Sistem Saraf
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,
Edisi Pertama.
Bates, Barbara.: The General Survey, A guide to Physical Examination and History Taking,
Philadelphia, J.B. Lippincott Company, 6th Ed, 1995.
DeGowin, E.L; DeGowin, R.L, Motor Function, Diagnostic Examination, The Macmillan
Company, London, 2nd ed., p.772
Fuller, Geraint. Neurological Examination Made Easy. Churchill Livingstone. Edinburgh,
London.1993.
Markum, H.M.S. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta, Pusat Informasi dan
Penerbitan. Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Edisi ke 2, 2003.
Swartz, M.H. Pocket Companion to textbook of Physical Diagnostic. W.B Saunders Company.
Philadelphia, Pennsylvania. 1995
Blok 17
Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan gangguan koordinasi dan keseimbangan yang dijumpai pada
pasien dan mencatatnya dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan secara benar
2. Melakukan pemeriksaan dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat kelainan yang ditemukan
Koordinasi
Koordinasi adalah gerakan bertujuan, melibatkan banyak sendi, merupakan fungsi
cerebellum. Dasar koordinasi ialah kerja sama otot antagonis, menghasilkan
gerakan volunter yang cepat, tepat dan tangkas.
Gangguan koordinasi berupa kelainan : - ataxia
- dismetri
- disdiadokokinesia
- intention tremor
Tes koordinasi meliputi :
1. Tes telunjuk hidung
2. Tes hidung – jari – hidung
3. Tes pronasi – supinasi / disdiakokinesia
4. Tes tumit – lutut
2
Sistem Saraf
Tes Keseimbangan :
Tes Romberg
- Pasien dalam posisi berdiri.
- Pasien diminta menutup matanya
- Pasien diminta berdiri dengan kedua tumit berdekatan dan kedua ibu jari
kaki berjauhan
- Perlu diperhatikan bahwa pada tes ini pemeriksa harus memposisikan diri
di dekat pasien, untuk mengantisipasi kemungkinan pasien terjatuh saat
dilakukan tes.
Romberg (+) bila cenderung jatuh ke satu arah tertentu.
3
Blok 17
SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Koordinasi
0 1 2 3
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
Tes telunjuk – hidung
4
Sistem Saraf
5
Blok 17
Tujuan:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
menentukan derajat kesadaran pasien yang dihadapi baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
2. Secara kuantitatif
Pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif paling banyak dilakukan dengan
Skala Koma Glasgow (Glasgow Comma Scale, GCS).
Aspek yang dinilai pada GCS adalah :
A. Respon Motorik (M) : nilai 1 - 6
B. Respon Mata (E) : nilai 1 - 4
C. Respon Verbal (V) : nilai 1 - 5
Nilai GCS = M + E + V (Maks. 15, Min. 3)
Cara menilai respon pada Glasgow Comma Scale (GCS)
6
Sistem Saraf
B. Mata
Bila pasien membuka matanya spontan, dinilai 4
Bila mata pasien tertutup, tetapi dapat diperintah secara verbal untuk
membuka matanya, dinilai 3
Bila dengan perintah verbal pasien tidak membuka matanya, tapi dengan
rangsang nyeri, yaitu dengan memberikan tekanan pada supra orbita, pangkal
kuku atau sternum baru membuka matanya, dinilai 2
Bila dengan rangsang nyeri apapun pasien tidak membuka matanya, maka
dinilai 1
7
Blok 17
C. Respon Verbal
Bila pasien menjawab pertanyaan, baik waktu maupun tempat (orientasi
tempat dan waktu) dengan benar, misalnya:
o Dimana dia berada saat ini, dijawab poliklinik,
o Ditanya waktu saat pemeriksaan, dijawab pagi atau siang/sesuai
dengan kenyataan, dinilai 5
Apabila pasien menjawab pertanyaan, tapi tidak sesuai dengan apa yang
ditanyakan, misalnya:
o Ditanya tahun berapa sekarang, dijawab: ibu, bapak, makan dsb
o Ditanya siapa namanya, dijawab: hal-hal lain seperti waktu, tempat,
dinilai 3
Bila tidak ada jawaban sama sekali, baik dengan perintah verbal maupun
dengan rangsang nyeri, dinilai 1
8
Sistem Saraf
Bicara abnormal 3
Bunyi yang tidak dimengerti 2
Tidak ada respon verbal 1
No Instruksi Skor
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
3. Memberikan rangsangan kepada pasien:
Rangsang suara, jika respon (-) dilanjutkan dengan,
Memberi rangsang nyeri pada daerah: (pilih salah satu)
supra orbita
di pangkal kuku
sternum
4. Mengamati Respon Motorik (M), Respon Mata (E), dan Respon Verbal
(V) secara bersamaan.
