Dinas Peternakan Nagekeo, Puskeswan Baun, dan UPTD Balai Pembibitan dan
Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah Bunikasih
OLEH : KELOMPOK 4C
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan pada Sapi di Dinas
Peternakan Nagekeo dengan baik serta dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini
merupakan pertanggung jawaban tertulis atas pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
pada Sapi yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan PKL ini dapat terlaksana dengan
baik dan berjalan dengan lancar berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihaktempat PKL yang telah menerima, memberikan bimbingan, perhatian, dan
pengarahan dalam pelaksanaan PKL ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang mengarahkan penulis dalam kegiatan PKL dan penulisan laporan
serta kritik, saran, dan segala dukungan yang telah diberikan untuk menyempurnakan
laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk
perbaikan lebih lanjut.
Penulis
ii
BIODATA ANGGOTA KELOMPOK KOASISTENSI 4C
iii
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Jombang, 15 November 1999
Alamat Asal : Maumere
Alamat sekarang : Lasiana
No Hp : 081338863598
Alamat Email : desiasih47@gmail.com
iv
Alamat Asal : Nangaba-Ende
Alamat Sekarang : Blok R, RSS Oesapa
Alamat Email : venansiusjesmaryolabhu@gmail.com
v
7. Nama Lengkap : Vilomena K. Toan, S.KH
Jenis Kelaminn : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Taluru, 05 Januari 1998
Alamat Asal : Atambua-Belu
Alamat Sekarang : Manutapen, jln Kota nyonya Kel. Manutapen
Nomor Telepon : 081353440291
Alamat email : vilomenatoan05@gmail.com
vi
DAFTAR ISI
vii
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
KABUPATEN NAGEKEO
14 - 25 Agustus 2023.
OLEH
2023
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
ternak sapi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan kegiatan PKL ini secara umum adalah menambah wawasan dan
keterampilan terkait manajemen kesehatan ternak sapi. Selain tujuan umum,
kegiatan ini juga memiliki tujuan seperti:
1.3 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
7. Mewujudkan mutu sumber daya manusia dan infrastruktur wilayah
yang mendukung peningkatan daya saing daerah.
5
2.2 Struktur Kepengurusan
Kepala Dinas
UPTD Sekretaris
Kepala Bidang
KASIE Pembibitan KASIE Keswan
Sarana, Prasarana
dan Penyuluhan
Kelompok Jabatan
Fungsional
6
Kabupaten Nagekeo adalah membantu bupati dalam melaksanakan sub urusan
peternakan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang
diberikan kepada pemerintah daerah. Dari ringkasan tugas pokok tersebut, maka
fungsi Dinas Peternakan antara lain adalah perumusan dan pelaksana kebijakan,
serta pelaporan dan evaluasi kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner,
pengolahan dan pemasaran, perbibitan, produksi ternak, sarana prasarana dan
penyuluhan.
7
Gambar 2. Kantor Dinas Peternakan Nagekeo
8
BAB III
GAMBARAN KEGIATAN
9
Senin, 21 Agustus 2023 Pengambilan darah, pemberian vitamin dan obat
cacing, serta pemeriksaan kebuntingan pada sapi di
Instalasi Pembibitan Ternak Sapi Kabupaten
Nagekeo
10
BAB IV
11
pengelolaan perkandangan yang meliputi fungsi kandang, jenis-jenis kandang dan
tipe-tipe kandang. Fungsi kandang sebagai tempat berlindung sekaligus
berlangsungnya berbagai aktivitas dari ternak. Jenis kandang meliputi kandang
individu, kandang kelompok, kandang pejantan, kandang beranak, dan kandang
karantina. Tipe kandang yang dimiliki masyarakat ialah kandang tunggal dengan
menempatkan sapi pada suatu baris atau jajaran dan kandang kelompok. Terdapat
tiga sistem pemeliharaan ternak yaitu ekstensif, intensif dan semi intensif.
Pemeliharaan sistem intensif sering digunakan pada sapi potong di Indonesia
karena lebih efisien dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang,
penanganan penyakit dan memandikan ternak (Sugeng, 2000). Sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif sering digunakan apabila pemeliharaan
sapi disesuaikan dengan ketersediaan pakan di area sekitar tempat pemeliharaan
(Mondang dan Talib 2015). Masyarakat Nagekeo memelihara sapi dengan pola
pemeliharaan semi ekstensif dan ekstensif karena dianggap lebih mudah.
Lokasi kandang milik peternak jauh dari pemukiman warga dan hasil limbah
(kotoran) ternak sapi akan dijadikan sebagai pupuk organik. Hal ini sesuai dalam
12
Zaenal, 2020 yang menyatakan kandang ideal ialah yang jauh dari pemukiman
penduduk, ventilasi dan suhu udara kandang yang baik, dan efisien dalam
pengelolaan. Jika kandang dekat dengan pemukiman penduduk dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran udara akibat bau yang ditimbulkan dari
kotoran ternak yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya (Rianto dan
Purbowati, 2013).
13
protein kasar yang cukup tinggi pada hijauan king grass memiliki manfaat yang
sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan ternak. Protein berfungsi dalam
membangun dan menjaga organ tubuh, menyediakan asam-asam amino makanan,
energi, lemak, gula, glikogen darah, enzyme, beberapa hormon dalam tubuh serta
menyediakan komponen tertentu dari DNA, RNA dan ATP.
14
empat senyawa tersebut, LA merupakan yang paling bersifat hepatotoksik
sehingga hati akan melepaskan beberapa zat yang akan menimbulkan reaksi
peningkatan kepekaan kulit terhadap sinar matahari (Baruti et al., 2017).
Sumber air minum sapi berasal dari air irigasi persawahan yang
melintasi perkandangan ternak sapi. Air minum merupakan salah satu
kebutuhan penting yang seharusnya diperhatikan untuk disediakan bagi ternak
sepanjang waktu. Kebutuhan air minum untuk sapi 20-40 liter/ekor/hari
(Astuti et al., 2018). Air sangat dibutuhkan dalam berbagai fungsi biologis
dan metabolisme tubuh seperti pengaturan suhu tubuh, membantu proses
pencernaan, pengaturan tekanan osmosis darah, transport nutrisi, hormon dan
zat lain yang diperlukan tubuh, pertumbuhan fetus, produksi susu dan
sebagainya. Konsumsi bahan kering pada pakan akan mempengaruhi tingkat
konsumsi air pada kondisi lingkungan yang normal.
15
keperluan operasional IB, semen beku disimpan dalam kontainer nitrogen cair.
Inseminator mengambil semen beku dalam kemasan straw setiap kali IB untuk
dibawa dalam wadah berisi nitrogen cair yang lebih kecil.
16
Denpasar untuk pemeriksaan.
Ear tag merupakan barcode yang disematkan pada telinga sapi untuk
tujuan pendataan ternak secara sistematis oleh Dinas peternakan pada
masing-masing kabupaten/kota. Ear tag adalah sejenis anting yang
memiliki kode tertentu berupa angka ataupun huruf berfungsi sebagai
tanda pengenal sapi. Ear tag biasanya dipasang di daun telinga sapi karena
telinga sapi merupakan bagian yang paling lunak untuk dipasang atau
ditusuk dengan jarum dan merupakan bagian yang mudah dilihat.
