
pengaruhnya pada opini dan bagaimana perlakuan akuntansinya? Ada kendala
terutama dalam merumuskan alasan pengecualian dalam opini atas penyajian kas
tekor pada akun piutang. Secara akuntansi, kas tekor tersebut sudah tepat disajikan
pada akun Aset Lainnya - Piutang bukan pada akun Kas karena tidak terpenuhinya
asersi keberadaan dan karakteristik kas yang likuid. Oleh karena itu, perlu adanya
uraian mengenai alasan-alasan yang menjadikan hal tersebut berpengaruh terhadap
opini yang akan membantu pemeriksa dalam merumuskan opini dan menyeragamkan
pengungkapan alasan pengkualifikasian dalam opini.

A: Sesuai Bultek No. 20 Akuntansi Kerugian Negara/Daerah pada Bab 3 dinyatakan


bahwa pengakuan atas kejadian yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara/
daerah yang disebabkan oleh Bendahara dapat terdiri dari:
a. Pengakuan atas kekurangan kas tunai, surat berharga dan barang milik negara.
Diakui pada saat terbukti berdasarkan fakta dengan melakukan reklasifikasi di
neraca kekurangan kas tunai, surat berharga dan barang milik negara tersebut dari
jumlah semestinya menjadi Aset Lainnya.
b. Pengakuan atas Piutang Tuntutan Perbendaharaan
Diakui di neraca menjadi Piutang Tuntutan Perbendaharaan pada saat terbit SKTJM
atau Surat Keputusan Pembebanan dari BPK.
c. Pengakuan Beban
Apabila kekurangan kas tersebut terbukti bukan kesalahan bendahara, maka akan
diakui sebagai beban non operasional.

Dengan demikian, jika terdapat kas tekor dan belum ada SKTJM atau SK Pembebanan
Sementara dan/atau bukti memorial yang menjelaskan adanya ketekoran kas namun
pemerintah daerah telah melakukan reklasifikasi di neraca atas kas tekor tersebut
menjadi Aset Lainnya, maka dibuat temuan pemeriksaan dan diungkapkan dalam
CaLK mengenai kondisi permasalahan kas tekor tersebut.
Untuk menilai dampak permasalahan terhadap kewajaran akun Aset Lainnya apabila
terdapat unsur fraud, dapat mengacu pda Buku Panduan Pemeriksaan LKPD Bab IX.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

6. Q: Bagaimana perlakuan atas dana LS di Bendahara Pengeluaran yang sampai dengan


31 Desember belum dibagikan ke yang berhak (contoh uang makan, honor dsb)
dananya masih disimpan oleh Bendahara Pengeluaran? Bagaimana jika diketahui
bahwa dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Bendahara.

A: Merujuk pada Bultek Nomor 22 tentang Akuntansi Utang Berbasis Akrual, Kewajiban
pada Pihak Lain diakui apabila pada akhir tahun masih terdapat dana yang berasal
dari SPM LS kepada Bendahara Pengeluaran yang belum diserahkan kepada yang
berhak. Jika diketahui bahwa dana tersebut sudah digunakan untuk kepentingan
pribadi Bendahara Pengeluaran maka dijadikan Temuan Pemeriksaan dan penyajian
di laporan keuangan disesuaikan dengan perlakuan pada Bultek No. 20 tentang
Akuntansi Kerugian Negara/Daerah (Ref. FAQ No. 5).

7. Q: Bagaimana pengakuan dan penyajian atas sisa kas di Bendahara FKTP puskesmas?

A: Sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (4) Perpres No. 32 Tahun 2014, Rekening Dana
Kapitasi JKN pada FKTP merupakan bagian dari Rekening BUD. Untuk itu sisa Kas di
Bendahara FKTP disajikan di Neraca dan diungkapkan dalam CaLK sebagai bagian
dari Kas di Kasda. Mutasi kasnya (penerimaan dan penggunaan) disajikan dalam
Laporan Arus Kas (LAK). Untuk itu sisa Kas di Bendahara FKTP disajikan di Neraca
sebagai Kas Lainnya-Bendahara FKTP sesuai Bultek 14 Akuntansi Kas

8. Q: Bagaimana pengakuan atas pengeluaran kas yang terjadi pada periode setelah tahun
berjalan, tetapi membebani belanja tahun berjalan (SP2D cair setelah tahun
anggaran)? Catatan: belanja tahun berjalan tersedia anggarannya.

A: Dengan mempertimbangkan penyajian saldo Kas di Kasda pada tanggal neraca


adalah sebesar hasil rekonsiliasi (bukan sebesar nilai yang tertera dalam rekening
koran per 31 Desember), maka pengeluaran kas tersebut sudah dapat diakui sebagai
Belanja di LRA tahun berjalan (Dr Belanja XXX, Cr Estimasi Perubahan SAL) maupun
Beban di Laporan Operasional (Dr Beban XXX, Cr. Kas di Kasda).
Referensi: Bultek No. 14 tentang Akuntansi Kas.

9. Q: Apakah sikap BPK Rl atas rekening pemerintah daerah yang tidak diketahui oleh
Pemda/tidak diungkapkan dalam CaLK namun dinyatakan bank sebagai rekening
Pemda? Apakah hal tersebut mempengaruhi opini?

A: Diungkap dalam temuan pemeriksaan. Pemeriksa agar menerapkan prosedur


alternatif (misal: uji mutasi dalam rekening) untuk meyakini status kepemilikan
rekening, sumber dana dan penggunaannya. Jika rekening tersebut memang milik
Pemda maka saldonya harus muncul di neraca. Sedangkan transaksi dalam rekening
tersebut jika nilainya material maka diungkapkan dalam temuan pemeriksaan.
Pemeriksa juga harus waspada akan terjadinya fraud. Jika belum jelas kepemilikannya
maka cukup diungkap dalam CaLK.

10. Q: Perlakuan akuntansi terhadap kas bendahara yang dititipkan pada bank bukan
sebagai rekening. Beberapa kondisi lapangan dan kondisi geografis daerah

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 3


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Bendahara pengeluaran menarik tunai rekening dinas dalam jumlah besar dan untuk
keamanan uang kas bendahara pengeluaran menitipkannya di bank. Bank mencatat
bukan sebagai rekening giro/tabungan tetapi sebagai kewajiban segera. Bagaimana
perlakuan untuk kas di bendahara tersebut?

A: Tetap disajikan dalam akun Kas di Bendahara Pengeluaran. Pemeriksa agar


melakukan prosedur konfirmasi kepada bank terhadap saldo dan uji SPI (misal: uji
pengamanan penyimpanan, dokumen pendukung penyimpanan, dll.). Ungkap dalam
temuan pemeriksaan jika ada penyimpangan.
Referensi: Bultek No. 14 tentang Akuntansi Kas

11. Q: Bagaimana perlakuan akuntansi untuk investasi Pemda dalam bentuk deposito
berjangka waktu tiga bulan?

A: Berdasarkan PSAP No. 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, Setara Kas adalah
investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta
bebas dari resiko perubahan nilai yang signifikan. Mutasi antar pos-pos Kas dan
Setara Kas tidak diinformasikan dalam laporan keuangan karena kegiatan tersebut
merupakan bagian dari manajemen kas dan bukan merupakan bagian aktivitas
operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka pengalihan kas menjadi deposito dengan jangka waktu s.d.
tiga bulan tidak memerlukan SP2D dan masih dianggap sebagai kas dan setara kas.
Tata cara penempatan dalam bentuk deposito tersebut mengacu pada peraturan
kepala daerah.

12. Q: Hasil pemeriksaan APIP ataupun BPK menunjukkan adanya kerugian daerah yang
belum didukung dokumen SKTJM dan SK Pembebanan. Hal-hal yang timbul
sehubungan dengan kasus tersebut antara lain:
a. SKTJM dan SK Pembebanan tidak ada sama sekali.
b. SKTJM dan/atau SK Pembebanan telah dilengkapi namun yang bersangkutan tidak
sanggup mengembalikan.
c. SKTJM dan/atau SK Pembebanan telah dilengkapi namun yang bersangkutan telah
meninggal dan ahli waris tidak sanggup mengembalikan.
d. SKTJM dan/atau SK Pembebanan telah dilengkapi namun telah kedaluwarsa.

A: Penyelesaian atas TP/TGR ini dapat dilakukan dengan cara damai (di luar pengadilan)
atau melalui pengadilan. Apabila penyelesaian tagihan ini dilakukan dengan cara
damai, maka setelah proses selesai dan telah ada Surat Keterangan Tanggung Jawab
Mutlak (SKTJM) dari pihak yang bersangkutan, diakui sebagai Piutang Tuntutan Ganti
Rugi/Tuntutan Perbendaharaan dan disajikan di kelompok Aset Lainnya di neraca
untuk jumlah yang akan diterima lebih dari 12 bulan mendatang dan disajikan sebagai
Piutang kelompok aset lancar untuk jumlah yang akan diterima dalam waktu 12 bulan
mendatang. Pengakuan atas Piutang TP/TGR diakui pada neraca saat terbit SKTJM
atau Surat Keputusan pejabat berwenang dan Surat Penagihan. Dalam hal terdapat
barang/uang yang disita oleh Negara/daerah sebagai jaminan maka hal ini wajib
diungkapkan dalam CaLK.
a. Jika Kerugian Daerah belum didukung SKTJM, SK Pembebanan, SKP2KS (Surat
Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara) atau SKP2K (Surat

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 4


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian), maka kerugian tersebut dicatat


dengan mendebet Aset Lainnya dan mengkredit Aset Tetap/Surat Berharga/Kas.
Selain itu, pemeriksa menyusun Temuan dengan rekomendasi agar Kepala
Daerah segera mengadakan Sidang Majelis TP/TGR, menetapkan dan menarik
kerugian tersebut sesuai ketentuan.
b. Jika Kerugian Daerah telah didukung SKTJM, SK Pembebanan, SKP2KS atau
SKP2K yang diproses sesuai ketentuan, maka terhadap kewajiban pengembalian
oleh Bendahara, Pegawai Negeri Bukan Bendahara dan Pejabat lainnya dilakukan
pencatatan, dengan alternatif kondisi sebagai berikut:
1) Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat perbuatan melanggar hukum maka
penyelesaian pembayarannya selambat-lambatnya 90 hari (3 bulan)
sehingga di neraca termasuk dalam Piutang kelompok aset lancar TP/TGR,
sedangkan Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat kelalaian maka
penyelesaian pembayarannya selambat-lambatnya 24 bulan (2 tahun)
sehingga di neraca termasuk dalam aset lainnya.
2) Jika terdapat jumlah kerugian yang akan jatuh tempo pada tahun berikutnya,
maka diusulkan koreksi/reklasifikasi sejumlah nilai yang jatuh tempo tersebut;
dari akun Aset Lainnya ke akun Bagian Lancar TP/TGR.
3) Jika yang bersangkutan tidak mampu membayar/mengembalikan kerugian,
maka selain poin 1) dan 2), pemeriksa mengusulkan penjelasan dalam CaLK
atas nilai kerugian yang tak dapat ditagih dan rencana Pemda atas kondisi
piutang yang tidak dapat ditagih tersebut.
4) Yang bersangkutan meninggal dunia dan ahli waris tidak memiliki kekayaan
yang cukup untuk mengembalikan kerugian tersebut, maka selain point 1)
dan 2), pemeriksa mengusulkan penjelasan dalam CaLK apakah Pemda
sudah dapat menentukan berapa nilai yang bisa ditanggung oleh ahli waris
sesuai dengan ketentuan, serta rencana Pemda terhadap jumlah yang tidak
bisa ditagihkan kepada ahli waris.
5) Apabila terjadi kondisi kedaluarsa sebagaimana pasal 48 & 49 PP 38 tahun
2016 maka pemeriksa menyusun suatu TP atas kelalaian pejabat tersebut.

13. Q: Pada saat pemeriksaan LKPD TA 201x, diketahui kondisi:


a. Terdapat pengesahan belanja BOS (SP2B) di tahun 201x, yang didalamnya
termasuk bukti pengeluaran tahun 201x-1;
b. Terdapat transaksi tahun 201x yang belum disahkan melalui SP2B karena
menghindari pelampauan anggaran.
Bagaimana perlakuan atas kondisi tersebut?

A:
a. Jika pembayaran dilakukan pada tahun 201x, maka dilakukan koreksi pada
Beban LO tahun 201x dan dampak kumulatif karena kesalahan pengakuan
dalam LPE tahun 201x
b. Transaksi dicatat dengan pengakuan beban dan utang

14. Q: Dalam laporan arus kas terdapat aktivitas transitoris. Pada Lampiran 1 PSAP 03
aktivitas transitoris terdiri atas PFK dan transitoris. Kegiatan transitoris seperti
penjelasan dalam paragraf 37 dan 38 salah satunya adalah pengeluaran atau
penerimaan kas bendahara pengeluaran atau kiriman uang. Kebanyakan entitas

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 5


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

mengikuti format LAK sesuai contoh yang ada di SAP, meskipun sudah ditegaskan
bahwa hal itu merupakan contoh. Antara penjelasan paragraf dan contoh format LAK
tidak selaras, jika paragraf 37 dan 38 dimasukan ke LAK maka saldo kas hanya utk
kas di kasda saja, tidak lagi merupakan persamaan matematis antara saldo kas = Kas
di Kasda + Kas di Bendahara Pengeluaran. Mohon masukannya apakah pemeriksa
mengikuti penjelasan paragraf sap atau contoh format di SAP

A: Jika mendasarkan pada SAP, yang wajib menyusun LAK adalah entitas pelaporan
yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum dhi. BUD/Kuasa BUD. Oleh karena itu
yang seharusnya dilaporkan dalam LAK adalah seluruh transaksi penerimaan kas dan
pengeluaran kas ke/dari Kas Daerah yang dilakukan oleh BUD, didalamnya termasuk
transaksi transitoris berupa PFK & kiriman uang yang terjadi di BUD, bukan yg terjadi
di Bendahara Pengeluaran OPD. Jika terdapat sisa PFK yang telah dipungut
bendahara pengeluaran OPD namun s.d 31 Des belum disetorkan ke Kas
Negara/Pihak Ketiga maka disajikan sebagai akun Kas Lainnya di Bendahara
Pengeluaran pada Utang PFK/Pihak Ketiga. Beberapa LAK Pemda menyajikan jumlah
penerimaan dan penyetoran PFK yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran OPD,
karena mengikuti aplikasi SIMDA Keuangan dimana seluruh transaksi PFK di
bendahara pengeluaran dicatat sebagai bagian dari aliran kas transitoris. Saldo
tersebut dianggap sebagai bagian dari Kas di Bendahara Pengeluaran dan tidak ada
akun Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran. perlakuannya sebagai kas keluar di BUD
sehingga penyeimbangnya adalah kas di bendahara pengeluaran.

15. Q: Mohon masukannya, jika ada penerimaan di bendahara penerimaan sesuai kebijakan
itu juga sudah diakui sebagai penerimaan LRA, untuk penyajian di LAK apakah kita
kurangi penerimaannya diaktivitas operasi karena fungsi LAK dilakukan oleh fungsi
perbendaharaan. Karena uang tersebut belum masuk ke kasda.

A: Sesuai IPSAP 02, Kas di Bendahara Penerimaan yang belum disetor ke Kas Daerah
diakui sebagai realisasi pendapatan di LRA. Namun karena posisi kas masing berada
dalam pengelolaan Bendahara Penerimaan, maka atas transaksi ini dijembatani
melalui arus kas transitoris.

16. Q: Sesuai SAP, PPKD selaku entitas pelaporan yang melaksanakan fungsi
perbendaharaan umum wajib menyusun LAK. Demikian pula BLUD sebagai entitas
pelaporan diwajibkan menyusun LAK yang nantinya dikonsolidasikan dengan LAK
BUD menjadi LAK Pemda. Bagaimana halnya dengan Bendahara FKTP apakah
transaksinya juga perlu diakomodir/dikonsolidai dalam LAK BUD dan bagaimana
mekanisme konsolidasiannya? Hal tersebut mendasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (4)
Perpres No. 32 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi
JKN pada FKTP yang menyatakan Rekening Dana Kapitasi JKN pada FKTP
merupakan bagian dari rekening BUD, dan Pasal 1 angka 15 yang menyatakan
Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP adalah PNS yang ditunjuk untuk
menjalankan fungsi menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan dana kapitasi. (fungsi perbendaharaan).

A: Transaksi yang dilakukan oleh FKTP dikonsolidasi ke LKPD melalui mekanisme SP3B
yang disahkan oleh BUD. Dengan adanya pengesahan tersebut maka BUD mengakui

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 6


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

transaksi FKTP sebagai bagian dari transaksi perbendaharaan oleh BUD.

17. Q: Apabila BKU Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 20xx menunjukkan sisa nihil,
tetapi setelah tanggal tersebut terdapat penyetoran PPh dan PPN atas pekerjaan-
pekerjaan terkait di SKPD pada tahun yang diperiksa (karena yang melakukan
penyetoran adalah PPTK), apakah harus dianggap sebagai Kas di Bendahara
Pengeluaran?

A: Adanya penyetoran PPh dan PPN atas pekerjaan-pekerjaan di lingkungan SKPD


setelah tanggal neraca mengindikasikan adanya kas dari potongan PPh dan PPN yang
masih dipegang Bendahara sampai dengan 31 Desember. Kas tersebut harus dicatat
pada akun Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran dan akun Utang PFK, serta
diungkap rinciannya dalam CALK. Nilai potongan pajak tersebut tidak diperhitungkan
sebagai SiLPA.

PIUTANG

18. Q: Apabila terdapat bukti yang memadai bahwa kondisi seorang debitur dinyatakan
pailit/bangkrut/tidak dapat membayar hutangnya kepada pemda, apakah dapat
dilakukan pengakuan penyisihan piutang secara langsung sebesar 100%?

A: Jika terdapat bukti yang memadai bahwa kondisi seorang debitur dinyatakan
pailit/bangkrut/tidak dapat membayar hutangnya kepada pemda, dalam hal ini harus
didukung dengan dokumen yang menyatakan hal itu, misalnya untuk pailit harus
didukung dengan surat keputusan pengadilan, maka dapat dilakukan pengakuan
penyisihan piutang secara langsung sebesar 100%, tidak perlu ditunda/menunggu
jangka waktu tertentu supaya diakui penyisihan piutang sebesar 100%. Hal ini
didasarkan pada prinsip conservatism. Hal tersebut dijelaskan dalam Permendagri
Nomor 73 Tahun 2015, piutang kategori macet (100% penyisihan) diantaranya wajib
pajak bangkrut/meninggal dunia/mengalami musibah/tidak diketahui keberadaannya.
Jika Pemda belum mengatur secara khusus mengenai hal ini dalam kebijakan
akuntansinya, buat temuan pemeriksaan dan rekomendasikan untuk menambahkan
pengaturan hal ini dalam kebijakan akuntansinya.

