Anda di halaman 1dari 16

Daftar Isi

Bab I PENDAHULUAN
1.1 Gambaran umum 2

a. Jumlah Penduduk kabupaten Aceh Selatan 3

b. Kondisi Sosial Budaya Tantangan Kultural Masyarakat Kabupaten Aceh Selatan Pada
Proses Pengawasan Partisipatif 3

1.2 Potensi dan Permasalahan 3

1.3 Kekuatan dan Kelemahan 3

1.4. Peluang dan Tantanga 3

BAB II VISI, MISI, TUJUAN

2.1. Visi Bawaslu 5

2.2. Misi Bawaslu 5

2.3. Tujuan Bawaslu 5

BAB III INOVASI DAN PROGRAM KERJA

3.1 Inovasi dan program Kerja Gampong (Desa) Demokrasi 5

3.2 Inovasi dan Program Kerja Sosialisasi Partisipatif Menggunakan Digital 5

3.3 Inovasi dan Program Kerja Aplikasi Kamus Pintar Undang-undang Bawaslu 5

3.4 Inovasi dan Program Kerja Penguatan Hubungan Antar Lembaga 5

BAB IV PENUTUP
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur serta berkat rahmat tuhan yang Maha Kuasa, makalah
inovasi dan program kerja Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam rangka Uji Kelayakan dan
Kepatutan Calon Panwaslih Kabupaten Aceh Selatan 2023 s/d 2028 dapat diwujudkan. Makalah ini
merupakan penjabaran dan tindak lanjut pelaksanaan tugas dan fungsi Bawaslu,

Bawaslu sebagai sebuah lembaga penyelenggara negara yang diberi tugas dan kewenangan
khusus dalam aspek pengawasan pemilu yang mana di dalamnya terdapat tugas pencegahan
pelanggaran pemilu, sangat berkepentingan terhadap partisipasi masyarakat dalam agenda
pengawasan pemilu.

Di antara kepentingan paling nyata bersama masyarakat adalah pengawasan pemilu akan
mitra dalam pengawasan, karena semakin banyak yang terlibat dalam pengawasan penyelenggaraan
pemilu maka semakin sedikit potensi kecurangan yang akan terjadi dan kwalitas pemilu akan semakin
baik

Demikian Makalah ini hanya berisi Inovasi dan Program Kerja telah disusun , semoga Allah
SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk kelancaran serta keberhasilan Bawaslu dalam
berupaya melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan dalam mengawal dan mengawasi Proses
Penyelenggaraan Pemilu selama 5 tahun ke depan.

Penyusun,
ttd

WAHYU AULIZAR, S.Kom


Calon PANWASLIH KAB. ACEH SELATAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum

Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, cukup memberi modal optimistik dalam
menghadapi tantangan dan tuntutan yang lebih besar dan kompleks tersebut. Dari dalam tubuh
keluarga besar pengawas Pemilu, menguat arus untuk mentransformasikannya ke dalam kerja-kerja
yang lebih konkret. Pertama, secara struktural dalam hampir seluruh bagian undangundang yang baru
meluaskan ruang gerak tugas, wewenang, dan kewajiban jajaran pengawas Pemilu dalam mengawal
penyelenggaraan Pemilu.

Di satu sisi pengawas Pemilu berpeluang untuk mengefektifkan kontrol terhadap jalannya Pemilu,
di sisi yang lain undang-undang tersebut juga mendekatkan jarak tercapainya fungsi mengawasi dan
mengimbangi (checks and balances) dalam konstruksi kelembagaan dalam penyelenggaraan Pemilu
kita.

Dalam bagian lain undang-undang tersebut juga menguatkan kewenangan pengawas Pemilu
sebagai pemutus akhir dalam penyelesaian perkara-perkara sengketa proses Pemilu dan pelanggaran
administrasi Pemilu, melalui rangkaian langkah yang kelak diatur lebih lanjut dalam peraturan
Bawaslu. Terlebih jajaran pengawas Pemilu di tingkat kabupaten/kota, yang semula bersifat adhoc,
menurut ketentuan undang-undang Pemilu yang baru ditransformasi menjadi permanen.

Kedua, dari segi regulasi regulasi Bawaslu berkehendak untuk menjadikan harapan baru sebagai
kerangka kerja yang lebih efektif dan efisien. Sebagai lembaga yang dipercaya oleh undang-undang
ini untuk mengawasi seluruh tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu ingin memastikan
bahwa penyelenggaraan Pemilu berjalan secara berintegritas. Secara historis kelahiran Bawaslu
diharapkan dapat mendorong dan memerkuat pengawasan masyarakat dengan memberikan penguatan
berupa regulasi, kewenangan, sumber daya manusia, anggaran dan sarana prasarana agar laporan
pengawasan dapat lebih tajam secara analisis, efektif berdasarkan fokus potensi pelanggaran dan
kerawanan dan dapat memberikan penindakan dalam upaya memberikan efek jera bagi upaya dan
pelanggaran sehingga tujuan akhir keadilan Pemilu dapat tercapai.