Pemasangan Ear tag biasanya pada telinga sebelah kiri. Pemasangan Ear
tag ini dilakukan saat sapi masih berusia muda (pedet) yaitu usia 0 bulan
sampai 8 bulan. Pemasangan pada pedet ini bertujuan untuk memperkecil
kemungkinan sapi stres. Penomoran pada ear tag sapi ini terdiri dari tiga
buah angka. Angka-angka ini menunjukkan tahun kelahiran dan nomor
individu sapi (Aisuwarya et al., 2020)
2. Cacingan
Sapi berusia 1 tahun dilaporkan tidak bisa berdiri atau ambruk. Sapi
belum divaksin dan belum pernah diberi obat cacing, adanya kemungkinan
inbreeding, pakannya berupa batang jagung, sapi berukuran lebih kecil
dibandingkan sapi yang seumuran lainnya. Sapi tidak bisa berdiri, bulu
17
kusam, tidak nafsu makan. Terapi yang diberikan berupa terapi
simptomatis yaitu diberikan infus karena sapi tersebut sangat lemas,
kemudian diberikan biodin karena biodin mengandung ATP. Setelahnya
sapi diberikan pengobatan menggunakan Ivermectin 0,2 ml SC.
Sapi yang terinfeksi helminthiasis akan terhambat pertumbuhannya,
penurunan berat badan, dan diare berkepanjangan. Hal ini disebabkan oleh
cacing yang berpredileksi di usus akan mengurangi fungsi kemampuan
mukosa usus dalam transpor glukosa dan metabolit lainnya. Apabila
ketidakseimbangan ini cukup besar, akan menyebabkan menurunnya nafsu
makan, serta tingginya kadar nitrogen di dalam tinja yang dibuang karena
tidak dipergunakan. Infestasi parasit internal juga dapat menyebabkan
penurunan kondisi fisik dan sistem kekebalan tubuh sehingga ternak sangat
peka terhadap serangan penyakit yang berujung pada kematian ternak
(Swai et al. 2006).
18
3. Pemberian Obat Cacing dan Vitamin
19
A B
Gambar 11. Pemberian obat cacing pada sapi (A), pemberian
vitamin (B)
20
Gambar 12. Diare pada pedet
5. Thelaziasis
21
meninggalkan folikel ovarium dan bermigrasi ke bagian mulut lalat.
Perkembangan dari larva tahap pertama sampai dengan larva tahap ketiga
berlangsung selama 15-20 hari di dalam tubuh lalat. Larva infektif akan
menginfeksi mata sapi ketika lalat berada disekitar mata sapi. Di dalam
mata sapi cacing akan menjadi dewasa dalam waktu 20-25 hari (Soulsby,
1982).
Pengobatan dilakukan dengan pemberian antihelminthiasis levamisole
10% yang telah diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1:9 ml.
Levamisole 10% merupakan obat antihelminth yang digunakan secara tetes
ocular dengan jumlah 3 ml/ hari.
22
BAB V
PENUTUP
23
DAFTAR PUSTAKA
Aisuwarya R., Mohammad HH., Rahmi EP., Rian F., Fatimah. 2020.
Implementasi Teknologi NFC Untuk Recording Data Sapi Perah
Kelompok Tani Lembu Alam Serambi Kota Padang Panjang. Padang.
JAATEC
Omura, S. 2008. Ivermectin: 25 years and still going strong. Int J Antimicrob
Agents. 31(2): 91–98.
24
7(4):145-152.Heath SE, Harris JRB. 2003. Common internal parasite
of goat in florida. University of Florida. CIR1023. IFAS Extension.
25
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)
DI DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PETERNAKAN
UPTD BALAI PEMBIBITAN DAN PENGEMBANGAN INSEMINASI
BUATAN TERNAK SAPI PERAH BUNIKASIH
KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT
28 Agustus - 08 September 2023
OLEH:
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa
Cendana dalam melaksanakan tridarma perguruan tinggi menghasilkan lulusan
berkualitas tinggi yang mampu mengintegrasikan, menerapkan dan
mengembangkan ilmu veteriner serta peternakan agar mampu bersaing di
tingkat nasional dan internasional. Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa
Cendana merupakan kelanjutan dari program pendidikan Sarjana Kedokteran
Hewan.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh mahasiswa secara langsung di lapangan. Kegiatan ini sangat
membantu mahasiswa/i dalam menambah wawasan mengenai keadaan yang
terjadi secara aktual di lapangan. Kegiatan yang bersifat praktikal juga akan
secara langsung melengkapi berbagai teori yang telah didapat di kelas. Teori
yang didapat tidak serta merta akan mudah diaplikasikan jika mahasiswa tidak
mengetahui kondisi yang nyata terjadi secara langsung di lapangan.
Salah satu wawasan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh
seorang lulusan dokter hewan yang diperoleh melalui kegiatan PKL yaitu
kompetensi dalam pemanfaatan dan penerapan teknologi peternakan serta
manajemen kesehatan hewan dalam pengendalian dan pencegahan berbagai
penyakit, salah satunya pada ternak sapi sehingga mampu menunjang populasi
maupun menjaga keberlangsungan komoditas ternak sapi.
Sapi merupakan salah satu plasma nutfah yang ada di Indonesia yang
telah lama dibudidayakan dan telah menyebar ke berbagai penjuru nusantara.
Tingginya kebutuhan akan ternak sapi haruslah didukung dengan produksi yang
memadai, selain dari segi kuantitas harus pula didukung oleh kualitas ternak
yang dihasilkan. Agar kualitas dan kuantitas produksi ternak berjalan seimbang
diperlukan suatu manejemen pemeliharaan, kesehatan dan reproduksi yang baik
pula. Saat ini teknik pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan inseminasi buatan
adalah salah satu cara dalam mendukung keberhasilan dari produktivitas sapi
27
yang diharapkan di bidang reproduksi untuk dapat memenuhi kualitas serta
kuantitas yang optimal.
Hal inilah yang melatarbelakangi kegiatan PKL di UPTD Balai
Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah
Bunikasih Kabupaten Cianjur, Jawa Barat untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman kegiatan praktis di lapangan seperti pembelajaran mengenai
manajemen perkandangan dan pengamatan tingkah laku ternak, pakan,
pemeliharaan, manajemen kesehatan hewan dan manajemen reproduksi seperti
melakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan inseminasi buatan (IB).
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan kegiatan PKL ini secara umum
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai hubungan antara
teori dan penerapannya di lapangan sehingga dapat menjadi bekal
bagi mahasiswa setelah terjun di masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mempelajari terkait manajemen pemeliharaan,
perkandanagan dan pakan pada ternak sapi
2. Untuk memperlajari terkait manajemen kesehatan hewan yang
meliputi pengendalian, penangananan, pencegahan serta
pengobatan penyakit-penyakit pada ternak sapi.
3. Untuk mempelajari terkait pemeriksaan kebuntingan dan
aplikasi teknologi reproduksi ternak dalam rangka
pengembangan populasi ternak sapi pada suatu peternakan
1.3. Manfaat
Manfaat dari kegiatan PKL ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta manambah wawasan melalui
pengalaman PKL dalam hal manajemen pemeliharaan, kesehatan serta
reproduksi ternak sapi.
28
BAB II
RENCANA KEGIATAN
29
3. Mempelajari dan melakukan terkait dengan manajemen reproduksi yang
meliputi, pemeriksaann kebuntingan, pemeriksaan gangguan reproduksi,
penanganan dan pencegahan gangguan reproduksi, pengaplikasian
teknologi reproduksi untuk meningkatkan populasi ternak sapi (Inseminasi
Buatan).
