Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN

FISKUS, SANKSI PERPAJAKAN, TERHADAP KEPATUHAN WAJIB

PAJAK ORANG PRIBADI NON KARYAWAN

(STUDI EMPIRIS PADA UMKM SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN DI

KPP PRATAMA TAMPAN PEKANBARU)

NAMA : RISTAULI TAMBA

NIM : 2162201112

JURUSAN : AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

2023 / 2024
I. JUDUL PENELITIAN

“ PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS

PELAYANAN FISKUS, SANKSI PERPAJAKAN, TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI NON KARYAWAN.

II. LATAR BELAKANG MASALAH

Berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007, pasal 1, ayat 1, menyebutkan:

“pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut S.I. Djajadiningrat dalam

Ratnawati & Hernawati (2015:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan

sebagian dari kekayaan kepada kas negara karena suatu keadaan, kejadian, dan

perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman

menurut peraturan yang telah ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,

tetapi tidak ada jasa timbal balik yang diberikan oleh negara secara langsung,

untuk memelihara negara secara umum. Pajak di Indonesia digunakan untuk

mendukung pembangunan nasional dimana pajak memiliki kontribusi yang besar

terhadap penerimaan dan pendapatan Negara. Oleh karena itu, penerimaan pajak

menjadi penyumbang terbesar dari penerimaan dan pembelanjaan Negara.

Pembangunan itu sendiri diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan,

mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, baik yang berupa
sumber daya alam maupun sumber daya manusia, yang hasilnya ditujukan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Maka dari itu untuk

menunjang hal tersebut penerimaan dari sektor pajak harus di tingkatkan agar

pelaksanaan pembangunan di indonesia dapat dilaksanakan secara optimal.

Namun realisasi penerimaan pajak tidak selalu sesuai dengan target yang

ditetapkan dalam beberapa tahun terakhir. Target dan realisasinya dapat dilihat

pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1:

Realisasi Penerimaan dan Target Perpajakan (trilliun rupiah)

Tahun Realisasi penerimaan Target penerimaan

perpajakan perpajakan

2015 1.055 1.294

2016 1.105 1.355

2017 1.051 1.284

2018 1.316 1.424

2019 1.332 1.578

Sumber: LAKIN DJP


Dari data di atas dapat dilihat bahwa penerimaan dan realisasi penerimaan

perpajakan dalam 5 tahun terakhir tidak pernah mencapai target. Hal ini

menandakan bahwa penerimaan perpajakan belum optimal.

Tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah di Indonesia dapat dilihat di

salah satu provinsinya yaitu Provinsi Riau. Dilansir dari sumber berita online

Bisnis.com, penerimaan pajak di Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal

pajak (DJP) Riau tahun 2019 masih tidak mencapai target dimana target

penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 17,74 triliun, sedangkan realisasi

penerimaan pajak bruto tercatat senilai Rp 17,14 triliun dan penerimaan pajak neto

sebesar Rp 15,16 triliun.

Berikut ini disajikan tabel tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di salah

satu KPP di Pekanbaru yaitu KPP Pratama Tampan:

Tabel 1.2

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Tampan

Tahun 2015-2019

Jumlah WP terdaftar Realisasi SPT Rasio Kepatuhan

Tahun OP non OP OP non OP OP non OP

karyawan karyawan karyawan karyawan karyawan karyawan

2015 29.046 99.088 3.850 38.330 13,25% 38,68%

2016 29.185 109.343 4.152 42.619 14,22% 38,97%

2017 31.017 119.835 5.166 39.889 16,65% 33,28%

2018 32.652 129.823 6.798 37.951 20,82% 29,23%


2019 34.364 139.295 8.228 46.198 23,94% 33,16%

Sumber: KPP Pratama Tampan,Pekanbaru

Dari data diatas bisa dilihat bahwa rasio kepatuhan OP non karyawan dan

OP karyawan masih sangat rendah. Rasio kepatuhan OP karyawan berubah-ubah

dimana tahun 2015-2016 mengalami peningkatan (dari 38,68% menjadi 38,97%,

akan tetapi pada tahun 2017 dan 2018 mengalami penurunan dimana tahun 2017

menurun 5,69% (menjadi 33,28%) dan pada tahun 2018 menurun 4,05% (menjadi

29,23%) dan meningkat kembali pada tahun 2019 sebanyak 3,93%. Beda dengan

OP karyawan, rasio kepatuhan non karyawan mengalami peningkatan setiap

tahunnya dari tahun 2015-2019. Namun kenaikannya tiap tahun tidak terlalu

banyak bahkan tidak sampai 5%. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 tingkat

kepatuhannya hanya 23.94% masih sangat jauh dari yang diharapkan.

Setiap KPP juga mempunyai target terkait penerimaan pajak. Adapun target dan

realisasi penerimaan pajak di KPP Pratama Tampan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak di KPP Pratama Tampan

Tahun 2017-2019

Tahun Target Realisasi Presentase

2017 1.808.160.868.000 1.657.568.109.635 91,67%

2018 1.950.840.787.000 893.851.146.407 45,82%

2019 1.991.472.328.000 1.788.740.380.329 89,82%

Sumber: KPP Pratama Tampan


Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penerimaan pajak tahun 2017-2019

menunjukkan besarnya presentase yaitu sebanyak 91,67%, 45,82%, 89,82%.

Presentase paling rendah terjadi tahun 2018 dimana realisasinya tidak sampai 50%

dari target. Meskipun presentase realisasi pada tahun 2019 termasuk tinggi,

namun presentasenya menurun jika dibandingkan dengan tahun 2017. Dan secara

keseluruhan realisasinya tidak pernah mencapai target.

Dalam rangka pemerataan pelaksanaan pembangunan, pemerintah pusat

tidak mungkin dapat melaksanakannya secara efektif. Disentralisasi dari

pemerintah pusat untuk mengawasi dan mengatur secara langsung urusan-urusan

yang ada di daerah sangat dibutuhkan. Demi efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan urusan-urusan pemerintah pusat tersebut, maka sebagian urusan-

urusan tersebut diserahkan kepada daerah. Baik yang menyangkut kebijakan,

perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaan namun tidak lepas daripada

tanggung jawab pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.

Pemerintah harus memiliki manajemen yang baik dalam mengelola

sumber dana yang diperoleh dari sektor pajak agar penggunaanya berjalan efektif

dan efisien sehingga tidak terjadi penyalahgunaan. Usaha untuk memaksimalkan

penerimaan pajak tidak dapat hanya mengandalkan peran dari Ditjen pajak itu

sendiri. Maka dari itu, kepatuhan dan kesadaran pajak merupakan faktor yang

sangat penting dalam hal untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak. Dimana

sala satu sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia adalah Self

Assessment. Dalam sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk

menghitung, menyetor dan melaporkan besarnya pajak terutang sesuai dengan


jangka waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

perpajakan. Artinya wajib pajak dituntut untuk aktif memenuhi kewajiban

perpajakan mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan

benar sampai dengan melunasi atau membayar pajak terutang.

Sebagai konsekuensi dari self assessment system, Direktur Jenderal Pajak

berkewajiban untuk melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan, dan

penerapan sanksi pajak. Namun, usaha meningkatkan penerimaan negara disektor

pajak mempunyai banyak kendala yakni antara lain tingkat kepatuhan wajib pajak

yang masih rendah, sehingga wajib pajak berusaha untuk membayar kewajiban

pajaknya lebih kecil dari yang seharusnya dan juga masih banyak wajib pajak

yang tidak melaporkan dan membayarkan pajaknya. Pada umumnya wajib pajak

cenderung untuk menghindarkan diri dari membayar pajak. Kecenderungan ini

terjadi karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dan kurangnya

pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap peraturan perpajakan. Maka

dari itu, pemerintah harus banyak melakukan sosialisasi dan juga memberikan

sanksi tegas bagi wajib pajak yang belum patuh membayar pajak agar melaporkan

pajak yang seharusnya diberikan kepada pemerintah tanpa mengurangi atau

menyimpan untuk diri sendiri. Namun demikian sangat tidak mudah menggugah

kesadaran masyarakat.