Bawaslu hadir menjadi solusi terhadap berbagai tuntutan untuk melakukan pengawasan dan
penindakan atas berbagai pelanggaran Pemilu baik yang dilakukan oleh siapapun termasuk
penyelenggara Pemilu dalam hal ini jajaran KPU, sebab mereka tidak luput dari potensi melakukan
pelanggaran terlebih jika integritasnya tidak cukup baik tentu tidak akan mampu menghadapi godaan
dari berbagai pihak ditengah penyelenggaraan Pemilu yang makin kompetitif.

Ketiga, secara historis perjalanan kelembagaan pengawas Pemilu pada masa-masa lampau, telah
menunjukkan kemampuannya dalam menangani setiap permasalahan yang dihadapinya. Sebagai
bagian integral dari penyelenggara Pemilu, keluarga besar pengawas Pemilu telah teruji dalam sejarah
perjalanan Pemilu di Indonesia.

Dari perspektif struktur, regulasi, dan historis tersebut, Bawaslu menyusun kerangka harapan
dengan tujuan bahwa fungsifungsi pengawasan Pemilu, penegakan hukum Pemilu, penyelesaian
administrasi Pemilu, dan penyelesaian sengketa proses Pemilu, hendak diarahkan pada efektivitas
pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu mendatang. Untuk mewujudkan hal tersebut,
Bawaslu menempuh 2 (dua) kerangka metodis untuk mewujudkan tugas, wewenang, dan
kewajibannya sebagai pengawas Pemilu.
Pertama, secara internal, Bawaslu melakukan perancangan kelembagaan, penguatan kapasitas
sumber daya manusia, tata kelola administrasi pengawasan Pemilu, efektivitasnya kerangka hokum
Pemilu, serta tugas, wewenang, dan kewajiban lain sebagaimana amanat peraturan perundang-undang,
oleh karena mandat undang-undang mengharuskan Bawaslu memiliki kerangka kerja terstruktur,
tersistematik, dan sistemik.

Bawaslu menerjemahkan dasar-dasar hukum tersebut melalui kerangka kerja dengan format
keorganisasian dengan metode, pendekatan, dan fokus pengawasan yang tidak saja meletakkan dasar
penindakan terhadap pelanggaran Pemilu, namun juga pendekatan penindakan yang menjurus ke arah
yang memastikan, bahkan kehadirannya dalam rangka sebagai pemacuan (triggering) untuk mencapai
demokrasi elektoral yang berkualitas dan berintegritas melalui metode preemptivikasi.

Kedua, secara eksternal, Bawaslu menguatkan terwujudnya efektivitas pelaksananaan fungsi-


fungsi pengawasan dengan mengundang keterlibatan penyelenggara Pemilu jajaran KPU, DKPP, dan
instansi penegak hukum sebagai pemangku kepentingan internal (intern stakeholders) Pemilu, serta
pemilih, peserta Pemilu, instansi penegak hukum, dan organisasi masyarakat sipil sebagai pemangku
kepentingan luar (extern stakeholders), dalam suatu kerangka kerja yang lebih terstruktur dan
tersistematik dalam kerangka kerjasama dan bekerja bersama-sama. Khusus terkait dengan pemangku
kepentingan luar Pemilu, Bawaslu hendak menjalin kerjasama dan bekerja bersama-sama dalam
kerangka sosiologis.

Dalam konsep kerjangka kerja sosiologis dimaksud, Bawaslu menempatkan tidak saja keinginan
untuk memenuhi undang- undang, namun peran-peran sosial Bawaslu diperlukan oleh kebutuhan
sosial dalam menegakkan integritas dalam penyelenggaraan Pemilu, melalui metode pengawasan
partisipatif dan preemptivikatif

a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2021 adalah sebanyak 234.630 jiwa yang
memiliki 18 kecamatan dan 260 gampong dengan RJK (Rasio Jenis Kelamin) sebesar 100,62. Jumlah
penduduk tersebut mengalami penambahan sebesar 0,95% dari tahun 2019. Laju pertumbuhan
penduduk tahun 2010-2021 adalah sebesar 1,27%. Kabupaten Aceh Selatan memiliki kepadatan
penduduk rendah yaitu 56 jiwa/Km². Persebaran kepadatan penduduk di Kabupaten Aceh Selatan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1. Angka Kepadatan Penduduk Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2021

Kepadatan
Jumlah Luas
Kecamatan Penduduk
Penduduk (Jiwa) (Km²)
(Jiwa/km²)

