Anda di halaman 1dari 22

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA


ADE IRMA, S.Sos, M.AP.

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Achmad Nur Halim F33123020


Jonasius Sapo Siga F33123018
Muh. Fikri F33123045
Putra Setiawan F33123047
Defianus Duni F33123042
Subar F33123002
Moh. Fikal F33123006
Rahman Laisi F33123017
Khusnul F33123055
Awura Saputra F33123046
Muh. Juanda F33123078
Muh. Amri F33123087
Akbar F33118090

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
29 Februari, 2024

P a g e 1 | 22
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3 Tujuan dan manfaat..........................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
2.1 Pengertian dan Fungsi Kebudayaan.................................................................................5
2.1.1 Pengertian Kebudayaan.............................................................................................5
2.1.2 Fungsi kebudayaan....................................................................................................9
2.2 Jenis dan Ragam Kebudayaan di Masyarakat..................................................................9
2.3 Fungsi Akal Dan Budi Manusia Dalam Pengembangan Budaya...................................11
2.4 Memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep budaya dasar.............13
2.5 Proses dan Perubahan Kebudayaan................................................................................14
2.6 Problematika sosial kebudayaan....................................................................................16
BAB III.....................................................................................................................................21
PENUTUP................................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................21
3.2 Saran...............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................22

P a g e 2 | 22
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia telah diberi anugrah oleh Allah SWT berupa akal dan nafsu,
akal dan nafsu inilah yang mendorong manusia untuk menciptakan sesuatu yang dapat
mewujudkan cita-cita atau penghargaannya. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut manusia
telah menciptakan sains, teknologi dan seni sebagai salah satu sarana sehingga sejak saat itu
kehidupan manusia mulai berubah. Selain itu sains, teknologi, dan seni juga telah
mempengaruhi peradapan manusia dalam kehidupannya terutama dalam bidang budaya.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan seni diharapkan dapat memberikan


pengaruh yang positif terhadap bidang-bidang lain, khususnya budaya yang menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia. Pemanfaatan kemajuan teknologi, dan seni secara baik
haruslah diterapkan, sehingga dapat menjaga kelestarian budaya bangsa.

Manusia tidak dapat lepas dari kebudayaan, disebabkan kebudayaan merupakan cara
beradaptasi manusia dengan lingkungannya yang merupakan warisan sosial. Dan kebudayaan
itu sendiri bagi manusia berguna untuk mengatur hubungan antar manusia dan sebagai wadah
masyarakat menuju taraf hidup tertentu yang lebih baik, manusiawi, dan berperi
kemanusiaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan fungsi kebudayaan ?

2. Bagaimana jenis dan ragam kebudayaan di lingkungan masyarakat ?

1. Bagaimana fungsi akal dan budi manusia dalam menanggapi pengembangan kebudayaan ?

2. Bagaimana memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep dasar budaya ?

3. Jelaskan proses dan perubahan budaya !

4. Jelaskan problematika sosial kebudayaan !

1.3 Tujuan dan manfaat


Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi setiap
orang untuk memahami segala aspek tentang kebudayaan seperti halnya : pengertian
kebudayaan, fungsi kebudayaan, jenis dan ragam kebudayaan, fungsi akal dan budi dalam

P a g e 3 | 22
pengembangan kebudayaan, proses dan perubahan kebudayaan, serta problematika sosial
budaya.

Kita sebagai subyek yang berperan utama mempunyai peranan yang sangat penting
dalam aspek sebagai pelaku budaya. Dengan kita menjaga kelestarian budaya maka kita dapat
melestarikan kebiasaan-kebiasaan yang membentuk pribadi kita masing-masing. Budaya
merupakan ciri khas dari suatu daerah yang menggambarkan hubungan kebersamaan atau
panutan di antara masyarakat setempat.

Dari banyak ragam budaya yang ada masing-masing memiliki arti atau pengertian
masing-masing dari budaya tersebut. Dan cara melakukannya juga berbeda-beda, ini
menunjukkan bahwa budaya merupakan cerminan dari diri seseorang.

P a g e 4 | 22
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Fungsi Kebudayaan


2.1.1 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial. Secara umum,
kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras dengan pengertian kebudayaan sehari-hari
yang hanya merujuk pada bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan
kesenian. Istilah kebudayaan ini berasal dari bahasa latin Cultura dari kata dasar colere yang
berarti berkembang atau tumbuh.

Dalam ilmu-ilmu sosial istilah kebudayaan sesungguhnya memiliki makna bervariasi


yang sebagian diantaranya bersumber dari keragaman model yang mencoba menjelaskan
hubungan antara individu, masyarakat, dan kebudayaan.

