Ajén Atikan Dina Folklor Aspék

D A N G I A N G
S U N D A V O L . 2 N O . 2 A G U S T U S 2 0 1 4 | 1

AJÉN ATIKAN DINA FOLKLOR ASPÉK
KAPAMALIAN ANU AYA DI DÉSA
TANJUNGWANGI KECAMATAN CICALÉNGKA
KABUPATÉN BANDUNG
(Tilikan Semiotik)
Diani Permasih1, Dedi Koswara2, Dede Kosasih3

Email: dianipermasih2907@gmail.com, dedi.koswara@upi.edu,
dede.kosasih@upi.edu
Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Kasang tukang tina ieu panalungtikan téh didadasaran ku nguranganna nu maké éta
kapamalian minangka alat pikeun ngadidik jeung ngajaga kasalametan diri di
masarakat. Ieu skripsi téh miboga tujuan pikeun ngumpulkeun kapamalian nu aya
di Desa Tanjungwangi Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. Ieu
panalungtikan ngagunakeun métode déskriptif analitik kalayan ngagunakeun téhnik
observasi jeung wawancara. Data anu kakumpulkeun tuluy dideskripsikeun,
dianalisis dumasar ajén atikan anu ngawengku ajén moral, ajén sosial, ajén agama.
Unggal kapamalian dianalisis unsur semiotikna. Éta kapamalian téh kakumpulkeun
ti lima narasumber anu aya di Désa Tanjungwangi téh aya 94 kapamalian, éta
kapamalian téh dideskripsikeun dumasar hasil wawancara. Aspék-aspék nu
dianalisis dina ieu panalungtikan nyaéta 1) deskripsi harti jeung fungsi kapamalian,
2) analisis ajén atikan nu aya dina kapamalian, sarta 3) unsur semiotik anu
nyangkaruk dina éta kapamalian. Dumasar panalungtikan anu geus dilaksanakeun,
dipiharep ayana tarékah pamaréntah dina ngainventarisir aspék-aspék kapamalian
nu kasebar di masarakat, ku kituna éta kapamalian téh masih dijadikeun alat atawa
média dina ngatik, ngadidik budak.
Kecap galeuh: kapamalian, ajén atikan, semiotik

1
Penulis Utama
2
Penulis Penanggung Jawab 1
3

2 | D i a n i P e r m a s i h : A j é n A t i k a n d i n a F o l k l o r . . .
NILAI PENDIDIKAN DALAM FOLKLOR ASPEK

KAPAMALIAN YANG ADA DI DESA
TANJUNGWANGI KECAMATAN CICALENGKA
KABUPATEN BANDUNG
(Ulikan Semiotik)


ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini didasari oleh berkurangnya penggunaan kapamalian

sebagai alat untuk mendidik dan menjaga keselamatan diri oleh masyarakat. Skripsi
ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menginventarisasi kapamalian yang
ada di Desa Tanjungwangi Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan teknik observasi dan
wawancara. Data yang berhasil dikumpulkan lalu dideskripsikan, dianalisis
berdasarkan nilai pendidikan yang mencakup nilai moral, nilai sosial, nilai agama,
dan analisis unsur semiotiknya. Sumber data diambil dari lima narasumber.
Kapamalian yang terkumpul dari hasil wawancara dengan narasumber adalah
sebanyak 94 kapamalian. Aneka kapamalian tersebut dideskripsikan berdasarkan
hasil wawancara. Aspek-aspek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah 1)
deskripsi arti kapamalian, 2) analisis nilai pendidikan yang terdapat dalam
kapamalian, serta 3) unsur semiotik yang terdapat dalam kapamalian tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diharapkan adanya upaya pemerintah
dalam meninventarisir aspek-aspek kapamalian yang tersebar di masyarakat,
sehingga kapamalian tersebut masih dijadikan alat atau media dalam mendidik
anak.

1
Penulis Utama
2
3

D A N G I A N G S U N D A V O L . 2 N O . 2 A G U S T U S 2 0 1 4 | 3

Kata kunci: kapamalian, nilai pendidikan, semiotik,
EDUCATION VALUE IN FOLKLORE ASPECTS OF

SUPERSTITION KAPAMALIAN EXISTEDIN
TANJUNGWANGI CICALENGKA BANDUNG REGENCY
(Semiotic approach)

ABSTRACT
The background of this research is based on the rare use of kapamalian

(superstition) as a tool to educate and protect one self. This research paper is aimed
to collect kapamalian (superstitions) which exist in Tanjungwangi, Cicalengka
Bandung regency. The purpose of the research is for describing the meaning, the
function, analyzing the education value and semiotic approach of the superstitions
(kapamalian). This research was conducted by using descriptive analytic method
with observation and interview as the technics of collecting data. The data gained
then described, analyzed based on the education values, and its semiotic elements.
From one village, five sample informants were chosen. From the interview session, it
is found that there are 94 kapamalian, and then those kapamalian were described
based on the interview between the researcher and the informants. The aspects
analyzed in this research are 1) meaning description of kapamalian, 2) analysis of
education value lies on kapamalian, and 3) semiotic features of those kapamalian.
Based on the research, it is expected that there will be attempts from the government
to preserve the kapamalian aspects spread in the society, so that the kapamalian still
be able to use as a tool or media in educating children.
Keywords: kapamalian, education value, semiotic.