4. Mempelajari dan melakukan tindakan wawancara, edukasi terkait
manajemen kesehatan hewan, manajemen perkandangan dan manajemen
pakan.
2.3. Peserta
Peserta kegiatan PKL adalah mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana. Jumlah
peserta kegiatan PKL Profesi adalah 1 orang atas nama: Vilomena Kusi Toan,
S.K.H (2009020032)
30
BAB III
31
Agustus 2023 Penjelasan SOP oleh penanggung jawab kandang
F2
1) Sanitasi Kandang
2) Pemberian Pakan
3) Pengembalaan sapi perah
Pengurasan bak air minum menggunakan sikat
untuk membersikan lumut ataupun sisa pakan, dan
kotoran yang menempel di bak.
Pemberian pakan (Hijauan, kacang Kedelai,
konsentrat di homogenkan mineral dan
Leguminosa)
4 Kamis, 31 Kandang B3:
Agustus 2023 Penjelasan SOP kandang laktasi
Sanitasi kandang
Pemerahan susu:
1) Menyiapkan alat pemerahan yang sudah
steril
2) Menyiapkan “celup putting” wadah botol
yang berisi air steril dan Povidone iodine
3) Menyiapkan wadah berisi air panas beserta
kain steril
4) Membersihkan putting sapi menggunakan
kain yang telah dicelupkan dengan air
hangat
5) Mengaplikasikan tabung penyedot pada
setiap putting, waktunya 5-8 menit
6) Total susu yang dihasilakan 110 liter.
7) Treatment putting setelah pemerahan celup
putting.
8) Sterilisasi alat pemerahan susu
menggunakan air bersih, kemudian air
panas dan di simpan di tempat kering.
32
5 Jumat, 01 Kandang D2B:
september Sanitasi kandang (pembersihan sisa pakan dan
2023 menguras sisa air minum, membersikan sampah
plastic disekitar area kandang.
Pemberian pakan (hijauan, konsentrat dan mineral,
Leguminosa)
Exercise (mengiring sapi keluar dari kandang ke
padang pengembalaan)
Pemotongan kuku kaki belakang dan depan
sebanyak 4 ekor sapi.
6 Sabtu, 02 Kandang B2 (Laktasi Akhir)
September Tahap persiapan dan pelaksanaan sanitasi kandang:
2023 Mempersiakan bahan dan peralatan untuk
memandikan ternak, membersihkan kandang,
pemberian pakan.
Membersihkan bak pakan, minum menggunakan
sapu lidi sambal disirami air.
Tahap persiapan dan pelaksanaan proses pemerahan susu
sapi:
Mempersiapkan bahan, kelayakan peralatan
pemerahan, dan lingkungan bersih dan nyaman.
Pemerahan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi
(05:00 WIB) dan sore hari (16:00 WIB)
Penggiringan sapi ke tempat pemerahan susu dan
menenangkan sapi yang akan diperah.
Mencuci tangan, agar meminimalisir agen
pathogen ataupn benda asing lainnya.
Mengisi wadah dengan panas, membasahi kain
bersih dan membersihkan ambing
Dilakukan satu atau dua pancaran perahan awal
(stripping) dari setiap putting dibuang.
Memasang tabung penyedot pada setiap putting
33
susu sapi sampai tersedot membutuhkan waktu 5-8
menit perekor sapi.
Sesudah pemerahan selesai ambing dibersihkan
kembali serta di dipping dengan air yang di campur
povidine iodine.
Peralatan pemerahan dibersihkan menggunakan
sabun dan dibilas dengan air panas.
7 Senin, 04 Distribusi HTTP:
September Rumput, leguminosa di Choopper(alat pemotongan
2023 rumput otomatis)
Pengemasan pakan yang di Chooper ke karung
dengan jumlah yang berbeda 15-20 kg/karung.
8 Selasa, 05 Keswan:
September Pemberian terapi cairan Ringer Laktat pada 2 ekor
2023 pedet
Jumlah 4 botol Ringer Laktat/ekor
No.18 IV chath.
Infus set.
Spuit 3ml
Antibiotik (Colibact)
9 Rabu, 06 Keswan:
September Pemotongan tanduk 1 ekor pedet menggunakan
2023 Electric dehorning.
Pemberian terapi Lymoxine spray, Glusanex spray,
antibiotic sulpidone 3 mL
10 Kamis, 07 Keswan:
September Mengikuti kegiatan Pemeriksaan Kebuntingan
2023 (PKB) yang dilakukan oleh dokter menggunakan
USG rektal
34
Palpasi Perektal
11 Jumat, 08 Keswan:
September Kegiatan NKT kandang A1 sebanyak 48 ekor
2023 Mengukur NKT pada pedet sapi di kandang
Karantina sebanyak 26 ekor
35
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Profil Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pembibitan dan
Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah (BPPIB TSP)
Bunikasih
36
dilakukan meliputi: menyelenggarakan pengujian mutu bibit, teknologi inseminasi
buatan dan embrio transfer ternak sapi perah, menyelenggarakan pengembangan
perbibitan dan inseminasi ternak sapi perah dan menyelenggarakan kegiatan
percontohan perbibitan dan distribusi semen beku ternak sapi perah. Selain itu
tempat ini biasanya digunakan sebagai tempat bimbingan bagi peserta PKL,
magang dan edukasi bagi masyarakat. Tempat ini memiliki jumlah pegawai ASN
sebanyak 18 orang, THL 47 orang. Jumlah ternak sapi perah di BPPIB TSP
Bunikasih saat ini 239 ekor sapi perah Friesian Holstein (FH).
Pola pemeliharaan ternak di UPTD BPPIB TSP Bunikasih yaitu intensif
terkontrol artinya pakan dan air minum disediakan oleh pihak instansi setiap 2 kali
sehari (pagi dan sore). Untuk memudahkan pekerja dalam memelihara dan
mengontrol ternak maka ternak dibagi dalam beberapa kandang diantaranya:
kandang pedet, kandang pedet lepas sapih, kandang sapi dara muda, dara siap
kawin, kandang partus, kandang laktasi, kandang karantina dan kandang pejantan.