Setiap individu menjalankan kegiatan dan menganut keyakinannya sesuai dengan


warisan sosial atau kebudayaannya. Hal ini bukan semata-mata karena adanya sanksi
tersebut, atau karena mereka merasa menemukan unsur-unsur motivasional dan emosional
yang memuaskan dengan menekuni kegiatan-kegiatan dan keyakinan cultural tersebut.

Dalam rumusan ini , istilah warisan sosial disamakan dengan istilah kebudayaan.
Lebih jauh, model tersebut menyatakan bahwa kebudayaan atau warisan sosial lebih adaptif
baik secara sosial maupun individual, mudah dipelajari, mampu bertahan dalam waktu lama,
normative dan mampu menimbulkan motivasi. Namun tinjauan empiris terhadapnya
memunculkan definisi terbaru tentang kebudayaan seperti yang diberikan EB Taylor

1. Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,


seni, moral, hukum, adab, serta kemampuan dan kebisaan lainnya yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat”

Kebanyakan ilmuwan sosial membatasi definisi kebudayaan sehingga hanya mencakup aspek
tertentu dari warisan sosial. Biasanya pengertian kebudayaan dibatasi pada warisan sosial
yang bersifat mental atau non fisik. Sedangkan aspek fisik dan artefak sengaja disisihkan.
Hanya saja definisi yang terlanjur berkembang adalah definisi sebelumnya dimana
kebudayaan diartikan bukan sekedar istilah deskriptif bagi sekumpulan gagasan, tindakan dan

P a g e 5 | 22
obyek, melainkan juga merujuk pada entitas-entitas mentalyang menjadi pijakan tindakan dan
munculnya obyek tertentu.

Consensus yang kini dianut oleh para ilmuwan sosial masih menyisihkan aspek emosional
dan motivasional dari istilah kebudayaan, dan mereka tetap terfokus maknanya sebagai
himpunan pengetahuan, pemahaman atau proposisi. Namun mereka mengakui bahwa,
sebagian proposisikultural membangkitkan emosi dan motivasi yang kuat. Dalam kasus ini
proposisi tersebut dikatakan telah terinternalisasi.

2. Sebagian ilmuwan sosial bahkan berusaha membatasi lagi pengertian istilah kebudayaan
tersebut hingga hanya “mencakup bagian-bagian warisan sosial yang melibatkan representasi
atas hal-hal yang dianggap penting, tidak termasuk norma-norma atau pengethauan
procedural mengenai bagaimana sesuatu harus dikerjakan” (Schneider, 1968)

3. Sementara itu ada pula yang membatasi pegertian kebudayaan sebagai makna-makna
simbolik yang mengandung muatan representasi dan mengkomunikasikannya dengan
peristiwa nyata. Geertz menggunakan makna ini secara eksklusif sehingga ia tidak saja
mengesampingkan aspek-aspek afektif, motivasional, dan normative dari warisan sosial
namun juga mempermasalahkan penerapan makna kebudayaan dalam individu. Menurutnya,
“kebudayaan hanya berkaitan dengan makna-makna public yang terus berlaku meskipun
berada diluar jangkauan pengetahuan individu ; contohnya mungkin adala lajabar yang
dianggap selalu benar dan berlaku, meski sedikit saja orang yang menguasainya”.

4. ]Perselisihan mengenai definisi kebudayaan itu mengandung argumen-argumen implisit


tentang sebab-sebab atau asal mula warisan sosial. Misalnya saja ada kontroversi mengenai
koheren atau tidaknya kebudayaan itu sehingga lebih lanjut kita dapat mempertanyakan sifat
alamiahnya. Disisi lain para ilmuwan sosial memendang keragaman dan kontradiksi di
seputar pengertian atau definisi kebudayaan itu sebagai sesuatu yang wajar. Meskipun
hamper setiap elemen kebudayaan dapat ditemukan pada hubungan-hubungan natar elemen
seperti yang ditunjukkan oleh Malinowski dalam Argonauts of the Western Pacifis (1922)

5. Tidak banyak bukti yang mendukung dugaan akan adanya pola tunggal hubungan tersebut
seperti yang dikemukakan oleh Ruth Benedict dalam bukunya Pattern of Culture (1934)

6. Berbagai persoalan yang melingkupi upaya intergrasi definisi-definisi kebudayaan terkait


dengan masalah lain, yakni apakan kebudayaan itu merupakan suatu entitas padu atau tidak.
Jika kebudayaan dipandang sebagai suatu kumpulan elemen yang tidak memebentuk

P a g e 6 | 22
kesatuan koheren, maka yang harus diperhitungkan adalah fakta bahwa warisan sosial
senantiasa melebur dalam suatu masyarakat. Sebaliknya jika kita menganggap kebudayaan
itu sebagai suatu kesatuan koheren, maka kumpulan elemen-elemennya bisa dipisahkan dan
dibedakan satu sama lain.