Respon yang dinilai, lihat narasi sub-bab ini. (Tabel 1. GCS)
6. Mencatat respons pasien : E…......V……..M..............
7. Menghitung nilai total GCS
9
Blok 17
Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
melakukan pemeriksaan rangsang meningens pada pasien dan mencatat hasilnya
dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan rangsang meningens
2. Melakukan pemeriksaan rangsang meningens dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat hasil yang ditemukan
b. Tanda Kernig
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Pemeriksa
memfleksikan salah satu sendi panggul sejauh 90°, kemudian dilakukan
ekstensi pada sendi lutut tungkai tersebut. Tanda Kernig disebut positif bila
pada ekstensi sendi lutut kurang dari 135° terdapat spasme otot paha dan
pasien merasa nyeri.
10
Sistem Saraf
c. Tanda Laseque
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Pemeriksa
memfleksikan salah satu sendi panggul dalam keadaan sendi lutut ekstensi
(tungkai lurus). Tanda Laseque dikatakan positif bila fleksi pada sendi panggul
kurang dari 60°, gerakan fleksi terbatas, terasa tahanan dan pasien merasa nyeri.
d. Tanda Brudzinski I
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Dilakukan fleksi
kepala ke arah dada. Brundzinski I dikatakan positif bila terjadi fleksi sendi
lutut pada salah satu atau kedua tungkai.
e. Tanda Brudzinski II
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Dilakukan gerakan
seperti Kernig. Brundzinski II dikatakan positif bila timbul fleksi sendi panggul
dan lutut pada tungkai sisi kontralateral.
11
Blok 17
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
12
Sistem Saraf
Tanda Kernig
Tanda Brudzinski II
TOTAL SKOR
13
Blok 17
Pemeriksaan Motorik
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN SARAF FK UKM
Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan kelainan motorik yang dijumpai pada pasien dan mencatatnya
dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan motorik secara benar
Melakukan pemeriksaan motorik dengan benar
Mendeskripsikan dan mencatat kelainan motorik yang ditemukan
Prasyarat
Anatomi dan fisiologi sistem motorik – Materi pengetahuan blok 17
1. Inspeksi : pemeriksaan postur, cara berdiri dan berjalan, atropi dan gerakan
involunter
- Perhatikan apakah terdapat postur hemiplegik yaitu fleksi pada sendi siku
dan pergelangan tangan disertai ekstensi pada sendi lutut dan pergelangan
kaki.
- Perhatikan seluruh tubuh pasien, bandingkan sisi kiri dan kanan. Apakah
simestris atau terdapat perbedaan massa otot. Pengecilan massa otot atau
atropi diukur dengan pita pengukur pada tempat yang homolog pada sisi kiri
dan kanan. Perbedaan ukuran lebih dari 2 cm disebut sebagai atropi.
- Adakah gerakan involunter seperti misalnya ”resting tremor”, ballismus atau
khorea.
14
Sistem Saraf
- Tonus otot lengan diperiksa dengan menggerakkan lengan bawah pada sendi
siku. Peganglah lengan atas penderita dengan tangan kanan anda dan lengan
bawah penderita dengan tangan kiri anda, gerakkan lengan bawah dengan
gerakan fleksi dan ekstensi serta pronasi-supinasi.
- Tonus otot tungkai diperiksa dengan menggerakkan tungkai pada sendi
panggul, sendi lutut dan pergelangan kaki
- Periksalah tonus otot teman anda untuk mengenali tonus yang normal. Bila
tonus normal, maka hanya sedikit tahanan yang dirasakan pemeriksa pada
seluruh range of movement (= ROM, arah jangkauan gerak).
- Pada kelumpuhan tipe Lower Motor Neuron (LMN), tonus otot menurun
(flaccid). Sedangkan pada kelumpuhan tipe Upper Motor Neuron (UMN)
tonus otot meninggi :
Saat diperiksa, sekonyong-konyong timbul resistensi terhadap gerakan
pemeriksa (spastisitas).
Bila terdapat peningkatan tonus yang intermitten, sehingga terasa
seperti roda gigi, disebut sebagai cogwheel rigidity. Hal ini dijumpai pada
penyakit Parkinson.
Pada rekam medik, hasil pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas secara umum
dituliskan sebagai berikut :
15
Blok 17
Contoh : kekuatan otot lengan kanan 3, tungkai kanan 3, lengan kiri 5, lengan
kiri 5 (artinya hemiparesis kanan), ditulis
3 5
3 5
4. Pemeriksaan fasikulasi
Fasikulasi adalah gerakan halus sekelompok otot di bawah kulit yang tampak
pada inspeksi. Fasikulasi dapat timbul secara spontan atau diprovokasi dengan
melakukan perkusi otot beberapa kali pada bagian badan otot (venter).
