Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Dinas Peternakan Nagekeo, Puskeswan Baun, dan UPTD Balai Pembibitan dan
Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah Bunikasih

OLEH : KELOMPOK 4C

SERVIANA BUPU PAPANG, S.K.H (2209020021)


ANGELINA SULISTIA BHEJA, S.K.H (2209020014)
DESI SETYA ASIH, S.K.H (2209020015)
MOSCATIA TOBILOLON MUDA, S.K.H (2209020017)
VENANSIUS JESMARYO LABHU, S.K.H (2209020019)
MARIANUS TRYANTO SADO, S.K.H (2209020009)
VILOMENA KUSI TOAN, S.K.H (2009020032)

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2023
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan pada Sapi di Dinas
Peternakan Nagekeo dengan baik serta dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini
merupakan pertanggung jawaban tertulis atas pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
pada Sapi yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan PKL ini dapat terlaksana dengan
baik dan berjalan dengan lancar berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihaktempat PKL yang telah menerima, memberikan bimbingan, perhatian, dan
pengarahan dalam pelaksanaan PKL ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang mengarahkan penulis dalam kegiatan PKL dan penulisan laporan
serta kritik, saran, dan segala dukungan yang telah diberikan untuk menyempurnakan
laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk
perbaikan lebih lanjut.

Kupang, November 2023

Penulis

ii
BIODATA ANGGOTA KELOMPOK KOASISTENSI 4C

1. Nama Lengkap : Serviana Bupu Papang, S.K.H


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Kupang, 21 maret 1999
Alamat Asal : Ende, NTT
Alamat sekarang : Jln. Fatudela 1, Liliba
No Hp 082337578113
Alamat Email : servianapapang@gmail.com

2. Nama Lengkap` : Angelina Sulistia Bheja, S.K.H


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Kefamenanu, 25 Juli 1999
Alamat Asal : Kefamenanu
Aalamat Sekarang : Jln. Gang Fatutuan 1,Liliba
No Hp 085319534703
Alamat Email : angelynabheja@gmail.com

3. Nama Lengkap : Desi Setia Asih, S.K.H

iii
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Jombang, 15 November 1999
Alamat Asal : Maumere
Alamat sekarang : Lasiana
No Hp : 081338863598
Alamat Email : desiasih47@gmail.com

4. Nama Lengkap : Moscatia T. Muda, S.K.H


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Riangpuho, 22 April 1999
Alamat Asal : Rianglaka, RT.03, RW.05
Alamat Sekarang : Jln. Gereja Victori, Liliba
No Hp : 081262440408
Alamat Email : moscatiamuda@gmail.com

5. Nama Lengkap : Venansius Jesmaryo Labhu, S.K.H


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir: Ende, 02 Juni 1997

iv
Alamat Asal : Nangaba-Ende
Alamat Sekarang : Blok R, RSS Oesapa
Alamat Email : venansiusjesmaryolabhu@gmail.com

6. Nama Lengkap : Marianus Triyanto Sado, S.K.H


Jenis Kelamin : Laki laki
Tempat Tanggal Lahir: Kupang, 06 Maret 1999
Alamat Sekarang : Jln. HTI Maulafa Kupang NTT
Alamat Asal : Jln. HTI Maulafa Kupang NTT
No Hp : 082146153696
Alamat Email : tryantosado@gmail.com

v
7. Nama Lengkap : Vilomena K. Toan, S.KH
Jenis Kelaminn : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Taluru, 05 Januari 1998
Alamat Asal : Atambua-Belu
Alamat Sekarang : Manutapen, jln Kota nyonya Kel. Manutapen
Nomor Telepon : 081353440291
Alamat email : vilomenatoan05@gmail.com

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................................i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................ii
BIODATA ...................................................................................................................iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................vii
LAPORAN PKL DI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN NAGEKEO................1
LAPORAN PKL DI UPTD BUNIKASIH..................................................................26
LAPORAN PKL DI PUSKESWAN BAUN...............................................................71

vii
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

KABUPATEN NAGEKEO

14 - 25 Agustus 2023.

OLEH

ANGELINA SULISTIA BHEJA, S.K.H 2209020014


DESI SETIA ASIH, S.K.H 2209020015
MOSCATIA T. MUDA, S.K.H 2209020017
VENANSIUS J. LABHU, S.K.H 2209020019
SERVIANA BUPU PAPANG, S.K.H 2209020021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi merupakan salah satu komoditas ternak yang banyak dikembangbiakkan


di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagai salah satu penunjang sektor
peternakan di NTT, manajemen pemeliharaan, manajemen kesehatan perlu
diperhatikan guna menjaga populasi sapi. Dalam prosesnya, pemeliharaan ternak
sapi tidak lepas dari penyakit sehingga perlu adanya campur tangan dokter hewan
dalam memantau maupun menjaga kesehatan ternak sapi.
Tindakan seperti pemanfaatan dan penerapan teknologi serta manajemen
kesehatan hewan dalam upaya pengendalian dan pencegahan penyakit perlu
dilakukan seorang dokter hewan dalam menjalankan profesinya guna mencapai
Manusya Mriga Satwa Sewaka, yang berarti ikut ambil bagian dalam
mensejahterakan manusia melalui kesehatan hewan. Program Studi Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH), Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, di
bawah naungan Universitas Nusa Cendana (Undana) merupakan salah satu lembaga
yang menghasilkan dokter hewan berkualitas dalam rangka melaksanakan peran
Tridarma Perguruan Tinggi.
Dalam mempersiapkan calon dokter hewan tersebut perlu adanya kegiatan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) oleh mahasiswa PPDH untuk mengembangan
pengetahuan dan keterampilan yang telah didapat. Sehingga kegiatan ini merupakan
gabungan antara teori dilengkapi dengan praktik lapangan dalam mengasah
keterampilan mahasiswa dalam menghadapi tantangan yang terjadi secara nyata di
lapangan. Salah satu wawasan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang
lulusan dokter hewan dari PPDH Undana yang diperoleh melalui kegiatan PKL
yaitu kompetensi dalam pemanfaatan dan penerapan teknologi peternakan serta
manajemen kesehatan hewan dalam pengendalian dan pencegahan berbagai
penyakit pada ternak sapi sehingga mampu menjaga keberlangsungan komoditas

2
ternak sapi.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan kegiatan PKL ini secara umum adalah menambah wawasan dan
keterampilan terkait manajemen kesehatan ternak sapi. Selain tujuan umum,
kegiatan ini juga memiliki tujuan seperti:

1. Mempelajari tindakan manajemen kesehatan hewan dalam rangka


pengendalian dan pencegahan berbagai masalah kesehatan ternak sapi.

2. Mempelajari aplikasi teknologi reproduksi ternak dalam rangka


pengembangan sektor peternakan sapi..

1.3 Manfaat

Manfaat yang didapatkan dari melaksanakan PKL ini yakni dapat


meningkatkan wawasan, pengalaman, dan keterampilan melalui pengalaman kerja
di lapangan dalam hal manajemen kesehatan hewan dan penerapan teknologi
peternakan sapi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum

2.1.1 Visi Dinas Peternakan Nagekeo

Visi Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo sejalan dengan visi dari


Bupati dan Wakil Bupati Nagekeo periode 2018-2023 yaitu Mewujudkan
Nagekeo yang sejahtera, nyaman dan bermartabat melalui pembangunan
sektor Pertanian dan Pariwisata.

2.1.2 Misi Dinas Peternakan Nagekeo


Misi Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo juga sejalan dengan misi
dari Bupati dan Wakil Bupati Nagekeo periode 2018-2023 yaitu:
1. Mewujudkan masyarakat Nagekeo yang cukup pangan dan sandang,
memiliki rumah layak huni dengan sanitasi yang baik serta memiliki
pendapatan untuk menghidupi keluarganya secara layak.

2. Mewujudkan masyarakat nagekeo yang sehat jiwa, raga, dan spiritual


serta rakyat mendapatkan akses pelayanan kesehatan.

3. Mewujudkan masyarakat Nagekeo yang cerdas dan mendapatkan


akses pendidikan.

4. Mewujudkan Nagekeo yang nyaman: lingkungan tempat tinggal yang


damai, asri, dan lestari.

5. Mewujudkan masyarakat Nagekeo yang bermartabat, berkarakter,


mandiri dan memiliki kebanggaan.

6. Mewujudkan Nagekeo sebagai lumbung pangan NTT. Mewujudkan


Nagekeo sebagai tempat kunjungan/singgah para wisatawan yang
memperkuat sinergitas sektor pariwisata dan sektor pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, lingkungan hidup,
UMKM.

4
7. Mewujudkan mutu sumber daya manusia dan infrastruktur wilayah
yang mendukung peningkatan daya saing daerah.

8. Mewujudkan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik


yang baik, bersih dan bebas KKN melalui peningkatan etos kerja,
kapasitas manajemen aparatur, dan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi.

5
2.2 Struktur Kepengurusan

Kepala Dinas

UPTD Sekretaris

Kasubag PEP Kasubag


Keuangan, Umum,
dan Kepegawaian

Kepala Bidang Kepala Bidang Kepala Bidang Keswan,


Sarana, Prasarana dan Pembibitan dan Kesmavet, Pengolahan
Penyuluhan Produksi dan Pemasaran

Kepala Bidang
KASIE Pembibitan KASIE Keswan
Sarana, Prasarana
dan Penyuluhan

KASIE KASIE Produksi KASIE Kesmavet


Penyuluhan Ternak

Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 1. Struktur kepengrusan Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo

Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo dibentuk berdasarkan Peraturan


Daerah No. 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Kabupaten Nagekeo. Tugas pokok Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo
menurut Peraturan Bupati (PERBUP) No. 66 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organiasasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Peternakan

6
Kabupaten Nagekeo adalah membantu bupati dalam melaksanakan sub urusan
peternakan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang
diberikan kepada pemerintah daerah. Dari ringkasan tugas pokok tersebut, maka
fungsi Dinas Peternakan antara lain adalah perumusan dan pelaksana kebijakan,
serta pelaporan dan evaluasi kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner,
pengolahan dan pemasaran, perbibitan, produksi ternak, sarana prasarana dan
penyuluhan.

Dinas Peternakan berlokasi di Jalan Inspeksi Sekunder I, Kelurahan Mbay I,


Kecamatan Aesesa, dikepalai oleh seorang Kepala Dinas dan dibantu oleh 1
(satu) orang sekretaris Dinas, 3 (tiga) orang kepala bidang, 2 (dua) orang kepala
sub bagian, 5 (lima) orang kepala seksi, 24 (dua puluh empat) orang staf ASN
dan 2 (dua) orang staf PPPK dengan jenjang pendidikan 7 (tujuh) orang dokter
hewan, 14 (empat belas) orang sarjana peternakan, 11 (sebelas) orang
paramedik veteriner, 1 (satu) sarjana pertanian, 1 (satu) sarjana sosial, 2 (dua)
orang sarjana sains terapan dan 2 (dua) orang SMA. Dinas Peternakan memiliki
7 (tujuh) Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) yang terletak di 7 (tujuh)
Kecamatan yang ada di Nagekeo yaitu Kecamatan Aesesa, Kecamatan Aesesa
Selatan, Kecamatan Boawae, Kecamatan Mauponggo, Kecamatan Nangaroro,
Kecamatan Keo Tengah dan Kecamatan Wolowae; 1 (satu) Rumah Potong
Hewan (RPH) yang berlokasi di Danga; 1 (satu) Tempat Pemotongan Hewan
(TPH) yang berlokasi di Boawae; 1 (satu) Instalasi Pembibitan Ternak di Desa
Tedakisa dan 3 (tiga) ULIP yang berlokasi di Kecamatan Aesesa, Kecamatan
Wolowae dan Kecamatan Mauponggo. Gambar 2. Kantor Dinas Peternakan
Kabupaten Nagekeo.

7
Gambar 2. Kantor Dinas Peternakan Nagekeo

8
BAB III
GAMBARAN KEGIATAN

3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan


Praktik Kerja Lapangan pada sapi dilaksanakan di Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kabupaten Nagekeo. Waktu pelaksanaan kegitan PKL ini
yaitu pada tanggal 14-25 Agustus 2023.

3.2 Bentuk Kegiatan

Hari / Tanggal Jenis Kegiatan

Senin, 14 Agustus 2023  Perkenalan antara pihak Disnak Nagekeo dan


peserta PKL

 Penjelasan dan diskusi instrumen IB dengan


petugas IB lapangan dan dokter hewan

 Diskusi terkait kondisi ternak sapi di Kabupaten


Nagekeo dengan dokter hewan

Selasa, 15 Agustus  Diskusi dengan dokter hewan terkait jenis obat-


2023 obatan yang biasa digunakan oleh petugas di
lapangan

 Diskusi dengan dokter hewan terkait aspek


reproduksi dan permasalahan seputar reproduksi
ternak sapi di Kabupaten Nagekeo

Rabu, 16 Agustus 2023  Pelayanan kesehatan hewan berupa pemberian


vitamin, obat cacing, antibiotik dan pemeriksaan
kebuntingan di Kelompok Tani Setia Kawan

 Pelayanan kesehatan hewan berupa pemberian


infus terhadap sapi yang lemas didiagnosa cacingan

 Pengambilan darah untuk pemeriksaan RBT dan


PMK untuk sapi yang hendak dikirim keluar NTT

9
Senin, 21 Agustus 2023  Pengambilan darah, pemberian vitamin dan obat
cacing, serta pemeriksaan kebuntingan pada sapi di
Instalasi Pembibitan Ternak Sapi Kabupaten
Nagekeo

 Pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan


kebuntingan dan inseminasi buatan pada sapi

Selasa, 22 Agustus  Pelayanan kesehatan berupa pemberian vitamin,


2023 obat cacing, antibiotik, dan pemberian ear tag,
serta pengambilan darah untuk pemeriksaan PMK
di desa Olaia

Rabu, 23 Agustus 2023  Diskusi dengan dokter hewan terkait kondidi


peternakan di kabupaten Nagekeo

Jumad, 24 Agustus  Penandaan ear tag pada sapi di Rewokoli


2023
 Pengambilan darah untuk sampel PMK pada sapi di
Rewokoli

 Penyerahan cinderamata sebagai tanda perpisahan


dengan pihak Instalasi Boawae

10
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ternak Sapi

Kabupaten Nagekeo yang beribu kota Mbay memiliki wilayah administrasi


meliputi 7 Kecamatan, 97 Desa dan 16 Kelurahan yang tersebar di seluruh
daratan Nagekeo. Populasi ternak sapi di Kabupaten Nagekeo juga tersebar
hampir merata di seluruh Kecamatan. Jenis sapi adalah jenis sapi Bali dan sapi
Madura yang tersebar hampir di wilayah Kabupaten Nagekeo.
Sapi Bali merupakan salah satu bangsa sapi asli di Indonesia yang merupakan
hasil domestikasi langsung dari Banteng liar (Martojo, 2003). Menurut
Hardjosubroto (1994), tubuh sapi bali memiliki kriteria seperti bulu berwarna
merah pada sapi betina, tetapi pada sapi jantan dewasa warna merah berubah
menjadi hitam, dan bila dikastrasi warnanya kembali kembali merah. Bagian
belakang paha sapi Bali betina berwarna putih (white mirror). Pada pinggir bibir
atas berwarna putih, bagian kaki mulai dari tarsus dan karpus sampai batas
pinggir atas kuku berwarna putih, dan pada rambut pada ujung ekor serta
memiliki garis pada punggung berwarna hitam.
Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)
dengan sapi Zebu (Bos indicus) dan menjadi salah satu bangsa sapi lokal
Indonesia. Sapi ini memiliki kemampuan daya adaptasi yang baik terhadap stres
pada lingkungan tropis, keadaan pakan yang kurang baik. Karakteristik sapi
Madura sudah sangat seragam, yaitu bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan
kuat, bulu berwarna merah bata agak kekuningan tetapi bagian perut dan paha
sebelah dalam berwarna putih dengan peralihan yang kurang jelas, bertanduk
khas dan jantannya bergumba.