1
Author
2
Co- author 1
3
Co- author 2

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seseorang untuk melakukan hal-hal yang

hidup bersamaan dengan kebudayaan. tidak sesuai dengan norma-norma agama
Manusia memiliki budaya dikarenakan serta norma-sorma sosial. Untuk
manusia mempunyai akal dan fikiran. Akal menghindari pengaruh negatif yang ada di
dan fikiran yang dimiliki manusia adalah lingkungan, manusia membutuhkan sistem
sebagai ciri yang membedakan dengan untuk mengurangi pengaruh negatif
makhluk lainnya. Kebudayaan tersebut tersebut. Sistem yang menanggulangi
diciptakan serta digunakan oleh manusia pengaruh negatif itu berupa aturan norma,
itu sendiri. Kebudayaan akan terus tumbuh kaidah, hukum tertulis dan tidak tertulis.
bersamaan dengan perkembangan jaman. Aturan yang tidak tertulis umumnya
Koentjaraningrat (2009, hlm. 144), terdapat dalam budaya lokal yang salah
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan satunya berupa aspek kapamalian, karena
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya dalam budaya lokal tersebutmengandung
manusia dalam kehidupan masyarakat yang nilai-nilai dan filosofi kehidupan. Dalam
dimiliki oleh manusia melalui proses kapamalian, masyarakat Sunda dahulu
belajar. Kebudayaan sangat mempengaruhi menyampaikan fikiran, rasa, keinginan
terhadap nilai pendidikan masyarakatnya, dalam bentuk lisan dengan cara halus
begitupun sebaliknya pendidikan sangat (dibalibirkeun) agar masyarakat tidak
berpengaruh terhadap perkembangan merasa langsung dinaséhati.
kebudayaan. Dengan pendidikan bisa Pamali merupakan bagian dari folklor.
membuat budaya-budaya yang ada Menurut Jan Harold Brunvand
berkembang dan tidak terbawa arus (Danandjaya, 2007, hlm. 21) folklor terbagi
perkembangan jaman, serta nilai-nilai yang menjadi tiga bagian, yaitu folklor lisan,
terkandung dalam budaya tentu folklor sebagian lisan, dan folklor non
berpengaruh terhadap perkembangan lisan. Folklor lisan yaitu folklor yang murni
pendidikan. berbentuk lisan, yang di antaranya bahasa
Manusia adalah makhluk sosial, yang rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan
membutuhkan orang lain dalam menjalani tradisional, puisi rakyat, cerita prosa rakyat,
kehidupannya. Seperti yang terkandung dan lagu-lagu tradisional. Folklor sebagian
dalam lirik pupuh Pucung: lisan yaitu folklor yang bentuknya berupa
Utamana jalma kudu loba batur campuran antara unsur lisan dengan unsur
Keur silih tulungan, non lisan, yang di antaranya kepercayaan
Silih titipkeun nya diri, rakyat (tahayul), permainan rakyat, teater
Budi akal lantaran ti padajalma rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, upacara,
Oleh sebab itu, manusia hidup dalam pesta rakyat. Folklor non lisan yaitu folklor
satu kelompok yang bisa disebut dengan yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara
masyarakat. membuatnya melalui lisan, yang di
Biasanya, dalam interaksi sosial bisa antaranya arsitektur rakyat, kerajinan
berdampak positif maupun negatif. tangan rakyat, pakaian, perhiasan,
Dampak negatif bisa mempengaruhi makanan, minuman, gerak isyarat