16
Sistem Saraf
SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Motorik
0 1 2 3
Introduksi
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
Inspeksi : pemeriksaan postur, cara berdiri dan berjalan, atropi dan gerakan
involunter
1. Menjelaskan cara pemeriksaan
2. Memperhatikan postur tubuh penderita pada posisi berdiri
maupun berbaring, membandingkan sisi kiri dan kanan
3. Mengambil pita pengukur
4. Mengukur massa otot dengan pita pengukur pada tempat
yang homolog pada sisi kiri dan kanan.
5. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan : misalnya : postur
normal / hemiplegik, tidak terdapat atropi
6. Memperhatikan apakah terdapat gerakan involunter
7. Mencatat pada rekam medik
Pemeriksaan tonus otot
1. Menjelaskan kepada penderita mengenai cara dan tujuan
pemeriksaan
2. Penderita diminta untuk tetap rileks dan dialihkan
perhatiannya dengan mengajak bicara
3. Tonus otot lengan bawah : peganglah lengan atas dengan
tangan kanan anda dan pegang lengan bawah dengan
tangan kiri anda.
4. Lengan bawah di-fleksi / ekstensikan. Sambil melakukan
hal tersebut, pemeriksa merasakan apakah normal,
hipotoni atau hipertoni
5. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada sendi
panggul. Sambil melakukan hal tersebut, pemeriksa
merasakan apakah normal, hipotoni atau hipertoni
6. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada sendi
lutut. Sambil melakukan hal tersebut, pemeriksa
merasakan apakah normal, hipotoni atau hipertoni
7. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada
pergelangan kaki. Sambil melakukan hal tersebut,
pemeriksa merasakan apakah normal, hipotoni atau
hipertoni
8. Mendeskrisikan hasil pemeriksaan dan menuliskan pada
rekam medik
Pemeriksaan kekuatan otot
1. Menjelaskan kepada penderita mengenai cara dan tujuan
pemeriksaan
2. Penderita diminta menggerakkan lengan atau tangan
kanannya sekuat tenaga. Bila ia dapat mengangkat lengan
17
Blok 17
TOTAL
18
Sistem Saraf
Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan kelainan sensorik yang dijumpai pada pasien dan mencatatnya
dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan sensorik secara benar
2. Melakukan pemeriksaan sensorik dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat kelainan sensorik yang ditemukan
Prasyarat
Anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat, saraf tepi dan sensorik – Kuliah blok 17
19
Blok 17
20
Sistem Saraf
Pemeriksaan sensibilitas
Syarat Pemeriksaan :
1. Pasien harus sadar (compos mentis) dan cukup kooperatif
2. Pasien tidak boleh dalam keadaan lelah
3. Pasien harus mendapat penjelasan mengenai tujuan dan cara pemeriksaan
serta respons yang diharapkan
4. Dilakukan secara rileks dan tidak melelahkan pasien
5. Azas simetris : pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan
bagian kanan
6. Hasil pemeriksaan fungsi sensorik pada suatu saat tidak dapat sepenuhnya
dipercaya karena memiliki segi subyektivitas yang tinggi, karena itu kita
harus hati-hati dalam penarikan kesimpulan.
21
Blok 17
22
Sistem Saraf
23
Blok 17
Pada lesi saraf tepi, gangguan sensibilitas tergantung dari saraf yang terkena.
Misalnya:
(i) Lesi mengenai radiks L4-L5 kanan akan menimbulkan hipestesi di daerah
yang dipersarafinya, yaitu daerah kulit yang sesuai dengan dermatom L4-
L5 kanan. Pada peta sensibilitas digambarkan sebagai berikut :
24
Sistem Saraf
(ii) Lesi yang mengenai beberapa saraf tepi secara simetris bilateral disebut
sebagai polineuropati dan secara klinis memberikan gambaran gangguan
sensibilitas : hipestesi dengan distribusi ”glove-and-stocking” (seperti
sarung tangan dan kaus kaki), seperti pada gambar berikut ini :
25
Blok 17
- Bandingkan atas dan bawah, kiri dan kanan. Mintalah pasien merasakan
apakah terasa getaran dan apakah ada bagian tertentu yang kurang
terasa. Setelah pasien tidak merasakan lagi getaran garpu tala,
pindahkan segera ke pergelangan pemeriksa dan rasakan apakah
masih ada getaran.