7. Kerancuan tersebut lebih jauh membangkitkan minat untuk menelaah koherensi dan
integrasi kebudayaan, mengingat dalam kenyataannya pengetahuan anggota
masyarakattentang kebudayaan mereka tidaklah sama. Hanya saja tidak ada metodeyang
telah terbukti handal untuk mengukur sejauh mana koherensi dan integrasi sebuah
kebudayaan. Bahkan muncul bukti-bukti yang menunjukkan bahwa elemen-elemen budaya
cenderung dapat digolongkan menjadi dua bagian besar. Pertama adalah sejumlah kecil
elemen yang hampir dipunyai oleh semua anggota masyarakat sehingga diantara mereka
dapat tercipta suatu hubungan yang saling pengertian. (misalnya lampu merah berarti tanda
berhenti), sedangkan yang kedua adalah elemen-elemenkultural yang hanya diketahui oleh
sebagian anggota masyarakat yang menyandang status sosial tertentu.(misalnya, pelanggaran
ketentuan kontrak tidak bisa diterima)

8. Dibalik kerancuan definisi ini terdapat masalah-masalah penting lainnya yang juga harus
dipecahkan. Keragaman definisi kebudayaan itu sendiri dapat dipahami sebagai giatnya
upaya mengungkap hubungan kausalitas antara berbagai elemen warisan sosial. Sebagai
contoh , dibalik pembatasan definisi kebudayaan pada aspek-aspek presentasional dari
warisan sosial itu terletak hipotesis yang menyatakan bahwa norma-norma, reaksi emosional,
motivasi dan sebagainya sangat ditentukan oleh kesepakatan awal tentang keberadaan,
hakekat dan label atas sesuatu hal. Misalnya saja norma kebersamaan dan perasaan terikat
dalam kekerabatan hanya akan tercipta jika ada system kategori yang membedakan kerabat
dan non kerabat. Demikian pula definisi cultural kerabat sebagai ‘orang-orang yang memiliki
hubungan darah’ mengisyaraktkan adanya kesamaan identitas yang memudahkan
pembedaannya. Jika representasi cultural memang memiliki hubugan kausalitas dengan
norma-norma, sentiment dan motif, maka pendefinisian kebudayaan sebagai representasi
telah memusatkan perhatioan pada apa yang paling penting. Hanya saja keuntungan dari
focus yang tajam itu dipunahkan oleh ketergantungan definisi itu terhadap asumsi-asumsi
yang melandasinya, yang acap kali kelewat sederhana.

9. Komponen utama kebudayaan :

• Individu

P a g e 7 | 22
• Masyarakat

• alam

Dari catatan Supartono, 1992, terdapat 170 definisi kebudayaan. Catatan terakhir
Rafael Raga Manan ada 300 buah, beberapa diantaranya :

• Ki Hajar Dewantara

Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua
pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

• Robert H Lowie

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat,


mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang
diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang
didapat melalui pendidikan formal atau informal

• Keesing

Kebudayaan adalah totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang terakumulasi


dan yang ditransmisikan secara sosial

• Koentjaraningrat

Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan
dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya

• Rafael Raga Manan

Kebudayaan adalah cara khas manusia beradaptasi dengan lingkungannya, yakni cara
manusia membangun alam guna memenuhi keinginan-keinginan serta tujuan hidupnya, yang
dilihat sebagai proses humanisasi.

• Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi

10. Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah.
P a g e 8 | 22
2.1.2 Fungsi kebudayaan
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti
kekuatan alam, maupun yang bersumber dari persaingan manusia itu sendiri untuk
mempertahankan kehidupannya. Manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan baik
dibidang materiil maupun spiritual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, untuk sebagian
besar dipenuhi oelh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri. Hasil karya
masyarakat menghasikan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan
utama melindungi masyarakat terhadap lingkungan. Pada masyarakat yang taraf
kebudayaannya lebih tinggi, teknologi memungkinkan untuk pemanfaatan hasil alam bahkan
munghkin untuk menguasai alam. Di sisi lain karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-
nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan masyarakatnya.

Kebudayaan berguna bagi manusia untuk melindungi diriterhadap alam, mengatur


hubungan antar manusia, dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Kebudayaan
akan mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai hidup untuk dapat
bertahan, menggerakkan serta membawa masyarakat kepada taraf hidup tertentu yaitu hidup
yang lebih baik, manusiawi, dan berperi-kemanusiaan.