Berdasarkan data ekonomi.bisnis.com reformasi wajib pajak orang pribadi

perlu perhatian serius kepatuhan wajib pajak OP khusus yang non karyawan

masih minim atau dibawah 50%. Kalangan pengamat memandang reformasi wajib

pajak orang pribadi (WP OP) perlu menjadi pekerjaan rumah utama yang harus
segera diselesaikan. Apalagi dari segi kepatuhan, dari data juli lalu tahun 2019,

kepatuhan wajib pajak OP khususnya yang non karyawan masih minim atau

dibawah 50%.

Selanjutnya, Berdasarkan data ekonomi.bisnis.com wajib pajak orang

pribadi non karyawan tak kunjung patuh, pph orang pribadi bisa kontraksi lagi,

realisasi pph orang pribadi kemungkinan bakal terkontraksi lagi seiring dengan

tidak meningkatnya kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan.

Berdasarkan data yang didapat, bulan maret lalu realisasi pph orang pribadi

menurun hingga -52 persen dengan realisasi sebesar Rp 3,08 triliun. Hal tersebut

tidak terlepas dari realisasi penyampaian SPT tahunan dari wajib pajak orang

pribadi non karyawan yang merosot.

Per 1 april 2020 yang lalu, berdasarkan data ekonomi.bisnis.com tercatat

wajib pajak orang Pribadi non karyawan yang menyampaikan SPT Tahunan non

karyawan baru mencapai 766.221 SPT tahunan. Realisasi tersebut merosot jauh

dibandingkan tahun 2019 dimana wajib pajak orang pribadi non karyawan yang

menyampaikan SPT tahunan masih sebanyak 931.098 menyampaikan SPT

mencapai 1,2 juta Wajib pajak. Pada tanggal yang sama tahun lalu, penyampaian

SPT tahunan oleh wajib pajak orang pribadi non karyawan sudah mencapai 1,28

juta. Dengan ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan dari Wajib Pajak Orang

Pribadi non karyawan merosot -27,2 persen. Dengan jumlah Wajib Pajak Orang

Pribadi non karyawan wajib SPT mencapai 3,35 juta pada tahun 2020 dan 3,04

juta pada tahun lalu, maka rasio kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi non

karyawan melorot daripada 42,1 persen menjadi 27,8 persen. Kondisi ini akan
berpengaruh kepada realisasi pph orang pribadi pada april 2020. Sebagai

perbandingan realisasi pph orang pribadi pada april 2019 mampu bertumbuh

14,43 persen.

Fenomena ini menunjukkan bahwa masih banyak wajib pajak orang

pribadi non karyawan belum membayar pajaknya secara rutin. Banyak faktor yang

dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan

diantaranya yaitu: kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi

perpajakan dan pengetahuan perpajakan.

Kesadaran wajib pajak merupakan suatu kondisi dimana wajib pajak

mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar

dan sukarela (Brata et al., 2017). Jika seorang wajib pajak memiliki kesadaran,

maka dalam hal membayar pajak akan dilakukan secara sukarela bukan karena

keterpaksaan, dengan adanya kesadaran diharapkan wajib pajak memahami dan

menyadari pentingnya peran pajak dan dapat meningkatkan kepatuhan wajib

pajak dalam membayar pajak. Jika pemahaman wajib pajak itu semakin membaik

terhadap fungsi pajak maka wajib pajak akan bersedia membayar pajak dengan

kesadarannya sendiri sehingga dengan tingkat kesadaran yang tinggi diharapkan

juga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan kewajibannya.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Brata, Yuningsih,

Kesuma (2017) dan Ratnasari, Huda (2018) menemukan bahwa kesadaran wajib

pajak berpengaruh positif signifikan terhadap kesadaran wajib pajak orang

pribadi non karyawan. Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh


Purnamasari, Susanti, Salim (2016) dan Tulenan, Sondakh, Pinatik (2017)

menemukan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi non karyawan. Sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh Karsimiati (2009), Hardianingsih & Yulianawati (2011) menunjukkan bahwa

kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang

pribadi non karyawan adalah kualitas pelayanan fiskus. Pelayanan adalah cara

melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala kebutuhan yang

diperlukan seseorang). Sementara itu, fiskus merupakan petugas pajak. Jadi,

pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu,

mengurus, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang

dalam hal ini adalah wajib pajak (Sukartini, 2020). Pelayanan yang baik adalah

suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh negara kepada masyarakat yang telah

ikut berpartisipasi dalam kegiatan membangun negara melalui pembayaran pajak.

Masyarakat perlu mendapatkan sebuah apresiasi terhadap ketersediaannya

tersebut dengan memberikan pelayanan sebagai timbal balik atas respon positif

yang telah dilakukan. Negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

diharapkan dapat membantu masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan kewajiban

perpajakan. Apabila aparat pajak memberikan pelayanan terbaik kepada wajib

pajak, secara otomatis wajib pajak akan merasa puas dengan pelayanan fiskus,

sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tulenan, Sondakh, Pinatik (2017)

dan Purnamasari, Susyanti, Salim (2016) menemukan bahwa kualitas pelayanan


fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non

karyawan. Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahjoe Hapsari,

Ardan Gani Asalam (2019) dan Meiska Lianty, Dini Wahjoe Hapsari Kurnia

(2017) menemukan bahwa kualitas pelayanan fiskus berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan. Hasil penelitian ini

berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Brata, Yuningsih,

Kesuma (2017) yang menemukan bahwa kualitas pelayanan fiskus berpengaruh

negatif dan tidak signifikan.

Selain kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan

juga merupakan faktor pendorong kesadaran wajib pajak dalam membayarkan

pajak orang pribadi non karyawan. Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman

yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau undang-

undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu

mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Sanksi dibutuhkan supaya peraturan atau undang-undang tidak dilanggar. Sanksi

pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain

sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar

norma perpajakan (Siamena et al., 2017).

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siti Masruroh, Zulaikha

(2013) dan Erlina, Ratnawati, Andreas (2018) menemukan bahwa sanksi

perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non

karyawan. Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brata, Yuningsih,


Kesuma (2018) menemukan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan. Hasil

penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Tulenan,

Sondakh, Pinatik (2017) yang menemukan bahwa sanksi perpajakan tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang

pribadi non karyawan adalah pengetahuan perpajakan yaitu proses pembelajaran

terhadap perubahan sikap dan perilaku wajib pajak agar dapat mengetahui dan

memahami perpajakan dengan benar. Masyarakat kurang mengerti mengenai

pentingnya peranan pajak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu

mungkin diakibatkan oleh kurangnya sosialisasi yang berdampak pada rendahnya

pengetahuan perpajakan. Sehingga masyarakat enggan dalam melaksanakan

kewajiban perpajakan dan menyebabkan tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi

rendah (Khasanah, 2016 dalam Kusmeilia, Cahyaningsih, Kurnia, 2019). Menurut

Nurulita, 2017 dalam dalam Kusmeilia, Cahyaningsih, Kurnia, 2019) untuk

meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan menguasai

peraturan perpajakan. Jika wajib pajak mengetahui peraturan perpajakan yang

berlaku, maka wajib pajak akan terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siti Masruroh, Zulaikha

(2013) dan Raharjo, Majidah, Kurnia (2020) menemukan bahwa pengetahuan

perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non

karyawan. Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anjanni, Hapsari,

Asalam (2019) menemukan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif


signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan. Hasil

penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Rifa

Renia Kusmeilia (2019) yang menemukan bahwa pengetahuan perpajakan tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan

oleh Rudolof A. Tulenan, Jullie j.Sondakh, Sherly Pinatik (2017) tentang

Pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi Nonkaryawan Di KPP Pratama

Bitung dengan menambahkan satu variabel independen baru yaitu pengetahuan

perpajakan. perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada

waktu dan lokasi yang digunakan. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama

Tampan. Karena UMKM merupakan kelompok usaha dengan jumlah yang cukup

besar di Indonesia. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,

Badan Pusat Statistik, dan United Nation Population Fund jumlah pelaku UMKM

di Indonesia pada 2018 sebanyak 58,97 juta orang. Bila dibandingkan jumlah

penduduk Indonesia pada tahun 2018 yang mencapai kurang lebih 265 juta jiwa

maka sekitar 23 persen dari jumlah penduduk merupakan pelaku UMKM.