4.2 Manajemen Perkandangan

Perkandangan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemeliharaan


(segitiga produksi) ternak sapi karena kandang sangat berperan dalam usaha
peningkatan produksi. Manajemen perkandangan merupakan salah satu bentuk

11
pengelolaan perkandangan yang meliputi fungsi kandang, jenis-jenis kandang dan
tipe-tipe kandang. Fungsi kandang sebagai tempat berlindung sekaligus
berlangsungnya berbagai aktivitas dari ternak. Jenis kandang meliputi kandang
individu, kandang kelompok, kandang pejantan, kandang beranak, dan kandang
karantina. Tipe kandang yang dimiliki masyarakat ialah kandang tunggal dengan
menempatkan sapi pada suatu baris atau jajaran dan kandang kelompok. Terdapat
tiga sistem pemeliharaan ternak yaitu ekstensif, intensif dan semi intensif.
Pemeliharaan sistem intensif sering digunakan pada sapi potong di Indonesia
karena lebih efisien dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang,
penanganan penyakit dan memandikan ternak (Sugeng, 2000). Sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif sering digunakan apabila pemeliharaan
sapi disesuaikan dengan ketersediaan pakan di area sekitar tempat pemeliharaan
(Mondang dan Talib 2015). Masyarakat Nagekeo memelihara sapi dengan pola
pemeliharaan semi ekstensif dan ekstensif karena dianggap lebih mudah.

Gambar 3. Kandang tunggal

Gambar 4. Kandang kelompok

Lokasi kandang milik peternak jauh dari pemukiman warga dan hasil limbah
(kotoran) ternak sapi akan dijadikan sebagai pupuk organik. Hal ini sesuai dalam

12
Zaenal, 2020 yang menyatakan kandang ideal ialah yang jauh dari pemukiman
penduduk, ventilasi dan suhu udara kandang yang baik, dan efisien dalam
pengelolaan. Jika kandang dekat dengan pemukiman penduduk dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran udara akibat bau yang ditimbulkan dari
kotoran ternak yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya (Rianto dan
Purbowati, 2013).

4.3 Manajemen Pakan

Hijauan sebagai bahan pakan ternak ruminansia di Indonesia memegang


peranan penting karena hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan.
Upaya untuk meningkatkan produksi peternakan secara cepat hanya dapat dicapai
apabila ditunjang dengan penyediaan pakan yang berkualitas. Bahan pakan
hijauan memegang peranan istimewa karena merupakan sumber makanan utama
bagi ternak ruminansia untuk dapat bertahan hidup dan berproduksi. Produksi
ternak yang tinggi perlu didukung oleh ketersediaan pakan hijauan yang cukup
dan kontinu (Suryana, 2009).
Beberapa hijauan pakan yang dibudidayakan oleh Dinas Peternakan Nagekeo
adalah Indigofera dan king grass. Indigofera zollingeriana merupakan tanaman
legum yang berpotensi besar untuk menjadi bahan pakan alternatif sumber
protein di dalam usaha produksi sapi potong. Akhir-akhir ini, Indigofera
zollingeriana banyak dikembangkan karena memiliki produksi biomassa yang
cukup tinggi dengan manfaat yang baik sebagai pengganti konsentrat dalam
ransum sapi perah (Salman, dkk. 2017). Sirait, dkk. (2009) melaporkan
leguminosa Indigofera zollingeriana memiliki rataan produksi hingga 63,57%
dari total produksi segar. Selain itu leguminosa Indigofera zollingeriana memiliki
kandungan nutrien yang sangat baik antara lain protein kasar (PK) sebesar 27,9%,
serat kasar (SK) sebesar 15,25% dan kandungan mineral yang cukup tinggi yaitu
kalsium (Ca) 0,22% dan fosfor 0,18% (Akbarillah, dkk., 2002).
Komposisi nutrisi king grass menurut BPTU-HPT (2017), berat kering
22.40%, protein kasar 13.50%, serat kasar 26.20%, lemak kasar 1.70%, ABU
18.15%, Total Digestible Nutrient (TDN) 57%. Bahan Kering (BK) adalah Berat
konstan bahan makanan setelah dihilangkan kandungan airnya. Kandungan

13
protein kasar yang cukup tinggi pada hijauan king grass memiliki manfaat yang
sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan ternak. Protein berfungsi dalam
membangun dan menjaga organ tubuh, menyediakan asam-asam amino makanan,
energi, lemak, gula, glikogen darah, enzyme, beberapa hormon dalam tubuh serta
menyediakan komponen tertentu dari DNA, RNA dan ATP.

Gambar 5. Hijauan pakan yang berada di sekitar kandang ternak sapi

Gambar 6. Tumbuhan Lantana cemara yang menyebabkan keracunan pada ternak

Adapun tanaman yang tumbuh banyak di Nagekeo namun bersifat toxic


dan harus dihindari agar tidak dimakan oleh ternak sapi adalah Lantana
camara. Lantana camara merupakan tanaman yang beracun pada ternak,
karena mengandung zat aktif yaitu pentacyclic triterpenoids yang merupakan
senyawa bersifat hepatotoksik yang sering dikenal sebagai lantandane.
Terdapat empat jenis lantandane pada tanaman lantana, yiatu Lantadane A
(LA), Lantadane B (LB), Lantana C (LC), dan Lantana D (LD). Diantara ke

14
empat senyawa tersebut, LA merupakan yang paling bersifat hepatotoksik
sehingga hati akan melepaskan beberapa zat yang akan menimbulkan reaksi
peningkatan kepekaan kulit terhadap sinar matahari (Baruti et al., 2017).
Sumber air minum sapi berasal dari air irigasi persawahan yang
melintasi perkandangan ternak sapi. Air minum merupakan salah satu
kebutuhan penting yang seharusnya diperhatikan untuk disediakan bagi ternak
sepanjang waktu. Kebutuhan air minum untuk sapi 20-40 liter/ekor/hari
(Astuti et al., 2018). Air sangat dibutuhkan dalam berbagai fungsi biologis
dan metabolisme tubuh seperti pengaturan suhu tubuh, membantu proses
pencernaan, pengaturan tekanan osmosis darah, transport nutrisi, hormon dan
zat lain yang diperlukan tubuh, pertumbuhan fetus, produksi susu dan
sebagainya. Konsumsi bahan kering pada pakan akan mempengaruhi tingkat
konsumsi air pada kondisi lingkungan yang normal.

4.4 Manajemen Reproduksi

Manajemen reproduksi merupakan salah satu aspek penting dalam


keberlangsungan hidup usaha peternakan (Suharyati dan Hartono, 2015).
Manajemen reproduksi pada peternak di Kabupaten Nagekeo ialah betina
produktif, pemeriksaan kebuntingan (PKB), kawin alam dan inseminasi buatan
(IB).
Inseminasi buatan merupakan teknologi yang signifikan yang telah digunakan
untuk meningkatkan usaha ternak, memungkinkan percepatan kemajuan genetik
dan seleksi, dimana keberhasilan kriopreservasi semen memperbaiki efisiensi dan
keberhasilan IB. Kriopreservasi spermatozoa merupakan proses berurutan mulai
penurunan temperatur, dehidrasi, pembekuan, penyimpanan, dan thawing.
Dibanding sel-sel lain, sel spermatozoa seharusnya kurang sensitif terhadap
kerusakan kriopreservasi karena kandungan air yang rendah dan fluiditas
membran yang tinggi. Walupun demikian, kriopreservasi merusak integritas
spermatozoa, perubahan struktur dan fungsi membran serta metabolisme sel,
menurunkan motilitas, fragmentasi DNA, menurunkan daya fertilisasi (Bailey et
al., 2000, Takeda et al., 2015). Paparan spermatozoa terhadap perubahan suhu
yang drastis dapat terjadi selama proses penanganan semen beku. Untuk

15
keperluan operasional IB, semen beku disimpan dalam kontainer nitrogen cair.
Inseminator mengambil semen beku dalam kemasan straw setiap kali IB untuk
dibawa dalam wadah berisi nitrogen cair yang lebih kecil.

Gambar 7. Semen beku disimpan dalam kontainer yang berisi


nitrogen cair

Gambar 8. Palpasi per rektal dilakukan untuk mengetahui status


reproduksi ternak sapi

4.5 Manajemen Kesehatan

1. Pengambilan Darah dan Ear tag

Manajemen kesehatan yang rutin dilakukan adalah pengambilan darah


pada sapi. Pengambilan darah pada sapi bertujuan untuk pemeriksaan
PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), serum darah akan dikirim ke BBVET

16
Denpasar untuk pemeriksaan.
Ear tag merupakan barcode yang disematkan pada telinga sapi untuk
tujuan pendataan ternak secara sistematis oleh Dinas peternakan pada
masing-masing kabupaten/kota. Ear tag adalah sejenis anting yang
memiliki kode tertentu berupa angka ataupun huruf berfungsi sebagai
tanda pengenal sapi. Ear tag biasanya dipasang di daun telinga sapi karena
telinga sapi merupakan bagian yang paling lunak untuk dipasang atau
ditusuk dengan jarum dan merupakan bagian yang mudah dilihat.
Pemasangan Ear tag biasanya pada telinga sebelah kiri. Pemasangan Ear
tag ini dilakukan saat sapi masih berusia muda (pedet) yaitu usia 0 bulan
sampai 8 bulan. Pemasangan pada pedet ini bertujuan untuk memperkecil
kemungkinan sapi stres. Penomoran pada ear tag sapi ini terdiri dari tiga
buah angka. Angka-angka ini menunjukkan tahun kelahiran dan nomor
individu sapi (Aisuwarya et al., 2020)

Gambar 9. Pengambilan darah sapi pada vena jugularis

2. Cacingan

Sapi berusia 1 tahun dilaporkan tidak bisa berdiri atau ambruk. Sapi
belum divaksin dan belum pernah diberi obat cacing, adanya kemungkinan
inbreeding, pakannya berupa batang jagung, sapi berukuran lebih kecil
dibandingkan sapi yang seumuran lainnya. Sapi tidak bisa berdiri, bulu

17
kusam, tidak nafsu makan. Terapi yang diberikan berupa terapi
simptomatis yaitu diberikan infus karena sapi tersebut sangat lemas,
kemudian diberikan biodin karena biodin mengandung ATP. Setelahnya
sapi diberikan pengobatan menggunakan Ivermectin 0,2 ml SC.
Sapi yang terinfeksi helminthiasis akan terhambat pertumbuhannya,
penurunan berat badan, dan diare berkepanjangan. Hal ini disebabkan oleh
cacing yang berpredileksi di usus akan mengurangi fungsi kemampuan
mukosa usus dalam transpor glukosa dan metabolit lainnya. Apabila
ketidakseimbangan ini cukup besar, akan menyebabkan menurunnya nafsu
makan, serta tingginya kadar nitrogen di dalam tinja yang dibuang karena
tidak dipergunakan. Infestasi parasit internal juga dapat menyebabkan
penurunan kondisi fisik dan sistem kekebalan tubuh sehingga ternak sangat
peka terhadap serangan penyakit yang berujung pada kematian ternak
(Swai et al. 2006).

Gambar 10. Terapi infus pada sapi (dokumen pribadi)

18
3. Pemberian Obat Cacing dan Vitamin

Endoparasit maupun ektoparasit merupakan kejadian sangat umum


pada ternak ruminansia di seluruh dunia. Parasit adalah faktor utama yang
bertanggung jawab terhadap kerugian ekonomi melalui penurunan
produktivitas serta peningkatan mortalitas. Parasit akan menyebabkan
ternak kehilangan berat badan, penurunan asupan pakan (Radostits et al.,
2000), penurunan efisiensi pakan, pubertas tertunda, penurunan tingkat
kesuburan, tingkat kelahiran rendah, penurunan kekebalan tubuh, rentan
terhadap masuknya agen penyakit lain ataupun gangguan kesehatan lain
yang dapat memperburuk kondisi secara keseluruhan (Raunelli and
Gonzales 2009). Dinas peternakan Nagekeo rutin melakukan pelayanan
pemberian obat cacing pada sapi, obat cacing yang diberikan berupa
ivermectin. Ivermectin merupakan salah satu antiparasit yang paling efektif
dan banyak digunakan karena memiliki aktivitas spektrum luas terhadap
berbagai macam endoparasit dan ektoparasit, terutama nematoda dan
arthropoda (Omura, 2008).
Vitamin yang diberikan adalah vitamin B-kompleks untuk
meningkatkan nafsu makan dan daya tahan tubuh serta memperbaiki
kekurangan vitamin. Kesehatan ternak dapat dioptimalkan dan kesehatan
produk hasil ternak memiliki kualitas kesehatan sesuai dengan standar
yang diinginkan (Effriansyah, 2012).

19
A B
Gambar 11. Pemberian obat cacing pada sapi (A), pemberian
vitamin (B)

4. Diare Pada Pedet

Diare anak sapi merupakan gejala penyakit yang mempengaruhi


peningkatan kuantitas dan kualitas ternak, peningkatan jaminan keamanan
pangan hewani yang aman, sehat, utuh dan halal. Angka kesakitan dan
kematian pada anak sapi potong maupun sapi perah sangat beragam
tergantung pada faktor penyebabnya. Wudu et al. (2008) melaporkan
bahwa angka kesakitan dan kematian pada anak sapi masing-masing dapat
mencapai 62% dan 22%, dan kejadian tertinggi sebanyak 39% disebabkan
oleh kasus diare. Anak sapi penderita diare akan mengalami kekurangan
cairan yang mengandung garam mineral atau elektrolit sehingga terjadi
dehidrasi dan asidosis yang dapat menyebabkan kematian.
Pengobatan menggunakan injeksi colibact 3 ml dan obat cacing.
Colibact tiap ml mengandung Sulfadiazine 200 mg dan Trimethoprim 40
mg bertujuan untuk mengobati infeksi terhadap saluran pernafasan, infeksi
saluran pencernaan, infeksi saluran kemih, infeksi sekunder pada penyakit
viral, septice- mia, radang persendian, foot rot, mastitis, MMA syndrome
(Asosiasi Obat Hewan Indonesia, 2005).

20
Gambar 12. Diare pada pedet

5. Thelaziasis

Thelaziasis merupakan penyakit mata yang disebabkan oleh cacing


thelazia sp. menyerang hewan ternak sapi, kerbau, kuda, kambing, burung,
kucing dan anjing (Otranto et al., 2007). Cacing tersebut hidup dalam
membrane niktitan atau kantong konjungtiva atau duktus lakrimalis.
Infestasi cacing thelazia sp. menjadi penting karena hewan penderita akan
tampak tidak tenang karena adanya iritasi pada mata dan akan tampak
kemerahan, keluar cairan dari mata yang apabila dihinggapi lalat akan
memperparah kondisi mata sehingga mata tidak dapat terbuka, pada tahap
selanjutnya akan terjadi ulserasi pada kornea dan akhirnya menyebabkan
kebutaan (Togar et al., 2017). Hal ini sangat merugikan para peternak,
karena dapat menurunkan harga jual ternak sapi.
Siklus hidup thelazia spp tidak langsung membutuhkan inang antara
yaitu lalat famili Muscidae (diptera). Lalat terinfeksi oleh cacing stadium
larva (L1) pada saat berada disekitar mata inang defenitif. Larva (L1)
memasuki usus lalat dan menembus folikel ovarium kemudian
berkembang menjadi larva tahap kedua (L2) yang berukuran panjang 3-4
mm. Larva kemudian ekdisis menjadi larva tahap ketiga (L3) berukuran
panjang 5-7 mm yang merupakan larva infektif. Larva kemudian

21
meninggalkan folikel ovarium dan bermigrasi ke bagian mulut lalat.
Perkembangan dari larva tahap pertama sampai dengan larva tahap ketiga
berlangsung selama 15-20 hari di dalam tubuh lalat. Larva infektif akan
menginfeksi mata sapi ketika lalat berada disekitar mata sapi. Di dalam
mata sapi cacing akan menjadi dewasa dalam waktu 20-25 hari (Soulsby,
1982).
Pengobatan dilakukan dengan pemberian antihelminthiasis levamisole
10% yang telah diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1:9 ml.
Levamisole 10% merupakan obat antihelminth yang digunakan secara tetes
ocular dengan jumlah 3 ml/ hari.