Trumon 6207 76.591,03 8

TrumonTimur 8710 12.350,23 71

Trumon Tengah 6836 28.534,27 24

Bakongan 5405 5.762,14 94

Bakongan Timur 6254 7.381,20 85


Jumlah Luas Kepadatan
Kecamatan
Penduduk (Jiwa) (Km²) Penduduk
(Jiwa/km²)
Kota Bahagia 7064 24.463,29 29

Kluet Selatan 14520 10.658,50 136

Kluet Timur 10709 44.902,95 24

Kluet Utara 25039 7.323,68 342

PasieRaja 18228 9.811,37 186

KluetTengah 7621 80.107,91 10

Tapak Tuan 23146 10.072,58 230

SamaDua 16153 11.290,66 143

Sawang 16141 18.937,61 85

Meukek 21149 46.506,18 45

Labuhan Haji 13495 5.482,51 246

Labuhan Haji Timur 10081 9.550,22 106

Labuhan Haji Barat 17872 7.656,10 233

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Selatan dalam Angka 2022, 2021 (diolah)

b. Kondisi Sosial Budaya Tantangan Kultural Masyarakat Kabupaten Aceh Selatan Pada
Proses Pengawasan Partisipatif

Aceh Selatan adalah salah satu kabupaten yang mempunyai lebih dari satu suku diantaranya
suku Aneuk Jamee, suku Kluet, dan suku Aceh. Umumnya di aceh selatan ini menggunakan 3 bahasa
yang berbeda dan semuanya juga mempersatukan dalam satu Bahasa yaitu Bahasa Indonesia.

Ada 4 (Empat) Karya Budaya Aceh Selatan Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Indonesia,
yakni Malamang atau tradisi memasak lemang, Meudayang atau tradisi mengambil madu lebah Buloh
Seuma, Kasab atau sulaman benang emas khas Aceh Selatan, serta Rumah Rungko. sehingga menjadi
bagian Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.
Pesta Demokrasi di Indonesia untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif
mulai dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pusat, propinsi
hingga kabupaten/kota akan segera dilaksanakan, tepatnya pada Rabu 14 Februari 2024 mendatang.
Pemilu serentak ini akan menjadi ujian yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan
demokrasi. Seperti pada pemilu - pemilu sebelumnya, tentu banyak hambatan, ancaman dan tantangan
yang akan dihadapi. Tidak hanya oleh pemerintah, penyelenggara, tapi juga rakyat Indonesia secara
luas.

Sejak dilaunching tahapan Pemilu oleh KPU pada 14 Juni 2022 lalu, dinamika perpolitikan di
Indonesia, mulai dinamis. Terutama sejak sejumlah Parpol dan gabungan Parpol mulai menjalin
komunikasi-komunikasi politik untuk saling membangun koalisi. Demikian pula saat masuk tahapan
pencermatan data pemilih dan kini pencalegkan. Dinamika terus berubah dan berkembang.

Terlepas dari itu, dipastikan akan ada banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang
dihadapi oleh pemerintah, para penyelenggara Pemilu dan seluruh rakyat Indonesia dalam upaya
untuk mewujudkan Pemilu berkualitas di Tahun 2024 mendatang. Selain tentunya masalah teknis
persiapan Pemilu, masalah partisipasi pemilih, masalah transparansi, dan tata kelola pemilu yang
akuntabel dan masa kampanye. Masih ada hambatan, ancaman dan tantangan lain diluar itu. Salah
satunya tentu soal praktek money politik.

Seperti pada Pemilu 2019 lalu, praktek-praktek politik uang, kemungkinan masih akan
mendominasi di Pemilu 2024. Hal ini didukung sikap masyarakat / pemilih di Indonesia yang
cenderung prakmatis. Para politikus utamanya para caleg dan tim suksesnya masih akan melakukan
segala cara untuk mendapatkan simpati pemilih. Dimungkinkan segala cara akan mereka lakukan
untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Halal atau tidak, melanggar atau tidak, mereka tidak
memikirkannya. Terpenting bagaimana caranya agar mereka bisa menang dan terpilih.

Praktek Money Politik kemungkinan akan lebih terpampang nyata tidak seperti Pemilu sebelumnya
yang lebih banyak dilakukan saat menjelang hari pemungutan suara atau yang populer disebut
"Serangan Fajar". Pada Pemilu 2024, "transaksi suara" dengan para pemilih kemungkinan akan terjadi
secara fulgar. Bahkan kemungkinan, transaksi akan dilakukan tidak dengan "person to person", tapi
dengan kelompok/gabungan masyarakat. Bisa jadi dilakukan oleh Caleg/Tim Sukses dengan
perwakilan masyarakat yang mengatasnamakan RT/RW, Kampung/Dusun atau bahkan desa. Bisa
juga dengan kelompok-kelompok masyarakat/kelompok keagamaan / organisasi pemuda yang lain.
Dan kemungkian tidak lagi bicara nilai Rp 20 ribu hingga Rp 100 ribu saja, tapi sudah jutaan untuk
satu kelompok masyarakat tersebut.

