NIM : 2300103911027127 Kelas : PGSD_C “ARGUMENTASI KRITIS GERAKAN TRANSFORMASI KI HADJAR DEWANTARA DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN” Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (UURI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Perjalanan pendidikan Indonesia dimulai dari zaman kolonial. Pada tahun1854 beberapa bupati menginisiasi pendirian sekolah kabupaten yang hanya mendidik calon pegawai. Tahun 1854 lahir Sekolah Bumiputera yang hanya memiliki 3 kelas. Rakyat hanya diajari membaca, menulis, dan menghitung seperlunya untuk mendidik para pembantu untuk mendukung usaha dagang. Tahun 1922 lahir Taman Siswa di Yogyakarta. Lambat laun masyarakat semakin menyadari pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia.. Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan Indonesia yang diberi julukan sebagai bapak pendidikan nasional. Bahkan hari lahirnya digunakan sebagai hari pendidikan nasional. Sebagai seseorang dengan latar belakang keluarga bangsawan Ki Hajar Dewantara berusaha turut andil dalam mengupayakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara memiliki perhatian terhadap pendidikan karakter bangsa. Dalam pidatonya Ki Hajar Dewantara (KHD) mengemukakan hasil buah pikirnya berupa filosofi pendidikan bangsa dengan beberapa poin penting yang salah satu diantaranya adalah bahwa pendidikan itu semestinya tanpa paksaan dan sesuai dengan kodrat keadaan peserta didik. Ki Hajar Dewantara (KHD sangat memberikan pengaruh besar dalam dunia pendidikan banyak gerakan-gerakan yang dilakukan. Upaya-upaya yang dilakukan Ki Hajar Dewantara untuk memajukan pendidikan pribumi tahun 1922-1930 yaitu dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa.Sekolah-sekolah Taman Siswa tersebar diberbagai daerah di pulau Jawa bahkan sampai ke luar pulau Jawa. Selain mengembangkan Taman Siswa, Ki Hajar tetap menulis. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar (Sugiarta,.Dkk, 2019). Artinya sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berpikir sendiri. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa; Pendidikan ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan (Ki Suratman, 1987: 12). terdapat dua kalimat kunci yaitu; “tumbuhnya jiwa raga anak‟ dan “kemajuan anak lahir-batin‟ dapat dimaknai bahwa manusia bereksistensi ragawi dan rohani. Adapun pengertian jiwa dalam budaya bangsa meliputi “ngerti, ngrasa, lan nglakoni” (cipta, rasa, dan karsa). Kalau digunakan dalam istilah psikologi, ada kesesuaiannya dengan aspek atau domain kognitif, domain emosi, dan domain psikomotorik atau konatif. Sugiarta, I. Made, Ida Bagus Putu Mardana, and Agus Adiarta. "Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur)." Jurnal Filsafat Indonesia 2.3 (2019): 124-136. Romario, A. W., Saputra, A., & Nasution, B. (2023). Ki Hajar Dewantara dan Pendidikan di Indonesia. Baitul Hikmah: Jurnal Ilmiah Keislaman, 1(1), 52-60. Subagia, I. W. (2013, December). Implementasi Pendekatan Ilmiah dalam Kurikulum 2013 untuk Mewujudnyatakan Tujuan Pendidikan Nasional. In Prosiding Seminar Nasional MIPA.