Tabel 2. Populasi Sapi Perah di BPPIB-TSP Bunikasih
No Kandang Status Umur/bulan Jumlah/ekor
1 B1 Pedet 0-3 bulan 35 ekor
2 F3 Pedet (baru) 0-3 bulan 14 ekor
3 D2B Pedet lapas sapih 3-6 bulan 12 ekor
4 F2 Darah muda I 6-10 bulan 25 ekor
5 D2A Dara muda II 6-10 bulan 13 ekor
6 A1 Dara siap kawan 10-18 bulan 48 ekor
7 C1 Betina partus >18 bulan 16 ekor
8 B3 Laktasi Awal >18 bulan 24 ekor
9 B2 Laktasi tengah-masa >18 bulan 23 ekor
kerning
10 E Karantina 2-4 bulan 26 ekor
11 P Pejantan 1,4 tahun 1 ekor
Jumlah total = 237 ekor
37
pemeliharaan sapi perah. Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan
produksi susu diantaranya pemantauan mutu bibit ternak, peningkatan kualitas
mutu pakan, dan menerapkan manajemen perkandangan yang baik. Fungsi
kandang yaitu menjaga ternak dalam kondisi nyaman agar dapat berproduksi
secara optimal, yang memenuhi aspek lingkungan yang aman seperti terhindar
dari angin kencang, terik matahari, air hujan, suhu udara malam hari yang
dingin, gangguan binatang buas, dan pencuri. Berikut ini aspek manajemen
perkandangan yang efek didukung oleh penerapan sanitasi, biosekurity dan
biosafety pada sapi perah di Bunikasih terdiri atas tiga komponen yaitu sanitasi,
isolasi, dan lalu lintas. Komponen tersebut meliputi:
1) Sanitasi
38
Gambar 2. Desinfektan dan kegiatan desinfeksi di BPPIBTSP
Bunikasih
Berdasarkan kegiatan maupun observasi sanitasi kandang sapi perah di
UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak
Sapi Perah Bunikasih Kabupaten Cianjur Jawa Barat baik. Standar
operasional prosedur BPPIB-TPS Bunikasih mempunyai beberapa
komoditi dalam penanganan, sanitasi, biosafety maupun biosecurity
penyebaran penyakit yaitu: (1) Sanitasi Sapi merupakan pembersihan
tubuh/memandikan sapi dengan cara menyirami sapi menggunakan air
selang dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Pembersihan sisa
kotoran feses yang menempel pada bulu rammbut sapi perah menggunakan
sikat dan disiram lagi menggunakan air. (2) Sanitasi tempat pakan dan
minum. Pembersihan bak pakan menggunakan sapi lidi mengumpul sisa
pakan dan menyimpan kedalam karung. Membersihkan lagi dengan
menyiram air pada bak pakan agar tidak ada kotoran feses maupun sisa
pakan yang menempel.
39
Gambar 3. Sanitasi Bak Minum Sapi Perah
(3) Sanitasi lantai/alas lantai, dinding, dan atap bangunan merupakan aspek
yang penting dalam menciptakan kenyamanan ataupun kesejateraan sapi perah.
Jumlah feses yang banyak dipengaruhi oleh populasi sapi dan pakan yang
diberikan sehingga hal pertama yang dilakukan yaitu membersikan feses dengan
sekop dan selanjutnya disiram lagi air selang agar lebih bersih. Feses sapi perah
yang menempel pada dinding maupun sekat besi pada saat defekasi di kandang
dibersihkan menggunakan sikat dan disiram dengan air selang.
Prioritas kenyamanan dan keselamatan sapi maupun orang yang
bertanggung jawab membersihkan kandang dengan memastikan lantai dibersihkan
agar tidak licin, Atap dibersihkan karena salah area yang rentan terserang rayap
merusak kayu sehingga bangunan akan cepat rusak, mengurangi resiko serangga
seperti laba-laba atau tawon yang ada di atap bagunan. Meminialisir gigitan
serangga pada sapi perah atupun petugas yang bertanggungjawab di kandang.
(4). Sanitasi Bak Security Kandang merupakan salah satu unsur penting dalam
meminimalisir agen pathogen. Pembersihan bak sekuriti kandang dengan cara
menguras sisa air hingga bersih, mengganti air bersih sampai penuh kemudian
diberikan kaporit 1 tablet dan aktivitas ini dilakukan setiap hari 1 kali. Calcium
Hipochlorite Ca (OCl)2 umum disebut pula kaporit. Kaporit dipilih sebagai
desinfektan dalam pengolahan limbah cair karena menurut Said (2007), klor pada
kaporit terutama HOCl umumnya sangat efektif untuk inaktivasi patogen dan
bakteri indicator. Rosyidi (2010), klorin mampu membunuh mikroorganisme
patogen seperti bakteri dengan cara memecah ikatan kimia pada molekulnya atau
merubah struktur ikatan enzim, bahkan merusak struktur ikatan enzim.
40
Gambar 4. Penerapan dipping sepatu bot sebelum dan sesudah
masuk kandang sapi perah.
(5) Sanitasi selokan yang merupakan salah satu tempat terdapatnya kotoran
yang menumpuk dalam selokan dibersihkan agar tidak tersumbat dan
drinase lebih baik. Menurut Dairy NZ (2015) konstruksi atau desain
bangunan kandang ternak sapi perah dapat dipengaruhi oleh lama
penggunaan bangunan tersebut. Semakin lama bangunan digunakan maka
bangunan harus memperhatikan beberapa faktor utama seperti ketahanan
bangunan serta sistem pengelolaan limbah. Beberapa konstruksi yang
penting dalam bangunan kandang antara lain sudut kemiringan lantai,
ventilasi, dinding, atap, parit atau drainase serta tempat pakan dan minum
(AAK, 1995). Menggunakan peralatan yang steril selama melakukan
tindakan karantina dan tempat penyimpanan pakan yang senantiasa
dibersihkan secara rutin.
2) Isolasi
41
pemeriksaan, penanganan dan pengobatan. Selain itu hewan yang baru yang
masuk dilakukan pemeriksaan dan ditinjaklanjuti dengan isolasi hewan selama
12 hari, setelah masa karantina habil baru sapi diarahkan ke kandang yang
akan ditempat.
3) Biosecurity dan Biosecurity
Tindakan terhadap lalu lintas sapi perah di Bunikasih yaitu kendaraan dan
pengunjung, diwajibkan desinfeksi di gerbang I. Pengunjung diwajibkan
memakai sepatu booth yang disediakan, dan melakukan dipping pada bak yang
terdapat di depan kandang. Kandang yang dipergunakan untuk pengunjung
terpisah sendiri, kandang tersebut disebut juga kangdang edukasi. Perlakuan
terhadap lalu lintas peralatan, wajib didesinfeksi di gerbang I dan dibawah ke
tempat penyipanan peralatan. Penanggungjawab setiap kandang memakai
pakaian khusus (cattle pack) dan sepatu booth pada saat masuk ke kandang.
42
Cianjur Jawa Barat pola pemeliharaan intensif dan semiintensif. Jumlah
kandang pemeliharaan yang ada di BPPIBTSP Bunikasih sebanyak 12 kandang
yang diperuntukkan bagi ternak pedet, ternak dara, ternak induk, dan kandang
karantina/isolasi. BPPIBTSP Bunikasih menggunakan sistem perkandangan
kandang individu, free stall barn dan stall barn dengan menerapkan tipe
kandang tunggal, tail to tail dan head to head.
Dinding kandang ada yang terbuat dari tembok semen dan ada juga yang
terbuat dari besi dengan ketinggian mulai dari 65-150 cm. Saluran pembuangan
bermuara ke lahan HPT yang memiliki kemiringan 2%. Tempat pakan dan
tempat minum dibedakan menjadi dua kondisi yaitu permanen dan tidak
permanen. Tempat pakan dan minum permanen terbuat dari semen, sedangkan
tempat pakan dan minum yang tidak permanen menggunakan ember dan
gentong. Pemeliharaan pedet menggunakan dua jenis kandang yaitu kandang
individu dan kandang stall barn. Pemeliharaan dara dan induk menggunakan
kandang free stall barn dan stall barn. Kandang karantina menggunakan jenis
kandang free stall barn yang memiliki sekat. Fasilitas pendukung sebagai
penunjang manajemen perkandangan yang terdapat di BPPIBTSP Bunikasih
diantaranya kandang jepit, lahan exercise, milking parlor, cooling room dan
gang way.