26
Sistem Saraf
SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Sensibilitas
0 1 2 3
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
RASA RABA
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih kapas atau rambut Frey
3. Mencoba kapas terhadap dirinya sendiri
4. Meminta penderita untuk menutup mata
5. Memberikan rangsangan secara ringan pada kulit
6. Pada setiap rangsangan, meminta penderita untuk
menyatakan terasa atau tidak
7. Membandingkan bagian tubuh atas dan bawah
8. Membandingkan kiri dan kanan
9. Meminta penderita untuk membedakan rasa raba di bagian
atas dan bawah, kiri dan kanan, apakah terasa sama kuat atau
ada yang kurang terasa
10. Mencatat hasilnya pada peta sensibilitas
11. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
NYERI SUPERFISIAL
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih tusuk gigi
3. Mencoba tusuk gigi terhadap dirinya sendiri
4. Meminta penderita menutup mata
5. Melakukan rangsangan dengan ujung tajam dengan intensitas
minimal tanpa menimbulkan luka/ perdarahan
6. Melakukan rangsangan dengan ujung tumpul
7. Pada setiap rangsang, meminta penderita untuk
mengidentifikasi apakan yang terasa adalah ”tajam” atau
”tumpul”
8. Membandingkan bagian tubuh atas dan bawah
9. Membandingkan kiri dan kanan
10. Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas ketajaman
rangsangan
11. Mencatat hasilnya pada peta sensibilitas
12. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
SUHU
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan tabung berisi air panas dan dingin
3. Mencoba botol berisi air panas dan air dingin terhadap dirinya
sendiri
27
Blok 17
28
Sistem Saraf
Snellen chart
Garpu tala 128 dan 512 (atau 1024) Hz
Senter atau otoscope
Kapas
Kassa steril
Tusuk gigi (sisi tumpul dan tajam)
Tabung reaksi berisi air hangat dan air dingin
Cairan manis, asin dan pahit .
Cotton bud
Spatel kayu
Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan
prosedurnya.
3. Pastikan pasien tidak mengalami gangguan sistem penghidu (contoh pilek)
4. Memeriksa N.I: olfaktorius.
a. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah satu
lubang hidung. Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung sebelah kanan.
b. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka, seperti
kopi, teh, dan sabun.
c. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya, tanyakan
jenisnya. Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan jawaban bila pasien
merasa menhidu sesuatu namun tidak dapat mengenalinya secara spontan,
seperti, “Apakah ini kopi, atau teh?”
d. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang lain.
29
Blok 17
30
Sistem Saraf
31
Blok 17
10. Pemeriksaan NV
Pemeriksaan refleks kornea (N. V):
a. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring. Pemeriksa berada di sisi
pasien.
b. Angkat kelopak mata atas pasien, kemudian minta pasien untuk melirik
ke sisi berlawanan dari tempat peeriksa.
c. Sentuh sklera dengan ujung kapas dari sisi ke arah kornea tanpa
menyentuh bulu mata maupun konjungtiva.
d. Perhatikan adanya refleks mengedip dari pasien.
e. Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya dan bandingkan hasilnya.
f. Pemeriksaan N V juga digunakan untuk menilai lesi pada herpes di V.1,
V.2 dan V.3
Penilaian otot temporal dan masseter.
a. Minta pasien untuk mengatupkan rahangnya sekuat mungkin.
b. Pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter pasien.
Kemudian nilai kekuatan tonusnya.
Penilaian sensasi wajah (N. V):
a. Persiapkan pasien dalam posisi duduk atau berbaring.
b. Pemeriksaan awal pasien dengan mata terbuka sehingga ia dapat melihat
stimulus apa yang akan ia identifikasi.
c. Sentuh pasien di daerah wajah dengan kapas di beberapa tempat,
bandingkan kanan dan kiri.
d. Kemudian dengan mata tertutup, tanyakan apakah pasien merasakan
stimuli sentuhan yang diberikan dan minta ia mengidentifikasi letak stimuli.
Bandingkan kanan dan kiri.
e. Perhatikan adanya penurunan fungsi sensoris yang ditandai dengan adanya
perbedaan sensasi stimuli pada pasien. Walaupun pasien dapat
menyebutkan seluruh letak stimuli sehingga perlu ditanyakan apakah ia
merasakan adanya perbedaan sensasi dari setiap stimuli yang diberikan.
32
Sistem Saraf
1. Pemeriksaan N I:
Kehilangan kemampuan menghidu dapat disebabkan oleh beberapa hal,
termasuk penyakit pada rongga hidung, trauma kepala, akibat merokok,
proses penuaan, dan pengguanaan kokain. Kelaianan ini dapat juga bersifat
kongenital.
2. Pemeriksaan N II :
a. Refleks pupil:
Normalnya ukuran pupil kanan dan kiri sama besar. Saat diberikan
rangsangan cahaya pupil mengalami konstriksi.