Gambar 13. Pemberian levamisole pada mata sapi yang terkena


Thelaziasis

22
BAB V
PENUTUP

Dinas Peternakan Nagekeo memberikan pelayanan kesehatan hewan berupa


pemberian obat cacing, pemberian vitamin, pemeriksaan kebuntingan, inseminasi
buatan dan penanganan penyakit pada hewan. Jenis sapi yang dipelihara adalah
jenis sapi Bali dan Madura yang tersebar hampir disetiap wilayah Kabupaten
Nagekeo. Umumnya masyarakat Nagekeo menggunakan tipe kandang tunggal
dimana tipe kandang ini menempatkan sapi sapi pada suatu baris atau jajaran.
Beberapa masyarakat memelihara sapi dengan sistem perkandangan ekstensif

23
DAFTAR PUSTAKA

Aisuwarya R., Mohammad HH., Rahmi EP., Rian F., Fatimah. 2020.
Implementasi Teknologi NFC Untuk Recording Data Sapi Perah
Kelompok Tani Lembu Alam Serambi Kota Padang Panjang. Padang.
JAATEC

Akbarillah T, D Kaharudin, & Kususiyah. 2002. Kajian tepung daun


Indigofera sebagai supplemen pakan terhadap produksi dan kualitas
telur. Laporan Penelitian Universitas Bengkulu: Lembaga Penelitian,
Universitas Bengkulu.

Astuti FA, Sungkowo A, KristantoWAD. 2018. Analisis Kebutuhan Air


Domestik dan non Domestik di Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Sains
Dan Teknologi Lingkungan,138-145
Bailey JL, Bilodeau JF, N Cormier. 2000. Semen cryopreservation in domestic
animals: a damaging and capacitating phenomenon. J Androl. 21:1–7

Baruti, M., B. Singh, M. Bhuyan, A. Borthakur, D. Bhuyan, & J.P. Chutia.


2017. Management of Lantana camara poisoning in a bull.
International Journal of Chemical Studies. 6(1):950-952

Effriansyah, Y. 2012. Sanitasi Kandang Ternak. Skripsi. Program Peternakan


Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya
Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi pemuliabiakan ternak di lapangan. Jakarata:
Gramedia Widiasarana Indonesia.

Martojo H. 2003. A Simple Selection Program for Smallholder Bali Cattle


Farmers.In : Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. K.
Entwistle and D.R. Lindsay (Eds). ACIAR Proc. No. 110. Canberra
Mondang, R. H dan C. Talib. 2015. Model Pengembangan Sapi Bali dalam
usaha Integrasi di Perkebunan Kelapa Sawit. Wartazoa, 25(3):147-157

Omura, S. 2008. Ivermectin: 25 years and still going strong. Int J Antimicrob
Agents. 31(2): 91–98.

Otranto, D., C. Cantacessi, E. Mallia And R. P. Lia 2007. First Report Of


Thelazia Callipaeda (Spirurida, Thelaziidae) In Wolves (Canis Lupus)
In Italy. Journal Of Wildlife Diseases, 43(3): 508-511.
Radostits, O. M., G. C. Gay, D. C. Blood and K. W. Hinchkiliff. 2000.
Veterinary Medicine 9th ed. EIBS and Bailliere,Tindal

Raunelli, F. and S. Gonzales. 2009. Strategic control and prevalence of


fasciola hepatica in Peru: a pilot study. Int. J. App. Res. Vet. Med.

24
7(4):145-152.Heath SE, Harris JRB. 2003. Common internal parasite
of goat in florida. University of Florida. CIR1023. IFAS Extension.

Salman L. B., I. Hernaman, I. Sulistiawati, M. Maisarah, H. Yuhani, R. Salim,


& A. Arfiana. 2017. Penggunaan Indigofera zollingeriana untuk
menggantikan konsentrat dalam ransum sapi perah. Laporan Penelitian
Hibah Internal Unpad.

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods And Protozoa Of Domesticated


Animals. Ed Ke-7. Bailliere Tindall. London.
Sugeng, Y.B. 2000. Sapi Potong. Bogor (ID). Penebar Swaday

Suharyati S., dan M. Hartono, 2015, Pengaruh Manajemen Peternak Terhadap


Efesiensi Reproduksi Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu Provinsi
Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 16 (1): 61-67.
Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis
dengan pola kemitraan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalsel.
Jurnal Litbang Pertanian 28 (1): 29 ± 36.
Swai ES, Mtui PF, Mbise AN, Kaaya E, Sanka P, Loomu PM. 2006.
Prevalence of gastrointestinal parasite infection in maasai cattle in
Ngorongoro District Tanzania. Livestock Research for Rural
Development. 18:8.
Takeda K, Uchiyama K, Kinukawa M, Tagami T, Kaneda M, Watanabe S.
2015. Evaluation of sperm DNA damage in bulls by TUNEL assay as a
parameter of semen quality. J Reprod Dev 61(3): 185–190.

Togar RA, Pratama RA, Febrianti R. 2017. Laporan Epidemologi dan


Kesehatan Ternak Penyakit Thelaziasis dan Newcastle Disease.
Mataram: Universitas Mataram.
Wudu, T., B. Kelay, H.M. Mekonnen and K. Tesfu. 2008. Calf morbidity and
mortality in small holder dairy farm in Ada`a Liben district of Oromia,
Ethiophia. Trop. Anim. Health Prod. 40: 369-376.

25
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)
DI DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PETERNAKAN
UPTD BALAI PEMBIBITAN DAN PENGEMBANGAN INSEMINASI
BUATAN TERNAK SAPI PERAH BUNIKASIH
KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT
28 Agustus - 08 September 2023

OLEH:

VILOMENA KUSI TOAN, S.K.H (2009020032)

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023

26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa
Cendana dalam melaksanakan tridarma perguruan tinggi menghasilkan lulusan
berkualitas tinggi yang mampu mengintegrasikan, menerapkan dan
mengembangkan ilmu veteriner serta peternakan agar mampu bersaing di
tingkat nasional dan internasional. Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa
Cendana merupakan kelanjutan dari program pendidikan Sarjana Kedokteran
Hewan.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh mahasiswa secara langsung di lapangan. Kegiatan ini sangat
membantu mahasiswa/i dalam menambah wawasan mengenai keadaan yang
terjadi secara aktual di lapangan. Kegiatan yang bersifat praktikal juga akan
secara langsung melengkapi berbagai teori yang telah didapat di kelas. Teori
yang didapat tidak serta merta akan mudah diaplikasikan jika mahasiswa tidak
mengetahui kondisi yang nyata terjadi secara langsung di lapangan.
Salah satu wawasan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh
seorang lulusan dokter hewan yang diperoleh melalui kegiatan PKL yaitu
kompetensi dalam pemanfaatan dan penerapan teknologi peternakan serta
manajemen kesehatan hewan dalam pengendalian dan pencegahan berbagai
penyakit, salah satunya pada ternak sapi sehingga mampu menunjang populasi
maupun menjaga keberlangsungan komoditas ternak sapi.
Sapi merupakan salah satu plasma nutfah yang ada di Indonesia yang
telah lama dibudidayakan dan telah menyebar ke berbagai penjuru nusantara.
Tingginya kebutuhan akan ternak sapi haruslah didukung dengan produksi yang
memadai, selain dari segi kuantitas harus pula didukung oleh kualitas ternak
yang dihasilkan. Agar kualitas dan kuantitas produksi ternak berjalan seimbang
diperlukan suatu manejemen pemeliharaan, kesehatan dan reproduksi yang baik
pula. Saat ini teknik pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan inseminasi buatan
adalah salah satu cara dalam mendukung keberhasilan dari produktivitas sapi

27
yang diharapkan di bidang reproduksi untuk dapat memenuhi kualitas serta
kuantitas yang optimal.
Hal inilah yang melatarbelakangi kegiatan PKL di UPTD Balai
Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah
Bunikasih Kabupaten Cianjur, Jawa Barat untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman kegiatan praktis di lapangan seperti pembelajaran mengenai
manajemen perkandangan dan pengamatan tingkah laku ternak, pakan,
pemeliharaan, manajemen kesehatan hewan dan manajemen reproduksi seperti
melakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan inseminasi buatan (IB).

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan kegiatan PKL ini secara umum
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai hubungan antara
teori dan penerapannya di lapangan sehingga dapat menjadi bekal
bagi mahasiswa setelah terjun di masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mempelajari terkait manajemen pemeliharaan,
perkandanagan dan pakan pada ternak sapi
2. Untuk memperlajari terkait manajemen kesehatan hewan yang
meliputi pengendalian, penangananan, pencegahan serta
pengobatan penyakit-penyakit pada ternak sapi.
3. Untuk mempelajari terkait pemeriksaan kebuntingan dan
aplikasi teknologi reproduksi ternak dalam rangka
pengembangan populasi ternak sapi pada suatu peternakan
1.3. Manfaat
Manfaat dari kegiatan PKL ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta manambah wawasan melalui
pengalaman PKL dalam hal manajemen pemeliharaan, kesehatan serta
reproduksi ternak sapi.

28
BAB II

RENCANA KEGIATAN

2.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan


Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada sapi akan dilaksanakan di
UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah
Bunikasih Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Waktu pelaksanaan kegiatan PKL ini
yaitu 28 Agustus-08 September 2023.
2.2. Bentuk Kegiatan
2.2.1. Perkenalan
Kegiatan ini merupakan bentuk perkenalan diri secara langsung dan
pengenalan lingkungan kegiatan PKL oleh peserta praktik kerja lapangan yaitu
mahasiswa Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan kepada pihak di
UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi
Perah Bunikasih Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
2.2.2. Pembekalan Materi
Kegiatan ini merupakan pemberian penjelasan dan pembekalan
oleh pihak UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan
Ternak Sapi Perah Bunikasih Kabupaten Cianjur Jawa Barat kepada peserta
kegiatan PKL mengenai bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan.
2.2.3. Praktik Lapangan
Kegiatan ini merupakan praktik secara actual di lapangan yang
dimulai dengan melakukan pengamatan, wawancara serta ikut dalam bagian
tindakan manajemen kesehatan hewan, manajemen perkadangan, manajemen
pakan serta manajemen reproduksi yang meliputi:
1. Melakukan dan mempelajari tindakan berupa pemeriksaan klinis,
pemeriksaan penunjang, diagnosa klinik, diagnosa pendukung, penanganan
gangguan penyakit-penyakit pada ternak sapi.
2. Melakukan dan mempelajari terkait dengan teknik atau tindakan
pencegahan dan pengendalian dalam mengatasi penyakit ternak khususnya
pada sapi.

29
3. Mempelajari dan melakukan terkait dengan manajemen reproduksi yang
meliputi, pemeriksaann kebuntingan, pemeriksaan gangguan reproduksi,
penanganan dan pencegahan gangguan reproduksi, pengaplikasian
teknologi reproduksi untuk meningkatkan populasi ternak sapi (Inseminasi
Buatan).
4. Mempelajari dan melakukan tindakan wawancara, edukasi terkait
manajemen kesehatan hewan, manajemen perkandangan dan manajemen
pakan.

2.3. Peserta
Peserta kegiatan PKL adalah mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana. Jumlah
peserta kegiatan PKL Profesi adalah 1 orang atas nama: Vilomena Kusi Toan,
S.K.H (2009020032)

30
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil
Tabel 1. Uraian Kegiatan Magang di Ternak Sapi Perah Bunikasi.
No Hari/Tanggal Uraian Kegiatan

1 Senin, 28  Upacara dan perkenalan kepada kepala dan seluruh


Agustus 2023 staf kepegawaian UPTD Balai Pembibitan dan
Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah
Bunikasih Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
 Orientasi Kandang
- Luas Tanah 24 hektar
- Jumlah Sapi Perah Bunikasih 210 ekor:
1) Kandang Karantina 11 ekor
2) Kandang pejantan 1 ekor
3) Kandang edukasi/kunjungan 9 ekor
4) Kandang A1 siap IB 49 ekor
5) Kandang B1 anak 27 ekor
6) Kandang B2 Laktasi 23 ekor
7) Kandang Laktasi Awal B3 sebanyak 24 ekor
8) Kandang Partus C1 16 ekor
9) Kandang F2 sapi dara muda I 25 ekor
10) Kandang D2A sapi dara muda II 13 ekor
11) Kandang D2B 12 ekor

2 Selasa, 29 Kandang A1:


Agustus 2023  Pembersihan kandang dan Pemandian sapi perah.
 Pengurasan bak minum, menyikat lumut ataupun
sisa kotoran feses yang menempel di dinding
 Pemberian pakan (hijauan, konsentrat dan mineral)
 Desinfeksi kandang (seminggu 1 kali)
3 Rabu, 30 Kandang F2:

31
Agustus 2023  Penjelasan SOP oleh penanggung jawab kandang
F2
1) Sanitasi Kandang
2) Pemberian Pakan
3) Pengembalaan sapi perah
 Pengurasan bak air minum menggunakan sikat
untuk membersikan lumut ataupun sisa pakan, dan
kotoran yang menempel di bak.
 Pemberian pakan (Hijauan, kacang Kedelai,
konsentrat di homogenkan mineral dan
Leguminosa)
4 Kamis, 31 Kandang B3:
Agustus 2023  Penjelasan SOP kandang laktasi
 Sanitasi kandang
 Pemerahan susu:
1) Menyiapkan alat pemerahan yang sudah
steril
2) Menyiapkan “celup putting” wadah botol
yang berisi air steril dan Povidone iodine
3) Menyiapkan wadah berisi air panas beserta
kain steril
4) Membersihkan putting sapi menggunakan
kain yang telah dicelupkan dengan air
hangat
5) Mengaplikasikan tabung penyedot pada
setiap putting, waktunya 5-8 menit
6) Total susu yang dihasilakan 110 liter.
7) Treatment putting setelah pemerahan celup
putting.
8) Sterilisasi alat pemerahan susu
menggunakan air bersih, kemudian air
panas dan di simpan di tempat kering.

32
5 Jumat, 01 Kandang D2B:
september  Sanitasi kandang (pembersihan sisa pakan dan
2023 menguras sisa air minum, membersikan sampah
plastic disekitar area kandang.
 Pemberian pakan (hijauan, konsentrat dan mineral,
Leguminosa)
 Exercise (mengiring sapi keluar dari kandang ke
padang pengembalaan)
 Pemotongan kuku kaki belakang dan depan
sebanyak 4 ekor sapi.
6 Sabtu, 02 Kandang B2 (Laktasi Akhir)
September Tahap persiapan dan pelaksanaan sanitasi kandang:
2023  Mempersiakan bahan dan peralatan untuk
memandikan ternak, membersihkan kandang,
pemberian pakan.
 Membersihkan bak pakan, minum menggunakan
sapu lidi sambal disirami air.
Tahap persiapan dan pelaksanaan proses pemerahan susu
sapi:
 Mempersiapkan bahan, kelayakan peralatan
pemerahan, dan lingkungan bersih dan nyaman.
 Pemerahan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi
(05:00 WIB) dan sore hari (16:00 WIB)
 Penggiringan sapi ke tempat pemerahan susu dan
menenangkan sapi yang akan diperah.
 Mencuci tangan, agar meminimalisir agen
pathogen ataupn benda asing lainnya.
 Mengisi wadah dengan panas, membasahi kain
bersih dan membersihkan ambing
 Dilakukan satu atau dua pancaran perahan awal
(stripping) dari setiap putting dibuang.
 Memasang tabung penyedot pada setiap putting

33
susu sapi sampai tersedot membutuhkan waktu 5-8
menit perekor sapi.
 Sesudah pemerahan selesai ambing dibersihkan
kembali serta di dipping dengan air yang di campur
povidine iodine.
 Peralatan pemerahan dibersihkan menggunakan
sabun dan dibilas dengan air panas.
7 Senin, 04 Distribusi HTTP:
September  Rumput, leguminosa di Choopper(alat pemotongan
2023 rumput otomatis)
 Pengemasan pakan yang di Chooper ke karung
dengan jumlah yang berbeda 15-20 kg/karung.