2.2 Jenis dan Ragam Kebudayaan di Masyarakat


Mohammad Yusuf Melatoa dalam Ensiklopedia Suku Bangsa Di Indonesia
menyatakan Indonesia terdiri dari 500 etnis suku bangsa yang tinggal di lebih dari 17.000
pulau besar dan kecil. Mereka masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda dengan
yang lainnya. Perbedaan itu dalam kita lihat dengan menelaah unsur-unsur kebudayaan
seperti dibawah ini.

Unsur-unsur kebudayaan menurut C Kluckhohn dalam bukunya Universal Categories of


Culture meliputi Cultural universals yaitu,

a. Peralatan dan perlengkapan hidup ( pakaian, perumahan, alat-alat produksi, transportasi)

b. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem


produksi,distribusi )

c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, perkawinan)

d. Bahasa (lisan maupun tertulis)

f. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dll)

P a g e 9 | 22
g. Sistem pengetahuan

h. Religi (system kepercayaan)

Cultural universals tersebut dapat dijabarkan lagi kedalam unsure-unsur yang lebih
kecil. Ralph Linton menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity.

Sebagai contoh cultural universals pencaharian hidup dan ekonomi antara lain
mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, system produksi, dll. Kesenian
misalnya meliputi kegiatan seni tari, seni rupa dll. Selanjutnya Ralph Linton merinci
kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsure-unsur yang lebih kecil lagi yang
disebutnya trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi unsure-unsur irigasi,
sistem pengolahan tanah dengan bajak, system hak milik atas tanah, dan sebagainya.
Selanjutnya trait complex mengolah tanah dengan bajak akan dapat dipecah ke dalam unsure
yang lebih kecil umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik pengendalian bajak,
dan sebagainya.

Akhirnya sebagai unsur kebudayaan yang terkecil membentuk trait adalah items. Bila
diambil contoh alat bajak terdiri dari gabungan alat-alat yang lebih kecil yang dapat
dilepaskan, tetapi pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak
tersebut dihilangkan, maka tak dapat menjalankan fungsinya sebagai bajak.

Ciri Kebudayaan :

• Bersifat menyeluruh

• Berkembang dalam ruang / bidang geografis tertentu

• Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu

Wujud kebudayaan:

• Ide : tingkah laku dalam tata hidup

• Produk : sebagai ekspresi pribadi

• Sarana hidup

• Nilai dalam bentuk lahir

Sifat kebudayaan
P a g e 10 | 22
• Beraneka ragam

• Diteruskan dan diajarkan

• Dapat dijabarkan :

– Biologi

– Psikologi

– Sosiologi : manusia sebagai pembentuk kebudayaan

• Berstruktur terbagi atas item-item

• Mempunyai nilai

• Statis dan dinamis

• Terbagi pada bidang dan aspek

2.3 Fungsi Akal Dan Budi Manusia Dalam Pengembangan Budaya


Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia.
Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan
dan peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi akal adalah
untuk berfikir. Kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali apa yang
telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan masalah dan akhirnya membentuk
tingkah laku.

Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan
sebagai batin manusia, panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala
sesuatu.

Jadi jelas bahwa fungsi akal dan budi manusia adalah menunjukkan martabat manusia
dan kemanusiaan sebagai pemegang amanah makhluk tertinggi di alam raya ini.

Kegiatan-kegiatan yang dipelajari itu merupakan salah satu bagian dari kebudayaan
masyarakat secara keseluruhan. Didalamnya juga termasuk artefak dan berbagai kontruksi
proporsi kompleks yang terekspresikan dalam system symbol yang kemudian terhimpun
dalam bahasa. Melalui symbol-simbol itulah tercipta keragaman entitas yang sangat kaya
yang kemudian disebut sebagai obyek konstruksi cultural sepoerti uang, system kenegaran,
pernikahan, permainan, hukum, dan sebagainya, yang keberadaannya sangat ditentukan oleh
kepatuhan terhadap system aturan yang membentuknya. System gagasan dan simbolik
P a g e 11 | 22
warisan sosial itu sangatlah penting karena kegiatan-kegiatan adaptif manusia sedemikian
kompleks dan beragam sehingga mereka tidak bisa mempelajari semuanya sendiri sejak awal.
Serta manusia juga memiliki kemampuan daya sebagai berikut :

• Akal, intelegensia dan intuisi

Dengan kadar intelegensia yang dimiliki manusia mampu belajar sehingga menjadi
cerdas, memiliki pengetahuan dan mampu menciptakan teknologi. Intuisi menurut Supartono
sering setengah disadari, tanpa diikuti proses berfikir cermat, namun bisa menuntun pada
suatu keyakinan.