tradisional, suara isarat tradisional, serta jampé, atau nilai-nilai yang didapatkan
musik rakyat. Dari penggolongan diatas, melalui pendidikan atau pengajaran yang
jelas bahwa pamali termasuk ke dalam bisa memberi manfaat agar manusia selalu
folklor sebagian lisan yang termasuk ke ada di jalan kebaikan. Menurut Loree
dalam genre kepercayaan rakyat. (Setiyadi, 2011, hlm. 29), nilai pendidikan
Setiap masyarakat tentu memiliki terdiri dari nilai moral, nilai sosial, dan
kebudayaan masing-masing, salah satunya nilai agama.
berupa kepercayaan rakyat. Kepercayaan Penelitian tentang aspek kapamalian
rakyat di sini berupa pamali atau terbilang penting untuk mengetahui
pantrangan. Kata pamali digunakan untuk seberapa besar dan banyak nilai pendidikan
hal-hal yang bersifat tabu. dalam kapamalian tersebut yang akhirnya
Dalam kehidupan masyarakat Sunda, mempengaruhi sikap dari masarakat
banyak terdapat bentuk kalimat-kalimat pemakainya. Nilai-nilai yang terkandung
larangan/pantrangan, di antaranya dalam pamali tersebut tentunya akan sangat
kapamalian. berpengaruh terhadap kehidupan
Pamali menurut Danadibrata (2009, masyarakat. oleh karena itu, pamali
hlm. 489) nyaéta larangan sepuh dijadikan alat untuk mendidik anak-anak
urang anu maksudna teu meunang oleh para orang tuanya. Salah satu dampak
ngalakukeun hiji pagawéan lantaran ketika kita mendidik anak dengan pamali
sok aya matakna. atau dengan menakut-nakuti anak dengan
Kata pamali, ada yang mudah untuk hal yang membuat dia takut atau merugi,
diartikannya (walau hanya dikira-kira), nantinya anak akan memperhatikan dan
tidak sedikit juga pamali yang susah akhirnya dia merasa takut dan patuh kepada
diartikannya. Terkadang karena susah orang tuanya.
untuk diartikan, akhirnya dianggap sebagai Dalam penelitian kapamalian ini,
lelucon belaka. Tidak ada bedanya dengan selain terdapat analisis tentang nilai
arti dongeng yang akhirnya menjadi arti pendidikan, juga dibahas tentang analisis
lelucon, yaitu “ngabobodo budak céngéng” dengan ulikan semiotik. Hal ini
atau dalam bahasa Indonesia diartikan dikarenakan kapamalian mengandung
sebagai cerita yang dibuat untuk anak-anak makna yang tidak sesuai dengan arti
cengeng. Padahal jika dilihat secara makna sebenarnya atau multitafsir.
dan kefungsiannya, dongeng sangat kaya Zoest (dalam Santosa, 1993, hlm. 3)
akan nilai-nilai pendidikan (Ruhimat, 2006, menerangkan bahwa semiotik sebagai studi
hlm. 41). mengenai tanda-tanda dan semua hal yang
Nilai berarti harga (LBSS, 1995, hlm. berhubungan dengan cara yang
18). Di sini nilai bukan hanya diartikan digunakannya, hubungan dengan tanda
sebagai harga yang dapat diukur dengan yang lainnya, pengirim tanda tersebut, dan
angka, tapi berupa hal yang berhubungan yang menerima tanda tersebut. Peirce
dengan norma kehidupan. Dalam norma- menyebutkan bahwa sesuatu hal bisa
norma kehidupan tentu banyak sekali disebut sebagai tanda jika mewakili sesuatu
terdapat aturan-aturan dengan nilai-nilai (Hoed, 2011, hlm. 19).
pendidikan, mendidik anak berperilaku Dalam penelitian kali ini, digunakan
baik agar bisa patu terhadap norma-norma teori semiotik Peirce, yang terdiri dari
kehidupan. Pendidikan menurut tanda ikon, indeks, dan simbol.
Danadibrata (2009, hlm. 39) adalah Berdasarkan penjelasan di atas,
pembelajaran terhadap hal-hal kebaikan, penelitian kali ini mempunyai tujuan untuk
memberi, mengajarkan mendidik, mendeskripsikan kapamalian, mengetahui
membimbing. Dapat disimpulkan bahwa arti dan fungsi dari kapamlian,
nilai-nilai pendidikan adalah sebuah ajian, menganalisis nilai-nilai pendidikan yang