Perkandangan di BPPIB-TSP Bunikasih terbagi atas beberapa jenis
kandang yang didasarkan pada fungsinya diantaranya kandang untuk sapi
laktasi, Sapi siap kawin, betina bunting, siap partus, lepas sapih, pedet dara
muda.
43
Gambar 6. Kandang A1 sapi dara muda siap kawin
Sapi perah kandang A1 merupakan sapi dara muda siap untuk di IB kisara umur
(18-22 bulan) dan kapasitas 48 ekor. Kandang A1 sistem pemeliharaannya
intensif, sistem kandang free stall barm dengan tipe kandang tail to tail. Sapi
perah di UPTD-TPS Bunikasih Cianjur Jawa Barat ini biasanya dilakukan
pengadaan pada saat sapi-sapi perah tersebut sudah 4 kali beranak atau
dikarenakan produktivitas sudah mulai berkurang.
44
Gambar 7. Kandang B2 Laktasi Akhir.
Sapi perah kandang B2 merupakan sapi dalam masa laktasi tengah sampai
masa kering atau pemulihan rentan waktu 60-90 hari setelah partus dan siap untuk
dikalakukan IB. kapasitas sapi B2 sebanyak 23 ekor. Sapi perah laktasi akhir ini,
sistem kandang free stall barm dengan tipe kandang tail to tail.
45
Proses pemerahan susu sebagai berikut:
A. Tahap persiapan dan pelaksanaan sanitasi kandang:
Mempersiapkan bahan dan alat yaitu: air bersih, gayung, sapu lidi dan
sikat.
Memandikan ternak menggunakan sikat halus bertujuan agar
membersihkan kotoran feses yang menempel pada bulu sapi,
membersihkan bak pakan dan minum dengan cara mengumpulkan
sisa pakan menggunakan sapu lidi. Membersihkan tempat minum
menggunakan gayung gengan cara menguras sisa air minum dan
mengisi dengan air bersih.
B. Tahap persiapan pemerahan susu sapi:
Mempersiapkan bahan dan alat dalam pemerosesan pemerahan susu sapi.
Bahan: air bersih (dingin dan panas), “celup putting” (air bersih dan
Povidine iodine), kain bersih berukuran 30cm x 15cm.
Alat: pemanas air panas, alat pemerah, wadah (air panas) dan konteiner
penampungan susu (40 liter)
Prinsip pemerahan susu pada sapi yaitu memastikan kelayakan
peralatan, bahan, dan memiliki lingkungan yang nyaman, bersih dan
keselamatan bagi sapi maupun orang bertanggung dalam melakukan
pemerahan susu. Pemerahan susu sapi dilakukan 2 kali sehari yaitu
pagi (05:00 WIB) dan sore hari (16:00 WIB).
Proses pelaksanaan pemerahan susu sapi.
a) Menggiring sapi ke tempat pemerahan susu dan menenangkan sapi
yang akan diperah.
b) Mencuci tangan, agar meminimalisir agen pathogen ataupn benda
asing lainnya.
c) Mengisi wadah dengan panas, membasahi kain bersih dan
membersihkan ambing
d) Melakukan satu atau dua pancaran perahan awal (stripping) dari
setiap putting dibuang.
e) Memasang tabung penyedot pada setiap putting susu sapi sampai
tersedot membutuhkan waktu 5-8 menit perekor sapi.
46
f) Setelah pemerahan selesai ambing dibersihkan kembali serta di
dipping dengan air yang di campur povidine iodine.
g) Peralatan pemerahan dibersihkan menggunakan sabun dan dibilas
dengan air panas.
47
A B
48
manajemen perkandangan kontruksi kandang yang ada di BPPIB-TSP Bunikasih
layak dengan persyaratan teknis tidak mengganggu produktivitas ternak, cukup
efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Kondisi kandang jauh dari pemukiman,
lalu lintas ternak maupun aktivitas manusia dapat diatasi demi kenyamanan dan
kesehatan bagi ternak dan kemungkinan yang berdampak terhadap lingkungan
sekitar bisa diminimalisir.
3.2 Manajemen Reproduksi
49
Gambar 11. Pemeriksaan Kebuntingan
50
Gambar 12. Palpasi perektal
51
meminimalkan resiko terjadinya luka pada ternak - ternak yang lain
akibat saling menyeruduk. Sapi yang sudah dipotong tanduknya
cenderung lebih jinak sehingga memudahkan peternak untuk menangani
sapi.
Sapi perah Bunikasih melakukan prosedur dehorning yaitu
mempersiapkan alat (spuit 5 mL, Electric Dehorner, dan tali tambang)
dan bahan (Glusanex spray®, limoxin-25 spray® dan Sulfidone® 4mL.
Metode dehorning yang biasa dilakukan di Bunikasih yaitu elektrik.
Tindakan awal yang dilakukan dengan menangkap sapi terlebih dahulu
lalu ikat dengan tali setelah itu ikat di bagian lehernya sesudah itu sapi
ikat sapi dibagian tiang kadang ikat dengan kuat agar tidak lepas karena
sapi masi terlalu aktif setelah itu sapi. Setelah itu baru dimulainya
pemotongan tanduk dengan menggunakan alat Electric dehorner tanduk
dipotong bagian pangkal tanduk sampai terlepas tanduknya, akan tetapi
menempel alatnya sekitar 3 detik karena bisa menyakiti hewan jika
terlalu lama dan lama pemotongan setiap ekor sapi tidak boleh lebih
dari 3 menit. Terapi yang diberikan usai pemotongan tanduk yaitu
dilakukan spray Glucanex jarak 2 cm area luka, limoxin-25 spray® pada
area pemotongan dan Antibotik Sulfidone® 4mL intramuscular.
Gamabar 13. Pemotongan tanduk pada pedet dan pemberian Obat pasca
pemotongan tanduk
52
mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada celah
kuku, menghindari pincang, mempermudah deteksi dini laminitis dan
kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku (Sudono 2003). Kuku harus
mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam
kandang. Raven (1992) menyatakan bahwa lingkungan yang lembab
dan kotor akan mempermudah timbulnya luka pada interdigiti yang
akan menyebabkan masuknya kuman, sehingga dapat lebih mendapat
penyakit, kelainan. Menurut Greenough (1996) Setiap bagian kuku
sangat penting untuk menunjang peforma dari hewan tersebut, sehingga
sekecil apapun gangguan yang dialami oleh bagian tertentu akan
memengaruhi kesehatan hewan.
53
khusus pemotongan kuku karena jumlah petugas potong kuku sangat
terbatas.
54
Gambar 15. Pemotongan kuku sapi perah
Produksi susu sapi yang rendah dan kualitas susu yang tidak
memenuhi standar merupakan permasalahan yang sering terjadi, oleh
karena itu perlu perbaikan sifat kualitatif dan kuantitatif pada sapi perah
agar dapat menghasilkan produksi maksimal. Sifat kualitatif dan
kuantitatif sapi perah perlu diperhatikan karena berkaitan dengan mutu
bibit dan produksi susu yang dihasilkan. Sifat kuantitatif seperti ukuran
55
tubuh ternak yang meliputi bobot badan, tinggi pundak, dan lingkar
dada merupakan sifat yang berkaitan dengan kemampuan produksi susu.