Besarnya jumlah pelaku UMKM menarik perhatian peneliti untuk melakukan

penelitian di KPP Pratama Tampan.

Berdasarkan fenomena gap dan research gap pada penelitian sebelumnya

yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti kembali

tentang kepatuhan wajib pajak. Adapun penelitian ini diberi judul “ PENGARUH

KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN FISKUS, SANKSI


PERPAJAKAN DAN PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP WAJIB

PAJAK ORANG PRIBADI NON KARYAWAN (STUDI EMPIRIS PADA

UMKM SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI

KPP PRATAMA TAMPAN).

III. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan sebelumnya, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi non karyawan?

2. Apakah kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi non karyawan?

3. Apakah sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

orang pribadi non karyawan?

4. Apakah pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi non karyawan?

IV. TUJUAN DAN MAANFAAT PENELITIAN

IV.1 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti

pengalaman atas hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi non karyawan


2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi non karyawan

3. Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi non karyawan

4. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi non karyawan

IV.2 MANFAAT PENELITIAN

Dalam penelitian ini ada beberapa manfaat yang diuraikan peneliti sebagai berikut:

a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai

kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan pengetahuan perpajakan

terhadap kepatuhan wajib pajak.

b. Bagi peneliti selanjutnya

● Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan literatur

untuk melakukan penelitian sejenis, baik dengan tujuan untuk

menguji pada periode dan sampel yang berbeda ataupun untuk

tujuan pengembangan penelitian selanjutnya.

● Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

kemauan atau motivasi dan kesadaran, untuk memenuhi

kewajiban membayar pajak.

c. Bagi wajib pajak KPP Pratama Tampan


Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya membayar pajak untuk

pembangunan nasional, sebagai sarana informasi untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan membayar pajak dan mengetahui seberapa besar

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kepatuhan membayar pajak.

V. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar memudahkan dalam memahami pembahasan proposal penelitian ini pada

sistematika penulisan ini, maka penulis akan menyusun dalam beberapa bab,

adapun yang akan diuraikan pada masing-masing bab adalah:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Hal ini berisikan tentang Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II :TELAAH PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas teori yang sesuai dengan penelitian dengan

hipotesis dan variabel penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini kemukakan tentang metode penelitian yang terdiri dari

lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,

populasi serta analisa data.

BAB IV : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Pada bab ini membahas gambaran tentang objek penelitian seperti

sejarah singkat, struktur organisasi dan aktivitas umum dari objek

penelitian tersebut.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini kemukakan tentang metode penelitian yang terdiri dari

lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,

populasi dan sampel serta analisa data.

BAB VI : TELAAH PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS

6.1 TELAAH PUSTAKA

6.1.1 Teori Legitiminasi

Menurut Deegan dalam Ulum (2017:39) dalam perspektif teori legitimasi,

suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya, jika manajemen

menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas. Teori legitimasi

didasarkan pada adanya fenomena kontak sosial antara sebuah organisasi dengan

masyarakat atau kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan

peradilan, dapat pula diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan

mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang

pemimpin organisasi tersebut harusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada di

masyarakat. Menurut teori ini, tindakan organisasi haruslah mempunyai aktivitas

ataupun kegiatan dan kinerja yang dapat diterima oleh masyarakat pada

umumnya.
Legitimasi dapat dianggap menyamakan asumsi atau persepsi bahwa suatu

tindakan yang dilakukan oleh entitas atau kelompok adalah tindakan yang

diinginkan, sesuai dengan nilai, norma, kepercayaan dan definisi yang

dikembangkan secara sosial. Apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak

orang pribadi non karyawan teori legitimasi sangat berkaitan dengan kepatuhan

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu wajib pajak pribadi non

karyawan harus mengikuti kebijakan dan ketetapan yang dikeluarkan oleh

pemerintah untuk sistema sosial yang lebih besar.

6.1.2 Teori Kepatuhan (Comliance Theory)

Teori kepatuhan terkait dengan ketaatan pada otoritas aturan-aturan

(Milgram, 2011, 371:378). Teori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial

khususnya di bidang psikologis dan sosiologi yang lebih menekankan pada

pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang

individu. Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap

sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal mereka (Rahayu, 2010).

Adanya sanksi administrasi maupun sanksi hukum pidana bagi wajib pajak

yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dilakukan supaya masyarakat

selaku wajib pajak mau memenuhi kewajibannya. Hal ini terkait dengan ikhwal

kepatuhan perpajakan atau tax compliance. Kepatuhan adalah ketaatan atau

berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas adalah ketaatan

dalam menjalankan semua peraturan perpajakan. Menurut Rahayu (2010)

kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan wajib pajak memenuhi
semua kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya, kepatuhan

juga perilaku yang taat hukum. Secara konsep, kepatuhan diartikan dengan adanya

usaha dalam mematuhi peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi.

6.1.3 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

Teori perilaku terencana (theory of planned behavior) merupakan

kerangka berpikir konseptual yang bertujuan untuk menjelaskan determinan

perilaku tertentu. Menurut Ajzen (1991, 179-211) faktor sentral dari perilaku

individu adalah bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh niat individu (behavior

intention) terhadap perilaku tertentu tersebut. Teori planned behavior cocok

digunakan untuk mendeskripsikan perilaku apapun yang memerlukan perencanaan

(Ajzen, 1991).

Apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi non

karyawan Theory of Planned Behavior (TPB) Ajzen (1991), perilaku wajib pajak

sangat dipengaruhi oleh adanya niat wajib pajak itu sendiri (behavioral intention)

terhadap perilaku tertentu. Sedangkan niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh

variabel sikap (attitude). Sikap terhadap kepatuhan pajak dibentuk oleh keyakinan

wajib pajak terhadap kepatuhan pajak yang meliputi segala hal yang diketahui

oleh wajib pajak, diyakini dan dialami wajib pajak mengenai pelaksanaan

peraturan perpajakan yang berlaku. Keyakinan wajib pajak tentang perilaku

kepatuhan pajak ini akan menghasilkan sikap terhadap kepatuhan pajak yang

dapat bersifat positif atau negatif, yang selanjutnya akan membentuk niat wajib
pajak untuk berperilaku patuh atau tidak patuh terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

6.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, patuh adalah suka menurut

(perintah dan sebagainya); taat (pada perintah,aturan dan sebagainya); berdisiplin.

Sedangkan kepatuhan merupakan sifat patuh; ketaatan. Kepatuhan pajak

merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban

perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya (Widodo, 2010).

Secara umum ada dua jenis kepatuhan:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib oajak

memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam

undang-undang.

2. Kepatuhan material adalah keadaan dimana wajib pajak secara

substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material

perpajakan, yaitu sesuai dengan isi undang-undang perpajakan.

Keputusan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.

6.1.5 Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran merupakan sikap seseorang yang secara sukarela menaati

semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya (Hasibuan,

2012:193) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran adalah keinsafan,

keadaan mengerti, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.berdasarkan


penjelasan diatas dapat disimpulkan kesadaran adalah kondisi dimana seseorang

mengerti hak dan kewajiban yang harus dijalankannya.

Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena

merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Kesadaran

perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari

masyarakat. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa semakin tinggi kesadaran

perpajakan wajib pajak maka akan semakin mendorong wajib pajak untuk

membayar pajak.

6.1.6 Kualitas Pelayanan Fiskus

Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala

kebutuhan yang diperlukan seseorang). Sementara itu, fiskus merupakan petugas

pajak. Maka, pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam

membantu, mengurus, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan

seseorang yang dalam hal ini adalah wajib pajak (Mory, 2015).

Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan

kepuasan kepada wajib pajak dan dalam batasan memenuhi standar pelayanan

yang dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Kualitas

adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, proses dan

lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya.