19. Q: Bagaimana perlakuan atas penemuan piutang yang belum tercatat pada tahun
berjalan, yang pada dasarnya merupakan piutang pada periode tahun-tahun
sebelumnya?

A: Piutang tersebut harus dikoreksi/diakui pada tahun berjalan dengan menambah nilai
ekuitas (disajikan sebagai Dampak perubahan kebijakan akuntansi/kesalahan
mendasar) di LPE sebesar nilai bersih Piutang posisi awal tahun berjalan, Dengan
pertimbangan Piutang tersebut seharusnya telah mulai disisihkan sejak tahun
perolehannya. Sementara itu, beban penyisihan tahun berjalan atas Piutang tersebut
dilaporkan dalam periode tahun berjalan dalam Laporan Operasional.
Referensi: PSAP 10 Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 7


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

20. Q: Bagaimana pengakuan piutang dan pendapatan LO atas denda keterlambatan dan
sanksi jaminan pelaksanaan atas pemutusan kontrak? Untuk piutang apakah dicatat
saat timbul atau saat ditagih? Sedangkan untuk pendapatan LO apakah dicatat saat
timbul, saat ditagih atau saat diterima pembayaran.

A: Denda keterlambatan dan sanksi jaminan pelaksanaan atas pemutusan kontrak diakui
pendapatannya pada saat diterimanya kas.

21. Q: Pemerintah provinsi menetapkan alokasi bagi hasil pajak (PBBKB, PKB & BBNKB,
Pajak PABT-AP) untuk periode tiga bulanan (triwulan) dengan Ketetapan dari Provinsi.
Ketetapan dari Provinsi tentang penetapan alokasi bagi hasil pajak-pajak tersebut
untuk triwulan IV/20XX (periode Oktober-Desember 20XX) terbit pada awal tahun
20XX+1. Apakah dengan terbitnya Ketetapan dari Provinsi tersebut dapat
dikategorikan subsequent event dan perlukah dilakukan penyesuaian saldo hutang
bagi hasil pada neraca provinsi dan piutang bagi hasil pada neraca kabupaten/kota?

A: Sampai dengan 31/12/20XX provinsi telah menerima pendapatan pajak periode


Oktober sampai dengan Desember tahun 20XX. Berdasarkan peraturan terkait,
pendapatan pajak tersebut dialokasikan dan ditransfer dari Pemprov kepada
Pemkab/pemkot. Sampai dengan 31/12/20XX belum ada Ketetapan dari Provinsi
tentang penetapan alokasinya, sehingga Pemprov belum mengakui sebagai hutang
dan pemkab/pemkot belum mengakui sebagai piutang. Namun dengan terbitnya
Ketetapan dari Provinsi (setelah tanggal neraca) tersebut, menjadi dasar bahwa
kewajiban (pemprov) dan piutang (pemkab/pemkot) sebenarnya sudah ada pada
tanggal neraca, yaitu dengan besaran alokasi sesuai Ketetapan dari Provinsi tersebut.
Terbitnya Ketetapan dari Provinsi tersebut masih dalam periode pelaksanaan audit
(sebelum laporan keuangan diterbitkan) sehingga dapat dikategorikan sebagai
subsequent event Tipe I, yaitu peristiwa setelah tanggal neraca yang berpengaruh
terhadap saldo neraca 31/12/20XX. Dengan demikian, dengan terbitnya Ketetapan
dari Provinsi tersebut, menjadi dasar bahwa kewajiban bagi pemprov dan piutang bagi
pemkab/pemkot sudah ada pada tanggal neraca.
Referensi: Bultek No. 16 tentang Akuntansi Piutang Berbasis Akrual dan Bultek No.22
tentang Akuntansi Utang Berbasis Akrual.

22. Q: Jika diketahui bahwa nilai pajak terutang tidak ditetapkan berdasarkan mekanisme
atau prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bagaimana pengaruhnya pada
opini?

A: Dalam kondisi tersebut, auditor harus melakukan prosedur alternatif untuk dapat
mengetahui berapa nilai piutang pajak yang seharusnya (menurut mekanisme atau
prosedur yang berlaku). Jika berdasarkan prosedur alternatif tersebut:
a. Auditor dapat mengetahui nilai piutang pajak yang seharusnya, maka auditor segera
mengkomunikasikan kepada auditee untuk menetapkan pajak yang kurang
ditetapkan. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, jika auditee telah menetapkan
kekurangan pajak tersebut, maka auditor mengusulkan koreksi, namun jika auditee
tidak menetapkan kekurangan pajak, maka auditor membuat temuan pemeriksaan.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 8


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

b. Jika prosedur alternatif tersebut tidak dapat dilakukan maka hal ini merupakan
pembatasan lingkup. Jika berdampak material, dapat mempengaruhi opini (lihat
Buku Panduan Pemeriksaan Berbasis Akrual Lampiran IX.2).
Referensi: Bultek No 16 tentang Akuntansi Piutang Berbasis Akrual.

23. Q: Berdasarkan SAP, Piutang Pajak diakui pada saat ditetapkan SKPD. Pada mekanisme
pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pemerintah Provinsi menerapkan
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor yaitu pasal 15 ayat (1)
Pelayanan penerbitan SKKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b
dilakukan setelah tahapan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dan
pasal 15 ayat (5) SKKP yang terkait dengan PKB dan BBN-KB berfungsi sebagai Surat
Ketetapan Pajak Daerah Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran, sehingga
Pemerintah Provinsi tidak menerbitkan SKPD pada saat PKB jatuh tempo. Bagaimana
pengakuan dan pencatatan PKB? Apakah Pemda diperkenankan tidak menyajikan
piutang PKB yang telah jatuh tempo tetapi belum dibayar karena mekanisme
pembayaran dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2015 mengatur demikian?

A: Sesuai dengan Buletin Teknis SAP 16, Piutang PKB diakui pada saat ditetapkan yakni
pada saat SKPD diterbitkan. Dengan demikian, pada saat posisi per 31 Desember,
piutang diakui sebesar PKB yang sudah terbit SKPD-nya, namun sampai dengan 31
Desember belum dilunasi. Jika Pemerintah Provinsi memiliki data PKB yang sudah
jatuh tempo, namun belum diterbitkan SKPD sampai dengan posisi per 31 Desember,
maka nilai yang sudah jatuh tempo tersebut diungkapkan (disclose) dalam CaLK.

24. Q: Apakah proses penghapusan Piutang Pajak dan Retribusi harus melalui KPKNL atau
cukup melalui prosedur sesuai kebijakan yang diatur di dalam Perda?

A: Proses penghapusan tidak melalui KPKNL maupun Perda. UU No 28 Tahun 2009


tentang pajak dan retribusi daerah pasal 168 mengatur bahwa tatacara penghapusan
dengan peraturan kepala daerah dan penghapusannya dengan Keputusan kepala
daerah.

25. Q: Penerbitan SKTJM merupakan dasar pengakuan Piutang oleh Pemda.


Namun, SKTJM memiliki batasan masa berlaku dan apabila SKTJM sudah melewati
masa berlaku maka hak atas pengambil alihan jaminan yang ditetapkan dalam
SKTJM tidak berlaku. Apakah Piutang TGR yang SKTJM-nya sudah habis masa
berlakunya masih tepat diakui sebagai Piutang TGR?
A: Piutang TGR tetap diakui sebagai Piutang TGR dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Disajikan sebagai aset lancar sebesar nilai yang jatuh tempo dalam tahun berjalan
dan yang akan ditagih dalam 12 (dua belas) bulan ke depan berdasarkan surat
ketentuan penyelesaian yang telah ditetapkan;
b. Disajikan sebagai aset lainnya terhadap nilai yang akan dilunasi di atas 12 (dua
belas) bulan berikutnya.
Proses penyelesaian ganti kerugian negara/daerah selanjutnya memedomani
ketentuan dalam PP No. 38 Tahun 2016

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 9


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

PERSEDIAAN

26. Q: Pada saat melakukan pengujian atas akun Persediaan diketahui bahwa penyajian
Persediaan oleh SKPD "A" disajikan dengan nilai Rp0,00. Berdasarkan hasil pengujian
yang dilakukan oleh Tim diketahui bahwa terdapat saldo Persediaan yang belum
dicatat per 31 Desember Tahun Pelaporan. Pengujian tersebut dilakukan secara
sampling dan bukan populasi. Apakah nilai Persediaan pada SKPD A yang diyakini
oleh Tim tersebut dapat mengkoreksi nilai akun Persediaan yang disajikan oleh
Pemerintah Daerah karena atas SKPD yang tidak disampling tidak diyakini oleh Tim
kewajaran penyajiannya? Demikian pula halnya dengan Aset Tetap. (PSAP No. 5
Akuntansi Persediaan).

A: Jika berdasarkan prosedur yang telah dilakukan, Pemeriksa meyakini nilai


persediaan/aset tetap tersebut, maka pemeriksa mengusulkan koreksi atas saldo akun
persediaan/aset tetap/akumulasi penyusutan pada Neraca dan Beban
Persediaan/Beban Penyusutan di Laporan Operasional. Pemeriksa masih dapat
mengungkapkan dalam temuan pemeriksaan jika tidak meyakini saldo persediaan/
aset tetap/akumulasi aset tetap dan beban persediaan/beban penyusutan tersebut
yang kemungkinan berdampak pervasive.
Jika kondisi sebaliknya, Tim Pemeriksa tidak dapat meyakini nilai persediaan/aset
tetap tersebut, maka tidak perlu diusulkan koreksi namun diungkap sebagai temuan
pemeriksaan yang kemungkinan berdampak pervasive. Pemeriksa hendaknya
mendapatkan/memperkirakan jumlah potensi salah saji dari persediaan/aset tetap
pada SKPD-SKPD yang tidak disampling.

27. Q: Apakah stock opname juga harus dilakukan terhadap persediaan yang ada di unit
pengguna (seksi-seksi/operator) yang masih ada per tanggal neraca, atau hanya pada
gudang persediaan saja?

A: Sesuai dengan PSAP 05 tentang Akuntansi Persediaan, Persediaan merupakan aset


yang berupa:
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional pemerintah;
b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses produksi;
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat;
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam
rangka kegiatan pemerintahan.
Persediaan diakui (a) pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh
pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal, (b) pada
saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada
akhir periode akuntansi, catatan persediaan disesuaikan dengan hasil inventarisasi
fisik.
Dengan demikian maka persediaan disajikan berdasarkan hasil inventarisasi fisik pada
SKPD dan unit-unit di bawahnya. Misalnya, untuk Dinas Kesehatan, kebijakan
akuntansinya menyebutkan penghitungan nilai persediaan sampai Pustu, maka
Dinkes harus menyajikan persediaan sampai dengan Pustu.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 10


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

28. Q: Apabila terdapat penggunaan atas persediaan yang berasal dari Belanja Barang/Jasa
yang akan diserahkan kepada masyarakat, apakah disajikan sebagai Beban
Persediaan ataukah Beban Bantuan Sosial dan Beban Hibah?

A: Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 jo. Permendagri Nomor 14 Tahun 2016 mengatur
bahwa hibah/bansos berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat
dianggarkan dalam Belanja Barang/Jasa yang Diserahkan kepada Masyarakat.
Barang tersebut dicatat dalam akun Persediaan apabila belum diserahkan.
Sesuai dengan Paragraf 22 PSAP 05 Akuntansi Persediaan, dinyatakan bahwa Beban
Persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use of goods). Dengan demikian,
apabila persediaan tersebut digunakan bukan untuk diserahkan kepada masyarakat
maka penggunaan tersebut disajikan sebagai Beban Persediaan. Apabila persediaan
tersebut diserahkan kepada masyarakat, baik pada tahun berjalan maupun setelah
lewat tahun anggaran, maka penyerahan tersebut disajikan sebagai Beban Hibah atau
Beban Bantuan Sosial.
Permasalahan atas penggunaan persediaan bukan untuk diserahkan kepada
masyarakat diungkapkan dalam Temuan Pemeriksaan.

29. Q: Bagaimana perlakuan atas penemuan Persediaan yang belum tercatat pada tahun
berjalan, yang pada dasarnya merupakan Persediaan pada periode tahun-tahun
sebelumnya?

A: Persediaan tersebut harus dikoreksi/diakui pada tahun berjalan dengan menambah


nilai ekuitas (disajikan sebagai Dampak perubahan kebijakan akuntansi/kesalahan
mendasar) di LPE sebesar nilai Persediaan posisi awal tahun berjalan.

30. Q: Pencatatan Persediaan dapat menggunakan pendekatan aset atau pendekatan


beban. Pada Pemerintah Pusat, persediaan untuk administrasi/TU menggunakan
pendekatan aset, sedangkan persediaan untuk kegiatan menggunakan pendekatan
beban. Bagaimana penerapannya di daerah?

A: Metode pendekatan diserahkan ke pemda masing-masing dan diterapkan secara


konsisten.

31. Q: Bagaimana jika Pemda menetapkan kebijakan akuntansi persediaan dengan harga
pembelian terakhir untuk semua jenis persediaan.

A: Metode penilaian persediaan untuk pemda harus disesuaikan dengan SAP dan
Permendagri No. 64 Tahun 2013, yaitu metode penilaian harga terakhir hanya
digunakan untuk persediaan yang tidak material dan banyak itemnya, sedangkan
persediaan yang lain menggunakan FIFO atau rata-rata tertimbang. Jika pemda
menggunakan metode persediaan harga terakhir untuk semua jenis persediaan maka
dijadikan temuan pemeriksaan terkait kesesuaian kebijakan akuntansi dengan SAP.
Selain itu, estimasi dampaknya terhadap penyajian dalam Laporan keuangan.

32. Q: Apakah persediaan yang berasal dari APBN (Bantuan dari Pusat) perlu disajikan
dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah atau cukup diungkap dalam Catatan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 11


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Atas Laporan Keuangan? Bagaimana dengan persediaan bantuan dari Pemerintah


Provinsi?

A: Persediaan disajikan sesuai dengan BAST namun apabila tidak diketahui nilai pastinya
maka dapat diungkap dalam CaLK.

33. Q: Bagaimana perlakuan atas penerapan akuntansi yang tidak sesuai dengan kebijakan
akuntansi Pemda, namun tidak menyimpang dari SAP?
Kasus: Kebijakan akuntansi mensyaratkan:
a. pencatatan persediaan secara perpetual, namun prakteknya pencatatan
persediaan dilakukan secara periodik;
b. penilaian persediaan menggunakan metode FIFO, namun prakteknya persediaan
akhir dinilai dengan menggunakan harga pembelian terakhir.

A: Dijadikan temuan pemeriksaan terkait ketidaksesuaian penerapan kebijakan


akuntansi.

34. Q: Dalam PP 71 Tahun 2010 PSAP 12. Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak
dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Bagaimana jurnal untuk mengeluarkan persediaan tersebut dari neraca, pada saat:
a. Diketahui kondisi barang rusak atau usang
b. Barang rusak atau usang dihapuskan berdasarkan SK Penghapusan.
Paragraf dalam standar tersebut menimbulkan perbedaan persepsi di Pemda. Salah
satu Pemda mengeluarkan persediaan rusak/kedaluwarsa dari Neraca dengan jurnal:
Dr Ekuitas (Akun Neraca) dan Cr Persediaan (Akun Neraca). Sedangkan Pemda lain
menjurnal dengan Dr Beban Persediaan (Akun LO) dan Cr Persediaan (Akun Neraca).

A: Persediaan yang sudah rusak dan usang semestinya dikeluarkan dari neraca dengan
kredit akun persediaan dan menjadi beban dan kerugian operasional pada Laporan
Operasional dengan debet pada akun Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional
Lainnya. Pemilihan akun Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya
(bukan akun beban persediaan) karena hapusnya persediaan dari neraca bukan
kegiatan normal. Dalam PSAP No. 5 dinyatakan bahwa Beban persediaan dicatat
sebesar pemakaian persediaan (use of goods) yang dapat ditafsirkan pemakaian
normal persediaan.

35. Q: Nilai persediaan bahan makanan pokok (Beras) per 31 Desember 201x yang
dilaporkan Dinas Pangan yang berasal dari pengadaan tahun-tahun sebelumnya dan
dicatat menggunakan nilai perolehan pada saat pengadaan di tahun-tahun yang
bersangkutan.
Hasil pemeriksaan fisik atas persediaan menunjukkan bahwa Dinas Pangan tidak
memiliki gudang penyimpanan beras sehingga pengelolaan persediaan bahan
makanan pokok diserahkan ke pihak rekanan (Toko). Persediaan beras tersebut
diperjualbelikan oleh pihak rekanan dengan perjanjian bahwa apabila Dinas Pangan
memerlukan beras tersebut, pihak rekanan bersedia menyerahkan sejumlah beras
sesuai dalam perjanjian tersebut.
Bagaimana perlakuan dan pencatatan persediaan yang seharusnya terhadap
persediaan beras tersebut?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 12


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Persediaan ini untuk tujuan cadangan beras di daerah sebagai antisipasi terjadinya
bencana/ kelangkaan/gagal panen dll. Dalam hal ini, pihak rekanan terikat perjanjian
untuk bisa menyediakan kebutuhan beras setiap saat apabila Pemda
membutuhkannya. Dengan demikian penilaian atas persediaan tersebut berdasarkan
harga perolehan dan disesuaikan dengan metode penilaian persediaan yang diatur
dalam kebijakan akuntansi Pemda bersangkutan. Kondisi tersebut perlu diungkapkan
secara memadai di Catatan atas LK.

INVESTASI

36. Q: Kapan perda penyertaan modal, yang memuat jumlah penyertaan modal TA
berkenaan, ditetapkan sebelum atau setelah Perda APBD dan bagaimanakah untuk
initial investment dan penambahan/disposal?

A: Investasi jangka panjang pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang
akan disertakan dalam tahun anggaran berjalan telah ditetapkan dalam Perda tentang
penyertaan modal dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dengan demikian, Perda penyertaan modal seharusnya lebih dulu dari
pada Perda APBD.
Sesuai dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 71, dalam hal ada penambahan atau pengurangan
penyertaan modal, namun telah ada Perda penyertaan modal yang pertama maka
untuk penambahan dan pengurangan penyertaan modal cukup dilandasi oleh Perda
APBD. Dengan catatan akumulasi nilai penyertaan tidak melebihi modal yang
ditetapkan dalam Perda Penyertaan Modal Daerah.

37. Q: Apabila terdapat bukti yang memadai bahwa penanggung dana bergulir dinyatakan
pailit/bangkrut/tidak dapat membayar hutangnya kepada pemda, apakah dapat
dilakukan pengakuan penyisihan dana bergulir secara langsung sebesar 100%?