Pada pupil anisokor yang nyata pada pencahayaan terang, ukuran
pupil tidak sama kanan dan kiri. Pupil yang berukuran lebih besar tidak
dapat berkonstriksi dengan baik. Penyebab kelaianan ini antara lain
trauma tumpul pada mata, glaukoma sudut terbuka, dan gangguan saraf
parasimpatik pada iris, seperti pada tonic pupil dan paralisis
n.okulomotorius. Saat pupil anisokor pada cahaya yang redup, pupil
yang lebih kecil tidak dapat berdilatasi dengan baik, seperti pada
Horner’s syndrome. Hal ini disebabkan oleh gangguan saraf simpatik.
33
Blok 17
Keterangan :
1. Defek horizontal
Disebabkan oleh oklusi pada cabang arteri retina sentral. Pada gambar
disamping terdapat oklusi cabang superior arteri retina sentral.
2. Kebutaan unilateral
Disebabkan oleh lesi pada saraf optik unilateral yang menyebabkan
kebutaan.
3. Hemianopsia Bitemporal
Disebabkan oleh lesi pada kiasma optikum sehingga menyebabkan
kehilangan penglihatan pada sisi temporal kedua lapang pandang.
4. Hemianopsia Homonim Kiri
Disebabkan oleh lesi pada traktus optikus di tempat yang sama
pada kedua mata. Hal ini menyebabkan kehilangan penglihatan sisi
yang sama pada kedua mata.
5. Homonymous Left Superior Quadrantic Defect
Disebabkan oleh lesi parsial pada radiasio optikus yang menyebabkan
kehilangan penglihatan pada seperempat bagian lapang pandang sisi yang
sama.
6. Hemianopsia himonim kiri juga dapat disebabkan oleh terputusnya
jaringan pada radiasio optikus.
34
Sistem Saraf
3. Pemeriksaan N III :
Inspeksi kelopak mata
Ptosis terjadi pada palsy N III, Horner’s syndrome (ptosis, meiosis,
anhidrosis) dan miastenia gravis.
Posisi bola mata dan pergerakan bola mata (N. III,IV,VI)
Berikut ini adalah kelaianan posisi bola mata dan pergerakan mata:
Strabismus konvergen
(esotropia)
Strabismus divergen
(exotropia)
Paralisis N VI kiri
Reaksi konvergensi
Pada tes konvergensi normalnya pupil mengecil (miosis).
4. Pemeriksaan N V :
Refleks kornea
Pada pemeriksaan ini reaksi normal yang ditimbulkan adalah refleks
berkedip. Refleks ini menghilang ada kerusakan atau lesi N V. Lesi pada
n VII juga dapat menyebabkan gangguan pada refleks ini.
Penilaian otot temporal dan masseter
Kelemahan atau hilangnya kontraksi otot temporal dan masseter pada
salah satu sisi dapat menunjukkan adanya lesi N V. Adanya kelemahan
bilateral disebabkan oleh gangguan perifer atau sentral. Pada pasien
yang tidak memiliki gigi, hasil pemeriksaan ini mungkin sulit dinilai.
Penilaian sensasi wajah
Penurunan atau kehilangan sensasi wajah unilateral menunjukkan
adanya lesi N V atau jalur interkoneksi sensoris yang lebih tinggi.
35
Blok 17
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas
1 pasien, menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan yaitu menilai
fungsi saraf kranial.
1 Siapkan alat dan bahan, yaitu bubuk kopi, teh dan tembakau, sabun
36
Sistem Saraf
37
Blok 17
38
Sistem Saraf
39
Blok 17
TOTAL SKOR
Referensi :
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.
Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009.
The examination of the eyes and vision: examination of the peripheral visual field
(donders’ confrontation method). [cited 2014 March 18]. Available from
http://www.skillsinmedicine-demo.com/index.php?option=c
om_content&view=article&id=549:examination-of-the-peripheral-visual-
field&catid=53:the-visual-field&Itemid=625.
40
Sistem Saraf
Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan
prosedurnya.
3. Penilaian kesimetrisan wajah (N.VII):
a. Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisan sisi kanan dan sisi kiri. Adanya
ketidaksimetrisan yang ringan pada saat istirahat bersifat fisiologis.
b. Minta pasien untuk:
- Mengangkat kedua alis
- Menutup kedua mata dengan kuat
- Menggembungkan pipi
- Mencucu
- Memperlihatkan gigi-giginya
c. Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan yang diminta dan
nilai kesimetrisannya.
d. Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti tersenyum atau tertawa
dan nilai kesimetrisannya. Pemeriksaan kesimetrisan wajah dibedakan atas
dan bawah untuk membedakan tipe sentral dan perifer.
e. Analisis hasil pemeriksaan: plica nasolabialis yang mendatar dan kelopak
mata yang jatuh ke bawah menandakan adanya kelemahan facialis. Lesi
perifer N.VII, seperti pada Bell’s palsy, mempengaruhi otot wajah atas dan
bawah sisi ipsilateral, sedangkan lesi sentral hanya mempengaruhi otot
wajah bagian bawah. Sebagai contoh, pada lesi N.VII kanan perifer, saat
pasien diminta menutup kedua mata dengan kuat sambil menyeringai,
tampak bahwa sisi kanan wajah tidak ikut bergerak: kelopak mata tidak
dapat ditutup, plica nasolabialis kanan tidak bergerak; ketika diminta
mengerutkan dahi/mengangkat alis, tampak dahi kanan tidak dapat
melakukan gerakan tersebut.