Dengan demikian, kualitas yang dimaksud adalah kondisi yang menghasilkan:

1. Produk yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak

2. Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak


3. Suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak

4. Lingkungan yang memenuhi harapan wajib pajak

Parasuraman et al., (1988), mengemukakan terdapat lima dimensi yang

digunakan untuk menilai kualitas pelayanan, yaitu:

1. Kehandalan (Reliability) Kehandalan berkaitan dengan kemampuan aparat

pajak untuk memberikan pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa

membuat kesalahan apapun dan menyampaikan sesuai dengan waktu yang

disepakati.

2. Daya tanggap (Responsiveness)

Daya tanggap berkenaaan dengan kesediaan dan kemampuan aparat pajak

untuk membantu wajib pajak dan merespon permintaan mereka, serta

menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan dan kemudian pelayanan

secara cepat.

2 Jaminan (assurances)

Jaminan adalah perilaku aparat mampu menumbuhkan kepercayaan dan

menciptakan rasa aman bagi wajib pajak. Jaminan juga berarti bahwa aparat

pajak selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan

yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah wajib

pajak.

3 Empati (Empathy)

Empati berarti aparat pajak memahami masalah wajib pajak dan bertindak

demi kepentingan wajib pajak, serta memberikan perhatian personal kepada

wajib pajak dan memiliki jam operasi yang nyaman.


4 Bukti fisik (Tangibles)

Bukti fisik dengan daya Tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang

digunakan aparat pajak, serta penampilan aparat pajak.

6.2.7 Sanksi Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sanksi adalah tindakan (hukuman)

demi memaksa seseorang untuk mengikuti aturan atau untuk mematuhi ketentuan

undang-undang. Sanksi ini diperlukan agar masyarakat (wajib pajak) agar lebih

sadar dalam memenuhi kewajibannya. Selain itu, juga untuk memastikan bahwa

ketentuan peraturan perpajakan telah dilaksanakan dengan baik oleh wajib pajak.

Sanksi pajak juga merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan

kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak

melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011).

Pada hakekatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk

menciptakan ketertiban dalam perpajakan yang mengarah pada kepatuhan wajib

pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan kata lain, sanksi

perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar

norma-norma pajak yang telah ditetapkan. Itulah sebabnya, penting bagi wajib

pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi

hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.

Dalam undang-undang perpajakan dikenal 2 macam sanksi, yaitu:

1. Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian terhadap negara yang bisa berupa denda

administrasi, bunga maupun kenaikan pajak terutang.

2. Sanksi Pidana

Merupakan upaya terakhir dari pemerintah agar norma-norma perpajakan

benar-benar dipatuhi.

6.1.7 Pengetahuan Perpajakan

Menurut Nugroho & Zulaikha (2012) pengetahuan tentang peraturan

perpajakan adalah proses dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan

mengaplikasikan pengetahuannya untuk membayar pajak. Pengetahuan tentang

peraturan perpajakan yang dimaksud adalah mengerti dan paham tentang

ketentuan umum serta segala tata cara perpajakannya, meliputi: cara

menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran, tempat pembayaran,

denda dan batas waktu pembayaran atau pelaporan SPT . Masyarakat yang

mengetahui dengan baik peran dan fungsi pajak yang dibayarkan akan mendorong

kepatuhan menyampaikan perpajakannya. Selain itu pengetahuan mengenai sanksi

terhadap pelanggaran aturan perpajakan juga dapat memotivasi wajib pajak untuk

taat pajak.

Pentingnya wajib pajak mengetahui pengetahuan mengenai pajak

diharapkan agar wajib pajak menjadi tahu dan memahami bagaimana peran pajak

sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk

membiayai pengeluaran negara yang dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Tanpa mempunyai pengetahuan mengenai perpajakan, ada kecenderungan bahwa

wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban untuk mematuhi peraturan perpajakan


baik itu dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja (Anjanni et al., 2019).

Melalui pendidikan formal dan non formal dapat meningkatkan pengetahuan

wajib pajak, karena pengetahuan perpajakan merupakan hal paling mendasar

dimiliki wajib pajak (Errlina et al., 2019).

6.2 PENELITIAN TERDAHULU

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah melakukan penelitian tentang

pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan

pengetahuan perpajakan terhadapkepatuhan wajib pajak orang pribadi non

karyawan. Berikut merupakan hasil penelitian terdahulu mengenai kepatuhan

wajib pajak yang telah dilakukan. Penelitian oleh Brata, et.al (2017) tentang

pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan

pekerjaan bebas di kota samarinda, menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak

berpengaruh positif signifikan, pelayanan fiskus berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan sanksi perpajakan

berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Ratnasari & Huda

(2018) melakukan penelitian tentang pengaruh pelayanan pegawai pajak, dan

kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak OP pada kantor pelayanan

pajak pratama kerawang utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan

pegawai pajak, kesadaran wajib pajak berpengaruh positif signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak.


Masruroh & Zulaikha (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh

kemanfaatan npwp, pemahaman wajib pajak, kualitas pelayanan, sanksi

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kemanfaatan npwp, pemahaman wajib pajak, sanksi perpajakan berpengaruh

positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Kusmeilia, et.al meneliti mengenai

pengaruh perpajakan, penerapan system E-filling dan penerapan sistema E-billing

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengetahuan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

sedangkan penerapan sistem E-filling dan sistema E-billing berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian Lianty, et.al (2017)

tentang pengetahuan perpajakan, sosialisasi perpajakan, dan pelayanan fiskus

terhadap kepatuhan wajib pajak dengan hasil pengetahuan perpajakan, sosialisasi

perpajakan, pelayanan fiskus berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak.

Penelitian Anjanni, et.al (2019) tentang pengaruh penerapan self

assessment system, pengetahuan wajib pajak, dan kualitas pelayanan terhadap

kepatuhan wajib pajak. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan self assesment,

sistem pengetahuan wajib pajak, kualitas pelayanan berpengaruh positif signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Purnamasari, et.al (2016) tentang pengaruh

kesaran wajib pajak, pelayanan fiskus dan tax amnesty terhadap kepatuhan wajib

pajak non-karyawan menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak, pelayanan

fiskus, kebijakan tax amnesty berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Raharjo, et.al (2020) tentang pengaruh pemahaman peraturan perpajakan, tarif


pajak dan kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak. Menunjukkan

bahwa pemahaman peraturan perpajakan, tarif pajak, kualitas pelayanan

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil

(tahun) Penelitian

1 (Brata et al., Pengaruh kesadaran Dependen :

2017) wajib pajak, pelayanan


Kepatuhan
fiskus, dan sanksi pajak
Wajib pajak
terhadap kepatuhan
orang pribadi
wajib pajak orang
yang
pribadi yang melakukan
melakukan
kegiatan usaha dan
kegiatan
pekerjaan bebas di kota
usaha dan
Samarinda
pekerjaan

bebas

Independen :

Kesadaran

wajib pajak Berpengaruh


positif

signifikan
Pelayanan

fiskus Berpengaruh

negatif dan

tidak

signifikan

Sanksi pajak
Berpengaruh

positif

signifikan

2 Ratnasari & Pengaruh pelayanan Dependen :

Huda (2018) pegawai pajak dan


Kepatuhan
kesadaran wajib pajak
wajib pajak
terhadap kepatuhan
orang pribadi
wajib pajak orang
non karyawan
pribadi (op) pada kantor

pelayanan pajak

pratama karawang utara

Independen :

Pelayanan

pegawai pajak Berpengaruh

positif
signifikan

Berpengaruh

positif
Kesadaran
signifikan
wajib pajak

3 Masruroh & Pengaruh kemanfaatan Dependen :

Zulaikha NPWP, pemahaman


Wajib pajak
(2013) wajib pajak, kualitas
orang pribadi
pelayanan, sanksi
non karyawan
perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak

(study empiris pada WP Independen :

OP di kabupaten Tegal) Kemanfaatan


Berpengaruh
NPWP
positif
Pemahaman
Berpengaruh
wajib pajak
positif
Sanksi
Berpengaruh
perpajakan
positif