A: Sesuai dengan Permendagri 73 Tahun 2015, jika terdapat bukti yang memadai bahwa
kondisi penanggung dana bergulir dinyatakan pailit/bangkrut/tidak dapat membayar
hutangnya kepada pemda, dalam hal ini harus didukung dengan dokumen yang
menyatakan hal itu, misalnya untuk pailit harus didukung dengan surat keputusan
pengadilan, maka dapat dilakukan pengakuan penyisihan dana bergulir secara
langsung sebesar 100%, tidak perlu ditunda/menunggu jangka waktu tertentu supaya
diakui penyisihan dana bergulir sebesar 100%. Hal ini didasarkan pada prinsip
conservatism. Jika Pemda belum mengatur secara khusus mengenai hal ini dalam
kebijakan akuntansinya, buat temuan pemeriksaan dan rekomendasi untuk
menambahkan hal ini dalam kebijakan akuntansinya.

38. Q: Bagaimana perlakuan atas penemuan Dana Bergulir yang belum tercatat pada tahun
berjalan, yang pada dasarnya merupakan Dana Bergulir pada periode tahun-tahun
sebelumnya?

A: Dana Bergulir tersebut harus dikoreksi/diakui pada tahun berjalan dengan menambah
nilai ekuitas (disajikan sebagai Dampak perubahan kebijakan akuntansi/kesalahan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 13


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

mendasar) di LPE sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (NRV) Dana Bergulir
posisi awal tahun berjalan, dengan pertimbangan Dana Bergulir tersebut seharusnya
telah mulai disisihkan sejak tahun perolehannya. Sementara itu, beban penyisihan
tahun berjalan atas Dana Bergulir tersebut dilaporkan dalam periode tahun berjalan
dalam Laporan Operasional.
Referensi: PSAP 10 Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan

39. Q: Pada beberapa pemda terdapat investasi nonpermanen berupa dana bergulir. Sesuai
SAP dan Bultek SAP 07, atas saldo tersebut diukur dengan metode NRV. Untuk yang
telah dikelola sejak dulu dan dalam posisi macef, apakah seluruh dana bergulir yang
sudah pasif atau tidak terdapat pembayaran angsuran akan dibebankan di laporan
operasional. Jika demikian, di akun mana dapat dilakukan pembebanannya?
Kemudian jika pengelolaan dana bergulir dilakukan di satker biasa, apakah saldonya
direklasifikasi ke piutang sesuai dengan Bultek SAP 07?

A: Menurut Permendagri Nomor 73 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyisihan Piutang


dan Penyisihan Dana Bergulir Pada Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa Penyisihan
dana bergulir adalah estimasi yang dilakukan untuk dana bergulir tidak tertagih pada
akhir setiap periode yang dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun dana bergulir
berdasarkan penggolongan kualitas dana bergulir. Dengan demikian penyajian NRV
dilakukan dengan cara melakukan aging untuk mengetahui jumlah beban penyisihan
tahun berjalan, yang disajikan dalam LO. Sedangkan untuk dana bergulir yang dikelola
oleh satker biasa, maka harus dicermati karakteristik dana bergulir tersebut, apabila
memenuhi karakteristik dana bergulir, maka diperlakukan sebagai investasi non
permanen dana bergulir dengan perlakuan seperti tersebut di atas.

40. Q: Bagaimana penerapan prinsip penyajian Dana Bergulir yang disebutkan dalam Bultek
Dana Bergulir yang harus disajikan secara Net Realizable Value, sementara Pemda
masih menyajikan secara at cost (sesuai guliran awal)? (Bultek SAP No.7 tentang
Dana Bergulir Bab V Penyajian dan Pengungkapan Dana Bergulir)

A: Pemeriksa harus melakukan prosedur audit untuk menyakini Dana Bergulir yang
disajikan Pemda telah sesuai dengan pengertian dana bergulir menurut Bultek No. 07
tentang Akuntansi Dana Bergulir (bukan Piutang ataupun Bansos dll). Jika Pemda
telah memiliki kebijakan akuntansi dalam hal NRV Dana Bergulir, dan data untuk
menerapkan kebijakan akuntansi tersebut tersedia, maka auditor dapat mengusulkan
perhitungan NRV berdasarkan data yang tersedia untuk kemudian diusulkan koreksi.
Namun, jika kebijakan akuntansi dan/atau data tidak tersedia secara memadai, maka
dibuat temuan pemeriksaan. Untuk tata cara penyisihan dana bergulir, dapat mengacu
pada Permendagri No. 73 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyisihan Piutang dan
Penyisihan Dana Bergulir pada Pemerintah Daerah, namun untuk penyajian
Penyisihan Dana Bergulir di neraca agar mengacu pada SAP dan Bultek No. 07
tentang Akuntansi Dana Bergulir.

41. Q: Kapan pengakuan pendapatan LO atas penyertaan modal pemerintah daerah pada
BUMD/perusahaan daerah?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 14


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Pendapatan LO atas investasi pemerintah daerah pada BUMD/perusahaan daerah


yang menggunakan metode ekuitas adalah sebagai berikut:

a. Saat pengumuman/informasi laba bersih tahun berjalan atas BUMD/perusahaan


daerah yang bersangkutan pada saat RUPS, meskipun belum ada pengumuman/
informasi terkait pembagian dividen:
Dr. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx
Cr. Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan-LO xxx
Pendapatan diakui sebesar porsi kepemilikan dikalikan dengan laba bersih BUMD/
perusahaan daerah ybs.

b. Saat pengumuman pembagian dividen:


1) Dividen tunai
Dr. Piutang Dividen xxx
Cr. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx
2) Dividen saham
-Tidak ada jurnal

c. Saat penerimaan dividen di kas daerah:


Dr. Kas di Kasda xxx
Cr. Piutang Dividen xxx
Dr. Estimasi Perubahan SAL xxx
Cr. Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan-LRA xxx

Sedangkan Pendapatan LO atas investasi pemerintah daerah pada BUMD/


perusahaan daerah yang menggunakan metode harga perolehan (cost method)
adalah sebagai berikut:
a. Saat pengumuman/informasi laba bersih tahun berjalan atas BUMD/perusahaan
daerah yang bersangkutan pada saat RUPS: tidak ada jurnal.

b. Saat pengumuman pembagian dividen:


Dr. Piutang Dividen xxx
Cr. Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan-LO xxx

c. Saat penerimaan dividen di kas daerah


Dr. Kas di Kasda xxx
Cr. Piutang Dividen xxx
Dr. Estimasi Perubahan SAL xxx
Cr. Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan-LRA xxx

atau saat penerimaan saham (untuk dividen saham):


1) Bagi Pemda yang telah menganggarkan penambahan saham di APBD
Perubahan:
Dr. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx
Cr. Piutang Dividen xxx

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 15


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Dr. Estimasi Perubahan SAL xxx


Cr. Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan-LRA xxx
Dr. Pengeluaran Pembiayaan xxx
Cr. Estimasi Perubahan SAL xxx

2) Bagi Pemda yang tidak menganggarkan penambahan saham di APBD


Perubahan:
Dr. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx
Cr. Piutang Dividen xxx
Sementara untuk LRA, tidak ada jurnal dan cukup diungkapkan di CaLK.

42. Q: Bagaimana perlakuan pencatatan saldo penyertaan modal (100% atau lebih dari 20%)
pada BUMD yang tidak membuat laporan keuangan sama sekali, tidak beroperasi lagi,
atau tidak jelas lagi operasionalnya? Apabila BUMD sudah tidak beroperasi lagi dan
penyertaan modal Pemda telah dikembalikan ke Kas daerah, tetapi belum terdapat
Perda pembubaran BUMD tersebut. Apakah BUMD tersebut masih harus diungkapkan
dalam CaLK?

A: Untuk penyertaan modal yang telah memenuhi kondisi pencatatan dengan metode
ekuitas, diungkap dalam temuan pemeriksaan. Dengan catatan, pemeriksa telah
melakukan prosedur alternatif untuk meyakini bahwa BUMD tersebut masih beroperasi
namun tidak membuat laporan keuangan. Tim pemeriksa agar mengestimasi dampak
terhadap opini.
Apabila BUMD sudah tidak beroperasi lagi dan penyertaan modal Pemda telah
dikembalikan ke Kas daerah, tetapi belum terdapat pembubaran BUMD tersebut maka
dijadikan temuan pemeriksaan mengenai proses divestasi yang belum selesai dengan
usulan rekomendasi berupa penerbitan perda atau pelaksanaan prosedur divestasi
sebagaimana diatur dalam Perda pendirian dan ketentuan yang berlaku dan perlu
diungkap dalam CaLK.

43. Q: Apakah modal pemerintah pusat yang belum ditetapkan statusnya dalam komposisi
ekuitas PDAM dapat dicatat sebagai nilai penyertaan modal (metode ekuitas) Pemda
mengingat berdasarkan Perda ditetapkan bahwa PDAM milik Pemda (100%)?

A: Sejak diterbitkannya Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian


Hibah dan Bantuan Sosial Bersumber dari APBD, Pemerintah Pusat memberikan
hibah kepada PDAM melalui Pemda sehingga PDAM mencatat hibah tersebut sebagai
modal hibah dari Pemda. Sedangkan Bantuan pemerintah pusat sebelum
diterbitkannya Permendagri ini sebagai ekuitas yang belum ditetapkan statusnya. Akan
tetapi dalam bebarapa kasus bantuan tersebut oleh PDAM sudah dicatat sebagai
ekuitas, baik sebagai ekuitas pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Oleh
karena itu, pemeriksa dapat menggunakan kebijakan akuntansi yang diterapkan di
PDAM.

44. Q: Bantuan operasional pemerintah daerah kepada BUMD yang merugi karena harga jual
produknya diatur melalui regulasi pemerintah (PDAM). Oleh pemerintah daerah
diperlakukan sebagai tambahan nilai penyertaan. Bagaimana sikap BPK RI?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 16


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Apabila penambahan dalam nilai penyertaan modal tersebut ditetapkan dalam Perda
sebagai penambahan penyertaan modal maka harus dicatat sebagai penyertaan
modal dan ekuitas.

45. Q: Apakah harus dilakukan restatement atas Laporan Keuangan tahun lalu yang masih
menggunakan metode biaya dalam pencatatan penyertaan modal pada PDAM yang
dimiliki oleh Pemda 100% mengingat bahwa Laporan Keuangan harus memenuhi
prinsip dapat diperbandingkan (comparability)?

A: Tidak perlu restatement atas LK tahun lalu, cukup pengungkapan secara memadai
terkait perubahan metode pencatatan nilai penyertaan modal Pemda pada PDAM
secara komparatif tahun berjalan dan tahun sebelumnya serta dampaknya.

46. Q: Apabila suatu pemda mengalihkan piutang kepada BUMD menjadi investasi
permanen-penyertaan modal tanpa didukung perda maupun persetujuan dari DPRD,
namun baik pemda maupun BUMD telah mencatat dan mengakui penyertaan modal
tersebut dalam masing-masing laporan keuangannya, lalu bagaimanakah
perlakuannya, apakah menjadi catatan pemeriksaan dan apakah mempengaruhi
kewajaran laporan keuangan?

A: Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah
dalam bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi memenuhi kriteria
pengakuan investasi, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat
ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa yang akan datang
berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang pertama kali.
Penambahan dan pengurangan penyertaan modal harus mendapatkan persetujuan
DPRD atau Perda tersendiri.
Jika akumulasi nilai penyertaan telah melebihi nilai penyertaan modal yang ditetapkan
dalam Perda Penyertaan Modal Daerah, maka buat temuan kepatuhan.

47. Q: Bagaimana sikap BPK RI atas BUMD yang rugi namun tetap harus menyetor dividen
kepada Pemda?

A: Atas penerimaan tersebut, perlu diungkap dalam CALK bahwa BUMD memberikan
dividen meskipun dalam kondisi rugi. Pemeriksa agar mengkaji ketentuan dalam Perda
pembentukan BUMD bersangkutan yang mengatur tentang pembagian dividen BUMD.
Jika kondisi tersebut bertentangan dengan Perda tersebut maka dibuat temuan
pemeriksaan dengan rekomendasi untuk menghentikan dividen ke Pemerintah Daerah
jika dalam kondisi rugi. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Umum
Good Corporate Governance Indonesia Tahun 2006 pada Bab IV yang menyatakan
bahwa dalam mengambil keputusan pemberian bonus, tantiem dan dividen harus
memperhatikan kondisi kesehatan keuangan perusahaan.

48. Q: Bagaimana jika dalam waktu pemeriksaan terinci berjalan LK BUMD masih belum
selesai diaudit oleh KAP? Sedangkan saat penyerahan LKPD unaudited disyaratkan
LK BUMD yang telah diaudit oleh KAP?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 17


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Terkait LK BUMD audited yang sampai dengan pemeriksaan berakhir tidak diperoleh
oleh Tim Pemeriksa, maka atas hal tersebut agar diungkapkan dalam CaLK bahwa
penyajian nilai penyertaan modal pemda berdasarkan LK BUMD unaudited,
selanjutnya Tim Pemeriksa agar melakukan prosedur alternatif yang memadai untuk
meyakini kewajaran nilai Investasi Permanen dan menilai dampaknya dengan
mengacu pada Panduan Pemeriksaan LKPD Bab IX Lampiran IX.2 no 16.

49. Q: Bagaimanakah perlakuan akuntansi terhadap penyertaan modal berupa BMD yang
hingga tanggal pelaporan belum didukung dengan bukti penyertaan, namun secara
fisik telah dioperasionalkan oleh BUMD? Bagaimana bila BUMD telah mengakui
penambahan penyertaan berupa aset tetap dengan nilai yang berbeda? Untuk
penyertaan berupa aset tetap yang belum ditentukan statusnya, apakah akan dinilai
sesuai dengan nilai/harga perolehan ataukah nilai buku?

A: Sesuai Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik
Daerah, pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal berupa BMD yang
ditetapkan dalam perda dan diserahterimakan kepada penerima penyertaan modal
dengan BAST. BMD yang menjadi objek penyertaan modal dinilai oleh penilai atau tim
yang ditetapkan kepala daerah yang selanjutnya digunakan sebagai nilai penyertaan
modal.
Bultek 15 Bab XI, Huruf 11.2 Pelepasan Aset Tetap menyatakan bahwa Aset Tetap
yang dipindahtangankan melalui mekanisme penyertaan modal negara/daerah
dikeluarkan dari neraca pada saat diterbitkan penetapan penyertaan modal
negara/daerah. Dengan demikian, BMD yang menjadi objek penyertaan modal namun
belum ada ketetapan perda dan BAST tetap dicatat dalam akun Aset Tetap dan
diungkap secara memadai dalam CaLK

ASET TETAP

50. Q: Bagaimana penyajian dalam Neraca dan pengaruhnya terhadap pemberian opini atas
Aset yang mempunyai nilai Rp1,00? Bagaimana perlakuan penyusutan atas aset tetap
yang tahun perolehannya belum jelas?

A: Referensi Bultek SAP No. 2 halaman 21 s.d. 25.


Mengingat SAP telah mengatur tata cara penilaian aset tetap, maka seharusnya
entitas mempedomani itu. Dalam hal entitas tidak mematuhi atau masih memberikan
nilai Rp1,00 atas aset yang dimilikinya, maka dapat diungkapkan sebagai temuan
pemeriksaan. Terhadap aset tetap yang tahun perolehannya diindikasikan sebelum
neraca awal, dapat dipertimbangkan tahun perolehannya dianggap pada saat neraca
awal pemda ditetapkan. Namun jika tahun perolehan diketahui, dasar penilaian adalah
sesuai tahun perolehan. Atas dasar perhitungan tersebut kemudian dilakukan
penyusutan sesuai kebijakan akuntansi Pemda.

51. Q: Apabila terdapat SK Kepala Daerah tentang penghapusan Aset Tetap, apakah sudah
memadai untuk dijadikan dasar jurnal write off (penghapusan) dari neraca?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 18


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Ya, SK tersebut telah memadai. Penghapusan aset tetap mengacu pada PP No. 27
Tahun 2014 dan Permendagri No. 19 Tahun 2016. Pemeriksa dianjurkan untuk
menguji secara sampel apakah aset tetap tersebut telah layak dihapuskan.

52. Q: Penilaian kembali atas Aset Tetap yang diperoleh setelah Neraca Awal. (PSAP No.7
Akuntansi Aset Tetap par. 24 dan 27). Contoh: Pemda telah memiliki Neraca Awal
pada tahun 2005. Pada tahun 2010 Pemda tersebut melaksanakan penilaian ulang
atas seluruh Aset Tetap yang ada, termasuk Aset Tetap yang diperoleh setelah Neraca
Awal yang seharusnya menggunakan biaya perolehan. Bagaimana menyikapi hal
tersebut?

A: Sesuai Paragraf 59 PSAP 07, penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada
umumnya tidak diperkenankan karena SAP menganut penilaian aset berdasarkan
biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpanan dari ketenutan ini mungkin
dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara Nasional. Namun
demikian sesuai Paragraf 24 PSAP 07, bila aset tetap diperoleh tanpa nilai, biaya aset
tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.

53. Q: Bagaimana status tanah yang dulunya tanah desa kemudian digunakan untuk sekolah
dan puskesmas (sudah berlangsung puluhan tahun)? Apakah aset tersebut
dikeluarkan dari daftar aset Pemda atau masih dicatat sebagai aset Pemda? (Bultek
No.9 Bab II Akuntansi Tanah, Huruf B Pengakuan Tanah Nomor 1).

A: Dalam hal tanah belum didukung bukti kepemilikan yang sah, namun telah dikuasai
dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan
disajikan sebagai Aset Tetap Tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan
secara memadai dalam CaLK. Dengan demikian, harus diteliti bukti-bukti
kepemilikannya. Jika bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa tanah tersebut hanya
dipinjampakaikan maka tanah tersebut dikoreksi dari neraca dan diungkap pada CaLK.
Namun jika tidak ditemukan bukti yang jelas ataupun bukti kepemilikan yang sah maka
atas Aset Tetap Tanah tersebut tetap disajikan pada neraca Pemda serta diungkapkan
secara memadai dalam CaLK.

54. Q: Apakah Pemda dapat mengakui dan mencatat jalan desa/jalan lingkungan yang
dibangun menggunakan belanja modal sebagai aset di neraca?
A: Sesuai dengan Paragraf 11 PSAP 07, Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan,
irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Dengan demikian jalan desa yang dibiayai
dari belanja modal dicatat sebagai aset tetap jalan pemda dan diungkap dalam CALK
bahwa jalan tersebut dibangun di atas tanah milik desa.