• Perasaan dan emosi

Perasaan adalah kemampuan psikis yang dimiliki seseorang, baik yang berasal dari
rangsangan di dalam atau diluar dirinya. Emosi adalah rasa hati, sering berbentuk perasaan
yang kuat, yang dapat menguasai seseorang, tetapi tidak berlangsung lama

• Kemauan

Kemauan adalah keinginan, kehendak untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Kemauan dalam arti positif adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan hidup yang
dikendalikan oleh akal budi.

• Fantasi

Fantasi adalah paduan unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia untuk
menciptakan kreasi baru yang dapat dinikmati.

• Perilaku

Perilaku adalah tabiat atau kelakuan, merupakan jati diri seseorang yang berasal dari
lahir sebagai factor keturunan yang kemudian diwarnai oleh factor lingkungannya.

Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk
manusia, namun manusia sendiri adalah produk kebudayaan. Peter L Berger menyebutnya
sebagai dialektika fundamental yang terdiri dari tiga tahap yaitu :

• Tahap eksternalisasi, yaitu proses pencurahan diri manusia secara terus menerus kedalam
dunia melalui aktifitas fisik dan mental

P a g e 12 | 22
• Tahap obyektifitas, yaitu tahap aktifitas manusia menghasilkan realita obyektif, yang berada
diluar diri manusia

• Tahap internalisasi, yaitu tahap dimana realitas obyektif hasil ciptaan manusia dicerap oleh
manusia kembali.

Manusia sebagai makhluk budaya adalah pencipta kebudayaan. Kebudayaan adalah ekspresi
eksistensi manusia didunia.

2.4 Memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep budaya dasar


Berbagai cara untuk memanusiakan manusia :

-Keadilan

Keadilan adalah salah satu moral dasar bagi kehidupan manusia. Keadilan mengacui
pada suatu tindakan baik yang mesti dilakukan oleh setiap manusia.

-Penderitaan

Penderitaan adalah teman paling setia kemanusiaan. Ini melengkapi cirri paradoksal
yang menandai eksistensi manusia didunia.

-Cintakasih

Cintakasih adalah perasaan suka kepada seseorang yang disertai belas kasihan. Cinta
merupakan sikap dasar ideal yang memungkinkan dimensi sosial manusi menemukan
bentuknya yang khas manusiawi

-Tanggungjawab

Tanggungjawab adalah kwajiban melakukan tugas tertentu yang dasarnya adalah


hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk yang mau menjadi baik dan memperoleh
kebahagiaan.

-Pengabdian

Pengabdian diartikan sebagai perihal memperhamba diri kepada tugas-tugas yang


dianggap mulia

-Pandangan hidup

Pandangan hidup berkenaan dengan eksistensi manusia didunia dalam hubungannya


dengan Tuhan, dengan sesame dan dengan alam tempat kita berdiam.

P a g e 13 | 22
-Keindahan

Eksistensi manusia didunia diliputi dan digairahkan oleh keindahan. Manusia tidak
hanya penerima pasif tetapi juga pencipta keindahan bagi kehidupan.

-Kegelisahan

Kegelisahan merupakan gambaran keadaan seseorang yang tidak tenteram hati


maupun perbuatannya, merasa khawatir tidak tenang dalam tingkah laku, dan merupakan
salah satu ekspresi kecemasan.

2.5 Proses dan Perubahan Kebudayaan


Proses pembudayaan adalah tindakan yang menimbulkan dan menjadikan sesuatu
lebih bermakna untuk kemanusiaan. Proses tersebut diantaranya :

a. Internalisasi

Merupakan proses pencerapan realitas obyektif dalam kehidupan manusia.

b. Sosialisasi

Proses interaksi terus menerus yang memungkinkan manusia memperoleh identitas


diri serta ketrampilan-ketrampiulan sosial. Dalam keseharian sosialisasi bisa dikatakan
sebagai proses menjelaskan sesuatu kepada anggota masyarakat agar mengetahui adanya
suatu konsep, kebijakan, suatu peraturan yang menyangkut hak dan kwajiban mereka.

c. Enkulturasi

Enkulturasi adalah pencemplungan seseorang kedalam suatu lingkungan kebudayaan,


dimana desain khusus untuk kehidupan kelihatan sebagai sesuatu yang alamiah belaka.

d. Difusi

Meleburnya suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain sehingga menjadi satu


kebudayaan.

e. Akulturasi

Akulturasi adalah percampuran dua atau lebih kebudayaan yang dalam percampuran
itu masing-masing unsurnya masih kelihatan.