4 Kusmeilia et Pengaruh pengetahuan Dependen :

al., (2019) perpajakan, penerapan


Wajib pajak
system E-filing dan
orang pribadi
penerapan sistema E-
Billing terhadap non karyawan

kepatuhan wajib

pajak(WP OP Non
Independen :
karyawan)

Pengetahuan

perpajakan
Tidak

Penerapan berpengaruh

system E-
Berpengaruh
filling
positif dan

Penerapan signifikan

system E-
Berpengaruh
Billing
positif dan

signifikan

5 Lianty et al., Pengetahuan Dependen:

(2017) perpajakan,sosialisasi
Wajib pajak
perpajakan, dan
orang pribadi
pelayanan fiskus
non karyawan
terhadap kepatuhan
Independen:
wajib pajak (op non

karyawan) Pengetahuan
Berpengaruh
perpajakan
signifikan
Sosialisasi
Berpengaruh
perpajakan signifikan

Pelayanan Berpengaruh

fiskus signifikan

6 Errlina et al., Pengaruh kualitas Dependen:

(2019) pelayanan fiskus, sanksi


Wajib pajak
pajak, terhadap
orang pribadi
kepatuhan wajib pajak
non karyawan
orang pribadi non

karyawan: kondisi

keuangan dan Independen:

pengetahuan wajib Kualitas


Berpengaruh
pajak sebagai variabel pelayanan
positif
moderating fiskus

Sanksi

perpajakan Berpengaruh

positif

7 (Anjanni et Pengaruh penerapan self Dependen :

al., 2019) assessment system,


Wajib pajak
pengetahuan wajib
orang pribadi
pajak, dan kualitas
non karyawan
pelayanan terhadap
kepatuhan wajib pajak

(studi pada wajib pajak


Independen :
orang pribadi non
Penerapan
karyawan di KPP
self
Pratama Ciamis Tahun Berpengaruh
assessment
2017) positif
system
signifikan

Pengetahuan
Berpengaruh
wajib pajak
positif

signifikan

Kualitas Berpengaruh

pelayanan positif

signifikan

8 Purnamasari Pengaruh kesadaran Dependen :

et al., (2016) wajib pajak, pelayanan


Kepatuhan
fiskus dan tax amnesty
wajib pajak
terhadap kepatuhan
orang pribadi
wajib pajak non-
non karyawan
karyawan

Independen :

Kesadaran
wajib pajak

Pelayanan Berpengaruh

fiskus positif

Kebijakan Berpengaruh

Tax amnesty positif

Berdampak

positif

9 (Raharjo et Pengaruh pemahaman Dependen:

al., 2020) peraturan perpajakan,


Kepatuhan
tarif pajak, dan kualitas
wajib pajak
pelayanan terhadap
orang pribadi
kepatuhan wajib pajak
non karyawan
( studi kasus pada wajib
Independen :
pajak orang pribadi non

karyawan di kpp Pemahaman


Berpengaruh
pratama cibinong peraturan

perpajakan positif
periode 2020)

Tarif pajak

Berpengaruh

positif
Kualitas

pelayanan Berpengaruh
positif

10 (Tulenan et Pengaruh kesadaran Dependen :

al., 2017) wajib pajak, kualitas


Kepatuhan
pelayanan fiskus dan
wajib pajak
sanksi pajak terhadap
orang pribadi
kepatuhan wajib pajak
non karyawan
orang pribadi non

karyawan Di KPP

Pratama Bitung Independen :

Kesadaran

wajib pajak Berpengaruh

positif

Kualitas Berpengaruh
pelayanan positif
fiskus

Sanksi pajak
Tidak

berpengaruh

11 (Permata Sari Pengaruh pemahaman Dependen :

et al., 2019) pajak, pelayanan aparat


Kepatuhan
pajak, sanksi perpajakan
wajib pajak
dan prefensi risiko

perpajakan terhadap
wajib pajak (studi kasus

UMKM Toko elektronik


Independen :
di kecamatan Sitiung
Pemahaman Berpengaruh
Dharmasraya)
pajak sifnifikan

Pelayanan Berpengaruh

aparat pajak signifikan

Sanksi Berpengaruh

perpajakan signifikan

Prefensi Berpengaruh

resiko signifikan

12 (Hapsari & Análisis faktor-faktor Dependen :

Kholis, 2020) kepatuhan wajib pajak


Kepatuhan
UMKM di KPP Pratama
wajib pajak
Karanganyar
UMKM

Independen :

Sanksi pajak
Berpengaruh

signifikan

Kesadaran
Berpengaruh
wajib pajak
signifikan

Pemahaman
Berpengaruh
peraturan signifikan

perpajakan

Tarif pajak
Berpengaruh

signifikan

Sumber: Penelitian Terdahulu

6.3 KERANGKA PEMIKIRAN

6.3.1 Pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib

pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas

dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas. Jadi apabila

kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

maka kepatuhan tidak akan terjadi, ada juga kesadaran merupakan kemauan

disertai dengan tindakan dari refleksi terhadap kenyataan. Kesadaran wajib pajak

merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban membayar

pajak berdasarkan hati nuraninya yang tulus (Susilawati & Budiartha, 2013).

Berdasarkan Theory of planned Behavior yang relevan dengan penelitian

ini menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Individu akan memiliki keyakinan dalam hasil yang akan diperoleh atas

perilakunya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak
yang sadar akan memiliki keyakinan jika ia membayar pajak maka hasil yang

diharapkan yaitu dapat membantu pembangunan negara. Kesadaran wajib pajak

atas fungsi perpajakan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib

pajak. Maka dari itu antusias kesadaran dari diri wajib pajak sangatlah dibutuhkan

dan harus ditumbuhkan secara terus-menerus.

Kesadaran wajib pajak yang tinggi muncul karena adanya motivasi dalam

dirinya, persepsi positif terhadap pajak serta pemahamannya terhadap peraturan

perundang-undangan pajak. Kondisi sebaliknya mengatakan bahwa kesadaran

yang rendah disebabkan oleh tidak adanya motivasi serta pemahaman akan pajak

itu sendiri.

Kesadaran wajib pajak bukan semata-mata hanya sekedar lepas dari

kewajiban pajak saja, namun wajib pajak juga harus mengetahui untuk apa pajak

tersebut dan kenapa pajak itu sangat penting bagi pembangunan Negara maupun

daerah yaitu dengan meningkatkan pengetahuan tentang perpajakan.

Hasil penelitian Januar Dio Brata, Isna Yuningsih, Agus iwan Kesuma

(2017), Ina Ratnasari, Syamsul Huda (2018), Desy Purnamasari, Jeni Susyanti, M.

Agus Salim (2016) dan Rudolf A. Tulenan, Jullie J.Sondakh, Sherly Pinatik

(2017) membuktikan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan, sehingga diperoleh hipotesis

pertama sebagai berikut:

H1: Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak


6.3.2 Pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak

Meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat pula dilakukan melalui

peningkatan kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan fiskus merupakan salah satu

hal yang meningkatkan minat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya dan diharapkan petugas pajak harus memiliki pelayanan yang baik

terkait segala hal yang berhubungan dengan pajak. Hal ini selaras dengan

penelitian (Pranadata, 2014 dalam Tulenan, Sondakh, Pinatik, 2017), semakin

buruk pelayanan yang diberikan petugas pajak kepada wajib pajak maka tingkat

kepatuhan wajib pajak akan semakin rendah.

Kualitas pelayanan pajak merupakan salah satu hal yang dapat

meningkatkan minat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan

diharapkan petugas pelayanan pajak harus memiliki kompetensi yang baik terkait

segala hal yang berhubungan dengan perpajakan. Ketika seseorang merasa

nyaman dan puas dengan layanan yang diberikan oleh petugas pajak, mereka akan

termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Dengan demikian,

semakin baik layanan yang diberikan oleh petugas pajak, mereka akan termotivasi

untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka (Vince Ratnawati, Ria Nelly, dan

Zuraidah M ohd, 2019) Pelayanan pajak yang baik dari instansi pajak merupakan

hal yang paling penting untuk menarik perhatian wajib pajak, jika petugas pajak

senantiasa memberlakukan wajib pajak secara adil tanpa pandang bulu dalam

melayani wajib pajak maka si wajib pajak akan senang dengan pelayanan yang

didapatkan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan niat wajib pajak untuk

membayarkan pajaknya.
Setiap wajib pajak berhak mendapatkan pelayanan yang baik tentunya

seperti petugas pajak yang cepat tanggap atas keluhan dan kesulitan yang dialami

oleh wajib pajak, petugas yang selalu memberikan informasi dan penjelasan

dengan jelas dan mudah dimengerti oleh wajib pajak yang nantinya dapat

memberikan kepuasan kepada wajib pajak.