41
Blok 17
42
Sistem Saraf
Musculus trapezius:
a. Pemeriksa berdiri di belakang pasien.
b. Minta pasien mengangkat kedua bahunya.
c. Tempatkan kedua tangan pemeriksa di atas bahu pasien dan coba untuk
menurunkannya.
d. Nilai kekuatan musculus trapezius dan bandingkan kanan dan kiri.
e. Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi menunjukkan adanya
gangguan saraf perifer. Ketika musculus trapezius mengalami paralisis, bahu
terkulai dan scapula terjatuh ke bawah dan lateral.
43
Blok 17
Skor
No. Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, dan memastikan
identitas pasien.
1. Siapkan alat dan bahan.
Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan
dan prosedurnya.
Penilaian kesimetrisan wajah (N.VII):
Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisan sisi kanan dan sisi
kiri. Adanya ketidaksimetrisan yang ringan pada saat istirahat
bersifat fisiologis.
Minta pasien untuk:
- Mengangkat kedua alis
2. - Menutup kedua mata dengan kuat
- Menggembungkan pipi
- Mencucu
- Memperlihatkan gigi-giginya
Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan yang
diminta dan nilai kesimetrisannya.
Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti tersenyum
atau tertawa dan nilai kesimetrisannya.
3.
Pemeriksaan kesimetrisan wajah dibedakan atas dan bawah
untuk membedakan tipe sentral dan perifer.
Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 2/3 anterior
(N.VII):
Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
Teteskan cairan manis, asin, atau bubuhkan gula pasir, garam
4. pada 2/3 bagian depan lidah.
Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan/zat
yang diteteskan; karena pasien tidak boleh menutup mulut atau
memasukkan lidah ke dalam mulut selama pemeriksaan, jadi
pasien menunjuk tulisan: asin/manis/asam/pahit.
Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 1/3 posterior
(N.IX):
Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
5. Teteskan cairan pahit pada 1/3 bagian belakang lidah.
Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan yang
diteteskan.
Pemeriksaan refleks muntah (N.IX):
6.
Minta pasien untuk membuka mulut.
44
Sistem Saraf
45
Blok 17
Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan hasil pemeriksaan refleks dan mencatatnya dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan refleks
2. Melakukan pemeriksaan refleks dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat hasilnya dalam rekam medik
Refleks fisiologis
Refleks fisiologis sebenarnya merupakan muscle stretch reflexes, timbul akibat
perangsangan terhadap tendo, periosteum atau kadang-kadang terhadap tulang,
sendi, fascia / aponeurosis. Refleks fisiologis kadang-kadang disebut juga sebagai
refleks proprioseptif, karena rangsangan disalurkan melalui reseptor sensorik
proprioseptif seperti gelendong neuromuskular ( neuromuscular spindle ).
46
Sistem Saraf
Bila refleks fisiologis di sisi kanan normal tetapi terdapat penurunan refleks
fisiologis pada sisi kiri, maka dituliskan sebagai : + /
47
Blok 17
a b
Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Triseps
48
Sistem Saraf
49
Blok 17
50
Sistem Saraf
51
Blok 17
52
Sistem Saraf
Refleks Superfisialis
Contoh refleks superfisialis adalah refleks dinding perut yang terdiri dari refleks
epigastrikum, mesogastrikum dan hipogastrikum. Aferen dibawa oleh saraf
sensorik segmental, eferen oleh saraf motorik segmental. Refleks dinding perut di
atas umbilikus (epigastrik) berpusat pada segmen T7-T9, setinggi umbilikus
(mesogastrik) berpusat pada segmen T10, di bawah umbilikus (hipogastrik)
berpusat pada segmen T11-T12.
Cara pemeriksaan :
1. Penderita berbaring dengan nyaman dan santai
2. Bagian yang tajan dari palu refleks digoreskan pada kulit perut secara radial ke
arah umbilikus seperti pada gambar di bawah ini.
3. Dalam keadaan normal akan timbul kontraksi otot dinding perut, umbilikus
bergerak ke arah stimulus. Disebut refleks abdominal positif.
4. Refleks abdomen negatif pada kegemukan, riwayat operasi daerah abdomen,
wanita yang sering melahirkan, usia lanjut dan lesi traktus piramidalis.