8 Selasa, 05 Keswan:
September  Pemberian terapi cairan Ringer Laktat pada 2 ekor
2023 pedet
 Jumlah 4 botol Ringer Laktat/ekor
 No.18 IV chath.
 Infus set.
 Spuit 3ml
 Antibiotik (Colibact)

9 Rabu, 06 Keswan:
September  Pemotongan tanduk 1 ekor pedet menggunakan
2023 Electric dehorning.
 Pemberian terapi Lymoxine spray, Glusanex spray,
antibiotic sulpidone 3 mL

10 Kamis, 07 Keswan:
September  Mengikuti kegiatan Pemeriksaan Kebuntingan
2023 (PKB) yang dilakukan oleh dokter menggunakan
USG rektal

34
 Palpasi Perektal

11 Jumat, 08 Keswan:
September  Kegiatan NKT kandang A1 sebanyak 48 ekor
2023  Mengukur NKT pada pedet sapi di kandang
Karantina sebanyak 26 ekor

35
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Profil Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pembibitan dan
Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah (BPPIB TSP)
Bunikasih

Gambar 1. Kantor Ternak Sapi Bunikasih

UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak


Sapi Perah (BPPIB TSP) Bunikasih berlokasi di Jl. Padalengsar RT. 001 RW. 009
Desa Bunikasi, Kabupaten Cianjur, Kecamatan Warungkondang, provinsi Jawa
Barat. Luas area BPPIB TSP Bunikasih 24,01 Lahan yang di kelola BPPIB-TSP
Bunikasih seluas 24,04 hektar, Kebun rumput seluas 18,52 hekta r(77,04%)
terdiridari lahan hijauan pakan ternak (HPT) yang produktif 12 hektar (27,32%),
belum dioptimalkan 2 hektar, dan terdapat 4,52 hektar lahan dengan lokasi
topografi berbukit dan curam yang berada di kaki Gunung Gede. Topografi
107003’ BT dan 6050’ LS dengan ketinggian 1000 mdpl. Suhu berada pada kisaran
18-25 ºC dan kelembaban 85 %. Curah hujan 266 mm/tahun pada saat musim
hujan dan 51 mm/tahun pada musim kemarau. Sarana dan Prasarana lainnya
meliputi: Gedung Kantor 2 unit, Aula 1 unit, Rumah Kepala Balai1 unit, Rumah
Pegawai 12 unit (dalam kondisi rusak sedang), Guesthouse 1 unit, Gudang Pakan
Konsentrat 2 unit, Gudang penchoperan 1 unit (kondisi rusak sedang), Traktor 1
unit, truk 2 unit, mobil box 1 unit, mobil pickup 1 unit, Gudang peralatan 3 unit
(kondisi rusak sedang)
Balai pembibitan ini dikelola secara intensif dengan aktifitas yang

36
dilakukan meliputi: menyelenggarakan pengujian mutu bibit, teknologi inseminasi
buatan dan embrio transfer ternak sapi perah, menyelenggarakan pengembangan
perbibitan dan inseminasi ternak sapi perah dan menyelenggarakan kegiatan
percontohan perbibitan dan distribusi semen beku ternak sapi perah. Selain itu
tempat ini biasanya digunakan sebagai tempat bimbingan bagi peserta PKL,
magang dan edukasi bagi masyarakat. Tempat ini memiliki jumlah pegawai ASN
sebanyak 18 orang, THL 47 orang. Jumlah ternak sapi perah di BPPIB TSP
Bunikasih saat ini 239 ekor sapi perah Friesian Holstein (FH).
Pola pemeliharaan ternak di UPTD BPPIB TSP Bunikasih yaitu intensif
terkontrol artinya pakan dan air minum disediakan oleh pihak instansi setiap 2 kali
sehari (pagi dan sore). Untuk memudahkan pekerja dalam memelihara dan
mengontrol ternak maka ternak dibagi dalam beberapa kandang diantaranya:
kandang pedet, kandang pedet lepas sapih, kandang sapi dara muda, dara siap
kawin, kandang partus, kandang laktasi, kandang karantina dan kandang pejantan.
Tabel 2. Populasi Sapi Perah di BPPIB-TSP Bunikasih
No Kandang Status Umur/bulan Jumlah/ekor
1 B1 Pedet 0-3 bulan 35 ekor
2 F3 Pedet (baru) 0-3 bulan 14 ekor
3 D2B Pedet lapas sapih 3-6 bulan 12 ekor
4 F2 Darah muda I 6-10 bulan 25 ekor
5 D2A Dara muda II 6-10 bulan 13 ekor
6 A1 Dara siap kawan 10-18 bulan 48 ekor
7 C1 Betina partus >18 bulan 16 ekor
8 B3 Laktasi Awal >18 bulan 24 ekor
9 B2 Laktasi tengah-masa >18 bulan 23 ekor
kerning
10 E Karantina 2-4 bulan 26 ekor
11 P Pejantan 1,4 tahun 1 ekor
Jumlah total = 237 ekor

3.1 Manajemen Perkandangan dan Tatalaksana Sapi Friesien Holstein (FH)

Manajemen perkandangan merupakan hal yang penting dalam

37
pemeliharaan sapi perah. Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan
produksi susu diantaranya pemantauan mutu bibit ternak, peningkatan kualitas
mutu pakan, dan menerapkan manajemen perkandangan yang baik. Fungsi
kandang yaitu menjaga ternak dalam kondisi nyaman agar dapat berproduksi
secara optimal, yang memenuhi aspek lingkungan yang aman seperti terhindar
dari angin kencang, terik matahari, air hujan, suhu udara malam hari yang
dingin, gangguan binatang buas, dan pencuri. Berikut ini aspek manajemen
perkandangan yang efek didukung oleh penerapan sanitasi, biosekurity dan
biosafety pada sapi perah di Bunikasih terdiri atas tiga komponen yaitu sanitasi,
isolasi, dan lalu lintas. Komponen tersebut meliputi:
1) Sanitasi

a. Memakai sepatu khusus/bot pada saat masuk kandang dan melakukan


dipping sepatu pada disinfektan pada bak yang terdapat disetiap
kandang. Setiap pegawai atau penghujung yang ingin ke kandang
diwajibkan memakai sepatu bot.

b. Penggunaan desinfektan Techno De Livestock kandang sapi perah

Standar Operasional Prosedur BPPIB-TPS Bunikasih.


Desinfektan yang digunakan yaitu: Techno De Livestock@.
Desinfektan kandang sesuai, Standar Operasional Prosedur BPPIB-TPS
Bunikasih dilakukan 2 kali dalam seminggu. Desinfektan yang
diberikan yaitu: Techno De Livestock@. Bahan aktif nya HOCL
(Hypochlorous Acid), konsentrasi 200-250 ppm, (pH 5,5-6,9).
Kelebihan desinfektan ini yaitu non toxic serta aman penggunaannya
bagi hewan dan manusia, berspektrum luas sehingga efektif membunuh
segala jenis bakteri, virus, dan jamur sekalipun bakteri pembentuk
spora yang kuat. Selain itu, berdasarkan hasil uji efektif untuk
penanggulangan Virus Avian Influenza, pH netral tidak menimbulkan
efek samping yang korosif, bebas residu, aman terhadap manusia,
hewan, dan ramah lingkungan. Penggunaannya untuk ternak seperti
desinfeksi kandang, alat-alat ternak menghilangkan bau dan lain
sebagainya.

38
Gambar 2. Desinfektan dan kegiatan desinfeksi di BPPIBTSP
Bunikasih
Berdasarkan kegiatan maupun observasi sanitasi kandang sapi perah di
UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak
Sapi Perah Bunikasih Kabupaten Cianjur Jawa Barat baik. Standar
operasional prosedur BPPIB-TPS Bunikasih mempunyai beberapa
komoditi dalam penanganan, sanitasi, biosafety maupun biosecurity
penyebaran penyakit yaitu: (1) Sanitasi Sapi merupakan pembersihan
tubuh/memandikan sapi dengan cara menyirami sapi menggunakan air
selang dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Pembersihan sisa
kotoran feses yang menempel pada bulu rammbut sapi perah menggunakan
sikat dan disiram lagi menggunakan air. (2) Sanitasi tempat pakan dan
minum. Pembersihan bak pakan menggunakan sapi lidi mengumpul sisa
pakan dan menyimpan kedalam karung. Membersihkan lagi dengan
menyiram air pada bak pakan agar tidak ada kotoran feses maupun sisa
pakan yang menempel.

39
Gambar 3. Sanitasi Bak Minum Sapi Perah

(3) Sanitasi lantai/alas lantai, dinding, dan atap bangunan merupakan aspek
yang penting dalam menciptakan kenyamanan ataupun kesejateraan sapi perah.
Jumlah feses yang banyak dipengaruhi oleh populasi sapi dan pakan yang
diberikan sehingga hal pertama yang dilakukan yaitu membersikan feses dengan
sekop dan selanjutnya disiram lagi air selang agar lebih bersih. Feses sapi perah
yang menempel pada dinding maupun sekat besi pada saat defekasi di kandang
dibersihkan menggunakan sikat dan disiram dengan air selang.
Prioritas kenyamanan dan keselamatan sapi maupun orang yang
bertanggung jawab membersihkan kandang dengan memastikan lantai dibersihkan
agar tidak licin, Atap dibersihkan karena salah area yang rentan terserang rayap
merusak kayu sehingga bangunan akan cepat rusak, mengurangi resiko serangga
seperti laba-laba atau tawon yang ada di atap bagunan. Meminialisir gigitan
serangga pada sapi perah atupun petugas yang bertanggungjawab di kandang.
(4). Sanitasi Bak Security Kandang merupakan salah satu unsur penting dalam
meminimalisir agen pathogen. Pembersihan bak sekuriti kandang dengan cara
menguras sisa air hingga bersih, mengganti air bersih sampai penuh kemudian
diberikan kaporit 1 tablet dan aktivitas ini dilakukan setiap hari 1 kali. Calcium
Hipochlorite Ca (OCl)2 umum disebut pula kaporit. Kaporit dipilih sebagai
desinfektan dalam pengolahan limbah cair karena menurut Said (2007), klor pada
kaporit terutama HOCl umumnya sangat efektif untuk inaktivasi patogen dan
bakteri indicator. Rosyidi (2010), klorin mampu membunuh mikroorganisme
patogen seperti bakteri dengan cara memecah ikatan kimia pada molekulnya atau
merubah struktur ikatan enzim, bahkan merusak struktur ikatan enzim.

40
Gambar 4. Penerapan dipping sepatu bot sebelum dan sesudah
masuk kandang sapi perah.

(5) Sanitasi selokan yang merupakan salah satu tempat terdapatnya kotoran
yang menumpuk dalam selokan dibersihkan agar tidak tersumbat dan
drinase lebih baik. Menurut Dairy NZ (2015) konstruksi atau desain
bangunan kandang ternak sapi perah dapat dipengaruhi oleh lama
penggunaan bangunan tersebut. Semakin lama bangunan digunakan maka
bangunan harus memperhatikan beberapa faktor utama seperti ketahanan
bangunan serta sistem pengelolaan limbah. Beberapa konstruksi yang
penting dalam bangunan kandang antara lain sudut kemiringan lantai,
ventilasi, dinding, atap, parit atau drainase serta tempat pakan dan minum
(AAK, 1995). Menggunakan peralatan yang steril selama melakukan
tindakan karantina dan tempat penyimpanan pakan yang senantiasa
dibersihkan secara rutin.

2) Isolasi

Sistem isolasi yang dilakukan pada sapi perah di Bunikasih yaitu


memisahkan hewan sakit/carrier. Tahap perlakuan dengan melakukan

41
pemeriksaan, penanganan dan pengobatan. Selain itu hewan yang baru yang
masuk dilakukan pemeriksaan dan ditinjaklanjuti dengan isolasi hewan selama
12 hari, setelah masa karantina habil baru sapi diarahkan ke kandang yang
akan ditempat.
3) Biosecurity dan Biosecurity

Tindakan terhadap lalu lintas sapi perah di Bunikasih yaitu kendaraan dan
pengunjung, diwajibkan desinfeksi di gerbang I. Pengunjung diwajibkan
memakai sepatu booth yang disediakan, dan melakukan dipping pada bak yang
terdapat di depan kandang. Kandang yang dipergunakan untuk pengunjung
terpisah sendiri, kandang tersebut disebut juga kangdang edukasi. Perlakuan
terhadap lalu lintas peralatan, wajib didesinfeksi di gerbang I dan dibawah ke
tempat penyipanan peralatan. Penanggungjawab setiap kandang memakai
pakaian khusus (cattle pack) dan sepatu booth pada saat masuk ke kandang.

Gambar 5. Biosekuriti Bunikasih

3.1.1 Tatalaksana Kandang

Manajemen Perkandangan Berdasarkan kegiatan PKL yang telah


dilaksanakan diketahui bahwa peternakan sapi di UPTD Balai Pembibitan dan
Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah Bunikasih Kabupaten

42
Cianjur Jawa Barat pola pemeliharaan intensif dan semiintensif. Jumlah
kandang pemeliharaan yang ada di BPPIBTSP Bunikasih sebanyak 12 kandang
yang diperuntukkan bagi ternak pedet, ternak dara, ternak induk, dan kandang
karantina/isolasi. BPPIBTSP Bunikasih menggunakan sistem perkandangan
kandang individu, free stall barn dan stall barn dengan menerapkan tipe
kandang tunggal, tail to tail dan head to head.
Dinding kandang ada yang terbuat dari tembok semen dan ada juga yang
terbuat dari besi dengan ketinggian mulai dari 65-150 cm. Saluran pembuangan
bermuara ke lahan HPT yang memiliki kemiringan 2%. Tempat pakan dan
tempat minum dibedakan menjadi dua kondisi yaitu permanen dan tidak
permanen. Tempat pakan dan minum permanen terbuat dari semen, sedangkan
tempat pakan dan minum yang tidak permanen menggunakan ember dan
gentong. Pemeliharaan pedet menggunakan dua jenis kandang yaitu kandang
individu dan kandang stall barn. Pemeliharaan dara dan induk menggunakan
kandang free stall barn dan stall barn. Kandang karantina menggunakan jenis
kandang free stall barn yang memiliki sekat. Fasilitas pendukung sebagai
penunjang manajemen perkandangan yang terdapat di BPPIBTSP Bunikasih
diantaranya kandang jepit, lahan exercise, milking parlor, cooling room dan
gang way.
Perkandangan di BPPIB-TSP Bunikasih terbagi atas beberapa jenis
kandang yang didasarkan pada fungsinya diantaranya kandang untuk sapi
laktasi, Sapi siap kawin, betina bunting, siap partus, lepas sapih, pedet dara
muda.