Meskipun diberi kewenangan menjadi fiskus yang bertanggung jawab

dalam keberhasilan pemungutan pajak, tetapi kewenangan setiap pegawai tersebut

tetap dibatasi sesuai dengan jenjang jabatan pada instansi yang bersangkutan. Hal

ini dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh fiskus yang

pada akhirnya dapat merugikan wajib pajak. Oleh karena itu dalam menjalankan

tugasnya yang diberikan pada seorang fiskus, harus ada penugasan resmi yang

diberikan oleh pejabat yang berwenang.

Iliyas & Richard (2010) menjelaskan bahwa meskipun kampanye dan

penyuluhan perpajakan telah dilaksanakan Ditjen Pajak, cara yang dirasa paling

baik untuk dapat mengubah sikap masyarakat yang masih kontra dan belum

memahami pentingnya membayar pajak, dan akhirnya mau mendaftarkan diri

untuk memperoleh NPWP adalah melalui pelayanan. Masih dalam Iliyas &

Richard (2010), dijelaskan bahwa sikap atau pelayanan fiskus yang baiklah yang

harus diberikan kepada seluruh wajib pajak, karena dalam membayar pajak

seseorang tidak mempunyai kontraprestasi yang langsung. Jika dalam dunia

perdagangan ada ungkapan "Pembeli adalah Raja”, maka ungkapan “Wajib Pajak

adalah Raja” juga perlu dimasyarakatkan, sehingga wajib pajak bersemangat

dalam membayar pajak.


Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ina Ratnasari, Syamsul

Huda(2018), R.A. Meiska Lianty, Dini Wahjoe Hapsari Kurnia (2017), Een

Erlina, Vince Ratnawati, Andreas (2018) membuktikan bahwa kualitas pelayanan

fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan,

sehingga diperoleh hipotesis kedua sebagai berikut:

H2: Kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak

6.3.3 Pengaruh sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk

menciptakan kedisiplinan wajib pajak dalam perpajakan yang mengarah pada

kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan

kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat mencegah (preventif) agar wajib pajak

tidak melanggar norma-norma pajak yang telah ditetapkan. Maka dari itu, penting

bagi wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui

konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.

Wajib pajak akan patuh untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bila

memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Selain itu

jika wajib pajak benar-benar mematuhi ketentuan dan peraturan perpajakan,

mereka tidak akan merasa was-was karena dibayangi sanksi yang akan mereka
dapatkan jika tidak memenuhi semua kewajiban perpajakannya. Sanksi

perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi.

Sanksi adalah suatu tindakan yang berupa hukuman yang diberikan kepada

orang yang melanggar peraturan. Apabila kewajiban perpajakan tidak dilakukan,

maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi karena pajak mengandung unsur

pemaksaan. Penerapan sanksi perpajakan bertujuan untuk memberikan efek jera

kepada wajib pajak yang melanggar norma perpajakan sehingga tercipta

kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Masruroh

& Zulaikha (2013) mengatakan bahwa wajib pajak akan patuh membayar pajak

bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Oleh sebab

itu, sanksi perpajakan sangat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi

Administrasi dan sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma

perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, dan ada pula yang

diancam dengan sanksi pidana. Penerapan sanksi perpajakan baik administrasi dan

pidana mendorong kepatuhan wajib pajak, namun penerapan sanski harus

konsisten dan berlaku terhadap semua wajib pajak yang tidak memenuhi

kewajiban perpajakannya.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Januar Dio Brata, Isna

Yuningsih, Agus Iwan Kesuma (2017), Siti Masruroh, Zulaikha (2013), Een

Erlina, Vince Ratnawati & Andreas (2018) membuktikan bahwa sanksi


perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non

karyawan, sehingga diperoleh hipotesis ketiga sebagai berikut:

H3: Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

6.3.4 Pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib

pajak

Pengetahuan wajib pajak dalam penelitian ini adalah pengetahuan wajib

pajak tentang perpajakan. Pengetahuan perpajakan adalah perubahan sikap dan

tata laku seseorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Melalui

pendidikan formal dan non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran

wajib pajak dalam membayar pajak, karena pengetahuan perpajakan merupakan

hal yang paling mendasar yang harus dimiliki wajib pajak (Hardiningsih &

Yulianawati, 2011).

Pengetahuan perpajakan akan membantu meningkatkan kepatuhan wajib

pajak dalam membayar pajak. Wajib pajak yang mempunyai pengetahuan tentang

pajak seperti mengetahui bagaimana cara mengisi spt dengan benar, menghitung

jumlah pajak yang ditanggungnya, mengetahui jenis-jenis pajak, dapat secara

sadar diri akan patuh membayar pajak. Wajib pajak telah mengetahui bagaimana

alur penerimaan pajak tersebut akan berjalan, hingga akhirnya manfaat membayar

pajak tersebut dirasakan. Seorang wajib pajak akan taat membayar pajak apabila

wajib pajak mempunyai pengetahuan tentang perpajakan dengan baik. Apabila

wajib pajak mengetahui peraturan pajak, maka wajib pajak tersebut akan taat
melaksanakan kewajiban perpajakannya dan akan meningkatkan kepatuhan wajib

pajak.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Raharjo et al. (2020), Irna

Liani Putri Anjanni, Dioni Wahjoe Hapsari, Ardan Gani Asalam (2019), R.A.

Meiska Lianty, Dini Wahjoe Hapsari Kurnia (2017) membuktikan bahwa

pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi non karyawan, sehingga memperoleh hipotesis keempat sebagai berikut:

H4: Pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak

Kesadaran wajib pajak


(X1)

Kualitas pelayanan fiskus


Kepatuhan wajib pajak
(X2) orang pribadi non-
karyawan
(Y)

GAMBAR 6.1
KERANGKAPEMIKIRAN
Sanksi perpajakan
(X3)

Pengetahuan perpajakan
(X4)
6.4 HIPOTESIS

Berdasarkan teori dan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis

dalam penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

H2 : Kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

H3 : Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

H4 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

VII METODE PENELITIAN

Método penelitian adalah ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu (Sugiono;2017;03). Dalam penelitian ini menggunakan método

penelitian kuantitatif. Método penelitian kuantitatif adalah método penelitian yang

melandaskan fisafatpositiveme digunakan untutk meneliti pada populasi dan

sample tertentu, pengumpulan data menggunkan instrumen penelitian, análisis

data bersifat kuantitaf (Sugiono;2017;03).

7.1 OBJEK PENELITIAN

Adapun lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah KPP Pratama Tampan

Pekanbaru yang berada di Jl. MR. SM Amin, Ring Road Arengka II, Simpang

Baru, Tampan, Kota pekanbaru. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2021 sampai

dengan selesai.
7.2 POPULASI DAN SAMPEL

7.2.1 Populasi

Menurut (Sugiyono, 2014:115) menyatakan bahwa populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh wajib pajak orang pribadi non-karyawan sektor makanan dan

minuman di wilayah KPP Pratama Tampan Pekanbaru sebanyak 2.688

UMKM.

7.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

rumus slovin karena dalam pengambilan sampel, jumlah sampel harus

representative. Rumus slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel

minimal jika diketahui ukuran populasi pada taraf signifikasi 5% dengan

rumus sebagai berikut:

n= N
1 + Ne2
N

N= 2.688

= 1 + 2.688 x 0,052

2.688 = 1 +2.688 x 0,0025


2.688/ 1+ 6,72

= 348,186

Dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 450 UMKM

dari ketentuan minimal sampel yang harus diambil sebanyak 348.