55. Q: Pemerintah Kabupaten X mempunyai kegiatan pembangunan gedung 3 lantai yang


akan digunakan sebagai rumah sakit dengan pembiayaan secara bertahap. Biaya
perencanaan Rp300.000.000,00 dan biaya pengawasan dianggarkan sebesar
Rp450.000.000,00. Biaya Konstruksi Tahap I (tahun 20xx) sebesar
Rp10.000.000.000,00 dan Biaya Konsultan Pengawas (tahun 20xx) sebesar
Rp400.000.000,00. Tahap 2 direncanakan akan dianggarkan pada tahun 20xx+2
sebesar Rp5.000.000.000,00. Tahap 1 telah selesai dengan menghasilkan Gedung 2

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 19


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

lantai dan sudah dapat digunakan untuk operasional rumah sakit dan telah dibayarkan
pada tahun 20xx.
Pertanyaan:
a. Bagaimana perlakuan akuntansi untuk gedung 2 lantai tersebut pada tahun 20xx?
b. Berapa nilai yang harus diakui pada tahun 20xx?

A: Atas permasalahan tersebut diperlakukan sebagai berikut:


1) Untuk gedung 2 lantai yang sudah selesai dan digunakan, dicatat sebagai
konstruksi dalam pengerjaan sesuai dengan Bultek No.09 paragraf B Point (4)
baris 41 yang menyatakan bahwa "Apabila sebagian aset tetap yang dibangun
telah selesai, dan telah digunakan/dimanfaatkan, maka bagian yang digunakan
atau dimanfaatkan masih diakui sebagai KDP".
2) Nilai yang harus dicatat sebagai KDP dengan uraian sebagai berikut:
Biaya Konstruksi Tahap I (tahun 20xx) Rp10.000.000.000,00
Biaya Konsultan Pengawas (tahun 20xx) Rp 400.000.000,00
Biaya Perencanaan (tahun 20xx) Rp 300.000.000,00
Rp10.700.000.000,00

56. Q: Untuk rumah jabatan yang berstatus barang milik daerah, sesuai PP Nomor 27 Tahun
2014 maka pengaturannya diserahkan kepada Kepala Daerah selaku pemegang
kekuasaan pengelolaan barang milik daerah dan Sekda selaku Pengelola Barang.
Untuk itu, jika ada pertentangan antara Perda tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah dengan Peraturan Menteri dan/atau Keputusan Menteri, baik Menkeu maupun
Mendagri, sejauh mana kita dapat mempermasalahkan hal ini. Apakah menjadi
temuan pemeriksaan terkait kepatuhan atau tidak?

A: Jika Perda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi maka hal ini menjadi temuan kepatuhan dengan rekomendasi agar
Perda disesuaikan dengan ketentuan yang lebih tinggi dan peraturan pelaksanaannya.

57. Q: LKPD Pemda ABC TA 2014 mendapat opini WDP atas Aset Tetap, pada Tahun 2015
melakukan inventarisasi kembali atas aset tetap. Bagaimana koreksi saldo aset tetap
atas hasil inventarisasi tersebut? Apakah cukup dikoreksi pada tahun berjalan (LKPD
TA 2015) atau restatement tahun 2014?

A: PSAP No. 10 menyatakan antara lain bahwa koreksi kesalahan dilakukan segera
setelah ditemukannya kesalahan tersebut. Atas hasil inventarisasi aset tersebut,
dilakukan koreksi/penyesuaian atas aset tetap dan akun lainnya yang terpengaruh
untuk LKPD TA 2015.

58. Q: Apabila terdapat aset tetap yang dicatat gelondongan (tidak dirinci per satuan) namun
setelah dilakukan inventarisasi barang tersebut dapat dirinci dan ternyata nilainya
berbeda? Apakah dikoreksi nilainya saja, atau dikoreksi (di-breakdown) menjadi
satuan?

A: Mengoreksi nilai dan merinci menjadi satuan dalam buku inventaris/KIB masing-
masing.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 20


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

59. Q: Pengakuan KDP pada akhir tahun, apakah senilai akumulasi s.d. pembayaran belanja
(SP2D) terakhir atau menyesuaikan dengan progres fisik?

A: Pengakuan nilai KDP pada akhir tahun (posisi 31 Desember) dicatat sebesar nilai
progres fisik pekerjaan berdasarkan berita acara antara entitas dan rekanan. Selisih
antara akumulasi pembayaran s.d. SP2D terakhir dengan nilai progres fisiknya diakui
sebagai Utang Kepada Pihak Ketiga. Jika fisiknya lebih besar dibandingkan realisasi
keuangan, maka selisihnya diakui sebagai utang kepada pihak ketiga. Jika sebaliknya,
diakui sebagai belanja dibayar dimuka dan diangkat sebagai temuan kepatuhan.
Penjelasan tersebut sesuai dengan Bultek No. 15 tentang Aset Tetap Akrual pada
pengukuran konstruksi secara Kontrak Konstruksi.

60. Q: Bagaimana perlakuan penyusutan atas aset tetap yang tahun perolehannya belum
jelas?

A: Terhadap aset tetap yang tahun perolehannya diindikasikan sebelum neraca awal,
dapat dipertimbangkan tahun perolehannya dianggap pada saat neraca awal pemda
ditetapkan.

61. Q: Bagaimana perhitungan penyusutan terkait penyesuaian atas nilai aset tetap pada
tahun berjalan menjadi nilai yang lebih wajar (misal, tadinya masih bernilai Rp0 dan
Rp1?)

A: Perhitungan penyusutan atas penyesuaian nilai aset tetap yang tadinya masih bernilai
Rp0 dan Rp1, diperlakukan secara prospektif (ke depan). Beban penyusutan per tahun
adalah sebesar nilai hasil penyesuaian tersebut dibagi dengan sisa masa manfaat
sejak dilakukan penyesuaian nilai tersebut.

62. Q: Bagaimana perlakuan atas penemuan aset tetap yang belum tercatat pada tahun
berjalan, yang pada dasarnya sudah diperoleh pada periode tahun-tahun
sebelumnya?

A: Aset Tetap tersebut harus dikoreksi/diakui pada tahun berjalan dengan menambah
nilai ekuitas (disajikan sebagai Dampak perubahan kebijakan akuntansi/kesalahan
mendasar) di LPE sebesar nilai buku aset tetap posisi awal tahun berjalan, dengan
pertimbangan aset tetap tersebut seharusnya telah mulai disusutkan sejak tahun
perolehannya. Sementara itu, beban penyusutan tahun berjalan atas aset tetap
tersebut dilaporkan dalam periode tahun berjalan dalam Laporan Operasional.

63. Q: Dalam hal pengadaan tanah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah apabila
pembayaran dilakukan melewati satu tahun anggaran (sistem termin) dan pembayaran
pada tahun pertama hanya berdasarkan surat perjanjian/Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB), bagaimana pengakuan aset tetap atas realisasi belanja tanah tersebut,
apabila penguasaan tanah tersebut belum berpindah kepemilikan atas nama
pemerintah daerah dan dokumen kepemilikan tanah secara sah belum dialihkan
kepada pemerintah daerah.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 21


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Berdasarkan Paragraf 19 PSAP 07, saat pengakuan aset akan dapat diandalkan
apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau
penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan
bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum
dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti
pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat
kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada
saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah berpindah,
misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama
pemilik sebelumnya. Dengan demikian, pengadaan tanah tersebut belum dapat diakui
sebagai aset tetap tanah Pemda, dicatat sebagai Belanja Dibayar Dimuka

64. Q: Pemda telah menentukan umur per jenis aset tetap dalam rangka penyusutan. Adanya
beberapa kali kegiatan rehab pada aset tetap yang sama dengan nilai rehab yang
dikapitalisasi menyebabkan penambahan umur aset tetap. Kondisi tersebut
mengakibatkan umur aset tetap melampaui umur yang seharusnya diatur pada
kebijakan akuntansi. Apakah hal tersebut diperbolehkan?

A: Hal ini disesuaikan dengan kebijakan akuntansi yang diterapkan secara konsisten.
Tambahan umur aset tetap tidak boleh melampaui umur ekonomis yang ditetapkan
dalam kebijakan akuntansi.

65. Q: Pada kondisi pekerjaan konstruksi yang belum selesai 100%, di mana kontrak sudah
diputuskan dan dibayar pemda sesuai progress fisik (BAPP) serta jaminan
pelaksanaan tidak dicairkan, namun rekanan tidak di-blacklist dan tetap melanjutkan
pekerjaannya sampai 100%. Bagaimana dampak ke akun aset tetap dan utang pihak
ketiga pada laporan keuangan?

A: Aset Tetap – KDP diakui sebesar realisasi progress fisik pada saat putus kontrak.
Selisih progress fisik 100% dengan realisasi progress fisik pada saat putus kontrak
tidak dapat diakui sebagai utang. Pengakuan utang dapat dilakukan apabila telah ada
putusan hukum atau kesepakatan hukum untuk pembayaran selisih progress fisik
tersebut dalam APBD dan Aset Tetap tersebut telah dicatat dalam BMD.

66. Q: Tindak lanjut atas aset tetap yang tidak diketahui lokasinya.
Salah satu kualifikasi dalam LK adalah Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan yang
diperoleh setelah neraca awal tidak dilengkapi dengan rincian lokasi maupun
luasannya. Meskipun telah berusaha melakukan inventarisasi, tetapi karena
keterbatasan dokumen pendukung, Pemda kesulitan melakukan penelusuran dan
melengkapi data lokasi Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut. Bagaimana
solusi atas permasalahan tersebut? Apakah Pemda dapat melakukan penghapusan
atas Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut?

A: Pemerintah daerah dapat melakukan reklasifikasi atas Aset Tetap yang tidak
ditemukan dari hasil inventarisasi tersebut ke Aset Lain-lain dan melakukan proses
penghapusan Aset Tetap sesuai ketentuan. Pemeriksa agar menguji pelaksanaan
inventarisasi secara sampel untuk memastikan apakah aset tetap tersebut telah
memenuhi syarat untuk dilakukan penghapusan.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 22


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

67. Q: Perubahan periode penyusutan dari tahunan menjadi bulanan


Kebijakan penyusutan aset tetap telah diberlakukan di pemda untuk penyusunan
Neraca per 31 Desember 20x1. Perhitungan penyusutan aset tetap dilakukan secara
otomatis dengan menggunakan sistem aplikasi ATISISBADA. Pada tahun 20x2,
dilakukan perubahan kebijakan akuntansi yang antara lain mengubah periode
penyusutan dari bulanan menjadi tahunan. Terkait perubahan kebijakan akuntansi
tersebut, dilakukan perhitungan ulang atas penyusutan sejak tahun 20x1 dengan
memberlakukan periode penyusutan tahunan. Dengan adanya perhitungan ulang
tersebut, terjadi perubahan akumulasi penyusutan per 31 Desember 20x1. Apabila
terjadi perubahan kebijakan akuntansi penyusutan dari tahun ke bulan, apakah berlaku
surut?

A: Sesuai dengan PSAP 10 Paragraf 43-45, perubahan estimasi akuntansi, yang di


antaranya adalah perubahan periode penyusutan aset tetap, perlu disesuaikan antara
lain dengan pola penggunaan, tujuan penggunaan aset dan kondisi lingkungan entitas
yang berubah. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi disajikan pada
Laporan Operasional pada periode perubahan dan periode selanjutnya sesuai sifat
perubahan dan diungkapkan dalam CaLK.

68. Q: Bagaimana penilaian aset yang diterima karena pelimpahan urusan yang telah
diketahui tahun perolehan, nilai perolehan, nilai pengeluaran setelah perolehan awal,
estimasi umur ekonomis dan nilai akumulasi penyusutan, namun estimasi umur
ekonomis dan penyusutannya berbeda dengan pemerintah daerah yang menerima
pelimpahan aset tersebut (misalnya pemerintah kabupaten menerapkan metode
penyusutan garis lurus per bulan dan menetapkan estimasi umur ekonomis Bangunan
Gedung Tempat Kerja 50 tahun sementara pemerintah provinsi menerapkan
penyusutan per tahun dan menetapkan estimasi umur ekonomis Bangunan Gedung
Tempat Kerja 40 tahun)?

A: Pemerintah daerah yang menerima aset menerapkan secara konsisten kebijakan


akuntansi yang ditetapkan. Dampak atas perbedaan metode penyusutan atas aset
tetap yang dilimpahkan tersebut dapat diperhitungkan secara prospektif dalam laporan
keuangan.

69. Q: Aset Tetap berupa tanah dibawah jalan belum diakui oleh Pemda karena status tanah
merupakan tanah adat. Dikhawatirkan apabila ada pengakuan atas tanah dibawah
jalan (walaupun hanya pencatatan akuntansi) akan menimbulkan tuntutan ganti rugi
oleh masyarakat.

A: Atas tanah di bawah badan jalan yang merupakan tanah adat, diungkapkan secara
memadai dalam CaLK

70. Q: Untuk Aset sekolah yang diperoleh dari hibah, atau Aset Pemerintah Kabupaten/Kota
yang diperoleh dari hibah atau tukar guling. Apakah harus dilakukan penilaian asset
dulu dari Pihak independen? Bagaimana perlakuannya jika belum ada penilaian?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 23


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Proses tukar guling pasti dilengkapi BA dengan mencantumkan nilai dari masing
masing asset yang ditukar. Hasil penilaian berdasarkan perhitungan dari pihak
independen yang ditunjuk kedua belah pihak. Apabila belum dilakukan penilaian maka
perlu ada penjelasan di CaLK.

71. Q: Pemerintah Kabupaten/Kota telah menyerahkan Aset SMA/SMK ke Pemerintah


Provinsi berdasarkan BAST yang telah ditandatangani oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi dengan lampiran berupa rincian aset yang
dibedakan ke dalam 5 klasifikasi yaitu:
a. Aset ditemukan (Lampiran 1)
b. Aset tidak ditemukan (Lampiran 2)
c. Aset baru ditemukan (Lampiran 3)
d. Aset belum diinventarisasi (Lampiran 4)
e. Dokumen kepemilikan asset (Lampiran 5)
Kegiatan inventarisasi/validasi terhadap asset SMA/SMK yang diserahkan tersebut
dilaksanakan oleh pihak sekolah. Dokumen BAST yang ditandatangani oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi selanjutnya dijadikan dasar bagi
Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengeluarkan Aset SMA/SMK dari Neraca per 31
Des 2018. Sementara Pemerintah Provinsi hanya menyajikan Asset SMA/SMK
dengan klasifikasi Aset ditemukan (Lampiran 1), dan Aset baru ditemukan (Lampiran
3) dalam Neraca per 31 Des 2018, sedangkan Aset tidak ditemukan (Lampiran 2) dan
Aset belum diinventarisasi (Lampiran 4) diserahkan kembali ke Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk divalidasi/diinventarisasi.
Bagaimana menyikapi permasalahan tersebut, apakah terhadap Aset tidak ditemukan
(Lampiran 2) dan Aset belum diinventarisasi (Lampiran 4) perlu diusulkan koreksi
untuk disajikan kembali di Neraca Pemerintah Kabupaten/Kota, atau cukup
diungkapkan dalam CaLK Provinsi? Jika Pemerintah Kabupaten/Kota tidak bersedia
menyajikan kembali asset SMA/SMK tersebut, apakah berdampak pada kewajaran
penyajian Aset Lain-lain di Neraca Pemerintah Kabupaten/Kota?
Bagaimana tindak lanjut terhadap Aset tidak diketemukan (Lampiran 2) apakah perlu
dilakukan penghapusan sesuai mekanisme pengelolan BMD, atau dapat disesuaikan
melalui jurnal koreksi? Jika diperlukan mekanisme penghapusan, Pemda mana yang
berwenang untuk menghapuskan apakah Pemerintah Kabupaten/Kota atau
Pemerintah Provinsi?

A: Karena BAST telah ditandatangani dan dokumen BAST telah dilengkapi lampiran yang
menjelaskan kondisi Aset Tetap yang diserahterimakan, maka perlakuan akuntansi
atas kondisi tersebut berlaku untuk penyajian LKPD Provinsi. Aset belum
diinventarisasi (Lampiran 4) disajikan di Neraca Pemprov dan upaya inventarisasi
dilakukan oleh pemerintah Provinsi dengan berkoordinasi dengan pemkot/pemkab.
Sedangkan Aset Tidak Ditemukan (Lampiran 2) dicatat secara ekstrakomptabel dalam
CaLK Provinsi untuk dihapusbukukan.

ASET LAINNYA

72. Q: Terkait aset lainnya berupa barang rusak dan hilang, nilai yang tercantum saat ini
adalah nilai perolehan. Berkaitan dengan hal tersebut apakah pada tahun berjalan
harus disusutkan juga?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 24


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Untuk menerapkan penyusutan, prasyarat yang perlu dipenuhi adalah:


a. Identitas Aset yang kapasitasnya menurun;
b. Nilai yang Dapat Disusutkan;
c. Masa Manfaat dan Kapasitas Aset Tetap.
Dengan demikian, jika syarat-syarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka penyusutan
tidak dapat dilakukan. Penjelasan tersebut sesuai dengan Bultek No. 18 tentang
Akuntansi Penyusutan Berbasis Akrual.

73. Q: Bagaimana perlakuan akuntansi untuk dana/uang titipan rekanan atas pelaksanaan
sebuah kegiatan pada rekening yang dikelola daerah (misalnya jaminan reklamasi,
jaminan eksplorasi, jaminan bongkar reklame)? Apakah harus disajikan sebagai
bagian dari rekening kas daerah, atau disajikan sebagai aset lainnya, atau cukup
diungkapkan dalam CaLK?

A: Dana/uang titipan tersebut bukan merupakan bagian dari Kas Daerah tetapi dicatat
sebagai Kas yang Dibatasi Penggunaannya (kelompok Aset Lainnya) dengan
pertimbangan karena pemda telah menerima uang namun belum dapat ditentukan
apakah uang tersebut menjadi hak pemda atau bukan. Pencatatan dan pengakuan
pendapatan dalam kas daerah dilakukan ketika dana/uang titipan tersebut telah
menjadi hak Pemerintah. Sebagai ilustrasi:
Pencatatan pada saat diterimanya dana reklamasi:
Dr. Aset Non Lancar-Kas yang Dibatasi Penggunaannya xxx
Cr. Kewajiban-penerimaan dana reklamasi xxx
Pencatatan pada saat menjadi hak Pemerintah:
Dr. Kewajiban-penerimaan dana reklamasi xxx
Cr. Pendapatan Lain2-dana reklamasi xxx
Dr. Kas di Kas Daerah xxx
Cr. Aset Non Lancar-Kas yang Dibatasi Penggunaannya xxx
Referensi: Bultek No 14 tentang Akuntansi Kas.

74. Q: Bagaimana kebijakan BPK terkait Dana Bergulir berupa hewan ternak? Bagaimana
perlakuan atas kegiatan Pemda melaksanakan perguliran ternak ke masyarakat yang
dianggarkan di belanja modal namun di Neraca dicatat sebagai investasi non
permanen. Pemda mencatat sebagai investasi karena memperoleh hasil/
keuntungan/kontribusi berupa anak ternak dari perguliran tersebut. Bagaimana
perlakuan, pencatatan dan penganggarannya atas perguliran ternak tersebut (induk
maupun anak ternak).