P a g e 14 | 22
f. Asimilasi

Asimilasi adalah proses peleburan dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain.

Perubahan sosial dan kebudayaan merupakan segala perubahan pada lembaga-


lembaga kemasyarakatan di dalam suataau masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya,
termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku diantara kelompok-
kelompok dalam masyarakat.

Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan, perubahan bagi


masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat berupa
perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-
perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang
lambat sekali, akan tetapi ada juga yang cepat.

Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola


perilaku, organisasi, susunan, lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan seterusnya. Dengan diakuinya
dinamika sebagai inti jiwa masyarakat, maka banyak sarjana sosiologi modern yang
mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah perubahan sosial dan kebudayaan dalam
masyarakat. Masalah tersebut menjadi lebih penting dalam hubungannya dengan
pembangunan ekonomi yang diusahakan oleh banyak masyarakat dari Negara yang
kemerdekaan politiknya setelah perang dunia kedua.

• Faktor-faktor penyebab perubahan sosial dan kebudayaan

a. faktor intern

¯ Bertambah atau berkurangnya penduduk

¯ Penemuan-penemuan baru (inovation – discoveri [gagasan] – invention [diterapkan dalam


masyarakat]

¯ Pertentangan-pertentangan dalam masyarakat (konflik)

¯ Pemberontakan / revolusi

b. faktor ekstern

¯ Perubahan lingkungan fisik manusia ( bencana alam )

¯ Pengaruh kebudayaan masyarakat lain


P a g e 15 | 22
¯ Peperangan

• Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan sosial :

v Faktor-faktor yang mendorong :

• Kontak dengan kebudayaan lain

• Sistem pendidikan yang maju

• Sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan untuk maju

• Toleransi terhadap perbuatan menyimpang

• Sistem lapisan masyarakat yang terbuka

• Penduduk yang heterogen

• Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu

• Orientasi ke depan

• Nilai meningkatkan taraf hidup

v Faktor-faktor yang menghambat :

• Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

• Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat

• Sikap masyarakat yang tradisional

o Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested Interest)

o Rasa takut terjadinya kegoyahan dalam integrasi kebudayaan

o Prasangka terhadap hal baru

o Hambatan ideologis

o Kebiasaan

o Sikap pasrah

2.6 Problematika sosial kebudayaan


1) Manusia dan Budaya Unggul
Buku Stephen R Covey berjudul The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness
setidaknya menjadi pemicu diskusi tentang budaya unggul akhir-akhir ini. Para cerdik
P a g e 16 | 22
cendekia pun ribut mencari apa yang sebenarnya unggul dalam diri kita dan apa memang ada
keunggulan itu. Tidak main-main, bahkan Bapak Presiden merasa perlu menyampaikan
kepada rakyatnya untuk melahirkan budaya unggul dalam bangsa ini.

Dalam maksud yang sederhana, budaya unggul akan bisa memulihkan harga diri dan
martabat bangsa ini menjadi bangsa yang tidak mudah dilecehkan dan diharapkan mampu
mengatasi krisis berkepanjangan dan seterusnya. Jika budaya unggul bisa didiskusikan
bersama seiring dengan manusia unggul, setidaknya apa yang dinyatakan oleh Covey sebagai
manusia dengan predikat greatness membawa ingatan kita pada apa yang oleh filosof Jerman,
Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900), dinyatakan sebagai uebermensch yang dalam
bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai superman. Kebudayaan merupakan identitas dari
manusia.

Untuk melahirkan budaya unggul, terlebih dahulu manusia harus bisa menjawab
tantangan yang ada dalam dirinya sendiri. Manusia unggul tidak lahir dari situasi statis,
melainkan dari proses dinamis. Tidak saja dalam pengertian bagaimana upaya menemukan
talenta terbaik dalam diri seseorang, melainkan upaya untuk terus-menerus menjadi manusia
yang lebih (over).

Dalam pengertian ini, Ignas Kleden (2004) menyatakan bahwa manusia hanya akan
berhasil menjadi manusia melalui proses ueberwindung atau overcoming (dalam bahasa
Inggris). Anjuran untuk berproses menjadi manusia unggul sudah dinyatakan dengan amat
jelas dalam Also Sprach Zarathustra. Jelas sekali ketika Nietzsche menulis bahwa pertanyaan
pertama dan satu-satunya yang dianjurkan oleh Zarathustra adalah Wie Wird der Mensch
ueberwubden (bagaimana caranya manusia mengatasi manusia).