Bobot badan menjadi salah satu faktor yang dapat dilihat secara
kuantitatif dalam menentukan keberhasilan beternak. Keterbatasan
dalam penentuan bobot badan sapi dilapangan adalah kurangnya
fasilitas alat timbangan hewan ternak sehingga peternak harus
melakukan perkiraan berat badan secara subjektif. Beberapa metode
telah dikembangkan untuk memprediksi berat badan berdasarkan
ukuran linear tubuh. Metode yang telah dipakai menggunakan metode
School yang menggunakan lingkar dada dan metode Winter dengan
menggunakan lingkar dada dan panjang badan sebagai faktor
penghitungnya. Penghitungan menggunakan nilai kondisi tubuh atau
body condition score (BCS) ternak merupakan metode yang banyak
digunakan di lapangan. Metode ini sederhana dan mudah digunakan
untuk melakukan evaluasi kecukupan nutrisi selama fase laktasi.
Penilaian BCS ternak yang ideal tergantung pada tujuan pemeliharaan.
1. Lingkar Dada
56
rongga dada melalui os. scapula menggunakan pita ukur dalam
satuan cm (Heriyadi dkk., 2012).
2. Tinggi Pundak
57
pada pedet periode pra-sapih adalah diare (Wudu et al., 2008, Debnath
et al., 1995, Azzizadeh et al., 2012, Wymann et al, 2006, Smith, 2009).
Diare yang menimbulkan kerugian besar karena tidak hanya
menyebabkan peningkatan biaya pemeliharaan dan angka kematian,
namun juga mengurangi produktivitas ternak pada masa akan datang.
Sehingga perlu diperhatikan manajemen kandang maupun pakan yang
diberikan.
Diare terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri pathogen, terutama
coliform di usus halus, namun terjadi penurunan populasi bakteri
Lactobacillus dan Bifidobacteria (Krehbiel et al., 2003; Ouwehand et
al., 2002). Gangguan kesehatan pada pedet pra sapih selain diare adalah
infeksi tali pusar, bloat/kembung, cacingan, enteritis dan radang paru-
paru (pneumonia).
Belum ada data resmi mengenai angka kematian pedet pra-sapih
yang terjadi di Indonesia, namun berdasarkan wawancara di lapangan
angka ini dapat mencapai 20%. Masa paling kritis pedet perah terjadi
pada umur 2-3 minggu pertama kehidupan, karena saluran pencernaan
belum berkembang dan berfungsi sempurna, tetapi pertumbuhan
berlangsung cepat. Identifikasi penyakit pada pedet pra-sapih dapat
menjadi dasar bagi tindakan pencegahan, pengobatan dan perbaikan
sistem manajemen pemeliharaan, sehingga menurunkan tingkat
pesakitan dan kematian pedet.
Manajemen pemeliharaan pedet tergolong baik, jika mortalitas 1%,
sedangkan apabila mortalitas mencapai angka sebesar 20%-25%,
menunjukkan manajemen pemeliharaan yang buruk. Triyanton (2009)
menyatakan bahwa di daerah tropis, rata - rata persentase kematian
pedet di bawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa mencapai
50%.
Kematian pedet tertinggi disebabkan oleh diare, diikuti tertinggi
kedua, yaitu pneumonia. Hal ini sesuai dengan laporan Azizzadeh et al
(2012), bahwa diare dan pneumonia adalah penyebab utama mortalitas
pada pedet. Faktor-faktor yang menjadi predisposisi antara lain:
58
perkandangan, metode, lama dan volume pemberian kolustrum, musim
kelahiran, distokia pada induk saat pedet dilahirkan.
Tingkat mortalitas pedet dipengaruhi oleh musim, hal ini sesuai
dengan pernyataan Uza dan Adee (2005) bahwa tingkat kematian pedet
saat musim dingin lebih tinggi daripada saat musim panas. Kematian
pedet pada musim panas disebabkan oleh kekurangan nutrisi, akibat
penurunan konsumsi pakan, yang selanjutnya pedet lebih peka terhadap
helminthosis. Ditambahkan oleh Azizzadeh et al (2012), pedet-pedet
yang lahir pada musim gugur lebih tahan hidup daripada musim panas.
Kematian pedet pada musim panas disebabkan karena heat stress,
karena untuk hidup sapi perah laktasi diperlukan suhu 5oC sampai
dengan 25oC. Heat stress terjadi saat suhu lingkungan lebih dari 32 oC.
Populasi pedet di kandang edukasi yang mengalami diare sebanyak
Penanganan sapi pedet yang diare di Bunikasih yaitu: pemberian terapi
cairan Ringer Lactat sebanyak 4 botol, antibiotic Colibact
59
Ternak sapi perah membutuhkan pakan dalam jumlah dan kualitas
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan dalam jumlah dan
kualitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pkok, tumbuh
dan kembang serta menghasilkan bibit (pedet) dan air susu. Pakan
utama ternak sapi perah adalah hijauan yang terdiri dari rumput,
leguminosa, maupun limbah pertanian (daun, batang jagung/Zea may,
jerami padi, kedelai, kacang tanah dan jagung).
Hijauan pakan yang digunakan di sapi perah Bunikasih Cianjur
berupa: Hijauan pakan ternak yang baik, yang di tanam khusus maupun
yang diambil dari alam terdiri dari:
1. Hijauan Rumput yang ada di Bunikasih
60
b) Rumput gajah odot (Pennisetum purpureopoides)
2. Leguminosa (polong-polongan)
a) Kaliandra
61
Gambar 20. Kaliandra. Dokumen pribad
b) Indigofera
62
Gambar 21. Indigofera (leguminosa). Dokumen Pribadi
3.4.2 Pemberian Pakan pada Pedet, Sapi Dara, Betina Laktasi dan
Betina Bunting
63
kandungan antibodi yang tinggi, yang mampu mencegah masuknya
bibit penyakit, sehingga berperan sebagai anti-infeksi. Kandungan gizi
kolostrum lebih tinggi dibanding dengan susu non kolostrum.
Kolostrum mengandung lebih banyak protein (terutama dalam bentuk
laktoglobulin atau gamma globulin), mineral, lemak, dan vitamin-
vitamin dari pada susu normal. Kolostrum juga mengandung laktosa
yang lebih rendah dari pada susu normal. Hal ini sangat berguna karena
kandungan laktosa yang tinggi dapat menyebabkan pedet menderita
diare/mencret. Kolustrum sangat mudah diserap oleh dinding usus
pedet.
Ditambahkan oleh Blum (2005), bahwa kolustrum mengandung
komponen non nutrisi, antara lain immunoglobulin dan senyawa-
senyawa biologik aktif. Senyawa non-nutrisi tersebut, antara lain:
hormon, releasing factor, faktor-faktor pertumbuhan dan enzim-enzim.
Senyawa non-nutrisi pada pedet yang baru lahir berperan antara lain: (1)
meningkatkan populasi mikroba dan perkembangan sel-sel (proliferasi
dan diferensiasi) dalam saluran gastrointestinal, (2) sintesis protein,
degradasi, digesti dan absorbsi serta motilitas sistem gastrointestinal, (3)
sistem imun dalam gastrointestinal.
Aturan pemberian kolostrum:
a) Jumlah pemberian klostrum pada hari pertama maksimal 10 % dari
berat badan lahir.