Hal kedua bentuk hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas.
Untuk diketaui, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya,
agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat
untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Dalam hal ini, identitas dipolitisasi melalui
interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa
'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya,

Bawaslu selaku Pengawas Pemilu yang misinya diantaranya meningkatkan kualitas pencegahan dan
pengawasan pemilu yang inovatif serta kepeloporan masyarakat dalam pengawasan partisipatif.
Kemudian meningkatkan kualitas penindakan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu
yang progresif, cepat dan sederhana. Memperkuat sistem teknologi informasi untuk mendukung
kinerja pengawasan, penindakan serta penyelesaian sengketa pemilu terintegrasi, efektif, transparan
dan aksesibel, tentu yang paling akan bekerja keras untuk menghadapi berbagai hambatan, ancaman
dan tantangan tersebut.
1.2 Potensi dan Permasalahan

Keterlibatan masyarakat dalam Pemilu tidak hanya sekedar datang dan memilih, tetapi juga
turut melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang terjadi serta melaporkan
kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilu.

Bawaslu RI telah menyusun dan menentukan indeks kerawanan pemilu (IKP) di Aceh, Untuk Aceh
secara keseluruhan masuk kategori rawan sedang dengan skor 38,06 persen. Sedangkan untuk empat
daerah paling rawan di Aceh, yaitu Simeulue 67.07 persen, Kabupaten Pidie 61,80 persen, Aceh
Selatan 57,75 persen, dan Nagan Raya dengan skor 53,03 persen.

"Kerawanan yang dimaksud sesuai dengan IKP yang dikeluarkan Bawaslu RI, seperti adanya potensi
politik uang, hoax, politik identitas, hingga potensi kecurangan saat perhitungan suara,"

untuk mencegah kerawanan pelanggaran Pemilu 2024, perlu melakukan beberapa pencegahan mulai
penguatan internal hingga membangun hubungan harmonis dengan stakeholder dan edukasi
pengawasan partisipatif oleh masyarakat.

Adapun langkah-langkah pencegahan yang dilakukan melalui masyarakat adalah membentuk dan
mengembangkan gampong (kampung) demokrasi, antipolitik uang, politik SARA, dan hoax yang
tersebar khususnya di Aceh Selatan.

Dan juga perlu melaksanakan peningkatan kapasitas SDM pengawas dan kelembagaan dalam bidang
pencegahan, partisipasi masyarakat, humas, hukum, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian
sengketa.

Jika itu dilakukan maka kolaborasi bersama dengan berbagai stakeholder, termasuk media diharapkan
mampu mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan damai,
Sumber: sipekapilu.bawaslu.go.id wilayah Aceh

1.3 Kekuatan dan Kelemahan

Terhadap seluruh persoalan yang disebutkan sebelumnya, Bawaslu memiliki kekuatan


penting yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut, di
antaranya adalah:
1. Struktur organisasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota di seluruh tingkatan
telah diperbaharui berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 7 tahun 2017 guna mengoptimalkan
kinerja lembaga;
2. Komitmen dan mekanisme sistem pengawasan dalam pencegahan dan penindakan terhadap
berbagai bentuk pelanggaran Pemilu;
3. Adanya kewenangan menetapkan standar teknis yang akan dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan
pengawasan Pemilu;
4. Sebagai satu-satunya lembaga yang menjadi pintu dalam proses awal dalam penegakan hukum
Pemilu;
5. Adanya kewenangan memutus pelanggaran administrasi Pemilu;
6. Adanya kewenangan menangani tindak pidana Pemilu;
7. Adanya kewenangan memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian
sengketa proses Pemilu antarpeserta yang bersifat final dan mengikat;
8. Adanya kewenangan memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus sengketa proses
Pemilu antara peserta dengan penyelenggara Pemilu;
9. Melibatkan masyarakat dalam mengawasi Pemilu secara partisipatif;
10. Adanya dukungan anggaran dari keuangan negara;
11. Kemandirian dalam rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja;
12. Kemandirian dalam pembentukan struktur pengawas Pemilu;
13. Memiliki pengalaman dalam melaksanakan pengawasan Pemilu sebelumnya;
14. Kerjasama dengan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu;
15. Adanya penambahan tugas kepada Bawaslu untuk menyelenggarakan pelatihan saksi dan
akreditasi pemantau
Disamping beberapa potensi kekuatan yang dimiliki, Bawaslu juga memiliki sejumlah kelemahan
dalam proses pengawasan dan penegakan hukum Pemilu khususnya pelanggaran Pemilu, di antaranya
adalah:
1. Tidak tercukupinya dukungan sarana dan prasarana;
2. Masih belum meratanya kapasitas penyelesaian sengketa di tingkat Bawaslu Kabupaten/Kota;
3. Keterampilan penanganan pelanggaran Pemilu yang belum memadai di tingkat Kabupaten/Kota
(Bawaslu Kab/Kota), di tingkat Kecamatan (Panwaslu Kecamatan), dan tingkat desa/kelurahan
(PPL);
4. Letak geografis penyelenggaraan Pemilu sebagian sulit dijangkau oleh pengawas Pemilu;
5. Adanya sumber daya pengawas Pemilu yang kurang memiliki kapasitas dan kapabilitas;