7.3 Teknik Pengambilan Sampel

Dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan, maka teknik

yang digunakan antara lain:

a) Studi kepustakaan

Data dan informasi yang dibutuhkan dan diperoleh dari berbagai referensi literatur,

jurnal-jurnal, media cetak, dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan masalah

tersebut yang dapat digunakan sebagai landasan teori dan alat untuk

melakukan analisis.

b) Mengakses website dan situs-situs terkait

Website dan situs-situs yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan

masalah tersebut. Digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan guna

menunjang penelitian seperti menemukan isu dan mendapatkan penelitian

terdahulu.

c) Kuesioner merupakan metode pengumpulan data dengan memberikan

tanggung jawab kepada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan.

Instrumen yang digunakan adalah checklist (daftar cocok), untuk melihat

kecenderungan responden yang dibuat dengan skala likert yang merujuk pada
modal ordinal. Masing-masing jawaban dari 5 ( lima ) alternatif jawaban yang

tersedia diberi skor. Skala likert dapat dilihat dalam tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1

Skala Likert

Kategori

Sangat Tidak Setuju (STS)

Tidak Setuju (TS)

Ragu-Ragu (RR)

Setuju (S)

Sangat Setuju (SS)

Untuk mengukur pendapat responden digunakan skala Likert lima

angka untuk mengukur kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus,

sanksi perpajakan, dan pengetahuan perpajakan yaitu mulai angka 1 untuk

pendapat sangat tidak setuju (STS) hingga angka 5 untuk pendapat sangat

setuju (SS). Berikut perinciannya:

Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 0%

Angka 2 = Tidak Setuju (TS) 25%


Angka 3 = Kurang Setuju (KS) 50%

Angka 4 = Setuju (S) 75%

Angka 5 = Sangat Tidak Setuju (STS) 100%

7.6 IDENTIFIKASI DAN OPERASIONALISASI VARIABEL

Menurut (Sekaran, 2011:115), Variabel adalah apapun yang dapat

membedakan atau membawa variasi pada nilai. Nilai bisa berbeda pada

berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama, atau pada waktu yang

sama untuk objek atau orang yang berbeda . Pada bagian ini akan diuraikan

definisi dari masing-masing variabel, baik variabel dependen maupun

variabel independen yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 3.2

Identifikasi dan Operasional Variabel

Variabel Defenisi Variabel Indikator Skala

(Independen) Suatu kondisi dimana 1. Mengetahui adanya Ordinal

wajib pajak undang-undang dan


Kesadaran
mengetahui, ketentuan perpajakan
wajib pajak
memahami, dan 2. Mengetahui fungsi

melaksanakan pajak untuk

ketentuan perpajakan pembiayaan negara

dengan benar dan 3. Memahami bahwa

sukarela (Muliari & kewajiban perpajakan


Setiawan, 2020) harus dilaksanakan

sesuai dengan

ketentuan yang

berlaku

4. Memahami fungsi

pajak untuk

pembiayaan negara

5. Menghitung,

membayar,melaporka

n pajak dengan

sukarela

6. Menghitung,

membayar,

melaporkan pajak

yang benar.

(Independen) Kualitas pelayanan 1. Petugas pajak telah Ordinal

fiskus adalah cara memberikan


Kualitas
petugas pajak pelayanan pajak
pelayanan
membantu, mengurus dengan baik
fiskus
dan menyiapkan segala 2. Petugas pajak

keperluan yang senantiasa

dibutuhkan seseorang memperlakukan wajib

wajib pajak. (Arum, pajak secara adil tanpa


2012). pandang bulu

3. Saya merasa bahwa

penyuluhan yang

dilakukan oleh

petugas pajak dapat

membantu

pemahaman saya

mengenai hak dan

kewajiban sebagai

wajib pajak

4. Petugas pajak

senantiasa

memperhatikan

keberatan wajib pajak

atas pajak yang

dikenakan

5. Kepuasan dengan

kualitas pelayanan

fiskus pajak saat ini

Rosvitawati (2012)

(Independen) Jaminan bahwa 1. Sanksi pajak sangat Ordinal

ketentuan peraturan diperlukan agar


Sanksi
perpajakan (norma tercipta kedisiplinan
perpajakan
perpajakan) akan wajib pajak dalam

dituruti/ditaati/dipatuhi. memenuhi kewajiban

Atau dengan kata lain, perpajakannya.

sanksi pajak adalah alat 2. Pengenaan sanksi

preventif agar wajib harus dilaksanakan

pajak tidak melanggar dengan tegas kepada

norma perpajakan semua wajib pajak

(Mardiasmo, 2011). yang melakukan

pelanggaran

3. Sanksi yang diberikan

kepada wajib pajak

harus sesuai dengan

besar kecilnya

pelanggaran yang

sudah dilakukan

4. Penerapan sanksi

pajak harus sesuai

dengan ketentuan dan

peraturan yang

berlaku

5. Pengenaan sanksi

pajak atas pelanggaran

selama ini belum


cukup menimbulkan

efek jerah

(Arum,2012)

(Independen) Pengetahuan wajib 1. Mengetahui dan Ordinal

pajak merupakan memahami jenis-jenis


Pengetahuan
proses dimana wajib pajak
perpajakan
pajak memahami 2. Mengetahui dan

tentang perpajakan memahami cara

kemudian menerapkan memperhitungkan

pengetahuan tersebut pajak penghasilan

untuk membayar pajak yang harus dibayar

(Resmi, 2014). serta angsuran pajak

sesuai undang-undang

3. Mengetahui dan

memahami tata cara

membayar pajak

4. Mengetahui dan

memahami batas

waktu pembayaran

pajak

5. Mengetahui dan

memahami sanksi atas

keterlambatan
pembayaran pajak

6. Mengetahui dan

memahami cara

mengisi surat

pemberitahuan (SPT)

(Dependen) Kepatuhan wajib pajak 1. Membayar pajak Ordinal

adalah telah merupakan suatu hal


Kepatuhan
terpenuhinya semua yang tepat yang harus
wajib pajak
kewajiban dan hak dilaksanakan, oleh

perpajakan oleh wajib karena itu saya mau

pajak sesuai dengan dan sadar

peraturan perundang- mendaftarkan diri

undangan pajak untuk memperoleh

(Cahyonowati et al., NPWP

2015). 2. Saya telah berusaha

sebaik mungkin untuk

melaporkan

pendapatan dan biaya

pada SPT secara benar

3. Saya selalu membayar

pajak tepat waktu dan

tidak pernah terlambat

4. Saya telah
menyampaikan SPT

tepat waktu dan tidak

pernah terlambat

5. Apabila ada denda dan

keterlambatan

pembayaran saya

bersedia dengan tulus

membayar denda atas

kesalahan saya

tersebut

6. Walaupun harus

membayar persentase

yang besar untuk

pajak sebagai

konsekuensi

kepatuhan saya

terhadap UU, saya

tetap membayarnya

7. Saya tidak pernah

melakukan

kecurangan dalam

membayar pajak

walaupun
dimungkinkan untuk

melakukannya

8. Saya menerima

kewajiban saya untuk

membayar pajak

sebagaimana mestinya

dengan niat baik yang

tulus

9. Membayar pajak

merupakan suatu

kewajiban yang harus

diterima oleh semua

wajib pajak di

indonesia

Sumber: Disusun untuk kepentingan penelitian

7.7 ANALISIS DATA

Analisis data digunakan untuk menyederhanakan data agar lebih

mudah di interpretasikan yang diolah dengan menggunakan rumus atau

aturan-aturan yang ada sesuai pendekatan penelitian. Tujuan analisis data

adalah mendapatkan informasi yang relevan yang tergantung di dalam data

tersebut dan menggunakan hasilnya untuk memecahkan suatu masalah.

Analisis data adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memproses dan

menganalisis data yang telah terkumpul


7.7.1 Analisis Data Deskriptif

Dalam suatu metode analisis deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan dan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum dan generalisasi.

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberi gambaran variabel

penelitian (kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi

perpajakan dan pengetahuan perpajakan).