64
bersih. Pedet diajari minum susudari ember dengan bantun jari tangan kita
sebagai pengganti putting susu. Caranya:
1. Jari tangan yang telah dibersihkan dicelupkan kedalam air susu.
Pedet lepas sapih diberikan hay karena kadar airnya kurang atau
sedikit, tujuannya tidak terjadi bloat, hal ini diakibatkan karena pedet
memiliki pencernaan yang belum sempurna sehingga diberikan pakan
yang kadar airnya tinggi berakibat pada diare ataupun bloat.
3. Sapi dara muda I dan II
65
dengan tingkat kebutuhan pada setiap fase berdasarkan acuan yang
telah ditetapkan seperti nutrisi, jumlah pemberian, dan jenis pakan.
Rata-rata frekuensi pemberian pakan di BPPIBTSP Bunikasih
sebanyak dua kali sehari. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan
sudah memenuhi kebutuhan sesuai standar yang digunakan BPPIB-
TSP Bunikasih.
4. Dara Muda Siap Kawin, Betina Laktasi, dan Bunting
66
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesipulan
67
Daftar Pustaka
AAK. 1995. Petunjuk praktis beternak sapi perah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Blum, J.W. 2005 Bovine Gut Development. In Calf and Heifer Rearing. Principles
of Rearing the Modern Dairy Heifer from Calf to Calving. Edited by PC.
Garnsworthy Nottingham University Press.
Krehbiel, C.R, S.R. Rust, G. Zhang, and S.E. Gilliland. 2003. Bacterial direct fed
microbials in ruminants diet: Performance response and mode of action. J.
Dairy Sci. 81 (E. Suppl. 2): E120-132.
Ramey DW. 1995. Horse feather: fact versus myths about your horse’s health.
USA: Macmillan Company.
68
Rosyidi, M.B., 2010. Pengaruh Breakpoint Chlorination (BPC) terhadap Jumlah
Bakteri Koliform dari Limbah Cair Rumah Sakit Umum Sidoarjo. Institut
Teknologi Surabaya, Surabaya.
Said, N.I., 2007. Desinfeksi untuk Proses Pengolahan Air Minum. Jurnal Air
Indonesia, 3(1):15-20.
Saputra, Y., A. T. A. Sudewo dan S. Utami. 2013. Hubungan antara lingkar dada,
panjang badan, tinggi badan dan lokasi dengan produksi susu kambing
Sapera. J. Ilmiah Peternakan. 1 (3): 1173 -1182.
Standar Nasional Indonesia 3141. 2011. Kualitas Susu Segar. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta. Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara
Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sugeng. 1993. Hubungan Bobot Badan Dengan Lingkar Dada, Tinggi Pundak, dan
Panjang Badan Sapi Perah. Buletin Peternakan. Jakarta
Tazkia. R. & A. Anggraeni. 2009. Pola dan Estimasi Kurva Pertumbuhan Sapi
Friesian Holstein di Wilayah Kerja Bagian Timur KPSBU Lembang.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 121- 135
Uza, D.V. and Abdulla Adee, A. 2005. Causes and Costs of Caf Mortality at
Government Research and Private. Farm in The Dry Subhamid Savanna
Zoe of Nigeria. Nigerian Veterinary Journal. Vol 26 (2).
Wudu & B. Kelay & H. M. Mekonnen & K. Tesfu. 2008. Calf morbidity and
mortality in smallholder dairy farms in Ada’a Liben district of Oromia,
Ethiopia. Trop Anim Health Prod 40:369–376
69
Tembely, Marcel Tanner, Jakob Zinsstag. 2006. Calf mortality rate and
causes of death under different herd management systems in peri-urban
Bamako, Mali. Livestock Science 100 (2006) 169– 178
70
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Dinas Peternakan Kabupaten Kupang
Puskeswan Baun
31 Juli - 11 Agustus 2023
OLEH :
71
BAB I
PENDAHULAAN
peternakan agar mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional. Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas
Nusa Cendana merupakan kelanjutan dari program pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh
mahasiswa secara langsung di lapangan. Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa/i dalam
menambah wawasan mengenai keadaan yang terjadi secara aktual di lapangan. Kegiatan yang
bersifat praktikal juga akan secara langsung melengkapi berbagai teori yang telah didapat di kelas.
Teori yang didapat tidak serta merta akan mudah diaplikasikan jika mahasiswa tidak mengetahui
Sapi merupakan salah satu komoditas peternakan yang ada di Indonesia yang telah lama
dibudidayakan dan telah menyebar ke berbagai penjuru nusantara. Tingginya kebutuhan akan ternak
sapi haruslah didukung dengan produksi yang memadai, selain dari segi kuantitas harus pula
didukung oleh kualitas ternak yang dihasilkan. Agar kualitas dan kuantitas produksi ternak berjalan
seimbang diperlukan suatu manejemen perkawinan yang baik. Saat ini teknik Inseminasi Buatan
adalah salah satu cara mendukung keberhasilan dari produktifitas sapi yang diharapkan memenuhi
kualitas serta kuantitas yang optimal. Hal ini yang melatarbelakangi kegiatan PKL sapi untuk
mengenai manajemen perkandangan dan pengamatan tingkah laku ternak, pakan, pemeliharaan,
manajemen kesehatan hewan dan manajemen reproduksi dalam hal ini inseminasi buatan dan
72
1.2 Tujuan
Kegiatan PKL ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
A. Tujuan umum
1. Mahasiswa/i dapat meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang manajemen
pemeliharaan ternak sapi.
2. Mahasiswa/i dapat mempraktekan teori – teori penanganan penyakit yang telah
diperoleh saat masa perkuliahan dengan baik.
3. Mahasiswa/i dapat menganalisis dengan cermat berbagai permasalahan dalam
peternakan tradisional di kabupaten kupang.
4. Membangun kerja sama antar perguruan tinggi dengan stakeholder terkait.
B. Tujuan khusus
1. Mengetahui dan menganalisis manajemen pemeliharaan sapi yang dipelihara secara
ekstensif, semi-intensif.
2. Mengetahui dan menganalisis manajemen kesehatan sapi berupa penyakit dan
pengobatan yang diakukan.
3. Mengetahui dan menganalisis manajemen perkandangan (adanya bak minum, bentuk,
ukuran serta kondisi atap dan lantai kandang, ketersediaan ventilasi udara), pakan
(jenis pakan dan jumlah pemberian), dan teknik restrain pada sapi (cara menghandling
sapi).
4. Mengetahui dan menganalisis manajemen reproduksi pada sapi (pemeriksaan
kebuntingan dan Inseminasi Buatan).
5. Mengetahui dan menganalisis upaya-upaya pencegahan (kegiatan rutin vaksinasi,
pemberian obat cacing, dan vitamin), penanganan dan pengendalian penyakit pada
sapi(jenis-jenis penyakit endemik dan penanganan yang dilakukan serta prosedur
biosecurity yang diterapkan)
1.3 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan PKL ini adalah mahasiswa/i Pendidikan Profesi
Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana dapat menambah ilmu
73
BAB II
RENCANA KEGIATAN
74
pemberian vitamin b complex sebanyak 5
ekor
Desa Niukbaun - Melakukan Inseminasi Buatan pada sapi
sebanyak 1 ekor dengan straw Simental.
Selasa, 08 Agustus - Melakukan pemeriksaan kebuntingan
7.
2023 sebanyak 2 ekor.
- Mengikuti kegiatan Vaksinasi SE 25
Desa Toobaun ekor dan pemasangan eartag 2 ekor.