1.4. Peluang dan Tantangan

Pengawasan Pemilu memiliki peluang dan tantangan. Beberapa peluang yang dapat
dioptimalkan oleh Bawaslu dalam melaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya, yaitu:

1. Ekspektasi publik yang tinggi terhadap pelaksanaan Pemilu yang berkualitas;


2. Dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi pengawasan Pemilu, baik
dalam pencegahan dan penindakan maupun dalam penyelesaian sengketa;
3. Keterbukaan KPU dalam perumusan rancangan teknis penyelenggaraan tahapan Pemilu;
4. Kesediaan kelompok-kelompok strategis untuk terlibat dalam pelaksanaan pengawasan partisipatif,
pelaksanaan tugas kewenangan penyelesaian sengketa Pemilu, dan penegakan hukum Pemilu.
5. Perkembangan teknologi informasi dapat menjadi faktor pendukung dalam meningkatkan
kinerja lembaga pengawas pemilu. Selain peluang tersebut, Bawaslu juga memiliki ancaman yang
dapat menghambat pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya.

Beberapa ancaman yang harus diatasi oleh Bawaslu Kabupaten dalam melaksanakan tugas, fungsi,
dan kewenangannya, yakni:

1. Perkembangan persoalan Pemilu selalu lebih cepat daripada perkembangan teknis pengawasan
Pemilu yang masih bersifat konvensional;
2. Belum sinkronnya norma pengaturan perundang-undangan terkait dengan Pemilu, terutama
antara UU Nomor 7 tahun 2017 dengan UU tentang pemilihan kepala daerah;
3. Komitmen penegakan hukum yang belum memadai, hal yang tercermin dari belum tersedianya
sistem penegakan hukum yang lebih khusus terkait penegakan tindak pidana Pemilu;
4. Masih rendahnya komitmen peserta Pemilu dalam mematuhi aturan hukum Pemilu;
5. Masih lemahnya perlindungan hukum terhadap pengawas Pemilu dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
6. Pesimisme masyarakat terhadap kinerja Bawaslu yang belum sesuai harapan, sementara kinerja
Bawaslu sangat banyak ditentukan oleh faktor-faktor eksternal Bawaslu, seperti regulasi, sistem
Pemilu, struktur, kultur, personil, anggaran, sarana-prasarana, dan kerjasama antarlembaga;
7. Praktik penyelesaian sengketa tata usaha negara terkait Pemilu yang mengganggu pelaksanaan
tahapan Pemilu dan menimbulkan ketidakpastian hukum;
8. Banyaknya lembaga yang menangani penegakan hukum dan kode etik penyelenggara Pemilu,
sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum; dan
9. Tumpang tindih pengaturan dalam peraturan perundangundangan Pemilu. Berdasarkan hal-hal
tersebut dan dengan melihat kecenderungan perkembangan politik lokal dan nasional, khususnya
pelaksanaan demokrasi dan demokratisasi di Indonesia, serta kemampuan sumber daya pengawas
Pemilu.

Grafik 1.4 Peluang dan Tantangan

BAB II
VISI, MISI, TUJUAN

Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, Bawaslu sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya sebagai
lembaga pengawas Pemilu dituntut untuk menghasilkan Pemilu yang demokratis, berkualitas, dan
berintegritas, yaitu Pemilu yang dalam proses pelaksanaannya transparan, akuntabel, kredibel, dan
partisipatif, serta hasilnya yang dapat diterima oleh semua pihak. Untuk itu, disusun visi, misi, tujuan,
dan sasaran strategis Bawaslu yang akan dicapai melalui pelaksanaan kegiatan utama atau teknis yang
bersifat substansi dan kegiatan pendukung yang bersifat fasilitasi.

Ada dua tujuan utama Bawaslu, yakni (1) terwujudnya pengawasan dan penegakan hukum
Pemilu yang berkualitas dan berintegritas; dan (2) terwujudnya kehidupan demokrasi elektoral yang
langsung, umum,bebas, rahasia, jujur dan adil. Kedua tujuan utama tersebut dicapai melalui 4 (empat)
kegiatan utama, yakni (1) perencanaan dan pendanaan; (2) pemantauan; (3) evaluasi; dan (4)
koordinasi, sementara keempat kegiatan utama tersebut sangat ditentukan oleh delapan faktor utama
berikutnya, yakni (a) regulasi; (b) sistem; (c) struktur atau organisasi; (d) kultur; (e) personil atau
sumber daya manusia aparatur; (f) anggaran; (g) sarana dan prasarana; dan (h) kerjasama
antarlembaga.

