Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Benih merupakan salah satu masukan penting dalam kegiatan budidaya
tanaman. Oleh karena itu, program perbenihan dikembangkan di Indonesia mengingat
perannya yang penting dalam program pengembangan pertanian pada umumnya.
Penggunaan benih yang bermutu merupakan salah satu upaya dalam peningkatan
produksi tanaman. Benih yang bermutu tidak dapat dihasilkan tanpa melaksanakan
sistem produksi yang selalu memperhatikan aspek mutu pada setiap mata rantai
produksinya. Benih bermutu tinggi dihasilkan melalui proses budidaya 'pertanaman
benih' (seed crop), pengolahan benih, penyimpanan benih, dan distribusinya yang
memperhatikan masalah mutu tersebut. Dengan mengingat bahwa kualifikasi mutu
benih hanya dapat diketahui setelah benih tersebut diuji, Bidang Teknologi Benih (Seed
Technology) menjadi sangat berperan dalam proses produksi benih yang bermutu
tinggi. Untuk mencapai hal ini, dukungan dari Ilmu Benih (Seed Science), sangat
penting agar teknologi produksi benih bermutu dapat terus berkembang. Dengan
demikian, walaupun orientasi teknologi benih adalah petani, kepentingan para
produsen, pedagang, dan distributor benih tidak dikesampingkan.
Pengujian mutu benih adalah pengujian contoh benih yang dikirim oleh
penangkar benih ke lembaga sertifikasi benih untuk menentukan mutu benih sebelum
benih tersebut dipakai untuk usaha tani serta untuk mendapatkan sertifikat sebelum
benih tersebut dipasarkan. Pengujian mutu benih mengacu pada peraturan pengujian
benih Internasional yaitu ISTA rules (The Internasional Seed Testing Association).
Misi ISTA saat ini adalah untuk mengembangkan, mengadaptasi dan menyebarluaskan
prosedur standar di dalam pengambilan sampel dan pengujian benih dan mendorong
penggunaaan prosedur secara seragam untuk evaluasi pertukaran benih dalam
perdagangan internasional. Tujuan utama ISTA Rules adalah untuk menyediakan
metode pengujian benih yang ditujukan untuk penanaman atau produksi tanaman.
Berdasarkan Permentan RI Nomor 56/Permentan/PK.110/11/2015 tentang
Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina Tanaman Pangan dan Tanaman Hijauan
Pakan Ternak Pasal 26 ayat 1 yang berisi untuk mengetahui kesesuaian mutu benih
dalam bentuk biji dilakukan pengujian mutu benih di laboratorium. Mutu suatu calon
benih akan diketahui setelah dilaksanakan pengujian benih di laboratorium.
2

Laboratorium berperan besar dalam menyajikan data hasil pengujian yang tepat, akurat,
dan tak terbantahkan baik secara ilmiah maupun secara hukum.
Laboratorium pengujian benih pertama didirikan oleh Prof Friedrich Nobbe di
Saxony, Jerman pada tahun 1869 dan di Connecticut Agricultural Experiment Station,
AS tahun 1876. Sejak itu, laboratorium pengujian benih didirikan di hamper semua
Negara di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, Afrika dan Asia (Ilyas, S dan Eny
Widajati, 2015)
Di dalam UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman di Bab III
tentang Perbenihan pasal 8 dinyatakan bahwa perolehan benih bermutu untuk
pengembangan budidaya tanaman dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas
unggul dilakukan oleh pemerintah. Salah satu lembaga Sertifikasi Benih milik
pemerintah adalah UPT. Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Sub Laboratorium Asahan merupakan salah satu Laboratorium pengujian mutu
benih milik UPT. Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara yang terletak di Desa Sipaku Area, Kecamatan Hessa
Perlompongan, Kabupaten Asahan. Adapun pengujian mutu benih yang dilakukan di
Sub Laboratorium Asahan terdiri dari Pengujian Mutu Benih standar yang terdiri dari
pengujian Kadar Air, Analisa Kemurnian dan Pengujian Daya Berkecambah. Benih
yang diuji berasal dari penangkar/produsen benih di Kabupaten Asahan, Kabupaten
Batubara dan Kabupaten Labuhan Batu Utara melalui Pengawas Benih Tanaman (PBT)
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan pengujian mutu benih berdasarkan Varietas benih
di Sub Laboratorium Asahan pada tahun 2014-2018?
2. Bagaimana perkembangan pengujian mutu benih berdasarkan Kelas Benih
di Sub Laboratorium Asahan?
3. Apa Saja Permasalahan yang ditemukan di Sub Laboratorium Asahan?
I. 3. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan pengujian mutu benih berdasarkan Varietas benih
di Sub Laboratorium Asahan pada tahun 2014-2018
2. Mengetahui perkembangan pengujian mutu benih berdasarkan Kelas Benih
di Sub Laboratorium Asahan
3. Mengetahui permasalahan yang ditemukan di Sub Laboratium Asahan
3