A: Investasi dalam bentuk penggaduhan hewan ternak, tidak diklasifikasikan sebagai


investasi non permanen, melainkan sebagai aset lainnya. Hal ini karena dana bergulir
pada hakekatnya adalah pembiayaan dalam bentuk uang. Pengeluaran tersebut
dianggarkan sebagai Belanja Modal dan ternak yang dibeli dicatat sebagai Aset
Lainnya. Atas anak ternak tersebut, jika dijual dan uang hasil penjualannya disetorkan
ke Kas Daerah maka diakui sebagai pendapatan lain-lain.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 25


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

75. Q: Uang kerugian daerah yang sudah dikembalikan ke Kas Daerah, tapi oleh APH atau
Pengadilan disita sebagai barang bukti, bagaimana penyajiannya di Laporan
Keuangan?

A: Disajikan dalam akun Aset Lain-lain kelompok Aset Lainnya dan diungkapkan dalam
CaLK.

76. Q: Apakah Aset Tak Berwujud yang sudah tidak digunakan lagi, tetapi masih memiliki sisa
masa manfaat dapat dilakukan amortisasi sebesar 100%? Misalnya, aplikasi yang
sudah tidak digunakan karena berganti dengan aplikasi lain, tetapi beium habis
diamortisasi selama masa manfaatnya.

A: Definisi aset adalah adanya potensi/manfaat ekonomis yang akan diterima entitas di
masa yang akan datang. Sesuai Bultek No. 17 tentang ATB Akrual Bab V poin 5.1
Paragraf 18 menyatakan Amortisasi suatu ATB dengan masa manfaat terbatas tidak
berakhir jika aset tersebut tidak lagi digunakan, kecuali aset tersebut sudah sepenuhnya
disusutkan atau digolongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual. Poin 5.2 paragraf
15 menyatakan bahwa Dalam hal terjadi indikasi penurunan nilai yang lebih cepat dari
yang diperkirakan semula maka hal tersebut perlu diungkapkan secara memadai dalam
catatan atas laporan keuangan. Jika terbukti aset tak berwujud tersebut tidak lagi
memiliki manfaat ekonomis di masa mendatang, maka entitas dapat mengajukan
proses penghapusan aset tak berwujud. Penghapusan aset baru dapat dilakukan jika
proses penghapusan aset telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

77. Q: Salah satu jenis Aktiva Tak Berwujud (ATB) adalah software. Apakah SIMDA dan
SISMIOP dapat dikategorikan sebagai ATB jenis software dan bagaimana menentukan
nilai perolehan dan masa manfaatnya?

A: Merujuk pada Bultek SAP 17 tentang Akuntansi ATB Akrual, SISMIOP, SIMDA, SIPKD
merupakan hak cipta dan hak paten yang dimiliki oleh pengembang sistem, sehingga
tidak termasuk ATB Pemda.

UTANG

78. Q: Potongan PFK yang telah disetor oleh BUD ke bank setempat namun oleh pihak bank
masih tersimpan dalam rekening penampungan dan belum disetor ke Kas Negara,
apakah penyetoran tersebut bisa diakui sebagai penyetoran potongan PFK oleh
Pemda? Bagaimana status dana tersebut?

A:
a. Jika rekening penampungan tersebut adalah rekening penampungan milik bank
persepsi, maka kewajiban pemda telah selesai pada saat dilakukan penyetoran
ke bank. Status dana tersebut telah menjadi milik pemerintah pusat yang masih
ada di bank persepsi.
b. Jika rekening penampungan tersebut milik Pemda, maka nilai tersebut harus
disajikan dalam akun Kas di Kasda dan Utang PFK. Pemeriksa harus melakukan
prosedur audit untuk meyakini bahwa: a) sampai dengan pemeriksaan terinci dana
tersebut telah disetor ke Kas Negara, 2) dana tersebut tidak digunakan untuk

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 26


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

kepentingan lain, dan 3) kondisi tersebut bukan karena sistem perbankan, namun
karena batas waktu operasional akhir tahun yang ditetapkan oleh BI.

79. Q: Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap dana BOS yang pada akhir tahun belum
disalurkan ke sekolah-sekolah yang seharusnya menerima sesuai dengan SK
Gubernur dan dana Desa yang pada akhir tahun belum disalurkan ke desa-desa yang
seharusnya menerima sesuai dengan SK Bupati?

A: Dana BOS merupakan hak sekolah sedangkan Provinsi hanya menyalurkan dana ke
sekolah, demikian juga dengan Dana Desa, di mana Kabupaten hanya menyalurkan
dana ke Desa. Oleh karena itu ketika telah ada SK Gubernur dan Bupati yang merinci
secara definitif sekolah dan desa penerima serta jumlahnya, maka Provinsi dan
Kabupaten mempunyai kewajiban untuk menyalurkan dana. Karena itu jika sampai
dengan 31 Desember terdapat dana BOS dan Desa yang belum disalurkan ke sekolah
dan Desa, maka Provinsi dan Kabupaten harus mencatatnya sebagai Utang,
sedangkan dana yang belum disalurkan disajikan sebagai akun Kas yang dibatasi
penggunaannya.

80. Q: Bagaimana perlakuan akuntansi untuk akun kewajiban pada tanggal neraca apabila
ditemukan perbedaan pengakuan jumlah kewajiban antara pihak ketiga dengan
Pemda namun sampai pemeriksaan berakhir rekonsiliasi belum terlaksana/belum
selesai?
Contoh:
Hasil konfirmasi/klarifikasi atas Utang Tagihan pada PT X diketahui Tagihan utang PT
X menurut versi PT X lebih besar dibandingkan angka yang disajikan Pemda di neraca.

A: Secara umum informasi dari pihak ketiga lebih dapat diyakini daripada informasi dari
auditee namun bukan berarti informasi tersebut tidak perlu diklarifikasi kembali.
Pemeriksa harus memperoleh keyakinan memadai dengan dukungan bukti yang
cukup bahwa suatu akun telah disajikan secara wajar. Jika terdapat informasi yang
berbeda antara pihak ketiga dan auditee maka pemeriksa harus dapat menguji
informasi mana yang lebih andal, namun jika data pendukung yang diperlukan untuk
menguji tidak tersedia dan diprediksi adanya kemungkinan salah saji yang material
maka jadikan temuan pemeriksaan dengan permasalahan pembatasan lingkup.

81. Q: Pemda mencatat adanya Utang Retensi pada neraca yang sudah lebih dari 5 tahun
tidak diklaim oleh rekanan yang bersangkutan, apakah utang retensi tersebut boleh
dihapuskan? Bagaimana mekanisme penghapusannya?

A: Sesuai PSAP 09 par 76, penghapusan utang adalah pembatalan tagihan oleh kreditur
kepada debitur, baik sebagian maupun seluruh jumlah utang debitur dalam bentuk
perjanjian formal diantara keduanya. Jika penghapusan utang dilakukan tidak sesuai
dengan standar, diperlukan prosedur pemeriksaan tambahan untuk menyakini
kewajaran proses penghapusan yang dilakukan oleh pemda.

82. Q: Bagaimana perlakuan akuntansi atas tunjangan profesi guru yang sampai dengan 31
Desember belum dibagikan kepada yang berhak dan dananya masih disimpan oleh
BUD?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 27


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Atas tunjangan profesi guru yang sampai dengan 31 Desember belum dibagikan
kepada yang berhak, pemda mengakui adanya kewajiban. Sementara itu, dana yang
belum disalurkan disajikan sebagai akun Kas yang dibatasi penggunaannya.
Referensi: Bultek No. 14 dan 21.

83. Q: Bagaimana jika terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
yang menimbulkan konsekuensi kepada pemerintah daerah untuk membayar kepada
pihak penggugat. Apakah nilai putusan pengadilan tersebut dapat diakui sebagai
Utang?

A: Atas putusan pengadilan tersebut, pemerintah daerah cukup mengungkapkan hal


tersebut pada CALK dan tidak perlu mengakui utang sampai dengan adanya
penetapan anggaran untuk pembayaran kewajiban sesuai putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap. Perlakuan tersebut mengacu pada kebijakan
akuntansi pemerintah pusat (PMK 224/PMK.05/2016).

84. Q: Bagaimana perlakuan akuntansi atas kelebihan penyetoran PFK oleh BUD yang
mengakibatkan Utang PFK yang disajikan di Neraca bersaldo negatif, apakah
penyajiannya tersebut telah tepat/lazim dilihat dari treatment akuntansinya? Jika tidak,
bagaimana penyajian yang tepat atas transaksi tersebut?

A: Terhadap permasalahan tersebut, Pemeriksa agar melakukan penelusuran lebih lanjut


untuk memastikan adanya kelebihan penyetoran PFK, dan jika tidak dapat diketahui
atau dijelaskan, maka diakui sebagai beban non operasional atau beban luar biasa.

85. Q: Utang Jangka Panjang-Pinjaman Pemerintah Pusat oleh pemda sudah tidak dapat
ditelusuri lagi jumlah terutang karena berdasarkan hasil konfirmasi ke Kementerian
Keuangan dan BRI sebagai bank penerima angsuran pembayaran utang, data tentang
utang tersebut sudah tidak dapat diperoleh kembali. Apakah hutang tersebut sudah
dapat diproses untuk penghapusan?

A: Terhadap kewajiban tersebut tetap disajikan sebagai Utang Jangka Panjang di Neraca.
Proses penghapusan utang dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan PSAP No.
9 paragraf 76 – 81. Dihapus apabila terdapat surat pembatalan atau pembebasan
tagihan dari kreditur dhi. Pemerintah Pusat.

AKUN-AKUN LRA DAN LO

PENDAPATAN

86. Q : Bagaimana perlakuan dana-dana bantuan yang langsung diterima satker pemda
namun digunakan tidak melalui mekanisme APBD, contohnya block grant dari
kementerian, CSR, apakah perlu dicatat di LO dan LRA atau hanya LO saja?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 28


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Seluruh penerimaan dan pengeluaran yang diterima atau dikeluarkan oleh OPD baik
berupa barang maupun uang yang tidak melalui Kas Daerah dimasukkan dalam
Laporan Operasional (LO).

87. Q: Bagaimana perlakuan terhadap pendapatan pajak yang berdasarkan taksasi pada
sistem pemungutan self assessment?

A: Merujuk pada FAQ No. 26. Pada dasarnya pendapatan pajak daerah pada sistem
pemungutan self assesment berdasarkan data (pembukuan) riil pada wajib pajak. Jika
pendapatan pajak daerah hasil taksasi secara signifikan berbeda dengan hasil
pembukuan riil wajib pajak, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya fraud. Nilai perbedaan antara hasil taksasi dengan hasil
pembukuan riil wajib pajak harus diusulkan untuk menerbitkan SKPDKB (Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar). Agar disusun temuan pemeriksaan.

88. Q: Bagaimana jika terdapat pemerintah daerah yang masih melakukan pemungutan pajak
dan retribusi daerah, namun peraturan daerah yang mengatur pemungutan tersebut
telah dibatalkan oleh ketentuan yang lebih tinggi? Pemungutan PAD tanpa didasari
oleh Peraturan Daerah dan Pemungutan PAD di daerah pemekaran menggunakan
Perda induk, tetapi di Induk Perda tersebut telah dicabut.

A: Kondisi ketidakpatuhan ini diungkap dalam temuan pemeriksaan. Nilai realisasi


pendapatan yang telah diterima disajikan dalam LRA dan LO sebagai pendapatan
dalam kelompok akun Lain-lain PAD yang Sah, serta diungkap dalam CALK.

89. Q: Retribusi parkir telah ditetapkan tarifnya menggunakan Perda. Untuk operasionalnya
diserahkan kepada pihak ketiga, dimana pihak ketiga juga meminta fee atas
pengoperasiannya tersebut. Bagaimana penyelesaiannya, apakah tarifnya dinaikkan
(tidak sesuai dengan Perda) dan selisihnya untuk pihak ketiga, atau fee pihak ketiga
itu dianggap belanja operasional?

A: Berdasarkan Pasal 160 ayat (5) UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah, tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan
Kepala Daerah. Dengan demikian, apabila pemungutan retribusi parkir dilakukan oleh
pihak ketiga maka harus berdasarkan Perkada tentang Tata cara pelaksanaan
pemungutan Retribusi. Apabila belum ada perkada tersebut, dibuat Temuan
Pemeriksaan atas aspek kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

90. Q: Bagaimana perlakuan akuntansi pada LKPD Tahun 20XX atas pendapatan hibah non
kas dari Pemerintah Pusat dan Pengeluaran Pembiayaan-Penyertaan Modal Non Kas
ke BUMD-PDAM yang ditujukan untuk pemutihan hutang PDAM (Sebagaimana yang
diatur dalam Permendagri No 48 Tahun 2016 tentang pedoman pemberian hibah dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan penyertaan modal pemda kepada
PDAM dalam rangka penyelesaian hutang PDAM kepada Pemerintah Pusat secara
non kas).

A: Jurnal pendapatan hibah non kas dan penyertaan modal ke PDAM adalah sebagai
berikut:

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 29


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Investasi Jk Pjg-Penyertaan Modal xxx


Pendapatan Hibah-LO xxx
Pengeluaran Pembiayaan-Penyertaan modal pada BUMD xxx
Pendapatan Hibah-LRA xxx

91. Q: Ketentuan dalam PP 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana, Pasal 7 mengatur antara lain bahwa:
a. ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat
dalam penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c;
b. ayat (3), Dana yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang diterima oleh pemerintah daerah dicatat dalam APBD.
Pertanyaan:
a. Apakah pengertian dari “dicatat dalam APBD” pada PP 22 Tahun 2008 tersebut
adalah juga termasuk harus disetor ke Kas Daerah?
b. Jika termasuk, apakah atas penggunaan langsung tersebut dapat dipertimbangkan
untuk menjadi pengecualian?
c. Apabila terdapat sisa atas dana Bantuan Bencana tersebut, bagaimana perlakuan
terdapat sisa dana tersebut?

A: Seluruh penerimaan dan pengeluaran yang diterima atau dikeluarkan oleh SKPD baik
berupa barang maupun uang yang tidak melalui Kas Daerah dimasukkan dalam
Laporan Operasional (LO), termasuk transaksi penerimaan dan pengeluaran dana
bantuan bencana seperti tersebut di atas. Dana bantuan tersebut disajikan dalam LO
sebagai Pendapatan-LO dan Beban yang dirinci berdasarkan realisasinya (Beban
Pegawai, Beban Persediaan, Beban Jasa) serta penyajian Aset tetapnya di Neraca
(apabila ada). Pencatatan di LO harus melalui mekanisme pelaporan dan pengesahan
oleh SKPD dan SKPKD.
Sisa dana tersebut disajikan sebagai Kas Lainnya – Sisa Dana Bantuan, sesuai
dengan Bultek Nomor 14 tentang Akuntansi Kas yang menyatakan bahwa saldo kas
akibat penerimaan pada rekening bank dilaporkan di neraca SKPD sebagai Kas
Lainnya.
Terkait dengan pencatatan transaksi tersebut dalam Laporan Realisasi Anggaran
(LRA) didasarkan pada kebijakan akuntansi dan penganggaran masing-masing
pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah telah mencantumkan dalam kebijakan
akuntansinya dan menganggarkan transaksi tersebut, maka dapat dicatat di LRA,
namun jika tidak diatur dalam kebijakan akuntansi dan belum ada penganggarannya,
maka tidak perlu dicatat pada LRA.

92. Q: Apakah dasar hukum bentuk Format Laporan Operasional yang harus disusun
Pemda? Apakah sesuai dengan SAP atau Permendagri?

A: Dalam PSAP 12 par 15, Contoh format Laporan Operasional disajikan dalam ilustrasi
PSAP 12.A, PSAP 12.B, dan PSAP 12.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan
bukan merupakan bagian dari standar.
Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Klasifikasi ekonomi untuk
pemerintah daerah terdiri dari beban pegawai, beban barang, beban bunga, beban

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 30


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset tetap/amortisasi,
beban transfer, dan beban tak terduga.

93. Q: Bagaimana perlakuan atas bunga tabungan/jasa giro rekening dana kapitasi JKN,
apakah disetor ke Kas daerah dan diakui sebagai pendapatan jasa giro atau dana
tersebut tetap ada di rekening JKN untuk digunakan sebagai pengeluaran JKN?

A: Terhadap bunga tabungan/jasa giro rekening dana kapitasi JKN diakui sebagai
pendapatan daerah dengan mekanisme pencatatan disesuaikan dengan kebijakan
akuntansi pemerintah daerah (PP 12 Th 2019 Pasal 129).

BELANJA/BEBAN

94. Q: Apabila anggaran belanja daya dan jasa tidak cukup tersedia dalam DPA, Pemda
mengkompensasi penerimaan PPJU-nya dengan kekurangan belanja daya dan jasa
tersebut. Bagaimana sikap auditor atas hal tersebut?

A: Pada prinsipnya pendapatan harus dicatat secara bruto. Jika auditor menemukan
Pemda yang melakukan pencatatan pendapatan secara netto maka auditor
mengungkap masalah tersebut dalam temuan pemeriksaan.
Masalah tersebut tidak dapat dikoreksi dalam LRA karena:
1) Pemerintah Daerah tidak diperkenankan mengeluarkan belanja yang tidak
dianggarkan atau tidak cukup tersedia.
2) Transaksi tersebut terkait asersi kelengkapan (completeness) atas belanja dan
pendapatan yang disajikan.
3) Diungkapkan dalam CALK akun belanja dan pendapatan LRA secara memadai.
Masalah tersebut dapat disajikan sebagai Beban dan Pendapatan-LO.

95. Q: Bagaimana penyajian di LK atas SP2D yang telah diterbitkan, tetapi kas belum keluar
dari rekening Pemda di Bank? Bagaimana apabila hasil rekonsiliasi menunjukkan
saldo kas negatif karena nilai SP2D yang terbit pada tahun x dan belum dicairkan
(outstanding) sampai pada 30 Desember tahun x melebihi dana yang tersedia di Kas
Daerah?
A:
a. Nilai SP2D yang telah diterbitkan namun kas belum dicairkan dari rekening kasda
disajikan sebagai realisasi belanja pada LRA dan LAK. Apabila SP2D tersebut
merupakan beban maka dapat disajikan sebagai Beban di LO.
b. Kas Daerah yang disajikan di neraca adalah kas yang ada di rekening koran
setelah direkonsiliasi. Ungkapkan dalam CaLK atas akun Kas di Neraca dan LAK,
bahwa terdapat SP2D yang belum dicairkan.
Pemerintah daerah dapat mengalami kekurangan kas dalam jumlah yang cukup
besar karena merealisasikan anggaran belanja yang tidak diimbangi dengan
realisasi pendapatan. Kondisi tersebut dapat menjadi temuan pemeriksaan karena
tidak sesuai dengan PP No.58 Tahun 2005 Pasal 65 ayat (3) huruf c. Selain itu,
auditor perlu melakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat
permasalahan yang signifikan.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 31


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

96. Q: Bagaimana bila dalam pemeriksaan LK ditemukan kesalahan pembebanan atau fakta
tidak sesuai dengan realisasi anggaran yang tersaji contoh: tersaji realisasi anggaran
membeli mobil ternyata yang dibeli kambing?