Pengertiannya, untuk lahir sebagai superman, manusia harus terus-menerus mengatasi


dirinya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia unggul, manusia harus bisa meningkatkan
dirinya dari sekadar manusiawi (humanus) menjadi lebih manusiawi (humanior). Manusia
unggul keluar dari proses dinamis dan penuh tantangan, manusia yang bisa menggunakan
kehendak dan kuasanya untuk mengatasi rasa lemahnya. Nietzsche adalah filsuf yang begitu
yakin bahwa manusia harus berdiri di atas sifat-sifat konkretnya.

Manusia bukanlah suatu konsep abstrak sebagaimana dipahami oleh kaum idealis atau
juga kaum materialis. Keduanya sering melahirkan pandangan-pandangan dunia yang bersifat
statis. Padahal, hidup dan kehidupan itu sendiri merupakan sesuatu yang dinamis dan
bergerak terus-menerus. Bukankah Nietzsche sendiri menyatakan, man is something that is to
P a g e 17 | 22
be surpassed (Manusia adalah sesuatu yang harus dilampaui). Atau dengan yakin ia
menyatakan, what is great in man is that he is a bridge and not a goal; what is lovable in man
is that he is an over- going and down-going ( Apa yang agung dalam diri manusia adalah
bahwa dia adalah jembatan dan bukan tujuan; apa yang patut dicinta dalam diri manusia
adalah bahwa dia adalah perjalanan naik dan turun ).

Melahirkan manusia unggul jangan disalahpahami hanya dengan pengertian


meloloskan siswa-siswa berprestasi yang mampu merengkuh juara olimpiade fisika,
matematika, atau kimia. Menjadi manusia unggul biasa dialami oleh siapa saja yang mampu
mengatasi kediriannya menuju kedirian yang lebih. Sifat serakah dan senang korupsi adalah
manusiawi dan bahkan menjadi bagian tak terpisah dari manusia. Untuk lahir menjadi
manusia unggul, seseorang harus bergerak untuk memperbarui kemanusiawiannya menjadi
lebih manusiawi dengan menjelma menjadi manusia yang tidak serakah dan senang korupsi.

Seorang pejabat akan bernilai lebih jika setiap saat dia berhasil mengawasi dan
menekan nafsu korupsinya. Dalam mengarungi bahtera kehidupan yang nyata itulah manusia
diberi kuasa untuk memikul tanggung jawab atas dirinya sendiri. Dia harus menciptakan
nilai-nilai untuk dirinya sendiri pada saat perjalanan kehidupan tersebut.

Di sini dapat dipahami mengapa Nietzsche amat membenci pada mereka yang mudah
menyerahkan diri pada skema nilai-nilai yang diciptakan di luar dirinya sendiri. Nietzsche
menyebut mereka sebagai “manusia bermoral gerombolan” atau “bermoral budak”. Mereka
adalah para pengecut yang hanya bisa berlindung di balik nilai-nilai yang menjerat
kedigdayaannya.

“The ignorant, to be sure, the people-they are like a river on which a boat floateth
along; and in the boat sit the estimates of value, solemn and disguised”. Mereka seperti
sebuah sungai yang di atasnya mengambang sebuah perahu; dan di dalam perahu itu duduk
nilai yang dihargai, penuh kemeriahan dan samaran.

Manusia unggul, jika mau merujuk pada Nietzsche, bisa lahir dan dilahirkan dari
manusia yang tak lagi menggantungkan diri segala tekanan dari luar. Dengan tidak
memperpanjang segala kontroversi pendapat Nietzsche, budaya unggul dalam perspektif ini
bisa dijadikan rujukan untuk mengembalikan jati diri dan martabat kebangsaan yang hancur
di tengah keserakahan modal, penguasa, utang luar negeri, bahkan terorisme.

P a g e 18 | 22
2) Komodifikasi kebudayaan

Ada kesan bahwa kebudayaan semakin mejadi komoditas. Kebudayaan seakan-akan


diapropriasi oleh elite politik, elite intelektual, elite birokrat, elite system pendidikan atau
elite budaya sendiri. Apropriasi itu berlangsung atas dua jalur.

Pertama, terungkap dalam pembicaraan tentang kebudayaan masyarakat yang


dikatakan tidak cocok untuk pembangunan. Menurut jalur ini budaya masyarakat perlu
direkayasa supaya sesuai dengan pembangunan. Yang merekayasa adalah elite yang berbeda
dari masyarakat yang menganggap dirinya sudah mempunyai budaya yang sesuai dengan
pembangunan. Jalur itu juga melegitimasi penundaan proses demokratisasi : selama
masyarakat masih memiliki mentalitas yang tidak cocok dengan pembangunan, ia belum
dapat ikut dalam proses penentuan arah perjalanan bangsa Indonesia.