43
Gambar 6. Kandang A1 sapi dara muda siap kawin

Sapi perah kandang A1 merupakan sapi dara muda siap untuk di IB kisara umur
(18-22 bulan) dan kapasitas 48 ekor. Kandang A1 sistem pemeliharaannya
intensif, sistem kandang free stall barm dengan tipe kandang tail to tail. Sapi
perah di UPTD-TPS Bunikasih Cianjur Jawa Barat ini biasanya dilakukan
pengadaan pada saat sapi-sapi perah tersebut sudah 4 kali beranak atau
dikarenakan produktivitas sudah mulai berkurang.

44
Gambar 7. Kandang B2 Laktasi Akhir.

Sapi perah kandang B2 merupakan sapi dalam masa laktasi tengah sampai
masa kering atau pemulihan rentan waktu 60-90 hari setelah partus dan siap untuk
dikalakukan IB. kapasitas sapi B2 sebanyak 23 ekor. Sapi perah laktasi akhir ini,
sistem kandang free stall barm dengan tipe kandang tail to tail.

Gambar 8. Kandang Pemerahan Susu Sapi Perah (B2)

Manajemen pemerahan di BPPIB-TSP Bunikasih meliputi pra pemerahan,


proses pemerahan, dan pasca pemerahan. Pemerahan di BPPIB-TSP Bunikasih
dilakukan dengan mesin (milking by machine). Pra pemerahan mrliputi sanitasi
kandang, dan tubuh sapi, sterilisasi peralatan pemerahan, persiapan pemerahan,
dan pemberian pakan konsentrat. Proses pemerahan meliputi kegiatan
perangsangan ambing dan puting menggunakan air hangat dan membuang susu
pada pancaran pertama (fore stripping), pemerahan ambing, pencelupan puting
menggunakan cairan iodine (teat dipping). Pelaksanaan pemerahan harus
dilaksanakan secara tuntas agar dapat mencegah terjadinya mastitis. Kegiatan
pasca pemerahan meliputi sterilisasi peralatan pemerahan, transfer susu di TPS,
serta pencatatan produksi susu.

45
Proses pemerahan susu sebagai berikut:
A. Tahap persiapan dan pelaksanaan sanitasi kandang:
 Mempersiapkan bahan dan alat yaitu: air bersih, gayung, sapu lidi dan
sikat.
Memandikan ternak menggunakan sikat halus bertujuan agar
membersihkan kotoran feses yang menempel pada bulu sapi,
membersihkan bak pakan dan minum dengan cara mengumpulkan
sisa pakan menggunakan sapu lidi. Membersihkan tempat minum
menggunakan gayung gengan cara menguras sisa air minum dan
mengisi dengan air bersih.
B. Tahap persiapan pemerahan susu sapi:
 Mempersiapkan bahan dan alat dalam pemerosesan pemerahan susu sapi.
 Bahan: air bersih (dingin dan panas), “celup putting” (air bersih dan
Povidine iodine), kain bersih berukuran 30cm x 15cm.
 Alat: pemanas air panas, alat pemerah, wadah (air panas) dan konteiner
penampungan susu (40 liter)
Prinsip pemerahan susu pada sapi yaitu memastikan kelayakan
peralatan, bahan, dan memiliki lingkungan yang nyaman, bersih dan
keselamatan bagi sapi maupun orang bertanggung dalam melakukan
pemerahan susu. Pemerahan susu sapi dilakukan 2 kali sehari yaitu
pagi (05:00 WIB) dan sore hari (16:00 WIB).
Proses pelaksanaan pemerahan susu sapi.
a) Menggiring sapi ke tempat pemerahan susu dan menenangkan sapi
yang akan diperah.
b) Mencuci tangan, agar meminimalisir agen pathogen ataupn benda
asing lainnya.
c) Mengisi wadah dengan panas, membasahi kain bersih dan
membersihkan ambing
d) Melakukan satu atau dua pancaran perahan awal (stripping) dari
setiap putting dibuang.
e) Memasang tabung penyedot pada setiap putting susu sapi sampai
tersedot membutuhkan waktu 5-8 menit perekor sapi.

46
f) Setelah pemerahan selesai ambing dibersihkan kembali serta di
dipping dengan air yang di campur povidine iodine.
g) Peralatan pemerahan dibersihkan menggunakan sabun dan dibilas
dengan air panas.

Gambar 9. Kandang B1 Pedet

Kandang B1 merupakan kandang pedet yang berumur 0-4 bulan dengan


kapasitas 27 ekor, pada umur 4 bulan akan dipindahkan ke kandang lepas sapih
darah muda I (kandang F2). Khusus untuk ternak pedet yang baru lahir akan
diberikan alas tambahan berupa jerami kering hingga pedet berumur 7 hari.
Kandang B1 menggunakan sistem perkandangan kandang individu untuk umur 0-
7 hari, dan koloni/kelompok dengan menerapkan tipe head to head pada umur 1
bulan dengan kapasitas sebanyak 8 ekor tiap kandang dan digantikan dengan alas
bedding karet tebal serta kemiringan lantai 2%.

47
A B

Gambar 10. Kandang F2 (gambar AB) dan D2A, D2B (gambar


C. lahan exercise)

Kandang F2 merupakan kandang dara I lepas sapih yang berumer 9-12


bulan berjumlah 25 ekor dan D2A sapi darah II siap kawin (15-18 bulan) terdapat
13 ekor sapi. Kandang F2 dan D2A menggunakan sistem perkandangan
menggunakan kandang free stall barn dan stall barn. Alas kandang D2A
menggunakan bedding karet tebal sedangkan F2 tidak diberikan alas kandang.
Fasilitas pendukung kandang F2 dan D2A terdapat lahan exercise yang biasanya
dipergunakan sapi perah 1 minngu 3 kali.
Menurut Saputra et al., (2018), tatalaksana perkandangan merupakan salah
satu faktor produksi yang belum mendapat perhatian dalam usaha peternakan sapi
potong khususnya peternakan rakyat. Berdasarkan urain diatas mengenai

48
manajemen perkandangan kontruksi kandang yang ada di BPPIB-TSP Bunikasih
layak dengan persyaratan teknis tidak mengganggu produktivitas ternak, cukup
efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Kondisi kandang jauh dari pemukiman,
lalu lintas ternak maupun aktivitas manusia dapat diatasi demi kenyamanan dan
kesehatan bagi ternak dan kemungkinan yang berdampak terhadap lingkungan
sekitar bisa diminimalisir.
3.2 Manajemen Reproduksi

3.51 Pemeriksaan Perektal


Pemeriksaan perektal dilakukan untuk mengetahui status reproduksi
dari ternak sapi. Pemeriksaan perektal pada umumnya dilakukan sebelum
diberikan vaksinasi hal ini untuk mengetahui apakah ternak sapi betina tersebut
dalam keadaan bunting atau tidak.
Pemeriksaan perektal pada sapi dilakukan oleh dokter hewan dan
paramedik (PKB) yang bertugas. Selama melakukan kegiatan PKL, di Balai
Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah (BPPIB -
TSP) Bunikasih hasil pemeriksaan perektal yang dilakukan dengan tujuan
mengetahui fase folikel pada saat sapi menunjukan birahi dan memastikan sapi
yang dilakukan PKB menunjukan hasil positif bunting akan teraba adanya
kantong embrio atau fetus sapi. Sapi perah yang menunjukan gejalah birahi
maka akan di lakukan IB oleh dokter hewan atau pegawai Keswan Bunikasih.
Ciri-ciri estrus pada sapi betina pada saat dilakukan palpasi adalah
vulva berwarna pink dan hangat, adanya lendir putih yang keluar dari vulva,
dan serviks terasa tegang. Bibit sapi yang akan digunakan untuk IB akan
disesuaikan dengan kondisi sapi betina. Hal ini agar fetus tidak lebih besar dari
induknya, sehingga tidak terjadi kesulitan pada saat partus.

49
Gambar 11. Pemeriksaan Kebuntingan

Tujuan dilakukan pemeriksaan perektal sebelum dilakukan vaksinasi adalah


untuk menghindari terjadinya abortus pada sapi betina yang sebenarnya sementara
bunting tetapi tidak diketahui oleh peternak dan petugas lapangan. Selain itu juga
untuk keperluan IB, apabila pada saat dilakukan perektal dan sapi tersebut dalam
keadaan estrus maka akan dilakukan IB. Ciri-ciri estrus pada sapi betina pada saat
dilakukan palpasi adalah vulva berwarna pink dan hangat, adanya lendir putih
yang keluar dari vulva, dan serviks terasa tegang. Bibit sapi yang akan digunakan
untuk IB akan disesuaikan dengan kondisi sapi betina. Hal ini agar fetus tidak
lebih besar dari induknya, sehingga tidak terjadi kesulitan pada saat partus. Setelah
dilakukan pemeriksaan perektal apabila terdapat sapi betina yang bunting maka
hanya diberikan vitamin. Sementara apabila sapi tersebut dalam keadaan tidak
bunting maka diberikan vaksinasi dan vitamin.

50
Gambar 12. Palpasi perektal

3.3 Manajemen Kesehatan

Tatalaksana kesehatan pedet di BPPIBTSP Bunikasih yang dilakukan meliputi


sanitasi kandang dan ternak, perawatan kesehatan dan penanganan penyakit.
Perawatan kesehatan yang dilakukan seperti ear taging, dehorning dan
penggembalaan. Penyakit yang sering ditemukan yaitu bloat, diare, cacingan dan
ringworm.
a) Pemotongan Tanduk pada Sapi Perah

Pemotongan tanduk pada ternak ruminansia disebut dengan istilah


“Dehorning” yang berarti proses menghilangkan tanduk ternak. Proses
ini akan mudah dan aman jika dilakukan saat umur ternak di bawah satu
bulan. Selain itu, dehorning tidak menutup kemungkinan juga jika
dilakukan pada ternak dewasa. Dehorning dilakukan agar sapi
memenuhi syarat sebagai bibit unggul sesuai dengan SNI nomor 2735-
2014 yang menyatakan bahwa sapi perah tidak bertanduk.
Keuntungan dari pemotongan tanduk sapi adalah bisa
meminimalisir resiko sapi menyeruduk sehingga tidak melukai sapi
yang lainnya. Sapi dalam kandang menjadi lebih tenang karena

51
meminimalkan resiko terjadinya luka pada ternak - ternak yang lain
akibat saling menyeruduk. Sapi yang sudah dipotong tanduknya
cenderung lebih jinak sehingga memudahkan peternak untuk menangani
sapi.
Sapi perah Bunikasih melakukan prosedur dehorning yaitu
mempersiapkan alat (spuit 5 mL, Electric Dehorner, dan tali tambang)
dan bahan (Glusanex spray®, limoxin-25 spray® dan Sulfidone® 4mL.
Metode dehorning yang biasa dilakukan di Bunikasih yaitu elektrik.
Tindakan awal yang dilakukan dengan menangkap sapi terlebih dahulu
lalu ikat dengan tali setelah itu ikat di bagian lehernya sesudah itu sapi
ikat sapi dibagian tiang kadang ikat dengan kuat agar tidak lepas karena
sapi masi terlalu aktif setelah itu sapi. Setelah itu baru dimulainya
pemotongan tanduk dengan menggunakan alat Electric dehorner tanduk
dipotong bagian pangkal tanduk sampai terlepas tanduknya, akan tetapi
menempel alatnya sekitar 3 detik karena bisa menyakiti hewan jika
terlalu lama dan lama pemotongan setiap ekor sapi tidak boleh lebih
dari 3 menit. Terapi yang diberikan usai pemotongan tanduk yaitu
dilakukan spray Glucanex jarak 2 cm area luka, limoxin-25 spray® pada
area pemotongan dan Antibotik Sulfidone® 4mL intramuscular.

Gamabar 13. Pemotongan tanduk pada pedet dan pemberian Obat pasca
pemotongan tanduk

b) Pemotongan Kuku Sapi perah

Kegiatan pemotongan kuku pada sapi bertujuan untuk

52
mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada celah
kuku, menghindari pincang, mempermudah deteksi dini laminitis dan
kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku (Sudono 2003). Kuku harus
mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam
kandang. Raven (1992) menyatakan bahwa lingkungan yang lembab
dan kotor akan mempermudah timbulnya luka pada interdigiti yang
akan menyebabkan masuknya kuman, sehingga dapat lebih mendapat
penyakit, kelainan. Menurut Greenough (1996) Setiap bagian kuku
sangat penting untuk menunjang peforma dari hewan tersebut, sehingga
sekecil apapun gangguan yang dialami oleh bagian tertentu akan
memengaruhi kesehatan hewan.

Pemotongan kuku berpengaruh terhadap kejadian footrot dan cukup


bermakna, artinya kalau kuku tidak pernah dipotong maka kejadian
footrot akan semakin besar (Raven 1992). Secara umum, kuku kaki
depan lebih lebar dan bidang tumpu cenderung bulat dibandingkan kuku
kaki belakang yang lebih sempit dengan bidang tumpu lebih oval. Kuku
kaki depan sapi selain menopang badan juga sebagai peredam getaran
saat berjalan (Ramey 1995 Draper and Houghton 2000).
Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak
Sapi Perah (BPPIB -TSP) Bunikasih menerapkan perawatan kuku induk
sapi setiap 4-6 bulan sekali. Pemotongan dan perawatan kuku
dilaksanakan sebelum kuku sapi terlalu panjang agar tidak terjadi
kelainan dan kerusakan pada kuku induk sapi. Petugas kandang
memeriksa kuku pada saat pemerahan, dan pemberian pakan, kemudian
melaporkan kepada petugas Keswan dan akan dilakukan penanganan
Persiapan hewan dilakukan sesaat sebelum dilakukan pemotongan
kuku, petugas potong kuku melakukan pemeriksaan secara inspeksi.
Ternak yang terlihat memiliki kuku panjang langsung dilakukan
pemotongan kuku. Proses pemotongan kuku di Bunikasih dengan posisi
sapi dalam kondisi berdiri, sapi digiring masuk kedalam kandang jepit

53
khusus pemotongan kuku karena jumlah petugas potong kuku sangat
terbatas.

Gambar 14. Restrain sapi sebelum dilakukan


pemotongan kuku

Alat-alat yang digunakan Balai Perbibitan dan Pengembangan


Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah (BPPIB -TSP) Bunikasih untuk
pemotongan kuku sapi perah adalah pisau, palu, kikir, dan rennet.
Rennet digunakan untuk merapikan kaki bagian sole yang menebal
(Williamson and Payne 1993). Pemotongan pada bagian axial wall dan
abaxial wall dilakukan terlebih dahulu pada kaki kanan depan, setelah
itu kaki kanan belakang, kaki kiri belakang, dan terakhir kaki kiri depan
atau sebaliknya menggunakan pisau. Pemotongan kuku sapi dilakukan
sampai batas white line.

54
Gambar 15. Pemotongan kuku sapi perah

Pemotongan pada bagian sole kaki sapi menggunakan rennet


dengan cara menggangkat kaki sapi satu persatu dengan arah sama
seperti pemotongan kuku bagian axial wall dan abaxial wall.
Pemotongan pada bagian sole dilakukan secara hati-hati agar tidak
terlalu dalam dan sampai melukai pembuluh darah. Hal-hal yang
memengaruhi kesehatan kuku adalah sistem pemeliharaan, alas
kandang, kebersihan kandang, pakan, dan program pemotongan kuku.
Menurut AAK 1995, pemotongan kuku sapi dapat dilakukan dengan
merobohkan sapi terlebih dahulu menggunakan tali, kandang jepit, atau
menambatkan kaki sapi pada tiang. Proses pemotongan kuku sapi
dengan cara tersebut memerlukan minimal 3-4 petugas kesehatan
hewan. Kemudian kuku sapi dipotong menggunakan pisau potong kuku
sapi (kame gata) atau menggunakan gerinda tangan.

c) Pengukuran NKT (Nilai Kondisi Tubuh).