A:
a. Tidak perlu dilakukan koreksi pembukuan pada LRA. Koreksi pembukuan
dilakukan di Neraca untuk: 1) kapitalisasi Aset Tetap yang dihasilkan dari belanja
selain Belanja Modal dan 2) tidak mengkapitalisasi pengeluaran yang tidak
menghasilkan Aset tetap dari Belanja Modal yang digunakan untuk jenis belanja
lain.
b. Diungkapkan dalam CaLK pada pos realisasi anggaran (seperti contoh: Belanja
Mobil).
c. Untuk menilai dampaknya terhadap opini dapat mengacu pada Buku Panduan
Pemeriksaan LKPD.
d. Dibuatkan temuan pemeriksaan apabila bersifat material.

97. Q: Uang muka yang belum dipertanggungjawabkan di akhir tahun untuk belanja barang/
jasa, bagaimana pengakuan belanja dan bebannya?

A: Apabila menggunakan dana UP/TU, belanja tidak dapat dicatat apabila belum
dipertanggungjawabkan sebagai GU/TU nihil dan disahkan oleh unit perbendaharaan.
Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi aset, terjadinya
penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.

98. Q: Permasalahan kesalahan penganggaran harus dibuatkan pedoman yang lebih jelas.
a. Apakah kesalahan itu yang disebabkan karena pemerintah daerah tidak bisa
menghindari adanya kesalahan tersebut? Misalnya penggunaan DAK, BOS atau
bantuan lain yang sifatnya mengikat.
b. Atau kesalahan yang secara sistematis dilakukan Pemda untuk menyamarkan
suatu kegiatan. Misalnya belanja hibah dianggarkan dalam belanja modal. Apabila
dianggarkan di belanja hibah akan kelihatan besar sekali belanja hibahnya.
A: Kondisi tersebut diperlakukan sebagai berikut:
a. Bila kesalahan penganggaran berasal dari ketentuannya (ketentuan teknis tertentu
dari pemerintah pusat/instansi teknis terkait untuk BOS, DAK, dll), hal ini merupakan
permasalahan yang diluar kendali Pemda, dan tidak perlu dipermasalahkan.
b. Untuk kesalahan penganggaran yang dilakukan untuk menyamarkan kegiatan atau
melakukan kegiatan dengan substansi yang berbeda, maka diungkap dalam
temuan pemeriksaan. Apabila kesalahan penganggaran tersebut bersifat
sistematis, terstruktur dan masif maka estimasi dampaknya terhadap penyajian
laporan keuangan (ref. Lampiran 9.2 Panduan Pemeriksaan LKPD Berbasis Akrual).

99. Q: Apabila diketahui pemerintah daerah per 31 Desember memiliki kewajiban kepada
pihak ketiga atas pengadaan barang/jasa yang sebelumnya tidak dialokasikan pada
APBD tahun berjalan, bagaimana pengaruhnya pada opini dan bagaimana perlakuan
akuntansinya?
Dalam hal terjadi belanja yang tidak ada anggarannya (voorfinanciring), apakah
pemda harus mengakui utang belanja?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 32


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Apakah bisa dilakukan koreksi atas hutang atau cukup hanya dicatat dalam Catatan
atas Laporan Keuangan?

A: Mengacu pada UU No.1 Tahun 2004 Pasal 3 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Setiap
Pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban
APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau
tidak cukup tersedia”, maka kondisi di atas diungkap dalam temuan pemeriksaan dan
diusulkan diungkap dalam CALK sebagai penjelasan kewajiban kontijensi (belum ada
dasar pengakuan kewajiban secara pasti karena belum jelas apakah Pemda atau
oknum pejabat Pemda yang bertanggung jawab). Untuk menilai dampaknya terhadap
opini dapat mengacu pada Buku Panduan Pemeriksaan LKPD terkait dengan
Pertimbangan Profesional Pengambilan Kesimpulan Opini Laporan Keuangan
(Lampiran 9.2).

100. Q: Apabila terdapat sisa dari SP2D LS, apakah sisa tersebut dikembalikan ke kas daerah
atau dianggap sebagai realisasi belanja? Contoh: SP2D LS gaji pambakal (Lurah).

A: Pemeriksa harus menguji apakah sisa SP2D-LS merupakan kelebihan belanja atau
porsi belanja yang belum sempat disalurkan.
1) Jika merupakan kelebihan belanja maka harus disetorkan:
a) Penyetoran yang dilakukan pada tahun berjalan mengurangi belanja dan beban.
b) Penyetoran dilakukan tahun berikutnya maka dilakukan koreksi per 31 Desember
yaitu mengurangi beban dan mengakui Kas Lainnya (di Bendahara
Pengeluaran) pada tahun anggaran yang diperiksa namun tidak perlu
mengoreksi belanja. Hal tersebut diungkap dalam CaLK pada akun belanja dan
akun Kas Lainnya. Pada saat disetorkan ke Kas Daerah penyetoran tersebut
diakui sebagai lain-lain PAD yang sah (LRA) dan reklasifikasi dari Kas Lainnya
ke Kas di Kasda (Neraca).
Bila merupakan porsi belanja (telah diuji oleh pemeriksa) yang belum sempat
disalurkan, maka dibuatkan jurnal koreksi untuk mengakui Kas Lainnya dan Kewajiban
kepada pihak lain (reff. Bultek No. 08 Akuntansi Utang halaman 18).

101. Q: Bagaimana pengakuan atas Belanja LS, yang masih berada di Bendahara
Pengeluaran SKPD sampai dengan akhir tahun belum diserahkan kepada pihak ke-3.

A: Diungkap dalam temuan pemeriksaan, kasus perkasus, khususnya pencairan SP2D-


LS yang tidak langsung kepada pihak ketiga. Terhadap sisa SP2D-LS pemeriksa harus
menguji apakah merupakan kelebihan belanja atau porsi belanja yang belum sempat
disalurkan. Bila merupakan porsi belanja (telah diuji oleh pemeriksa) yang belum
sempat disalurkan, maka dibuatkan jurnal koreksi untuk mengakui Kas Lainnya dan
Kewajiban kepada pihak lain.
Referensi: Bultek No. 22 tentang Akuntansi Utang Berbasis Akrual.

102. Q: Apakah Belanja Bantuan Keuangan dapat disajikan sebagai Belanja Operasi dalam
LRA? Apabila LRA Pemda menyajikan Belanja Bantuan Keuangan, apakah dapat
dinyatakan salah anggaran, atau Tim Pemeriksa harus melakukan konversi sesuai
dengan Bultek No.3?

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 33


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

A: Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Permendagri No. 21 Tahun 2011 dinyatakan bahwa
Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf g digunakan untuk
menganggarkan bantuan keuanganyang bersifat umum atau khusus dari provinsi
kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya
atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa, dan pemerintah daerah
lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan dan
kepada partai politik.
Dalam PSAP 02 maupun Bultek No.04, tidak diatur secara jelas adanya akun Belanja
Bantuan Keuangan, namun disebutkan adanya pengeluaran dalam kelompok transfer,
yaitu pengeluaran uang dari entitas pelaporan kepada entitas pelaporan lain, seperti
pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh
pemerintah daerah. Berdasarkan definisi tersebut, maka Belanja Bantuan Keuangan
disajikan sebagai belanja transfer lainnya dan diluar belanja operasi. Mengacu pada
definisi transfer tersebut, maka bantuan keuangan kepada pemerintah dan/atau
pemerintah daerah di catat pada akun Bantuan Keuangan kepada Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah dalam kelompok Belanja Transfer di LRA dan Beban
Transfer di LO. Sedangkan bantuan keuangan kepada Partai Politik dicatat pada
Bantuan Keuangan kepada Partai Politik dalam kelompok Belanja Operasi di LRA dan
Beban Lain-lain di LO, dan tidak dikonversi.

103. Q:
a. Pemerintah Provinsi menganggarkan dana BOS bukan pada belanja hibah, tetapi
pada belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal;
b. Risiko kurang saji atas pencatatan aset yang mungkin timbul dari pengeluaran
belanja modal.
Bagaimana sikap BPK apabila dalam pemeriksaan diketemukan hal-hal tersebut?

A:
a. Jika pemerintah provinsi menganggarkan dana BOS bukan pada belanja hibah,
tetapi pada belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal, maka dibuat
temuan salah klasifikasi anggaran dan pertimbangan pengaruhnya terhadap opini
mengacu pada ketentuan salah klasifikasi anggaran yang telah dimuat dalam Buku
Panduan LKPD.
b. Atas hal tersebut, tim pemeriksa melakukan pengujian lebih lanjut dengan
membandingkan realisasi dana BOS dengan penambahan aset.

104. Q: Bagaimana pelaksanaan pekerjaan yang bersumber dari dana DAK pendidikan yang
diswakelolakan ke komite sekolah tetapi penyelesaiannya terlambat dan melewati
tahun anggaran?

A: Dapat dilaksanakan jika hal tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Kepala Daerah
tentang Pelaksanaan APBD.

105. Q: Apakah Belanja Pegawai (honorarium) dan Belanja Barang dan Jasa (misalnya utang
atas belanja bahan persediaan, cetak dan penggandaan, perjalanan dinas dll) yang
telah direalisasikan di tahun berjalan namun pengajuan pembayarannya ditolak BUD
karena ketiadaan kas di kas daerah (dana kas daerah tidak mencukupi pada tanggal
31 Desember) dapat diakui sebagai utang jangka pendek lainnya? Jika dapat diakui

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 34


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

sebagai utang, apakah diperlukan reviu/pemeriksaan SPJ atau bukti pertanggung


jawaban pengeluaran tersebut oleh pihak Inspektorat Daerah untuk meyakini bahwa
transaksi yang diakui utang tersebut merupakan transaksi yang benar terjadi dan dapat
diyakini keterjadiannya? Bagaimana jika pemda tetap mengakui utang tanpa adanya
reviu/pemeriksaan Inspektorat Daerah terlebih dahulu, apakah dapat mempengaruhi
opini?
Asumsi: tim pemeriksa kesulitan menguji kebenaran keterjadian transaksi pengeluaran
karena waktu dan nilai utang yang sangat signifikan. Pemda tidak melakukan
penghematan belanja saat terjadi pemotongan pendapatan DAU/DBH oleh pemerintah
pusat.

A: Belanja dapat diakui sebagai hutang jangka pendek karena pengeluaran tersebut telah
dianggarkan dalam APBD dan pemda telah menerima manfaat dari belanja tersebut.
Pemeriksaan atas bukti SPJ disesuaikan dengan Sisdur yang berlaku pada
pemerintah daerah tersebut. Pemeriksa harus dapat meyakini bahwa dasar
pengeluaran tersebut benar-benar terjadi (asersi keterjadian).

106. Q: Jika pemda telah mengeluarkan standar tentang satuan biaya dan harga, maka ketika
pemeriksa menemukan realisasi belanja tidak sesuai dengan standar-standar
tersebut, bagaimana perlakuannya?

A: Harus dibedakan antara standar biaya yang terkait dengan penghasilan pegawai
dengan standar biaya untuk pengadaan barang/jasa.
Terkait dengan penghasilan pegawai (contoh: standar honorarium), maka jika ada nilai
realisasi yang melebihi standar biaya maka dapat dijadikan temuan kelebihan
pembayaran yang berindikasi merugikan keuangan daerah.
Terkait pengadaan barang/jasa, maka tidak serta merta dinyatakan sebagai kelebihan
pembayaran yang berindikasi merugikan keuangan daerah karena belum memenuhi
unsur “kekurangan uang dan/atau barang” serta “nyata dan pasti”. Pemeriksa agar
melanjutkan prosedur pemeriksaannya dengan konfirmasi kepada pihak ketiga
(penyedia barang/jasa) untuk menilai keterjadian transaksi dan kewajaran harga.

107. Q: Apakah diperbolehkan insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah dibagikan
kepada pihak-pihak di luar instansi pelaksana misalnya lembaga perwakilan/instansi
vertikal/muspida? Apakah para Asisten Sekda, Inspektorat, dan Bagian Hukum berhak
untuk mendapatkan insentif ?

A: Penerima pembayaran insentif ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dengan


mengacu pada ketentuan peraturan yang berlaku. Apabila keputusan kepala daerah
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka SK tersebut
direkomendasikan untuk ditinjau kembali. Mengacu ke Pasal 3 PP No. 69 Tahun 2010,
penerima insentif adalah: (a) pejabat dan pegawai Instansi pelaksana pemungut pajak
dan retribusi; (b) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; (c) Sekretaris Daerah; (d)
pemungut PBB pada tingkat desa/kelurahan dan kecamatan, kepala desa/lurah atau
sebutan lain dan camat, dan tenaga lainnya yang ditugaskan oleh Instansi Pelaksana
Pemungut Pajak; dan (e) pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut
Pajak dan Retribusi. Pemberian tambahan insentif untuk KDH dan WKDH serta Sekda

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 35


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

dapat diberikan dalam hal belum diberlakukan ketentuan mengenai remunerasi di


daerah yang bersangkutan.
Sesuai penjelasan PP tersebut, yang dimaksud dengan ‘pihak lain' di antaranya
Kepolisian Daerah dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik
Nama Kendaraan. Dengan demikian, instansi vertikal dimungkinkan menerima Insentif
pemungutan, selama Instansi vertikal tersebut membantu Instansi Pelaksana
pemungut Pajak & Retribusi.

108. Q: Apabila Pemda tidak dapat menyediakan fasilitas rumah jabatan, apakah dapat
digantikan dengan tunjangan atau dalam bentuk lainnya?

A: Sesuai Pasal 15 PP No.18 Tahun 2017 yang antara lain mengatur bahwa dalam hal
Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah negara bagi pimpinan dan
anggota DPRD, kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan perumahan yang
diberikan dalam bentuk uang dan dibayarkan setiap bulan terhitung mulai tanggal
pengucapan sumpah/janji.

109. Q: Bagaimana kewajaran atas besaran pemberian tunjangan atau dalam bentuk lainnya
sebagai pengganti fasilitas rumah jabatan tersebut?

A: Untuk pimpinan dan anggota DPRD, PP Nomor 18 Tahun 2017 pada Pasal 17 ayat (1)
menyatakan bahwa pemberian tunjangan perumahan harus memperhatikan asas
kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku.
Selanjutnya pada ayat (6) disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya
tunjangan perumahan diatur dalam Perkada.

110. Q: Pemerintah Daerah melaksanakan pembayaran belanja tunjangan pegawai suatu


dinas dengan cara menerbitkan SP2D-LS melalui bendahara pengeluaran. Dana yang
berasal dari penerbitan SP2D-LS tersebut oleh bendahara pengeluaran sebagian
belum dibayarkan kepada pegawai yang berhak, namun kasnya sudah tidak tersedia
baik pada rekening maupun brankas bendahara. Pemerintah Daerah telah mengakui
seluruh realisasi SP2D-LS tersebut sebagai Belanja Pegawai dalam LRA dan tidak
mengakui adanya kewajiban kepada pegawai yang belum menerima pembayaran
tunjangan, dengan alasan permasalahan tersebut menjadi tanggung jawab pribadi
bendahara yang bersangkutan dengan para pegawai.
a. Bagaimana perlakuan akuntansi atas kasus tersebut pada akun Belanja Pegawai?
apakah diperlukan koreksi nilai realisasi Belanja Pegawai dalam LRA sebesar
belanja yang belum dibayarkan kepada pegawai?
b. Bagaimana perlakuan akuntansi pada akun Kas di Bendahara Pengeluaran,
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi, dan Kewajiban pada Neraca,
apabila kasus tersebut belum ada penetapan (TP/TGR) yang sah dari instansi yang
berwenang?
c. Apakah kasus tersebut termasuk kasus Tuntutan Perbendaharaan atau Tuntutan
Ganti Rugi?

A: a. Belanja pegawai tetap diakui sebesar SP2D-LS.


b. Jika belum ada penetapan (SKTJM atau surat keputusan pembebanan) maka
dilakukan jurnal berikut:

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 36


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Dr. Aset Lainnya xxx


Cr. Utang kepada Pihak Ketiga xxx
sebesar sisa tunjangan pegawai yang belum dibayarkan.
c. Kasus TP.
Atas permasalahan ini dibuat temuan pemeriksaan dan diungkapkan di CaLK.
Referensi: Bultek No. 20 dan 22.

111. Q: Pada Pemda yang sudah memiliki SKPD DPPKAD terdiri dari Bidang PAD, Bidang
Perimbangan, Akuntansi dan Bidang Aset, apakah penerima insentif pajak dan
retribusi daerah tersebut termasuk seluruh bidang di SKPD tersebut atau hanya yang
membidangi Pajak dan Retribusi saja.

A: Diperbolehkan dengan pertimbangan telah ditetapkan SK KDH-nya, dan sesuai


dengan ketentuan Pasal 3 PP No 69 Tahun 2010 terkait penerima insentif.

112. Q: Bagaimana bila besaran insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah melebihi
ketentuan yang berlaku?

A: Berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 2010, besarnya insentif ditetapkan paling tinggi 3%


untuk provinsi dan 5% untuk kabupaten/kota dari rencana penerimaan pajak dan
retribusi dalam tahun anggaran berkenaan.
Dengan demikian jika jumlah insentif pada instansi pelaksana melebihi batas maksimal
sebesar 3% untuk provinsi dan 5% untuk kabupaten/kota dari rencana pendapatan
pajak dan retribusi tahun anggaran yang berkenaan, maka kelebihannya harus
disetorkan ke kas daerah.

113. Q: Bagaimana penganggaran dan pertanggungjawaban insentif pemungutan pajak dan


retribusi daerah?

A: Insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah dianggarkan dalam kelompok belanja
tidak langsung, jenis belanja pegawai. Karena dianggarkan dalam Belanja Pegawai
maka bukti pertanggungjawabannya cukup berupa SK KDH mengenai pemberian
insentif, daftar nominatif dan kuitansi tanda terima uang serta bukti pemotongan PPh
Pasal 21.

114. Q: Belanja Penunjang Operasional (BPO)


a. Apakah substansi BPO Pimpinan DPRD dan BPO Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah merupakan belanja pegawai yang menambah penghasilan penerimanya?
b. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban BPO Pimpinan DPRD dan Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah?
c. Apakah BPO Pimpinan DPRD dengan BPO Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dapat dipersamakan perlakuannya terutama terkait dengan bukti pertanggung-
jawabannya?