I.4. Manfaat
1. Sebagai bahan evaluasi pengujian mutu benih di Sub Laboratorium Asahan
2. Sebagai bahan informasi mengenai pengujian mutu benih di laboratorium
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Benih Tanaman


Benih dapat dibatasi bermacam-macam bergantung pada sudut pandang pemberi
batasan. Secara ekologis, benih merupakan alat perbanyakan, penyebaran, dan
pelestarian suatu spesies tumbuhan. Batasan ekologis ini setara dengan batasan
fungsional bahwa benih merupakan bahan perbanyakan tanaman/tumbuhan, terlepas
dari apakah produksinya melalui upaya manusia ataukah berlangsung secara alamiah,
tanpa campur tangan manusia. Batasan fungsional demikian lebih luwes daripada
batasan fungsional yang menyebutkan bahwa benih adalah biji tumbuhan yang
digunakan untuk tujuan pertanaman dalam konteks agronomi, yang melibatkan campur
tangan manusia. Batasan fungsional benih dalam konteks agronomi ini menjadi rancu
ketika fenomena dormansi benih dibicarakan dalam konteks teknologi benih. Dalam
pembicaraan itu, sering digunakan contoh-contoh ”benih” yang bukan diproduksi oleh
manusia, misalnya dari tumbuhan gulma, yang tumbuh liar, yang ”benih”-nya dibatasi
secara struktural atau anatomis sebagai hasil perkembangan akhir dari bakal benih
yang telah dibuahi.
Oleh karena itu, untuk menghilangkan kerancuan ini, secara fungsional benih
dibatasi sebagai hasil pembuahan bakal benih yang bukan diupayakan oleh manusia
untuk dikonsumsi. Jadi, istilah biji gulma tidaklah tepat dan harus diganti dengan
istilah benih gulma. Istilah biji digunakan untuk hasil pembuahan bakal biji yang
ditujukan untuk dikonsumsi. Dengan demikian, batasan fungsional yang diajukan di
sini memandang benih dalam dua pengertian sekaligus, yaitu dalam konteks ekologis
dan agronomis. Dengan kata lain, secara fungsional benih dapat dibatasi dalam
konteks ekologis (fungsional ekologis) atau dalam konteks agronomis (fungsional
agronomis).
Secara agronomis, mengingat keterlibatan campur tangan manusia dalam
melaksanakan fungsi ekologis benih, benih dibatasi sebagai wahana teknologi maju
untuk mencapai hasil maksimum dalam suatu proses produksi tanaman. Ungkapan
teknologi maju sangat ditekankan dalam batasan ini karena batasan agronomi pun
menekankan tujuan budidaya tanaman dengan hasil yang maksimum dan lestari.
Batasan ini tidak menempatkan peran benih yang lebih tinggi daripada masukan-
masukan lain dalam proses produksi tanaman, tetapi dalam keadaan yang setaraf atau
5