Produksi susu sapi yang rendah dan kualitas susu yang tidak
memenuhi standar merupakan permasalahan yang sering terjadi, oleh
karena itu perlu perbaikan sifat kualitatif dan kuantitatif pada sapi perah
agar dapat menghasilkan produksi maksimal. Sifat kualitatif dan
kuantitatif sapi perah perlu diperhatikan karena berkaitan dengan mutu
bibit dan produksi susu yang dihasilkan. Sifat kuantitatif seperti ukuran

55
tubuh ternak yang meliputi bobot badan, tinggi pundak, dan lingkar
dada merupakan sifat yang berkaitan dengan kemampuan produksi susu.
Bobot badan menjadi salah satu faktor yang dapat dilihat secara
kuantitatif dalam menentukan keberhasilan beternak. Keterbatasan
dalam penentuan bobot badan sapi dilapangan adalah kurangnya
fasilitas alat timbangan hewan ternak sehingga peternak harus
melakukan perkiraan berat badan secara subjektif. Beberapa metode
telah dikembangkan untuk memprediksi berat badan berdasarkan
ukuran linear tubuh. Metode yang telah dipakai menggunakan metode
School yang menggunakan lingkar dada dan metode Winter dengan
menggunakan lingkar dada dan panjang badan sebagai faktor
penghitungnya. Penghitungan menggunakan nilai kondisi tubuh atau
body condition score (BCS) ternak merupakan metode yang banyak
digunakan di lapangan. Metode ini sederhana dan mudah digunakan
untuk melakukan evaluasi kecukupan nutrisi selama fase laktasi.
Penilaian BCS ternak yang ideal tergantung pada tujuan pemeliharaan.

Gambar 16. Pengukuran Nilai Kondisi Tubuh

1. Lingkar Dada

Performans tubuh ternak terdiri dari beberapa hal, salah


satunya adalah lingkar dada. Lingkar dada (LD) diukur melingkari

56
rongga dada melalui os. scapula menggunakan pita ukur dalam
satuan cm (Heriyadi dkk., 2012).
2. Tinggi Pundak

Parameter yang digunakan dalam penelitian ini salah satunya


adalah tinggi pundak. Tinggi pundak diukur dari permukaan tanah
sampai tulang titik tertinggi pundak sapi perah. Tinggi pundak akan
meningkat seiring dengan meningkatnya lingkar dada dan bobot
badan. Hal ini dipertegas oleh Sugeng (1993) bahwa ada kolerasi
yang nyata antara tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dan
bobot badan sapi perah.
Toto Multiana Bahri, dkk. (2022) bahwa: nilai tinggi pundak
dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, yang mana induk dengan
tinggi Pundak yang tinggi akan menurunkan nilai tersebut kepada
keturunannya begitu pun sebaliknya
3. Panjang Badan

Sifat kuantitatif pada ternak yang dijadikan parameter salah


satunya Panjang badan. Panjang badan diukur dengan cara menarik
garis horizontal dari tepi depan sendi bahu sampai tepi bungkul
tulang duduk. Perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali
mengalami pubertas, pada saat tersebut ternak mengalami titik
infleksi. Titik infleksi merupakan titik maksimum pertumbuhan,
pada titik tersebut terjadi peralihan perubahan yang asalnya
percepatan pertumbuhan menjadi perlambatan sampai relatif
konstan (Tazkia dan Anggraeni, 2009). Selain itu, pengaruh
manajemen pemberian pakan maupun dari genetik ternak itu sendiri
menjadi faktor penentu ukuran tubuh tubuh ternak tersebut. Sugeng
(1993) menyatakan bahwa ada kolerasi yang nyata antara bobot
badan, lingkar dada, panjang badan serta tinggi pundak sapi perah.

d) Penanganan Diare pada Sapi Perah (Pedet)


Kesehatan pedet merupakan faktor penting dalam usaha peternakan
sapi perah. Gangguan kesehatan yang paling sering terjadi terutama

57
pada pedet periode pra-sapih adalah diare (Wudu et al., 2008, Debnath
et al., 1995, Azzizadeh et al., 2012, Wymann et al, 2006, Smith, 2009).
Diare yang menimbulkan kerugian besar karena tidak hanya
menyebabkan peningkatan biaya pemeliharaan dan angka kematian,
namun juga mengurangi produktivitas ternak pada masa akan datang.
Sehingga perlu diperhatikan manajemen kandang maupun pakan yang
diberikan.
Diare terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri pathogen, terutama
coliform di usus halus, namun terjadi penurunan populasi bakteri
Lactobacillus dan Bifidobacteria (Krehbiel et al., 2003; Ouwehand et
al., 2002). Gangguan kesehatan pada pedet pra sapih selain diare adalah
infeksi tali pusar, bloat/kembung, cacingan, enteritis dan radang paru-
paru (pneumonia).
Belum ada data resmi mengenai angka kematian pedet pra-sapih
yang terjadi di Indonesia, namun berdasarkan wawancara di lapangan
angka ini dapat mencapai 20%. Masa paling kritis pedet perah terjadi
pada umur 2-3 minggu pertama kehidupan, karena saluran pencernaan
belum berkembang dan berfungsi sempurna, tetapi pertumbuhan
berlangsung cepat. Identifikasi penyakit pada pedet pra-sapih dapat
menjadi dasar bagi tindakan pencegahan, pengobatan dan perbaikan
sistem manajemen pemeliharaan, sehingga menurunkan tingkat
pesakitan dan kematian pedet.
Manajemen pemeliharaan pedet tergolong baik, jika mortalitas 1%,
sedangkan apabila mortalitas mencapai angka sebesar 20%-25%,
menunjukkan manajemen pemeliharaan yang buruk. Triyanton (2009)
menyatakan bahwa di daerah tropis, rata - rata persentase kematian
pedet di bawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa mencapai
50%.
Kematian pedet tertinggi disebabkan oleh diare, diikuti tertinggi
kedua, yaitu pneumonia. Hal ini sesuai dengan laporan Azizzadeh et al
(2012), bahwa diare dan pneumonia adalah penyebab utama mortalitas
pada pedet. Faktor-faktor yang menjadi predisposisi antara lain:

58
perkandangan, metode, lama dan volume pemberian kolustrum, musim
kelahiran, distokia pada induk saat pedet dilahirkan.
Tingkat mortalitas pedet dipengaruhi oleh musim, hal ini sesuai
dengan pernyataan Uza dan Adee (2005) bahwa tingkat kematian pedet
saat musim dingin lebih tinggi daripada saat musim panas. Kematian
pedet pada musim panas disebabkan oleh kekurangan nutrisi, akibat
penurunan konsumsi pakan, yang selanjutnya pedet lebih peka terhadap
helminthosis. Ditambahkan oleh Azizzadeh et al (2012), pedet-pedet
yang lahir pada musim gugur lebih tahan hidup daripada musim panas.
Kematian pedet pada musim panas disebabkan karena heat stress,
karena untuk hidup sapi perah laktasi diperlukan suhu 5oC sampai
dengan 25oC. Heat stress terjadi saat suhu lingkungan lebih dari 32 oC.
Populasi pedet di kandang edukasi yang mengalami diare sebanyak
Penanganan sapi pedet yang diare di Bunikasih yaitu: pemberian terapi
cairan Ringer Lactat sebanyak 4 botol, antibiotic Colibact

Gambar 17. Penanganan pedet sapi diare

3.4 Manajemen Pakan Sapi Perah Bunikasih


3.4.1 Jenis Pakan Hijauan dan Leguminosa pada Sapi Perah Bunikasih

59
Ternak sapi perah membutuhkan pakan dalam jumlah dan kualitas
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan dalam jumlah dan
kualitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pkok, tumbuh
dan kembang serta menghasilkan bibit (pedet) dan air susu. Pakan
utama ternak sapi perah adalah hijauan yang terdiri dari rumput,
leguminosa, maupun limbah pertanian (daun, batang jagung/Zea may,
jerami padi, kedelai, kacang tanah dan jagung).
Hijauan pakan yang digunakan di sapi perah Bunikasih Cianjur
berupa: Hijauan pakan ternak yang baik, yang di tanam khusus maupun
yang diambil dari alam terdiri dari:
1. Hijauan Rumput yang ada di Bunikasih

a) Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

Karakteristik rumput gajah: tumbuh tegak 1,8-3,6 m,


membentuk rumpun, batang tebal dank eras, akar kuat dan dalam,
daun relative besar dan tepinya tebal mengkilap, berumur panjang
dan mempunyai protein kasar 5,92% dan serat kasar 22,74%.
Rumput gajah memiliki fungsi sebagai penutup tanah, rumput
potong dan dapat dibuat silase. Persyaratan tubuh 0-3.000 m dpl,
curah hujan 1500 mm/tahun, kebutuhan tanam dibutuhkan stek
sebanyak 2.000 batang/ha, untuk panjang 2-3 ruas atau 20-25 cm.
Masa panen setiap 40 hari (musim hujan) atau 90 hari untuk
(musim kemarau).

Gambar 18. Rumput gajah (Pennisetum purpureum). Dokumen


pribadi

60
b) Rumput gajah odot (Pennisetum purpureopoides)

Karakteristik rumput odot yaitu memiliki kemiripan dengan


rumput gajah, daun lebih lemas, bulu daun halus, pertumbuhan
lebih cepat, tinggi 1 m, tahan kering, kualitas nutrisi tinggi pada
berbagai tingkat usia dibangdingkan dengan ruput tropika lainnya.
Fungsi, persyaratan tumbuh, dan kebutuhan tanam sama seperti
rumput gajah.

Gambar. 19 rumput odot. Dokumen pribadi

2. Leguminosa (polong-polongan)

a) Kaliandra

Karakteristik yaitu: memiliki bentuk pohon/semak kecil,


tinggi 4-6 meter, fungsi sebagai hijauan potongan dan penahan
erosi tanah, persyaratan tumbuh baik 250-800 m dpl, dapat tumpuh
pada 1.700 m dpl, curah hujan 2.000-2.400 mm/tahun. Kebutuhan
tanam biji ataupun stek dengan jarak tanam 1x1 atau 1x 2 m dan
waktu panen 100 gram biji/pohon maupun daun 3-4 kali setahun
setelah tinggi 0,5-1 meter.

61
Gambar 20. Kaliandra. Dokumen pribad

b) Indigofera

Kerakteristik indigofera merupakan tanam semak, pohon,


yang memiliki tinggi mencapai 4 m, kandungan protein kasar 27, 9
%, serat kasar 15, 25%, kalium 0,22% dan fosfor 0,18 % serta
tingkat kecernaan yang tinggi 77%. Kandungan lainnya terdapat zat
antinutrisi tannin terbilang rendah yaitu berkisar 0,6-1 ppm. Fungsi,
tahan terhadap kekeringan, sebagai hijauan potong, penutup tanah.
Kebutuhan tanam biji ataupun stek yang berasal dari cabang tua
dengan panjang 30 cm dan waktu panen 8 bulan, jarak panen 60-90
hari, tinggi pemotongan 1-1,5 m dengan produksi daun 650 gram/
pohon.

62
Gambar 21. Indigofera (leguminosa). Dokumen Pribadi

3.4.2 Pemberian Pakan pada Pedet, Sapi Dara, Betina Laktasi dan
Betina Bunting

Pemberian pakan pada sapi perah di Bunikasih Cianjur diberikan


hijauan, konsentrat, mineral, hay, leguminosa, dan kacang kedelai.
Berikut ini tabel pemberian pakan sapi perah pada fase yang berbeda.
No Ternak Umur Pakan
1. Pedet 0-3 bulan Susu, hay, konsentrat (calf starter), mineral
dan air minum
2. Lepas sapih 3-6 bulan Hay, konsentrat (grower), mineral dan air
minum
3. Dara muda 6-10 bulan Hijauan segar, konsentrat (grower),
mineral, kacang kedelai dan air minum
4. Dara siap
10-18 bulan Hijauan segar, konsentrat dewasa, mineral
kawin dan air minum
5. Bunting dan
>18 bulan Hijauan segar, konsentrat dewasa, mineral
Laktasi dan air minum

1. Pemberian Kolostrum pada Pedet


Manfaat kolustrum bagi kehidupan pedet pra sapih, antara lain

63
kandungan antibodi yang tinggi, yang mampu mencegah masuknya
bibit penyakit, sehingga berperan sebagai anti-infeksi. Kandungan gizi
kolostrum lebih tinggi dibanding dengan susu non kolostrum.
Kolostrum mengandung lebih banyak protein (terutama dalam bentuk
laktoglobulin atau gamma globulin), mineral, lemak, dan vitamin-
vitamin dari pada susu normal. Kolostrum juga mengandung laktosa
yang lebih rendah dari pada susu normal. Hal ini sangat berguna karena
kandungan laktosa yang tinggi dapat menyebabkan pedet menderita
diare/mencret. Kolustrum sangat mudah diserap oleh dinding usus
pedet.
Ditambahkan oleh Blum (2005), bahwa kolustrum mengandung
komponen non nutrisi, antara lain immunoglobulin dan senyawa-
senyawa biologik aktif. Senyawa non-nutrisi tersebut, antara lain:
hormon, releasing factor, faktor-faktor pertumbuhan dan enzim-enzim.
Senyawa non-nutrisi pada pedet yang baru lahir berperan antara lain: (1)
meningkatkan populasi mikroba dan perkembangan sel-sel (proliferasi
dan diferensiasi) dalam saluran gastrointestinal, (2) sintesis protein,
degradasi, digesti dan absorbsi serta motilitas sistem gastrointestinal, (3)
sistem imun dalam gastrointestinal.
Aturan pemberian kolostrum:
a) Jumlah pemberian klostrum pada hari pertama maksimal 10 % dari
berat badan lahir.

b) Pemberian awal kolostrum maksimal 2 liter (satu jam pertama


setelah lahir)

c) Sebanyak 50% jatah pemberian sehari harus dikomsumsi dalam


waktu 4-6 jam setelah lahir

d) Kolostrum diberikan 3 kali dalam sehari dengan jarrak waktu yang


sama sampai pedet umur 5-7 hari.

Aturan pemberian kolostrum:


Menggunakan wadah kolostrum, misalnya ember atau dot khusus yang

64
bersih. Pedet diajari minum susudari ember dengan bantun jari tangan kita
sebagai pengganti putting susu. Caranya:
1. Jari tangan yang telah dibersihkan dicelupkan kedalam air susu.

2. Jari tangan yang basah tersebut dihisapkan ke mulut pedet

3. Ember dideatkan ke jari tangan tersebut. Jari tangan dicelupkan


kedalam air susu sambal dihisap oleh pedet.

4. Perlahan-lahan jari tangan diangkat dari ember sampai pedet dapat


minum sendiri.

2. Pedet lepas sapih

Pedet lepas sapih diberikan hay karena kadar airnya kurang atau
sedikit, tujuannya tidak terjadi bloat, hal ini diakibatkan karena pedet
memiliki pencernaan yang belum sempurna sehingga diberikan pakan
yang kadar airnya tinggi berakibat pada diare ataupun bloat.
3. Sapi dara muda I dan II

Kandang F2 pakan yang diberikan berupa hijauan, konsentrat,


kedelai, mineral dan leguminosa. Pemberian hijauan 10% x BB,
konsentrat 1%-1,4% x BB dan mineral 500 g/ hari (pagi dan sore),
kacang kedelai 500g/ pagi.

