BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.3 Kerak
Kerak adalah suatu deposit keras dari senyawa anorganik yang sebagian
besar terjadi pada permukaan peralatan penukar panas yang disebabkan oleh
pengendapan partikel mineral dalam air.(Usamah,2019)
Kerak adalah tumpukan keras dari bahan anorganik terutama pada
permukaan perpindahan panas yang disebabkan oleh pengendapan partikel
mineral dalam air. Seperti air menguap dalam menara pendingin, uap yang murni
hilang dan konsentrasi padatan terlarut dalam air yang tersisa. Jika konsentrasi
siklus ini dibiarkan berlanjut, berbagai kelarutan padat akhirnya akan
terlampaui. Padatan kemudian akan menetap di dalam pipa atau pada permukaan
pertukaran panas, di mana ia sering membeku menjadi kerak.(Jotho Dkk., 2013)
cukup aman untuk digunakan pada rumah tangga dan industri makanan. Selain
itu investasinya yang cukup besar mengakibatkan proses-proses tersebut hanya
cocok untuk industri yang memerlukan air olahan dalam jumlah besar (Kozic
dkk., 2003).
Kerak barium sulfate (BaSO4) adalah kerak yang paling sulit dihilangkan
karena zat yang sangat tidak larut (kelarutan hanya dalam air 2 mg/liter dalam
air). Karena kelarutan relative rendah dalam air, endapan kerak barium sulfate
dengan mudah terbentuk dari air garam setelah batas kelarutannya telah
terlampaui dan tidak dapat dihilangkan dengan perlakuan asam (Emel Akyol,
dkk, 2016).
titik lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Kristalisasi dari
suatu larutan merupakan proses yang sangat penting karena ada berbagai macam
bahan yang dipasarkan dalam bentuk kristalin, secara umum tujuan kristalisasi
adalah untuk memperoleh produk dengan kemurnian tinggi dan dengan tingkat
pemunggutan (yield) yang tinggi pula. (Fachry Dkk., 2008)
Pada temperatur saturasi terjadi perubahan fasa dari cair ke gas. Dalam kasus ini
dapat dikatakan bahwa temperatur saturasi pada tekanan 1 atm adalah 100 oC.
Sebaliknya dapat dikatakan pulah tekanan saturasi pada 100 oC.
2. Penguapan Solven
Larutan disiapkan dalam evaporator untuk dipekatkan, lalu dikristalkan dengan
pendingin. Cara ini digunakan untuk zat yang mempunyai kurva kelarutan agak
dalam.
3. Reaksi Kimia
reaksi pertumbuhan kristal dapat dikontrol oleh tahap difusi atau reaksi. Jika
tahap yang mengontrol adalah tahap difusi maka laju pertumbuhan kristal dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan laju pengadukan.
4. Pengubahan Komposisi solven.
kondisi dimana konsentrasi padatan (solute) dalam suatu larutan melebihi
konsentrasi jenuh larutan tersebut, maka pada kondisi ini kristal pertama kali
terbentuk, dalam kristalisasi antisolven keadaan supersaturasi diperoleh dari
pengubahan komposisi solven.
Pembangkitan supersaturasi dengan cara pengubahan suhu lebih dikenal
dengan istilah Cooling, yaitu penurunan suhu. Apabila suatu larutan jenuh
diturunkan suhunya maka konsentrasi jenuh larutan tersebut akan turun,
sehingga kondisi supersaturasi tercapai dan kristal mulai terbentuk. (Fachry
Dkk., 2008)
Larutan lewat jenuh (Gambar II.2) adalah larutan yang mengandung zat
terlarut lebih besar daripada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan
jenuh. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan
larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan
pendinginan serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya.
Garis tebal adalah kelarutan normal untuk zat terlarut dalam pelarut. Garis putus-
putus adalah kurva lewat jenuh, posisinya dalam diagram tergantung pada zat-
zat pengotor . Pada diagram di atas, kondisi kelarutan dibagi dalam tiga bagian
yaitu daerah stabil, metastabil dan daerah labil. Daerah stabil adalah daerah
larutan yang tidak mengalami kristalisasi.
Daerah yang memungkinkan terjadinya kristalisasi tidak spontan adalah
daerah menstabil, sedangkan daerah labil adalah daerah yang memungkinkan
terjadinya kristalisasi secara spontan.
II.2.3 Nukleasi
Nukleasi adalah pembentukan inti kristal. Proses nukleasi ini dipengaruhi
oleh temperatur, bibit, impuritis dan pengadukan yang dapat menginduksi
nukleasi. (Fachry Dkk., 2008)
Nukleasi dibedakan menjadi nukleasi primer dan nukleasi sekunder.
a) Nukleasi primer
Nukleasi primer akibat dari gabungan-gabungan inti molekul suatu zat
terlarut membentuk klaster yang tumbuh menjadi kristal. Jika ukuran kristal
yang diperoleh besar, maka kelarutannya akan kecil. Begitupun jika ukuran
kristalnya kecil, maka kelarutannya besar. Sehingga pada proses pelarutan, jika
ukuran kristal besar maka akan tumbuh, jika kecil maka akan terlarut.
b) Nukleasi sekunder
Nukleasi ini terbentuk jika kristal makroskopis ada didalam magma.
Nukleasi disebabkan oleh fluida geser dan tubrukan antar kristal atau kristal
dengan dinding alat kristalisasi. Zat terlarut bisa menjadi kristal dengan cara
difusi melalui fase zat cair. (Pinalia,2011)
Nukleasi adalah terbentuknya inti kristal yang muncul dari larutan. Teori
nukleasi menyatakan bahwa ketika kelarutan dari larutan telah dilewati
(supersaturated), molekul-molekul mulai mengumpul dan membentuk cluster.
Cluster tersebut akhirnya akan mencapai ukuran tertentu yang disebut critical
cluster. Penambahan molekul lebih lanjut ke critical cluster akan melahirkan inti
kristal (nucleus). Untuk menjadi inti kristal yang stabil maka cluster harus
mempunyai ketahanan terhadap kecenderungan unutk melarut kembali dan
terorientasi pada lattice tertentu. Klasifikasi nukleasi digambarkan dengan
skema sebagai berikut :
Nukleasi
Sekunder
Primer
(dipengaruhi oleh kristal
)
Homogen Heterogen
(spontan (dipengaruhi partikel asing
)
B=KN(∆C)b ………………………………(1)
dimana :
B : laju nukleasi
pada suhu sintering yang diterapkan. Penyatuan butiran dan ukuran partikel yang
besar pada mikrostruktur ini menyebabkan kerapatan pada mikrostruktur,
sehingga pori-porinya terlihat mengecil. Pola yang terbentuk menggambarkan
struktur dari sampel dan mengetahui adanya butiran-butiran yang telah
menyatu.(Istiyati & Dwi A., 2013)
II.3 Hipotesa
Diharapkan kristal Barium Sulfat yang berbentuk dari campuran Barium
klorit dan Natrium Sulfat dapat dipengaruhi oleh zat aditif Magnesium Klorida
dan Kalsium Klorida dengan variasi konsentrasi aditif dan kecepatan
pengadukan terhadap morfologi dan karakteristik kristal barium sulfat yang
terbentuk pada proses batch kristalisasi menggunakan magnetic stirrer.