- Melakukan inseminasi Buatan pada sapi
sebanyak 2 ekor dengan straw Brangus
dan Bali.
Rabu, 09 Agustus
8. Desa Niukbaun - Melakukan pemberian vitamin
2023
menggunakan vitamin b-complex dan
pemasangan eartag pada sapi sebanyak 1
ekor.
- Melakukan inseminasi Buatan pada sapi
sebanyak 2 ekor dengan straw Brangus
dan Bali.
- Mengikuti kegiatan vaksinasi
Kamis, 10 Agustus
9. Desa Tunbaun Septicaemia epizootica (SE) sebanyak 10
2023
ekor dan pemberian vitamin b complex 2
ekor.
- Melakukan pemasangan eartag pada sapi
sebanyak 2 ekor
- Mengikuti kegiatan vaksinasi
Jumat, 11 Agustus
10. Desa Merbaun Septicaemia epizootica (SE) sebanyak 47
2023
ekor dan pemasangan eartag.
a. Peserta
Adapun nama peserta kegiatanPKL adalah sebagai berikut :
Marianus Triyanto Sado, S. K. H
75
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
76
adalah faktor genetik (ternak) dan lingkungan (pakan, manajemen
pemeliharaan, kesehatan, iklim dan sebagainya). Namun, faktor-faktor di
atas belum sepenuhnya diperhatikan peternak dalam memelihara ternak
sehingga sangat berdampak pada tidak terjadinya peningkatan, bahkan
mungkin menyebabkan penurunan populasi ternak sapi itu sendiri (Jusdin
et al., 2021). Sistem pemeliharaan ternak sapi yang paling umum
dilakukan petani/peternak di Kecamatan Amarasi melakukan sistem
pemeliharaan sapi secara intensif tradisional dan semi intensif.
Pemeliharaan intensif dilakukan dengan tujuan penggemukan ternak
(paronisasi) untuk menghasilkan ternak terutama ternak jantan dengan
bobot tubuh yang sesuai harapan peternak. Sistem pemeliharaan intensif
tradisional dilakukan dengan mengikat ternak pada kandang dan diberi
pakan dan air minum oleh peternak (Gambar 1). Pola pemeliharaan sapi
secara intensif tradisional ini menyisakan masalah besar yaitu penanganan
limbah kotoran ternak yang tidak dilakukan oleh peternak. Kotoran ternak
umumnya hanya dibiarkan menumpuk pada kandang ternak.
77
Kegiatan vaksinasi ini dilakukan sekaligus dengan pemeriksaan dan
lemah daripada vaksin hidup (Lestari dan Ravenal, 2020). Kelebihan vaksin
terjadi resistensi lokal pada tempat aplikasi dan mudah dalam penyimpanan.
tetapi penggunaan vaksin inaktif dalam waktu panjang akan lebih aman
multocida B:2 yang utamanya menyerang ternak ruminansia terutama sapi dan
kerbau. Penyakit SE pada wilayah NTT merupakan penyakit yang bersifat endemis,
78
Gambar 2. Kegitan Vaksinasi SE oleh mahasiswa
Pemberian vaksin dilakukan pada ternak sapi yang berada dalam kondisi
yang sehat secara klinis, berumur di atas 3 bulan, dan tidak dalam keadaan
A. Penandaan
79
dan informasi hewan yang telah divaksinasi dari
iSIKHNAS; dan
80
Tekan aplikator hingga Eartag Secured QR Code
terpadang dengan baik dan sempurna
B. Pendataan
81
2. Pemilik hewan (koperasi, pelaku usaha pembibitan
dan/atau penggemukan, perguruan tinggi, yayasan
atau lembaga keagamaan) berupa :
(c) Email
(e) ID iSIKHNAS
82
(b) Nama pemilik hewan atau nama unit usaha
peternakan
83
(15) Batch vaksin; dan
(16) Foto QR Code yang sudah terpasang di
hewan.
84
juga perlu dipertimbangkan (Suranjaya et al., 2019)
85
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Wawasan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang lulusan dokter
hewan yaitu kompetensi dalam mengetahui dan melakukan manajemen
pemeliharaan ternak serta manajemen kesehatan hewan secara lege-artis pada sapi.
Karena sapi merupakan salah satu komoditas peternakan yang menjadi andalan dari
provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya pada wilayah Kabupaten Kupang
khusunya wilayah Kecamata Amarasi Barat.
Upaya pemerintah untuk pengembangan ternak sapi dari segi ketersediaan
pakan ternak yaitu dengan mengadakan pelatihan pembuatan pakan ternak dari
bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar masyarakat. Tujuannya untuk
mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas pakan ternak yang pada akhirnya
diharapkan meningkatkan produktivitas ternak. Manajemen kesehatan ternak sapi
yang dilakukan yaitu dengan program vaksinasi rutin terhadap kejadian penyakit
endemis misalnya Septicaemia epizootica. Kegiatan vaksinasi ini dilakukan
sekaligus dengan pemeriksaan dan pengobatan bagi ternak sapi masyarakat yang
mengalami gangguan kesehatan. Manajemen reproduksi sapi yang dilakukan
pemerintah yaitu melalui program Upsus Siwab untuk meningkatkan populasi sapi.
Salah satu program utama dalam Upsus Siwab inseminasi buatan pada sapi. Untuk
mencapai keberhasilan dalam upaya ini, pemerintah memberikan berbagai
kemudahan seperti menggratiskan biaya IB pada ternak sapi masyarakat.
86
DAFTAR PUSTAKA
Baco S. 2010. Performansi Sapi Bali pada Kawasan Instalasi Populasi Dasar
Breeding Center di Kabupaten Bone. Prosiding Seminar Nasional
Peternakan: 236-245.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang. 2020. Kabupaten Kupang Dalam
Angka 2020. ©BPS Kabupaten Kupang.
Cantona M. H., Sanam M. U. E., Utami T., Tophianong T. C., dan Widi A. Y. N.
2020. Evaluasi Titer Antibodi Pasca Vaksinasi Septicaemia epizootica pada
Sapi Bali di Kota Kupang. Jurnal Kajian Veteriner 8 (1): 69-80.
Habaora F., Fuah A. M., Abdullah L., Priyanto R., Yani A., dan Purwanto B. P.
2019. Performans Reproduksi Sapi Bali Berbasis Agroekosistem di Pulau
Timor. Jurnal Ternak Tropika 20 (2): 141-156.
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
559/KPTS/PK.300/M/7/2022 tentang Penandaan Dan Pendataan Hewan
Dalam Rangka Penanggulangan Penyakit Mulut DaN Kuku.
Lestari LD dan Raveinal. 2020.Travel Vaccine. Padang: Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Noakes, D.E., T.J. Parkonson., dan G.C.W. England. 2019. Reproduction and
Obstetrics Veterinary. Elsevier: UK.
Soeripto. 2002. Pendekatan konsep kesehatan hewan melalui vaksinasi. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 21(2): 48-55.
Suranjaya I G., Sarini N. P., Anton A., dan A. Wiyana. 2019. Identifikasi
Penampilan Reproduksi Sapi Bali (Bos sondaicus) Betina Sebagai Akseptor
Inseminasi Buatan untuk Menunjang Program Upsus Siwab di Kabupaten
Badung dan Tabanan. Majalah Ilmiah Peternakan 22 (2): 74-79.
87
88
89