terkandung dalam kapamlian, serta pendidikannnya, serta dianalisis unsur

menganalisis unsur semiotik yang ada semiotik yang terdapat dalam kapamalian
dalam kapamalian tersebut. tersebut.
Instrumen yang digunakan dalam
METODE PENELITIAN penelitian ini terdiri dari pedoman
Metode yang digunakan dalam observasi, padoman wawancara, serta
penelitian kali ini adalah metode deskriptif media-media yang mendukung dalam
analitik. Metode deskriptif analitik adalah proses penelitian ini yaitu kamera, alat
metode yang mendeskripsikan serta perekam, dan kartu penelitian.
menganalisis. Dengan menggunakan
metode tersebut, diharapkan objek yang HASIL DAN PEMBAHASAN
diteliti bisa diartikan secara maksimal Berdasarkan hasil penelitian,
(Ratna, 2010, hlm. 334). Metode penelitian kapamalian yang terkumpul dari lima
deskriptif memusatkan peneliti untuk narasumber yang ada di Desa
menyelesaikan masalah-masalah aktual Tanjungwangi sebanyak 88 kapamalian.
yang muncul ketika melaksanakan Kapamalian tersebut dideskripsikan arti
penelitian. dan fungsinya, dianalisis nilai pendidikan
Metode deskriptif analitik digunakan yang terdapat dalam kapamalian tersebut,
untuk mendeskripsikan aspek kapamalian serta dianalisis unsur-unsur semiotik yang
yang ada di wilayah Desa Tanjungwangi terdapat dalam kapamalian tersebut.
kecamatan Cicalengka. Data yang sudah Dari hasil analisis data, kapamalian
dikumpulkan, lalu dianalisis mengenai nilai yang terkumpul digolongkan menurut daur
pendidikan yang terkandung di dalam nya, hidup (life cycle) yang terdiri dari urusan
lalu dihubungkan dengan unsur-unsur nikah, urusan kelahiran, urusan sunat, dan
semiotik yang ada dalam kapamalian urusan mati. Selain daur hidup (life cycle),
tersebut. kapamalian yang bersifat umum pun
Desain penelitian ini yaitu (1) termasuk banyak. Kapamalian tersebut
identifikasi masalah (2) mengumpulkeun dianalisis nilai pendidikan yang terdiri dari
data (3) analisa masalah dan (4) nilai moral, nilai sosial, dan nilai agama.
kesimpulan. Lalu penafsiran maksud lain dari
Lokasi penelitian ini yaitu di Desa kapamalian tersebut dianalisis unsur
Tanjungwangi yang berada di Kecamatan semiotik yang terdapat dalam kapamalian
Cicalengka Kabupaten Bandung. Dilihat tersebut.
dari topografi, kondisi wilayah Désa 1. Daur Hidup (Life Cycle)
Tanjungwangi berupa daerah pegunungan. Kapamalian yang mengatur serta jadi
Desa tersebut merupakan desa terujung. pedoman dalam kehidupan masyarakat di
Tapi walaupun begitu, desa tersebut Desa Tanjungwangi digolongkan menurut
termasuk desa yang mempunyai daya tarik daur hidup (life cycle), di antaranya urusan
tersendiri, terutama keadaan alamnya yang nikah, urusan kelahiran, urusan sunat dan
masih asri dan objek wisatanya yang urusan mati. Seluruh kapamalian tersebut
terkenal yaitu Curug Cindulang dan KW digolongkan menurut kegunaan serta siapa
(Kawasan Wisata). yang memakainya. Di bawah ini
Subjek dalam penelitian ini yaitu merupakan hasil dari penggolongan
warga Desa Tanjungwangi Kecamatan kapamalian tersebut.
Cicalengka Kabupaten Bandung, yang Kapamalian yang ada hubungannya
berumur 40 tahun keatas, serta hidup di dengan urusan kawin, ada 9 (10.2%)
desa tersebut dari sejak kecil sampai kapamalian yang berisi khusus untuk yang
tuanya. Dari sumber tersebut, data yang akan dan sudah menikah, yaitu: “Nu rék
dikumpulkan lalu dianalisis fungsi dan nilai kawin teu meunang udar-ider, bisi


diganggu ku mahluk jahat” (Yang akan pinareup”(tidak boleh memakan jambu
menikah tidak boleh bepergian, nanti bekas kelelawar, nanti menyebabkan
diganggu makhluk jahat), “Ulah sok radang buah dada).
dikawinkeun ka dulur, matak pigoréngeun” Kapamalian yang ada hubungannya
(jangan dinikahkan pada saudara, akan dengan urusan sunat, ada 2 (2.3%)
menjadi jelek), “Teu meunang patukeur kapamalian yang isinya berhubungan
pakéan, matak pahili jodona” (tidak boleh dengan urusan disunat, yaitu: “Pamali
bertukar pakaian, nanti tertukar jodohnya), lamun orok awéwé teu digusaran, sok hésé
“Gadis teu meunang ngéndong di mana manggih jodo” (pamali jika bayi
waé, matak jodona direbut ku batur” perempuan tidak di sunat, akan susah
(gadis tidak boleh menginap dimana saja, mendapatkan jodoh), “Nu karék di sunat
nanti jodohnya direbut orang), “Nu geus teu meunang ngaléngkahan tai séro, bisi
kawin teu meunang silihsiaran, teu pantes” hésé cageurna” (yang baru disunat tidak
(yang sudah menikah tidak boleh saling boleh melangkahi kotoran sero, akan susah
siaran, tidak pantas), “Nu geus kawin teu sembuhnya).
meunang ngobrol duaan di jero kamar, bisi Kapamalian yang ada hubungannya
paséa” (yang sudah menikah tidak boleh dengan urusan mati, ada 2 (2.3%)
ngobrol berduaan dalam kamar, nanti kapamalian yang isinya berhubungan
berkelahi), dan “Candoli teu meunang dengan urusan mati, yaitu: “Lamun aya nu
capék rahém kudu saum, supaya lancar maot, teu meunang kuramas, matak
dina hajat” (Candoli tidak boleh makan ngajakan maot” (jika ada yang meninggal,
harus berpuasa, supaya lancar dalam tidak boleh keramas, sebab akan mengajak
acara). untuk mati), “Teu meunang kuramas
Kapamalian yang berhubungan dengan sareupna, matak maot salamangsa” (tidak
urusan kelahiran, ada 39 (44.3%) boleh keramas sore hari, akan mati sore
kapamalian yang berisi mengenai hari).
kapamalian-kapamalian khusus untuk ibu Salian dari itu terdapat kapamalian
mengandung di antaranya “Teu meunang yang bersifat umum, di mana kapamalian
liar ti magrib/salamangsa, bisi dirawu tersebut dipakai oleh seluruh masyarakat
kélong” (tidak boleh berkeliaran sore hari, diluar hal-hal yang ada hubungannya
nanti diganggu makhluk gaib), “Teu dengan daur hidup (life cycle), yaitu 36
meunang nangunjar, bisi orokna (40.9%) kapamalian, di antaranya “Teu
ngalungsar” (tidak boleh duduk meunang nyebut embé, kudu uncal kolong”
selonjoran, nanti bayinya sungsang), (tidak boleh menyebutkan embe, harus
“Kudu nganggo bebengkung/gurita, uncal kolong), “Teu meunang nodong
sangkan pianakan merenah deui” (harus dahar dina kastrol, matak rewog
memakai kain bebengkung, agar rahim barangdahar” (tidak boleh makan
kembali baik), “Teu meunang tuang dina langsung dari kastrol, akan rakus dalam
piring gedé, ngarah santenna leutik” (tidak makan), “Ulah nyoo péso, bisi cilaka”
boleh makan dalam piring besar, agar (tidak boleh bermain pisau, nanti
plasentanya kecil), “Teu meunang loba mendapatkan petaka), “Di Gunung Cinini
teuing ngadahar lada, matak galak teu meunang gagaro, bisi loba kutu” (di
budakna” (tidak boleh banyak makan Gunung Cini dilarang garuk-garuk, nanti
pedas, nanti anaknya akan galak), “Teu banyak kutu), “Teu meunang nginum
meunang loba teuing ngadahar haseum, ditotor tina téko, matak rujit” (tidak boleh
matak goréng budi budakna” (tidak boleh minum langsung dari teko, akan
banyak memakan asam, nanti anaknya menyebabkan jijik).
jelek budinya), “Teu meunang ngadahar
jambu ku kalong, matak borok 2. Nilai-nilai Pendidikan