Kedua, berkebalikan dengan yang pertama, yaitu jalur keprihatinan terhadap budaya
bangsa. Dia mendapat ekspresi dalam dua sub lagu yang bersama menghasilkan paduan suara
atau duet harmoniselite yang prihatin. Sub lagu yang pertama disebut lagu museum ; unsure-
unsur positif warisan budaya bangsa perlu dilestarikan. Disini termasuk pakaian nasional,
tari-tarian, sopan santun ketimuran, kekeluargaan, gotong royong dan lain-lain. Dengan
menetapkan apa yang termasuk budaya bangsa, elite menetapkan kelakuan masyarakat yang
mana sesuai dan yang mana tidak sesuai.

Sub-lagu yang kedua mau melindungi budaya nasional terhadap pengeruh buruk dari
luar. Elite yang menganggap diri berwenang untuk menetapkan sikap-sikap mana yang tidak
sesuai dengan budaya bangsa. Disini kita mendengarkan bahwa bangsa Indonesia tidak
mengenal oposisi, bahwa masyarakat kita bermusyawarah daripada memperjuangkan hak-
haknya, tidak bersikap konfrontatif, bahwa bertindak berdasarkan keyakinan sendiri adalah
individualisme, dan oleh karena itu asing.

Hal-hal diatas secara tegas menyatakan bahwa demi budaya bangsa elitelah yang
sebaiknya menentukan arah pembangunan.

3) Tantangan Kebudayaan

Masyarakat kita yang berbudaya akan beruntung apabila mengenal dan akrab dengan
beberapa kebudayaan barat. Sama dengan orang barat yang mengenal dan mencintai
kebudayaan-kebudayaan Timur. Pertemuan dengan kebudayaan lain selalu memperkaya kita
sendiri. Mengagumi karya karya seni Italia, atau menelusuri filsafat Perancis bagi orang timur
P a g e 19 | 22
pasti sangat rewarding. Yang pasti menarik, pelancongan ke dalam kebudayaan lain tidak
cenderung memiskinkan persepsi tentang kebudayaan sendiri, melainkan memperkaya.

Kebudayaan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah kebudayaan modern


tiruan. Dia mengancam karena tidak sejati, tidak substansial, semu, dan ersatz. Kebudayaan
itu membuat kita menjadi manusia plastic, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing,
manusia kosong, manusia latah.

P a g e 20 | 22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial. Secara umum,
kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.

Dari pembahasan diatas kami dapat simpulkan bahwa manusia berhubungan erat
dengan kebudayaan yang ada pada lingkungan sekitarnya. Karena kebudayaan tersebut
merupakan cara beradaptasi untuk mengatur hubungan antar manusia sebagai wadah
masyarakat menuju taraf hidup tertentu.

Kebudayaan berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang sehingga


mengharuskan manusia untuk mengikuti norma-norma yang ada pada budaya tersebut.

Dengan demikian, budaya patokan cara hidup manusia di tempat dia berada. Selain itu
dalam kebudayaan mengajarkan tentang keimanan

3.2 Saran
Kita sebagai mahluk berbudaya semestinya melestarikan budaya yang kita punya,
jangan sampai budaya yang kita punya tidak kita lestarikan dan sampai punah. Karena siapa
lagi jika bukan kita penerus bangsa yang melestarikan?

Kita lestarikan baik-baik budaya yang telah kita punya agar tidak diakui oleh bangsa lain.

P a g e 21 | 22
DAFTAR PUSTAKA

Taylor, E.B (1958/1871) Primitive Culture : Researches in the Development of Mythologi,


Religion, art and Custom, Gloucester, MA.

Spiro, M.E (1987) Culture and Human Nature, Chocago

Schneider, D. (1968) American Kinship : A Cultural Account, Englewood Cliffs, NJ.

Geertz, C. (1973) The Interpretation of Culture, New York.

Malinowski, B (1922) Argonouts of The western Pasific, London.

Benedict. R (1934) Pattern of Culture, Boston, MA.

D’Andrade, R, Culture dalam Jessica Kuper, & Adam Kuper,, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial,
2000

Swartz, M. (1991) The Way The World is : Cultural Processes and Sosial Relations among
the Mombassa Swahili, Berkeley, CA.

D’Andrade, R, Ibid

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setagkai Bunga Sosiologi, edisi pertama,
yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1964, hal 155

Kluckhohn C, dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, edisi ke-4, Rajawali
Pers, 1990

Linton, R, A Study of Man, an introduction, Appleton Century-Croft. Inc., New York, 1936,
hal 397

Saiful Arif, Kompas, Jum’at 17 Februari 2006, HTML

P a g e 22 | 22

Anda mungkin juga menyukai