Pengadaan pakan konsentrat yang diproduksi oleh PT. Nufeed


Indonesia. Konsentrat yang digunakan di BPPIBTSP Bunikasih
memiliki dua jenis pakan yang berbeda yaitu Nufeed Lacto Calf untuk
pedet hingga usia 8 bulan dan Lactoplus Prime untuk sapi dengan usia
diatas 8 bulan. Konsentrat yang disimpan di gudang konsentrat
menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan konsentrat hanya
boleh berada di dalam gudang selama 1–1,5 bulan. Manajemen
pemberian pakan di BPPIBTSP Bunikasih disesuaikan berdasarkan
fase fisiologisnya seperti pedet, dara muda dan dara bunting, induk
laktasi, dan induk kering. Pakan yang diberikan bervariasi sesuai

65
dengan tingkat kebutuhan pada setiap fase berdasarkan acuan yang
telah ditetapkan seperti nutrisi, jumlah pemberian, dan jenis pakan.
Rata-rata frekuensi pemberian pakan di BPPIBTSP Bunikasih
sebanyak dua kali sehari. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan
sudah memenuhi kebutuhan sesuai standar yang digunakan BPPIB-
TSP Bunikasih.
4. Dara Muda Siap Kawin, Betina Laktasi, dan Bunting

Kandang A1, B2, B3, D2A hijauan segar, leguminosa, konsentrat


dewasa, mineral dan air minum. Ternak sapi perah membutuhkan
pakan dalam jumlah dan kualitas yang cukup.

66
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesipulan

Berikut ini merupakan kesimpulan yang didapatan selama kegiatan Praktek


Kerja Lapangan (PKL) yaitu:
 Manajemen pemeliharaan sapi pperah Bunikasih yaitu: intensif terkontrol
makan dan minum diberikan 2 kali sehari.
 Perkandanagan yaitu untuk kandang sapi darah muda tipe kandang (Head
to head), sapi betina siap kawin, bunting dan Laktasi kandang Free stall
barn (tai to tail) dan untuk Pedet kandang invidual juga kelompok.
 Manajemen kesehatan hewan yang meliputi pemotongan tanduk,
pemotongan kuku, pemberian obat cacing, pemberian vitamin dan vaksin.
 Manajemen pakan yang diberikan berbeda setiap fase pertumbuhan dari
sapi meliputi:
Pedet (Susu, hay, konsentrat (calf starter), mineral dan air minum).
Darah Muda (Hijauan segar, konsentrat Lacto pluss, mineral,
kacang kedelai dan air minum).
Darah siap kawin, bunting dan laktasi (Hijauan segar, konsentrat
Lacto pluss, mineral dan air minum).
 Pemeriksaan kebuntingan dilakukan oleh dokter ataupun paramedic
dengan metode palpasi perektal dan menggunakan alat USG tansrektal
4.2 Saran
 Sanitasi perlu di perbaharui dengan menyiapkan detergen untuk mencuci
tangan sebelum melakukan aktivitas, tujuannya meminimalisir agen
infeksi.
 Usahakan memisahkan karung khusus sampah, sehingga karung pakan
jangan digunakan sebagai penyimpanan sisa pakan lama yang terkena
kotoran yang menjadi agen transmisi agen pathogen.

67
Daftar Pustaka

Rosyidi, M.B., 2010. Pengaruh Breakpoint Chlorination (BPC) terhadap Jumlah


Bakteri Koliform dari Limbah Cair Rumah Sakit Umum Sidoarjo. Institut
Teknologi Surabaya, Surabaya.

AAK. 1995. Petunjuk praktis beternak sapi perah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Azizzadeh, Mohammad, Hadi Fazeli Shooroki, Ali Shau ee Kamalabadi, Mark A.


Stevenson. 2012. Factors Affecting Calf Mortality in Iranian Holstein
Dairy Herds. Preventive Veterinary Medicine. 104 (2012): 335-340.

Blum, J.W. 2005 Bovine Gut Development. In Calf and Heifer Rearing. Principles
of Rearing the Modern Dairy Heifer from Calf to Calving. Edited by PC.
Garnsworthy Nottingham University Press.

Debnath, N.C., M.J.F.A. Taimur”, A.K. &ha”, M. Ersaduzaman”, M. Helaluddin”,


M.L. Rahman”, D.K. Royb, M.A. Islam. 1995. A retrospective study of
calf losses on the central dairy cattle breeding station in Bangladesh
Preventive Veterinary Medicine 24 (1995) 43-53.

Greenough, Paul R, Laverne M. 1996. Zinpro Corporation's illustrated handbook


on cattle lameness. Journal of the South African Veterinary Association.
67(1): 7-7.

Heriyadi, D., A. Sarwesti, dan S Nurahma, 2012. Sifat-Sifat Kuantitatif Sumber


Daya Genetik Domba Garut Jantan Tipe Tangkas di Jawa Barat. Bionatura-
Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 14, No 2: 101 – 106.

Krehbiel, C.R, S.R. Rust, G. Zhang, and S.E. Gilliland. 2003. Bacterial direct fed
microbials in ruminants diet: Performance response and mode of action. J.
Dairy Sci. 81 (E. Suppl. 2): E120-132.

Ramey DW. 1995. Horse feather: fact versus myths about your horse’s health.
USA: Macmillan Company.

68
Rosyidi, M.B., 2010. Pengaruh Breakpoint Chlorination (BPC) terhadap Jumlah
Bakteri Koliform dari Limbah Cair Rumah Sakit Umum Sidoarjo. Institut
Teknologi Surabaya, Surabaya.

Said, N.I., 2007. Desinfeksi untuk Proses Pengolahan Air Minum. Jurnal Air
Indonesia, 3(1):15-20.

Saputra, Y., A. T. A. Sudewo dan S. Utami. 2013. Hubungan antara lingkar dada,
panjang badan, tinggi badan dan lokasi dengan produksi susu kambing
Sapera. J. Ilmiah Peternakan. 1 (3): 1173 -1182.

Standar Nasional Indonesia 3141. 2011. Kualitas Susu Segar. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta. Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara
Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sugeng. 1993. Hubungan Bobot Badan Dengan Lingkar Dada, Tinggi Pundak, dan
Panjang Badan Sapi Perah. Buletin Peternakan. Jakarta

Tazkia. R. & A. Anggraeni. 2009. Pola dan Estimasi Kurva Pertumbuhan Sapi
Friesian Holstein di Wilayah Kerja Bagian Timur KPSBU Lembang.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 121- 135

Uza, D.V. and Abdulla Adee, A. 2005. Causes and Costs of Caf Mortality at
Government Research and Private. Farm in The Dry Subhamid Savanna
Zoe of Nigeria. Nigerian Veterinary Journal. Vol 26 (2).

Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar peternakan di daerah tropis. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Wudu & B. Kelay & H. M. Mekonnen & K. Tesfu. 2008. Calf morbidity and
mortality in smallholder dairy farms in Ada’a Liben district of Oromia,
Ethiopia. Trop Anim Health Prod 40:369–376

Wymann M.N., Bassirou Bonfoh, Esther Schelling, Se´kouba Bengaly Saı¨dou

69
Tembely, Marcel Tanner, Jakob Zinsstag. 2006. Calf mortality rate and
causes of death under different herd management systems in peri-urban
Bamako, Mali. Livestock Science 100 (2006) 169– 178

70
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Dinas Peternakan Kabupaten Kupang
Puskeswan Baun
31 Juli - 11 Agustus 2023

OLEH :

Marianus Triyanto Sado, S. K. H 2209020009

ROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023

71
BAB I

PENDAHULAAN

1.1 Latar Belakang


Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana dalam

melaksanakan tridarma perguruan tinggi menghasilkan lulusan berkualitas tinggi yang

mampu mengintegrasikan, menerapkan dan mengembangkan ilmu veteriner serta

peternakan agar mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional. Program Pendidikan

Profesi Dokter Hewan (PPDH) Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas

Nusa Cendana merupakan kelanjutan dari program pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan.

Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh

mahasiswa secara langsung di lapangan. Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa/i dalam

menambah wawasan mengenai keadaan yang terjadi secara aktual di lapangan. Kegiatan yang

bersifat praktikal juga akan secara langsung melengkapi berbagai teori yang telah didapat di kelas.

Teori yang didapat tidak serta merta akan mudah diaplikasikan jika mahasiswa tidak mengetahui

kondisi yang nyata terjadi secara langsung di lapangan.

Sapi merupakan salah satu komoditas peternakan yang ada di Indonesia yang telah lama

dibudidayakan dan telah menyebar ke berbagai penjuru nusantara. Tingginya kebutuhan akan ternak

sapi haruslah didukung dengan produksi yang memadai, selain dari segi kuantitas harus pula

didukung oleh kualitas ternak yang dihasilkan. Agar kualitas dan kuantitas produksi ternak berjalan

seimbang diperlukan suatu manejemen perkawinan yang baik. Saat ini teknik Inseminasi Buatan

adalah salah satu cara mendukung keberhasilan dari produktifitas sapi yang diharapkan memenuhi

kualitas serta kuantitas yang optimal. Hal ini yang melatarbelakangi kegiatan PKL sapi untuk

menambah pengetahuan dan pengalaman kegiatan praktis di lapangan seperti pembelajaran

mengenai manajemen perkandangan dan pengamatan tingkah laku ternak, pakan, pemeliharaan,

manajemen kesehatan hewan dan manajemen reproduksi dalam hal ini inseminasi buatan dan

pemeriksaan kebuntingan pada ternak sapi.

72
1.2 Tujuan
Kegiatan PKL ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
A. Tujuan umum
1. Mahasiswa/i dapat meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang manajemen
pemeliharaan ternak sapi.
2. Mahasiswa/i dapat mempraktekan teori – teori penanganan penyakit yang telah
diperoleh saat masa perkuliahan dengan baik.
3. Mahasiswa/i dapat menganalisis dengan cermat berbagai permasalahan dalam
peternakan tradisional di kabupaten kupang.
4. Membangun kerja sama antar perguruan tinggi dengan stakeholder terkait.

B. Tujuan khusus
1. Mengetahui dan menganalisis manajemen pemeliharaan sapi yang dipelihara secara
ekstensif, semi-intensif.
2. Mengetahui dan menganalisis manajemen kesehatan sapi berupa penyakit dan
pengobatan yang diakukan.
3. Mengetahui dan menganalisis manajemen perkandangan (adanya bak minum, bentuk,
ukuran serta kondisi atap dan lantai kandang, ketersediaan ventilasi udara), pakan
(jenis pakan dan jumlah pemberian), dan teknik restrain pada sapi (cara menghandling
sapi).
4. Mengetahui dan menganalisis manajemen reproduksi pada sapi (pemeriksaan
kebuntingan dan Inseminasi Buatan).
5. Mengetahui dan menganalisis upaya-upaya pencegahan (kegiatan rutin vaksinasi,
pemberian obat cacing, dan vitamin), penanganan dan pengendalian penyakit pada
sapi(jenis-jenis penyakit endemik dan penanganan yang dilakukan serta prosedur
biosecurity yang diterapkan)
1.3 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan PKL ini adalah mahasiswa/i Pendidikan Profesi

Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana dapat menambah ilmu

pengetahuan, pengalaman, wawasan dan keterampilan khususnya di bidang peternakan sapi

melalui puskeswan baun.

73
BAB II
RENCANA KEGIATAN

2.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan


Kegiatan PKL pada hewan sapi dilakukan di Dinas Peternakan Kabupaten
Kupang khususnya Puskeswan Baun pada tanggal 31 Juli- 11 Agustus 2023.
2.2 Uraian Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan mahasiswa selama masa PKL disajikan dalam logbook
harian (Tabel 1). Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kupang
memberikan kesempatan bagi mahasiswa PKL untuk melakukan kegiatan di Puskeswan
Baun Kecamatan Amarasi Barat. Sehingga, seluruh kegiatan yang dilakukan disesuaikan
dengan program kerja dari Reso di Puskeswan Baun Kecamatan Amarasi Barat.

No Waktu Kegiatan Lokasi Kegiatan Uraian Kegiatan


1. Senin, 31 Juli 2023 - Puskeswan Baun - Lapor diri dan perkenlan dengan petugas
dari puskeswan Baun.
- Mengikuti kegiatan Vaksinasi SE dan
- Desa Merbaun
pemasangan eartag 22 ekor sapi.
- Mengikuti kegiatan vaksinasi
-Desa Erbaun Septicaemia epizootica (SE) sebanyak 27
ekor dan pemasangan eartag sebanyak 22
ekor.

Selasa, 01 Agustus Melakukan Inseminasi Buatan pada sapi


2. Desa Tunbaun
2023 sebanyak 1 ekor dengan straw Brahman
Rabu, 02 Agustus Melakukan Inseminasi Buatan pada sapi
3. Desa Niukbaun
2023 sebanyak 1 ekor dengan straw Brahman
Melakukan Inseminasi Buatan pada sapi
Kamis, 03 Agustus
4. Desa Niukbaun sebanyak 3 ekor dengan straw Brahman dan
2023
Bali.
Jumat, 04 Agustus Pemberian Vitamin B complex untuk ternak
5. Desa Tunbaun
2023 babi sebanyak 5 ekor
Senin, 07 Agustus Mengikuti kegiatan vaksinasi Septicaemia
6. Desa Soba
2023 epizootica (SE) sebanyak 27 ekor dan

74
pemberian vitamin b complex sebanyak 5
ekor
Desa Niukbaun - Melakukan Inseminasi Buatan pada sapi
sebanyak 1 ekor dengan straw Simental.
Selasa, 08 Agustus - Melakukan pemeriksaan kebuntingan
7.
2023 sebanyak 2 ekor.
- Mengikuti kegiatan Vaksinasi SE 25
Desa Toobaun ekor dan pemasangan eartag 2 ekor.
- Melakukan inseminasi Buatan pada sapi
sebanyak 2 ekor dengan straw Brangus
dan Bali.
Rabu, 09 Agustus
8. Desa Niukbaun - Melakukan pemberian vitamin
2023
menggunakan vitamin b-complex dan
pemasangan eartag pada sapi sebanyak 1
ekor.
- Melakukan inseminasi Buatan pada sapi
sebanyak 2 ekor dengan straw Brangus
dan Bali.
- Mengikuti kegiatan vaksinasi
Kamis, 10 Agustus
9. Desa Tunbaun Septicaemia epizootica (SE) sebanyak 10
2023
ekor dan pemberian vitamin b complex 2
ekor.
- Melakukan pemasangan eartag pada sapi
sebanyak 2 ekor
- Mengikuti kegiatan vaksinasi
Jumat, 11 Agustus
10. Desa Merbaun Septicaemia epizootica (SE) sebanyak 47
2023
ekor dan pemasangan eartag.

a. Peserta
Adapun nama peserta kegiatanPKL adalah sebagai berikut :
Marianus Triyanto Sado, S. K. H

75
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Profil Lokasi Magang

Kecamatan Amarasi Barat merupakan salah satu kecamatan yang


berada didalam wilayah adminitrasi Kabupaten Kupang yang terdiri dari
7 Desa dan 1 kelurahan yaitu Erbaun, Merbaun, Nekbaun, Niukbaun, Soba,
Teunbaun, Toobaun, Tunbaun. Salah satu sektor unggulan dari Kecamatan
Amarasi Barat yaitu peternakan yang berperan penting dalam
pengembangan ekonomi karena dapat menjadi alternatif penghasilan bagi
masyarakat selain sektor pertanian yang sangat tergantung pada keadaan
alam dan curah hujan.

Program pembangunan di sektor peternakan diarahkan untuk


perlindungan dan peningkatan populasi ternak dan hasil ikutannya dengan
tujuan untuk meningkatkan hasil produksi ternak, mendorong diversifikasi
pangan dan perbaikan mutu gizi masyarakat, menciptakan lapangan kerja,
serta mengembangkan pasar ekspor yang pada akhirnya dapat
mendongkrak pendapatan petani ternak. Kegiatan yang dilakukan
pemerintah Kecamatan Amarasi Barat dalam rangka mencapai tujuan
dimaksud, yaitu (1) pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
ternak; (2) pengembangan teknologi peternakan; serta (3) pendampingan
dan penyuluhan.
Ternak sapi sejak dahulu telah menjadi sumber penghasilan bagi
masyarakat wilayah Timor, tak terkecuali masyarakat Amarasi Barat.
Kecamatan Amarasi Barat tercatat pada tahun 2020 memiliki jumlah
ternak sapi sebanyak 7.765 ekor (BPS Kabupaten Kupang, 2020).