Dalam kapamalian tersebut banyak dina kastrol, matak rewog barangdahar”

sekali terkandung nilai-nilai pendidikan (tidak boleh makan langsung dari kastrol,
yang mengajarkan kita untuk berbuat akan rakus dalam makan),, “Ulah ngowah
kebaikan dan membawa keselamatan. coét, matak meunangkeun salaki aki-aki”
Seperti yang terdapat dalam nilai (tidak boleh makan dalam cobek, nanti
pendidikan moral. Ada 42 kapamalian mendapatkan suami kakek-kakek), “Teu
yang termasuk ke dalam kategori meunang nginum ditotor tina téko, matak
pendidikan moral, 16 kapamalian yang rujit” (tidak boleh minum langsung dari
termasuk ke dalam nilai pendidikan sosial, teko, akan menyebabkan jijik), “Teu
serta 13 kapamalian yang tergolong e meunang diuk dina songsong, matak hitut
dalam kategori nilai pendidikan agama. hareupeun mitoha” (tidak boleh duduk di
Dari semua kapamlian tersebut ada 2 songsong, nanti kentut di depan mertua),
kapamalian yang mengandung nilai “Ulah sok dikawinkeun ka dulur, matak
pendidikan moaral dan agama. jadi pigoréngeun” (jangan dinikahkan pada
Kapamalian yang termasuk ke dalam saudara, akan menjadi jelek nantinya). Dari
nilai pendidikan moral, erat hubungannya beberapa kapamalian yang bernilai sosial
dengan tanggung jawab, nurani, serta di atas, dijelaskan bahwa kita sebagai
kewajiban. Beberapa kapamalian yang manusia harus saling menghormati, saling
mengandung nilai moral, di antaranya menghargai, saling menyayangi, dan saling
“Ulah diuk dina bangbarung (lawang menjaga kesopanan ketika hidup
panto), matak nongtot jodo” (tidak boleh bermasyarakat.
duduk di pintu, nanti susah mendapatkan Nilai pendidikan agama merupakan
jodoh),, “Teu meunang liar ti nilai pendidikan yang paling utama, karena
magrib/salamangsa, bisi dirawu kélong” merupakan dasar pegangan hidup manusia.
(tidak boleh berkeliaran sore hari, nanti Beberapa kapamalian yang mengandung
diganggu makhluk gaib),, “Ulah nyoo nilai pendidikan agama, di antaranya
péso, bisi cilaka” (tidak boleh bermain “Ulah sok nyésakeun sangu dina piring,
pisau, nanti mendapatkan petaka), “Teu matak nyésakeun rejeki keur batur” (tidak
meunang héhéotan di leuweung, bisi boleh menyisakan nasi dalam piring, nanti
disampeurkeun maung” (tidak boleh menyisakan rezeki untuk orang lain),
bersiul di hutan, nanti didatangi harimau), “Ulah sasapu ti peuting, matak
“Teu meunang udar-ider, bisi diganggu ku ngajauhkeun rejeki” (tidak boleh menyapu
mahluk jahat” (tidak boleh berkeliaran, malam hari, akan menjauhkan rijki), dan
nanti diganggu makhluk jahat), “Teu “Lamun aya nu maot, teu meunang
meunang ka cai ti peuting, bisi diganggu kuramas, matak ngajakan maot” (jika ada
ku mahluk jahat” (tidak boleh ke wc yang meninggal, tidak boleh keramas,
malam hari, nanti diganggu makhluk jahat). sebab akan mengajak untuk mati). Dari
Dari beberapa kapamalian yang beberapa kapamalian yang distuliskan di
mengandung di atas, sangat jelas terlihat atas, sangat tertera jelas nilai-nilai agama
nilai-nilai moral yang mendidik kita agar yang terkandung di dalamnya. Di sana juga
menjauhi hal-hal yang buruk yang nantinya dijelaskan bahwa Tuhan Yang Maha
kan memberikan bahaya kepada diri kita. Pengasih sudah mengatur semua rizki yang
Di dalam nilai-nilai sosial, yng didapat manusia. Selain itu juga, Tuhan
ditekankan tentunya adalah nilai-nilai yang telah menentukan takdir seluruh manusia,
erat hubungannya dengan masyarakat baik kematian, jodoh, maupun
selaku individu yang tidak hidup sendiri. kebahagiaan. Mak dari itu, kita sebagai
Beberapa kapamalian yang termasuk ke manusia harus percaya terhadap segala
dalam kategori nilai-nilai sosial , di kekuasaan-Nya. Di alam dunia ini, kita
antaranya “Teu meunang nodong dahar