Refleks Patologis
Refleks patologis merupakan tanda lesi upper motor neuron (UMN).
1. Refleks Babinski.
- Jelaskan kepada penderita bahwa anda akan menggores telapak kakinya dan
mintalah agar ia tetap rileks.
- Dengan ujung palu refleks (bagian yang tajam), goreslah bagian lateral
telapak kaki mulai dari daerah tumit menuju pangkal ibujari kaki.
- Positif bila terdapat ekstensi ibujari kaki disertai gerakan mengembang
keempat jari lainnya.
53
Blok 17
2. Refleks Chaddock
- Dengan ujung palu refleks, goreslah sisi lateral kaki di bawah maleolus
lateral
- Positif seperti pada refleks Babinski.
3. Refleks Oppenheim
- Dengan telunjuk dan jari tengah, pemeriksa melakukan gerakan seperti
mengurut di sepanjang tulang tibia ke arah kaudal
- Positif seperti pada refleks Babinski.
4. Refleks Gordon
- Pemeriksa memijat m.gastrocnemius
- Positif seperti pada refleks Babinski.
54
Sistem Saraf
5. Refleks Schaefer
- Pemeriksa memijat tendo achilles
- Positif seperti pada refleks Babinski.
6. Refleks Rossolimo
- Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal jari-jari kaki di
daerah plantar pedis
- Positif bila terdapat gerakan fleksi dari jari-jari kaki
8. Refleks Hoffmann-Trommer
- Pemeriksa memposisikan sendi pergelangan tangan penderita dalam posisi
ekstensi
- Dilakukan “petikan” pada kuku jari tengah (tekan terminal phalanx ke arah
bawah, lalu sekonyong-konyong lepaskan)
- Positif bila terjadi fleksi keempat jari lainnya.
55
Blok 17
56
Sistem Saraf
Refleks Gordon
1. Pemeriksa memijat m.gastrocnemius
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Schaefer
1. Pemeriksa memijat tendo achilles
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Rossolimo
Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal
1.
jari-jari kaki di daerah plantar pedis
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Mendel Bechterew
Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal
1.
jari-jari kaki di daerah dorsum pedis
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Hoffmann-Trommer
Pemeriksa memposisikan sendi pergelangan tangan
1.
penderita dalam posisi ekstensi
Dilakukan “petikan” pada kuku jari tengah (tekan
2. terminal phalanx ke arah bawah, lalu sekonyong-
konyong lepaskan)
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
3.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
TOTAL
57
Blok 17
Anamnesis
Tingkat keterampilan: 4A
Dedeh
1. Data umum
Selain data umum seperti nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, status marital,
sosial ekonomi, dll, ada beberapa informasi esensial mengenai pasien:
• Usia
o Beberapa gangguan neurologis berhubungan dengan kelompok usia
tertentu.
58
Sistem Saraf
• Pekerjaan
o Pasien mungkin mengalami pajanan tertentu terhadap toksin atau
agen potensial penyebab penyakit lainnya sehubungan dengan
pekerjaannya.
o Beberapa gejala neurologis dapat membatasi kemampuan pasien
dalam melakukan pekerjaan tertentu.
• Kidal atau tidak
o Untuk mendapatkan informasi mengenai hemisfer serebri dominan.
o Untuk menetapkan sejauh mana ketidakmampuan pasien jika gejala
terjadi pada ekstremitas atas.
2. Keluhan utama
Keluhan utama dan lamanya keluhan biasanya kita dapatkan dalam tahap awal
anamnesis. Biarkan pasen mengemukakan keluhannya dalam bahasa pasen
sendiri. Setelah pasien mendeskripsikan gejalanya, pemeriksa harus melakukan
klarifikasi ulang atas apa yang telah dikemukakan pasen. Misalnya keluhan
“pusing” harus diklarifikasi kembali, apakah yang dimaksud pasen adalah “nyeri
kepala” (cephalgia) atau “rasa berputar” (vertigo)?
59
Blok 17
karbohidart dalam jumlah banyak dan aktivitas fisik berat. Grafik di bawah ini
memperlihatkan pola waktu timbulnya gejala penyakit saraf.