2.1. Visi Bawaslu

Pada tahun 2017, terjadi 2 (dua) kondisi yang sangat penting dan mempengaruhi arah
perjalanan kelembagaan Bawaslu mendatang, yakni ditetapkannya peraturan perundang-undangan
tentang pemilihan umum, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai pengganti atas beberapa
peraturan perundang-undangan tentang Pemilu sebelumnya, serta ditetapkannya Ketua dan Anggota
Bawaslu periode 2017-2022. Kehadiran peraturan perundangundangan tentang penyelenggaraan
Pemilu membawa beberapa perubahan fundamental, yang meliputi antara lain: 1. Sistem
penyelenggaraan Pemilihan Umum; 2. Penguatan tugas, wewenang, dan kewajiban pengawas Pemilu.
3. Peningkatan status kelembagaan pengawas Pemilu ditingkat kabupaten/kota dari semula adhoc
menjadi permanen; dan 4. Penguatan struktur kelembagaan kesekretariatan organisasi. Di sisi lain,
kehadiran kepemimpinan baru di Bawaslu juga membawa beberapa pemikiran untuk meningkatkan
dan mempertajam arah pembangunan kelembagaan pengawas Pemilu. Oleh karena itu, diperlukan
penyesuaian atas rencana strategis Bawaslu guna mengakomodasi beberapa perubahan fundamental
tersebut di atas. Dalam rangka penyesuaian tersebut, maka ditetapkan Visi Bawaslu 2020- 2024
sebagai berikut:

“Menjadi Lembaga Pengawas Pemilu yang Tepercaya”

Penjelasan Visi: Penyelenggaraan Pemilu merupakan kerja bersama seluruh komponen.


Keberhasilan atau kegagalan Pemilu, banyak ditentukan oleh banyak faktor dan aktor. Oleh karena
itu, Bawaslu bertekad untuk menjadi aktor yang mensinergikan seluruh potensi seluruh kecamatan di
dalam kabupaten Aceh Selatan dalam mewujudkan Pemilu yang demokratis dan berintegritas. Proses
penyelenggaraan Pemilu khususnya pencegahan dan pengawasan harus melibatkan seluruh elemen,
baik dari unsur masyarakat Aceh Selatan maupun pemangku kepentingan (stakeholders) Pemilu
dilaksanakan secara transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif, serta diarahkan untuk
menyelesaikan permasalahan Pemilu di semua tahapan Pemilu, dimana tujuan akhirnya adalah
Bawaslu dapat berkembang menjadi lembaga yang paling dipercaya dan diandalkan oleh rakyat
Indonesia dalam mengawasi penyelenggaraan Pemilu. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata
tepercaya, adalah sebagai berikut:

Tepercaya: Melakukan pengawasan, penindakan pelanggaran Pemilu dan penyelesaian


sengketa Pemilu secara profesional, berintegritas, netral, transparan, akuntabel, kredibel, dan
partisipatif sesuai dengan asas dan prinsip umum penyelenggaraan Pemilu demokratis, sehingga
menumbuhkan legitimasi hukum serta moral politik dari publik.

2.2. Misi Bawaslu

Untuk menjabarkan Visi tersebut, Bawaslu menyusun Misi yang akan dilaksanakan oleh
seluruh Satuan Kerja selama periode 2020-2024. Adapun Misi Bawaslu adalah:

1. Meningkatkan kualitas pencegahan dan pengawasan pemilu yang inovatif serta kepeloporan
. masyarakat dalam pengawasan partisipatif;

2. Meningkatkankualitas penindakan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu yang


. progresif, cepat dan sederhana;

3. Meningkatkan kualitas produk hukum yang harmonis dan terintegrasi;


4. Memperkuat sistem teknologi informasi untuk mendukung kinerja pengawasan, penindakan serta
. penyelesaian sengketa pemilu terintegrasi, efektif, transparan dan aksesibel;

5. Mempercepat penguatan kelembagaan, dan SDM pengawas serta aparatur Sekretariat di seluruh
. jenjang kelembagaan pengawas pemilu, melalui penerapan tata kelola organisasi yang professional
. dan berbasis teknologi informasi sesuai dengan prinsip tata-pemerintahan yang baik dan bersih.

Penjelasan Misi: Kelima Misi Bawaslu tersebut, yang sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangan Bawaslu, dimaksudkan untuk mencapai Visi Bawaslu: “Menjadi Lembaga Pengawas
Pemilu yang Tepercaya.”

Hal itu juga menegaskan bahwa Bawaslu bertanggung jawab menghasilkan Pemilu Presiden-Wakil
Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan kepala daerah: Gubernur-Wakil Gubernur,
Bupati-Wakil Bupati, dan Wali Kota-Wakil Wali Kota, yang demokratis, berintegritas, dan
berkualitas: transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif sebagaimana diamanatkan oleh Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undangundang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang.