juga diwajibkan untuk menuntut ilmu agar menggambarkan alat yang digunakan
kita selalu diberikan ketentraman hati. untuk membuat sambel, bentuknya
seperti piring kecil, ada yang terbuat
3. Semiotik dari kayu, dan ada juga yang terbuat dari
tanah yang dibakar atau yang terbuat
Di dalam beberapa pendekatan semiotik,
dari batu. Oleh sebab itu jika kita nguah
dijelaskan bahwa analisis dilakukan
cowét disebutkan oleh orang Sunda
menurut unsur ikon, indeks, dan simbol,
dahulu akan mendapatkan suami kakek-
agar dapat memahami makna dari
kakek.
kapamalian tersebut. Di bawah ini, adalah
contoh dari analisis semiotik tersebut. Kapamalian “Di Gunung Cinini teu
meunang gagaro, bisi loba kutu” (di
Gunung Cini dilarang garuk-garuk, nanti
1) Analisis Unsur Ikon
banyak kutu). Dalam konteks ini
Unsur ikon adalah tanda yang Gunung Cinini menggambarkan
dilihat dari objeknya berdasarkan gundukan tanah dalam kulit bumi yang
hubungan faktual dan eksistensial antara banyaknya berjuta-juta meter kubik
penanda dan petandanya. (Peirce dalam yang berada di Desa Tanjungwangi.
Sukyadi, 2011, hlm. 217). Disebutkan oleh karuhun Sunda dahulu
Dari hasil analisis, diketahui bahwa bahwa jika kita menggaruk kepala di
ada 28 unsur ikon yang terdapat dalam Gunung Cinini akan mengakibatkan
kapamalian, salahsatunya “Teu banyak kutu di kepala.
meunang nodong dahar dina kastrol, Kapamalian “Teu meunang
matak rewog barangdahar” (tidak boleh ngadahar tiwu jeung cangkangna,
makan langsung dari kastrol, akan rakus matak suing” (tidak boleh memakan
dalam makan). Dalam konteks ini, tebu dengan kulitnya, nanti sumbing),
kastrol merupakan ikon dari tempat dalam konteks ini tiwu menggambarkan
yang dipakai untuk menanak nasi liwet. bambu yang mempunyai rasa manis,
Jika kita makan dengan menggunakan tajam, dan bisa dimakan sarinya. Oleh
kastrol sebagai alasnya secara langsung, sebab itu jika kita menggerogoti tiwu
makan dari tingkah laku tersebut terlihat tersebut dengan bagian luarnya akan
sebuah sifat rakus. Hal itu disebabkan menyebabkan luka, yang oleh orang
karena alas yang dipakai, kastrol, jika Sunda disebutkan dengan suing.
digunakan untuk alas makan, maka tidak
akan terukur seberapa banyak nasi yang
dimakan. 2) Analisis Unsur Indeks
Kapamalian “Ulah nyoo péso, bisi Indéks yaitu tanda yang bergantung
cilaka” (tidak boleh bermain pisau, pada denotatum, atau tanda yang
nanti mendapatkan petaka), dalam menjelaskan adanya hubungan
konteks ini péso digambarkan dengan kausal/sabab-akibat (Isnéndés, 2010,
alat rumah tangga yang tajam fungsinya hlm.72).
untuk memotong, dan terbuat dari besi. Dari hasil analisis terdapat 35 unsur
Alat ini bisa membuat celaka jika alat indéks, beberapa contoh kapamalian
tersebut terus dimainkan. yang dianalisis di antaranya “Teu
meunang nepak sirah
Kapamalian “Ulah nguah cowét,
budak/ngadegungkeun, matak calutak
matak meunangkeun salaki ka aki-aki”
ka batur” (tidak boleh menepak kepala
(tidak boleh makan dalam cobek, nanti
anak, nanti tidak sopan terhadap orang
mendapatkan suami kakek-kakek).
lain). Dalam konteks ini nepak dan
Dalam konteks ini kata cowét

