Sektor-sektor yang saat ini tengah menjadi fokus pemerintah antara lain
garmen, animasi, pemrosesan makanan dan minuman, otomotif dan pengolahan
bahan kimia. Untuk mencapai tujuan tersebut, dari 2017 hingga 2019 akan
diadakan pelatihan keterampilan kerja di bidang manufaktur yang
menghubungkan para lulusan SMK dengan dunia industri, disamping memberikan
lebih banyak waktu untuk melakukan praktik di worskshop-workshop. Pentingnya
kerjasama antara SMK dengan industri untuk memastikan relevansi kurikulum,
penyediaan sarana praktik, dan kesempatan kerja bagi siswa/siswi lulusan SMK.
Beberapa alasan mengapa sebagian anak lulusan SMK memilih untuk tidak
melanjutkan ke pendidikan tinggi. Biaya kuliah menjadi salah satu faktor utama
yang membuat anak lulusan SMK memilih untuk tidak kuliah. Menurut data resmi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, biaya kuliah di Indonesia rata-rata
berada di kisaran 2-6 juta per semester. Bagi keluarga yang tidak mampu
membayar, kuliah bisa menjadi beban yang berat. Meskipun saat ini ada banyak
program beasiswa dan bantuan pendidikan yang tersedia, masih ada anak lulusan
SMK yang menganggap mahalnya biaya kuliah sebagai hambatan untuk
melanjutkan pendidikan.
Beberapa anak lulusan SMK juga tidak memiliki ketertarikan yang besar
pada bidang akademi. Mereka lebih tertarik pada memulai karir mereka di dunia
kerja atau terjun ke bidang-bidang yang membutuhkan keahlian teknis seperti
teknisi, perancang grafis, maupun mekanik. Hal ini tidaklah mengejutkan,
mengingat SMK lebih menonjolkan pelajaran praktis dibandingkan dengan teori
seperti halnya yang diajarkan di universitas.
Menurut data Badan Pusat Statistik bulan Februari tahun 2016 menyebutkan
bahwa statistik pengangguran lulusan SMK terhadap tenaga kerja berupa 8.81
persen. Nilai pada tahun 2016 ini paling tinggi banyak orang yang tidak bekerja
atau tidak menemukan lapangan pekerjaan. Jika dibandingkan lulusan SMK
dengan lulusan SMA yang sebesar 5.97 persen, maka mengenai kesimpulan
berapa banyak orang pengangguran antara SMK dengan SMA. Menurut saya
bahwa lulusan SMK tidak cukup baik dibandingkan SMA. Mari kita bandingkan
persentase angkatan kerja. Ada 78.31 persen angkatan kerja lulusan SMK,
sedangkan lulusan SMA hanya 69.58 persen. Artinya, ada begitu banyak lulusan
SMA tidak dimasukkan dalam kategori angkatan kerja. Menurut kategori BPS, hal
ini dimungkinkan lulusan SMA sedang sekolah, atau sedang mengurus.
Jika kita lihat lebih teliti, maka lulusan SMA dan SMK tidak masuk kategori
tenaga kerja karena ada sebagian siswa/siswi yang memilih melanjutkan kuliah
dari pada mencari pekerjaan. Untuk lulusan SMA yang saya dapatkan ada 9
persen melanjutkan pendidikan dan yang melanjutkan kerja 3 persen, sedangkan
lulusan SMK yang saya dapatkan hanya 3.98 persen dan sedangkan mencari
pekerjaannya 9 persen. Artinya, ada kemungkinan lulusan SMA lebih sedikit
menganggur dibandingkan SMK, karena kontribusi lulusan yang melanjutkan
kuliah, sehingga peserta didik tidak dimasukkan perhitungan dikarenakan masuk
kategori bukan tenaga kerja.
Namun, meskipun ada siswa/siswi lulusan SMK yang memilih untuk tidak
melanjutkan kuliah, ada juga banyak anak lulusan SMK yang memilih untuk
kuliah. Mereka memilih kuliah untuk memperoleh ilmu yang lebih luas dan
pengalaman baru serta membuka peluang yang lebih besar di masa depan.
Akhirnya, mereka memilih untuk kuliah ataupun tidak kuliah adalah keputusan
yang sangat pribadi dan tergantung pada keadaan masing-masing individu.
https://blog.maukuliah.id/5-alasan-mengapa-lulusan-smk-haruskah-
lanjut-kuliah/
https://campus.quipper.com/kampuspedia/sekolah-menengah-kejuruan-
smk
https://www.detik.com/jatim/berita/d-6902315/mau-masuk-sma-atau-
smk-ini-perbedaannya/amp
https://id.quora.com/Mengapa-lulusan-SMK-tergolong-susah-
melanjutkan-studi-ke-perguruan-tinggi
LAMPIRAN