Dengan menggunakan contoh lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh
sisi kontralateral, onset yang cepat (detik, menit, atau beberapa jam) dan kejadian
ikutan yang statis, mungkin dengan beberapa perbaikan, memberi kesan suatu
kejadian vaskular (stroke), yaitu perdarahan atau infark. Suatu kejadian dengan
progresi lambat (beberapa hari, minggu, atau bulan) lebih mengarah ke lesi berupa
massa yaitu tumor. Kejadian yang berulang dengan pola remisi (dengan gejala khas
yang berkembang dan membaik dalam hitungan hari atau minggu, kemudian
mungkin kambuh dengan waktu kejadian yang serupa) umumnya mengarah pada
proses inflamasi atau demielinisasi kronik, di mana sklerosis multipel merupakan
contoh utama pada sistem saraf pusat.
b. Deskripsi keluhan
Seperti anamnesis lainnya, deskripsikan keluhan pasen lebih lanjut dengan
memperhatikan ketujuh hal di bawah ini:
- Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
- Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
- Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
- Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
- Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
- Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
- Analisis sistem yang menyertai keluhan utama
60
Sistem Saraf
Lesi (kelainan) di lokasi korteks serebri, substansia alba, ganglia basalis dan
batang otak dapat menyebabkan gangguan motorik berupa lemah/ lumpuh
separuh tubuh (hemiparesis) disertai baal separuh tubuh (hemihipestesi).
Bagaimana membedakan lesi di korteks serebri dengan kelainan subkortikal? Lesi
di korteks serebri dapat disertai gangguan fungsi luhur misalnya gangguan bahasa
(afasia/ disfasia), agnosia, gangguan visuospatial seperti hemianopia. Lesi iritatif
dapat menjadi fokus epileptogenik sehingga menyebabkan bangkitan (seizure) atau
kejang kontralateral. Lesi di ganglia basalis dapat bermanifestasi sebagai
gangguan motorik ekstrapiramidal seperti adanya parkinsonism (resting tremor,
akinesia atau bradikinesia dan rigiditas), hiperkinetik seperti khorea, athetosis dan
ballismus. Semua lesi tersebut dapat disertai gangguan sensibilitas.
Saraf kranial Keluhan yang timbul akibat lesi pada saraf kranial ini
(anamnesis)
N. olfactorius Hiposmia (kurang membau), parosmia (gangguan persepsi
penciuman, misalnya pasen merasa mencium bau busuk
padahal saat itu tidak tercium bau busuk), hiperosmia
N. opticus Hemianopia (gangguan separuh lapang pandang, saat berjalan
mungkin saja pasen sering menabrak barang di satu sisi),
61
Blok 17
62
Sistem Saraf
Lesi radiks saraf spinal menimbulkan nyeri radikuler, yaitu nyeri menjalar
sepanjang radiks yang bersangkutan, yang bertambah dengan manuver valsalva
seperti bersin, batuk atau mengedan. Gangguan sensorik dapat berupa baal
(hipestesi) pada dermatom yang dipersarafi, sehingga mungkin rasa baal tersebut
terlokalisir dan pasen dapat menyebutkan dengan tepat lokasi mana yang terasa
“baal” atau “kebas” tersebut. Bila kelainan yang ada menyebabkan kompresi radiks
(misalnya Hernia Nukleus Pulposus atau tumor) maka dapat disertai monoparesis.
Kelainan Otot bersifat umum atau difus mengenai otot-otot seluruh tubuh.
Biasanya bersifat herediter. Periodik paralisis mempunyai ciri khas kelumpuhan
otot seluruh ekstremitas yang terjadi akut, mengenai usia muda, bersifat periodik
(ada serangan ber-ulang). Periodik paralisis dicetuskan oleh istirahat setelah
latihan, stres, atau makan tinggi karbohidrat. Distrofi Muskular Progresif (DMP)
bersifat X-linked resesif sehingga manifes pada anak laki-laki. Gejala mulai terlihat
pada usia
63
Blok 17
3 - 5 tahun. Gejala awal tampak sebagai kesulitan berjalan atau berlari, anak sering
terjatuh. Ini bersifat progresif. Karena kelemahan terutama mengenai otot-otot
proksimal ekstremitas, maka mungkin orangtua pasen melihat bahwa anaknya jika
duduk tidak bisa langsung berdiri. Pasen harus terlebih dulu berjongkok dan
bertumpu paa kekuatan tangan untuk berdiri. Hal ini disebut sebagai tanda Gower.
64
Sistem Saraf
Gangguan kesadaran
Pingsan, pandangan gelap, kejang*
Gangguan pola tidur
Gejala ekstremitas
Kesulitan dalam mengangkat, menggenggam, gerakan halus jari, lamban
Gangguan pola berjalan, kelemahan atau kekakuan kaki, gangguan
keseimbangan
Hilangnya sensasi, perubahan sensasi, sensasi baal*
Gerakan involunter, inkoordinasi
Gangguan sfingter
Kandung kemih, usus, disfungsi seksual
Hal-hal yang perlu digali di sini tentu saja tergantung keluhan pasen dan
pengetahuan kita mengenai diagnosis banding yang mungkin dari keluhan
tersebut.
65
Blok 17
66
Sistem Saraf
67
Blok 17
68