A:
a. Sesuai Lampiran III Permendagri No. 64 Tahun 2013, BPO Pimpinan DPRD dan
BPO Kepala/Wakil Kepala Daerah dianggarkan dalam jenis Belanja Pegawai.
Namun demikian, secara substansi BPO merupakan belanja untuk mendukung

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 37


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

operasional Pimpinan DPRD dan Kepala Daerah/Wakil Daerah, sehingga


seharusnya tidak menambah penghasilan penerimanya. Sesuai PP Nomor 18
Tahun 2017 Pasal 22, Dana Operasional Pimpinan DPRD adalah dana yang
disediakan bagi pimpinan DPRD setiap bulan untuk menunjang kegiatan
operasional yang berkaitan dengan representasi, pelayanan, dan kebutuhan lain
guna melancarkan pelaksanaan tugas pimpinan DPRD sehari-hari. Sementara
dalam PP Nomor 109 Tahun 2000 Pasal 8 dinyatakan bahwa BPO KD dan WKD
dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat,
pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas KD
dan WKD.
b. Pertanggungjawaban BPO Pimpinan DPRD diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2017
Pasal 5 dan Pasal 6. Sementara itu, PP No. 109 Tahun 2000 tidak mengatur secara
jelas bentuk dan dokumen pendukung pertanggung-jawaban BPO Kepala/Wakil
Kepala Daerah. Namun, Permendagri No.13 Tahun 2006 dan perubahannya,
mengatur bahwa BPO Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dianggarkan dalam
kelompok Belanja Pegawai sehingga dapat dipertanggungjawabkan dengan tanda
terima yang ditandatangani oleh Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
c. Perlakuan bukti pertanggungjawaban BPO Pimpinan DPRD dipersamakan dengan
bukti pertanggungjawaban BPO Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

115. Q: Belanja Penunjang Operasional (BPO) Kepala Daerah.


a. Apakah yang digunakan sebagai dasar/base atas besaran nilai BPO KDH:
anggaran tahun berjalan, realisasi tahun berjalan, realisasi tahun lalu, atau realisasi
tahun berjalan ditambah proyeksi angka setelah APBD-P?
b. Bagaimana kalau pejabat KDH yang baru tidak mempunyai dana BPO karena
sudah habis oleh pejabat KDH yang lama?
c. Bagaimana rekomendasi atas temuan bahwa BPO lebih besar daripada ketentuan?
d. Apabila salah satu dari KDH atau WKH berhenti karena suatu alasan dan tugas
yang berhenti dilaksanakan oleh salah satu yang masih menjabat, apakah BPO
dapat dicairkan seluruhnya?

A:
a. Penganggaran BPO KDH dapat berdasarkan realisasi tahun sebelumnya atau
anggaran tahun berkenaan. Realisasi pembayaran BPO berdasarkan realisasi
pendapatan tahun berkenaan;
b. Realisasi pembayaran BPO KDH melekat pada jabatan KDH bukan pada personal
KDH, sehingga apabila pejabat KDH baru tidak mempunyai dana BPO karena
sudah habis oleh pejabat KDH lama, maka tidak diperkenankan menambah
realisasi BPO.
c. Kelebihan perhitungan BPO KDH disetor ke Kas Daerah.
Belanja penunjang operasional merupakan belanja untuk mendukung operasional
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, sehingga apabila salah satu KDH atau WKDH
berhenti karena satu alasan, BPO hanya direalisasikan untuk mendukung operasional
KDH atau WKDH yang masih aktif.

116. Q: Pajak Rokok, yang merupakan hak pemerintah daerah, disetorkan ke RKUN oleh
wajib Pajak Rokok, dan selanjutnya disetorkan setiap triwulan dari RKUN ke
RK.UD Provinsi untuk dilakukan bagi hasil antara Provinsi dan Kab/Kota. Perpres

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 38


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menetapkan besaran dukungan


pemda kepada BP JS sebesar 37 ,5% dari hak pajak rokok masing-masing
Prov/Kab/Kota. Selanjutnya, PJ\1K Nomor: 128/PMK..07/2018 tentang Tata cara
Pemotongan Pajak Rokok sebagai Kontribusi Dukungan Program Jaminan
Kesehatan mengatur bahwa penyetoran Pajak Rokok dari RKUN ke RKUD
Provinsi untuk Triwulan III dan IV dilakukan setelah dipotong sejumlah kewajiban
kontribusi pemda kepada BPJS. Secara nasional, potongan untuk BPJS selama
Tahun 2018 sebesar Rpl,58 triliun, yang terdiri dari TW III sebesar Rpl,42 triliun
dan TW IV sebesar Rp155,48 miliar.
a. Apakah pengakuan Pendapatan Pajak Rokok/Bagi Hasil Pajak Rokok pada
Provinsi dan Kab/Kota dicatat sebesar bruto (sebelum dipotong) atau neto
(setelah dipotong) pada LRA dan LO?
b. Apakah potongan BPJS yang merupakan tambahan belanja bagi pemda yang
diambil dari hak pajak rokok tersebut diakui sebagai Belanja?
c. Jika pendapatan pajak rokok diakui secara bruto (sehingga potongan juga
diakui sebagai Belanja), apakah dokumen/data bagi hasil dari Pemerintah
Pusat bisa digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan atau ada dokumen
sumber lainnya yg harus digunakan?

A: Sesuai PSAP 2 par. 24 dan PSAP 12 par. 26, Akuntansi pendapatan seharusnya
dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan
bruto dan tidak mencatat jumlah netto-nya (setelah dikompensasikan dengan
pengeluaran), kecuali memenuhi syarat sebagaimana dimuat dalam PSAP 2 par.
25 dan PSAP 12 par. 27. Namun dengan kondisi bahwa pemerintah daerah
belum mengganggarkan belanja atas kontribusi tersebut pada LRA Tahun 2018,
maka pengeluaran terse but cukup dicatat pada LO sebagai Beban Bantuan Sosial
sesuai ketentuan Pasal 101 Perpres 82 Tahun 2018 dan diungkapkan secara
memadai di CaLK. Sementara untuk pendapatan bagi hasil pajak rokok dicatat
sebesar netto pada LRA dan sebesar bruto di LO. Data/dokumen yang bisa
dijadikan dokumen sumber pencatatan adalah bukti pemotongan dan berita acara
rekonsiliasi pemprov/kab/kota dengan BPJS sesuai dengan Pasal 9 PMK 128
Tahun 2018. Untuk pengganggaran kontribusi jaminan kesehatan TA 2019,
pemerintah daerah agar mengacu kepada Permendagri No. 38 Tahun 2018
tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2019.

117. Q: Pemda seringkali menganggarkan belanja makanan dan minuman yang diperuntukkan
bagi rumah dinas Sekretaris Daerah. Padahal, realisasi pembayaran biaya rumah
tangga Sekretaris Daerah dalam hal ini belanja makanan dan minuman (logistik) pada
rumah dinas Sekretaris Daerah tidak memiliki dasar hukum, karena tidak terdapat
peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa biaya rumah tangga Sekretaris
Daerah dapat dibebankan ke APBD. Hal ini berbeda dengan biaya rumah tangga KDH
dan WKDH yang memang dibebankan pada APBD karena secara hukum diatur
melalui PP No.109 Tahun 2000.

A: Permendagri No. 7 Tahun 2006 tentang Standar Sarana dan Prasarana Kerja
Pemerintah Daerah pada Pasal 10 mengatur hal berikut:
a. Rumah jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diperuntukkan bagi
pemangku jabatan Gubernur, Wakil Gubernur, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 39


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Daerah Provinsi, Sekretaris Daerah Provinsi, Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil


Walikota, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
b. Rumah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi perlengkapan
dan perabot rumah tangga.
Walaupun rumah dinas Sekretaris Daerah merupakan rumah jabatan, belanja
makanan dan minuman di rumah dinas Sekretaris Daerah tidak dapat dianggarkan dan
direalisasikan belanjanya dalam APBD karena belanja tersebut tidak memiliki dasar
hukum untuk dianggarkan.
Hal tersebut berbeda dengan Belanja Makanan dan Minuman yang dianggarkan dan
direalisasikan pada Pos Kepala Daerah (KDh) dan Wakil Kepala Daerah (Wkl KDh)
sebagai bagian dari Biaya Rumah Tangga sesuai PP 109 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan KDh dan Wakil KDh Pasal 8 dan 6.

118. Q: Sesuai dengan PP No. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah, pada Pasal 8 diatur bahwa untuk pelaksanaan tugas-tugas
kepada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan antara lain biaya rumah
tangga dipergunakan untuk membiayai kegiatan rumah tangga Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban belanja biaya rumah
tangga tersebut, apakah kwitansi tanda terima uang dari istri Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah sudah dianggap cukup memadai, atau harus diperlengkapi juga bukti
pembelian barang dari pihak penyedia barang?

A: Belanja biaya rumah tangga kepala daerah merupakan belanja barang sehingga harus
dipertanggungjawabkan sesuai prosedur pertanggungjawaban belanja barang. Jika
terdapat belanja yang tidak dimungkinkan untuk dipertanggungjawabkan dengan bukti
eksternal (misal: belanja kebutuhan dapur) maka pertanggungjawaban berupa kuitansi
tanda terima uang dari istri Kepala Daerah atau Kepala bagian rumah tangga adalah
dianggap sudah cukup memadai.

119. Q: Dalam menghadapi permasalahan hukum dan gugatan dari masyarakat, Pemerintah
Daerah biasanya menggunakan jasa jaksa dari kejaksaan negeri sebagai kuasa hukum.
Jaksa, selaku pengacara Negara, seharusnya dapat memberikan bantuan hukum
secara gratis atau paling tidak hanya biaya perjalanan/akomodasinya saja yang
ditanggung oleh Pemda, dan dianggarkan pada DPA SKPD terkait. Namun pada
kenyataannya, Pemerintah Daerah harus memberikan imbalan (secara tunai) atas jasa
bantuan hukum yang diberikan oleh Jaksa, dan biasanya dianggarkan pada Belanja
Jasa Bantuan Hukum (pada DPA Sekretariat Daerah) atau pada Belanja Bantuan
Sosial (pada DPA DPPKAD). Apakah pemberian imbalan secara tunai tersebut
diperbolehkan? Kalau tidak diperbolehkan, bagaimana perlakuannya apakah
direkomendasikan untuk dikembalikan ke Kas Daerah atau tidak?

A: Pemberian imbalan dalam bentuk honorarium atas kegiatan diperkenankan dan


ditetapkan dalam SK KDH serta telah dianggarkan dalam APBD. Pemberian honorer
diperkenankan sepanjang kegiatannya dilaksanakan dan tidak ada duplikasi dengan
sumber lain (APBN dan APBD).

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 40


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

120. Q: Bagaimana dengan Kompensasi masa pemeliharaan dengan penahanan pembayaran


(biasanya 5%).

A: Sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
pembayaran termin terakhir atas penyerahan pekerjaan yang sudah jadi dari Pihak Ketiga,
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:
a. Pembayaran dilakukan sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) dari nilai kontrak,
sedangkan yang 5% (lima persen) merupakan retensi selama masa pemeliharaan.
b. Pembayaran dilakukan sebesar 100% (seratus persen) dari nilai kontrak dan penyedia
barang/ jasa harus menyerahkan jaminan bank sebesar 5% (lima persen) dari nilai
kontrak yang diterbitkan oleh Bank Umum atau oleh perusahaan asuransi yang
mempunyai program asuransi kerugian (surety bond) dan direasuransikan sesuai dengan
ketentuan Menteri Keuangan.
Penahanan pembayaran senilai 5% (lima persen) dari nilai kontrak seperti dimaksud dalam
huruf a di atas harus diakui sebagai utang retensi, sedangkan jaminan bank untuk
pemeliharaan seperti yang dimaksud dalam huruf b harus diungkapkan dalam CaLK.

121. Q: Pemda mengadakan tanah untuk keperluan pembangunan fasilitas publik dan
bangunan dinas. Atas pengadaan tersebut, bukti pertanggungjawaban belanja modal
pengadaan tanah tidak dilengkapi dengan pemungutan dan penyetoran PPh atas
Pengalihan Hak atas Tanah. Apakah hal tersebut dibenarkan?

A: Hal tersebut dibenarkan jika belanja modal tanah tersebut digunakan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Referensi:
a. Perpres Nomor 71 Tahun 2012 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan
Perpres Nomor 148 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum Pasal 122.
b. PP Nomor 34 Tahun 2016 Pasal 2 ayat (1).
c. PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 71 Tahun 2008
Pasal 5 huruf (b).

122. Q: Uang muka di akhir tahun untuk belanja modal, bagaimana pengakuan belanjanya?

A: Belanja diakui sebesar nilai SP2D uang muka dan dicatat sebagai KDP dalam neraca
sebesar SP2D tersebut.

123. Q: Bagaimana menyikapi jika terjadi pemutusan kontrak, namun jaminan pelaksanaan
tidak dicairkan dan pada saat pelaksanaan pemeriksaan jaminan tersebut tidak
berlaku?

A: Dalam hal jaminan pelaksanaan tidak dicairkan, pemeriksa harus memeriksa apakah
PPK/PPTK tidak melakukan pengurusan pencairan jaminan atau PPK/PPTK telah
mengurus pencairan jaminan tetapi jaminan tersebut tidak dapat dicairkan oleh
lembaga penjamin. Apabila ditemukan bahwa PPK/PPTK tidak melakukan pengurusan
pencairan jaminan pelaksanaan maka dibuat temuan pemeriksaan dengan
rekomendasi agar PPK/PPTK mempertanggungjawabkan hal tersebut.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 41


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

124. Q: Jika terdapat realisasi Belanja Modal yang telah direalisasikan 100% pada Tahun
Angaran yang diperiksa, namun berdasarkan hasil pemeriksaan interim diketahui
bahwa belanja modal tersebut fiktif. Bagaimana perlakuan akuntansinya?

A: Perlakuan akuntansi atas belanja modal fiktif tersebut adalah sebagai berikut:
Jurnal koreksi:
Dr. Aset Lainnya xxx
Cr. Aset tetap xxx
(untuk mengakui kerugian daerah dan menghapus aset tetap-fiktif)
Referensi: Bultek No. 20 tentang Akuntansi Kerugian Negara/Daerah
Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan apakah aset tetap tersebut telah disusutkan.

125. Penerapan konsep Total dan Riil Loss dalam Pemeriksaan


Q: Temuan pemeriksaan terkait dengan adanya hasil pengadaan/barang yang tidak
dengan spesifikasi, misalnya :
1) Hasil uji kuantitas terhadap ketebalan HRS adalah 3,8 cm dari yang seharusnya 4
cm (masih dalam batas toleransi)
2) Pengadaan alat kesehatan rumah sakit merk X dengan harga Rp10.000,00,
ternyata hasil pengadaan adalah merk Y dengan harga Rp6.000,00
3) Hasil uji kualitas terhadap tingkat kepadatan HRS di bawah toleransi (≤ 97%)
Dalam kondisi apa total loss dapat diterapkan?

A : Atas permasalahan tersebut harus diperhatikan mengenai aspek pemanfaatan atas


aset tersebut yaitu apakah kekurangan volume tersebut mengakibatkan aset tersebut
tidak dapat dimanfaatkan, sehingga rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut:
1) Dengan memperhatikan bahwa aset tersebut masih dapat dimanfaatkan (secara
teknis masih dapat diterima) maka untuk permasalahan no. 1) rekomendasinya
adalah menyetorkan kekurangan volume pekerjaan;
2) Jika alat kesehatan RS merk X adalah merk yang ditawarkan oleh penyedia jasa
sedangkan realisasinya adalah merk Y maka hal pertama yang harus dicermati
adalah apakah spesifikasinya sama (hanya berbeda merk) sehingga secara fungsi
tidak berpengaruh maka rekomendas untuk permasalahan 2) adalah menyetorkan
selisih harga sebesar Rp4.000,00. Sedangkan apabila spesifikasinya berbeda
sehingga mempengaruhi fungsinya maka rekomendasinya adalah mengganti
merk Y dengan alat kesehatan merk X.
3) Berkaitan dengan permasalahan no. 3) harus diperhatikan apakah jalan tersebut
dapat/telah dimanfaatkan/berfungsi dan sesuai dengan perjanjian dalam kontrak,
ketidaksesuaian dengan spesifikasi di luar batas toleransi (secara teknis tidak
dapat diterima) berimplikasi pada kewajiban untuk mengerjakan ulang sehingga
jika jalan tersebut telah dimanfaatkan maka rekomendasinya adalah menyetorkan
kekurangan volume pekerjaan sedangkan jika aset tersebut tidak dapat
dimanfaatkan maka rekomendasinya adalah mengerjakan ulang atau
menyetorkan seluruh nilai pekerjaan HRS.

126. Penyelesaian fisik pekerjaan diperkenankan melampaui tahun anggaran sepanjang tidak
melebihi 50 hari sejak berakhirnya kontrak.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 42


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Q: Pembayaran akhir tahun ke rekanan sebesar 100% disertai pemberian jaminan bank
sebesar nilai pembayaran. BA kemajuan fisik pekerjaan dihitung sesuai kondisi riil
terakhir. Atas pekerjaan fisik yang belum selesai, diselesaikan maksimal sampai
dengan 50 hari sejak berakhirnya kontrak (tidak langsung putus kontrak), dan denda
tetap dikenakan sampai dengan selesainya pekerjaan/bagian pekerjaan tersebut,
seperti yang berlaku dalam pelaksanaan APBN \. Apakah hal ini bisa diberlakukan
pada pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari APBD. Apabila boleh dilaksanakan
dalam APBD maka terjadi arus kas keluar yang tidak sesuai dengan fisiknya, dan di
LRA belanja modal sudah mencapai 100%, sedangkan di Neraca masih tercatat
sebagai akun KDP.

A: Dapat dilaksanakan jika hal tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Kepala Daerah
tentang Pelaksanaan APBD.

127. Q: Apakah diperbolehkan pemberian hibah kepada klub sepakbola yang mengikuti liga
profesional?

A: Lampiran Permendagri No. 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan APBD


Tahun Anggaran 2019 pada Bagian V poin 36 menyatakan bahwa Pendanaan untuk
organisasi cabang olahraga profesional tidak dianggarkan dalam APBD karena
menjadi tanggung jawab induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi
olahraga profesional yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 29 ayat
(2) UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang menyatakan
bahwa pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilakukan oleh induk
organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga profesional. Selanjutnya
dalam Pasal 1 angka 15 didefinisikan bahwa cabang olahraga profesional adalah
olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang atau
bentuk lain yang didasarkan atas kemahiran berolahraga.

128. Q: Bagaimana perlakuan atas pemberian belanja hibah kegiatan organisasi


kemasyarakatan yang diajukan/diberikan setelah kegiatan tersebut berakhir?