Agar pengawasan Pemilu dapat dilaksanakan sesuai amanat undang-undang, maka diperlukan
peningkatan kualitas pencegahan dan pengawasan pemilu serta kepeloporan masyarakat dalam
pengawasan partisipatif. Misi pertama ini sangat penting dan strategis, untuk itu Bawaslu akan
mengembangkan suatu pola dan metode pengawasan dalam rangka pencegahan pelanggaran yang
efektif, dengan bertopang pada pengembangan manajemen risiko Pemilu (electoral risk management)
yang didasarkan pada Indeks Kerawanan Pemilu. Pendekatan ini akan ditunjang oleh penerapan
sistem koordinasi dan supervisi (korsup) yang akan dilakukan oleh Bawaslu kepada stakeholder
Pemilu yang dinilai rawan melakukan pelanggaran dengan cara menciptakan zona integritas Pemilu,
sebagai sarana untuk mengembangkan sistem deteksi dini pelanggaran Pemilu di lingkungan
stakeholder Pemilu. Bawaslu juga menyadari bahwa dukungan seluruh elemen bangsa, terutama
masyarakat umum dalam melaksanakan pengawasan Pemilu sangat dibutuhkan untuk mewujudkan
demokrasi substantif, yakni penerapan prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan Pemilu yang tidak
hanya bertopang pada kepatuhan prosedural semata, namun juga pada nilai-nilai substantif dari
Pemilu itu sendiri. Karena itu, peningkatan kepeloporan masyarakat dalam pengawasan partisipatif
menjadi prioritas Bawaslu. Dalam mewujudkan misi ini, fungsi dan peran Bawaslu dalam
memfasilitasi dan memberdayakan komunitas pemantau pemilu dan sekaligus mengupayakan
ketahanan (endurance) mereka menjadi agenda penting yang perlu dilakukan dalam jangka waktu
lima tahun mendatang.

2.3. Tujuan Bawaslu

Berdasarkan hasil identifikasi potensi dan permasalahan yang akan dihadapi dalam rangka
mewujudkan visi dan melaksanakan Misi Bawaslu, maka tujuan yang ditetapkan Bawaslu adalah
sebagai berikut: 1. Meningkatkan efektifitas kegiatan pencegahan dan pengawasan pemilu,
memperkuat peran serta masyarakat dalam pengawasan pemilu partisipatif; 2. Meningkatkan kualitas
dan efektifitas kegiatan penindakan pelanggaran pemilu dan penyelesaian sengketa proses pemilu; 3.
Mewujudkan kajian dan produk hukum serta layanan bantuan hukum yang berkualitas; 4.
Membangun dan mengembangkan sistem teknologi informasi yang terintegrasi, efektif, transparan
dan aksesibel; 5. Meningkatkan kualitas SDM dan tata kelola organisasi secara professional dan
sesuai dengan prinsip tata-pemerintahan yang baik, bersih dan modern.
BAB III
INOVASI DAN PROGRAM KERJA

3.1 Inovasi dan program Kerja Gampong (Desa) Demokrasi

Membentuk dan mengembangkan gampong (kampung) demokrasi, antipolitik uang, politik


SARA, dan hoax itu adalah salah satu program unggulan untuk menghadapi pemilu kedepan di
karenakan kabupaten Aceh Selatan termasuk kedalam salah satu kabupaten di Aceh yang masuk
dalam kategori paling rawan dengan indeks kerawanan pemilu (IKP) dengan skor 57,75 persen yang
dikeluarkan oleh Bawaslu RI
Untuk mencegah kerawanan tersebut perlu melakukan beberapa pencegahan mulai penguatan
internal hingga membangun hubungan harmonis dengan stakeholder dan edukasi pengawasan
partisipatif oleh masyarakat. jika ditelisik lebih kedalam, Pemilu ataupun Pilkada merupakan proses
demokrasi yang melibatkan banyak pihak. Peran stakeholder akan mewujudkan pilkada yang
bermartabat dan damai serta menghasilkan pemimpin yang amanah.
Pada program kerja ini otomatis berperan langsung kedesa-desa dan juga mengedukasi dari
kepala desa, perangkat desa, tokoh agama, tokoh adat, para pemuda dan juga para emak-emak dan
piihak lain yang kita anggap perlu dilibatkan dan jika perlu kita tempatkan posko pengawas di tiap
gampoeng.

3.2 Inovasi dan Program Kerja Sosialisasi Partisipatif Menggunakan Digital

. Aplikasi di atas dapat berjalan beririnngan yaitu dengan mengintegrasikan semua platform dan
digitalisasi data terkait pencegahan, pengawasan, dan penindakan.
Untuk menjalankan program tersebut maka sangat dibutuhkan pasrtisipasi masyarakat untuk
sampai ke masyarakat maka dibutuhkan penyuluhan kepada tokoh masyarakat seperti kepala desa,
perangkat desa, tokoh-tokoh adat serta ketua pemuda dan pihak-pihak lain yang di anggap perlu
dilibatkan, tujuan dari itu untuk bisa di arahkan kepada seluruh masyarakat disekitar
Dan juga bisa dengan cara membuat iklan dengan memakai jasa media cetak dan juga cara
membuat video iklan singkat yang jelas dan tepat sasaran di beberapa media elektronik yang banyak
pengikutnya seperti facebook, Instagram, tiktok , snapvideo, twitter dan semua platform yang
digunakan masyarakat untuk saat ini.

3.3 Inovasi dan Program Kerja Aplikasi Kamus Pintar Undang-undang Bawaslu

Tawaran program Kerja ketiga, menciptakan aplikasi kamus pintar undang-undang bawaslu yang di
gunakan oleh pengawas pemilu dari tingkat desa ,kecamatan serta kabupaten. Yang mana dalam
kamus pintar tersebut didalamnya terdapat semua undang-undang perbawaslu yang ketika ada
masalah terjadi di lapangan memudahkan para pengawas desa dan pengawas kecamatan dalam
mengetahui pasal-pasal berapa saja dan potensi pelanggaran apa saja yang di perbuat oleh si pembuat
potensi pelanggaran tersebut dan juga Meningkatkan penggunaan sistem informasi, kualitas data dan
informasi kinerja kelembagaan pengawasan, penindakan dan penyelesaian sengketa proses Pemilu di
tingkat kabupaten Aceh Selatan sendiri.

3.4 Inovasi dan Program Kerja Penguatan Hubungan Antar Lembaga

Untuk Program ke empat penguatan hubungan antar lembaga, untuk mengembangkan


pengawasan partisipastif. Penguatan kelembagaan perlu mendesain Kerjasama melalui
klasifikasi/kluster baik Lembaga kepemiluan, pemantau pemilu, NGO maupun Lembaga pemerintah
sehingga dengan demikian akan terjadi sinergi yang positif untuk pencegahan dalam rangka
pengawasan pemilu. penguatan hubungan antar lembaga, untuk mengembangkan pengawasan
partisipastif. membangun kerjasama dengan berbagai lembaga. Kerjasama itu dapat berupa riset,
workshop, seminar dan sosialisasi. Seperti halnya, kerjasama dengan kampus-kampus dan juga
semua sekolah-sekolah untuk pemilih pemula yang di wilayah Aceh Selatan.
Untuk memonitoring progres kerjasama kawan-kawan Bawaslu Kabupaten Aceh Selatan
dengan berbagai Lembaga. program hubungan antar lembaga merupakan penguatan pendidikan
partisipatif masyarakat. Program ini untuk menguatkan pendidikan politik dalam pengawasan
partisipatif.

BAB IV
PENUTUP

Pemilu itu bukan hajatnya penyelenggara saja tapi hajat seluruh komponen bangsa.
masyarakat mempunyai unsur sangat penting karena sebagai individu yang mempunyai hak pilih,
Peran besar ada di masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk menentukan hak pilihnya.
Bawaslu memang ditunjuk langsung UU untuk mengawasi pemilu, namun tidak bisa (mengawasi)
sendiri tanpa adanya peran serta masyarakat, salah satu catatan pemilu yang paling krusial yakni
permasalahan politik uang. Baginya politik uang sangat merusak serta menciderai demokrasi. Maka
dari itu, untuk meminimalisir persoalan politik uang tidak lain dengan partisipasi masyarakat, tidak
hanya mengandalkan Bawaslu dalam penegakan hukumnya saja.

Perlu mendorong partisipasi masyarakat, harus berani menolak politik uang. Persoalan
korupsi belum bisa lepas dari Indonesia karena embrionya politik uang masih banyak dilakukan, kalau
hanya Bawaslu yang kita harap memantau tahapan pemilu, begitu susah dengan luas wilayah
kabupaten, jumlah kontestan, jumlah pemilih. Karena itu dibutuhkan partisipasi penuh dari warga dan
tentu saja yang kita inginkan integritas bagaimana pemilu kita bersih jujur adil, nilai-nilai integritas,
jujur, adil ini sangat penting untuk bagaimana menciptakan demokrasi yang lebih baik.

Pada akhirnya perlu ditegaskan bahwa keberhasilan pelaksanaan pemilu ini sangat ditentukan
oleh sejumlah faktor, antara lain: regulasi, sistem, struktur, kultur, anggaran, personil, sarana-
prasarana, hubungan antar lembaga, dan stakeholder Pemilu.

Penyusun,
ttd

WAHYU AULIZAR, S.Kom


Calon PANWASLIH KAB. ACEH SELATAN

Anda mungkin juga menyukai