Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin, was-sholaatu wassalaamu ‘alaa asyrofil anbiyaa-i wal mursaliin,
wa’ala alihi wa’ashabihi aj’ma’iin, Amma ba’du.
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala. Atas limpahan rahmat dan nikmatnya yang tak
terhingga kepada kita semua. Nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat sehat wal afiat, sehingga kita
masih bisa menjalani aktivitas kita di Bulan Ramadhan ini .
Selanjutnya, Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad Shollallhu
ailihi wassalam, kepada keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa istiqomah berjalan
dibawah naungan sunnahnya hingga akhir zaman.
Bulan ramadhan adalalah bulan yang penuh dengan kemuliaan. Bulan dimana nikmat-nikmat Allah
turunkan kepada hambanya begitu besar. Sehingga bulan Ramadhan ini mengajarkan kita untuk pandai
bersyukur.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. ” (QS. Al Baqarah: 185).
Ini menunjukkan bahwa setelah kita mendapatkan nikmat besar di bulan Ramadhan dengan berpuasa,
maka hendaklah ditutup dengan syukur.
Imam As Sa’di berkata, “Kita diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur karena taufik, kemudahan,
peringatan yang telah diberikan di bulan Ramadhan. Syukur ini diwujudkan dengan banyak bertakbir
seusai Ramadhan. Takbir ini disuarakan mulai dari terlihatnya hilal Syawal hingga selesainya khutbah
‘ied.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87).
َو َأَّن الُّشْك َر َيُك وُن ِباْلَقْلِب َو الِّلَس اِن َو اْلَج َو اِر ِح
“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat
tersebut dalam anggota badan.” (Majmu’ Al Fatawa, 11: 135)
Ketika menafsirkan tentang syukur pada ayat 185 dari surat Al Baqarah, Ibnu Katsir berkata, “Jika
kalian telah melakukan perintah yang wajib, meninggalkan keharaman, dan menjaga batasan-batasan
Allah, maka kalian seperti itu disebut orang yang bersyukur.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 62).
Intinya, syukur bukanlah dengan maksiat, syukur dibuktikan dengan ketaatan pada Allah ….
Hal itu juga dicontohkan Nabi Muhammad SAW ketika Nabi melaksanakan salat malam sampai kedua
kakinya bengkak. Aisyah berkata, “Kenapa Anda melakukan semua ini wahai Rasulullah? padahal Allah
telah mengampuni dosa sebelum dan sesudahnya” Beliau menjawab, “Apakah tidak boleh aku menjadi
hamba yang bersyukur”. (HR. Bukhari: 4557 dan Muslim: 2820).
Semoga Ramadhan kali dapat mengantarkan kita pada derajat syukur dan menjadi hamba yang
bersyukur.
Itulah kultum singkat yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan.
Wabillahi taufik wal hidayah, Wa ssalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.