3.2 Manajemen Pemeliharaan Sapi

Kecamatan Amarasi Barat memiliki sumber daya alam yang cukup


memadai untuk pemeliharaan dan pengembangan ternak sapi. Secara
teoritis faktor-faktor penentu tingkat produktivitas dan performans ternak

76
adalah faktor genetik (ternak) dan lingkungan (pakan, manajemen
pemeliharaan, kesehatan, iklim dan sebagainya). Namun, faktor-faktor di
atas belum sepenuhnya diperhatikan peternak dalam memelihara ternak
sehingga sangat berdampak pada tidak terjadinya peningkatan, bahkan
mungkin menyebabkan penurunan populasi ternak sapi itu sendiri (Jusdin
et al., 2021). Sistem pemeliharaan ternak sapi yang paling umum
dilakukan petani/peternak di Kecamatan Amarasi melakukan sistem
pemeliharaan sapi secara intensif tradisional dan semi intensif.
Pemeliharaan intensif dilakukan dengan tujuan penggemukan ternak
(paronisasi) untuk menghasilkan ternak terutama ternak jantan dengan
bobot tubuh yang sesuai harapan peternak. Sistem pemeliharaan intensif
tradisional dilakukan dengan mengikat ternak pada kandang dan diberi
pakan dan air minum oleh peternak (Gambar 1). Pola pemeliharaan sapi
secara intensif tradisional ini menyisakan masalah besar yaitu penanganan
limbah kotoran ternak yang tidak dilakukan oleh peternak. Kotoran ternak
umumnya hanya dibiarkan menumpuk pada kandang ternak.

Gambar 1. Pola Pemeiharaan

3.3. Manajemen Kesehatan Sapi


Manajemen kesehatan ternak sapi yang dilakukan oleh puskeswan

pada Kecamatan Baun yaitu dengan menjalankan program vaksinasi rutin

untuk pencegahan kejadian penyakit Septicaemia epizootica (SE). Kegiatan

vaksinasi dilakukan dengan langsung turun ke masyarakat peternak.

77
Kegiatan vaksinasi ini dilakukan sekaligus dengan pemeriksaan dan

pengobatan bagi ternak sapi masyarakat yang mengalami gangguan

kesehatan. Vaksin yang digunakan di puskeswan Baun adalah vaksin SE

inaktif (Septivet). Vaksin inaktif merupakan vaksin berasal dari

mikroorganisme yang telah dimatikan. Respon imun yang timbul lebih

lemah daripada vaksin hidup (Lestari dan Ravenal, 2020). Kelebihan vaksin

inaktif yaitu tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan virulensi, tidak

terjadi resistensi lokal pada tempat aplikasi dan mudah dalam penyimpanan.

Kekurangan vaksin ini kekebalan yang ditimbulkan berlangsung singkat

tetapi penggunaan vaksin inaktif dalam waktu panjang akan lebih aman

dibandingkan vaksin aktif (Soeripto, 2002). Vaksinasi SE merupakan upaya

preventif yang dilakukan pemerintah untuk mencegah kejadian penyakit ngorok

(gangguan pernapasan) menular yang disebabkan oleh bakteri Parteurella

multocida B:2 yang utamanya menyerang ternak ruminansia terutama sapi dan

kerbau. Penyakit SE pada wilayah NTT merupakan penyakit yang bersifat endemis,

sehingga pencegahan menjadi hal yang paling penting dalam pemberantasannya

(Cantona et al., 2020).

78
Gambar 2. Kegitan Vaksinasi SE oleh mahasiswa

Pemberian vaksin dilakukan pada ternak sapi yang berada dalam kondisi

yang sehat secara klinis, berumur di atas 3 bulan, dan tidak dalam keadaan

bunting. Penentuan status kesehatan hewan dilakukan dengan pemeriksaan klinis

sederhana dan pada ternak betina produktif dilakukan pemeriksaan kebuntingan

untuk memastikan hewan tidak dalam keadaanbunting pada saat divaksinasi.

Gambar 3. Kegiatan palpasi rektal sebelum di vaksinasi.

3.4. Penandaan dan Pendataan Hewan Ternak

A. Penandaan

Penandaan hewan menggunakan media berupa Eartag Secure QR Code


dengan mekanisme sebegai berikut :

1) Paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan penandaan


hewan, petugas melakukan :

a) Koordinasi dengan iSIKHNAS untuk memperoleh data

79
dan informasi hewan yang telah divaksinasi dari
iSIKHNAS; dan

b) Menyiapkan Eartag secured QR Code sesuai dengan


kode area provinsi dan jumlah hewan, aplikator, gloves,
boots, disinfektan, antiseptik , kain kasa serta peralatan
pendukung lainnya sesuai kebutuhan.

2) Pada hari pelaksanaan pendataan hewan, petugas penandaan


melakukan :

a) Penyiapan alat dan bahan;

b) Menyiapkan data identitas pemilik hewan dan data


kandang;

c) Pemakaian gloves dan boots serta melakukan sanitasi


dan disinfeksi diri (spray dan/ atau dipping/ pencelupan
boots ke larutan disinfektan) sebelum memasuki area
kandang;

d) Pemasangan Eartag Secured QR Code di daun telinga


menggunakan aplikator dengan tahapan :

 Hewan dilakukan pembatasan gerak untuk


mengamankan petugas;

 Telinga hewan dibersihkan dari debu dan kotoran


kemudian dioleskan alkohol;

 Pemasangan Eartag Secured QR Code dengan


menggunakan aplikator;

 Posisi Eartag Secured QR Code tidak melebihi


batas bawah daun telinga dan berada di dalam
daun telinga dengan kode nomor atau angka
pengenal menghadap keluar untuk memudahkan
pembacaan kode nomor atau angka pengenal;

80
 Tekan aplikator hingga Eartag Secured QR Code
terpadang dengan baik dan sempurna

 Lepaskan aplikator dari daun telinga lalu berikan


antiseptik pada telinga (di sekitar luka akibat
pemasangan Eartag Secured QR Code dan
mendisinfeksi aplikator); dan

 Memusnakan gloves dengan cara dibakar dan


bersihkan boots dan larutan disinfektan/dipping
boots apabila selesai melaksanakan kegiatan.

B. Pendataan

Pendataan pada hewan dengan mekanisme sebagai berikut :

1) Penginputan data dan informasi sebelum pemasangan Eartag


Secured QR Code :

a) Petugas melakukan penginputan data dan informasi


pemilik hewan (peternak, kelompok peternak) sebelum
pemasangan Eartag Secured QR Code melalui aplikasi
IDENTIK PKH yang mencakup data :

1. Pemilik hewan berupa :

(a) Nomor Induk Kependudukan (NIK)

(b) Nama lengkap sesuai KTP

(c) Jenis kelamin

(d) Tanggal lahir

(e) Nomor handphone

(f) ID iSIKHNAS; dan

(g) Alamat lengkap (provinsi, kabupaten,


kecamatan, desa, RT/RW)

81
2. Pemilik hewan (koperasi, pelaku usaha pembibitan
dan/atau penggemukan, perguruan tinggi, yayasan
atau lembaga keagamaan) berupa :

(a) NIB/Akta Pendirian/Izin usaha lainnya

(b) Nama unit usaha peternakan

(c) Email

(d) Nomor telpon unit usaha peternakan

(e) ID iSIKHNAS

(f) Alamat lengkat unit usaha peternakan


(provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, RT,
RW)

(g) Nomor Induk Kependudukan (NIK)


penanggung jawab

(h) Nama lengkap penanggung jawab sesuai


KTP

(i) Jenis kelamin penanggung jawab

(j) Tanggal lahir penanggung jawab

(k) Email penanggung jawab

(l) Nomor handphone penanggung jawab dan

(m) Alamat lengkap penanggung jawab


(provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, RT,
RW)

b) Penginputan data dan informasi kandang pada aplikasi


INDENTIK PKH mencakup :

(a) Nama kandang

82
(b) Nama pemilik hewan atau nama unit usaha
peternakan

(c) Kapisitas kandang dan

(d) Alamat lengkap (provinsi, kabupaten, kecamatan,


desa, RT, RW

2) Peninputan Data dan Informasi Hewan setelah pemasangan


Eartag Secured QR Code :

a) Petugas melakukan pemindaian Secure QR Code pada


Eartag yang sudah terpasang pada hewan dan akan
muncul kode nomor atau angka pengenal.

b) Masukan data hewan yang meliputi :


(1) ID iSIKHNAS
(2) Nama hewan
(3) Jenis hewan
(4) Rumpun hewan
(5) Jenis kelamnin hewan
(6) Tanggal lahir hewan
(7) Program pembiakan, penggemukan, perah atau
pembenihan
(8) Alamat tempat lahir hewan lengkap provinsi,
kabupaten, kecamatan, desa, RT, RW
(9) Memilih data pemilik hewan atau unit usaha
yang telah diinput dalam aplikasi IDENTIK PKH
(10) Memilih data status kandang (pribadi atau
kelompok)
(11) Memilih data kandang hewan yang telah
diinput dalam aplikasi IDENTIK PKH
(12) Status vaksinas
(13) Tanggal vaksin
(14) Merk vaksin

83
(15) Batch vaksin; dan
(16) Foto QR Code yang sudah terpasang di
hewan.

3.4. Manajemen Reproduksi Sapi

Sapi Bali menjadi jenis sapi mayoritas yang dipelihara oleh


masyarakat di Kecamatan Amarasi Barat . Sapi ini memiliki performans
reproduksi yang baik walaupun berada dalam kondisi lingkungan yang
kurang baik. Ternak sapi Bali umumnya mulai bunting dan beranak pertama
kali pada umur 2 tahun lebih dengan jarak antar kelahiran berkisar antara
1,5-2 tahun (Habaora, et al., 2019). Namun, berdasarkan hasil penelitian
Baco (2010) menunjukkan bahwa tingkat kebuntingan ternak sapi di
peternakan rakyat masih rendah 20-40%, umur melahirkan pertama 3-4
tahun, interval kelahiran panjang lebih dari 2 tahun.

Pengembangan sektor peternakan sapi penting dilakukan melalui


peningkatan populasi ternak sapi. Salah satu upaya utama untuk tujuan
tersebut yaitu manajemen reproduksi ternak secara baik dan berkelanjutan.
Untuk mencapai harapan pengembangan populasi ternak sapi, Pemerintah
mencanangkan program Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Upsus
Siwab). Upsus Siwab merupakan program pemuliaan ternak sapi yang
dirancang untuk meningkatkan populasi sapi dalam upaya mewujudkan
swasembada daging dan memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat
secara mandiri, serta untuk meningkatkan kesejahteraan peternak. Salah
satu program utama dalam Upsus Siwab adalah peningkatan populasi
melalui program inseminasi buatan (IB) dimana peran sapi betina induk
sebagai akseptor dalam pelaksanaan program IB ini adalah sangat penting.
Untuk pencapaian target Upsus Siwab sapi bali tersebut, maka perlu
diperhatikan faktor- faktor penentu keberhasilan pelaksanaan IB. Faktor-
faktor tersebut antara lain respons peternak terhadap pelaksanaan IB,
kemampuan inseminator, kemampuan petani untuk mendeteksi berahi
ternaknya, serta penampilan reproduksi dari sapi betina sebagai akseptor IB

84
juga perlu dipertimbangkan (Suranjaya et al., 2019)

Gambar 4. Gambar pelaksaan Inseminasi Buatan Pada sapi


bali dan Pemeriksaan kebuntingan

Dalam kegiatan pemeriksaan kebuntingan diketehaui bahwa usia


kebuntingan pada ternak sapi adalah usia kebuntingan 6 bulan dan 4 bulan
hal ini berdasarkan recording dari peternak berupa tanggal dilakukan
inseminasi buatan

Tabel. Hasil pemeriksaan kebuntingan pada ternak sapi

Usia Posisi Uterus Struktur


Kebuntingan

4 Bulan Menurun Ke Teraba Plasentom


abdomen diameter 1-2,5 cm,
teraba desiran fremitus,

6 Bulan Abdomen dan mulai Fetus mulai teraba


naik ke pelvis bagian teracak dan
kepala, desiran fremitus
lebih terasa, plsentom
teraba diameter 4-5 cm.

Sumber Noakes, 2019

85
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Wawasan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang lulusan dokter
hewan yaitu kompetensi dalam mengetahui dan melakukan manajemen
pemeliharaan ternak serta manajemen kesehatan hewan secara lege-artis pada sapi.
Karena sapi merupakan salah satu komoditas peternakan yang menjadi andalan dari
provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya pada wilayah Kabupaten Kupang
khusunya wilayah Kecamata Amarasi Barat.
Upaya pemerintah untuk pengembangan ternak sapi dari segi ketersediaan
pakan ternak yaitu dengan mengadakan pelatihan pembuatan pakan ternak dari
bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar masyarakat. Tujuannya untuk
mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas pakan ternak yang pada akhirnya
diharapkan meningkatkan produktivitas ternak. Manajemen kesehatan ternak sapi
yang dilakukan yaitu dengan program vaksinasi rutin terhadap kejadian penyakit
endemis misalnya Septicaemia epizootica. Kegiatan vaksinasi ini dilakukan
sekaligus dengan pemeriksaan dan pengobatan bagi ternak sapi masyarakat yang
mengalami gangguan kesehatan. Manajemen reproduksi sapi yang dilakukan
pemerintah yaitu melalui program Upsus Siwab untuk meningkatkan populasi sapi.
Salah satu program utama dalam Upsus Siwab inseminasi buatan pada sapi. Untuk
mencapai keberhasilan dalam upaya ini, pemerintah memberikan berbagai
kemudahan seperti menggratiskan biaya IB pada ternak sapi masyarakat.

86
DAFTAR PUSTAKA

Baco S. 2010. Performansi Sapi Bali pada Kawasan Instalasi Populasi Dasar
Breeding Center di Kabupaten Bone. Prosiding Seminar Nasional
Peternakan: 236-245.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang. 2020. Kabupaten Kupang Dalam
Angka 2020. ©BPS Kabupaten Kupang.
Cantona M. H., Sanam M. U. E., Utami T., Tophianong T. C., dan Widi A. Y. N.
2020. Evaluasi Titer Antibodi Pasca Vaksinasi Septicaemia epizootica pada
Sapi Bali di Kota Kupang. Jurnal Kajian Veteriner 8 (1): 69-80.
Habaora F., Fuah A. M., Abdullah L., Priyanto R., Yani A., dan Purwanto B. P.
2019. Performans Reproduksi Sapi Bali Berbasis Agroekosistem di Pulau
Timor. Jurnal Ternak Tropika 20 (2): 141-156.
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
559/KPTS/PK.300/M/7/2022 tentang Penandaan Dan Pendataan Hewan
Dalam Rangka Penanggulangan Penyakit Mulut DaN Kuku.
Lestari LD dan Raveinal. 2020.Travel Vaccine. Padang: Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Noakes, D.E., T.J. Parkonson., dan G.C.W. England. 2019. Reproduction and
Obstetrics Veterinary. Elsevier: UK.
Soeripto. 2002. Pendekatan konsep kesehatan hewan melalui vaksinasi. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 21(2): 48-55.
Suranjaya I G., Sarini N. P., Anton A., dan A. Wiyana. 2019. Identifikasi
Penampilan Reproduksi Sapi Bali (Bos sondaicus) Betina Sebagai Akseptor
Inseminasi Buatan untuk Menunjang Program Upsus Siwab di Kabupaten
Badung dan Tabanan. Majalah Ilmiah Peternakan 22 (2): 74-79.

87
88
89

Anda mungkin juga menyukai