seimbang. Secara teknologis benih merupakan suatu bentuk kehidupan yang berada
dalam keadaan "istirahat". Status istirahat ini kemudian akan diaktifkan kembali pada
waktu benih berimbibisi di lapang produksi atau dikecambahkan di substrat pengujian
saat dianalisis viabilitasnya. Dalam konteks teknologi benih, penanganan terhadap
benih harus diperhatikan agar status viabilitasnya setinggi mungkin, suatu parameter
yang tidak dipentingkan dalam bentukan biji untuk dikonsumsi. Dalam era
pengembangan bioteknologi yang semakin pesat, benih diupayakan sebagai bahan
perbanyakan tanaman yang tidak hanya berupa produk pembuahan bakal benih, tetapi
berupa produk kultur jaringan yang dibentuk sebagai 'benih buatan' (artificial seed).
Benih buatan ini tidak harus merupakan hasil rekayasa genetik (genetic engineering)
yang melibatkan 'teknik DNA rekombinan' (recombinant DNA technique). Teknik ini
lebih relevan pemanfaatannya, dalam penemuan varietas unggul transgenik yang akan
semakin semarak pada masa yang akan datang dan karenanya tergolong dalam konteks
pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman yang konvensional tergolong dalam old
biotechnology, dan teknik rekayasa genetik yang dikemukakan di atas tergolong dalam
new biotechnology. Dalam konteks ini, batasan benih secara bioteknologis selayaknya
mencakup benih buatan dan benih transgenik.
Benih bermutu merupakan benih dari varietas unggul dengan mutu genetik,
fisiologis dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Mutu
genetik berkaitan dengan kemurnian dan keseragaman; mutu fisik berkaitan dengan
keragaan, kebersihan dan kesehatan; serta mutu fisiologis berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan. Kelas benih bermutu di Indonesia ada 4 kelas :
Benih Penjenis (Breeder Seed), Benih Dasar (Foundation Seed), Benih Pokok (Stokck
Seed) dan Benih Sebar (Extension Seed).
Benih Penjenis (BS) adalah benih yang diproduksi oleh dan dibawah
pengawasan Pemulia Tanaman yang bersangkutan atau instansinya. Benih ini
merupakan Sumber perbanyakan benih dasar. Benih ini adalah benih hasil pemulia
tanaman yang mempunyai sifat kemurnian sangat tinggi atau sangat murni, benih ini
mempunyai jumlah sangat sediit dan dibawah pengawasan pemulia tanaman, benih ini
diberi label warna kuning dan jarang ditemukan di pasaran.
Benih Dasar (BD) adalah keturunan pertama dari benih penjenis. Benih Dasar
diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat sehingga
kemurnian varietas dapat terpelihara. Benih Dasa diproduksioleh instansi/badan yang
ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan produksinya disertifikasi oleh
6

Balai Pengawasan Sertifikasi Benih. Benih Label ini juga jarang ditemukan di Pasaran,
dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan benih berlabel buru atau ungu.
Benih Pokok adalah keturunan dari Benih Dasar yang diproduksi dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkat kemurnian varietas yang ditetapkan
dapat dipelihara dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan harus disertifikasi
sebagai Benih Pokok oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih.
Benih Sebar merupakan keturunan dari Benih Pokok yang diproduksi dan
dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkat kemurnian varietas dapat
dipelihara, memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta harus disertifikasi
sebagai Benih Sebar oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih.
Benih merupakan produk biologis yang hidup, dan perilakunya tidak dapat
diprediksi dengan metode pengujian materi non biologis. Metode uji yang digunakan
harus didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan akumulasi pengalaman dari mereka
yang bekerja dalam pengujian dan pengendalian mutu benih. Kepakaran disampaikan
dalam rapat Komite Teknis Anggota ISTA. ISTA Rules dirancang umtuk spesies
tanaman utama di dunia. Secara umum tanaman dikelompokkan ke dalam tanaman
budidaya dan hortikultura, pohon dan semak , dan bunga, tanaman rempah, tanaman
herbal. Sertifikat ISTA hanya dapat diterbitkan oleh laboratorium yang terakreditasi
ISTA. Agar hasil pengujian mutu benih dapat dilaporkan dalam sertifikat ISTA, maka
semua persyaratan pada ISTA Rules wajib diikuti dengan tepat. ISTA juga
merekomendasikan semua laboratorium pengujian benih (termasuk laboratorium yang
bukan anggota ISTA) menggunakan ISTA Rules saat saat pengujian benih untuk
transaksi perdagangan meskipun tidak mensyaratkan penggunaan sertifikat ISTA
(misalnya dalam suatu Negara), dan untuk penegakan hokum nasional dalam
pengendalian mutu benih.
II.2. Mutu Benih

Mutu benih itu mencakup tiga komponen, yaitu mutu fisik, fisiologis, dan
genetis. Mutu fisik ditentukan oleh tingkat kadar air benih dan tingkat kebersihan
benih secara fisik, misalnya bersih dari kotoran varietal (benih tanaman atau tumbuhan
lain) dan nonvarietal (batu, potongan daun dan ranting, dan sebagainya). Mutu
fisiologis ditentukan oleh tingkat viabilitas dan kesehatan benih. Mutu genetis
ditentukan oleh tingkat kemurnian gen (murni genetik, benar tipe atau keragaan benih
atau tanaman yang sesuai dengan deskripsi yang dibuat oleh pemulia).
7