A: Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 beserta perubahannya memang tidak mengatur


secara ekplisit terkait dengan larangan pemberian bantuan hibah untuk kegiatan yang
telah selesai dilaksanakan. Namun demikian, dalam Pasal 18 Permendagri 32/2011
dinyatakan bahwa pertanggungjawaban Pemda atas pemberian hibah antara lain
meliputi pakta integritas dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah yang
diterima akan digunakan sesuai dengan usulan.
Dengan demikian, secara implisit dapat diartikan bahwa makna pemberian hibah akan
digunakan merujuk pada kegiatan yang akan dilaksanakan bukan untuk kegiatan yang
telah dilaksanakan.
Terkait dengan pemberian hibah atas kegiatan yang telah dilaksanakan, pemeriksa
perlu mencermati adanya kemungkinan hibah fiktif, hibah yang sudah
dipertanggungjawabkan dari sumber dana dari Pemda yang lain, dan pemberian hibah
yang tidak sesuai peruntukan.

129. Q: Terdapat perbedaan perlakuan penyajian Belanja Barang dan Jasa untuk diserahkan
kepada pihak ketiga/masyarakat menurut Permendagri Nomor 39 tahun 2012 dan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 43


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Permendagri Nomor 64 Tahun 2013. Permendagri Nomor 39 tahun 2012 mengatur


bahwa realisasi Belanja Barang dan Jasa untuk diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat dikonversi ke dalam Belanja Hibah sedangkan Permendagri Nomor
64 Tahun 2013 mengatur Belanja Barang dan Jasa untuk diserahkan kepada pihak
ketiga/ masyarakat disajikan pada Belanja Operasi - Belanja Barang dan Jasa (Kode
LRA 5.1.2) tanpa merinci mengenai anggaran belanja barang/jasa yang diserahkan
kepada pihak ketiga/masyarakat. Dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya Pemda
yang melakukan konversi dan ada pula yang tidak. Bagaimana pemeriksa menyikapi
hal tersebut?

A: Pemeriksa mengarahkan entitas untuk mengacu pada Permendagri Nomor 64 Tahun


2013. Selanjutnya pada CaLK akun Belanja Barang dan Jasa agar ditambahkan
pengungkapan yang memadai terkait Belanja Barang dan Jasa yang diserahkan
kepada pihak ketiga/masyarakat sebagai hibah. Selain itu, pemeriksa agar melakukan
konversi Belanja Barang dan Jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
tersebut ke dalam Beban Hibah pada Laporan Operasional.

130. Q: Bagaimana definisi pemberian bantuan sosial tidak diberikan secara terus menerus?

A: Sesuai Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 dan perubahannya, Bantuan Sosial


didefinisikan sebagai pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah
kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara
terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya resiko sosial. Tidak terus menerus diartikan bahwa bantuan sosial tidak
wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran kecuali dalam keadaan tertentu
dapat berkelanjutan. Berkelanjutan disini berarti bahwa bantuan sosial dapat diberikan
setiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial. Perlu
diperhatikan peraturan kepala daerah yang mengatur tentang syarat-syarat penerima
bantuan.

131. Q: Bagaimana bentuk pertanggungjawaban bantuan sosial dan belanja hibah, apakah
sampai dengan laporan pertanggungjawaban. Jika tidak terdapat laporan
pertanggungjawaban apakah mempengaruhi opini?

A: Pengeluaran bantuan sosial dan belanja hibah dianggap sah apabila telah dilengkapi
dengan proposal atau permintaan dari penerima dan persetujuan kepala daerah serta
SP2D yang sah dan nota hibah. Pemeriksa juga harus memperhatikan peraturan yang
ada pada masing-masing daerah terkait belanja sosial misalnya peraturan kepala
daerah mengatur bagaimana kewajiban penerima bantuan, apakah mewajibkan
menyampaikan bantuan atau tidak. Perlu diperdalam apabila berindikasi fiktif atau
diberikan kepada pihak yang tidak memenuhi kriteria, pemeriksa perlu menambah
prosedur untuk mengungkap indikasi tersebut. Pertimbangan pengaruh tidaknya ke
opini sebagaimana dibahas di Buku Panduan Pemeriksaan LKPD.

132. Q: Bagaimana bila terdapat Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan tidak mengikuti
prosedur (Peraturan KDH) misalnya tidak didasarkan pada pengajuan proposal serta
SP2D-nya dicairkan secara tunai dan diatasnamakan staf Tata Usaha Sekretariat

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 44


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Daerah, bukti pertanggungjawaban yang dilampirkan hanya berupa kuitansi tanda


terima, namun tanpa foto kopi identitas penerima bantuan sosial?

A: SPI lemah karena tidak ada proposal dan tanpa identitas jelas. Jika mungkin lakukan
prosedur alternatif untuk meyakini bantuan telah sampai ke penerima (seperti SK
Kepala Daerah ttg Daftar penerima Bansos). Terhadap permasalahan tersebut perlu
dibuat temuan pemeriksaan.

133. Q: Apakah bantuan sosial yang digunakan untuk kegiatan internal Pemda atau kegiatan
tertentu misalnya penyusunan raperda, biaya kunjungan kerja pejabat provinsi/
instansi vertikal, safari ramadhan KDH, pelantikan KHD/WKDH, naik haji pejabat
daerah/muspida, sosialisasi dibidang keagamaan, silaturahmi KDH, perayaan hari-hari
besar dapat mempengaruhi opini laporan keuangan?

A: Permendagri No.13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah terakhir dengan


Permendagri No.21 Tahun 2011 menyatakan bahwa Bantuan Sosial digunakan untuk
mengganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam
bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat yang sifatnya
tidak secara terus menerus dan selektif. Dengan demikian uraian contoh kegiatan
dalam pertanyaan tersebut di atas tidak sesuai dengan definisi belanja dan beban
bantuan sosial. Ungkap kondisi tersebut dalam temuan pemeriksaan, untuk menilai
dampaknya terhadap opini dapat mengacu pada Buku Panduan Pemeriksaan LKPD.

134. Q: Apakah pembangunan kantor atau pengadaan barang dan jasa untuk kantor desa dan
instansi vertikal yang bersumber dari dana hibah dan bansos proses pengadaannya
harus mengikuti Perpres No. 16 Tahun 2018 beserta perubahannya?

A: Perpres No. 16 Tahun 2018 Pasal 2 huruf b menyatakan bahwa Ruang lingkup
pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi pengadaan barang/jasa yang
menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD, termasuk Pengadaan Barang/Jasa
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau
hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Dengan demikian, pembangunan atau pengadaan tersebut di atas harus mengikuti
Perpres No.16 Tahun 2018 dan perubahannya serta Perka LKPP No. 13 Tahun 2013
beserta perubahannya tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
135. Q: Bagaimana perlakuan atas mekanisme dan pertanggungjawaban belanja bantuan
sosial yang tidak sesuai ketentuan? Diantaranya:
1) Pemberian bantuan sosial berupa bahan bangunan yang diberikan melalui pihak
ketiga (rekanan yang mengadakan bahan bangunan) yang hanya didukung dengan
kuitansi dari rekanan tanpa tanda terima dari masyarakat penerima bahan
bangunan;
2) Pemberian bantuan sosial melalui pejabat daerah atau DPRD pada saat kunjungan
kerja yang hanya didukung dengan kuitansi dari pejabat daerah atau DPRD tersebut
tanpa tanda terima dari masyarakat penerima.

A: Dalam kedua kondisi tersebut, ungkap dalam temuan pemeriksaan dengan kondisi SPI
(mekanisme pencairan) tidak memadai dan pertanggungjawaban realisasi belanja
belum lengkap karena belum didukung bukti tanda terima dari penerima akhir

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 45


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

(masyarakat). Lakukan prosedur alternatif untuk meyakini bantuan telah sampai ke


penerima (dokumen lain yang dapat dipersamakan). Untuk menilai dampaknya
terhadap opini dapat mengacu pada Buku Panduan Pemeriksaan LKPD.

136. Q: Bagaimana jika belanja bantuan sosial diberikan kepada pihak yang tidak memenuhi
kriteria penerima bantuan sosial berdasarkan Bultek Nomor 19 tentang Akuntansi
Belanja Bantuan Sosial Berbasis Akrual dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang
Bersumber dari APBD (yang berlaku mulai TA 2012) misalnya:
a. Belanja bantuan sosial diberikan kepada pegawai negeri terkait dengan
pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai pegawai negeri (beasiswa); dan
b. Belanja bantuan sosial diberikan kepada satuan kerja di lingkungan instansi untuk
mendanai kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pemerintah
untuk menangani risiko sosial.
c. Dana Bantuan Sosial dikelola oleh Bagian Keuangan Setda/DPPKA sebagai dana
taktis dengan cara: Pembuatan proposal permohonan dana Bantuan Sosial dipesan
kepada pihak tertentu dengan imbal jasa, Proposal permohonan dana bantuan yang
diterima disetujui dalam jumlah tertentu, tetapi jumlah yang disalurkan dipotong
dalam jumlah tertentu.

A: Untuk ketiga masalah tersebut, ungkap dalam temuan pemeriksaan, terkait


dampaknya terhadap opini dapat mengacu pada Buku Panduan Pemeriksaan LKPD.
Khusus untuk masalah ketiga, pemeriksa agar menerapkan prosedur audit lebih lanjut
untuk mengetahui adanya indikasi Kerugian Negara/Daerah.

137. Q: Apakah Pemda diperbolehkan untuk menganggarkan dan merealisasikan bantuan


pengamanan pemilu kepada TNI dan Polri pada Belanja Bantuan Sosial? Apabila tidak
diperbolehkan, dan dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa Pemda telah
menganggarkan/merealisasikannya pada belanja bantuan sosial, bagaimana sikap
BPK RI terhadap hal tersebut?

A: Ungkap dalam temuan pemeriksaan dengan kondisi salah klasifikasi anggaran yang
seharusnya belanja hibah. Untuk menilai dampaknya terhadap opini dapat mengacu
pada Buku Panduan Pemeriksaan LKPD.

138. Q: Apakah pemberian honorarium kepada masyarakat yang bersifat rutin (contoh
pengurus masjid, RT, RW, kelompok masyarakat) dimasukkan Bansos? atau
dimasukkan ke belanja pegawai? Bagaimana perlakuannya?

A: Desa
Pemberian honor dalam tingkat desa dimasukkan dalam bantuan keuangan desa
(ADD). Yang merealisasikan adalah desa sesuai dengan No.6 Tahun 2014 tentang
Desa. Pada penjelasan Pasal 74 ayat (1) disebutkan bahwa: ”Dalam penetapan
Belanja Desa dapat dialokasikan insentif kepada rukun tetangga (RT) dan rukun warga
(RW) dengan pertimbangan bahwa RT dan RW walaupun sebagai lembaga
kemasyarakatan, RT dan RW membantu pelaksanaan tugas pelayanan pemerintahan,
perencanaan pembangunan, ketertiban, dan pemberdayaan masyarakat Desa”.
Kelurahan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 46


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Sesuai UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pemberian insentif kepada
RT dan RW selaku perangkat kelurahan dapat diberikan melalui belanja langsung
(Belanja Pegawai – Insentif non PNS) melalui kegiatan yang dikelola SKPD. Sesuai
pasal 230 UU No.23 Tahun 2014 disebutkan bahwa anggaran dimasukkan dalam
anggaran Kecamatan pada pos anggaran Kelurahan.
Sedangkan untuk pengurus masjid dan kelompok masyarakat dapat diberikan
melalui Bantuan Sosial jika berpotensi ada kerawanan sosial. Jika tidak ada dapat
diberikan melalui Belanja Hibah dengan memperhatikan persyaratan dalam
Permendagri No.14 Tahun 2016.

139. Q: Apakah pemberian bantuan sosial kemasyarakatan untuk pengobatan bagi


masyarakat yang sudah terdaftar dalam program BPJS/Jamkesda/program sejenis
diperbolehkan?

A: Boleh, sepanjang pembiayaan pengobatan tersebut tidak ganda atau tidak ditanggung
dalam komponen BPJS/Jamkesda/program sejenis.

140. Q: Atas Belanja Barang untuk Diserahkan ke Masyarakat berupa pekerjaan fisik yang per
akhir tahun belum selesai dikerjakan, apakah dicatat sebagai persediaan? Sebesar
apa dicatatnya?

A: Mendasarkan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 jo. Permendagri Nomor 14 Tahun


2016 bahwa hibah/bansos berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat
dianggarkan dalam Belanja Barang/Jasa yang Diserahkan kepada Masyarakat dan
dicatat dalam akun Persediaan. Sehubungan dengan itu, atas fisik barang yang belum
selesai diakui sebagai Persediaan sebesar nilai fisik pekerjaan per 31 Des 2018
sebagaimana pengakuan KDP. Jika fisik lebih besar dari nilai yang telah dibayar maka
selisihnya dicatat sebagai utang (neraca) dan beban hibah (LO). Sebaliknya jika uang
yang dibayar lebih besar dari fisiknya maka selisihnya dicatat sebagai belanja dibayar
dimuka.

141. Q: Apakah bantuan keuangan kepada Forum Koordinasi Pimpinan Daerah


(Forkopimda) diperbolehkan?

A: Tidak diperbolehkan sesuai dengan Permendagri No. 52 Tahun 2015 Lampiran


halaman 63 huruf F Pendanaan untuk Forkopimda tidak diperkenankan untuk
dianggarkan dalam APBD tahun 2016, namun diperbolehkan untuk pemberian
honorarium yang melekat pada kegiatan dan besarannya telah ditetapkan dalam SK
KDH dan telah dianggarkan dalam kegiatan yang bersangkutan.

142. Q: Bagaimana menyikapi kondisi pemerintah daerah yang mengelola perguruan tinggi
kesehatan seperti: Akademi Keperawatan (Akper) dan Akademi Kebidanan
(Akbid) yang biaya/belanjanya dianggarkan dalam APBD?

A: Atas kondisi masih terdapat perguruan tinggi yang dikelola oleh pemerintah daerah,
Tim menyusun temuan pemeriksaan, dengan rekomendasi untuk membuat rencana
aksi penyelesaian/penyerahan kepada Kemenristek Dikti. Berdasarkan UU No. Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 47


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

Daerah, Pasal 12 ayat (1) dan Lampiran Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang
Pendidikan disebutkan bahwa Pemerintah Pusat mengelola pendidikan tinggi,
sedangkan pengelolaan pendidikan menengah dan khusus merupakan urusan
Pemerintah Provinsi, dan pengelolaan pendidikan dasar dan pendidikan anak
usia dini serta non formal merupakan urusan pemerintah kabupaten/kota.

PEMBIAYAAN

143. Q: Apakah SILPA Tahun Lalu disajikan seluruhnya atau sebagian sebagai penerimaan
pembiayaan dalam LRA tahun berjalan?

A: Pada umumnya realisasi Penerimaan Pembiayaan (Penggunaan SILPA tahun lalu)


dalam LRA tahun berjalan adalah sebesar SILPA tahun lalu namun dalam hal Perda
APBD menetapkan jumlah tertentu misalnya hanya sebesar jumlah defisit maka
penyajiaanya mengikuti Perda tersebut. Jika dalam komponen SILPA terdapat dana
yang dibatasi penggunaannya seperti DAK DR yang masih menunggu penetapan
RTRW-nya, Dana DP2D2 dan sejenisnya atau dana lain yang secara peraturan boleh
direalisasikan jika telah memenuhi kondisi/ peraturan tertentu, atau restricted cash
maka sebaiknya Realisasi SILPA di LRA tahun berjalan adalah sebesar jumlah tertentu
diluar dana-dana tersebut jika untuk anggaran dan realisasi dana-dana tersebut belum
dianggarkan/direalisasikan pada tahun berjalan.

BADAN LAYANAN UMUM

144. Q: Pemerintah Provinsi menganggarkan dan merealisasikan belanja bantuan berupa


Jamkesda kepada RSUD Provinsi (BLUD) dan RSUD Kabupaten/Kota (BLUD):
a. Untuk RSUD Provinsi: pada saat menerima klaim Jamkesda tersebut, RSUD
Provinsi mencatat Pendapatan RSUD, kemudiaan penggunaannya dicatat sebagai
Belanja RSUD. Apakah Belanja Bantuan Provinsi pada APBD Provinsi dan
Pendapatan pada RSUD Provinsi merupakan akun reciprocal yang harus
dieliminasi pada saat laporan keuangan dikonsolidasi?
b. Untuk RSUD Kabupaten/Kota: penyaluran Jamkesda tidak langsung ke RSUD
melainkan melalui Kas Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dicatat
sebagai Pendapatan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota. Berdasarkan klaim yang
diajukan RSUD Kabupaten/kota kemudian Pemerintah Kabupaten/Kota
menyalurkan ke RSUD Kabupaten/Kota melalui anggaran Belanja Bantuan dan
dicatat oleh RSUD sebagai Pendapatan. Apakah pendapatan dan belanja Pemda
serta pendapatan dan belanja RSUD salah satunya harus dieliminasi pada saat
Laporan Keuangan dikonsolidasi?
A: Mengacu pada PSAP No.13 Paragraf 123 yang menyatakan bahwa dalam rangka
konsolidasian pelaporan Keuangan BLU ke dalam laporan keuangan entitas yang
membawahinya, perlu dilakukan eliminasi terhadap akun-akun timbal balik (resiprocal
account) seperti pendapatan, beban, aset, dan kewajiban yang berasal dari entitas
akuntansi/pelaporan dalam satu entitas pemerintahan.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 48


FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

145. Q: RSUD dan Puskesmas dengan status BLUD tidak menerapkan mekanisme
pengesahan surat pertanggungjawaban (SPJ) pendapatan dan belanja terkait dana
kapitasi. Apabila mekanisme pengesahan atas SPJ pendapatan dan belanja tidak
dilakukan, namun langsung dijurnal dan dikonsolidasi ke dalam laporan keuangan,
apakah hal tersebut diperbolehkan?

A: Sesuai Pemendagri 79 Tahun 2018 Pasal 69 menyatakan bahwa:


a. Dalam pelaksanaan anggaran, pemimpin menyusun laporan pendapatan BLUD,
laporan belanja BLUD dan laporan pembiayaan BLUD secara berkala kepada
PPKD;
b. Laporan sebagaimana dimaksud dengan melampirkan surat pernyataan
tanggungjawab yang ditandatangani oleh pemimpin;
c. Berdasarkan laporan yang melampirkan surat penyataan tanggungjawab, kepala
SKPD menerbitkan Surat Pemintaan Pengesahan Pendapatan, Belanja dan
Pembiayaan untuk disampaikan kepada PPKD;
d. Bedasarkan Surat Permintaan Pengesahan Pendapatan, Belanja dan
Pembiayaan, PPKD melakukan pengesahan dengan menerbitkan Surat
Pengesahan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
Jika mekanisme pengesahan SPJ pendapatan dan belanja tidak dilakukan, Tim
pemeriksa melakukan prosedur untuk menguji kewajaran pendapatan dan belanja tsb.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 49


1

Anda mungkin juga menyukai