ngadegungkeun merupakan indeks dari Simbol merupakan tanda yang

kelakuan yang dikerjakan oleh manusia menghubungkan antara tanda dengan
yang kurang adat tatakrama, kelakuan denotatumnya yang telah disepakati oleh
tersebut akan menyebabkan tidak sopan masyarakat (Isnéndés, 2010, hlm. 72).
terhadap orang lain, serta tidak Dari hasil analisis terdapat 24 unsur
menerapkan prinsip-prinsip adat simbol, beberapa contoh kapamalian
kesopanan. yang dianalisis di antaranya yaitu “Ulah
Kapamalian “Teu meunang diuk dina bangbarung (lawang panto),
barangdahar bari leuleumpangan, sok matak nongtot jodo” (tidak boleh duduk
kaserang ku hama” (tidak boleh makan di pintu, nanti susah mendapatkan
sambil berjalan, nanti terserang hama). jodoh). Dalam konteks ini bangbarung
Dalam konteks ini leuleumpangan melambangkan bagian paling bawah
(berjalan) merupakan indeks dari pintu rumah yang menghubungkan tiang
kelakuan yang dikerjakan oleh manusia. pintu, terbuat dari kayu, biasanya
Dalam hal ini kapamalian tersebut akan digunakan untuk keluar masuk orang,
menyebabkan pengaruh buruk terhadap atau bisa juga untuk diam, melamun,
tubuh kita, jika kita makan sambil dan bingung. Jika duduk di bangbarung,
berjalan. biasanya dihubungkan dengan nongtot
Kapamalian “Nu boga hajat teu jodo, kata nongtot jodo itu disebutkan
meunang mandi, matak hujan badag” untuk seseorang yang susah
(yang punya acara dilarang mandi, nanti mendapatkan jodoh, sebab ada yang
hujan besar), dalam konteks ini teu menghalangi.
meunang mandi (tidak boleh mandi)
merupakan indéksikal dari mandi sama Kapamalian “Teu meunang liar ti
artinya dengan membersihkan tubuh magrib/salamangsa, bisi dirawu
setelah selesainya pekerjaan. Jadi jika kélong” (tidak boleh berkeliaran sore
sudah mandi, seseorang tidak bisa hari, nanti diganggu makhluk gaib),.
mengerjakan pekerjaannya lagi (hajat), Dalam konteks ini kata salamangsa
sebab itu artinya pekerjaan telah selesai. melambangkan bahwa ketika matahari
Selain itu ketika mandi, artinya kita tenggelam makhluk gaib (kélong) mulai
meninggalkan acara. Ketika berkeliaran. Kélong merupakan hantu
meninggalkan acara, dalam yang serupa dengan nenek-nenek yang
kelangsungannya ditakutkan ada bahaya ada di pepohonan dan berkeliarannya
(hujan besar), lalu tidak diketahui oleh ketika waktu sore. Anak yang senang
kita (yang punya acara), tidak akan ada bermain di waktu sore sering disebut
yang bisa tanggung jawab terhadap dengan dirawu kélong atau dibawa oléh
bahaya tersebut. makhluk gaib. Dirawu kélong itu seperti
Kapamalian “Teu meunang udar- dililit oleh buah dada kélong yang
ider, bisi diganggu ku mahluk jahat” menggantung.
(tidak boleh berkeliaran, nanti diganggu Kapamalian “Ulah nyiuk béas bari
makhluk jahat), dalam konteks ini udar- cingogo, matak harkat darajatna
ider (berkeliaran) merupakan indeks handap” (tidak boleh mengambil beras
dari tingkah laku yang dilakukan sambil jongkok, akan menurunkan
manusia, sebab ada yang dicari. derajat), dalam konteks ini béas
Biasanya seseorang yang akan menikah melambangkan Dewi Sri yang dihormati
baunya wangi, sehingga dikhawatirkan sebagai dewi padi. Dewi yang bisa
akan diganggu oleh makhluk jahat. memberikan keberkahan dan rezeki.
3) Analisis Unsur Simbol


Kapamalian “Teu meunang manusia ke dalam jalan kebenaran dan
ngalong di panto/jolodog, matak hésé keselamatan, seperti dalam nlai pendidikan
dina ngalahirkeun” (tidak boleh diam di moral sebanyak 42 kapamalian, 16
pintu, akan susah dalam melahirkan), kapamalian yang termasuk ke dalam nilai
dalam konteks ini ngalong sosial. Sedangkan kapamalian yang
melambangan kegiatan yang sedang termasuk ke dalam nilai agama yaitu
merasa bingung antara masuk atau tidak. sebanyak 13 kapamalian. Dalam
Sebab ngalong di pintu tentu kapamalian tersebut ada 2 kapamalian
menghalangi orang untuk keluar masuk yang termasuk pada nlai moral dan nilai
rumah, yang akhirnya disamakan agama.
dengan susah dalam melahirkan. Hasil analisis semiotik diketahui ada
28 unsur ikon, 35 kapamalian yang
mengandung unsur indéks, sedangkan
KESIMPULAN dalam unsur simbol terdapat 24
Berdasarkan hasil penelitian serta kapamalian.
analisis kapamalian yang ada di Désa Kapamalian tersebut bukan hanya
Tanjungwangi Kecamatan Cicaléngka sekedar istilah yang diucapkan secara
Kabupatén Bandung, bisa disimpulkan bebas, tetapi kapamalian tersebut
seperti di bawah ini. mengandung nilai-nilai untuk mendidik
Kapamalian yang terkumpul dari 5 secara halus agar anak bisa mengikuti apa
narasumber yang ada di Désa yang diucapkan oleh orang tuanya.
Tanjungwangi sebanyak 88 kapamalian. Kapamalian tersebut tidak mengandung arti
Kapamalian tersebut dideskripsikan arti sebenarnya, tetapi kapamalian tersebut
dan fungsinya, dianalisis nilai pendidikan mengandung arti atau maksud lain yang
yang terdapat dalam kapamalian tersebut, multitafsir.
serta dianalisis unsur-unsur semiotik yang
terdapat dalam kapamalian. DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil analisis data, kapamalian
yang terkumpul lalu digolongkan Danadibrata, R.A. (2009). Kamus Basa
berdasarkan daur hidup (life cycle) yang Sunda. Bandung: PT. Kiblat Buku
terdiri dari urusan nikah ada 9 (10.2%) Utama.
kapamalian yang berisi khusus untuk yang Danandjaja, J. (2007). Folklor Indonesia:
akan menikah dan setelah menikah. Urusan Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain.
kelahiran ada 39 (44.3%) kapamalian yang Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
berisi tentang kapamalian-kapamalian Hoed, B.H. (2011). Semiotik & Dinamika
khusus ditujukan untuk yang sedang Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas
mengandung. Urusan sunat ada 2 (2.3%) Bambu.
kapamalian yang berisi tentang hubungan Isnendes, R. (2010). Panyawangan Sastra
dengan sunat. Urusan mati ada 2 (2.3%) (Handout Teori Sastra). Bandung:
kapamalian yang isinya berhubungan JPBD.
dengan urusan mati. Selain dari daur hidup Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu
(life cycle), kapamalian yang bersifat Antropologi. Jakarta: PT. Rineka
umum pun termasuk banyak, di mana Cipta.
kapamalian tersebut dipakai oleh seluruh LBSS. (1995). Kamus Umum Basa Sunda.
masyarakat diluar hal-hal yang Bandung: Tarate Bandung.
berhubungan dengan life cycle, sebanyak Ratna, N.K. (2010). Metodologi Penelitian
36 (40.9%) kapamalian. Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Dalam kapamalian tersebut terdapat Humaniora Pada Umumnya.
nilai-nilai pendidikan yang mendidik Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ruhimat, A. (2006). Sambel Jaér (Tali

Paranti, Palakiah, Kaolahan &
Pantangan Urang Sunda). Bandung:
PT. Puspawarna
Santosa, F. 1993. Ancangan Semiotika dan
Pengkajian Susastra. Bandung:
Angkasa.
Setiyadi, A. (2011). Ajén Atikan dina
Sisindiran nu Aya di Désa
Parumasan Kecamatan Sodonghilir
Kabupatén Tasikmalaya pikeun
Bahan Pangajaran Nulis di SMP.
(Skripsi). FPBS, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung
Sukyadi, D. (2011). Teori dan Analisis
Semiotika. Bandung: Rizqi Press.


Ajén Atikan Dina Folklor Aspék

Diunggah oleh

Informasi Dokumen

Judul Asli

Hak Cipta

Format Tersedia

Bagikan dokumen Ini

Bagikan atau Tanam Dokumen

Opsi Berbagi

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?

Apakah konten ini tidak pantas?

Hak Cipta:

Format Tersedia

Ajén Atikan Dina Folklor Aspék

Diunggah oleh

Hak Cipta:

Format Tersedia

D A N G I A N G

Diani Permasih1, Dedi Koswara2, Dede Kosasih3

Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Kecap galeuh: kapamalian, ajén atikan, semiotik

NILAI PENDIDIKAN DALAM FOLKLOR ASPEK

Diani Permasih1, Dedi Koswara2, Dede Kosasih3

Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Latar belakang penelitian ini didasari oleh berkurangnya penggunaan kapamalian

EDUCATION VALUE IN FOLKLORE ASPECTS OF

Diani Permasih1, Dedi Koswara2, Dede Kosasih3

The background of this research is based on the rare use of kapamalian

Keywords: kapamalian, education value, semiotic.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seseorang untuk melakukan hal-hal yang

terkandung dalam kapamlian, serta pendidikannnya, serta dianalisis unsur

Dalam kapamalian tersebut banyak dina kastrol, matak rewog barangdahar”

ngadegungkeun merupakan indeks dari Simbol merupakan tanda yang

Ruhimat, A. (2006). Sambel Jaér (Tali

Anda mungkin juga menyukai