Keberhasilan penanaman terutama dalam skala yang besar sangat dipengaruhi


oleh interaksi antara faktor-faktor biotik, klimatik, edafik, teknik maupun manajemen.
Secara tidak langsung faktor teknik seringkali dinyatakan sebagai penyebab utama
kegagalan. Misalnya karena rendahnya mutu benih. Untuk membedakan suatu benih
bermutu atau tidak, secara visual sangat sulit. Apabila benih ditanam tanpa melalui
pengujian mutu, maka perbedaan baru akan terlihat setelah benih tumbuh di lapangan
atau setelah tanaman berproduksi, sehingga konsumen benih akan dirugikan karena
kehilangan waktu, biaya dan kemungkianan harus melakukan penanaman ulang.
Informasi yang diperoleh dari pengujian benih akan bermanfaaat bagi produsen,
penjual maupun konsumen benih, karena mendapat keterangan yang dapat dipercaya
tentang mutu atau kualitas suatu benih. Pengujian benih adalah penilaian secara
objektif tentang mutu benih yang diproduksi atau diedarkan.
Viabilitas benih merupakan refleksi dari mutu benih, yang dapat didefinisikan
sebagai daya hidup benihyang ditunjukkan oleh fenomena pertumbuhan benih atau
gejala metabolismenya yang dapat pula ditunjukkan oleh keadaan organel sitoplasma
atau kromosom. Sementara Gordon (1992), menyatakan bahwa viabilitas adalah
kemampuan yang dimiliki oleh benih untuk berkecambah, sedangkan perkecambahan
adalah keberhasilan proses di dalam benih untuk menghasilkan semai yang baik
dipersemaian.
Viabilitas benih dapat dideteksi melalui beberapa pendekatan, pendekatan yang
paling lazim dilakukan adalah melalui pendekatan fisiologis. Metode pendekatan
fisiologis ini dibagi menjadi metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung
yaitu apabila pengamatan dilakukan pada setiap individu benih, sedangkan metode
tidak langsung jika deteksi viabilitas tersebut dilakukan terhadap sejumlah benih
sekaligus. Deteksi viabilitas benih dari gejala pertumbuhannya disebut penilaian
dengan indikasi langsung, sedangkan penilaian viabilitas benih dari gejala
metabolisme, bentuk fisik yang kesemuanya tanpa memperlihatkan gejala
pertumbuhan disebut dengan indikasi tidak langsung. Pada pengujian viabilitas benih
dengan menggunakan indikator pertumbuhan kecambahnya sering disebut dengan
indikasi langsung, dimana yang dinilai adalah kenormalan pertumbuhan kecambah dan
dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan metode pengujian yang didasarkan
pada proses metabolisme benih yang merupakan indikasi tak langsung atau disebut
juga dengan uji cepat.
8

II.3. Pengujian Mutu Benih


Mengapa benih harus diuji? Pertama (yang terpenting) , potensi benih untuk
menjadi kecambah/bibit tidak dapat ditentukan sampai benih dikecambahkan. Kedua,
pengujian benih untuk untuk menentukan komponen genetic (varietas) dan mekanik
(gulma, tanaman lain dan materi inert) dari suatu lot benih. Hasil pengujian benih
memberikan informasi penting baik bagi produsen maupun konsumen. Produsen benih
ingin meyakinkan bahwa hanya benih bermutu yang dijual sehingga konsumen akan
kembali membeli benih. Prosedur pengujian harus distandarisasi dan hasilnya harus
dapat diulang, Ini berarti, pengujian harus dilakukan pada kondisi sama dengan
interpretasi yang seragam.
Pengujian mutu benih standar di Sub Laboratorium Asahan meliputi Pengujian
Penetapan Kadar Air Benih, Pengujian Kemurnian Benih dan Pengujian Daya
Berkecambah Benih.
Kadar Air benih adalah berat air yang hilang karena pengeringan dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat awal contoh benih. Kadar air benih
merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada kegiatan pemanenan,
pengolahan, penyimpanan dan pemaasaran benih. Kadar air benih menentukan tingkat
kerusakan mekanis saat pengolahan, kemampuan benih mempertahankan viabilitasnya
selama di penyimpanan serta mementukan lulus tidaknya dalam pengujian benih
bersertifikat.

Pengujian kemurnian dilakukan untuk mengetahui komposisi contoh kerja.


Hasil uji pada dasarnya akan mencerminkan komposisi lot benih dari mana benih
berasal. Pada pengujian kemurnian, contoh kerja akan dipisahkan ke dalam tiga
komponen, yaitu benih murni, benih tanaman lain dan kotoran benih. Pengujian ini
didasarkan pada kemurnian fisik, bukan kemurnian genetik.