7.7.2 Uji Kualitas Data

7.7.2.1 Uji validasi

Uji validasi adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validasi suatu

instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin

diukurnya (Sugiyono, 2014). Cara untuk mengukur validasi di penelitian

ini dengan menghitung korelasi antara pertanyaan pada kuesioner dengan

skor pertanyaan dengan membandingkan r yang terdapat pada tabel dan r

hitung dengan bantuan Software statistical Package For Science (SPSS),

maka kuisioner dapat dikatakan valid jika:

● R hitung > r tabel, dengan tingkat signifikan 0,05 atau 5% maka

kuesioner tersebut dikatakan valid

● R hitung < r tabel, dengan tingkat signifikan 0,05 atau 5% maka

kuesioner tersebut dikatakan tidak valid.


7.7.2.2 Uji Reabilitas

Uji realibilitas dilakukan setelah uji validitas dan hanya untuk pertanyaan-

pertanyaan yang telah dianggap valid. Uji realibilitas adalah alat untuk

mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator variabel. Kehandalan

berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur apabila dilihat dari

stabilitas atau konsistensi internal dari jawaban atau pertanyaan jika

pengamatan dilakukan secara berulang. Uji realibilitas ini dilakukan

dengan menggunakan metode uji statistik Cronbach’s Alpha. Dari hasil

perhitungan dalam penelitian ini setiap variabel memberikan nilai

Cronbach’s Alpha >0,60. Maka dikatakan memiliki relibilitas, dan jika

Alpha <0,60 maka tidak memiliki relibilitas (Gozali, 2011).

7.7.2.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk

menguji data-data yang digunakan dalam penelitian ini apakah telah

memenuhi asumsi klasik, yaitu tidak terjadi gejala multikolinearitas, tidak

terdapat heteroskedasitas. Jika telah memenuhi ketiga hal tersebut maka

model regresi akan memberikan hasil yang Best Linear Estimator (BLUE)

(Gozali, 2011).

7.7.2.4 Uji Normalitas Data

Untuk mengolah data digunakan Uji Normalis, yang menguji apakah dalam

sebuah model regresi, variabel independen dan variabel dependen atau

keduanya mempunyai distribusi normal adalah dengan memasukkan nilai

residual dalam pengujian non parametrik. Jika nilai signifikan yaitu <0,05
dan Z > 1,96 maka data tidak terdistribusi secara normal. Data akan

terdistribusi normal jika Z > 1,96 dan signifikansi >0,05.

7.7.2.5 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Gozali, 2011). Model

regresi yang seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF (Variance Influating

Factor) yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Dasar pengambilan

keputusan adalah apabila nilai tolerance > 0,1 atau sama dengan nilai VIF <

10 berarti tidak ada multikolinearitas antar variabel dalam model regresi.

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

independen atau tidak terjadi multikolinearitas. Apabila antar variabel

independen terdapat korelasi yang cukup tinggi (R² diatas 0,90) maka itu

artinya bahwa terdapat multikolinearitas.

7.7.2.6 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidak

samaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain

dalam model regresi (Ghozali; 2013; 59). Model regresi yang baik adalah

jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda

(heteroskedastisitas). Heteroskedastisitas dapat dilihat melalui grafik plot

antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya. Apabila pola pada

gambar ditunjukkan dengan titik-titik menyebar secara acak (tanpa pola yang
jelas) serta tersebar di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model

regresi.

7.7.3 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis adalah proses pengujian dimana nanti akan

diputuskan apakah penelitian akan diterima atau ditolak. Dalam pengujian

hipotesis pada penelitian ini, análisis yang digunakan adalah Analisis Regresi

Linear Berganda.

7.7.3 Analisis Regresi Berganda

Pengujian dalam penelitian ini menggunakan model regresi berganda. Model

regresi yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2 X2 + β3X3 + β4X4 + e

Keterangan:

Y = Kepatuhan wajib pajak

α = Konstanta

β = Koefisien regresi

X1 = Kesadaran wajib pajak

X2 = Kualitas pelayanan fiskus

X3 = Sanksi perpajakan

X4 = Pengetahuan Perpajakan

e = eror (variabel pengganggu)

7.7.4.1 Uji t
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-

masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk mencari t tabel dengan

df= N-2 tarif nyata 5% dapat dengan menggunakan tabel statistik hitung dan

statistik tabel dapat juga diambil keputusan berdasarkan nilai signifikansi

dengan dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2011:139) yaitu:

a. Jika thitung > t table dan nilai signifikansi < 0, 05 maka terdapat pengaruh variabel

X terhadap Y.

b. Jika thitung < ttable dan nilai signifikansi > 0, 05 maka tidak terdapat pengaruh

variabel X terhadap variabel Y.

7.7.4.2 koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) dimaksudkan untuk mengukur kemampuan

seberapa besar persentase variasi variabel bebas pada model regresi linear

berganda menjelaskan variasi variabel terkait (Hendri & Setiawan, 2017).

Jika R2 = 0 berarti bahwa variabel independen tidak memiliki pengaruh sama

sekali terhadap variabel dependen. Sebaliknya apabila R-1 berarti bahwa

dependen 100% dipengaruhi oleh variabel independen. Oleh sebab itu, nilai

R2 berkisar antara 0 dan 1. Apabila nilai R 2 kecil, maka kemampuan variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen rendah. Apabila R 2

mendekati satu, maka variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.


DAFTAR PUSTAKA

Anjanni, I. L. P., Hapsari, D. W., & Asalam, A. G. (2019). Pengaruh Penerapan

Self Assessment System, Pengetahuan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi pada Wajib Pajak Orang Pribadi

Non Karyawan di KPP Pratama Ciamis Tahun 2017). Jurnal Akademi

Akuntansi, 2(1), 11–19. https://doi.org/10.22219/jaa.v2i1.8172

Brata, J. D., Yuningsih, I., & Kesuma, A. I. (2017). Pengaruh Kesadaran Wajib

Pajak , Pelayanan Fiskus , dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas di Kota

Samarinda The Effect of Taxpayer Awareness , Fiscal Services , and Tax

Sanctions on. Forum Ekonomi, 19(1), 69–81.

Errlina, E., Ratnawati, V., & Andreas. (2019). Pengaruh Kualitas Pelayanan

Fiskus, Sanksi Pajak, Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non

Karyawan : Kondisi Keuangan Dan Pengetahuan Wajib Pajak Sebagai

Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Wpop Non Karyawan Di Wilayah

Kpp Pratama Bengkalis). Journal of Chemical Information and Modeling,

53(9), 1689–1699.

Hapsari, A., & Kholis, N. (2020). Analisis Faktor-Faktor Kepatuhan Wajib Pajak
UMKM di KPP Pratama Karanganyar. Reviu Akuntansi Dan Bisnis

Indonesia, 4(1), 56–67. https://doi.org/10.18196/rab.040153

Hardiningsih, P., & Yulianawati, N. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kemauan Membayar Pajak. Dinamika Keuangan Dan Perbankan, 3(1), 126–

142.

Hendri, & Setiawan, R. (2017). Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompensasi

Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Samudra Bahari Utama. Jurnal AGORA,

Masruroh, S., & Zulaikha. (2013). Pengaruh Kemanfaaatan NPWP, Pemahaman

Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak (Studi Empiris pada WP OP di Kabupaten Tegal). Diponegoro

Journal of Accounting, 2(4), 1–15.

Raharjo, N. K., Majidah, M., & Kurnia, K. (2020). PENGARUH PEMAHAMAN

PERATURAN PERPAJAKAN, TARIF PAJAK, DAN KUALITAS

PELAYANAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus

pada Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan di KPP Pratama Cibinong

Periode 2020). E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 7, 671.

https://doi.org/10.24843/eeb.2020.v09.i07.p05

Ratnasari, I., & Huda, S. (2018). Pengaruh pelayanan pegawai pajak dan

kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada

kantor pelayanan pajak Pratama Karawang Utara. Jurnal Riset Akuntansi

Keuangan, 3(2), 1–14.

Resmi, S. (2014). Perpajakan Teori dan Kasus. Penerbit Salemba Empat.


Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai