Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

1. KEKUASAAN, POLITIK DAN KEBIJAKAN DALAM PELAYANAN


KEBIDANAN
a. Peran Gender dalam konstruksi sosial akan feminitas dan maskulinitas,
kekuasaan dan konteks sosial politik (kebijakan) dalam siklus
reproduksi
Gender adalah konstruksi sosial dalam suatu Negara yang dipengaruhi
oleh kondisi sosial, politik, budaya, ekonomi, agama maupun lingkungan etnis.
Gender bukan jenis kelamin, namun gender dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan.
Pengertian jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki bersifat seperti daftar
berikut ini: laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakun dan
memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperi
rahim dan saluran untuk melahirkan, memiliki sel telur, memiliki vagina, dan
mempunyai payudara.[1] Gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis
kelamin biologis merupakan pemberian Sedangkang gender adalah konstruksi
sosial.
Gender menunjukkan perbedaan jenis kelamin berdasarkan peran dan
status dalam kehidupan sosial budaya. Sex terbentuk secara alamiah dan tidak
dapat dipertukarkan, sedangkan gender terbentuk dari proses sosial dimana
kondisinya bisa berbeda diberbagai tempat. Pembedaan tersebut sangat
diperlukan karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam kajian analisis gender.
Emawati (2010) menyebutkan bahwa terjadi kerancuan pemahaman tersebut di
tengah masyarakat disebabkan oleh empat hal. Pertama, karena kedua istilah
berasal dari bahasa asing yang secara literal artinya hampir sama. Kedua, karena
permasalahan gender dianggap hanya terjadi dalam beberapa lingkup kehidupan,
padahal hal tersebut terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, kurangnya
sensitivitas baik laki-laki atau perempuan terhadap permasalahan tersebut.
Keempat, perempuan merasa kurang mampu menyuarakan ketidakadilan yang
mereka terima.
Politik gender di era modern ini telah mengalami perubahan secara
signifikan karena dibeberapa negara di dunia sangat banyak kaum perempuan
memimpin posisi penting. Partisipasi mereka apakah menjadi kepala negara,
jabatan kementerian negara dan lain sejenisnya, adalah bentuk keterwakilan
perempuan dalam bidang politik dan pembangunan negara. Politik gender adalah
politik yang melibatkan kaum laki-laki dan perempuan dalam proses perumusan
kebijakan negara dengan tegas diantara satu golongan dengan golongan lainnya.
Politik gender harus dibangun secara seimbang sehingga tidak bersifat patriarkis
dalam berbagai kegiatan politik negara baik dalam partisipasi di parlemen
maupun dibidang administrasi negara dan lain sejenisnya, tidak boleh ada lagi
diskriminasi dalam berbagai bidang.
Tentang asal muasal politik gender mengikuti pendapat yang dikemukakan
oleh Sowards dan Renegar dalam Jenny Mochtar (2008:56) bahwa feminis
gelombang ketiga mengkritik dan mengevaluasi peran sosial kaum laki-laki dan
perempuan dapat hidup berdampingan secara damai. Laki-laki dan perempuan
didistribusikan kesempatan dan posisi yang tidak berbeda antara satu sama yang
lainnya. Disini terlihat adanya pergeseran paradigma, bahwa sebelumnya laki-
laki adalah musuh dan penindas, sehingga perempuan menjadi korban patriarki,
berubah menjadi laki-laki sebagai teman yang harmonis dan dalam menjalankan
berbagai aktivitasnya dengan menerapkan suatu prinsip yaitu tanpa
diskriminatif, praktek emansipasipun tidak sulit lagi untuk diimplimentasi
dipelbagai aspek hidup dan kehidupan.
Definisi tentang politik gender memang agak sulit diperoleh namun
menurut Sunarto menyatakan bahwa perubahan politik yang bersifat patriarkis
menuju kegiatan yang seimbang atau tidak tegas, berkeadilan tanpa ada
diskriminatif sedikitpun baik di berbagai bidang politik, oleh itu dimestikan
pemberdayaan yang mantap dan efektif serta berkelanjutan. Politik gender yang
menempatkan kaum laki-laki sebagai unsur yang dominan, harus
dipertimbangkan kembali. Hal ini sangat sulit dilakukan, karena tidak ada yang
puas ketika kehilangan berbagai keistimewaan yang dimiliki sekarang ini.
Politik gender adalah memilih kebijakan yang lebih mendukung dan
sejalan dengan kaum perempuan (tanpa diskriminatif sedikitpun) dan mereka
menjadi objek utama sebagai praktisi kebijakan terbabik, baik di bidang politik,
maupun di bidang lain sejenisnya. Politik gender bukan hanya menganalisis
pemberdayaan gender, namun politik gender juga menganalisis gender dan
diskriminasi serta tidak menyangkal gender dalam berbagai kegiatan. Membatasi
kaum perempuan dari berbagai aktivitas kehidupan kenegaraan adalah
melemahkan politik gender dan menafikan kekuatan politik perempuan. Ini
adalah bentuk diskriminasi dan ketidakadilan politik gender yang terjadi di
Indonesia dan provinsi Aceh selama masa konflik atau sebelum masa reformasi.
Rendahnya persentase perempuan dalam proses pengambilan keputusan politik
dan negara itu juga bukti yang sangat signifikan yang disebabkan oleh suatu
lembaga maupun provinsi Aceh. Akibatnya dari rezim orde baru (ORBA)
dengan format politik yang otoriter menyebabkan terbatasnya kesempatan
partisipasi perempuan dalam kehidupan politik Indonesia terhalangi. Format
politik terlihat menghacurkan politik gender seluruh wilayah negara republik
Indonesia termasuk di Provinsi Aceh. Keterkaitan perempuan dan laki-laki hasil
konstruksi sosial berdampak pada dominasi kaum laki-laki atas perempuan yang
bersangatan. Interaksi natural tersebut berkembang sehingga menjadi sistem
sosial tertentu dan wujudlah sistem monopolitik yang melintasi ruang dan waktu
yang berbeda. Pada saat yang bersamaan wujudlah sebuah sistem sosial yang
patriarkis. Perubahan relasi atau hubungan gender secara radikal memang belum
ada secara kuantitatif meskipun sudah ada pimpinan dunia dari kalangan kaum
perempuan. Politik gender mengalami hambatan yang berkelanjutan ketika
patriarkis belum dimodifikasi, di samping itu kesadaran kedua jenis kelamin
tersebut belum ada, kondisi yang harmonis pun sulit untuk diwujudkan. Jika hal
ini masih kokoh, maka bidang politikpun mengalami kekhawatiran untuk
memperoleh kemuliaan atau kesuksesan.

b. Evaluasi pelayanan kebidanan dalam multi perspektif


Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi.
Dimensi mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi (Wiyono
DJ. 2012):
1) Kompetensi teknis
Kompetensi teknis pelayanan kebidanan meliputi ketrampilan, kemampuan
dan penampilan atau kinerja provider. Dimensi ini menitiberatkan pada
kepatuhan provider dalam melaksanakan kinerja berdasarkan standar pelayanan
kebidanan yang telah ditentukan profesi. Tidak terpenuhinya dimensi ini akan
berakibat terhadap mutu pelayanan kebidanan.

2) Keterjangkauan atau akses


Ini mempunyai arti bahwa pelayanan kebidanan harus dapat terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat tanpa terhambat faktor geografi, ekonomi dan sosial.
Pelayanan kebidanan saat ini sudah mencapai tempat terdekat dengan
masyarakat, yaitu dengan penempatan bidan di desa semenjak tahun 1998 dan
adanya program pemerintah dalam jaminan kehamilan, persalinan dan keluarga
berencana (KB).

3) Efektifitas
Pelayanan kebidanan harus efektif, artinya asuha kebidaan yang diberikan
harus mampu menangani kasus fisiologis kebidanan dan mampu mendeteksi
geala patologis kebidanan dengan tepat. Efektifitas pelayanan kebidanan ini
tergantung dari penggunaan standar pelayanan kebidanan dengan tepat,
konsisten dan sesuai dengan situasi setempat.

4) Efisiensi
Pelayanan kebidanan yang efisien dapat melayani lebih banyak klien.
Pelayanan kebidanan yang memenuhi standar peayanan umumnya tidak mahal,
nyaman bagi klien, waktu efektif dan menimbulkan risiko minimal bagi klien.

5) Kesinambungan
Kesinambungan pelayanan kebidanan artinya klien dapat dilayani sesuai
kebutuhannya, termasuk kebutuhan rujukan jika diperlukan. Klien mempunyai
akses ke pelayanan lanjutan jika diperlukan, termasuk riwayat pelayanan
kebidanan sebagai rujukan untuk pelayanan lanjutan.

6) Keamanan
Keamanan artinya pelayanan kebidanan harus aman, baik bagi provider
maupun klien maupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan kebidanan yang
bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain.
Misalnya asuhan persalinan, pasien maupun provider harus aman dari asuhan
yang dilaksanakan. Bagi klien harus aman ketika melahirkan baik ibu maupun
bayinya, sedangkan provider juga harus aman dari risiko yang diakibatkan oleh
karena pelayanan kebidanan.

7) Kenyamanan
Ini berhubungan dengan kepuasan klien sehingga mendorong klien datang
kembali ke tempat pelayanan kebidanan tersebut. Kenyamanan atau kenikmatan
dapat menimbulkan kepercayaan klien. Kenyamanan juga terkait dengan
penampilan fisik pelayanan kebidanan, provider, peralatan medis dan nonmedis.
Misalnya, tersedianya tempat tertutup pada saat pemeriksaan, AC, kebersihan
daat menimbulkan kenyamanan bagi kien.

8) Informasi
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang
jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana pelayanan kebidanan itu

9) Ketepatan waktu
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus memperhatikan ketepatan waktu
dalam pelayanan serta efiektif dan efisien.

10) Hubungan antar manusia


Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau
kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian dan lain-lain. Hubungan antar
manusia ini merupakan interaksi yang positif antara provider dan klien. Dimensi
pelayanan kebidanan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat digunakan
dalam menganalisis masalah mutu pelayanan kebidanan yang sedang dihadapi
dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika
terdapat ketidakpuasan klien, maka analisis dilakukan pada setiap dimensi
pelayanan kebidanan. Peran utama sistem pelayanan kebidanan adalah selalu
menjamin mutu pelayanan dan selalu menngkatkan mutu pelayanan yang
diberikan. Semakin meningkatnya perhatian terhadap peningkatan mutu
pelayanan kebidanan, pemahaman pendekatan jaminan mutu pelayanan menjadi
semakin penting.

c. Identifikasi isu-isu mengenai permasalahan gender di masa lalu dan saat


ini, yang mempengaruhi profesionalitas bidan dan siklus kehidupan
perempuan
Isu gander adalah permasalahan yang terjadi sebagai konsekuensi dengan
adanya kesenjangan gender sehingga mengakibatkan diskriminasi pada
perempuan dalam akses dan kontrol sumber daya, kesempatan, status, hak, peran
dan penghargaan.
Isu kesetaraan antara laki-laki dan perempuan atau dengan istilah lain isu
kesetaraan gender. Pemaknaan terhadap istilah kesetaraan gender ini khususnya
mengenai masalah ketimpangan antara keadaan dan kedudukan perempuan dan
laki-laki di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan perempuan masih memiliki
kesempatan terbatas dibandingkan dengan laki-laki untuk berperan aktif dalam
berbagai program dan aktivitas lainnya di masyarakat, seperti kegiatan ekonomi,
sosial-budaya, pendidikan, organisasi dalam kelembagaan, dsb. Keterbatasan ini
berasal dari berbagai nilai dan norma masyarakat yang membatasi ruang gerak
perempuan dibandiingkan gerak laki-laki.
Isu gender terjadi apabila salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami
ketidakadilan. Yang dimaksud ketidakadilan disini adalah apabila salah satu jenis
gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya. Bias gender tersebut bisa
saja terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi khususnya di
Indonesia, Isu gender ini lebih dirasakan oleh kaum perempuan. Sebenarnya
ketimpangan gender yang merugikan perempuan itu, secara tidak langsung dapat
merugikan masyarakat secara menyeluruh. Apabila perempuan diposisikan
tertinggal, maka perempuan tidak dapat menjadi mitra sejajar laki-laki, sehingga
hubungan kedua pihak akan menjadi timpang. Akibatnya, terjadilah
ketidakserasian dan ketidakharmonisan dalam kehidupan bersama anatara laki-
laki dan perempuan, baik dalam lingkungan kehidupan berkeluarga maupun
dalam lingkungan kehidupan masyarakat secara umum. Lebih jauh lagi dengan
semakin tingginya tuntutan, kesadaran, dan kebutuhan perempuan terhadap
pengembangan diri, timbullah konflik, karena perempuan membutuhkan
kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas dirinya. Munculnya bias
gender ini (lebih banyak menimpa perempuan) diakibatkan oleh nilai-nilai dan
norma-norma masyarakat yang membatasi gerak langkah perempuan serta
pemberian tugas dan peran yang dianggap kurang penting dibandingkan jenis
gender lainnya (laki-laki). Sehingga sdalam pengambilan keputusan,
kepemimpinan, kedudukan yang tinggi, dsb. sedikit sekali diberikan kepada
perempuan. Kasus berikut ini sebagai gambarannya.
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan perempuan
dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya kesenjangan ini
dapat dilihat dari faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan
(kontrol).
Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
1) Keterbatasan perempuan mengambil keputusan yang menyangkut
kesehatan dirinya (misalnya dalam menentukan kapan hamil, dimana akan
melahirkan, dll) yang berhubungan dengan lemahnya/rendahnya
kedudukan perempuan yang lemah di keluarga/masyarakat.
2) Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki.
Contohnya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang menempatkan
bapak atau anak laki-laki pada posisi yang diutamakan dari padaibu dan
anak perempuan.
3) Tuntutan untuk tetap bekerja, sebagai contoh di beberapa pedesaan atau
daerah kumuh perkotaan, ibu hamil dituntut untuk bekerja keras seperti
saat tidak hamil. Universitas Sumatera Utara

d. Sejarah praktik medikalisasi dan pengaruh teknologi pada masa kini


dalam kaitannya dengan posisi perempuan dalam kehidupan sosial.
Beberapa artikel menyebut media on-line belum menyentuh keseimbangan
antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses teknologi. Perempuan masih di
bawah laki-laki secara jumlah, namun beberapa kendala seperti budaya
perempuan yang mengalami technophobia dibandingkan laki-laki. Akibatnya,
Political Blogging yang mempengaruhi makna gender itu sendiri dalam kultur
budaya on-line.4 Dalam konteks ini, beberapa negara berkembang teknologi
informasi mampu meningkatkan pemberdayaan perempuan secara ekonomi dan
sosial. Akhirnya, cyberfeminist menganggap bahwa ruang on-line mampu
menciptakan ruang pembebasan bagi perempuan. Selain itu, penelitian
cyberfeminist mampu mereduksi gender pada perempuan kulit berwarna yang
dianggap miskin (Fernande, 2003). Berbeda dengan penelitian ini, lebih
menitikberatkan pada penggunaan teknologi informasi bagi perempuan sebagai
sarana jual beli on-line, kemudian peneliti menganalisanya dalam perspektif
cyberfeminist. Sebagai sebuah gerakan kaum perempuan yang terhibridisasi
dengan teknologi mampu menyuarakan dirinya sebagai pribadi yang diakui dan
sejajar dengan laki-laki. Teknologi informasi menjadi hal yang penting dalam
menentukan pola perubahan sosial yang terjadi saat ini. Pergeseran perubahan
sosial tersebut terjadi pula pada perempuan yang selama ini masih mengalami
ketertinggalan dibandingkan dengan laki-laki. Kesenjangan dalam mengakses
teknologi informasi terjadi di beberapa negara di dunia.
Perubahan sosial terjadi sebagai upaya dalam merespon realitas hadirnya
teknologi informasi. Dengan kata lain, perempuan juga berubah dalam
menanggapinya dengan mengubah persepsi umum tentang perempuan yang
gaptek19 dan menjadi penonton saja. Perempuan memacu diri dalam
meningkatkan kesadaran pentingnya menempati ruang pengetahuan dan
ketrampilan teknologi informasi. Upaya perempuan berkoordinasi dengan
teknologi untuk mencari dan mendapatkan profesi yang lebih luas. Sebuah profesi
yang lebih kondusif bagi perempuan dalam merepresentasikan diri, sekaligus
sebagai tempat bersembunyi dari struktur tradisi dan kepercayaan. Biarpun
demikian, perempuan masih sedikit yang memanfaatkannya, mereka masih
terjebak sebagai pengguna pasif ketimbang sebagai pelaku aktif. Cyberfeminist
sebagai gerakan perempuan dalam penggunaan media teknologi informasi untuk
membangun koalisi bersama dalam mewujudkan kebijakan yang menghargai
keberadaan perempuan.Upaya ini mendorong para perempuan di dunia menjadi
bagian dari teknologi informasi baik sebagai pencipta atau sebagai pengguna aktif
yang memberdayakannya. Para perempuan dalam gerakan ini meyakini
bahwasanya teknologi informasi mampu mengubah perempuan lebih berdaya dan
setara dengan laki-laki, serta mampu mengatasi kompleksitas kondisi sosial yang
ada. Akan tetapi, apa yang terjadi pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perempuan yang menggunakanteknologi informasi secara aktif ini tidak berupaya
untuk membangun koalisi yang bertujuan pada kebijakan yang resposif pada
perempuan. Perempuan-perempuan yang aktif dalam jual beli on-line ini justru
mampu menunjukkan keberadaan meskipun tanpa melalui alur kebijakan. Ia
terbebas dalam upaya mendapatkan dukungan kebijakan yang berpihak padanya,
artinya negara tidak diperlukan dalam mendukung kegiatannya tersebut.
Perempuan ini lebih memilih untuk fokus pada bagaimana meningkatkan
kemampuannya dalam menguasai teknologi informasi ketimbang berkutat pada
sektor lembaga yang mendukungnya. Baginya kemandirian terlepas dari lembaga
apapun lebih diutamakan, ketimbang melakukan gerakan sebagaimana kaum
cyberfeminist melakukan gerakan menulis dalam komunitas on-line untuk
mendorong kebijakan yang berpihak padanya.

e. Permasalahan sosial politik tentang pelayanan kebidanan baik dari


perspektif perempuanm keluarga dan bidan
Kondisi sosial, budaya, agama, politik, ekonomi, pendidikan, gender dan
lainnya memberikan pengaruh terhadap pandangan perempuan akan posisi dan
perannya didalam keluarga dan masyarakat. Berbagai nilai yang berlaku di
masyarakat mulai mengalami pergeseran atau perubahan. Pandangan terhadap
laki-laki dan perempuan pun berbeda dari masa sebelumnya, terutama di
perkotaan. Oleh karena itu keinginan untuk mempunyai anak, mengatur
kehamilan dan sebagainya sedikit banyak dipengaruhi oleh berbagai tata nilai
atau pandangan yang berlaku di masyarakat tersebut.
Bidan sebagai advocator adalah seseorang yang mampu mempengaruhi
dan memperbaiki sistem kesehatan dan kesejahteraan perempuan, pasangan
dan keluarganya termasuk dalam bidang ekonomi sampai akhirnya bidan
mampu berkontribusi pada tahap kebijakan dan strategi, Penguatan Peran
Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan politik dan tingkat internasional.
Dengan pemahaman pembelajaran seumur hidup, bidan sebaiknya terus
mengembangkan dan memperbarui praktiknya, berpikir inovatif sebagai
pemimpin dan berkontribusi pada pembuatan sistem dan pemberian pelayanan.
Bidan merupakan praktisi yang otonomi, dan dalam menjalankan tugasnya
maka pendidikan, ketrampilan dan penelitian terintegrasi secara efektif.

f. Hak asasi manusia dalam bereproduksi


Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) menjamin setiap
individu untuk dapat mengambil keputusan terkait aktivitas seksual dan
reproduksi mereka tanpa adanya diskriminasi, paksaan, dan kekerasan. HKSR
memastikan seorang individu untuk dapat memilih apakah ia akan melakukan
aktivitas seksual atau tidak, kapan dia akan melakukan aktivitas itu, dan
dengan siapa dia akan melakukan aktivitas tersebut
Selain jaminan terkait aktivitas seksual seseorang, HKSR juga turut
menjamin kebebasan reproduksi seorang individu – bahwa seorang individu
memiliki kebebasan untuk memilih apakah ia akan mempunyai anak atau tidak;
kapan ia akan memiliki anak; dan akses terhadap informasi terkait hal-hal
tersebut.
HKSR merupakan bagian dari HAM, karena Komponen HKSR berasal
dari komponen-komponen HAM; seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas
dari penyiksaan, hak untuk mendapatkan privasi, hak untuk mendapatkan
pendidikan, dan hak untuk terbebas dari diskriminasi
Artinya, HKSR – layaknya HAM – bersifat mutlak dan universal. Seorang
individu tidak perlu melakukan apapun untuk mendapatkan akses HKSR-nya,
karena akses terhadap hak-hak tersebut merupakan bagian yang tidak dapat
dilepas dari keberadaannya sebagai manusia.
1) Secara umum, HKSR mencakup hak seluruh manusia untuk:
a) Mencari, menerima, dan mengkomunikasikan informasi terkait
seksualitas.
b) Menerima pendidikan seksual.
c) Mendapatkan penghormatan atas integritas tubuhnya.
d) Memilih pasangan.
e) Memilih untuk aktif secara seksual, atau tidak.
f) Melakukan hubungan seks konsensual.
g) Menikah secara konsensual.
h) Memutuskan untuk memiliki anak atau tidak, dan kapan waktu yang
tepat untuk memliki anak.
i) Memiliki kehidupan seksual yang memuaskan, aman, dan
menyenangkan.
2) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan HKSR
Sebagai pelopor gerakan Keluarga Berencana (KB) dan pemenuhan HKSR
di Indonesia, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) memiliki
komitmen untuk terlibat secara aktif dalam upaya pemenuhan HKSR.

Hal tersebut tercermin dalam Rencana Strategis (Renstra) PKBI 2010-2020,


yang menyatakan bahwa “PKBI akan mengembangkan model-model dan
standar pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas, untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat”.
Komitmen PKBI dimanifestasikan dalam penyediaan layanan akses HKSR
yang komprehensif – mulai dari layanan konseling, KB, penanganan
Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD), hingga pengobatan Infeksi Menular
Seksual (IMS) – yang tersedia di 30 klinik PKBI, yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Hingga saat ini PKBI memiliki kantor di 26 Provinsi mencakup 249
Kabupaten/Kota di Indonesia. PKBI akan terus berkomitmen untuk
menyediakan layanan KB dan Kespro yang dapat diakses oleh seluruh lapisan
masyarakat, demi mendukung pemenuhan akses HKSR masyarakat Indonesia.
Disamping itu hak kesehatan perempua tersebar dalam berbagai aspek
kehidupan perempuan, seperti yang tercantum dalam International Planned
Parenthood Federation (IPFF) 1996 yaitu tentang hak reproduksi, antara lain:
1) Setiap perempuan mempunyai hak untuk bebas dari risiko kematian
karena kehamilan.
2) Setiap individu berhak untuk menikmati dan mengatur kehidupan seksual
dan reproduksinya dan tak seorangpun dapat dipaksa untuk hamil,
menjalani sterilisasi dan aborsi.
3) Setiap individu mempunya hak untuk bebas dari segala bentuk
diskriminasi termasuk kehidupan seksual dan reproduksinya.
4) Setiap individu mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesetaraan
seksual dan reproduksi dengan menghormati kerahasiaan pribadi. Setiap
perempuan mempunyai hak untuk menentukan sendiri pilihan
reproduksinya.
5) Setiap individu bebas dari penafsiran ajaran agama yang sempit,
kepercayaan, filosofi dan tradisi yang membatsi kemerdekaan berfikir
tentang pelayanan kesehatan reproduksi seksual.
6) Setiap individu mempunyai hak atas informasi dan pendidikan yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksual termasuk jaminan
kesehatan dan kesejahteraan perorangan maupun keuarga.
7) Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk dan
merencanakan keluarga.
8) Hak untuk memutuskan mempunyai anak atau tidak mempunyai anak dan
kapan mempunyai anak.

9) Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan yaitu setiap individu


mempunyai hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan,
kerahasiaan, kepercayaan, harga diri, kenyamanan, dan kesinambungan
pelayanan.
10) Setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
reproduksi dengan teknologi mutakhir yang aman dan dapat diterima.
11) Setiap individu mempunyai hak untuk mendesak pemerintah agar
memprioritaskan kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak kesehatan
seksual dan reproduksi.

g. Asuhan terbaik yang layak diterima oleh tiap perempuan


Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan
dalam memberikan asuhan. Keyakinan tersebut adalah Keyakinan tentang
perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik mempunyai hak,
kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu perempuan harus
berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan.
Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai
kewengannya dengan maksud meningkatkan kesehatan ibu dan anak untuk
mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia
dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan
masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan
pemulihan. Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
1) Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung
jawab bidan.
2) Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai
salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3) Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan kesistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu
pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun
yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke
tempat / fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun
vertikal atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
Asuhan kebidanan meliputi meliputi asuhan pra konsepsi, antenatal, intranatal,
neonatus, nifas, keluarga berencana, ginekologi, premenopause dan asuhan
primer. Dalam pelaksanaannya bidan bekerja dalam sistem pelayanan yang
memberi konsultasi, manajemen kolaborasi, dan rujukan sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi kesehatan klien. Pelayanan kebidanan merupakan perpaduan antara
kiat dan ilmu. Bidan membutuhkan kemampuan untuk memahami kebutuhan
wanita dan mendorong semangatnya untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya
menghadapi kehamilan, persalinan maupun perannya sebagai ibu. Dalam
tugasnya, bidan membutuhkan ilmu dan kemampuan untuk mengambil keputusan.

Anda mungkin juga menyukai