Daya Berkecambah atau daya tumbuh benih adalah tolok ukur bagi kemampuan
benih untuk tumbuh normal dan berproduksi normal pada kondisi lingkungan yang
optimum. Sesuai dengan tujuan pengujian yaitu untuk mendeteksi viabilitas benih
dalam kondisi optimum, kondisi pengujian daya berkecambah benih dibuat serba
optimum atau standar. Media untuk menumbuhkan benih digunakan : kertas merang
dan pasir, kertas saring atau kertas koran bila benih dikecambahkan dalam alat
pengecambah benih. Media pasir, serbuk gergaji atau arang sekam digunakan nbila
benih ditumbuhkan diruang persemaian.
9

Spesifikasi substrat kertas untuk pengujian daya berkecambah adalah:


1. Kertas harus berpori, memungkinkan akar tumbuh di atasnya, tetapi tidak
menembus kertas
2. Bebas dari cendawan , bakteri dan bahn beracun yang dapat memengaruhi
evaluasi kecambah
3. Tetap ulet/kuat selama jangka waktu pengujian
4. Mampu menahan air cukup selama pengujian
5. pH 6.0-7.5

Metode penanaman benih dalam uji daya berkecambah yang menggunakan


media kertas: benih ditanam dengan uji di atas kertas (UDK) yang dikecambahkan pada
alat pengecambah benih tipe IPB 73-2A, uji diantara media kertas kemudian digulung
(UKD) yang diletakkan berdiri dalam alat pengecambah benih tipe IPB 72-1 untuk
benih besar (jagung, kacang tanah dan kedelai) dan pada alat pengecambah tipe IPB 73-
2A/B untuk brenih kecil seperti padi ( Widajati, E., dkk, 2017).

Benih yang sudah berkecambah harus dinilai dan diklasifasikan ke dalam


beberapa kategori kecambah normal dan abnormal. Demikian pula benih-benih yang
tidak mampu berkecambah dalam uji daya berkecambah harus dikelompokkan dalam
benih keras, benih segar tidak tumbuh dan benih mati. Penilaian kecambah bergantung
spesies benih yang sedang diuji. Beberapa struktur penting kecambah yang harus dinilai
adalah poros kecambah yaitu akar primer, akar seminal, hipokotil, mesokotil, tuas
ujung, kotiledon dan koleoptil. Dikenal tiga kategori kecambah normal (normal
seedling), yaitu kecambah lengkap/utuh tumbuh sempurna, kecambah dengan sedikit
kerusakan dan kecambah dengan infeksi sekunder.

Kecambah abnormal (abnormal seedling) adalah kecambah yang tidak


memenuhi kriteria kecambah normal. Benih yang tidak berkecambah dalam pengujian
dapat digolongkan menjadi benih keras (hard seed, biji yang tidak berimbibisi, tetap
keras sampai akhir pengujian), benih segar tidak tumbuh (fresh ungerminated seed, biji
yang mampu berimbibisi namun perkembangannya terhenti, jika > 5% maka perlu
diberi perlakuan pematahan dormansi), dan benih mati (dead seed, biasanya
lembek/berair karena terserang bakteri, atau terserang cendawan, dan tidak ada
perkembangan kecambah sama sekali).
10

Berikut spesifikasi persyaratan mutu benih di laboratorium berdasarkan


Kepmentan RI No. 991/HK.150/C/05/2018 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis
Sertifikasi Benih Tanaman Pangan:
11

BAB III
METODOLOGI

II1.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
antara lain:
1. Buku induk pengujian benih Sub. Laboratorium Asahan tahun 2014
2. Buku induk pengujian benih Sub. Laboratorium Asahan tahun 2015
3. Buku induk pengujian benih Sub. Laboratorium Asahan tahun 2016
4. Buku induk pengujian benih Sub. Laboratorium Asahan tahun 2017
5. Buku induk pengujian benih Sub. Laboratorium Asahan tahun 2018
6. Bahan informasi dari buku dan referensi dari internet.
7. Buku harian kerja Laboratorium.
8. Alat tulis dan laptop.

III.2. Tempat dan Waktu


Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan di Sub. Laboratorium Asahan
UPT.SBTPH Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal
10 September-12 September 2019.

III.3. Metode Penulisan


Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diawali dengan mengumpulkan data-data
pengujian benih di Sub. Laboratorium Asahan tahun 2014, 2015, 2016. 2017
dan 2018. Selanjutnya data tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan bahan
sumber pustaka.

Anda mungkin juga menyukai